PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BANGUN
RUANG YANG MENCAKUP
INTERTWINING
DENGAN
PENDEKATAN PMRI DI KELAS IVB
SD KANISIUS KALASAN
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Antonius Kris Aditya
NIM : 081134007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BANGUN
RUANG YANG MENCAKUP
INTERTWINING
DENGAN
PENDEKATAN PMRI DI KELAS IVB
SD KANISIUS KALASAN
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Antonius Kris Aditya
NIM : 081134007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Di Atas Langit Masih Ada Langit
Dengan tulus kupersembahkan skripsi ini kepada kedua orang
tua
dan
keluargaku
sebagai
wujud
salah
satu
viii
ABSTRAK
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BANGUN RUANG YANG MENCAKUPINTERTWININGDENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IVB SD KANISIUS KALASAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Antonius Kris Aditya Universitas Sanata Dharma
2012
Penelitian ini untuk mengembangkan perangkat pembelajaran yang
mencakup penggunaan intertwining pada materi geometri bangun ruang dengan pendekatan PMRI di kelas IVB SD Kanisius Kalasan semester 2 tahun
pelajaran 2011/2012. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian dan
Pengembangan atau Reseacrh and Development. Prosedur yang digunakan
dalam pengembangan adalah potensi dan masalah, pengumpulan data, disain
produk, validasi, revisi disain dan implementasi pada sampel terbatas.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan pengamatan
langsung di kelas. Data pengamatan tersebut kemudian dianalisis untuk
menghasilkan kebutuhan siswanya. Kebutuhan siswa ini digunakan sebagai
referensi penyusunan perangkat pembelajaran.. Isi dari perangkat
pembelajaran adalah silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar
kegiatan siswa, bahan ajar dan evaluasi. Setelah perangkat pembelajaran
selesai disusun, maka selanjutnya dilakukan tahap implementasi. Tahap ini
bertujuan untuk menyakinkan bahwa perangkat yang telah disusun layak
untuk diuji cobakan. Implementasi dilakukan di kelas IVB SD Kanisius
Kalasan. Hasil dari implementasi menunjukkan bahwa lima karakteristik
PMRI dapat terlihat serta membantu guru dan siswa dalam pembelajaran.
Pengembangan dilakukan dengan cara analisis data dan penyusunan
perangkat pembelajaran.. Hasil dari pengembangan tersebut adalah perangkat
pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang telah disusun mencakup
intertwiningdalam pembelajarannya.
ABSTRACT
Development of solid geometry learning instrument which includes intertwining withPMRIapproach in class IVB at SD Kanisius Kalasan,
academic year 2011/2012
Antonius Kris Aditya Universitas Sanata Dharma
2012
This research was aimed to develop learning instrument which included the use of intertwining in geometry solids with PMRI approach in second semester of class 4B at SD Kanisius Kalasan academic year 2011/2012. Types of research which used were Research and development. Procedures which used in development were potential and problem, data collection, product design, validation, revision design, and implementation in limited sample.
Data collection was done by interviewing and observing the class directly. The observational data was then analyzed for obtaining the students’ need. The result of the student’s need was used as a reference of learning instrument arrangement. Contents of the instrument were syllabus, lesson plan, student worksheet, material and evaluation. After finishing the learning instrument arrangement, furthermore the researcher did the implementation phase. It was aimed to ensure that the instrument which had been arranged was suitable to be tested. Implementation was done in the class 4B SD Kanisius Kalasan. Results of the implementation showed that five characteristics of PMRI could be seen. Moreover, it also helped the teacher and student in teaching.
The development was done by analyzing data and arranging the learning instrument. As a result of the development was learning instrument. Learning instrument which had been arranged included intertwining in its learning.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun
untuk memperoleh gelas sarjana pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan khususnya Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama menulis skripsi ini ada berbagai suka duka dan tantangan yang harus
penulis hadapi. Namun, karena kuasaa dan campur tangan Tuhan yang senatiasa
menaungi penulis dan keterlibatan pihak-pihak yang membantu maka hal itu dapat
teratasi.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dalam bentuk
apapun, kepada :
1. Bapak Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Romo G. Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., M.A., selaku ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Dra. Haniek S. Pratini, M.Pd, selaku dosen pembimbing I, yang telah
memberikan saran, kritik, dorongan, semangat, tenaga dan pikiran untuk
membimbing dan mengarahkan penulis dalam meneylesaikan skripsi.
4. Ibu Veronika Fitri R, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan dukungan dan bimbingan selama penulisan skripsi.
5. Ibu P. Agustin Ria Dewi, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SD Kanisius Kalasan
yang telah memberikan ijin keapda penulis untuk melakukan implementasi di
kelas IVB SD Kanisius Kalasan.
6. Ibu M. Indarti Rustamti, S.Pd, selaku guru kelas IVB SD Kanisius Wirobrajan,
yang telah memberikan waktu, dan masukan-masukan yang bermanfaat bagi
penulis.
7. Siswa kelas IVB SD Kanisius Kalasan yang telah bersedia menjadi subjek
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.. ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL DAN BAGAN... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Pengembangan ... 4
D. Batasan Istilah ... 4
E. Spesifikasi Produk ... 5
F. Pentingnya Pengembangan ... 7
G. Kontribusi Hasil Pengembangan ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A. Penelitian yang Relevan ... 9
B. Kajian Teori ... 11
1. Perangkat pembelajaran… ... 11
2. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ... 14
3. Intertwiningdalam PMRI ... 18
C. Kerangka Berpikir ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Desain dan Prosedur Penelitian ... 33
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36
D. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 36
E. Analisis Data ... 37
F. Jadwal Penelitian... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 40
A. Paparan dan Data Hasil Analisis Kebutuhan…... 40
B. Paparan Desain Pengembangan... 46
C. Paparan Hasil Implementasi Produk pada Sampel Terbatas.. ... 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
A. Kesimpulan... 88
B. Saran.. ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
xiv
Daftar Tabel dan Bagan
Daftar Tabel
Tabel 2.1 Peningkatan Pada Proses Pembelajaran... 9
Tabel 2.2 Peningkatan Pada Peranan Guru... 10
Tabel 2.3 Peningkatan Aktivitas Siswa... 10
Tabel 2.4 Gambar Bangun Ruang Menurut Mark, Hiatt dan Neufeld... 20
Tabel 3.1 Tingkat validasi menurut Disertasi Fatimah.. ... 37
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ... 39
Tabel 4.1 Hasil Tingkat Validasi ... 51
Tabel 4.2 Hasil PengamatanIntertwining... 63
Tabel 4.3 Rangkuman TranskipIntertwining... 79
Daftar bagan Bagan 2.1Intertwiningantar topik.. ... 19
Bagan 3.1 Desain Pengembangan menurut Sugiyono.. ... 31
Daftar gambar
Gambar 2.1 Bagian-bagian Bangun Ruang oleh Mustaqim dan Astuty.... 21
Gambar 2.2 Balok oleh Mustaqim dan Astuty... 22
Gambar 2.3 Kubus oleh Mustaqim dan Astuty... 24
Gambar 2.4 Jaring-jaring Balok menurut Mustaqim dan Astuty... 26
Gambar 2.5 Jaring-jaring Kubus menurut Mustaqim dan Astuty... 26
Gambar 2.6 Persegi Panjang menurut Mustoha... 27
Gambar 2.7 Persegi menurut Mustoha... 28
Gambar 4.1 Guru Menggabungkan Balok dan Kubus... 57
Gambar 4.2 Guru Memberikan Penegasan ... 58
Gambar 4.3 Siswa Mengemukakan Pendapat... 59
Gambar 4.4 Siswa Menjawab Pertanyaan Guru ... 61
Gambar 4.5 Guru MelakukanIntertwiningPembelajaran ... 62
Gambar 4.6 Pembelajaran yang Menggabungkan Balok dan Kubus... 67
Gambar 4.7 Guru Menggunakan Media Bangun Datar (kertas)... 71
Gambar 4.8 Guru Membilang ... 73
Gambar 4.9 Siswa Menyimak Cerita ... 76
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Hasil Wawancara dan Obseravasi ... 94
Silabus... 101
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 106
Lembar Kegiatan Siswa ... 155
Bahan Ajar ... 162
Evaluasi... 177
Kisi-kisi Soal Evaluasi ... 178
Hasil Validasi Perangkat ... 180
Olah Data Validasi ... 192
Hasil Uji Keterbacaan ... 194
Transkipintertwiningsaat implementasi ... 202
Lembar Kegiatan Siswa saat Implementasi ... 212
Surat Ijin Penelitian dan Surat Keterangan Telah Penelitian... 219
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan mata pelajaran yang sudah dikenal oleh siswa
sejak taman kanak-kanak. Oleh sebab itu matematika sudah tidak asing lagi
bagi siswa sekolah dasar (SD). Kurikulum SD juga memasukkannya sebagai
mata pelajaran yang wajib untuk kelas satu sampai kelas enam. Namun
matematika tetaplah menjadi “momok” bagi siswa. Hal ini karena matematika
masih memiliki kesan sebagai mata pelajaran yang berisi materi abstrak dan
rumus-rumus.
