• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2. Landasan Teori. Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2. Landasan Teori. Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 2

Landasan Teori

2.1 Teori Penokohan Menurut Nurgiyantoro.

Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Seperti yang dikatakan Jones dalam Nurgiyantoro (2007:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang digambarkan dalam cerita.

Stanton dalam Nurgiyantoro (2007:165) mengemukakan bahwa pengunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam berbagai literature bahasa inggris menyarankan pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan emosi, dan prinsip moral yang dimiliki oleh tokoh-tokoh tersebut.

Dengan demikian, character dapat berarti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula berarti ‘perwatakan’. Penyebutan nama tokoh tertentu, tak jarang, langsung mengisyaratkkan kepada kita perwatakan yang dimilikinya.

Tokoh cerita (character), menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2007:165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Untuk kasus kepribadian seorang tokoh, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku lain (non-verbal). Pembedaan antara tokoh yang satu dengan yang lain lebih ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik.

(2)

Dengan demikian, istilah ‘penokohan’ lebih luas pengertiannya daripada ‘tokoh’dan ‘perwatakan’ sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

Nurgiyantoro (2007:177) juga mengungkapkan bahwa tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaa itu dilakukan. Misalnya saja pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan. Dalam kaitannya dengan keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tak sama. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Disebut sebagai tokoh utama cerita (central character, main character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik penting yang mempengaruhi perkembangan plot.

Tokoh-tokoh cerita sebagaimana dikemukakan diatas tidak serta merta hadir kepada pembaca. Mereka memerlukan ‘sarana’ yang memungkinkan kehadirannya.

Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik dilakukan secara tak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta, prilaku tokoh (Nurgiyantoro, 2007:198).

(3)

1. Teknik cakapan

Percakapan yang dilakukan oleh (baca: diterapkan pada) tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Percakapan yang baik, mencerminkan sifat kedirian tokoh pelakunya (Nurgiyantoro, 2007:201).

2. Teknik Tingkah Laku

Jika teknik cakapan dimaksudkan untuk menunjuk tingkah laku verbal yang berwujud kata-kata para tokoh, teknik tingkah laku menyarankan pada tindakan yang bersifat non-verbal, fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya (Nurgiyantoro, 2007:203).

3.Teknik Pikiran dan Perasaan

Bagaimana keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang (sering) dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya juga ( Nurgiyantoro, 2007:204).

2.2 Pendekatan Biografis

Menurut Welek etal. dalam Ratna (2004:55-56), model biografis dianggap sebagai pendekatan yang tertua. Pendekatan biografis merupakan studi yang sistematis mengenai proses kreativitas. Subjek kreator dianggap sebagai asal-usul karya sastra, arti sebuah karya sastra dengan demikian secara relatif sama dengan maksud, niat, pesan, dan bahkan tujuan-tujuan tertentu pengarang. Penelitian harus mencatumkan biografi, surat-surat, dokumen penting pengarang, foto-foto, bahkan wawancara langsung dengan pengarang. Karya sastra pada gilirannya identik dengan riwayat hidup,

(4)

pernyataan-pernyataan pengarang dianggap sebagai suatu kebenaran, biografi mensunbordinasikan karya. Oleh karena itu, pendekatan biografis sesungguhnya merupakan bagian penulisan sejarah, sebagai historiografi.

Menurut Welek etal. dalam Ratna (2004:56), sebagai anggota masyarakat, pengarang dengan sendirinya lebih berhasil untuk melukiskan masyarakat di tempat ia tinggal, lingkungan hidup yang benar-benar dialaminya secara nyata. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan aktivitas kreatif dibedakan tiga macam pengarang, yaitu :

a. Pengarang yang mengarang berdasarkan pengalaman langsung

b. Pengarang yang mengarang berdasarkan keterampilan dalam penyusunan kembali unsur-unsur penceritaan.

c . Pengarang yang mengarang, berdasarkan kekuatan imajinasi.

