• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL PADA MODEL PENYEBARAN VIRUS HIV DALAM TUBUH MANUSIA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL PADA MODEL PENYEBARAN VIRUS HIV DALAM TUBUH MANUSIA SKRIPSI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL

PADA MODEL PENYEBARAN VIRUS HIV DALAM TUBUH MANUSIA

SKRIPSI

WHENI SUKOKARLINDA

PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

(2)

ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL

PADA MODEL PENYEBARAN VIRUS HIV DALAM TUBUH MANUSIA

SKRIPSI

WHENI SUKOKARLINDA

PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

(3)

LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI

Judul : Analisis dan Kontrol Optimal pada Model Penyebaran Virus HIV dalam Tubuh Manusia

Penyusun : Wheni Sukokarlinda NIM : 080810556

Pembimbing I : Dr. Fatmawati, M.Si Pembimbing II : Yayuk Wahyuni, Dra., M.Si Tanggal Seminar : 13 Agustus 2012

Disetujui Oleh :

Pembimbing I

Dr. Fatmawati, M.Si NIP. 19730704 199802 2 001

Pembimbing II

Yayuk Wahyuni, Dra., M.Si NIP. 19641224 199102 2 001

Mengetahui :

Ketua Program Studi S-1 Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Airlangga

(4)

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berkat rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Penyebaran

Virus HIV Dalam Tubuh Manusia”.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Fatmawati, M.Si selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar telah

memberikan banyak pengarahan, masukan, perhatian, pengetahuan.

2. Yayuk Wahyuni, Dra, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan banyak arahan, masukan, waktu, tenaga dan pikiran.

3. Auly Damayanti S.Si., M.Si selaku dosen wali selama menjadi mahasiswa

matematika di Universitas Airlangga yang telah banyak memberikan

pengarahan demi kesuksesan menjadi mahasiswa matematika.

4. Dr. Miswanto, M.Si selaku ketua departemen matematika yang telah

membantu melancarkan proses belajar mengajar selama di perkuliahan.

5. Kedua orang tua, Bapak Sukotjo dan Ibu Susilowati yang telah memberikan

do’a, semangat, kasih sayang, materi yang begitu besar serta pengorbanan

(6)

6. Kakak dan adik, Wempy Gatot Sukowaloyo dan Whendy Suko Trirega yang

telah memberikan masukan, semangat, do’a, dan juga sebagai sumber inspirasi

karena prestasi-prestasi yang telah diraihnya selama menempuh pendidikan.

7. Marisa, Ekaswari Pusparini dan Okta Permatasari sabagai teman terbaik

selama menjadi mahasiswa yang telah memberikan arahan, masukan,

motivasi, serta tempat keluh kesah panulis.

8. Yanuar Dwi Sasongko sebagai teman spesial yang telah memberikan

masukan, arahan, semangat, materi, serta pengorbanannya selama

penyelesaian skripsi.

9. Muhammad Jainal Abidin sabagai teman berharga yang telah memberikan

segala kebaikannya demi mensukseskan penulis.

10.Miming, Adise, Rizki Eka, Desty dan I Putu, serta seluruh teman

seperjuangan matematika angkatan 2008 atas kekeluargaan, dan dukungannya.

Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas

segala bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan-kekurangan.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun terus penulis harapkan agar

skripsi ini dapat lebih baik lagi. Selain itu, semoga skripsi ini dapat bermanfaat

dan menambah pengetahuan pembaca dan menjadi salah satu hal yang bisa

mendongkrak IPTEK di Indonesia.

Surabaya, Agustus 2012 Penulis

(7)

Wheni Sukokarlinda, 2012, Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia. Skripsi ini di bawah bimbingan

Dr. Fatmawati, M.Si dan Yayuk Wahyuni, Dra., M.Si, Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

ABSTRAK

Virus HIV merupakan salah satu virus yang dapat menyebabkan penyakit

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dengan cara menyerang sistem

kekebalan tubuh. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik. Penyakit akibat HIV sangat berbahaya dan harus dicegah penyebarannya. Dari permasalahan tersebut, pada skripsi ini akan dibentuk model Penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia serta menganalisis kestabilan model dan menentukan bentuk kontrol optimal. Dalam menentukan kestabilan sistem digunakan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz sedangkan untuk menentukan bentuk kontrol

optimal digunakan Prinsip Maksimum Pontryagin. Berdasarkan hasil analisis model

tanpa kontrol diperoleh dua titik setimbang yaitu titik setimbang bebas penyakit = ( dan titik setimbang endemik = ( ) Titik setimbang akan stabil asimtotis jika nilai ambang batas < dan akan stabil asimtotis jika > sedangkan bentuk kontrol optimalnya adalah ( ( ( ) ) Hasil simulasi menunjukkan keefektifan

pengendalian dengan pengontrol (obat ARV) yang dapat mengurangi populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV sehingga penyebaran virus HIV dapat ditekan dan dapat memaksimumkan sel CD4 yang sehat dengan biaya pemberian obat ARV yang minimum.

Kata Kunci: HIV, Kriteria Kestabilan Routh-Hurwitz, Kontrol Optimal, Nilai

(8)

Wheni Sukokarlinda, 2012, Analysis and Optimal Control of Model Spread of HIV Virus in Human Body. This final project is under advised by Dr. Fatmawati,

M.Si and Yayuk Wahyuni, Dra., M.Si, Matematics Departement, Science and Technology Faculty, Airlangga University, Surabaya.

ABSTRACT

HIV is one of the viruses which can cause a disease called Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) by attacking the immune system. People who are exposed to this virus will become susceptible to opportunistic infections. Diseases caused by HIV is very dangerous and should be prevented from spreading. Of These problems, in this thesis will be established models HV virus spread in the human body and also analyze the stability of the model and determine the optimal control shape.In determining the stability of the system we used Routh-Hurwitz stability criteria, and to determine the optimal control form we used Pontryagin Maximum Principle. Based on the analytical model without control, the results obtained two equilibrium points, they are the disease-free equilibrium point = ( and the endemic equilibrium point = ( ) The equilibrium point will be asymptotically stable if the threshold value < and will be asymptotically stable if > , while the optimal control form is ( ( ( ) ) The simulation result showed the effectiveness of

control by a controller (ARV drugs) which can reduce the population of CD4 cells infected by HIV virus so that the spreading of HIV virus can be suppressed and be able to maximize the healthy CD4 cells with the minimum cost of ARV drugs.

Keywords: HIV, Routh-Hurwitz Stability Criterion, Optimal Control, Threshold

(9)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 3

1.5 Batasan Masalah ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sel CD4 ... 5

2.2 HIV ... 6

(10)

2.5 Kestabilan dari Sistem Linier ... 14

2.6 Masalah Kontrol Optimal ... 17

2.7 Prinsip Maksimum Pontryagin ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Model HIV ... 22

4.2 Titik Setimbang Model ... 27

4.3 Analisis Kestabilan Lokal ... 30

4.3.1 Kestabilan Lokal Titik Setimbang Bebas Penyakit ... 30

4.3.2 Kestabilan Lokal di Titik Setimbang Endemi ... 34

4.4 Penyelesaian Kontrol Optimal ... 37

4.5 Simulasi ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

4.1 Interaksi Model HIV 24

4.2 Parameter model HIV dan Nilainya 42

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 HIV mengikat pada reseptor sel CD4 5

2.2 Struktur virus HIV 7

4.1 Diagram blok model HIV sebelum diberi pengontrol 25

4.2 Populasi sel CD4 yang sehat sebelum diberi pengntrol

(obat ARV)

45

4.3 Populasi sel CD4 yang sehat setelah diberi pengontrol

(obat ARV)

45

4.4 Populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV sebelum

diberi pengontrol (obat ARV)

46

4.5 Populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV setelah

diberi pengontrol (obat ARV)

47

4.6 Populasi virus HIV sebelum diberi pengontrol (obat

ARV)

48

4.7 Populasi virus HIV setelah dieri pengontrol (obat

ARV)

49

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Lampiran

1. Skrip M-File pada MATLAB untuk Model Penyebaran Virus HIV Tanpa

Pengontrol.

