• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA SISWA SMA NEGERI 1 ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA SISWA SMA NEGERI 1 ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG ABSTRAK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN : 1858-330X

JSPF Vol. 9, Mei 2009 | 43

PERANAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA SISWA SMA NEGERI 1 ANGGERAJA KABUPATEN

ENREKANG

Nurhayati1), Khaeruddin1), Rahmayanti

1)

Jurusan Fisika Universitas Negeri Makassar

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk : (1) mendeskripsikan seberapa besar kemampuan memecahkan masalah fisika pada siswa SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang tahun ajaran 2009-2010 yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah, (2) mendeskripsikan seberapa besar kemampuan memecahkan masalah fisika pada siswa SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang tahun ajaran 2009-2010 yang diajar secara konvensional, (3) mengetahui kemampuan memecahkan masalah fisika antara siswa SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang tahun ajaran 2009-2010 yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berbeda secara signifikan dengan siswa yang diajar secara konvensional. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan cara acak kelas. Dari 4 kelas yang diacak diperoleh sampel 2 kelas yang terdiri dari 30 siswa pada kelas kontrol dan 30 siswa pada kelas eksperimen. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa skor rata-rata kemampuan memecahkan masalah fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Anggeraja yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah berada pada interval antara 16-17. Sedangkan skor rata-rata kemampuan memecahkan masalah fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Anggeraja yang diajar tanpa melalui model pembelajaran berbasis masalah berada pada skor 14. Hasil analisis inferensial menunjukkan bahwa kemampuan memecahkan masalah fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang tahun pelajaran 2009/2010 yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, secara signifikan lebih tinggi daripada yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.

KATA KUNCI : kemampuan memecahkan masalah, model pembelajaran berbasis masalah

I. PENDAHULUAN

Di dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus mampu memilih strategi ataupun model pembelajaran yang tepat dan memenuhi kriteria seperti: humanis, partisipatoris dan memperhatikan keragaman siswa dalam proses pembelajaran. Saat pembelajaran berlangsung seringkali dijumpai adanya dominasi guru sehingga meminimalkan keterlibatan aktif siswa dan akhirnya siswa cenderung menjadi pasif karena tidak mampu merekonstruksi sendiri pemahamannya terhadap materi-materi pelajaran daripada mencari serta menemukan sendiri pengetahuan yang mereka butuhkan. Persoalannya adalah

(a) bagaimana guru menemukan metode yang

terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu,

sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep-konsep tersebut;

(b) bagaimana seorang guru mengajar agar

setiap mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh; (c) bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya; (d) bagaimana seorang guru dapat membuka wawasan berpikir beragam dari seluruh siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep; (e) bagaimana guru menilai hasil belajar siswa.

Berdasarkan observasi langsung di kelas yang dilakukan selama satu pekan yang dilakukan dengan cara ikut masuk ke dalam kelas sewaktu gurunya mengajar. Kegiatan ini dilakukan sebanyak delapan kali pertemuan.

(2)

ISSN : 1858-330X

JSPF Vol. 9, Mei 2009 | 44

Observasi juga dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran kelas XI SMA Negeri 1 Anggeraja dan terungkap bahwa kendala yang dihadapi oleh siswa adalah minimnya kemampuan memecahkan masalah fisika. Hal ini juga terlihat dari nilai fisika siswa yang kurang. Di samping itu, buku penunjang belajar siswa yang sangat minim dan proses pembelajaran bersifat satu arah, sehingga siswa cenderung menerima informasi sepenuhnya dari guru saja.

Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah Fisika pada siswa, maka dalam didaktik pengajaran ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru diantaranya adalah dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Diasumsikan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah akan dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah Fisika pada siswa. Hal ini tidak terlepas dari kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran berbasis masalah, diantaranya adalah membantu siswa memahami dengan jelas jalannya suatu proses, memudahkan berbagai jenis penjelasan sebab penggunaan bahasa lebih terbatas, menghilangkan kesan verbalisme dan memberikan keterampilan tertentu.