Menurut Welek etal. Dalam Ratna (2004:56-57), dalam ilmu sastra, biografi pengarang, bukan curriculum vitae, membantu untuk memahami proses kreatif, genesis karya seni. Dalam ilmu sosial, pada umumnya biografi dimanfaatkan dalam kaitannya dengan latar belakang proses rekonstruksi fakta-fakta, membantu menjelaskan pikiran-pikiran seorang ahli, seperti : sistem ideologi, paradigm ilmiah, pandangan dunia, dan kerangka umum sosial budaya yang ada di sekitarnya.

Dikaitkan dengan pemahaman sosiologi ilmu pengetahuan Berger etal. dalam Ratna (2004:57), pada dasarnya hanya sebagian kecil dari keseluruhan pengalaman yang berhasil tersimpan dalam kesadaran manusia. Biografi merupakan sedimentasi pengalaman-pengalaman masa lampau, baik personal, sebagai pengalaman individual, maupun kolektif, sebagai pengalaman intersubjektif, yang pada saat-saat tertentu akan muncul kembali.

(5)

2.3Teori Dasar Psikologi Sastra

Menurut Suwardi (2008:87) pengalaman kejiwaan sang pengarang yang semula terendap dalam jiwa, telah beralih ke dalam karya sastra yang diciptakannya, yang terproyeksi lewat ciri-ciri kejiwaan para tokoh imajinernya.

Sastra sebagai “gejala kejiwaan”, dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya sastra dapat menggunakan pendekatan psikologi karena hubungannya yang dekat. Meskipun sastrawan jarang berpikir secara psikologis, namun karyanya tetap bisa bernuansa kejiwaan. Hal ini dapat diterima karena antara sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tidak langsung dan fungsional. Menurut Jatman dalam Suwandi (2008:88), tidak langsung artinya hubungan itu ada karena baik sastra maupun psikologi, kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama, yakni kejiwaan manusia. Sedangkan hubungan fungsional sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain.

Menurut Aminuddin dalam Suwardi (2008:88) berdasarkan uraian di atas, karya sastra sebenarnya tidak dapat dilepaskan sama sekali dari penulisnya seperti yang dulu dilakukan oleh penganut paham strukturalisme tradiosional, yang menganggap bahwa karya sastra itu bersifat otonom, lepas sama sekali dari penulisnya. Sebab, diantara keduanya terdapat “hubungan kausalitas”.

Menurut Scott dalam Suwardi (2008:64), yang penting adalah psikologi sastra

mencakup tiga hal, yaitu (1) penelitian hubungan ketidaksengajaan antara pengarang dan pembaca, (2) penelitian kehidupan pengarang untuk memahami karyanya, dan (3) penelitian karakter para tokoh yang ada dalam karya yang diteliti.

(6)

2.4Teori Karakterisasi Melalui Penampilan Tokoh

Menurut Albertine Minderop (2005:10), dalam kehidupan sehari-hari kita kerap kali

terkecoh oleh penampilan seseorang, bahkan tertipu oleh penampilan seseorang, demikian pula dalam suatu karya sastra, faktor penampilan para tokoh memegang peranan penting sehubungan telaah karakterisasi. Penampilan tokoh yang dimaksud misalnya pakaian apa yang dikenakannya atau bagaimana ekspresinya.

Rincian penampilan memperlihatkan kepada pembaca tentang usia, kondisi fisik atau kesehatan dan tingkat kesejahteraan si tokoh. Sesungguhnya perwatakan tokoh melalui penampilan tidak dapat disangkal terkait pula kondisi psikologis tokoh dalam cerita rekaan.

Metode perwatakan yang menggunakan penampilan tokoh memberikan kebebasan kepada pengarang untuk mengekspresikan persepsi dan sudut pandangnya. Secara subjektif pengarang bebas menampilkan appereance para tokoh, yang secara implisit memberikan gambaran watak tokoh. Namun demikian, terdapat hal-hal yang sifatnya universal, misalnya untuk menggambarkan seorang tokoh dengan watak positif (bijaksana, elegan, cerdas), biasanya pengarang menampilkan tokoh yang berpenampilan rapih dengan sosok yang proporsional.

2.5Novel Detektif

Novel detektif adalah novel yang mengisahkan tentang kasus pembunuhan, kriminalitas dan penyelidikan yang dilakukan oleh seorang polisi atau detektif untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya. Setelah perang dunia kedua, proses perkembangan novel detektif dibagi menjadi berbagai jenis, seperti novel hardboiled eggs, novel suspense, novel polisi, novel yang mengenai mata-mata dan lain-lain.