2. Skrip M-File pada MATLAB untuk Model Penyebaran Virus HIV degan

Pengontrol.

3. Output pada Command Window MATLAB untuk Model Penyebaran

Virus HIV Tanpa Pengontrol.

4. Output pada Command Window MATLAB untuk Model Penyebaran

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekabalan tubuh manusia akibat

infeksi virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV sendiri

merupakan virus yang memperlemah kekebalan tubuh manusia dengan cara

menyerang sel CD4. Sel CD4 adalah salah satu jenis dari sel darah putih (limfosit)

yang merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh. Orang yang terkena

virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik (penyakit yang muncul

karena sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau melemah).

Pada Januari 2006, Joint United Nations Programme on HIV and AIDS

(UNAIDS) dan World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa AIDS

telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali

ditemukan pada tahun 1981. Di Jakarta hingga Juni tahun 2011 penderita HIV

mencapai 1.184 orang (Wardah, 2012). Data tersebut diperoleh dari Sistem

Informasi AIDS Jakarta. Nominal tersebut diperoleh hanya dalam satu daerah,

belum di daerah-daerah lain di Indonesia. Besarnya jumlah kematian disebabkan

karena virus HIV menunjukkan bahwa penyakit tersebut sangat berbahaya dan

harus dicegah penyebarannya.

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan bidang matematika, ilmuwan

(15)

HIV, salah satunya dengan mengkonstruksikan dinamika penyebaran virus HIV

dalam bentuk model matematika. Model penyebaran virus HIV tersebut dapat

ditinjau dari sisi internal (di dalam tubuh manusia) dan eksternal (di luar tubuh

manusia atau lingkungan sekitar). Pada penelitian ini akan dibahas mengenai

model penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia [14], karena penyebaran virus

HIV dari dalam tubuh masih sulit untuk ditangani, karena obat untuk

menyembuhkan penyakit HIV masih belum ditemukan. Di dalam model

penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

populasi/jumlah sel CD4 yang belum terkena virus HIV, populasi Sel CD4 yang

telah terinfeksi virus HIV, dan populasi virus HIV. Secara garis besar, model

penyebaran virus HIV dalam tubuh menggambarkan alur penyebaran dari sel CD4

yang sehat menjadi terinfeksi dengan faktor–faktor penting yang mempengaruhi.

Untuk menekan penyebaran virus HIV dalam tubuh dapat digunakan suatu

pengontrol berupa obat.

Berdasarkan World Health Organization (WHO), penyebaran virus HIV

dapat ditekan dengan pemberian obat Antiretroviral (ARV). Pemberian obat ARV

masih dipercaya sebagai cara yang efektif dalam menekan penyebaran virus HIV

dalam tubuh, karena obat tersebut dapat menghambat replikasi virus HIV dalam

tubuh manusia. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju

perkembangan virus HIV, namun penyakit ini belum benar – benar dapat

disembuhkan.

Berdasarkan permasalahan tersebut, dalam penelitian ini penulis akan

(16)

sel CD4 serta virus HIV dengan pemberian obat ARV. Untuk mengoptimalkan

pemberian obat ARV digunakan prinsip Maksimum Pontryagin, sehingga

diharapkan perkembangan virus HIV dapat ditekan dan jumlah sel CD4 yang

sehat dapat meningkat.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana kestabilan dari titik setimbang pada model penyebaran virus HIV

dalam tubuh?

2. Bagaimana bentuk kontrol yang optimal dari model penyebaran virus HIV

dalam tubuh dengan pemberian obat ARV?

1.3 Tujuan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Mendapatkan kestabilan dari titik setimbang pada model penyebaran virus

HIV dalam tubuh.

2. Mendapatkan bentuk kontrol yang optimal dari model penyebaran virus HIV

dalam tubuh dengan pemberian obat ARV.

1.4 Manfaat

Manfaat yang akan dicapai dari skripsi ini adalah memberikan pengetahuan

(17)

pengendalian optimalnya dengan menggunakan obat, sehingga hasil dari skripsi

ini dapat berguna untuk mengontrol penyebaran virus HIV dalam tubuh.

1.5 Batasan Masalah

Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka ruang lingkup penyelesaian

penulisan skripsi ini dibatasi dengan:

1. Model HIV diamati dalam 1 ml darah yang jumlah sel CD4 antara 800-1200

sel.

2. Model HIV dan parameter yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari

Shirazian dan Farahi (2010).

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam skripsi ini, tinjauan pustaka yang digunakan adalah sebagai

berikut:

2.1 Sel CD4

Menurut Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah (UKLW) Balikpapan [5], sel

T dibagi menjadi dua jenis yaitu Sel T-4 (CD4 atau CD4+) dan sel T-8 (CD8). Sel

CD4 adalah salah satu jenis dari sel darah putih (limfosit) yang merupakan bagian

penting dari sistem kekebalan tubuh, sedangkan sel CD8 adalah sel penekan yang

mengakhiri tanggapan kekebalan. Sel CD8 juga disebut sebagai sel pembunuh,

karena sel tersebut membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi virus. Sel CD4

memiliki protein pada permukaannya, protein tersebut bekerja sebagai reseptor

untuk HIV. Virus HIV menempel pada reseptor CD4 itu seperti kunci dan

gembok.

Sumber : http://www.thebody.com

(19)

Sel CD4 merupakan sel penting sehubungan dengan Human Immunodeficiency

Virus (HIV), karena saat HIV menulari manusia, sel yang terinfeksi adalah sel

CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian dari sel CD4. Setelah lama orang

terinfeksi HIV, jumlah sel CD4 orang tersebut semakin menurun. Ini tanda bahwa

sistem kekebalan tubuh semakin rusak. Semakin rendah jumlah CD4, semakin

mudah untuk sakit. Ada jutaan kelompok sel CD4 dalam tubuh manusia. Setiap

kelompok sel CD4 dirancang khusus untuk melawan kuman tertentu. Saat HIV

mengurangi jumlah sel CD4, beberapa kelompok sel CD4 dapat diberantas total.

Jika hal itu terjadi, maka orang tersebut akan kehilangan kemampuan untuk

melawan kuman yang seharusnya dihadapi oleh kelompok sel CD4.

2.2 HIV

Menurut Jenny (2006), Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu

virus yang dapat menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome

(AIDS). Virus ini menyerang manusia lebih khususnya menyerang sistem

kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan

infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus HIV dalam tubuh akan menyebabkan

defisiensi (kekurangan) sistem imun.

Menurut Schoub (1999), berdasarkan strukturnya HIV memiliki diameter

100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval. Selubung virus HIV

berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun dari lipida. Di dalam

selubung tersebut terdapat bagian yang disebut sebagai protein matriks. Selain itu

(20)

yaitu genom dan kapsid. Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang

berupa dua kopi utas tunggal RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang

membungkus dan melindungi genom.

`

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/HIV Gambar 2.2 Struktur virus HIV

Seperti virus pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan

memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan partikel

virus dengan reseptor pada permukaan sel inang, di antaranya adalah CD4 dan

CXCR5 yang ada pada sel darah putih. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel

dendrit, sel CD4, dan makrofaga. Sel-sel tersebut terdapat pada permukaan

lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina dan oral yang biasa menjadi tempat

awal infeksi HIV. Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah serta

bereplikasi di noda limpa. Setelah menempel, selubung virus akan melebur (fusi)

dengan membran sel sehingga isi partikel virus akan terlepas di dalam sel.

