• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN FAKTOR PSIKOSOSIAL TERHADAP KEJADIAN POST PARTUM BLUES DI RUANG NIFAS RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN FAKTOR PSIKOSOSIAL TERHADAP KEJADIAN POST PARTUM BLUES DI RUANG NIFAS RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN FAKTOR PSIKOSOSIAL TERHADAP

KEJADIAN

POST PARTUM BLUES

DI RUANG NIFAS

RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO

Oleh

Fatimah Nuril Alifah NIM 011211232006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

SKRIPSI

HUBUNGAN FAKTOR PSIKOSOSIAL TERHADAP

KEJADIAN

POST PARTUM BLUES

DI RUANG NIFAS

RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO

Oleh

Fatimah Nuril Alifah NIM 011211232006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(3)

SKRIPSI

HUBUNGAN FAKTOR PSIKOSOSIAL TERHADAP

KEJADIAN

POST PARTUM BLUES

DI RUANG NIFAS

RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kebidanan Dalam

Program Studi Pendidikan Bidan Pada Fakultas Kedokteran UNAIR

Oleh

Fatimah Nuril Alifah NIM 011211232006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(4)
(5)
(6)

PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Skripsi dengan judul Hubungan Faktor Psikososial Terhadap Kejadian Post Partum Blues Di Ruang Nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo.

Telah diuji pada tanggal : 23 Juni 2016 Panitia penguji skripsi :

Ketua penguji : Sunarsih, Dip.mw., S.Pd., M.Kes. NIP 19520228 197509 2 001 Anggota penguji : 1. Lilik Herawati, dr., M.Kes.

(7)
(8)

MOTTO

Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang

dapat menolongmu setelah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal

~(QS. Ali-‘imran : 160)~

Ketika sesuatu yang kita inginkan tidak terjadi, maka bukan berarti itu tidak akan terjadi selama-lamanya, boleh jadi, itu disimpan di waktu yang lebih spesial. Karena segala sesuatu yang baik, selalu tiba di waktu terbaiknya. Mungkin agar

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Faktor Psikososial Terhadap Kejadian Post Partum Blues Di Ruang Nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kebidanan pada Program Studi Pendidikan Bidan di Fakultas Kedokteran UNAIR.

Dalam penyusunan skripsi ini saya banyak mendapatkan pengarahan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu perkenankanlah saya menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA. selaku rektor Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan di Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

2. Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas dalam perkuliahan sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Pendidikan Bidan.

3. Baksono Winardi, dr., Sp.OG(K) selaku koordinator Program Studi Pendidikan Bidan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas, dan pembelajaran yang baik sehingga dapat menuntaskan pendidikan dan tugas di Program Studi Pendidikan Bidan.

(10)

5. Lilik Herawati, dr., M.Kes. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, masukan serta saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Sunarsih, Dip.Mw., S.Pd., M.Kes. selaku ketua penguji skripsi yang telah memberikan perhatiannya dan masukannya dalam perbaikan skripsi ini. 7. Atika, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing metode penelitian yang

bersedia memberikan bimbingan dan saran terhadap desain metode peneltian pada skripsi ini.

8. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bidan yang telah memberikan perkuliahan sehingga dapat membantu kelancaran penyusunan skripsi ini. 9. Suhartono, Salimah Syihabuddin, dan Amalia Azizah, terima kasih karena

selalu menjadi keluarga terbaik dan teristimewa, selalu memberikan semangat dan doa terbaiknya sehingga saya diberikan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Tony Wahyudi, dr., M.Kes. selaku direktur RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo yang telah memberikan kesempatan dan izin lapangan penelitian.

11.Amirah, Amd. Keb. selaku kepala ruangan seruni yang telah memberikan kesempatan dan bantuan selama penelitian berlangsung.

12.Responden yang telah bersedia menjadi subyek penelitian dan meluangkan waktunya untuk mengikuti penelitian ini

(11)

14.Teman kos Kedung Tarukan Baru 3c yang selalu siap sedia membantu ketika saya membutuhkan bantuan dan setia mendengarkan keluh kesah selama proses penyusunan .

15.Teman Program Studi Pendidikan Bidan angakatan 2012 jalur A dan 2014 jalur B yang selalu kompak dan memberikan warna baru dalam dunia perkuliahan. Teman-teman seorganisasi yang telah memberikan pengalaman baru.

16.Semua pihak terkait yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan skripsi ini. Saya menyadari sepenuhnya dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun saya berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyusun skripsi ini. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 20 Juni 2016

(12)

RINGKASAN

Post partum blues adalah sindroma gangguan afektif ringan yang terjadi pada awal pasca melahirkan. Hal ini merupakan masalah yang wajar terjadi setelah melahirkan. Tanda dan gejala yang muncul yaitu reaksi sedih atau disforia, menangis, mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur, dan gangguan nafsu makan. Gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya menghilang dalam kurun waktu beberapa hari. Namun dapat berubah menjadi keadaan yang lebih berat. Gejala post partum blues merupakan hasil suatu mekanisme multi faktorial yang terdiri dari faktor hormonal, faktor aktivitas fisik, dan faktor psikososial.

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasinya adalah ibu nifas hari kedua post partum di ruang nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo pada tanggal 1 – 31 Maret 2016. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling selama satu bulan yang mendapatkan responden sebanyak 60 orang ibu nifas. Variabel independent adalah faktor psikososial dan variabel dependent adalah post partum blues. Instrumen menggunakan kuisioner umum untuk mengetahui faktor psikososial dan kuisioner edinburgh postnatal depression scale (EPDS) untuk mengetahui kejadian post partum blues. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Uji yang digunakan adalah chi square dengan tingkat kemaknaan α=0,05

Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 65% ibu nifas mengalami post partum blues. Dari variabel didapatkan masing-masing nilai p yaitu usia dengan p=0,015, paritas dengan p=0,038, pendidikan dengan nilai p=0,513, pekerjaan dengan nilai p=0,019, pendapatan dengan nilai p=0,009. Variabel dengan nilai p<0,05 menunjukkan adanya hubungan antara variabel tersebut dengan kejadian post partum blues.

(13)

ABSTRACT

Post Partum blues are a mild affective disorder syndrome that occurs in the early post partum period. This is a naturally problem that occurs after childbirth. Signs and symptoms are reactions of sadness or dysphoria, crying, irritability, anxiety, feelings lability, tend to blame themselves, sleep disorder, and appetite disorder. These symptoms appear after childbirth and disappear within a few days. Post partum blues happen bocause of multi factorial, consisting of hormonal factors, physica lactivity factors, and psychosocial factors.

It is an observational analytical study with cross sectional design. The population is the second day post partum woman in dr. Abdoer Rahem Situbondo Hospital on 1-31 March 2016. Number of sample are 60 respondents according to the criteria of the sample. Independent variable is psychosocial factors, dependent variable is post partum blues. This study use general questionnaire and edinburgh postnatal depression scale (EPDS) questionnaire. Data analysis use chi square.

The results shows as much as 65% of post partum mother experience post partum blues. Each variable obtained p values are age p=0,015, parity p=0,038, education p=0,513,jobs p=0,019, revenue p=0,009. Variables with p<0,05 shows there is significantly relation between these variables and post partum blues.