Piaget dalam Komalasari (2010: 20) berpendapat bahwa ciri pokok
perkembangan pada operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan
ditandai dengan adanya revisable dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat
konkret.
Pendapat yang dikemukakan ahli tersebut mengungkapkan bahwa anak
usia SD (7-12 tahun) masih memerlukan media yang bersifat konkret dalam
pembelajaran. Hal ini berbanding terbalik dengan beberapa materi matematika
yang bersifat abstrak.
Materi yang bersifat abstrak dalam matematika merupakan
materi abstrak harus dibayangkan dahulu sebelum mempelajarinya. Padahal
ketika membayangkan tentunya tidak semua siswa memiliki gambaran yang
sama. Misalnya ketika membayangkan kubus, siswa A mampu
membayangkan kubus berbentuk kotak dan permukaannya berbentuk persegi
sedangkan siswa B membayangkan kotak dan permukaannya berbentuk
persegi panjang. Kesalahan persepsi ini diakibatkan karena tidak adanya
media pembelajaran yang menjembatani materi agar dapat dilihat secara
visual.
Penggunaan media realistik dalam penyampaian materi abstrak dapat
menghindari kesalahan persepsi. Kesalahan persepsi dapat dihindari karena
siswa dapat melihat langsung secara visual dengan indera mereka. Selain itu,
media realistik dapat dijadikan sebagai sarana untuk memusatkan perhatian
siswa. Hal ini terjadi karena siswa lebih senang jika belajar menggunakan
benda yang dijadikan pusat perhatian sehingga mereka tertarik.
Selain materi yang bersifat abstrak, masalah juga ditemukan dalam
pemahaman konsep. Pemahaman konsep sangat diperlukan dengan alasan
permasalahan matematika tidak selalu monoton, tetapi akan terus berkembang.
Contohnya bangun ruang tidak selalu berbentuk kubus dan balok melainkan
memiliki bentuk yang lainnya. Oleh sebab itu diperlukan suatu dukungan yang
bersifat membantu dalam memahami konsep agar dapat dengan mudah
membedakan masing-masing bangun ruang.
penggunaan topik-topik yang relevan dalam upaya membangun pemahaman
suatu konsep. Konsep yang dibangun dengan cara ini dapat dengan mudah
dipahami siswa. Hal ini akan bermanfaat saat siswa menghadapi permasalahan
matematika yang lebih kompleks.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka dapat diketahui bahwa
pembelajaran yang realistik dan intertwining diperlukan dalam pembelajaran matematika SD. Oleh sebab itu peneliti akan mengembangkan perangkat
pembelajaran yang mencakup intertwining dengan pendekatan PMRI. Alasannya karena dengan menggunakan pembelajaran realistik dapat
menjembatani materi yang bersifat abstrak. Penggunaan intertwining bertujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami konsep. Konsep akan
lebih mudah dipahami karena penyampaiannya memanfaat topik-topik yang
relevan. Pendekatan PMRI dipilih karena memiliki karakteristik yang
mendukungintertwining.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah :
1. Apa sajakah produk pengembangan perangkat pembelajaran bangun
2. Bagaimana pengembangan perangkat pembelajaran bangun ruang yang
mencakup intertwining dengan pendekatan PMRI di kelas IVB SD Kanisius Kalasan tahun pelajaran 2011/2012?
C. Tujuan Pengembangan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pengembangan penelitian
ini adalah :
1. Mengetahui produk pengembangan perangkat pembelajaran bangun ruang
yang mencakup intertwining dengan pendekatan PMRI di kelas IVB SD Kanisius Kalasan tahun pelajaran 2011/2012.
2. Untuk mengembangkan perangkat pembelajaran bangun ruang yang
mencakup intertwining dengan pendekatan PMRI di kelas IVB SD Kanisius Kalasan tahun pelajaran 2011/2012.
D. Batasan Istilah
Batasan istilah diperlukan agar tidak terjadinya kesalahpahaman. Berikut
batasan istilah pada penelitian ini :
1. Perangkat pembelajaran
Pengertian perangkat pembelajaran menurut peneliti adalah perangkat
yang digunakan selama pembelajaran. Perangkat tersebut berisi silabus,
RPP, LKS, bahan ajar dan evaluasi. Perangkat pembelajaran berguna
untuk merencanakan pembelajaran agar berlangsung secara efektif dan
2. PMRI
PMRI merupakan salah satu pendekatan matematika yang
menonjolkan penggunaan masalah sehari-hari dalam pembelajarannya.
PMRI memiliki 5 karakteristik yang menjadi ke-khasannya. Karakterisitik
tersebut adalah : penggunaan konteks, penggunaan model, pemanfaatan
kontribusi siswa, interaktivitas dan keterkaitan(intertwining). 3. Intertwining
Intertwining merupakan salah satu karakteristik yang ada dalam PMRI. Pengertian dari intertwining adalah penggabungan dari dua topik atau lebih untuk membangun pemahaman suatu konsep.
4. Bangun ruang
Bangun ruang adalah bangun yang memiliki volume atau isi
dengan dibatasi oleh bangun datar. Bangun datar yang membatasi disebut
sisi, sedangkan garis yang merupakan berhimpitnya dua bangun datar
disebut rusuk dan titik bertemunya tiga atau lebih rusuk disebut titik sudut.
E. Spesifikasi Produk
Arifin (2011: 127) menyatakan bahwa produk pendidikan mengandung
tiga pengertian pokok. Pertama, produk tersebut tidak hanya meliputi
perangkat keras. Kedua, produk tersebut dapat berarti produk baru atau
Produk dalam penelitian ini berupa perangkat pembelajaran. Perangkat
pembelajaran tersebut terdiri dari: silabus, RPP, LKS, bahan ajar, dan
evaluasi. Berikut ini merupakan pemaparan perangkat pembelajaran.
1. Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran dari suatu mata pelajaran. Silabus
berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan
pembelajaran, indikator, peniliaian, dan sumber dan media belajar.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP merupakan perencanaan dari langkah-langkah pembelajaran agar
efektif dan efisien. Isi dari RPP adalah standar kompetensi, kompetensi
dasar, indikator pembelajaran, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,
pendekatan dan metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran,
media dan sumber belajar, dan penilaian.
3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
LKS adalah pedoman bagi siswa untuk memecahkan masalah. Hal ini
bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami topik yang sedang
dipelajari. LKS berisi kegiatan belajar sebagai panduan pemecahan
masalah dan refleksi untuk mengetahu perasaan siswa selama pemecahan
masalah.
4. Bahan ajar
Bahan ajar merupakan materi yang akan disampaikan kepada siswa.
silabus. Bahan ajar bersumber dari buku paket serta buku-buku lain yang
relevan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui
pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Pengukurannya
menggunakan nilai hasil evaluasi dengan memperhatikan nilai ketuntasan
minimal.
F. Pentingnya Pengembangan
Pengembangan ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika. Siswa akan dibantu dalam memahami materi yang
abstrak dengan menggunakan media pembelajaran yang konkret. Selain materi
yang abstrak, siswa akan dibantu dalam memahami konsep untuk menghadapi
permasalahan yang lebih kompleks. Hal ini sesuai dengan pendekatan PMRI
yang menggunakan media konkret sertaintertwiningdalam pembelajarannya.
G. Kontribusi Hasil Pengembangan
1. Bagi peneliti
Peneliti memperoleh pengalaman berharga dapat menerapkan pendekatan
PMRI dalam pokok bahasan geometri bangun ruang.
2. Bagi siswa
3. Bagi guru
Guru dapat memanfaatkan pendekatan PMRI sebagai referensi
pembelajaran matematika untuk topik yang lain.