Selanjutnya, enzim transkriptase yang dimiliki HIV akan mengubah genom virus

(21)

manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan DNA manusia. DNA

virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat bertahan

cukup lama di dalam sel. Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang memiliki

sel inang akan memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah

menjadi mRNA. Kemudian, mRNA akan dibawa keluar dari inti sel dan menjadi

cetakan untuk membuat protein dan enzim HIV. Sebagian RNA dari provirus

merupakan genom RNA virus. Bagian genom RNA tersebut akan dirakit dengan

protein dan enzim hingga menjadi virus utuh. Pada tahap perakitan inti virus,

enzim protease virus berperan penting untuk memotong protein panjang menjadi

bagian pendek yang menyusun inti virus. Apabila HIV utuh telah matang, maka

virus tersebut dapat keluar dari sel inang dan mendapatkan selubung dari

membran permukaan sel inang, sehingga menjadi virus baru hasil replikasi

terhadap sel inang (sel CD4). Virus yang baru tersebut akan terus bereplikasi

dengan sel CD4 lain yang ada pada tubuh manusia. Karena sel CD4 berada pada

sel darah putih yang mengalir keseluruh tubuh manusia, maka sel CD4 yang

terinfeksi HIV juga akan menyebar keseluruh tubuh manusia sehingga

menimbulkan penyakit salah satunya yaitu AIDS.

HIV dapat ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak

membran mukosa atau jaringan yang terluka dengan cairan tubuh tertentu yang

berasal dari penderita HIV. Cairan tertentu itu meliputi darah, semen, sekresi,

cairan vagina, dan ASI. Beberapa jalur penularan HIV yang telah diketahui adalah

melalui hubungan seksual, pemberian ASI dari ibu ke anak, penggunaan

(22)

Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat yang benar-benar dapat

menyembuhkan penyakit HIV atau AIDS. Satu-satunya cara yang diketahui untuk

penekanan virus HIV adalah pemberian obat antiretroviral (ARV) yang pada

dasarnya hanya untuk menghambat replikasi virus HIV dalam tubuh.

2.3 Matriks

Definisi 2.1 Jika merupakan matriks berukuran , maka vektor tak nol

di dalam dinamakan vektor eigen dari jika adalah kelipatan skalar

dari , yakni:

Skalar dinamakan nilai eigen dari dan dikatakan vektor eigen yang

bersesuaian dengan .

Teorema 2.2 Jika merupakan matriks berukuran maka

pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen satu sama lain:

(a) adalah nilai eigen dari .

(b) Sistem persamaan ( ) mempunyai solusi tak trivial.

(c) Ada vektor tak nol didalam sehingga .

(d) adalah solusi dari persamaan karakteristik det( )

(Anton, 1987)

Definisi 2.3 Jika merupakan matriks berukuran , dan adalah skalar

maka eksponensial matriks didefinisikan sebagai:

(23)

Lemma 2.4 Jika adalah matriks yang mempunyai invers maka ( )

Definisi 2.5 Matriks yang berukuran dapat didiagonalkan, jika terdapat

sebuah matriks invertible , sehingga berlaku:

dengan

[

]

adalah nilai eigen dari matriks , dengan .

(Weisstein, 1999)

Berdasarkan Lemma 2.4 dan Definisi 2.5 diperoleh:

( )

Dari persamaan di atas, dapat digunakan untuk mencari nilai dari .

Contoh: Misalkan matriks *

+. Nilai eigen dari adalah

dan . Berdasarkan nilai eigen tersebut diperoleh vektor eigen yang

bersesuaian dengan dan berturut-turut adalah ( ) dan

( ), oleh karena itu

( ), (

(24)

Dari hasil tersebut didapatkan

(25)

[

],

dan turunan terhadap (dapat berupa waktu) adalah

dengan setiap elemen dari matriks diturunkan atau diintegralkan terhadap .

(Graham, 1980)

Definisi 2.9 Sistem persamaan diferensial orde satu dalam tiga persamaan

disebut sebagai sistem autonomous jika dapat ditulis ke dalam bentuk :

(26)

( )

( )

dengan fungsi dan tidak tergantung pada waktu atau dengan kata

lain variabel tidak muncul secara eksplisit.

(Jones, 2003)

Contoh: Sistem

( ) ( )

( ) ( ) ( )

merupakan sistem autonomous, sedangkan sistem

( ) ( )

( ) ( )

bukan merupakan sistem autonomouus.

Definisi 2.10 Diberikan persamaan diferensial automous

( ). Titik ̅

dikatakan titik setimbang jika memenuhi ( ̅) .

(Olsder, 1992 )

Definisi 2.11 Sebuah persamaan diferensial linear dalam variabel ( ) ( ) ( ) dapat dinyatakan sebagai:

( )

(27)

dengan adalah konstanta.

Sedangkan sistem persamaan diferensial linear dengan persamaan dan

variabel, dinyatakan sebagai:

̇ ( ) ( ) ( ) ( )

̇ ( ) ( ) ( ) ( )

̇ ( ) ( ) ( ) ( )

dengan adalah skalar dengan sehingga dapat dinyatakan

dalam bentuk:

̇( ) ( ) ( )

Dengan dan ( ) dinamakan vektor keadaan (state). Solusi dari

sistem (2.1) adalah

( )

dimana ( ) dinamakan nilai awal dari system

(Bronson, 2007)

2.5 Kestabilan dari Sistem Linier

Definisi 2.12 Sistem linier ̇( ) ( ) dikatakan stabil asimtotis jika

( )

dengan ( ) adalah solusi dari sistem tersebut.

(28)

Teorema 2.13 Sistem ̇( ) ( ) adalah stabil asimtotis jika dan hanya jika

semua nilai eigen dari , yakni ( ) mempunyai bagian real negatif dan

dinotasikan sebagai ( ( )) .

(Zhou, 1996)

Pada permasalahan tertentu kestabilan dari titik setimbang tidak dapat

diamati karena tanda bagian real dari nilai eigen tidak mudah ditentukan, oleh

karena itu perlu digunakan metode lain untuk menentukan tanda bagian real dari

nilai eigen . Kriteria Routh-Hurwitz adalah suatu metode untuk menunjukkan

kestabilan sistem dengan memperhatikan koefisien dari persamaan karakteristik

tanpa menghitung akar-akar karakteristik secara langsung.

Teorema 2.14 (Kriteria Routh-Hurwitz) Diberikan persamaan karakteristik:

(2.2)

dengan , , adalah bilangan real. Diberikan matriks Hurwitz

dinotasikan , yang berisi koefisien dari persamaan karakteristik (2.2)

(29)

Akar-akar persamaan karakteristik (2.2) akan negatif atau mempunyai

bagian real negatif jika dan hanya jika ( ) .

Menurut Kriteria Routh-Hurwitz, akar-akar persamaan karakteristik (2.3) bernilai

(30)

 det |

| sehingga akibatnya

( ) maka didapatkan dua kondisi, yaitu

i. dan

ii. dan

Untuk kondisi (ii) tidak mungkin terjadi, karena jika maka tidak akan

terpenuhi . Sehingga dapat disimpulkan bahwa akar-akar

persamaan karakteristik (2.3) bernilai negatif atau mempunyai bagian real negatif

jika dan hanya jika

dan

2.6 Masalah Kontrol Optimal

Pada umumnya masalah kontrol optimal adalah suatu masalah dengan

tujuan mencari kontrol ( ) yang dapat mengoptimalkan (memaksimumkan atau

meminimumkan) indeks performansi. Indeks performansi diformulasikan sebagai

berikut:

( ( ) ) ∫ ( ( ) ( ) ) (2.4)

dengan kendala

̇ ( ( ) ( ) ) ( ) (2.5)

dengan dan masing-masing adalah waktu awal dan akhir, dan adalah

(31)

Kontrol ( ) merupakan kontrol optimal, jika disubstitusikan ke dalam

sistem (2.5) akan memperoleh keadaan yang optimal ( ) dan pada saat yang

sama juga dapat mengoptimalkan indeks performansi (2.4).