The conclusion, the most cause of post partum blues incidence from psychosocial factors are low economic status. Therefore, to reduce the incidence of post partum blues need to improve the economic status.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman sampul dalam ... i

Halaman prasyarat gelar ... ii

Halaman surat pernyataan ... iii

Halaman lembar persetujuan ... iv

Halaman penetapan panitia penguji ... v

Halaman lembar pengesahan... vi

Halaman motto ... vii

Halaman ucapan terima kasih ... viii

Halaman ringkasan ... xi

Halaman abstract ... xii

Halaman daftar isi ... xiii

Halaman daftar tabel ... xvi

Halaman daftar gambar ... xvii

Halaman daftar lampiran ... xviii

Halaman daftar singkatan, istilah dan arti lambang ... xix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

2.1.2 Perubahan Fisiologis ... 5

2.1.3 Perubahan Psikologis ... 11

2.2 Latar Pelakang Psikososial Wanita ... 12

2.2.1 Sosial Ekonomi ... 12

2.2.2 Kehamilan Yang Tidak Diinginkan ... 14

2.2.3 Dukungan Sosial Suami dan Keluarga ... 15

2.3 Konsep Dasar Post Partum Blues ... 16

2.3.1 Pengertian ... 16

2.3.2 Jenis Gangguan Psikologi ... 17

2.3.3 Faktor Penyebab Post Partum Blues ... 18

2.3.4 Gejala Post Partum Blues... 19

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang Post Partum Blues ... 20

2.3.6 Penatalaksanaan Post Partum Blues ... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 25

3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 25

3.2 penjelasan kerangka konsep ... 25

3.3 Hipotesis Penelitian ... 26

BAB 4 METODE PENELITIAN... 27

(15)

4.2 Rancangan Penelitian... 27

4.5 Variabel Penelitian... 29

4.5.1 Variabel independent ... 29

4.5.2 variabel dependent ... 29

4.6 definisi operasional dan cara pengukuran variabel ... 29

4.7 teknik dan prosedur pengumpulan data ... 31

4.8 pengolahan dan analisis data ... 31

4.9 kerangka operasional ... 32

4.10 ethical clearance... 33

4.10.1 lembar persetujuan penelitian ... 33

4.10.2 tanpa nama ... 33

4.10.3 kerahasiaan ... 33

4.11 kelemahan penelitian ... 34

BAB 5 HASIL DAN ANALISIS DATA ... 35

5.2.2 Hubungan antara paritas dengan post partum blues ... 40

5.2.3 Hubungan antara pendidikan dengan post partum blues ... 40

5.2.4 Hubungan antara pekerjaan dengan post partum blues... 41

5.2.5 Hubungan antara pendapatan dengan post partum blues ... 42

BAB 6 PEMBAHASAN ... 43

6.1 Hubungan antara usia dengan post partum blues ... 43

6.2 Hubungan antara paritas dengan post partum blues ... 43

6.3 Hubungan antara pendidikan dengan post partum blues ... 44

6.4 Hubungan antara pekerjaan dengan post partum blues ... 45

6.5 Hubungan antara pendapatan dengan post partum blues ... 46

6.6 Hubungan antara status kehamilan dengan post partum blues .... 47

(16)

BAB 7 PENUTUP ... 51

7.1 kesimpulan ... 51

7.2 saran ... 51

7.2.1 bagi petugas kesehatan ... 51

7.2.2 bagi peneliti selanjutnya ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Definisi operasional variabel... 30

Tabel 5.1 Tabel distribusi frekuensi usia... 35

Tabel 5.2 Tabel distribusi frekuensi paritas... 36

Tabel 5.3 Tabel distribusi frekuensi pendidikan... 36

Tabel 5.4 Tabel distribusi frekuensi pekerjaan... 37

Tabel 5.5 Tabel distribusi frekuensi pendapatan... 37

Tabel 5.6 Tabel distribusi frekuensi status kehamilan... 37

Tabel 5.7 Tabel distribusi frekuensi dukungan suami dan keluarga... 38

Tabel 5.8 Tabel distribusi frekuensi post partum blues... 38

Tabel 5.9 Tabel analisis data antara usia dan post partum blues... 39

Tabel 5.10 Tabel analisis data antara paritas dan post partum blues... 40

Tabel 5.11 Tabel analisis data antara pendidikan dan post partum blues. 40 Tabel 5.12 Tabel analisis data antara pekerjaan dan post partum blues.... 41

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Kerangka konsep hubungan faktor psikososial terhadap

kejadian post partum blues di ruang nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo...

25

Gambar 4.1 Rancangan penelitian hubungan faktor psikososial terhadap kejadian post partum blues di ruang nifas RSUD dr Abdoer Rahem Situbondo...

27

Gambar 4.2 Kerangka operasional hubungan faktor psikososial terhadap kejadian post partum blues di ruang nifas RSUD dr Abdoer Rahem Situbondo...

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Jadwal kegiatan penelitian... 56

Lampiran 2 Surat permohonan ijin studi pendahuluan... 57

Lampiran 3 Surat balasan ijin studi pendahuluan... 58

Lampiran 4 Surat keterangan melaksanakan studi pendahuluan... 59

Lampiran 5 Permohonan kelaikan etik... 60

Lampiran 6 Keterangan kelaikan etik... 61

Lampiran 7 Permohonan ijin penelitian... 62

Lampiran 8 Surat balasan ijin penelitian... 63

Lampiran 9 Surat keterangan melaksanakan penelitian... 64

Lampiran 10 Lembar permohonan menjadi responden... 65

Lampiran 11 Lembar persetujuan menjadi responden... 66

Lampiran 12 Lembar kuisioner... 67

Lampiran 13 Hasil analisis data... 73

Lampiran 14 Lembar konsultasi pembimbing I... 83

(20)

DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG

% : persen

< : kurang dari ASI : Air Susu Ibu

EPDS : Edinburgh Postnatal Depression Scale KB : Keluarga Berencana

mL : mililiter

RSU : Rumah Sakit Umum

(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehamilan dan persalinan merupakan kejadian fisiologis yang didambakan oleh seorang ibu yang akan menjadi suatu kondisi yang sangat membahagiakan. Namun terdapat sekitar 10 - 20% wanita berusaha melawan gejala depresi dan seperempatnya sampai setengahnya mengalami depresi berat ketika hamil dan bersalin. Hal ini terjadi karena wanita dua kali lebih rentan mengalami depresi dibanding laki-laki. Selain itu, kehamilan dan persalinan juga merupakan kejadian terpenting dalam siklus hidup seorang wanita yang dapat menimbulkan stres hebat. Pada suatu studi terhadap 360 ibu hamil, didapatkan 10% dari mereka mengalami depresi saat kehamilan dan hanya 6,8% yang mengalami depresi pasca kehamilan (Yulianti, 2006).

Salah satu macam depresi pasca persalinan adalah post partum blues yang merupakan tahap awal dari post partum depression dan post partum psikosis. Menurut Evy Rakaryani (2006), hal ini merupakan masalah yang wajar terjadi setelah melahirkan. Namun post partum blues dapat terjadi dalam kondisi dan tingkatan yang berbeda sehingga berdampak timbulnya kondisi ibu enggan merawat diri dan bayinya.

(22)

Sedangkan di Indonesia memiliki jumlah cukup tinggi dengan prevalensi 50%-70% (Hidayat, 2007 ; Stone dan Menken, 2008).

Beberapa penelitian sudah pernah dilakukan, menurut penelitian yang dilakukan oleh Uke Riska pada tahun 2006 di RSUD dr. Soetomo didapatkan hasil 54,84% responden mengalami post partum blues dengan faktor psikososial merupakan penyumbang kedua terhadap kejadian post partum blues.. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nurul Azizah pada tahun 2010 di RSUD Sidoarjo didapatkan hasil 55,8% dan penelitian oleh Sari Priyanti pada tahun 2013 di RSUD Mojokerto didapatkan hasil 61,8% responden mengalami post partum blues dengan penyumbang kedua adalah faktor psikososial.