4. Bagi sekolah
Sekolah dapat memanfaatkan laporan penelitian sebagai tambahan koleksi
perpustakan. Selain itu juga dapat menjadi bahan bacaan oleh warga
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian yang Relevan
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil penelitian yang relevan. Penelitian yang
relevan ini akan digunakan segagai referensi dalam melakukan penelitian.
1. Penelitian yang dilakukan Yansen Marpaung, Hongki Julie, St.
Suwarsono, Sugiman, Atmini Dhoruri, Winarno dan Pujiati dalam
Suryanto (2010:204). Penelitian tersebut berjudul “Pengkajian Proses
Pembelajaran Matematika dan Dampaknya pada Siswa di Beberapa SD di
Yogyakarta”
Hasil penelitian tersebut berupa beberapa temuan terkait perbandingan
pengaruh penggunaan pendekatan Non-PMRI dengan PMRI, yaitu :
a). Proses Pembelajaran
Tabel 2.1 Peningkatan pada proses pembelajaran
Non-PMRI PMRI
- Pembelajaran masih bersifat tradisional yaitu guru mentransfer
pengetahuan ke pikiran siswa dan siswa
menerimanya secara pasif. - Proses pembelajaran
masih berpusat kepada guru.
- Guru menjelaskan konsep atau algoritma
penyelesaian masalah, siswa mendengarkan dan
- Pembelajaran sudah berpusat pada siswa.
- Pembelajaran lebih
b). Peranan guru
Tabel 2.2 Peningkatan pada peranan guru
Non-PMRI PMRI
Guru berperan aktif sebagai pentransfer ilmu, bahkan jika siswa mengalami kesulitan guru mengambil alih untuk
menyelesaikannya.
Guru sebagai pembimbing, motivator, yang
memfasilitasi siswa berbagai media (alat peraga) yang dapat dipakai siswa dalam membantu memahami masalah.
c). Siswa
Tabel 2.3 Peningkatan aktivitas siswa
Non-PMRI PMRI
- Siswa tidak biasa
menjelaskan idenya pada teman atau guru, tetapi sekedar menjawab pertanyaan guru. - Siswa belum berani
berbeda. pendapat terutama dengan guru. - Dalam menyelesaikan
masalah khususnya masalah non-rutin siswa masih berpikir algoritmis, belum terlihat kreatif. - Siswa-siswa lebih unggul
dalam mengerjakan soal pilihan unggul.
- Siswa sudah terbiasa menjelaskan idenya pada guru dan teman, bediskusi dalam kelompo, berbeda pendapat.
- Siswa berusaha menemukan. strategi dalam mengatasi masalah non-rutin, walaupun dalam pelaksanaanya belum tepat sehingga produk yang mereka capai tidak betul - Siswa-siswa lebih unggu
dalam mengerjakan soal non-rutin.
- Siswa lebih percaya diri dan proses pembelajaran lebih inteaktif.
Penelitian di atas bagi peneliti relevan karena dapat memberikan
gambaran bahwa penggunaan PMRI berpengaruh positif kepada
guru,siswa, dan pembelajarannya. Diharapkan hasil dari penelitian ini
2. Penelitian yang dilakukan oleh Fajrussathi dalam Suryanto (2010:
188-189). Penelitian tersebut berjudul “Meningkatkan Kemampuan Siswa
dalam Memecahkan Masalah melalui Pendekatan Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan
Perkalian di Kelas IIIB SDIT Sultan Agung Yogyakarta. Hasil dari
peneltian tersebut menunjukkan bahwa setelah diterapkannya pendekatan
PMRI yang dilaksanakan sesuai dengan lima karakteritik dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Penelitian tersebut relevan karena dapat dilihat bahwa penggunaan
pendekatan PMRI yang dilaksanakan sesuai lima karakteristiknya
termasuk intertwining dapat meningkatkan siswa dalam memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan permasalahan matematika pada jenjang
berikutnya yang lebih kompleks. Berdasarkan hal itu maka peneliti
memanfaatkan penelitian tersebut sebagai referensi dari penyusunan
perangkat pembelajaran.
B. Kajian Teori
1. Perangkat Pembelajaran
Trianto (2010: 96) mengemukakan bahwa perangkat pembelajaran
adalah perangkat yang dipergunakan dalam proses pembelajaran. Ibrahim
dalam Trianto (2010: 96) mengemukakan bahwa perangkat pembelajaran
Kegiatana Siswa (LKS), Instrumen Evaluasi atau Tes Hasil Belajar (THB),
serta media pembelajaran.
Suhadi dalam Rusdi (2008) mengemukakan bahwa perangkat
pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman
yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.
Pengertian perangkat pembelajaran menurut peneliti adalah
perangkat yang digunakan selama pembelajaran. Perangkat tersebut berisi
silabus, RPP, LKS, bahan ajar dan evaluasi. Perangkat pembelajaran
berguna untuk merencanakan pembelajaran agar berlangsung efektif dan
efisien. Perangkat pembelajaran terdiri dari:
a) Silabus
Trianto (2010: 96) berpendapat bahwa silabus adalah rencana
pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau tema tertentu yang
mencakup standar kompetensi, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Isi dari silabus adalah tema mata pelajaran, standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Trianto (2010: 108) mengemukakan bahwa RPP merupakan
rencana yang menggambarkan manajemen pembelajaran untuk
mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi
yang ada dalam silabus. Isi dari rencana pelaksanaan pembelajaran
adalah identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar,
indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian
hasil belajar, dan sumber belajar (Mendiknas, No.41 2007).
c) Bahan ajar
Bahan ajar merupakan materi yang akan diajarkan kepada siswa.
Penyusunan bahan ajar bersumber dari buku paket ataupun buku-buku
yang relevan dengan topik yang akan dipelajari. Selain materi, bahan
ajar juga meliputi media yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Penggunaan media bertujuan agar memudahkan guru dalam
penyampaian materi.
d) Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Trianto (2010: 111) mengemukakan bahwa LKS adalah panduan
siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan.
Penyusunan LKS berdasarkan rencana pelaksanaan yang telah dibuat
e) Evaluasi
Evaluasi merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui
ketercapaian tujuan pembelajaran. Soal evaluasi disusun berdasarkan
materi yang telah diberikan kepada siswa.
2. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
a. Sejarah PMRI
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan
salah pendekatan pembelajaran yang diadaptasi dari Realistic Mathematics Education (RME). Penambahan “Indonesia” tersebut bertujuan untuk menyesuaikan RME dengan kondisi dan budaya
Indonesia.
RME sendiri lahir di Belanda atas prakarsa seorang ahli yang
bernama Freduenthal. Freudental dalam Suryanto (2010: 14)
mengemukakan bahwa matematika diajarkan sebaiknya dengan
mengaitkannya dengan realitas sejalan dengan pengalaman siswa, serta
relevan dengan masyarakat. Gagasan Freudenthal inilah yang menarik
b. Prinsip PMRI
Ada 3 prinsip yang merupakan dasar teoritis PMRI menurut
Suryanto (2010:41-43), yaitu
1). Guided Reinvention and Progessive Mathematization
Prinsip Guided Re-invention (Penemuan Kembali secara Terbimbing) menekankan pada ‘penemuan kembali’ secara
terbimbing. Pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual yang
realistik, kemudian melalui aktivitas siswa diharapkan mampu
menemukan kembali pengertian, teori, sifat-sifat ataupun lainnya.
Progressive Mathematization berarti membimbing siswa dalam berpikir matematika. Progresif dalam prinsip ini berarti matematika
terdiri dari dua langkah yaitu matematika horizontal (berawal dari
masalah konstektual dan berakhir pada matematika formal) dan
matematika vertikal (berasal dari matematika formal ke matematika
yang lebih luas dan rumit.