(Lewis, 1995)

2.7 Prinsip Maksimum Pontryagin

Dalam menyelesaikan permasalahan kontrol optimal, salah satu metode

yang dapat digunakan adalah prinsip maksimum Pontryagin. Prinsip maksimum

pontryagin merupakan suatu kondisi sehingga dapat diperoleh penyelesaian

kontrol optimal yang sesuai dengann tujuan (memaksimalkan indeks

performansi).

Prosedur menyelesaikan masalah kontrol optimal dengan menggunakan

prinsip maksimum Pontryagin adalah sebagai berikut:

Diberikan persamaan state:

̇ ( ( ) ( ) ) (2.6)

dengan ( ) dan ( ) , dan indeks performansi:

( ( ) ) ∫ ( ( ) ( ) ) (2.7)

dimana nilai kondisi batas ( ) dan diberikan, dan ( ) bebas.

Syarat cukup untuk memaksimalkan indeks performansi adalah

mengkonversi persamaan (2.6) dan (2.7) ke dalam masalah memaksimalkan

fungsi Hamiltonian. Untuk mendapatkan syarat tersebut dilakukan

(32)

1. Bentuk fungsi Hamiltonian yaitu kombinasi fungsi dari suatu masalah

( ( ( ) ( ) )) dan perkalian fungsi subyek berbentuk persamaan

diferensial ( ( ( ) ( ) )) dengan suatu faktor pengali yang dinamakan

pengali Lagrange ( ). Berikut bentuk fungsi Hamiltonian:

( ( ) ( ) ( ) ) ( ( ) ( ) ) ( ) ( ( ) ( ) )

2. Maksimumkan terhadap semua vektor kontrol ( ) yaitu

( ) sehingga diperoleh ( ) ( ( ) ( ) )

3. Gunakan hasil dari Langkah 2 ke dalam Langkah 1 dan tentukan yang

optimal, yaitu

( ( ) ( ) ( ) ) ( ( ) ( ) )

4. Selesaikan sekumpulan persamaan:

1. Persamaan state yaitu persamaan kendala pada model

̇ ( ) ( *

dengan diberikan nilai ( ) .

2. Persamaan co-state atau persamaan adjoint ( ) yang terkait dengan

kendala akumulasi dari variabel keadaan.

̇ ( ) ( *

dengan diberikan nilai ( ) ( )

5. Untuk memperoleh kontrol yang optimal, substitusikan solusi ( ) dan

( ) dari Langkah 4 ke dalam kendali optimal ( ) pada Langkah 2.

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

Langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Mengkaji model dasar penyebaran virus HIVdalam tubuh.

2. Menentukan titik setimbang pada Langkah 1.

3. Melinierisasi sistem pada Langkah 1 dengan menggunakan matriks Jacobian.

4. Menguji kestabilan dari titik setimbang yang diperoleh pada Langkah 2

dengan menggunakan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz.

5. Mengkonstruksi input kontrol pada model HIV.

6. Mendefinisikan indeks performansi berdasarkan Prinsip Maksimum

Pontryagin.

7. Menentukan input kontrol yang optimal pada Langkah 5, dengan tahap-tahap

sebagai berikut:

1. Membentuk fungsi hamiltonian.

2. Memaksimumkan fungsi hamiltonian sehingga diperoleh fungsi kontrol

optimal.

3. Menentukan bentuk fungsi hamiltonian yang optimal.

4. Menyelesaikan persamaan state dan co-state.

5. Mensubstitusi solusi dari tahap 4 ke dalam fungsi kontrol optimal pada

(34)

8. Mensubstitusikan input kontrol yang telah didapat pada Langkah 7 ke dalam

sistem sehingga diperoleh bentuk sistem umpan balik keadaan (State

Feedback) yang optimal.

9. Mensimulasikan hasil model HIV tanpa input dan dengan input kontrol dalam

bentuk numerik menggunakan software MATLAB.

(35)

BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai kestabilan model HIV dan kontrol

optimal. Dari model HIV akan dicari titik setimbang yang kemudian dianalisis

kestabilan dari setiap titik tersebut. Berikutnya akan dicari bentuk kontrol optimal

dari model HIV menggunakan Prinsip Maksimum Pontryagin dan disimulasikan

menggunakan toolbox DOTcvp pada software MATLAB.

4.1 Model HIV

Pada umumnya, ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi

HIV pada manusia, baik secara internal (dalam tubuh manusia) maupun eksternal

(keadaan atau lingkungan sekitar). Namun pada penulisan ini, dibentuk

asumsi-asumsi yang membatasi kasus infeksi HIV dan struktur populasi sebagai berikut:

1. Infeksi HIV terjadi secara internal yaitu didalam tubuh manusia.

2. Tidak ada virus lain yang menyerang tubuh selain virus HIV.

3. Populasi terdiri atas tiga subpopulasi, yaitu:

( ) adalah populasi sel CD4 yang sehat (belum terkena virus HIV) pada

saat .

( ) adalah populasi sel CD4 yang telah terinfeksi virus HIV pada saat .

( ) adalah populasi virus HIV saat .

4. Laju pertumbuhan sel CD4 dalam tubuh konstan.

(36)

Berikut adalah notasi dan definisi dari masing-masing variabel yang

digunakan dalam pembahasan ini:

̇( ) adalah laju perubahan populasi sel CD4 yang sehat pada saat

̇( ) adalah laju perubahan populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV

saat

̇( ) adalah laju perubahan populasi virus HIV saat

( ) adalah populasi sel CD4 yang sehat pada saat

( ) adalah populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV saat

( ) adalah populasi virus HIV saat

 adalah laju pertumbuhan sel CD4 yang sehat

 adalah laju kematian sel CD4 yang sehat secara alami

 adalah laju sel CD4 yang terinfeksi virus HIV

 adalah laju kematian sel CD4 yang terifeksi virus HIV

 adalah laju replikasi virus HIV di dalam sel CD4

 adalah laju kematian virus HIV secara alami

 adalah bobot dari pengontrol (obat ARV)

( ) adalah presentase input kontrol berupa dosis obat ARV saat

 adalah batas atas pengontrol

 adalah batas bawah pengontrol

 adalah waktu awal pengamatan saat sel CD4 yang terinfeksi virus HIV

(37)

 adalah waktu akhir pengamatan saat sel CD4 yang terinfeksi virus HIV

Selain itu, dalam ilmu fisika kelajuan merupakan salah satu besaran turunan yang

tidak bergantung pada arah, sehingga kelajuan termasuk skalar. Seperti jarak,

kelajuan termasuk besaran skalar yang nilainya selalu positif, sehingga dalam

model HIV, diasumsikan:

(4.2)

Berdasarkan asumsi-asumsi dan notasi yang telah dijelaskan, maka dapat

(38)

Sel CD4 yang terinfeksi virus HIV

mengalami kematian ̇

Replikasi virus HIV di dalam sel CD4 ̇

Virus HIV yang mati secara alami ̇

Dari Tabel 4.1 maka dapat dibentuk ke dalam diagram blok sebagai berikut

Keterangan:

: akan mengalami penambahan populasi, namun tidak mengurangi

populasi .

: menyerang namun tidak mempengaruhi jumlah dan .