Sehubungan dengan hal di atas, maka telah dilakukan penelitian mengenai peranan model pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan memecahkan masalah fisika pada siswa SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang. Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Seberapa besar kemampuan memecahkan masalah fisika pada siswa SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang tahun

ajaran 2009-2010 yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah? 2. Seberapa besar kemampuan memecahkan

masalah fisika pada siswa SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang tahun ajaran 2009-2010 yang diajar secara konvensional?

3. Apakah kemampuan memecahkan masalah fisika antara siswa SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang tahun ajaran 2009-2010 yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berbeda secara signifikan dengan siswa yang diajar secara konvensional?

II. LANDASAN TEORI

a. Pembelajaran Berbasis Masalah

Dilihat dari aspek psikologis belajar, pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Instruction / PBI ) bersandarkan kepada

psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik melalui penghayatan secara internal akan problema yang akan dihadapi (Wina Sanjaya, 2006: 211).

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction / PBI) (UNM, 2007: 60) adalah strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan

(3)

ISSN : 1858-330X

JSPF Vol. 9, Mei 2009 | 45

masalah serta memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari mata pelajaran.

Pembelajaran berbasis masalah menurut Muhammad Natsir (2004: 81) adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui perlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pebelajar yang mandiri.

Model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 tahap utama seperti yang digambarkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahap Tingkah Laku Guru Tahap-1

Orientasi siswa kepada masalah.

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Tahap-2

Mengorganisa si siswa untuk belajar.

Guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Tahap-4

Mengembangk

an dan

menyajikan hasil karya.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.

(Muslimin Ibrahim, 2000: 13)

Kelebihan model pembelajaran berbasis masalah, yaitu :

1. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

2. Lingkungan belajar terbuka, peranan siswa aktif.

3. Membantu siswa untuk belajar mandiri. 4. Dapat menghasilkan karya.

Kekurangan model pembelajaran berbasis masalah, yaitu :

1. Sulit mengetahui secara langsung apakah siswa dapat menyelesaikan permasalahan secara intelektual.

2. Memerlukan waktu yang lama.

b. Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran. Dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya (Wina Sanjaya, 2006: 218).

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (1995: 91-92), langkah-langkah pemecahan masalah adalah sebagai berikut :

1. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. 2. Mencari data atau keterangan yang dapat

digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kapada data yang telah diperoleh pada langkah kedua di atas.

(4)

ISSN : 1858-330X

JSPF Vol. 9, Mei 2009 | 46

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok.

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Adapun indikator soal yang berorientasi kemampuan memecahkan massalah menurut I Gustu Putu Sudiarta pada (gussudiarta@yahoo.de) adalah sebagai berikut:

a. Soal disajikan secara tematik terbuka. b. Prosedur dan jawaban tak tunggal. c. Prosedur dan argumentasi jawaban tak

tunggal.

d. Memerlukan investigasi permasalahan secara divergen.

e. Memerlukan pemikiran kritis. f. Memerlukan kreativitas.

c. Kemampuan Memecahkan Masalah Gagasan pengembangan kemampuan memecahkan masalah fisika bagi siswa SMA dilandasi oleh beberapa konsepsi teoritis. (1) Konsepsi fisika merupakan subjek yang senantiasa mengalami perubahan, (2) Belajar fisika bukanlah menghafal fakta tetapi tentang komprehensi dan matematika, (3) Belajar fisika membutuhkan pengajaran berorientasi masalah. Kemampuan memecahkan masalah fisika merupakan kemampuan untuk menyelesaikan pertanyaan fisika yang tidak bersifat rutin, artinya pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin. Dengan kata lain, siswa tidak mempunyai strategi tertentu yang segera dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kemampuan memecahkan masalah juga dapat diartikan sebagai kemampuan suatu individu atau kelompok untuk menemukan

jawaban berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang lumrah. Jadi, aktivitas pemecahan masalah diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah (http://ujangsukandi.files.wordpress.com/2008/k bk-mat-ujang-makalah.doc.).

III. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Rancangan secara acak dan kelompok kontrol (The

Randomized Posttest Only Control Group Design).

Penelitian ini terdiri atas dua variabel, yakni variabel bebas dan terikat

a). Variabel bebas, meliputi pembelajaran fisika melalui model pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran fisika secara konvensional.

b). Variabel terikat adalah kemampuan memecahkan masalah fisika.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu analisis deskriptif dan analisis inferensial.

a. Analisis deskriptif

Analisis ini dimaksudkan untuk medeskripsikan karakteristik distribusi skor kemampuan memecahkan masalah fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Anggeraja. Analisis deskriptif ini ditampilkan dalam bentuk rata-rata, standar deviasi, skor maksimum, skor mínimum, serta analisis taksiran rata-rata.

b. Analisis inferensial

Analisis statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan uji “Chi kuadrat”. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu

(5)

ISSN : 1858-330X

JSPF Vol. 9, Mei 2009 | 47

diuji dengan persyaratan analisis menggunakan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji hipotesis.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Analisis Deskriptif

Tabel 4.1 berikut menyajikan hasil analisis deskriptif yang telah dilakukan untuk penelitian ini.

Tabel 4.1 Nilai statistik deskriptif

kemampuan memecahkan

masalah fisika siswa kelas eksperimen dan kontrol

Statistik Nilai statistik Eksperi-men Kontrol Jumlah sampel Skor terendah Skor tertinggi Skor rata-rata

( )

X

Standar deviasi (S) 30 13 20 16,57 2,12 30 11 18 14,17 1,58

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa pada kelas eksperimen menunjukkan skor tertinggi 20 dari skor maksimum yang mungkin dicapai adalah 20. Sedangkan skor terendah 13 dari skor minimum yang mungkin adalah nol. Adapun skor rata-rata siswa 16,57 dengan standar deviasi sebesar 2,12. Pada kelas kontrol menunjukkan skor tertinggi 18 dari skor maksimum yang mungkin dicapai adalah 20. Sedangkan skor terendah 11 dari skor minimum yang mungkin adalah nol. Adapun skor rata-rata siswa 14,17 dengan standar deviasi sebesar 1,58.

Berdasarkan perhitungan analisis taksiran rata-rata diperoleh bahwa skor rata-rata kemampuan memecahkan masalah fisika siswa untuk kelas eksperimen berada pada interval antara 16 - 17. Pada kelas kontrol skor rata-rata kemampuan memecahkan masalah fisika siswa berada pada skor 14.

b. Hasil Analisis Inferensial

Analisis inferensial dimaksudkan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu Ho : µ1

µ2 dan Hi : µ1 > µ2, namun sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas dan homogenitas data dengan taraf nyata

α

= 0,05. Dari 2 data yang diuji kenormalannya semuanya teristribusi normal. Pengujian kemudian dilakukan dengan uji homogenitas data. Dengan mengunakan persamaan (3-2) didapatkan bahwa data bersifat homogen artinya kedua data layak untuk dibandingkan.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji-t dengan Hipotesis sebagai berikut: Kemampuan memecahkan masalah Fisika siswa yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional (pembelajaran dengan menggunakan metode yang lazim digunakan di sekolah) pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang.

Kriteria pengujian untuk uji t adalah thitung

ttabel, maka Ho diterima, namun jika harga thitung > ttabel maka H1 diterima dan Ho ditolak. Hasil perhitungan dengan menggunakan uji-t pada taraf nyata α = 0,05 pada kelas XI IPA diperoleh thitung = 4,88, sedangkan untuk dk= (n1+ n2) - 2 = 58 ttabel = 1,993 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan memecahkan masalah fisika siswa yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan metode konvensional.

c. Pembahasan

Adanya perbedaan skor yang diperoleh berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif

(6)