Berdasarkan studi pendahuluan yang sudah dilakukan pada tanggal 8 - 10 Oktober 2015 di ruang nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo didapatkan hasil yaitu 4 dari 10 ibu nifas hari kedua mengalami post partum blues dengan riwayat persalinan pervaginam tanpa tindakan operatif. Namun faktor psikososial apa saja yang mempengaruhi post partum blues di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo masih belum diketahui dengan jelas.

(23)

Faktor-faktor yang mempengaruhi post partum blues pada umumnya tidak berdiri sendiri sehingga tanda dan gejala post partum blues merupakan hasil suatu mekanisme multi faktorial. Faktor pertama yaitu faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin, dan kortisol. Faktor kedua yaitu faktor aktivitas fisik yang disebabkan kelelahan fisik karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui, memandikan, mengganti popok. Faktor ketiga yaitu faktor psikososial yang meliputi usia, paritas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dukungan suami dan keluarga, dan status kehamilan. Penyebab tertinggi terjadinya post partum blues adalah kurangnya dukungan suami dan keluarga terhadap ibu mulai masa kehamilan hingga pasca persalinan (Nirwana, 2011).

Berdasarkan ulasan latar belakang di atas penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mendeteksi secara dini terjadinya post partum blues sehingga dapat dilakukan suatu penatalaksanaan yang baik agar ibu tidak jatuh pada kondisi yang lebih buruk, serta untuk mengetahui faktor psikososial yang mempengaruhi terjadinya post partum blues di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : apakah ada hubungan faktor psikososial terhadap kejadian post partum blues pada pasien di ruang nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

(24)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi faktor psikososial (usia, paritas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dukungan suami dan keluarga, dan kehamilan yang tidak diinginkan) pada ibu nifas terhadap kejadian post partum blues.

2. Mengidentifikasi ibu nifas terhadap kejadian post partum blues.

3. Menganalisis faktor psikososial (usia, paritas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dukungan suami dan keluarga, dan kehamilan yang tidak diinginkan) terhadap kejadian post partum blues.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman dalam mempelajari psikologis pada ibu post partum terutama pada ibu yang mengalami post partum blues sehingga dapat melakukan penatalaksanaan yang baik dalam upaya mencegah kejadian post partum depression.

1.4.2. Manfaat Praktis

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Nifas

2.1.1. Pengertian

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, dimulai beberapa jam setelah lahirnya plasenta lengkap dan mencakup 6 minggu berikutnya.

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas 6 – 8 minggu. Masa nifas dibagi dalam tiga periode yaitu :

1. Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan.

2. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital. 3. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna mungkin beberapa minggu, bulan, atau tahun (Bahiyyatun, 2009).

2.1.2. Perubahan Fisiologis 1. Uterus

(a) Involusi

(26)

melahirkan. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada minggu keenam beratnya menjadi 50 – 60 gram (Bobak, Laudermilk, Jensen, 2004).

(b) Kontraksi

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah melahirkan, diduga terjadi sebagian respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas oleh kelenjar hipofise memperkuat dan mengatur kontraksi uterus. Selama 1 sampai 2 jam pertama pasca persalinan intensitas kontraksi uterus bisa berkurang menjadi tidak teratur. Karena itu penting sekali mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya disuntikkan oksitosin (piton) secara intravena intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir (Bobak, Laudermilk, Jensen, 2004).

(c) Afterpains

Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan biasanya menimbulkan nyeri yang cukup lama pada awal puerperium. Rasa nyeri setelah persalinan ini lebih terasa setelah ibu melahirkan pada uterus yang terlalu teregang (misalnya pada bayi besar, kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi uterus (Bobak, Laudermilk, Jensen, 2004).

(d) Lochea

(27)

Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris desidua serta debris trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3-4 hari (lochea serosa). Lochea serosa terdiri atas darah lama (old blood), serum, leukosit, dan debris jaringan. Setelah 10 hari bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lochea alba). Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir (Bobak, Laudermilk, Jensen, 2004).

(e) Tempat plasenta

Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vascular dan trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah timbulnya jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini membuat endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi dan plasentasi untuk kehamilan yang akan datang. Regresi endometrium selesai akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta yang biasanya tidak sampai enam minggu setelah melahirkan (Bobak, Laudermilk, Jensen, 2004). (f) Serviks

(28)

akhir minggu ke-2. Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan (Bobak, Laudermilk, Jensen, 2004).

2. Vagina dan perineum

Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula teregang akan kembali ke ukuran semula sebelum hamil, 6 – 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada minggu keempat, walau tidak akan menonjol seperti pada nulipara. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumasan vagina dan penipisan mukosa vagina (Bobak, Laudermilk, Jensen, 2004).

3. Topangan otot panggul

Struktur penopang uterus dan vagina dapat mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul dikemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul yang robek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk sampai ke tonus semula (Bobak, Laudermilk, Jensen, 2004).

4. Sistem endokrin (a) Hormon plasenta

(29)

(b) Hormon hipofise dan fungsi ovarium

Pada wanita tidak menyusui, terjadi ovulasi dini, yakni dalam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 70 – 75 hari. Pada wanita menyusui, waktu rata-rata terjadinya ovulasi sekitar 190 hari (Bobak, Laudermilk, Jensen, 2004).

5. Sistem urinarius

Pelviks, ginjal, dan saluran kencing dipengaruhi oleh progesteron yang mengalami dilatasi dan statis urine yang dihubungkan dengan resiko infeksi, selain itu pemeriksaan sitokopis segera setelah persalinan menunjukkan odema, hyperemia dinding kandung kencing dan ekstra vaskularisasi darah ke mukosa. Mekanisme tubuh untuk mengurangi kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil diaferensis dan diuresis. Trauma jalan lahir, efek anestesi dan rasa takut berkemih dapat mengakibatkan perdarahan dan menghambat kontraksi uterus (Bobak, Laudermik, Jensen, 2004).

6. Sistem kardiovaskuler

Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala tiga ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi beberapa hari pertama post partum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke-3 post partum (Bahiyatun 2009).

7. Sistem hematologi

(30)

tekanan darah serta volume plasma dan volume sel darah merah. Pada 2 – 3 hari post partum, konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2,00% atau lebih. Total kehilangan darah pada saat persalinan dan nifas kira-kira 700 – 1.500 ml (100 – 200 ml hilang pada saat persalinan, 500 – 800 ml hilang pada minggu pertama post partum, dan 500 ml hilang pada saat masa nifas). (Bahiyatun, 2009)

8. Tanda vital

Tekanan darah harus dalam keadaan stabil. Suhu turun secara perlahan dan stabil pada 24 jam post partum. Nadi menjadi setelah persalinan (Bahiyatun, 2009).

9. Payudara

Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa di dalam penatalaksanaan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Sebagian besar aspek penatalaksanaan kebidanan dari pemberian ASI didasari oleh pemahaman tentang perubahan anatomis dan fisiologis yang terjadi pada wanita yang sedang berlaktasi post partum.