Gambar 4.1 Diagram blok model HIV sebelum diberi pengontrol

𝒔

𝜸𝑻

𝜷𝑻𝑽

(39)

Dari gambar 4.1, panah masuk mengartikan bahwa pada , , dan akan

meningkatkan/ menambah jumlah populasi di setiap populasi , , dan . Untuk

panah keluar dari , , dan mengartikan bahwa pada , , dan akan

menurunkan/ mengurangi jumlah populasi di setiap populasi , , dan .

Sedangkan untuk garis putus.putus dari ke menunjukkan bahwa pada akan

mengalami penambahan populasi, namun tidak mengurangi populasi , karena

dalam kasus ini replikasi virus HIV terjadi pada sel CD4 yang terinfeksi, namun

pada saat menghasilkan virus HIV, jumlah sel CD4 tidak berkurang.

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 di atas, maka dapat dibentuk suatu

model penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia sebagai berikut:

̇ ( )

̇ ( )

̇ ( )

Pada Persamaan (4.3) laju perubahan sel CD4 yang sehat akan meningkat

karena dipengaruhi oleh laju pertumbuhan sel CD4 dan akan menurun karena

adanya sel CD4 yang mati secara alami serta interaksi antara sel CD4 yang sehat

dengan virus HIV. Pada Persamaan (4.4) laju perubahan sel CD4 yang terinfeksi

virus HIV akan meningkat karena penambahan jumlah sel CD4 yang terinfeksi

virus yang diakibatkan adanya kontak atau interaksi antara sel CD4 yang sehat

dengan virus HIV dan menurun karena adanya sel CD4 yang terinfeksi virus HIV

(40)

HIV akan terus bertambah karena virus mengalami replikasi didalam sel CD4 dan

akan menurun ketika virus HIV mengalami mati secara alami.

Untuk menganalisis kestabilan sistem dari model HIV di atas, maka

langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan titik setimbang dari model

tersebut. Sebelum itu, karena model berbentuk nonliner maka perlu dilakukan

pelinieran terlebih dahulu dengan menggunakan matriks Jacobian. Selanjutnya

Titik setimbang tersebut disubstitusikan pada persamaan model HIV yang telah

dilinierkan sehingga dapat dibentuk persamaan karakteristik untuk mendapatkan

nilai karakteristik, dimana nilai karakteristik tersebut akan digunakan untuk

menentukan kestabilan dari sistem tersebut. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan

pada subab berikut.

4.2 Titik Setimbang Model

Berdasarkan Definisi 2.10, model penyebaran virus HIV dalam tubuh

akan memiliki titik setimbang jika memenuhi . Pada model ini

terdapat dua titik setimbang yaitu titik setimbang bebas penyakit dan titik

setimbang endemi.

Titik setimbang bebas penyakit adalah suatu kondisi dimana tidak terjadi

penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia. Titik tersebut didapatkan pada saat

yakni suatu keadaan dimana tidak terjadi infeksi virus HIV pada sel CD4

dan yakni keadaan dimana tidak ada virus HIV dalam tubuh manusia. Titik

setimbang bebas penyakit ini dapat dinyatakan dalam ( ) ( )

(41)

̇

(4.6)

̇

(4.7)

̇

(4.8)

Berdasarkan Persamaan (4.6), (4.7), dan (4.8) maka didapatkan titik

setimbang bebas penyakit = ( ).

Titik setimbang endemik yaitu suatu kondisi dimana terjadi penyebaran

virus HIV dalam tubuh manusia yang menyerang sel CD4. Titik setimbang

endemik dinyatakan dalam ( ), dengan mengasumsikan

dan diperoleh:

̇

(4.9)

̇

(4.10)

Substitusi Persamaan (4.9) dan (4.10) ke dalam persamaan ̇

(42)

( ) ( )

(4.11)

Substitusi Persamaan (4.11) ke dalam Persamaan (4.10), diperoleh:

( )

(4.12)

Kemudian substitusi Persamaan (4.11) ke dalam Persamaan (4.9), diperoleh

( ( ))

(4.13)

Berdasarkan persamaan (4.11), (4.12), dan (4.13) didapatkan titik

setimbang endemik = ( ). Setelah didapatkan titik

setimbang bebas penyakit dan endemik selanjutnya akan dianalisis

(43)

4.3 Analisis Kestabilan Lokal

Pada sistem Persamaan (4.3), (4.4), dan (4.5) dalam model HIV terlihat

bahwa sistem tersebut merupakan sistem autonomous yang tak linier, maka untuk

mendapatkan kestabilan dari sistem model HIV di titik-titik kesetimbangan

dan perlu dilakukan pelinieran terlebih dahulu menggunakan matriks Jacobian.

Misalkan persamaan-persamaan dari model HIV didefinisakan sebagai:

̇ = ( ) (4.14)

̇ ( ) (4.15)

̇ ( ) (4.16)

Dengan menggunakan Definisi 2.6, maka matriks Jacobian dari sistem Persamaan

(4.14), (4.15) dan (4.16) adalah

Berdasarkan Teorema 2.4 mengenai kestabilan, maka dengan menggunakan nilai

eigen dari matriks dapat ditentukan kestabilan dari sistem. Karena pada kasus ini

diperoleh dua titik setimbang yaitu titik setimbang bebas penyakit dan endemik

, maka perlu dilakukan analisis kestabilan disetiap titik tersebut.

4.3.1 Kestabilan Lokal di Titik Setimbang Bebas Penyakit

Matriks Jacobian dari titik setimbang bebas penyakit ( )

(44)

(

)

(4.18)

Selanjutnya berdasarkan matriks Jacobian (4.18) dapat dibentuk persamaan

karakteristik dari matriks (4.18) dengan menggunakan ( ) , yaitu

Berdasarkan Teorema 2.14, maka dari persamaan karakteristik (4.19) diperoleh:

(45)

Berdasarkan Persamaan (4.19), syarat agar titik setimbang bebas penyakit stabil

asimtotis, adalah

dan

Pertama akan ditunjukkan bahwa . Karena laju kematian virus HIV

( ) laju kematian sel CD4 yang terinfeksi virus HIV ( ), dan laju kematian sel

CD4 secara alami ( ) bernilai positif, maka jelas bahwa:

(4.20)

Agar maka

(4.21)

(4.22)

Dari uraian di atas, jika maka . Selanjutnya didefinisikan

sebagai bilangan reproduksi dasar yang menyatakan banyaknya kasus baru dari

sel terinfeksi yang muncul akibat masuknya sel terinfeksi dalam suatu populasi

virgin. Dalam kasus ini, bilangan reproduksi dasar didefinisikan sebagai rasio

pertumbuhan dan kematian dari populasi sel CD4 yang sehat, sel CD4 yang

terinfeksi dan virus HIV. Dari sini bilangan reproduksi dasar dapat digunakan

sebagai tolok ukur terjadi atau tidaknya suatu penyakit. Sehingga

(46)

Dengan syarat di atas akan ditunjukkan bahwa .

Perhatikan kembali bahwa , sehingga berlaku atau

, akibatnya

(4.23)

Terakhir akan dibuktikan bahwa , atau ,

( ) ( ) ( )

)

Perhatikan kembali bahwa , sehingga . Karena diperoleh

yang berarti Selain itu karena diperoleh

yang berarti sehingga

( )

( ) ( )

(4.24)

(47)

Teorema 4.1 Titik setimbang bebas penyakit pada model HIV akan stabil

asimtotis pada ( ), jika memenuhi nilai ambang batas bebas

penyakit

=

4.3.2 Kestabilan Lokal di Titik Setimbang Endemik

Matriks Jacobian dari titik setimbang endemik ( )

Selanjutnya dapat dibentuk persamaan karakteristik dari matriks (4.25) dengan

(48)

(( )( )( )) (( ) ( )( ))

(( ) ( ) ( ))

( )( ) ( )

( ) ( ) ( ) (4.26)

Berdasarkan Teorema 2.14, maka dari persamaan karakteristik (4.26) diperoleh:

Berdasarkan Persamaan (4.26), syarat agar titik setimbang endemik stabil

asimtotis adalah

dan .