2). Didactical Phenomenology(Fenomologi Didaktis)
Prinsip ini menekankan pada pembelajaran yang bersifat mendidik
dan pentingnya masalah konstektual untuk diperkenalkan pada
siswa. Masalah konstektual yang dipilih harus mempertimbangkan
aspek pada diri siswa dan guru tidak memberi tahu, namun siswalah
3). Self Developed Model(membangun model sendiri)
Berdasarkan penggunaan masalah kontekstual maka tidak mustahil
bila mengembangkan model sendiri. Model yang dibuat oleh siswa
ini mungkin masih sederhana dan masih mirip dengan masalah
konstekstual.
c. Karakteristik PMRI
Treffers dalam Wijaya (2012: 21-23) berpendapat bahwa PMRI
memiliki 5 karakteristik khas yaitu penggunaan konteks, penggunaan
model, pemanfaatan kontribusi siswa, interaktivitas, dan intertwining. Suryanto (2010:44-45) berpendapat bahwa karakteristik PMRI terdiri
dari:
1) Penggunaan konteks
Penggunaan masalah kontekstual dalam pembelajaran dapat
diletakkan di awal, tengah, maupun akhir pembelajaran. Di awal
pembelajaran dimaksudkan untuk memungkinkan siswa
menemukan konsep, definisi, maupun pemecahan dari masalah
tersebut. Peletakan di tengah dimaksudkan untuk memantapkan
apa yang telah diperoleh oleh siswa. Peletakan di akhir
dimaksudkan untuk mengembangkan siswa dalam
mengaplikasikan apa yang telah diperolehnya.
2) Penggunaan model
Pembelajaran matematika yang abstrak terkadang membutuhkan
bermacam-macam, mulai dari benda-benda konkret, semi konkret,
maupun yang semu. Semua model tersebut selalu berhubungan
dengan masalah konkret yang dihadapi siswa.
3) Pemanfaatan kontribusi siswa
Kegiatan yang dilakukan oleh siswa juga perlu diperhatikan oleh
guru. Sumbangan berupa ide, gagasan, variasi jawaban, variasi
pemecahan masalah merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan
untuk meningkatkan pengetahuan siswa.
4) Interaktivitas
Pembelajaran matematika memerlukan pola interaksi yang
dilakukan oleh guru dan siswa, siswa dan siswa, maupun siswa dan
sarana pembelajaran. Bentuk interaksi tersebut dapat berupa
diskusi, tanya-jawab, memberi penjelasan, dan komunikasi singkat.
5) Keterkaitan
Matematika merupakan ilmu yang terstruktur. Keterkaitan antara
topik, konsep, operasi sangat kuat, sehingga memungkinkan
adanya integrasi antara topik yang satu dengan topik yang lain.
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka PMRI menurut peneliti
adalah suatu pendekatan matematika yang menggunakan
permasalahan sehari-hari dalam pembelajarannya serta memiliki
lima karakteristik, yaitu kontekstual, pemodelan, interaktifitas,
3. Intertwiningdalam PMRI
Intertwining atau keterkaitan merupakan salah satu karaktersitik dari pendekatan PMRI. Berikut ini merupakan beberapa
pendapat tentangintertwining.
Wijaya (2010: 23) mengatakan bahwa melalui intertwining, satu topik matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih
dari satu konsep matematika secara bersamaan (walaupun ada konsep
yang dominan). Hal tersebut dapat memungkinkan terjadinya efisiensi
waktu dalam penyampaian beberapa topik pelajaran.
Suryanto dkk (2010: 45) berpendapat bahwa “matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur, dengan konsistensi yang ketat. Keterkaitan antara topik, konsep, operasi dsb sangat kuat, sehingga sangat dimungkinkan adanya intergrasi antara topik-topik dsb, bahkan mungkin saja antara matematika dan bidang pengetahuan lain, untuk lebih mempertajam kebermanfaatan belajar matemtaika.”
Lutfianto (2011) mengemukakan bahwa prinsip intertwining adalah berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan terpisah,
tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan
antar materi-materi itu secara lebih baik.
Intertwining dalam matematika dapat dilakukan antar topik matematika ataupun di luar matematika. Berikut ini adalah bagan dari
Bagan 2.1 Baganintertwiningantar topik
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka intertwining menurut peneliti adalah penggabungan antar topik matematika
ataupun diluar topik matematika sehingga membangun suatu konsep.
Penggabungan ini bertujuan untuk mempertajam konsep serta efisiensi
waktu.
4. Bangun Ruang
a. Pengertian Bangun Ruang
Bangun ruang merupakan salah satu materi yang dipelajari
di kelas IV SD. Berikut akan dijelaskan pengertian bangun ruang
dari beberapa ahli.
Mark, Hiatt dan Neufeld (1985: 138) berpendapat bahwa
bangun ruang merupakan himpunan titik-titik yang tidak semuanya
terletak pada satu bidang yang sama. Bangun ruang terdiri dari Intertwining
matematika
Antar topik di luar
Berikut ini gambar bangun ruang berdasarkan Mark, Hiatt dan
Neufeld (1985: 138-140).
Tabel 2.4 Gambar bangun ruang menurut Mark, Hiatt dan Neufeld.
No Nama bangun Gambar
1 Bola
2 Prisma
3 Tabung/silinder
Copeland (1967: 237)said that geometry is the mathematics of position or location in space. Pendapat tersebut berarti bahwa bangun ruang adalah bangun matematika yang memiliki isi atau
volume.
Mustaqim dan Astuty (2008: 207) menjelaskan bahwa dalam
bangun ruang dikenal istilah sisi, rusuk, dan titik sudut. Berikut ini
Gambar 2.1 Bagian-bagian bangun ruang menurut Mustaqim dan Astuty
Keterangan :
1) Sisi adalah bidang atau permukaan yang membatasi bangun
ruang.
2) Rusuk adalah garis yang merupakan pertemuan dari dua sisi
bangun ruang.
3) Titik sudut adalah titik pertemuan dari tiga buah rusuk pada
bangun ruang.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka bangun ruang
menurut peneliti bangun yang memiliki volume atau isi dengan
dibatasi oleh bangun datar. Bangun datar yang membatasi disebut
sisi, sedangkan garis yang merupakan berhimpitnya dua bangun
datar disebut rusuk dan titik bertemunya tiga atau lebih rusuk
disebut titik sudut.
Bangun ruang yang digunakan dalam penelitian ini adalah
balok dan kubus. Hal ini disesuaikan dengan Kompetensi Dasar
(KD) kelas IV semester 2 tahun pelajaran 2011/2012. Pada sub bab
di bawah ini akan dijelaskan balok dan kubus serta jaring-jaringnya Titik sudut
Rusuk
b. Balok
Balok adalah salah satu bangun ruang yang dipelajari di
kelas IV SD. Mustaqim dan Astuty (2008: 2011) mengemukakan
bahwa balok adalah benda ruang yang dibatasi tiga pasang persegi
panjang dimana setiap pasang persegi panjang saling sejajar
(berhadapan) dan berukuran sama. Balok menurut peneliti adalah
sebuah prisma yang keenam sisinya berbentuk persegi panjang,
serta sisi yang berhadapan sama luas.
Mustaqim dan Astuty (2008: 210) berpendapat bahwa sifat-sifat
balok adalah :
A B
C D
E F
G H
Gambar 2.2 Balok
1). Sisi-sisi pada balok ABCD.EFGH adalah:
- ABCD - DCGH
- ABFE - CBFG
- ADHE - EFGH
2). Rusuk-rusuk pada balok ABCD.EFGH adalah:
ܣܤ
തതതത ܣܧതതതത തതതതܧܨ ܤܥ
തതതത ܤܨതതതത ܨܩതതതത ܥܦ
തതതത ܥܩതതതത ܩܪതതതത ܦܣ
തതതത ܦܪതതതത ܪܧതതതത
Jadi, balok memiliki dua belas rusuk.
3). Titik-titik sudut pada balok ABCD.EFGH adalah :
- titik sudut A - titik sudut E
- titik sudut B - titik sudut F
- titik sudut C - titik sudut G
- titik sudut D - titik sudut H
Jadi balok memiliki delapan titik sudut.
c. Kubus
Kubus merupakan salah satu bangun ruang yang dipelajari
di kelas IV SD. Mustaqim dan Astuty (2008: 209) mengemukakan
bahwa kubus merupakan benda ruang yang dibatasi oleh enam
buar persegi yang berukuran sama luas. Kubus menurut peneliti
adalah prisma yang keenam sisinya berbentuk persegi dan luasnya
Gambar 2.3 Kubus
Mustaqim dan Astuty (2008: 208) mengemukakan bahwa
sifat-sifat kubus adalah:
1) Sisi kubus ABCD.EFGH
- ABCD - CBFG
- ABFE - EFGH
- ADHE - DCGH
Jadi, kubus memiliki enam sisi
2) Rusuk kubus ABCD.EFGH
ܣܤ
തതതത ܤܨതതതത ܪܩതതതത ܤܥ
തതതത തതതതܨܧ ܩܥതതതത ܥܦ
തതതത തതതതܧܣ ܨܩതതതത ܦܣ
തതതത ܦܪതതതത ܧܪതതതത
3) Titik sudut kubus ABCD.EFGH
- titik sudut A - titik sudut E
- titik sudut B - titik sudut F
- titik sudut C - titik sudut G
- titik sudut D - titik sudut H
Jadi, kubus memiliki delapam titik sudut.
d. Jaring-jaring Bangun Ruang
Jaring-jaring merupakan materi yang dipelajari dalam bangun
ruang setelah mengidentifikasi bangun ruang. Bangun ruang yang
ditentukan jaring-jaring pada kelas IV hanya dua, yaitu balok dan
kubus.