(31)

2.1.3. Perubahan Psikologis

Menurut Bahiyyatun, 2009, adaptasi psikologi pada periode post partum menyebabkan stres emosional terhadap ibu baru, bahkan menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat. Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada masa post partum yaitu :

1. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman

2. Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta aspirasi 3. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain

4. Pengaruh budaya

Satu atau dua hari post partum, ibu cenderung pasif dan tergantung. Ia hanya menuruti nasehat, ragu-ragu dalam membuat keputusan, masih berfokus untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, masih menggebu membicarakan pengalaman persalinan.

Periode tersebut diuraikan oleh Rubin terjadi dalam tiga tahap : 1. Taking In

(a) Periode ini terjadi 1 – 2 hari sesudah melahirkan. Ibu pada umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya (b) Ibu akan mengulang-ulang cerita pengalamannya waktu bersalin dan

melahirkan

(c) Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mencegah gangguan tidur (d) Peningkatan nutrisi mungkin dibutuhkan karena selera makan ibu biasanya

(32)

2. Taking Hold

(a) Pada hari ke 2 – 4 post partum. Perhatian ibu terfokus pada kemampuannya untuk menjadi orang tua yang sukses dan lebih bertanggung jawab terhadap bayinya

(b) Perhatian terhadap fungsi-fungsi tubuh (misalnya : pola eliminasi)

(c) Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan merawat bayinya, misalnya : menggendong, menyusui, dan lain-lain. Ibu agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal tersebut, sehingga cenderung menerima nasehat bidan karena ia terbuka untuk menerima pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi

3. Letting Go

(a) Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga

(b) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi. Ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung yang menyebabkan berkurangnya hak ibu dalam kebebasan dan berhubungan sosial. Pada periode ini umumnya terjadi depresi post partum.

2.2. Latar Belakang Psikososial Wanita

Latar belakang psikososial wanita dipengaruhi oleh bebrapa faktor yaitu : 2.2.1. Sosial Ekonomi

(33)

Hal yang mendasari penggunaan belanja rutin bulanan sebagai patokan ialah karena orang indonesia cenderung merasa tidak nyaman jika ditanya tentang berapa pendapatannya. Ada yang suka mengecilkan dan ada pula yang cenderung membesar-besarkan. Hal ini mempengaruhi kekuatan. Sebaliknya, dengan menggunakan belanja sebagai ukuran, responden akan lebih terbuka ketika ditanya seberapa besar belanja rutin bulanannya (Randi, 2005).

Beberapa kajian telah menunjukkan bahwa beberapa kelompok masyarakat pada umumnya mendefinisikan status sosial ekonomi berdasarkan 3 faktor utama (Baldridge, 1975), yaitu : pekerjaan / profesi, tingkat pendidikan, dan pendapatan.

Status sosial ekonomi masyarakat dapat dilihat dari faktor-faktor sebagai berikut :

1. Pekerjaan

Pekerjaan akan menentukan status sosial ekonomi karena dari bekerja segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Pekerjaan tidak hanya mempunyai nilai ekonomi namun usaha manusia untuk mendapatkan kepuasan dan mendapatkan imbalan atau upah, berupa barang dan jasa akan terpenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi kemampuan ekonominya, untuk itu bekerja merupakan suatu keharusan bagi setiap individu sebab dalam bekerja mengandung dua segi kepuasan jasmani dan terpenuhinya kebutuhan hidup. 2. Pendidikan

(34)

berguna baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain yang membutuhkannya.

3. Pendapatan

Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang yang sifatnya reguler dan diterima biasanya sebagai balas atau kontra prestasi, sumbernya berasal dari :

(a) Gaji dan upah yang diterima dari gaji pokok, kerja sampingan, kerja lembur, dan kerja kadang-kadang

(b) Usaha sendiri yang meliputi hasil bersih dari usaha sendiri, komisi, penjualan dari kerajinan rumah

(c) Hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik tanah. Keuntungan serial yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik

(d) Pendapatan yang berupa barag yaitu : pembayaran upah dan gaji yang ditentukan dalam beras, pengobatan, transportasi, perumahan, dan rekreasi 2.2.2. Kehamilan yang tidak diinginkan

Biasanya pasangan akan merasa sangat bahagia bila istri dipastikan hamil, apalagi yang sangat mendambakan kehadiran buah hati. Kenyataan menunjukkan bahwa kadang kehamilan tak ubahnya mimpi buruk yang menjadi kenyataan, berujung pada fakta yang dirasakan bagai sebuah tragedi. Suatu realitas kehidupan yang tidak hanya menyangkut diri wanita, tetapi juga keluarga bahkan masyarakat sekitarnya.

Unwanted pregnancy atau kehamilan tak diinginkan merupakan

(35)

lingkungannya. Umumnya, unwanted pregnancy berkisar pada terjadinya kehamilan di luar nikah, sehingga bukan kebahagiaan yang sedang dialaminya. Ada beberapa kejadian yang biasanya mendahului unwanted pregnancy, meskipun kehamilan didapatkan dalam pernikahan. Antara lain jumlah anak sudah cukup banyak, merasa umur terlalu tua untuk hamil, riwayat kehamilan atau persalinan sebelumnya yang penuh penyulit dan komplikasi, alasan ekonomi, merasa terlanjur mengonsumsi obat atau menderita kelainan yang dikhawatirkan membuat cacat pada anak, riwayat melahirkan anak cacat (mungkin lebih dari satu kali), pasangan suami istri di ambang perpecahan, dan kegagalan penggunaan alat KB atau kontrasepsi. Hal lain yang lebih menyedihkan adalah kehamilan hasil perkosaan atau kehamilan pada ibu cacat mental. Hasil hubungan sesama anggota keluarga sedarah (incest) kadang juga dijumpai, serta rasa malu akibat kehamilan di usia tua (BPS, 2000)

2.2.3. Dukungan Sosial dari Suami dan Keluarga 1. Dukungan suami

Dari penelitian kualitatif di Indonesia diperoleh berbagai dukungan suami yang diharapkan istri antara lain :

(a) Suami sangat mendambakan bayi dalam kandungan istrinya (b) Suami senang mendapatkan keturunan

(c) Suami mendapatkan kebahagiaan pada kehamilan ini

(d) Suami memperhatikan kesehatan istri, yakni menanyakan keadaan istri atau janin yang dikandung

(36)

(g) Suami menghibur atau menenangkan ketika ada masalah yang dihadapi istri

(h) Suami membantu tugas istri

(i) Suami berdoa kesehatan atau keselamatan istri dan anaknya (j) Suami menunggu ketika melahirkan

(k) Suami menunggu ketika istri dioperasi

Diperoleh atau tidaknya dukungan suami tergantung pada keintiman hubungan berupa adanya komunikasi yang bermakna adanya masalah atau kekhawatiran dalam biaya.

2. Dukugan keluarga dan lingkungan

(a) Ayah ibu kandung, maupun mertua sangat mendukung kehamilan ini (b) Ayah ibu kandung maupun mertua sering berkunjung dalam periode ini (c) Seluruh anggota keluarga berdoa untuk keselamatan ibu dan bayi

(d) Walaupun ayah ibu kandung maupun mertua di daerah lain, sangat didambakan dukungan melalui telepon, surat atau pun doa dari jauh

(e) Selain itu, ritual tradisional dalam periode ini seperti upacara tujuh bulanan pada beberapa orang, mempunyai arti tersendiri yang tidak boleh diabaikan

2.3. Konsep dasar post partum blues 2.3.1. Pengertian

Post partum blues adalah suatu stres psikologis ringan pada wanita pasca

(37)

Post partum blues adalah gangguan suasana hati yang berlangsung selama

3 sampai 6 hari pasca melahirkan. Post partum sendiri sudah dikenal sejak lama, savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca salin yang disebut sebagai “milk fever” karena gejala disforia muncul secara bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini post partum blues atau sering disebut juga maternity blues atau baby blues yang dimengerti sebagai sindroma gangguan afektif ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan (Cunningham, 2006).