Pembuktian pertama yaitu , berdasarkan asumsi (4.2) maka jelas

terpenuhi bahwa:

(4.27)

serta untuk pembuktian terlihat jelas bahwa:

(49)

Berdasarkan (4.26), dengan proses yang sama pada saat mencari syarat kestabilan

pada titik setimbang bebas penyakit, untuk titik setimbang endemik jika dipenuhi

maka . Sehingga didapatkan bilangan reproduksi

dasar endemik = atau disebut sebagai nilai ambang batas endemik.

Selanjutnya akan dibuktikan atau

( ) ( )

Berdasarkan asumsi (4.2) maka

(4.30)

Berdasarkan uraian di atas diperoleh teorema berikut:

Teorema 4.2 Titik setimbang endemik pada model HIV akan stabil asimtotis

pada ( ) jika memenuhi nilai ambang batas bebas

penyakit

= .

Selanjutnya untuk mendapatkan jumlah sel CD4 sehat yang maksimum

dengan biaya pengobatan yang minimal, maka perlu dicari bentuk kontrol optimal

(50)

4.4 Penyelesaian Kontrol Optimal

Pada masalah kontrol optimal ini, tujuan yang akan dicapai adalah

memaksimalkan sel CD4 yang sehat dengam meminimalkan biaya pengontrol

(obat ARV). Pada tahap ini akan didapatkan bentuk pengontrol (obat ARV) yang

optimal menggunakan Prinsip Maksimum Pontryagin. Dari tujuan tersebut dapat

dibentuk fungsi tujuan sebagai berikut:

( ) ∫ ( ) (4.31)

dengan variabel kontrol adalah dan variabel keadaannya [ ].

Pada model HIV, pemberian pengontrol (obat ARV) diberikan saat sel CD4

diserang oleh virus HIV, oleh karena itu bentuk Constrain dari fungsi tujuan

(4.31) adalah

̇ ( )

̇( ) ( )

̇

dengan kondisi batas

dan

yang berarti bahwa waktu yang digunakan yaitu waktu dari awal pengamatan saat

diberi pengontrol ( ) sampai waktu terakhir pengamatan setelah diberi

(51)

( ) dibatasi dari 0 sampai 1 ( dari 0% sampai 100%). Untuk nilai awal dari

seluruh populasi diasumsikan bernilai positif yang dinotasikan dengan

( ) ( ) ( )

Berdasarkan Prinsip Maksimum Pontryagin (2.7), hal pertama yang harus

dilakukan adalah menentukan fungsi Hamiltonian. Berikut bentuk fungsi

Hamiltonian:

( ) ( ) ( )

( ) ( ) (

( ) ( ( ))

)

( ( )) ( ( ) )

( )

Untuk mendapatkan kondisi optimal maka harus memenuhi kondisi stasioner dari

( ) dengan menyelesaikan persamaan state ̇ dan co-state ̇. Berikut

kondisi stasioner yang harus dipenuhi:

( )

Karena batasan nilai , , maka diperoleh beberapa kemungkinan hasil

(52)

{

( ) ( )

( )

( )

Dari beberapa kemungkinan di atas, maka pengontrol yang optimal adalah

( ( ( )) ).

Karena pada bentuk pengontrol mengandung variabel state ( dan ),

maka selanjutnya akan diselesaikan persamaan state untuk mendapatkan variabel

tersebut.

̇

sehingga diperoleh

̇

̇ ( )

̇

Selain variabel state juga terdapat varibel co-state ( dan ) atau variabel

adjoin pada bentuk pengontrol , maka perlu diselesaikan persamaan co-state

untuk mendapatkan variabel tersebut

̇

sehingga diperoleh

(53)

̇ ( )

̇

Setelah mendapatkan nilai dari variabel state dan co-state selanjutnya

disubstitusikan pada pengontrol . Substitusikan persamaan yang telah

diperoleh kedalam persamaan state untuk memperoleh bentuk solusi yang

optimal. Berikut hasil optimal yang didapatkan:

̇ ( ( ( ( )) ))

̇ ( ( ( ( )) ))

̇

Berdasarkan uaraian di atas, untuk mendapatkan , dan dari bentuk

yang optimal maka perlu menyelesaikan persamaan state dan co-state yang

berbentuk nonlinier dan berjumlah enam persamaan. Karena sistem persamaan

nonlinier sulit untuk diselesaikan secara analitik, oleh karena itu perlu

diselesaikan secara numerik.

4.5 Simulasi

Berdasarkan penjelasan pada Subab 4.4 penyelesaian kontrol optimal sulit

diselesaikan secara analitik maka penyelesaian kontrol optimal diselesaikan secara

numerik. Hal ini dilakukan dengan mensimulasikan permasalahan kontrol

(54)

MATLAB dengan mendefinisikan masalah optimal kontrol pada M-File dengan

parameter yang diketahui. Dalam simulasi model penyebaran virus HIV dalam

tubuh manusia dengan MATLAB maka state didefinisikan dengan ( )

( ) ( ) indeks performansi didefinisikan menjadi state baru yaitu

( ) dan pengontrol ( ).

Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam penggunaan DOTcvp

adalah:

Langkah 1

Settings untuk IVP (initial value problem)

data.odes.res(1) = (masukkan fungsi dinamik sistem)

data.odes.t0 = (masukkan waktu awal)

data.odes.tf = (masukkan waktu akhir)

Langkah 2

NLP (Non Linier Problem) definition:

Data.nlp.RHO = (masukkan jumlah interval waktu)

Data.nlp.problem = (pilih fungsi min/max)

Data.nlp.J0 = (masukkan indeks performansi)

Data.nlp.u0 = (masukkan nilai awal pengontrol)

Data.nlp.ub = (masukkan batas atas pengontrol)

Data.nlp.1b = (masukkan batas bawah pengontrol)

(55)

Memanggil main function

[data]=dotcvp_main(data)

Simulasi dilakukan dengan cara dua kali runing, yang pertama sebelum

diberi pengontrol dan yang kedua setelah diberi pengontrol. Selanjutnya akan

dibandingkan secara langsung sistem sebelum diberi pengontrol dan sesudah

diberi pengontrol. Pada simulasi ini, pemberian pengontrol (obat ARV) dilakukan

selama 1000 hari. Berikut adalah parameter yang akan digunakan:

Tabel 4.2 Parameter model HIV dan Nilainya Nama Parameter Simbol

 0.00000042163 per virus hari

Laju kematian sel CD4

Sumber : Shirazian dan Farahi (2010).

Tabel 4.2 menunjukkan nilai-nilai dari seluruh laju yang digunakan pada simulasi,

(56)

disimbolkan sebagai , memiliki nilai 7 sel/ hari, artinya bahwa dalam penelitian

ini sel CD4 yang sehat akan tumbuh sebnyak 7 sel dalam sehari, dan selanjutnya

parameter-parameter yang lain mempunyai makna yang sama.

Tabel 4.3 Parameter Komputasi

Parameter Komputasi Simbol Nilai Satuan

(57)

Sumber: Shirazian dan Farahi (2010).