(7)

日本では、現在、謎解きの本格ものからハードボイルド、サスペンス 小説、警察小説、スパイ小説など多彩な流れを包括する用語として推 理小説とかミステリーという言葉が使われ、探偵小説という言葉はあ まり使われなくなっている。これは英米でも同様で、日本でいう推理 小説という言葉は、現在 crime fiction といっている。直訳する と”犯罪小説”だが、日本でいうところの推理小説である。困るのは、 戦前の日本で使われた探偵小説という言葉が、英語の detective story の直訳なのに、英米と意味が大きく違っていたことである (Manji, 2000:196)。 Terjemahan:

Di Jepang, pada masa sekarang ini, untuk sebuah istilah yang merupakan penggolongan dari berbagai macam jenis novel seperti novel hardboiled eggs, novel suspense, novel polisi, novel yang berisikan tentang mata-mata dan lain-lain yang pada dasarnya berasal dari sebuah cerita yang menceritakan pemecahan sebuah teka-teki, sering digunakan sebuah kata yang disebut misteri dengan istilah “Suiri shosetsu” , sehingga sebutan istilah “Tantei shosetsu” menjadi jarang digunakan. Ini juga sama halnya dalam bahasa British-Amerika, dan di Jepang istilah yang disebut dengan “Suiri shosetsu”, pada masa sekarang ini disebut juga dengan “Crime fiction” atau kejahatan fiksi. Jika istilah “Crime fiction” ini diterjemahkan langsung, maka akan mempunyai arti “novel kejahatan atau hanzai shosetsu” akan tetapi, jika sebutan ini disebut di Jepang maka ini akan dikenal sebagai “Suiri shosetsu”. Sehingga yang menjadi masalahnya, istilah “Tantei shousetsu” yang digunakan Jepang pada saat zaman sebelum perang, ini jika diartikan ke bahasa inggris menjadi “Detective story atau cerita detektif” namun, istilah “Tantei shosetsu” dan “Detective story” ini dalam pemahaman British-America dan secara makna memiliki perbedaan yang besar (Manji, 2000:196).

Dalam dunia sastra Jepang, Tantei shosetsu dan Suiri shosetsu memiliki makna yang berbeda. Tantei shosetsu lebih romantis dan tidak masuk akal, namun Suiri shosetsu lebih cenderung mengarah ke kenyataan.

推理小説(すいりしょうせつ)は、小説のジャンルのひとつ。殺人・ 盗難・誘拐・詐欺など、なんらかの事件・犯罪の発生と、その合理的 な解決へ向けての経過を描くもの。さまざまなメディアに展開される ミステリーというジャンルの元になった (Manji, 2000:201)。

(8)

Terjemahan:

“Suiri shosetsu” adalah salah satu jenis novel. Dalam novel ini, biasanya menceritakan tentang pembunuhan, perampokan, penculikan, penipuan dan lain-lain. Selain itu, di dalam novel ini juga menggambarkan bagaimana sebuah kejahatan terjadi dan akan mengarahkan rangkaian kejadian tersebut ke arah rasional. Inilah yang merupakan titik awal munculnya sebuah jenis aliran novel yang disebut dengan “Misteri” yang disebarluaskan di berbagai media (Manji, 2000:201).

Sebelumnya Suiri shosetsu di Jepang disebut dengan Tantei shosetsu. Setelah perang dunia kedua Showa 21 (1946), pemerintahan Jepang mengemukakan bahwa tidak ada kanji Tei (偵), oleh dikarenakan itulah sebutan Tantei shosetsu pelan-pelan menghilang. Pada tahun 1954, kanji Tei sudah muncul di kamus Kanji akan tetapi sebutan Suiri shosetsu sudah sering digunakan dan diterima oleh masyarakat Jepang sampai kini.

Novel detektif yang lebih ke kalangan masyarakat Jepang dan mencerminkan kehidupan kenyataan masyarakat Jepang pada saat itu. Pada tahun 1950, Seicho Matsumoto adalah orang pertama yang menulis karya seperti ini.