2.3.2. Jenis gangguan psikologi ibu pasca melahirkan 1. Post partum blues

Terjadi pada hari pertama sampai hari sepuluh setelah melahirkan dan hanya bersifat sementara, dengan gejala gangguan mood, rasa marah, mudah menangis, sedih, nafsu makan menurun, sulit tidur (Arfian, 2012). Keadaan ini akan terjadi beberapa hari saja setelah melahirkan dan biasanya akan hilang dalam beberapa hari.

2. Post partum depression

Gejala yang timbul adalah perasaan sedih, tertekan, sensitif, merasa bersalah, lelah, cemas, dan tidak mampu merawat dirinya dan bayinya. Keadaan ini merupakan psikoterapi dan obat-obatan disamping dukungan sosial (Arfian, 2012).

3. Post partum psikosis

(38)

pertolongan dari tenaga profesional yaitu psikiater dan pemberian obat (Arfian, 2012).

2.3.3. Faktor Penyebab Post Partum Blues

Faktor-faktor yang mempengaruhi post partum blues biasanya tidak berdiri sendiri sehingga gejala dan tanda post partum blues sebenarnya adalah suatu mekanisme multi faktorial.

1. Faktor hormonal

Salah satu penyebab baby blues adalah faktor biokomia tubuh dan stresor kehidupan masing-masing individu, faktor biokimia adalah perubahan hormonal yang terjadi saat ibu tersebut hamil dan melahirkan. Sedangkan stresor kehidupan sangat berkaitan dengan kondisi psikologis masing-masing ibu, karena kehamilan itu sendiri merupakan salah satu stresor besar dalam hidup. Perubahan hormon terjadi dan tidak dapat dihindari karena itulah yang normal terjadi pada ibu hamil dan melahirkan (Eryanti, 2009).

Setelah bersalin, kadar hormon kortisol (hormon pemicu stres) pada ibu naik sehingga mendekati kadar orang yang sedang mengalami depresi. Disaat yang sama hormon laktogen dan prolaktin yang memicu produksi ASI sedang meningkat. Sementara pada saat yang sama kadar progesteron sangat rendah. Pertemuan kedua hormon ini akan menimbulkan keletihan fisik pada ibu dan memicu stres.

2. Faktor demografi

(39)

3. Faktor psikologis

Berkurangnya perhatian keluarga, terutama suami karena semua perhatian tertuju pada anak yang baru lahir. Padahal usai persalinan ibu merasa lelah dan sakit pasca persalinan membuat ibu membutuhkan perhatian. Kecewa terhadap penampilan fisik si kecil karena tidak sesuai dengan yang diinginkan juga bisa mumicu baby blues.

4. Faktor fisik

Kelelahan fisik karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui, memandikan, mengganti popok, dan menimang sepanjang hari bahkan tidak jarang terjaga di tengah malam. Apalagi jika tidak ada suami atau anggota keluarga yang lain (Nirwana, 2011).

5. Faktor sosial

Tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak direncanakan sebelumnya dan keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap kejadian post partum blues (Afrianto, 2012).

2.3.4. Gejala Post Partum Blues

Gejala post partum blues ringan hanya terjadi dalam hitungan jam atau 1 minggu pertama setelah melahirkan, gejala ini dapat sembuh dengan sendirinya, sedangkan pada beberapa kasus post partum depresion dan post partum psikosis, bisa sampai mencelakai diri sendiri bahkan anaknya, sehingga pada penderita kedua jenis gangguan mental terakhir perlu perawatan yang ketat di rumah sakit (Afrianto, 2012).

(40)

melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya : sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau makan, tidak mau bicara, sakit kepala, sering berganti mood, mudah tersinggung (iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah, khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja dilahirkan, insomnia yang berlebihan. Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih tetap berlangsung selama beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression (Murtiningsih, 2012).

2.3.5. Pemeriksaan Penunjang Post Partum Blues

Untuk mengukur kejadian post partum blues menggunakan alat yaitu The Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS), yaitu alat ukur yang telah teruji

validitasnya dan dikembangkan secara khusus untuk mengidentifikasi wanita yang mengalami depresi postpartum baik situasi klinis atau dalam penelitian (Cox dkk, dalam elvira, 1999).

(41)

Validasi sepuluh item EPDS di indonesia telah diuji dan dipublikasikan dengan membandingkan skor alat tersebut dengan DSM-IV. Penelitian dilakukan pada tiga rumah sakit umum, yaitu RSU dr. Cipto mangunkusumo, RSU Persahabatan, dan RSU Fatmawati di Jakarta. Jumlah sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 102 wanita postpartum yang diambil secara random setiap hari, selama waktu validasi yaitu 2-10 Maret 1998 (kusumadewi dkk, 1998).

Penelitian terhadap pengujian validasi ini menghasilkan 87,5% sensitivitas dan 61,6% spesifitas, yang berarti bahwa kemampuan EPDS di indonesia untuk menskrining depresi postpartum adalah 87,5% dan kemampuan untuk menjelaskan bahwa wanita tidak mengalami deresi adalah 61,6%. Meggunakan derajat kebebasan diperoleh reabilitas 0,67. Hasil di atas mengindikasikan bahwa penggunaan EPDS di indonesia adalah valid dan reabel sebagai instrumen untuk melakukan skrining depresi pasca persalinan wanita di indonesia (kusumdewi dkk, 1998). Namun perlu diperhatikan bahwa EPDS sebaiknya digunakan sebagai alat yang membantu identifikasi, bukan sebagai pengganti penilaian klinis.

Instruksi penggunaan EPDS adalah sebagai berikut :

1. Ibu diminta untuk menggaris bawahi jawaban yang paling sesuai dengan apa yang ia rasakan selama 7 hari terakhir.

2. Seluruh item (10 item) harus dilengkapi.

3. Perhatian perlu diberikan untuk mencegah ibu mendiskusikan jawabannya dengan yang lain

(42)

5. EPDS dapat diberikan kepada ibu tiap waktu dari setelah persalinan hingga 52 minggu yang diidentifikasikan mengalami gejala depresif baik secara subjektif atau objektif.

Jawaban diskor 0, 1, 2, dan 3 berdasarkan peningkatan keparahan gejala. Keseluruhan skor pada masing-masing item dijumlahkan kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori sebagai berikut :

1. 0 – 8 point : kemungkinan rendah terjadinya depresi

2. 9 – 14 point : permasalahan dengan perubahan gaya hidup karena adanya bayi baru lahir atau kasus post partum blues. Terjadinya gejala-gejala yang mengarah pada kemungkinan terjadinya depresi postpartum.

3. 15+ point : tingginya probabilitas atau mengalami depresi post partum komplikasi

Post partum blues dapat meningkat pada tahap selanjutnya yang

dinamakan post partum depression dengan karakteristik bisa terjadi mimpi buruk lebih sering, insomnia lebih sering, phobia terus-menerus, dan irasional dan dapat berlanjut pada post partum psikosis, dimana sudah terjadi pada tahap yang mengancam jiwa baik si ibu dan bayi. Post partum psikosis bisa menetap sampai setahun dan bisa juga selalu kambuh gangguan kejiwaan setiap pasca persalinan. 2.3.6. Penatalaksanaan Post Partum Blues

post partum blues atau gangguan mental pasca persalinan seringkali

(43)

untuk minta pertolongan, sering kali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai (murtiningsih, 2012).