Proses simulasi dilakukan dengan mengamati jumlah populasi sel CD4

yang sehat, sel CD4 yang terinfeksi dan virus HIV, baik sebelum diberi obat ARV

maupun setelahnya. Sebelum diberi pengontrol virus HIV dapat menyebar ke

seluruh tubuh dan menyebabkan penyakit HIV. Oleh karena virus HIV tidak dapat

dihilangkan seluruhnya dalam tubuh manusia, maka perlu dilakukan

penghambatan replikasi virus HIV dalam tubuh dengan pemberian obat ARV.

Dalam hal ini pemberian obat ARV berupa bobot dari dosis obat yang seharusnya

diberikan pada manusia. Populasi sel CD4 yang sehat akan terus meningkat

sejalan dengan menurunnya populasi sel CD4 yang terinfeksi dan populasi virus

HIV. Semakin meningkatnya jumlah sel CD4 yang sehat, maka pemberian dosis

obat ARV juga akan berkurang selaras dengan perilaku sel CD4 tersebut.

Simulasi pertama dilakukan untuk kondisi dimana tidak ada pemberian

kontrol (obat ARV) pada sel CD4 yang terinfeksi virus HIV sehingga dan

terjadi penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia (endemik) dengan

=

kemudian dilanjutkan dengan memberikan pengontrol (obat ARV) pada sel CD4

(58)

Gambar 4.2 Populasi sel CD4 yang sehat sebelum diberi pengontrol (obat ARV)

Gambar 4.3 Populasi sel CD4 yang sehat setelah diberi pengontrol (obat ARV)

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa populasi sel CD4 yang sehat sebelum

pemberian obat ARV dengan kondisi awal populasi ( ) menurun

hingga hari ke 100 dan bergerak naik turun kemudian bergerak menuju ke titik

setimbang endemik ( ) = 523,248 pada saat kurang lebih pada hari ke 800.

Sedangkan pada Gambar 4.3 terlihat bahwa populasi sel CD4 yang sehat setelah

(59)

peningkatan lebih cepat beberapa hari daripada tanpa pengontrol, kemudian

bergerak menuju titik ( ) atau dibulatkan menjadi 987 pada saat kurang

lebih 700 hari. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah populasi sel CD4 yang sehat

meningkat karena pemberian pengontrol (obat ARV). Saat hari ke-900 menuju

hari ke-1000 terlihat bahwa sel CD4 yang sehat mengalami penurunan. Hal ini

dikarenakan virus HIV mulai bereplikasi lebih cepat dari sebelumnya sehingga

mulai menginfeksi kembali sel CD4 yang sehat, ini disebabkan pemberian dosis

obat ARV yang rendah padahal seharusnya lebih besar dari pemberian saat itu.

Simulasi selanjutnya yaitu kondisi dimana virus HIV masuk kedalam

tubuh manusia dan menginfeksi. Berikut adalah hasil sel CD4 yang terinfeksi

virus HIV sebelum dan sesudah diberi pengontrol.

Gambar 4.4 Populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV sebelum diberi

(60)

Gambar 4.5 Populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV setelah diberi pengontrol

(obat ARV)

Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa grafik populasi sel CD4 yang terinfeksi

virus HIV dengan kondisi awal ( ) mengalami peningkatan kemudian

menurun dan bergerak konstan menuju titik setimbang ( ) atau

dibulatkan menjadi 34 pada saat kurang lebih hari ke-800 dan bergerak seterusnya

sehingga penyakit akan selalu ada sampai waktu tak terbatas. Oleh karena itu,

penyakit bersifat endemik dan tidak akan menghilang dari populasi. Peningkatan

jumlah sel CD4 yang terinfeksi virus HIV tersebut, dikarenakan menurunnya

jumlah populasi sel CD4 yang sehat pada hari pertama sampai hari ke 500

mengakibatkan populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV meningkat pada

selang waktu tersebut. Namun berbeda pada Gambar 4.5, terlihat bahwa populasi

sel CD4 yang terinfeksi virus HIV dengan pengontrol yang optimal pada kondisi

awal ( ) terjadi penurunan secara drastis dibanding dengan sebelum diberi

(61)

bergerak menuju ke titik ( ) atau dibulatkan menjadi 4 pada saat

kurang lebih hari ke-100. Penurunan jumlah individu yang terinfeksi ini

dikarenakan pemberian obat ARV pada sel CD4 yang terinfeksi virus HIV.

Namun pada saat hari ke-900 menuju hari ke-1000 sel CD4 yang terinfeksi virus

mengalami peningkatan karena virus mengalami replikasi lebih cepat dari

sebelumnya sehingga virus mulai menginfeksi kembali sel CD4 yang sehat, ini

disebabkan pemberian dosis obat ARV yang rendah padahal seharusnya lebih

besar dari pemberian saat itu.

Simulasi selanjutnya yaitu kondisi dari perilaku virus HIV itu sendiri saat

menginfeksi sel CD4 dalam tubuh manusia. Berikut adalah hasil simulasi untuk

virus HIV sebelum dan sesudah diberikan pengontrol:

(62)

Gambar 4.7 Populasi virus HIV setelah diberi pengontrol (Obat ARV)

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa grafik populasi yang sehat dengan

kondisi awal ( ) meningkat dan bergerak naik turun menuju titik

setimbang ( ) dibulatkan menjadi 15.214 pada saat kurang lebih

pada hari ke 800. Hal ini sebanding dengan laju perubahan sel CD4 yang

terinfeksi virus HIV, dikarenakan ketika virus meningkat sel CD4 yang terinfeksi

virus juga akan meningkat dan sebaliknya. Sedangkan Gambar 4.7 menunjukkan

populasi virus HIV setelah diberi pengontrol yang optimal pada kondisi awal

( ) terjadi penurunan lebih cepat daripada sebelum diberi pengontrol,

kemudian bergerak konstan menuju titik ( ) dibulatkan menjadi

1.584 pada saat kurang lebih 100 hari. Hal ini dapat terjadi karena virus HIV

diberi suatu pengontrol yang berupa obat ARV saat di dalam tubuh manusia.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia

dapat ditekan, namun pada saat hari ke-900 menuju hari ke-1000 populasi virus

(63)

disebabkan pemberian dosis obat ARV yang rendah padahal seharusnya lebih

besar dari pemberian saat itu.

Simulasi terakhir adalah bentuk kontrol optimal (Obat ARV) saat

diberikan kepada penderita yang terinfeksi HIV. Berikut hasil yang diperoleh:

Gambar 4.8 Kondisi pengontrol (Obat ARV)

Gambar 4.8 menunujukkan bahwa pengontrol yaitu persentase

pemberian dosis obat yang diberikan pada sel CD4 yang terkena virus HIV pada

awal periode pengendalian adalah 1 atau dapat dinyatakan 100% ini berarati bobot

dari dosis obat ARV diberikan sepenuhnya, kemudian bergerak menurun lalu

konstan pada saat kurang lebih 100 hari dan mulai turun kembali kurang lebih

pada hari ke-900. Hal ini berarti pemberian obat ARV pada sel CD4 yang

terinfeksi virus HIV semakin menunjukkan keefektifannya dalam menghambat

replikasi virus HIV dalam tubuh manusia dengan selarasnya populasi virus HIV

yang menurun. Namun keefektifan pemberian obat ARV hanya berlangsung

hingga hari ke-900, karena pada waktu tersebut sel CD4 yang sehat mengalami

(64)

peningkatan namun pemberian dosis obat terus menurun. Padahal dalam

aplikasinya seharusnya pemberian dosis obat ARV menurun jika sel CD4 yang

terinfeksi virus mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena untuk jangka

waktu lebih dari 800 hari, perlu adanya tambahan obat lainnya selain ARV agar

sel CD4 yang terinfeksi terus menurun.