Marsigit (2009: 178) mengemukakan bahwa jaring-jaring suatu
bangun raung adalah suatu pola gambar dimensi duan yang dapat
digunakan untuk membentuk suatu bangun ruang. Hal ini juga
didukung oleh Sulardi (2007: 209) mengemukanan bahwa jika
suatu bangun ruang digunting kemudian dibuka sehingga menjadi
bangun datar, maka terbentuklah jaring-jaring bangun ruang.
Mustaqim dan Astuty (2008: 214) mengemukakan bahwa
jaring-jaring balok adalah gabungan dari beberapa persegi
D C
Gambar 2.4 Jaring-jaring balok menurut Mustaqim dan Astuty
Mustaqim dan Astuty (2008: 214) mengemukakan bahwa
jaring-jaring kubus adalah gabungan beberapa persegi.
F
Gambar 2.5 Jaring-jaring kubus menurut Mustaqim dan Astuty
Jaring-jaring menurut peneliti adalah gabungan dari satu
atau lebih bangun datar yang berjumlah sesuai dengan sisi bangun
yang digunakan dalam jaring-jaring balok dan kubus. Bangun datar
yang dijelaskan adalah persegi dan persegi panjang.
1) Persegi panjang
A B
D C
Gambar 2.6 Persegi panjang menurut Mustoha
Mustoha (2008: 183) berpendapat bahwa persegi panjang
ABCD tersebut sisi panjang AD dan BC keduanya sama
panjang, sisi lebar yaitu AB dan DC keduanya sama panjang.
Berdasarkan pemaparan di atas maka persegi panjang
adalah segiempat yang sisi saling berhadapannya sama
panjang, salah satu pasang sisinya lebih panjang serta keempat
sudutnya siku-siku.
2) Persegi
Mustoha (2008: 182) mengemukakan bahwa persegi adalah
segi empat yang keempat sisinya sama panjang dan keempat
A B
D C
Gambar 2.7 Persegi menurut Mustoha
Persegi ABCD memiliki keempat sisi yang sama panjang,
yaitu AB = BC=CD=DA, keempat sudutnya ,merupakan
siku-siku.
C. Kerangka Berpikir
Mata pelajaran matematika masih menjadi hal yang menakutkan bagi
siswa SD. Permasalahan ini dikarenakan matematika mempelajari hal yang
abstrak. Padahal siswa SD masih dalam masa pembelajaran yang konkret.
Materi yang abstrak dapat menimbulkan kesalahan persepsi bagi siswa SD.
Selain materi yang abstrak, pemahaman konsep dapat dikatakan kurang
dilakukan oleh siswa. Hal ini didukung dari banyaknya siswa mengalami
kesulitan jika menghadapi permasalahan non rutin ataupun topik yang lebih
kompleks. Kesulitan yang dialami siswa disebabkan kurangnya pemahaman
konsep yang mendalam. Konsep yang ditanamkan guru tidak memanfaatkan
topik-topik lain dalam pelaksanaannya. Inilah yang menyebabkan penggunaan
intertwiningtidak ada dalam pembelajaran.
Pendekatan PMRI menggunakan benda konkret dan masalah sehari-hari
karena dapat menjembatani materi matematika yang abstrak. Selain itu, PMRI
memiliki lima karakter, salah satunya adalah intertwining. Intertwining dapat membantu siswa dalam penanaman konsep materi. Konsep materi akan
disampaikan kepada siswa dengan bantuan topik-topik lain yang relevan,
sehingga dapat dipahami secara mudah dan mendalam.
Berdasarkan masalah di atas, maka peneliti akan melakukan
pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan topik balok dan
kubus. Pengembangan yang akan dilakukan mencakup penggunaan
intertwining dengan pendekatan PMRI. Topik balok dan kubus akan disampaikan dengan melibatkan masalah sehari-hari. Selain itu, intertwining akan digunakan dalam meyampaikan materi. Hal ini dapat memudahkan siswa
dalam memahami balok dan kubus. Diharapkan dari pengembangan tersebut
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pengembangan atau
Research and Development (R&D). Berikut ini pendapat beberapa ahli
mengenai metode penelitian dan pengembangan.
Sukmadinata (2008: 164) mengemukakan bahwa metode penelitian dan
pengembangan merupakan suatu proses atau langkah-langkah dalam
mengembangkan produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada.
Pendapat tersebut sejalan dengan Sugiyono (2010: 407) menyatakan bahwa
metode penelitian dan pengembangan yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut.
Metode penelitian dan pengembangan memiliki tahap dalam
pelaksanaannya. Berikut adalah desain tahapan penelitian pengembangan
Bagan 3.1 Desain penelitian pengembangan menurut Sugiyono
Peneliti memilih referensi desain penelitian pengembangan di atas karena
lebih relevan dengan perencanaannya. Hal ini didasarkan waktu yang dimiliki
oleh peneliti serta tahapannya lebih mudah untuk dipahami dan dilakukan.
Prosedur penelitian pengembangan
1. Potensi dan masalah
Potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai
tambah. Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan
yang terjadi. Data tentang potensi dan masalah tidak harus dicari sendiri, Potensi dan
masalah
Pengum-pulan data
Validasi desain Desain
produk
Revisi produk
Ujicoba produk
Revisi produk Ujicoba pemakaian
Revisi desain
tetapi bisa berdasarkan laporan penelitian orang lain, atau dokumentasi
laporan kegiatan dari perorangan atau instansi tertentu yang masih baru.
2. Pengumpulan data
Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukkan secara faktual maka
selanjutnya adalah pengumpulan informasi terkait hal yang dibutuhkan.
Hal ini terkait akan perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat
mengatasi masalah tersebut.
3. Desain produk
Merumuskan produk apa yang akan digunakan guna menunjang tujuan
dari penelitian.
4. Validasi desain
Merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk,
dalam hal ini metode mengajar baru secara rasional alan lebih efektif dari
yang lama atau tidak.
5. Revisi desain
Setelah desain produk, divalidasi melalui diskusi dengan pakar dan para
ahli lainnya, maka akan dapat diketahui kelemahannya. Tujuannya untuk
memperbaiki kekurangan tersebut sehingga layak untuk dilakukan ujicoba
produk.
6. Ujicoba produk
Desain produk seperti metode mengajar baru dapat langsung diuji coba
setelah divalidasi dan revisi
7. Revisi produk
Pengujian efektivitas metode mengajar baru, jika menghasilkan gradasi
yang kurang dari ketuntasan maka diperlukan revisi dan diujicobakan lagi
ke kelas yang lebih luas. Tetapi jika sudah mencapai gradasi maka
langsung diujicobakan ke kelas yang lebih luas
8. Ujicoba pemakaian
Produk yang berupa metode mengajar baru tersebut diterapkan dalam
lingkup pendidikan yang lebih luas.
9. Revisi produk
Revisi dilakukan apabila dalam pemakaian dalam lembaga pendidikan
yang lebih luas terdapat kekurangan dan kelemahan
10. Produksi massal
Apabila produk berupa metode mengajar baru tersebut telah dinyatakan
efektif dalam beberapa kali pengujian, maka metode pengajaran baru
tersebut dapat diterapkan pada setiap lembaga pendidikan.
B. Desain dan Prosedur Penelitian
Berdasarkan desain penelitian pengembangan di atas, maka penelitian ini
akan menggunakannya. Tetapi dalam pelaksanaannya akan dilakukan
modifikasi desain tahapan pengembangan. Desain penelitian pengembangan
hanya akan sampai pada tahap kelima yaitu revisi desain dan ditambahkan
a. Membutuhkan waktu yang lama jika melakukan penelitian pengembangan
secara keseluruhan karena ujicoba dilakukan di semester yang sama tetapi
ditahun selanjutnya.
b. Lingkup yang dibutuhkan (SD) akan sangat luas jika melakukan penelitian
dan pengembangan secara penuh.