Para ibu yang mengalami post partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli (murtiningsih, 2012).

(44)

Post partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dangan

menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru (murtiningsih, 2012)

(45)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

: diteliti : tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konsep hubungan faktor psikososial terhadap kejadian post partum blues di ruang nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo.

3.2. Penjelasan Kerangka Konsep

Post partum blues terjadi karena suatu mekanisme multifaktorial. Faktor

(46)

faktor psikososial ibu, yang terdiri dari usia, paritas, tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dukungan suami dan keluarga, dan status kehamilan.

Perubahan hormonal yang terjadi pasca melahirkan dapat meningkatkan stres dan menyebabkan kelelahan fisik ditambah dengan kelelahan pada saat persalinan dan mengasuh bayi dapat memicu terjadinya post partum blues. Adapun pengaruh lain misalnya usia dan paritas yang mempengaruhi pengalaman dalam persalinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dukungan dari suami dan keluarga, dan status kehamilan juga turut mempengaruhi kejadian post partum blues.

Berkurangnya perhatian terutama suami karena semua perhatian tertuju pada bayi baru lahir sedangkan ibu sangat membutuhkan perhatian. Kekecawaan terhadap keadaan dan kondisi fisik bayi yang tidak sesuai juga dapat memicu post partum blues.

Karena banyaknya faktor predisposisi kejadian post partum blues, maka penelitian ini dibatasi pada faktor psikososial ibu yang meliputi usia, paritas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dukungan suami dan keluarga, dan status kehamilan terhadap terjadinya post partum blues. Status pernikahan tidak diteliti karena peneliti mengambil responden dengan status sudah menikah.

3.3. Hipotesis Penelitian

(47)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional yang bersifat analitik karena diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran terhadap gejala dan fenomena dari subyek penelitian.

4.2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional .

Gambar 4.1 Rancangan penelitian hubungan faktor psikososial terhadap kejadian post partum blues di ruang nifas RSUD Dr Abdoer Rahem Situbondo.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subyek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu nifas Ibu nifas

(48)

yang dirawat pada tanggal 1 – 31 Maret 2016 di ruang nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo sebanyak 77 ibu nifas.

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang dirawat di ruang nifas RSUD Dr. Abdoer Rahem Situbondo sebanyak 60 ibu nifas yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dan suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

1. Ibu dengan status sudah menikah

2. Ibu dengan persalinan pervaginam tanpa tindakan operatif 3. Ibu nifas fisiologis hari kedua

4. Ibu yang bisa baca dan tulis

5. Ibu yang bersedia menjadi responden

Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek memenuhi kriteria inklusi namun tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Nursalam, 2013). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

1. Ibu dengan keadaan lemah karena perdarahan (syok) 2. Ibu dengan riwayat gangguan jiwa

3. Ibu dengan masalah psikologis di masa prenatal 4.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Besar sampel ditentukan setelah dilakukan pengambilan data penelitian karena teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan cara consecutive sampling dimana subjek yang memenuhi kriteria inklusi untuk diteliti dimasukkan

(49)

dibutuhkan oleh peneliti terpenuhi. Waktu yang digunakan oleh peneliti selama 1 bulan.

4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.4.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo.

4.4.2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 – 31 Maret 2016.

4.5. Variabel Penelitian

4.5.1. Variabel independent

Variabel independent dalam penelitian ini adalah faktor psikososial (usia, paritas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dukungan suami dan keluarga, dan status kehamilan) ibu nifas.

4.5.2. Variabel dependent

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah post partum blues.

4.6. Definisi Operasional, dan Cara Pengukuran Variabel

Faktor psikososial adalah faktor yang berkaitan dengan perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologis maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik (Depkes, 2011).

(50)

Tabel 4.1 definisi operasional variabel

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Skala Kriteria

Variabel

kuisioner Ordinal 1. <20 tahun dan >35 tahun

2. 20-35 tahun Paritas Jumlah anak

yang pernah dilahirkan

kuisioner Nominal 1. Primipara 2. Multipara pekerjaan Suatu kegiatan

sehari-hari

Kuisioner Nominal 1. Tidak bekerja 2. bekerja

pendapatan Sejumlah uang yang diterima oleh suami dan istri dari sebuah pekerjaan.

Kuisioner Ordinal Jika pendapatan 1. < UMR

kuisioner Nominal 1. Tidak ada dukungan keluarga dan suami 2. ada dukungan

keluarga dan suami

Status

kehamilan Keberadaan bayi yang dikandung atau dilahirkan tidak diharapkan oleh ibu

kuisioner Nominal 1. Kehamilan dan kelahiran yang tidak diterima

(51)

Variabel dependent : Post partum

blues Kesedihan atau keadaan emosional ibu

Nominal 1. Post partum blues jika skor ≥13

2. Tidak post partum blues jika skor <13 Cara penilaian terlampir pada teknik dan prosedur pengumpulan data

4.7. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara mendokumentasikan hasil jawaban kuisioner dari responden. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) dan kuisioner. Instrumen yang digunakan untuk menilai kejadian post partum blues adalah kuisioner EPDS, sedangkan faktor psikososial menggunakan kuisioner.

Untuk penilaian kuisioner EPDS, setiap pertanyaam memiliki nilai yang berbeda pada jawabannya. Tiap jawaban diberi nilai 0, 1, 2, 3 sesuai dengan beratnya gejala. Untuk soal nomor 1, 2 dan 4 diberi nilai : 0 untuk jawaban a, 1 untuk jawaban b, 2 untuk jawaban c, 3 untuk jawaban d. Sedangkan untuk soal nomor 3, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 diberi nilai sebaliknya 3 untuk jawaban a, 2 untuk jawaban b, 1 untuk jawaban c, 0 untuk jawaban d. Total nilai 13 atau lebih menunjukkan terjadinya post partum blues.

4.8. Pengolahan dan Analisis Data

(52)

yang berarti ada hubungan faktor psikososial ibu dengan kejadian post partum blues.

4.9. Kerangka Operasional

Kerangka kerja merupakan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian yang berbentuk kerangka atau alur penelitian. Langkah-langkah / kerangka operasional kerja disajikan dalam bentuk berikut.

Gambar 4.2 Kerangka operasional hubungan faktor psikososial terhadap kejadian post partum blues di ruang nifas RSUD Dr Abdoer Rahem Situbondo

Populasi seluruh ibu nifas yang dirawat di ruang nifas RSUD Dr. Abdoer Rahem Situbondo pada tanggal 1-31 Maret 2016

sebanyak 77 ibu nifas

Sampel ibu nifas yang dirawat di ruang nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 60 ibu

nifas

Sampling : Consecutive sampling

Informed consent

Pengumpulan data yang dilakukan pada ibu nifas hari kedua dengan memberikan kuisioner

dan melakukan wawancara

Pengolahan data : editing, coding, tabulating

Analisis data : uji chi square

(53)

4.10. Ethical Clearance

Pada penelitian ilmu keperawatan, karena hampir 90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika penelitian (Nursalam, 2003). Beberapa prinsip dalam pertimbangan etik meliputi, bebas eksploitasi, bebas dari penderitaan, kerahasiaan yang terjamin, bebas menolak menjadi responden serta adanya surat persetujuan (informed consent) untuk menjadi responden penelitian. Oleh karena itu perlu mengajukan

permohonan penelitian kepada direktur RSUD Dr. Abdoer Rahen Situbondo. Kuisioner diberikan kepada subjek yang diteliti dengan menanyakan pada masalah etik meliputi :

4.10.1.Lembar persetujuan penelitian / informed consent

Diberikan kepada responden dengan tujuan agar subjek mengetahui maksud penelitian serta dampak yang diteliti, responden harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subjek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden.