ISSN : 1858-330X

JSPF Vol. 9, Mei 2009 | 48

pada kelas eksperimen dan kontrol disebabkan karena dalam proses pembelajaran pemberian materi menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada kelas eksperimen materi dikaitkan dengan permasalahan-permasalahan yang sangat erat kaitannya dalam kehidupan, sehingga siswa merasa tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terlihat dari aktivitas yang dilakukan siswa, sebagian besar siswa memperhatikan informasi yang diberikan, melakukan diskusi dengan temannya, dan aktif terlibat dalam tugas maupun eksperimen untuk mencari solusi dari permasalahan yang telah diangkat. Sedangkan pada kelas kontrol pemberian materi dengan menggunakan ceramah dan diskusi kelas yang kadang membuat siswa merasa bosan dengan pemaparan teori terus sehingga siswa tidak merasa memiliki peran dalam proses pembelajaran. Tetapi ada juga yang memperhatikan, namun hanya sebagian kecil jika dibandingkan pada kelas eksperimen. Hal ini sesuai dengan konsep model pembelajaran berbasis masalah yaitu, siswa mampu mengembangkan kemampuannya memecahkan masalah, siswa berperan aktif dalam proses belajar mengajar, siswa mampu belajar mandiri artinya siswa yang berusaha untuk mencari solusi dari permasalahan yang telah diangkat dan membuktikan dugaan sementara mereka, serta dalam model pembelajaran berbasis masalah siswa dapat memiliki sifat kerja keras, disiplin, kerja sama antar teman yang semuanya ini diasumsikan dapat membantu untuk memotivasi siswa dalam belajar (Muslimin Ibrahim, 2000: 7-15).

Pada proses pembelajaran berbasis masalah siswa bukan hanya ditekankan pada penguasaan materi secara hafalan melainkan melibatkan siswa pada proses berpikir tingkat

tinggi seperti pada level analisis, sintesis, dan evaluasi. Cara yang ditempuh adalah guru mengorientasikan siswa pada situasi bermasalah tarmasuk bagaimana belajar dengan menggunakan fenomena di dunia nyata sekitar. Pada proses pembelajaran ini guru hanya memberikan informasi yang minim dan siswa yang terlibat aktif untuk mencari solusi dari permasalahan-permasalahan yang telah diangkat. Hal inilah yang menyebabkan sehingga skor yang diperoleh oleh pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada skor yang diperoleh siswa pada kelas kontrol. Dari keadaan ini terlihat bahwa kemampuan memecahkan masalah fisika siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi secara signifikan jika dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajar tanpa model pembalajaran berbasis masalah.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji-t karena terdapat data yang normal dan homogen. Pengujiannya dilakukan dengan uji satu pihak. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa hipotesis yang telah disusun sebelumnya terbukti kebenarannya di tempat penelitian. Dengan demikian salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah fisika siswa adalah dengan memberikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, khususnya pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang.

V. PENUTUP

a. Kesimpulan

1. Kemampuan memecahkan masalah fisika siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas XI IPA SMA

(7)

ISSN : 1858-330X

JSPF Vol. 9, Mei 2009 | 49

Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang tahun ajaran 2009-2010 memiliki rata-rata skor kemampuan memecahkan masalah fisika berada pada interval 16 sampai 17. 2. Kemampuan memecahkan masalah fisika

siswa melalui pembelajaran konvensional (metode pembelajaran yang lazim digunakan di sekolah) pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang tahun ajaran 2009-2010 memiliki rata-rata skor kemampuan memecahkan masalah fisika sebesar 14.

3. Kemampuan memecahkan masalah Fisika

siswa yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang tahun ajaran 2009-2010.

b. Saran

Sehubungan dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran Fisika melalui model pembelajaran berbasis masalah bisa meningkatkan kemampuan memecahkan masalah fisika siswa sehinga dianjurkan bagi guru dan sekolah untuk menerapkan model pembelajaran tersebut.

2. Bagi para peneliti, penelitian ini bisa dilanjutkan dengan merangkaikan pembelajaran Fisika melalui model pembelajaran berbasis masalah yang berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyahid-forum Blog Edukasi & Funs. Uji

Kehomogenan Ragam Bartlett.

http://www.damandiri.or.id/file/iputuekaik ipsingbab3.pdf, akses Oktober 2009. Arikunto, S., 2005, Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan (Edisi Revisi), Bumi Aksara,

Jakarta.

Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek, Bineka Cipta,

Jakarta.

Darwyan Syah, Drs, M.Pd, M.Si, dkk., 2007,

Pengantar Statistik Pendidikan, Gaung

Persada Press, Jakarta.

Djamarah, Syaiful, Bahri, Drs dan Zain, Aswan, Drs., 1995, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta.

Djamarah, Syaiful, Bahri, Drs., 2008, Psikologi

Belaja,. Rineka Cipta,Jakarta.

I Gustu Putu Sudiarta, 2008, Merancang dan

Menerapkan Model Pembelajaran IPS

Terpadu dengan Menggunakan

Pendekatan Berorientasi

Pemecahan Masalah,

gussudiarta@yahoo.de. Akses Oktober 2009.

Ibrahim, Muslimin., 2000, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Universitas Negeri

Surabaya, Surabaya.

Muhammad Natsir, Drs, M.pd., 2004, Strategi

Pembelajaran Fisika. Universitas Negeri

Makassar, Makassar.

Prasetyo,Zuhdan, K., 2006, Kapita Selekta

Pembelajaran Fisika, Universitas

Terbuka, Jakarta.

Sanjaya, Wina, Dr, M.Pd., 2006, Strategi

Pembelajaran Berorientasi Standar

Proses Pendidikan, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta.

Sudjana., 1996, Metode Statistika, Tarsito, Bandung

Sugiyono., 2008, Metode Penelitian Kuantitatif

Kualitatif dan R & D, Penerbit Alfabeta,

(8)

ISSN : 1858-330X

JSPF Vol. 9, Mei 2009 | 50

Supriyono Koes H, Drs, M.Pd, M.A., 2003,

Strategi Pembelajaran Fisika, Jurusan

Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang, Malang.

Tiro, A., 2000, Dasar-Dasar Statistika, Makassar, State University of Makassar Press.

Ujang Sukandi, 2008, Pemecahan Masalah

Secara Analitis & Kreatif

http://ujangsukandi.files.wordpress.com/ 2008/kbk-mat-ujang-makalah.doc Akses November 2009.

UNM, 2007, Model Pembelajaran Efektif

Panduan Pembelajaran Di Sekolah

Menengah Atas. Kerjasama

BALITBANGGA Provinsi Sulawesi Selatan Dengan Universitas Negeri Makassar.

Wahab, Abdul Azis, Prof, Dr, M.A, M.Ed, 2007,

Metode dan Model-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Alfabeta,

Bandung.

Zuchdi, Darmiyati, Prof, Ed.D, 2008, Humanisasi

Gambar

Tabel 4.1 berikut menyajikan hasil analisis  deskriptif  yang  telah  dilakukan  untuk  penelitian  ini

Referensi

Dokumen terkait

kombinasi gerak dasar lokomotor, non- lokomotor dan manipulatif sesuai dengan irama (ketukan) tanpa/ dengan musik dalam aktivitas gerak berirama.

[r]

APLIKASI PHOTOSHOP D ALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN ED ITING FOTO PAD A ANAK TUNARUNGU TINGKAT SMALB.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan.. fakta dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” (misalnya”saya adalah

Direktur utama perum bulog Mustafa Abubakar /menyampaikan bahwa mengingat bahwa tahun ini pemilu /maka bulog sangat memperhatikan pengamanan atas ketahanan pangan secara nasional

Ketua STIMIK AMIKOM Yogyakarta / DR M Suyanto berbincang ramah mengenai berbagai hal dari konflik di bumi palestina hingga berbagai dukungan yang telah dilakukan untuk

Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah1. Pemprovsu Medan Kode

menentukan sejumlah ayat yang bertentangan. 23 Pendekatan sistem yang meniscayakan fitur holistik memberikan konsekuensi logis bahwa tidak mungkin ada sub-sistem yang saling