Berikut ini desain penelitian pengembangan yang telah dimodifikasi dan
penambahan tahap implementasi pada sampel terbatas:
Bagan 3.2 Tahap pengembangan yang telah dimodifikasi
Keterangan tahap pengembangan yang telah dimodifikasi:
1. Potensi dan masalah
Potensi ditemukan berdasarkan hasil wawancara dan pengamtana pada
sumber-sumber yang relevan. Selanjutnya maka dapat ditentukan hal-hal
yang menyimpang dan kemudian dijadikan masalah. Potensi
dan masalah
Revisi desain
Desain produk Pengumpu
lan data
Validasi desain Implementasi
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan studi literature dari sumber-sumber
yang relevan dan digunakan sebagai referensi pemecahan masalah.
3. Desain produk
Desain produk yang disusun berupa perangkat pembelajaran. Isi dari
perangkat pembelajaran yang disusun adalah silabus, RPP, LKS, bahan ajar
dan evaluasi.
4. Validasi desain
Desain produk tersebut akan divalidasi dengan teknikexpert judgementdan uji keterbacaan. Jumlah validator yang akan melakukan validasi expert judgement berjumlah empat orang. Validator berasal dari ahli matematika dan guru bidang studi.
Uji keterbacaan dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa
terhadap bahasa yang digunakan dalam LKS.
5. Revisi desain
Revisi desain dilakukan setelah adanya hasil validasi dan uji keterbacaan.
Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan berdasar hasil validasi.
Setelah revisi selesai maka jadilah produk prototype yang siap dilakukan uji coba.
6. Implementasi pada sampel terbatas
Implementasi pada sampel terbatas ditambahkan agar lebih meyakinkan
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi untuk penelitian ini belum dapat ditentukan, sehingga sampel
penelitian juga belum dapat ditentukan. Populasi dan sampel belum ditentukan
karena pelaksanaan penelitian hanya sampai validasi desain. Tetapi, di akhir
validasi dilakukanlah implementasi terhadap produk prototype. Tujuan dari implementasi adalah untuk meyakinkan bahwa produk yang disusun dapat
diterapkan di sekolah dasar. Implementasi dilakukan di SD Kanisius Kalasan
Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012. Kelas yang dipilih adalah kelas IVB
dengan jumlah 36 siswa (11 siswa dan 25 siswi).
D. Pengumpulan data dan Instrumen Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitatif didapatkan dari hasil validasi perangkat pembelajaran. Data
kualitatif didapatkan dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di
kelas.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman
wawancara, instrumen pengamatan dan instrumen validasi. Pedoman
wawancara digunakan untuk menemukan masalah yang ada.
Instrumen pengamatan disusun berdasarkan karakteristik intertwining. Instrumen ini akan digunakan dalam menemukan masalah dan pengamatan
penilaian yang digunakan untuk mengetahui tingkat validasi perangkat
pembelajaran. Para validator akan menggunakan instrumen validasi ini
dalam memvalidasi perangkat pembelajaran.
E. Analisis Data
Peneliti menganalisis data dengan menggunakan analisis kuantitatif dan
kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis hasil validasi
perangkat pembelajaran. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalis hasil
wawancara dan pengamatan di kelas.
Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat validitasnya.
Penentuan kriteria mengacu dan mengadaptasi dari kriteria penilaian dari
disertasi Fatimah (2011).
Tabel 3.1 Tabel tingkat validasi menurut disertasi Fatimah Angka Interval skor rata-rata Kategori
4 3,25 < M ≤ 4,00 Sangat baik
3 2,50 < M ≤ 3,25 Baik
2 1,75 < M ≤ 2,50 Kurang baik
1 0,00 < M ≤ 1,75 Tidak baik
Keterangan :
M : Rata-rata aspek yang dinilai
Rata-rata aspek yang dinilai ditentukan dari jumlah penilaian secara
keseluruhan. Contohnya nilai rata-rata (M) untuk silabus didapat dari jumlah nilai
Analisis kualitatif yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data
analisis didapatkan dari pengamatan dengan menggunakan instrumen
pengamatan intertwining. Selain menggunakan intrumen pengamatan, analisis didapatkan dari hasil transkip pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis, maka
F. Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 3.2 Jadwal penelitian
No Kegiatan Bulan
Novem
ber
Desem
ber
Januari Febru
ari
Maret April Mei Juni Juli
1 Penyusunan
proposal
2 Wawancara,
Pengurusan ijin,
Observasi pra uji
implementasi
sampel terbatas
3 Penyusunan
perangkat
pembelajan
4 Uji implementasi
sampel terbatas
5 Pengolahan data
6 Penyusunan
laporan
7 Ujian skripsi,
Revisi,
Pembuatan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Paparan dan Analisis Data Hasil Analisis Kebutuhan
Pada sub bab ini akan dipaparkan penelitian pengembangan tahap potensi
dan masalah, dan pengumpulan data. Tahap potensi dan masalah dilakukan
dengan cara wawancara dan pengamatan, sedangkan pengumpulan data
dilakukan dengan analisis kebutuhan.
Penelitian dimulai dengan melakukan wawancara dan pengamatan kepada
guru dan siswa kelas IVB SD Kanisius Kalasan. Wawancara dilakukan
tanggal 12 januari 2012 dan pengamatan dilakukan 9, 16, 23 Februari 2012.
Wawancara dilakukan dengan narasumber guru bidang studi matematika
kelas IVB SD Kanisius Kalasan. Hasil dari wawancara menyebutkan bahwa
pembelajaran masih menerapkan pembelajaran konvensional, siswa tidak
aktif, diskusi jarang dilakukan dalam pembelajaran, pembelajaran jarang
menggunakan media, dan belum pernah menggunakan PMRI. Kesimpulan
dari wawancara adalah pembelajaran masih bersifat konvensional dan siswa
dapat dikatakan masih melakukan pembelajaran yang berpusat kepada guru.
Pengamatan di kelas dilakukan tiga kali oleh peneliti sesuai tanggal di
atas. Peneliti melakukan pengamatan berdasarkan lima karakteristik PMRI
sebagai panduan. Berikut ini merupakan ringkasan dari hasil pengamatan di
Penggunaan konteks dalam pembelajaran jarang dilakukan oleh guru.
Permainan juga tidak pernah dilakukan oleh guru dengan alasan tidak ada
waktu untuk bermain. Alat peraga yang digunakan guru hanya sebatas
gambar. Gambar tersebut berupa sketsa atau gambar cetak. Pembelajaran
dilakukan tanpa mengaitkan masalah kontekstual dengan materi yang sedang
dipelajari.
Penggunaan model oleh guru selama pembelajaran dapat dikatakan
kurang. Guru tidak pernah membimbing siswa untuk menggunakan strategi
informal ke strategi formal dalam menghadapi pemecahan masalah. Siswa
hanya menggunakan kalimat matematika saat melakukan pemecahan masalah.
Pemanfaatan kontribusi siswa yang dilakukan guru dapat dikatakan
kurang. Kontribusi siswa hanya terjadi saat guru menunjuk siswa untuk
mengemukakan pendapat. Siswa berpendapat hanya saat diminta oleh guru,
jika tidak diminta siswa hanya diam mendengarkan guru berbicara. Siswa
tidak pernah melakukan variasi strategi dalam pemecahan masalah.
Interaktivitas pembelajaran yang dilakukan guru menurut peneliti dapat
dikatakan kurang. Kurangnya interaktivitas terlihat dari guru yang lebih
dominan dalam menyampaikan pembelajaran. Diskusi kelompok tidak pernah
dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajarannya. Guru juga tidak
pernah melakukan tanya jawab kepada siswa, karena setelah selesai
menjelaskan materi siswa diminta mengerjakan soal yang ada di buku paket.
Tidak adanya pengaitan materi menyebabkan materi yang dipelajari seperti
materi yang berdiri sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan, maka
peneliti dapat menyimpulkan kebutuhan di kelas IVB SD Kanisius Kalasan.
Berikut kebutuhannya:
1. Penggunaan konteks dibutuhkan dalam penyampaian materi pembelajaran.
2. Penggunaan model dibutuhkan dalam penyampaian materi pembelajaran.
3. Siswa butuh kesempatan untuk berkontribusi selama pembelajaran
berlangsung.