4.10.2.Tanpa nama / anominity

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data (kuisioner) yang diisi oleh subjek tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.

4.10.3.Kerahasiaan / confientiality

(54)

4.11. Kelemahan Penelitian

4.11.1.Pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner dapat membingungkan responden dalam proses pengisian karena pertanyaan yang sulit dimengerti.

(55)

BAB 5

HASIL DAN ANALISIS DATA

Dalam bab ini akan menampilkan hasil dan analisis data penelitian yang telah dilakukan dengan judul “Hubungan Faktor Psikososial Terhadap Kejadian Post Partum Blues”. Data yang diperoleh yaitu data umur, usia, paritas,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status kehamilan, dan dukungan suami dan keluarga. Data tersebut didapatkan dengan cara menyebar kuisioner kepada 60 ibu nifas yang sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan.

Untuk melihat uji signifikasi hubungan antara variabel independent yaitu faktor psikososial (usia, paritas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dukungan suami dan keluarga, dan status kehamilan) dan variabel dependent yaitu post partum blues, maka digunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan p<0,05.

5.1.Hasil Penelitian

Data di bawah ini akan menggambarkan karakteristik ibu nifas yang dirawat di ruang nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo pada tanggal 1-31 Maret 2016 sesuai dengan variabel faktor psikososial yang terdiri dari usia, paritas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dukungan suami dan keluarga, dan status kehamilan.

5.1.1. Usia

Tabel 5.1 tabel distribusi frekuensi usia

Usia Jumlah Presentase

<20 tahun dan >35 tahun 23 38,3%

20-35 tahun 37 61,7%

(56)

Usia dibagi menjadi dua kategori yaitu usia kurang dari 25 tahun dan 25 tahun ke atas. Dari tabel 5.1 diketahui bahwa dari 60 ibu nifas sebagian besar (55%) atau sebanyak 33 ibu nifas berumur 25 tahun ke atas.

5.1.2. Paritas

Tabel 5.2 tabel distribusi frekuensi paritas

paritas Jumlah Presentase

Primipara 22 36,7%

Multipara 38 63,3%

Jumlah 60 100%

Paritas dibagi menjadi dua kategori yaitu primipara dan multipara. Dari tabel 5.2 diketahui bahwa dari 60 ibu nifas sebagian besar (63,3%) atau sebanyak 38 ibu nifas merupakan multipara.

5.1.3. Pendidikan

Tabel 5.3 tabel distribusi frekuensi pendidikan

pendidikan Jumlah Presentase

SD 19 31,7%

SMP 18 30%

SMA ke atas 23 38,3%

Jumlah 60 100%

(57)

5.1.4. Pekerjaan

Tabel 5.4 tabel distribusi frekuensi pekerjaan

pekerjaan Jumlah Presentase

Tidak bekerja 45 75%

Bekerja 15 25%

Jumlah 60 100%

Pekerjaan dibagi menjadi dua kategori yaitu tidak bekerja dan bekerja. Ibu rumah tangga termasuk dalam kategori tidak bekerja. Dari tabel 5.4 diketahui bahwa dari 60 ibu nifas sebagian besar (75%) atau sebanyak 45 ibu nifas tidak bekerja.

5.1.5. Pendapatan

Tabel 5.5 tabel distribusi frekuensi pendapatan

Pendapatan Jumlah Presentase

< UMR 31 51,7%

UMR ke atas 29 48,3%

Jumlah 60 100%

Pendapatan dibagi menjadi dua kategori yaitu kurang dari UMR dan UMR ke atas. Dari tabel 5.5 diketahui bahwa dari 60 ibu nifas sebagian besar (51,7%) atau sebanyak 31 ibu nifas memiliki pendapatan keluarga dibawah UMR dengan jumlah UMR di Kabupaten Situbondo sebesar Rp 1.374.000.

5.1.6. Status kehamilan

Tabel 5.6 tabel distribusi frekuensi status kehamilan

Status kehamilan Jumlah Presentase

Tidak diterima 1 1,7%

Diterima 59 98,3%

(58)

Status kehamilan dibagi menjadi dua kategori yaitu tidak diterima dan diterima. Dari tabel 5.6 diketahui bahwa dari 60 ibu nifas sebagian besar (98,3%) atau sebanyak 59 ibu nifas dapat menerima tentang kehamilan dan kelahirannya. Variabel ini tidak dapat dianalisis karena tidak memenuhi syarat uji.

5.1.7. Dukungan suami dan keluarga

Tabel 5.7 tabel distribusi frekuensi dukungan suami dan keluarga

Dukungan suami dan keluarga Jumlah Presentase

Tidak ada dukungan 0 0%

Ada dukungan 60 100%

Jumlah 60 100%

Dukungan suami dan keluarga dibagi menjadi dua kategori yaitu tidak ada dukungan dan ada dukungan. Dari tabel 5.7 diketahui bahwa dari 60 ibu nifas mendapatkan dukungan penuh dari suami dan keluarga. Variabel ini tidak dapat dianalisis karena tidak memenuhi syarat uji.

5.1.8. Post partum blues

Tabel 5.8 tabel distribusi frekuensi post partum blues

Post partum blues Jumlah Presentase

Ya 39 65%

Tidak 21 35%

Jumlah 60 100%

Post partum blues dibagi menjadi dua kategori yaitu mengalami post partum blues dan tidak mengalami post partum blues. Dari tabel 5.8 diketahui

(59)

5.2.Analisis Data

Data di bawah ini akan menggambarkan hubungan anatara faktor psikososial yang terdiri dari usia, paritas, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan terhadap post partum blues pada ibu nifas yang dirawat di ruang nifas RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo pada tanggal 1-31 Maret 2016. Jika nilai p<0,05 maka diartikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara variabel tersebut dengan kejadian post partum blues.

5.2.1. Hubungan antara usia dengan kejadian post partum blues Tabel 5.9 tabel analisis data antara usia dan post partum blues

usia (33,3%) atau sebanyak 20 ibu nifas yang berumur 20-35 tahun mengalami post partum blues. Dengan nilai p sebesar 0,024 yang menunjukkan bahwa ada

(60)

5.2.2. Hubungan antara paritas dengan kejadian post partum blues Tabel 5.10 tabel analisis data antara paritas dan post partum blues

paritas dengan kejadian post partum blues. Ibu primipara mempunyai kemungkinan 3,643 kali mengalami post partum blues.

5.2.3. Hubungan antara pendidikan dengan kejadian post partum blues Tabel 5.11 tabel analisis data antara pendidikan dan post partum blues

(61)

Dari tabel 5.11 dapat diketahui bahwa dari 60 ibu nifas sebagian besar (25%) atau sebanyak 15 ibu nifas dengan pendidikan terakhir SMA ke atas mengalami post partum blues. Dengan nilai p sebesar 0,418, maka tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian post partum blues yang bermakna anatara pendidikan SD dan pendidikan SMP. Nilai p kedua sebesar 0,798, maka tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian post partum blues yang bermakna anatara pendidikan SD dan pendidikan SMA ke atas.