社会派とは、事件そのものに加え、事件の背景を社会世相などに絡め

て描き出すもの。地に足のついた現実的な犯罪事件と、その背後にひ そむ社会的病理を描写する。日本では 1960 年代から長らく主流が続

いた。松本清張の作品がその代表とされる(Manji, 2000:201) 。

Terjemahan:

“Shakaiha” merupakan salah satu jenis dari “Suirishosetsu”. Istilah “Shakaiha”merupakan sebuah istilah yang dipakai untuk menggambarkan latar belakang sebuah kasus yang berhubungan erat dengan sebuah pola

(9)

masyarakat. Selain menggambarkan sebuah pola masyarakat, juga menggambarkan kasus kejahatan yang terjadi dalam kehidupan nyata atau kasus kejahatan yang bersifat non-fiksi, dan di balik kasus-kasus kejahatan yang diceritakan, novel ini biasanya juga akan memberikan gambaran tentang penyakit masyarakat yang bersembunyi. Novel yang tergolong seperti ini, di Jepang telah ada sejak era tahun 1960an dan berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dalam jangka waktu tersebut yang menjadi perwakilan dari novel-novel tergolong “Shakaiha” adalah novel-novel karya Seicho Matsumoto (Manji, 2000:201).

Di Jepang novel detektif di bagi banyak jenis novel, seperti novel mata-mata, novel hard-boiled, novel suspense, novel polisi, novel Shakai dan lain-lain. Namun novel

Seicho Matsumoto lebih dikategorikan novel Shakaiha suirishosetsu yang mengambil latar belakang pola hidup masyarakat Jepang. Di dalam karya Seicho Matsumoto lebih banyak menggambarkan kehidupan tokoh utamanya sebagai seorang polisi atau orang awam.

Sebelum adanya Shin Honkaku suirishosetsu, novel detektif Jepang lebih berpusat ke Shakai suirishosetsu. Sebenarnya, Seicho Matsumoto memiliki pengaruh yang sangat

besar dalam dunia novel detektif. Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1970, kebanyakan novel detektif Jepang memiliki karakteristik seperti Seicho Matsumoto, jadi penulis murni Honkaku suirishosetsu hanya bisa dikatakan beberapa saja.

Shakaiha suirishosetsu, asal usul nama ini tidak diketahui secara tepat kapan digunakan. Namun Shakaiha suirishosetsu mulai digunakan sejak Seicho Matsumoto muncul. Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1970 adalah masa keemasan Shakai suirishosetsu.

Karya ini kebanyakan menceritakan tentang latar belakang kehidupan masyarakat Jepang. Di dalam karya Seicho Matsumoto lebih banyak menggambarkan kehidupan tokoh utamanya sebagai seorang polisi atau orang awam salah satunya adalah novel karyanya Suna no Utsuwa.

Referensi

Dokumen terkait

3. Pemeriksaan karya ilmiah yang telah terkumpul oleh panitia yang ditunjuk. Pendokumentasian hasil-hasil seminar. Pembentukan panitia penyelenggara seminar. Untuk

Untuk itu dibutuhkan suatu metode atau teknik yang dapat meningkatkan proses pencarian dokumen tersebut salah satu cara yaitu dengan menerapkan teknik AJAX pada fitur

Keawetan suatu perkerasan jalan berhubungan dengan ketahanan permukaan perkerasan yang dapat dipengaruhi oleh beban lalu lintas, perubahan cuaca, material

diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 pada Pasal 24 ayat (1) bahwa Retribusi ditetapkan dengan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “PROFESIONALISME AUDITOR, ETIKA PROFESI, MOTIVASI DAN PENGALAMAN AUDITOR

Kemajuan yang dicapai pada periode khalifah al-Ma’mun ini, Islam semakin dikenal oleh dunia Barat, terutama dengan karya-karya tulis yang ditinggalkannya pada

Suara gamelan merupakan perlakuan jenis musik terbaik karena musik gamelan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang, lebar daun dan tinggi tanaman, sedangkan untuk

Fuzzy Time Series (FTS) adalah salah satu metode prediksi yang ada dalam lingkup fuzzy logic dengan model runtun waktu, metode tersebut menggabungkan antara ilmu komputer