4. Interaktivitas dibutuhkan dalam proses pembelajaran.
5. Pemanfaatan intertwining dibutuhkan dalam penyampaian materi
pembelajaran.
Kelima kebutuhan tersebut perlu dilakukan analisis, tujuannya agar
kebutuhan dapat ditemukan solusinya dengan efektif. Analisis dilakukan
menggunakan berdasarkan literatur yang ada. Hal ini dilakukan agar tepat
sasaran dalam menmukan solusinya. Berikut analisisnya :
1. Penggunaan konteks dibutuhkan dalam penyampaian materi
pembelajaran.
Pembelajaran dimulai dengan siswa membuka buku paket
pelajaran. Guru memulai pembelajaran dengan menjelaskan materi yang
ada di buku paket. Ketika penjelasan, banyak siswa yang kurang
memahaminya. Hal tersebut mengakibatkan siswa banyak mengalami
kembali. Siswa menjadi bingung karena materi yang dipelajari tidak
pernah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan ini membuat
siswa kurang memperhatikan terhadap pembelajaran.
Berdasarkan fakta di atas, permasalahan terletak pada guru tidak
menggunakan kontekstual dalam pembelajaran. Sebaiknya guru
menggunakan pembelajaran kontekstual dalam pembelajarannya.
Pembelajaran kontekstual akan lebih menyenangkan siswa karena siswa
belajar berkaitan dengan masalah yang dihadapi sehari-hari. Masalah
kontekstual dapat juga membantu siswa dalam membangun pemahaman
materi.
2. Penggunaan model dibutuhkan dalam penyampaian materi
pembelajaran.
Guru menyampaikan pembelajaran secara monoton yaitu dengan
cara memberikan teori kepada siswa. Materi disampaikan langsung ke inti
pembelajaran. Saat pemecahan masalah, guru mengajarkan siswa hanya
dengan cara formal. Siswa kemudian mengikuti cara yang diberikan guru,
sehingga satu kelas memiliki cara pemecahan yang sama.
Berdasarkan data di atas, permasalahan terletak pada guru yang
tidak melakukan pemodelan dalam menjelaskan materi. Padahal
pemodelan diperlukan agar siswa dapat memecahkan masalah dengan
informal. Pemecahan secara informal bertujuan agar siswa mampu
memecahkan masalah dengan strategi mereka sendiri.
3. Siswa butuh kesempatan untuk berkontribusi selama pembelajaran
berlangsung.
Pembelajaran dilakukan dengan guru sebagai sumber ilmu. Siswa
diberikan materi sesuai apa yang guru ungkapkan. Gagasan dari siswa
jarang terlihat ketika pembelajaran berlangsung. Variasi strategi tidak
pernah dilakukan siswa selama pembelajaran.
Berdasarkan fakta di atas, permasalahan terletak pada guru kurang
memberi kesempatan siswa untuk berkontribusi dalam pembelajaran.
Sebaiknya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpendapat.
Ketika siswa berpendapat maka akan terjadi banyaknya gagasan selama
pembelajaran. Gagasan yang ada akan menambah beragam pengetahuan
bagi siswa. Selain gagasan, variasi pemecahan masalah akan banyak
muncul sehingga siswa mudah dalam pembelajaran.
4. Interaktivitas dibutuhkan dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran yang dilakukan di kelas IVB SD Kanisius Kalasan
mata pelajaran matematika masih konvensional. Guru lebih dominan
dalam melakukan pembelajaran sedangkan siswa hanya duduk untuk
mendengarkan. Kesempatan siswa untuk berdiskusi tidak pernah ada,
Guru juga tidak pernah melakukan diskusi selama pembelajaran
berlangsung
Berdasarkan fakta-fakta di atas, permasalahan terletak dari guru
yang terlalu dominan. Guru yang dominan menyebabkan siswa hanya
diam selama pembelajaran. Sebaiknya permasalahan tersebut di atasi
dengan guru memulai mengajak siswa aktif dalam pembelajaran. Siswa
dapat diajak diskusi kelompok saat pembelajaran berlangsung. Diskusi
kelompok bertujuan agar adanya interaksi siswa satu dengan yang lain.
Hasil interaksi ini dapat membantu membangun pemahaman siswa
terhadap materi yang dipelajari.
5. Pemanfaatan intertwining (pengaitan) dibutuhkan dalam
penyampaian materi pembelajaran.
Guru menjelaskan materi hanya berdasakan buku paket. Buku paket
merupakan acuan utama materi selama pembelajaran berlangsung. Guru
tidak menggunakan topik lain saat pembelajaran. Topik yang dipelajari
hari itu seolah-olah merupakan topik yang baru dan berdiri sendiri. Hal ini
membuat siswa tidak pernah membuka topik sebelumnya. Topik
sebelumnya tersebut dapat membantu siswa dalam memhami materi yang
disampaikan.
landasan topik sebelumnya. Hal ini akan mempersulit siswa bahkan akan
memerlukan tambahan waktu untuk melakukan pengulangan materi.
Mengacu kepada analisis kebutuhan di atas, maka akan disusun perangkat
pembelajaran yang mengakomodasi kelima kebutuhan tersebut termasuk
intertwining. Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan perangkat pembelajaran adalah PMRI.
B. Paparan Desain Pengembangan
Pada sub bab ini akan dipaparkan tahapan pengembangan yang telah
dilakukan. Tahap pengembangan dilakukan dengan penyusunan desain
produk, validasi desain, dan revisi desain. Implementasi dilakukan untuk lebih
meyakinkan peneliti bahwa desain prototype layak untuk diujicobakan. Berikut pemaparannya :
1. Desain produk
Perangkat pembelajaran yang disusun terdiri dari silabus, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), bahan
ajar dan evaluasi. Penyusunan perangkat pembelajaran berdasarkan
kebutuhan yang dipaparkan pada sub bab di atas. Berikut pemaparannya:
a. Silabus
Silabus disusun oleh peneliti berdasarkan KTSP dengan format
sesuai BSNP. Isi dari format BSNP adalah identitas sekolah, standar
kompetensi, komptensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran,
tersebut kemudian digunakan dalam penyusunan silabus ini. Silabus
disusun berdasarkan kompetensi dasar (8.1) Menentukan sifat-sifat
bangun ruang sederhana dan (8.2) Menentukan jaring-jaring balok dan
kubus.
Penyusunan silabus disesuaikan dengan intertwining, hal ini terlihat dari kegiatan pembelajaran dengan indikator. Kegiatan
pembelajaran akan menggunakan cerita “Paijo dan Kotak Ajaib” agar
dapat mengidentifikasi sesuai dengan indikatornya. Cerita “Paijo dan
Kotak Ajaib” menceritakan kisah seorang laki-laki yang menemukan
kotak ajaib. Kotak ajaib yang ditemukan berisi benda-benda berbentuk
bangun ruang. Benda-benda tersebut akan dimanfaatkan siswa untuk
mengidentifikasi bangun ruang.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun berdasarkan
silabus yang sudah dipaparkan di atas. RPP yang disusun berisi
identitas sekolah, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator
pembelajaran, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, pendekatan
dan metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, media dan
sumber belajar, dan penilaian.
Penggunaan intertwining terlihat pada kegiatan pembelajarannya. Proses pembelajarannya dikaitkan dengan penerapan dari sikap
c. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) disusun berdasarkan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat. Isi dari LKS adalah
kegiatan belajar siswa dan refleksi pembelajaran.
Penggunaan intertwining terlihat dari pertanyaan yang terdapat pada kegiatan belajar. Pertanyaan tersebut disusun agar dapat
menuntun siswa dalam menemukan pengertian jaring-jaring.
Penemuan pengertian jaring-jaring menggunakan bangun datar, seperti
yang telah ditekankan dari awal pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan siswa dalam memahami jaring-jaring.
Refleksi dapat ditemukan pada setiap LKS. Refleksi disertakan
dalam LKS bertujuan untuk mengetahui perasaan siswa terhadap
pembelajaran yang berlangsung. Hasil dari refleksi digunakan sebagai
evaluasi pembelajaran.
d. Bahan ajar
Bahan ajar bersumber dari buku paket dan buku pembelajaran yang
relevan. Materi bahan ajar mencakup kompetensi dasar yang ada
dalam silabus.