5.2.4. Hubungan antara pekerjaan dengan kejadian post partum blues Tabel 5.12 tabel analisis data antara pekerjaan dan post partum blues

Pekerjaan

Post partum blues

nilai

ya Tidak total

n % n % n % p OR

(CI 95%) Tidak bekerja 33 55% 12 20% 45 75% 0,019 4,125

(1,210-14,059) Bekerja 6 10% 9 15% 15 25%

Jumlah 39 65% 21 35% 60 100%

Dari tabel 5.12 dapat diketahui bahwa dari 60 ibu nifas sebagian besar (55%) atau sebanyak 33 ibu nifas yang tidak bekerja mengalami post partum blues. Dengan nilai p sebesar 0,019 yang menunjukkan bahwa ada hubungan

(62)

5.2.5. Hubungan antara pendapatan dengan kejadian post partum blues Tabel 5.13 tabel analisis data antara usia dan post partum blues

pendapatan

Post partum blues

nilai

ya Tidak total

n % n % n % p OR

(CI 95%) <UMR 25 41,7% 6 10% 31 51,7% 0,009 4,464

(1,412-14,111) UMR ke atas 14 23,3% 15 25% 29 48,3%

Jumlah 39 65% 21 35% 60 100%

(63)

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1.Hubungan Usia Dengan Kejadian Post Partum Blues

Faktor umur juga mempengaruhi terjadinya masalah psikologis pada ibu post partum. Secara umum pada usia remaja memiliki pengetahuan yang terbatas

tentang kehamilan atau kurangnya informasi dalam mengakses pelayanan kesehatan yang ada. Selain itu pada usia tersebut juga belum cukup mencapai kematangan fisik, mental, peran dan aktivitas baru sebagai ibu dalam merawat anaknya. Semakin muda usia ibu melahirkan semakin mudah ibu mengalami post partum blues (Nirwana, 2011).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliani dan Irawati (2013) menyatakan bahwa kejadian post partum blues lebih banyak dialami oleh wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun (81,8%). Dengan hasil penelitian didapatkan angka signifikasi 0,024 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara usia saat melahirkan dengan kejadian post partum blues. Usia yang beresiko tinggi dalam kehamilan dan persalinan

yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mempunyai kemungkinan 4,038 kali mengalami post partum blues.

6.2.Hubungan Paritas Dengan Kejadian Post Partum Blues

Post partum blues dapat terjadi pada semua ibu post partum dari suku dan

(64)

dipicu oleh perasaan belum siap menghadapi lahirnya bayi dan timbulnya kesadaran akan meningkatnya tanggung jawab sebagai ibu.

Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari Priyanti (2013) menyatakan bahwa post partum blues lebih banyak dialami oleh ibu dengan primipara (32,5%). Dengan hasil penelitian didapatkan angka signifikasi 0,038 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian post partum blues. Ibu primipara mempunyai kemungkinan 3,643 kali mengalami post partum blues.

Wanita yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan peran dan aktivitas barunya tersebut dapat mengalami gangguan-gangguan psikologis atau depresi post partum (Savage, 2008). Untuk itu perlu diberikan pendidikan kesehatan

tentang cara-cara perawatan bayi agar ibu dapat beradaptasi dengan peran barunya.

6.3.Hubungan Pendidikan Dengan Kejadian Post Partum Blues

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang turut berperan terhadap kejadian post partum blues. Wanita dengan pendidikan tinggi dapat menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya di luar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak-anak mereka (Kartono, 1992).

(65)

signifikasi 0,513 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian post partum blues.

Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari Priyanti (2013) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian post partum blues.

6.4.Hubungan Pekerjaan Dengan Kejadian Post Partum Blues

Pekerjaan merupakan suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Tuntutan peran ganda wanita sebagai ibu rumah tangga dan wanita karir memerlukan investasi energi. Jika wanita kehabisan energi maka keseimbangan mentalnya terganggu sehingga dapat menimbulkan stres. Stres yang dimaksud disini adalah stres yang menyebabkan ketegangan atau penderitaan psikis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang lebih banyak mengalami post partum blues ialah wanita yang tidak bekerja. Dengan hasil penelitian didapatkan angka signifikasi 0,019 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian post partum blues. Wanita yang tidak bekerja mempunyai kemungkinan 4,125 kali lebih mengalami post partum blues.

(66)

Menurut Latipun (2001) mengatakan bahwa pendidikan seseorang akan mempengaruhi cara berpikir dan cara pandang terhadap diri dan lingkungannya. Penelitian yang dilakukan Reid dan Oliver (2007) didapatkan bahwa yang mengalami post partum blues yaitu yang berpendidikan di bawah SMA yang berpengaruh terhadap kurangnya informasi yang didapat oleh responden. Hal ini sesuai dengan Alwi (2005) yang menyatakan bahwa pengetahuan berhubungan dengan pekerjaan dimana secara umum seorang yang bekerja maka pengetahuan akan tinggi karena banyak mendapatkan informasi penting yang dapat menunjang pengetahuannya.

6.5.Hubungan Pendapatan Dengan Kejadian Post Partum Blues

Keadaan ekonomi yang rendah dapat menimbulkan stress di keluarga yang mempengaruhi depresi ibu setelah melahirkan. Selain itu bisa berasal dari keadaan emosional, seperti konflik dalam keluarga. Bahkan kegiatan yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan seperti kelahiran bayi bisa menimbulkan tekanan karena mereka menimbulkan perubahan baru dalam hidup seorang wanita. Pitriani dalam (Burn A. A, 2009).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Ibrahim (2012) menunjukkan bahwa post partum blues sebagian besar terdapat pada responden yang memiliki status sosial ekonomi kurang yaitu sebanyak 11 responden (37,9%), dan hanya 4 responden (8,5%) yang status ekonominya cukup. penelitian lainnya yang dilakukan oleh (Syafrina, 2011) mengatakan bahwa ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan post partum blues.

(67)

antara pendapatan dengan kejadian post partum blues. Keluarga yang memiliki pendapatan rendah mempunyai kemungkinan 4,464 kali mengalami post partum blues.

6.6.Hubungan Status Kehamilan Dengan Kejadian Post Partum Blues

Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Bobak (2005) bahwa dengan kehamilan yang diharapkan maka seorang ibu akan semakin siap untuk persalinan dan menjadi ibu. Persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu akan sangat menentukan apakan seseorang mengalami post partum blues atau tidak. Adanya persiapan yang baik membuat ibu post partum akan mampu menghadapi masa pasca persalinannya dengan baik.

Dari penelitian ini didapatkan data yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan uji signifikasi antar variabel. Dari 60 responden hanya ada satu responden yang menyatakan tidak dapat menerima kehamilan dan kelahiran ini. Hal ini dapat terjadi karena setiap orang memiliki mekanisme koping stres yang berbeda-beda dalam mengahadapi sesuatu.

Penelitian yang dilakukan Hasjanah (2013) pada ibu primipara yang didiagnosa mengalami post partum blues. Koping yang digunakan ketika mengalami post partum blues adalah assistance seeking, information seeking, direct action, positif reapraisal dan self critism. Skrinner (Sarafino, 2006)

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka konsep hubungan faktor psikososial terhadap kejadian post
Gambar 4.1 Rancangan penelitian hubungan faktor psikososial terhadap kejadian
Tabel 4.1 definisi operasional variabel
Gambar 4.2 Kerangka operasional hubungan faktor psikososial terhadap kejadian
+7

Referensi

Dokumen terkait