Intertwining akan dilakukan dengan tiga topik yaitu balok dengan kubus, bangun datar dan membilang. Maksud dari intertwining balok dengan kubus adalah pembelajaran topik balok akan disampaikan
dalam satu kali pertemuan bersamaa dengan topik kubus. Hal ini
bentuknya berbeda. Tujuannya agar dapat menghemat waktu yang
digunakan dan siswa dapat melihat langsung persamaan dan perbedaan
dari dua topik tersebut.
Intertwining dengan bangun datar digunakan untuk memudahkan siswa dalam membangun konsep bangun ruang dan jaring-jaring.
Bangun datar digunakan untuk memulai perkenalan siswa dengan
bangun ruang. Hal ini dilakukan karena bangun ruang memiliki sisi
yang berbentuk bangun datar. Jaring-jaring sendiri merupakan
gabungan dari bangun datar. Berdasarkan hal itu, sangatlah relevan
jika bangun datar digunakan dalam penyampaian bangun ruang.
Intertwining dengan membilang bertujuan untuk memperjelas jawaban dari siswa. Hal ini dilakukan karena guru akan melakukan
tanya jawab dalam penyampaian materi, maka dipilihlah membilang
untuk membantu siswa.
Sebagai media, peneliti membuat dan mencari alat peraga. Alat
peraga yang dibuat adalah bangun ruang kubus dan balok. Alat peraga
ini akan digunakan untuk mengidentifikasi balok dan kubus serta
jaring-jaring balok dan kubus. Alat peraga yang dicari adalah
benda-benda yang berbentuk bangun ruang. Benda-benda-benda tersebut akan
digunakan untuk memudahkan siswa dalam mengenalkan bangun
e. Evaluasi
Evaluasi disusun untuk mengetahui pencapaian siswa terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan. Soal yang disusun untuk evaluasi
seputar mengidentifikasi balok dan kubus dan jaring-jaring balok dan
kubus. Intertwining dalam evaluasi dapat ditemukan saat siswa membandingkan sifat-sifat dan jaring-jaring serta balok dan kubus.
2. Validasi desain
Validasi dilakukan setelah penyusunan perangkat pembelajaran
selesai. Penelitian ini menggunakan validasi expert judgement oleh ahli matematika dan guru bidang studi matematika kelas IV SD Kanisius
Kalasan. Ahli matematika yang melakukan expert judgement adalah Dra. Haniek S. Pratini,M.Pd, Veronika Fitri Rianasari, M.Sc. dan E. Ayunika
Permata Sari, M.Sc. Guru yang melakukan expert judgement adalah M. Indarti Rustamti, S.Pd.
Para validator memvalidasi perangkat pembelajaran yang terdiri
dari silabus, RPP, LKS, bahan ajar dan evaluasi menggunakan instrumen
validasi. Nilai dari validasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis
kuantitatif. Setelah dilakukan analisis kuantitatif, maka akan didapatkan
nilai rata-rata. Nilai rata-rata tersebut akan digunakan untuk menentukan
Berikut tingkat validitasnya berdasarkan nilai rata-rata.
Tabel 4.1 Hasil tingkat validasi Instrumen Rata-rata
(M)
Tingkat
validasi
Silabus 3,75 Sangat baik
RPP 3,68 Sangat baik
LKS 3,53 Sangat baik
Bahan ajar 3,55 Sangat baik
Evaluasi 3,68 Sangat baik
Berdasarkan tabel di atas maka tingkat validasi perangkat
pembelajaran menunjukkan kriteria yang sangat baik. Tetapi perangkat
pembelajaran tersebut masih memiliki beberapa kekurangan yaitu lembar
jawab kurang luas, refleksi di LKS tidak ada dan sumber materi di bahan
ajar juga tidak ada.
Sebelum dilakukan uji keterbacaan, perangkat pembelajaran
mengalami perbaikan terlebih dahulu. Perbaikan dilakukan untuk
memperbaiki kelemahan dari perangkat pembelajaran tersebut. Setelah
dilakukan perbaikan maka dilakukanlah uji keterbacaan terhadap LKS.
Tujuan uji keterbacaan adalah untuk memastikan bahwa bahasa yang
digunakan dalam LKS mudah dipahami oleh siswa.
Uji keterbacaan dilakukan di SD Negeri 2 Turi dengan bantuan
Hasil dari uji keterbacaan yaitu kurang adanya tempat untuk menggambar
jawaban siswa dan kurang terlihatnya pertanyaan kesimpulan dari tabel.
3. Revisi desain
Revisi desain yang dilakukan adalah perbaikan pasca dilakukan uji
keterbacaan. Perbaikan yang dilakukan selama revisi seperti penambahan
tempat untuk menjawab pertanyaan dan memindahkan pertanyaan
kesimpulan dari tabel agar dapat terlihat oleh siswa.
Revisi juga dilakukan dengan melihat kembali hasil perbaikan
perangkat pembelajaran yang dilakukan sebelum uji keterbacaan. Hal ini
bertujuan untuk memastikan bahwa tidak adanya kekurangan dalam
perangkat pembelajaran yang belum diperbaiki. Setelah adanya
revisi-revisi tersebut, maka perangkat pembelajaran tersebut telah menjadi
produkprototype.Produkprototypeinilah yang akan diimplementasi pada SD yang dipilih.
4. Implementasi pada sampel terbatas
Implementasi dilakukan dengan tujuan untuk meyakinkan peneliti
bahwa produk prototype layak untuk diujicobakan. Pelaksanaan implementasi dilakukan kepada guru dan siswa kelas IVB SD Kanisius
C. Paparan Hasil Implementasi Produk pada Sampel Terbatas
1. Deskripsi Implementasi Perangkat Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran di SD Kanisius Kalasan Yogyakarta
dilaksanakan empat kali pertemuan. Waktu pelaksanaan pembelajaran
dilakukan tanggal 16 April 2012 untuk pertemuan pertama, tanggal 17
April 2012 untuk pertemuan kedua, tanggal 18 April untuk pertemuan
ketiga dan tanggal 19 untuk pertemuan keempat.
Sebelum pelaksanaan pembelajaran, peneliti dan guru mata
pelajaran kelas IVB SD Kanisius Kalasan melakukan diskusi terkait
perangkat pembelajaran. Diskusi yang dilakukan bertujuan untuk
membicarakan hal-hal yang harus dilakukan pada saat pembelajaran serta
memastikan guru paham terhadap perangkat pembelajaran.
Berikut pemaparan pelaksanaan pembelajaran
a. Pelaksanaan pembelajaran hari pertama
Pelaksanaan pembelajaran di hari pertama dimulai oleh guru dan
siswa pada pukul 07.40-09.00 WIB. Materi yang diajarkan adalah
menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana. Kubus dan balok
adalah bangun ruang sederhana yang dijadikan topik pada pertemuan
hari pertama.
Ringkasan dari pembelajaran dihari pertama adalah kegiatan
pembelajaran dapat dikatakan sesuai dengan RPP yang telah dibuat.
b. Pelaksanaan pembelajaran hari kedua
Pelaksanaan pembelajaran hari kedua dimulai oleh guru dan siswa
pada pukul 11.00-12.10 WIB. Pada pertemuan kedua topik yang
dipelajari siswa adalah mengidentifikasi jaring-jaring kubus.
Kesimpulan dari pelaksanaan pembelajaran hari kedua dapat
dikatakan kembali sesuai dengan RPP. Guru dapat memanfaatkan
waktu sebaik-baiknya sehingga terlaksanan sesuasi jadwal. Kendala
yang dihadapi adalah terdengarnya suara gaduh dari kelas yang
bersebelahan letaknya dengan kelas IVB.
c. Pelaksanaan pembelajaran hari ketiga
Pelaksanaan pembelajaran hari ketiga dimulai oleh guru dan siswa
pada pukul 07.00-08.10. Topik untuk hari ketiga ini adalah
menentukan jaring-jaring balok.
Kesimpulan untuk pembelajaran hari ketiga adalah pembelajaran
dapat dikatakan berjalan sesuai dengan RPP. Siswa yang kurang
memperhatikan merupakan kendala pada pembelajaran hari ketiga.
d. Pelaksanaan pembelajaran hari keempat
Pelaksanaan pembelajaran hari keempat dimulai oleh guru dan
siswa pada pukul 11.00-12.10. Pada pembelajaran keempat ini siswa
melakukan evaluasi setelah tiga hari menjalani pembelajaran.
Sebelum soal evaluasi diberikan, guru mengajak siswa mengingat
kembali materi yang tiga hari telah dipelajari. Dirasa cukup dalam