Dari seluruh hasil yang telah didapatkan, secara garis besar bentuk

pengontrol (Obat ARV) pada model penyebaran virus HIV dapat menekan

penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia dalam jangka waktu kurang lebih 0

sampai dengan 900 hari sehingga dapat mengurangi populasi sel CD4 yang

terinfeksi virus HIV serta virus HIV itu sendiri, dan meningkatkan populasi sel

CD4 yang sehat dalam waktu tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada

hari ke-900 seharusnya pemberian bobot dari dosis obat tidak kurang dari 0.1 agar

sel CD4 yang sehat terus meningkat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

keefektifan pengontrol (obat ARV) pada waktu kurang lebih 0 sampai dengan 900

hari, dapat mengurangi populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV sehingga

penyebaran virus HIV dapat ditekan dan dapat memaksimumkan sel CD4 yang

(65)

BAB V PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa model penyebaran

virus HIV dalam tubuh manusia, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada kestabilitan didapatkan dua titik setimbang yaitu titik setimbang

bebas penyakit = ( ) ( ) dan titik setimbang endemik

= ( ) ( ). Untuk titik setimbang bersifat

stabil asimtotis jika sedangkan titik setimbang bersifat stabil

asimtotis jika .

2. Pada optimal kontrol didapatkan bentuk kontrol yang optimal sebagai

berikut:

( ( ( )) ).

Karena model HIV nonlinier maka untuk memperoleh solusi tersebut

digunakan toolbox DOTcvp MATLAB. Hasil simulasi pada toolbox

DOTcvp MATLAB menunjukkan perilaku sistem dan keefektifan

pengontrol (obat ARV) pada waktu kurang lebih 0 sampai dengan 900

hari, dapat mengurangi populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV

sehingga penyebaran virus HIV dapat ditekan dan dapat memaksimumkan

sel CD4 yang sehat dan meminimumkan biaya dalam pemberian obat

(66)

5.2 SARAN

Pada penelitian ini dibahas mengenai analisis kestabilan model penyebaran

virus HIV dengan menggunakan laju pertumbuhan sel CD4 yang konstan. Oleh

karena itu terbuka peluang untuk pembaca melakukan penelitian selanjutnya

menggunakan laju pertumbuhan sel CD4 yang tidak konstan. Selain itu juga untuk

hasil yang lebih baik, dapat menggunakan kondisi free final state dan free final

time atau dengan kata lain bebas menentukan waktu dan state akhirnya, karena

pada skripsi ini waktu akhir telah ditentukan (fix final time) dan state akhir yang

bebas (free final state), sehingga tidak dapat mengetahui pada hari ke berapa state

(67)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anton, H., 1987, Aljabar Linier Elementer, Erlangga, Jakarta

2. Bronson R., Costa G.B., 2007, Differential Equations, The Mc Grow-Hill

Companies,Inc., New Jersey

3. Felissa R. L., Jerry D. D., 2009, The person with HIV/AIDS: nursing perspectives, Springer Publishing Company, Inggris

4. Graham, A., dan Gurghes, D.N., Introduction to Control Theory Including Optimal Control, Halsted Press, New York

5. http://kkp-balikpapan.blogspot.com/2011/05/seputar-cd4.html, 3 April 2012

6. http://www.cdc.gov/hiv/resources/qa/transmission.htm, 9 April 2012

7. Jenny P., Maylani L., Delene P., Monica J., 2006. Working with HIV/AIDS,

Juta Legal and Academic Publishers, Cape Town

8. Jones, D.S., Sleeman B.D., 2003, Differential Equations and Mathematical Biology, CRC Press, New York

9. Lewis F.L., Syrmos V.L., 1995, Optimal Control, Willy Interscience, Canada

10.Merkin, D.R., 1997, Introduction to the Theory of Stability, Springer, New

York

11. Naidu D.S., 2002, Optimal Control Systems, CRC Press, New York

12. Olsder, G.J., 1992, Mathematical System Theory, Delft, The Natherland

13. Schoub B. D., 1999, AIDS and HIV in Perspective: A Guide to Understanding the Virus and its Consequences. Cambridge University Press,

Inggris

14. Shirazian M., Farahi M. H., 2010, Optimal Control Strategy for a Fully Determined HIV Model, vol.1, Intelligent Control and Automation, pg. 15-19

15.Sontag E.D., Thoma M., 2001, Control Theory for Linier Systems, Springer,

London

16. Vandermeer, J., 1981, Elementary Mathematical Ecology, A

(68)

17. Wardah, F., 2012, http://www.voaindonesia.com/content/penderita-baru-hivaids-di-jakarta-berjumlah-1184-orang-134637773/101326.html, 15 Maret 2012

18.Weisstein, Eric W., 1999, Eigen Decomposition,

http://mathworld.wolfram.com/EigenDecomposition.html , 24 April 2012

19. Zhou, K. Doyle, J. C., dan Glover, K., 1996, Robust and Optimal Control,

(69)

Lampiran 1

Skrip M-File pada MATLAB

untuk Model Penyebaran Virus HIV Tanpa Pengontrol

% A MATLAB example described in detail in the technical report %

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% %% %

% DOTcvp - Dynamic Optimization Toolbox with CVP approach for %

% handling continuous and mixed-integer dynamic optimization problems %

% The DOTcvp toolbox is completely free of charge under the creative %

% commons license. The conditions of the license can be found on the %

FORTRAN parameters definition, e.g. {'double precision k10, k20, ..'}

data.odes.parameters = {}; %constant parameters before ODE

{'T=300','..}

data.odes.Def_MATLAB = {}; %this option is needed only for

MATLAB parameters definition

data.odes.res(1) = {

(70)

data.odes.res(2) = {

'0.00000042163*y(1)*y(3)-data.odes.NonlinearSolver = 'Newton'; %['Newton'|'Functional']

/Newton for stiff problems; Functional for non-stiff problems

data.odes.LinearSolver = 'Dense'; %direct

['Dense'|'Diag'|'Band']; iterative ['GMRES'|'BiCGStab'|'TFQMR'] /for the Newton NLS

data.odes.LMM = 'Adams'; %['Adams'|'BDF'] /Adams for

non-stiff problems; BDF for stiff problems

data.odes.MaxNumStep = 500; %maximum number of steps

data.odes.RelTol = 1*10^(-7); %IVP relative tolerance

level

data.odes.AbsTol = 1*10^(-7); %IVP absolute tolerance

level

data.sens.SensAbsTol = 1*10^(-7); %absolute tolerance for

sensitivity variables

data.nlp.SolverSettings = 'None'; %insert the name of the file

(71)

data.nlp.approximation = 'PWC'; %['PWC'|'PWL'] PWL only for: FMINCON & without the free time problem

data.nlp.FreeTime = 'off'; %['on'|'off'] set 'on' if free

time is considered

data.nlp.t0Time = [data.odes.tf/data.nlp.RHO]; %initial

size of the time intervals, e.g. [data.odes.tf/data.nlp.RHO] or for the each time interval separately [dt1 dt2 dt3]

data.nlp.lbTime = 0.01; %lower bound of the time

taken from the last control variables, if not equal to 0 you need to use some MINLP solver ['ACOMI'|'MISQP'|'MITS']

data.nlp.eq.PenaltyCoe = [1.0];

%J0=J0+data.nlp.eq.PenaltyCoe*ViolationOfEqualityConstraint /*

data.nlp.ineq.InNUM = 1; %how many inequality constraints

are '>' else '<'

data.nlp.ineq.eq(1) = {''};

data.nlp.ineq.eq(2) = {''};

data.nlp.ineq.Tol = 0.0005; %tolerance level of violation

of INECs

data.nlp.ineq.PenaltyFun = 'off'; %['on'|'off'] INECs penalty

function

data.nlp.ineq.PenaltyCoe = [1.0 1.0];

%J0=J0+data.nlp.ineq.PenaltyCoe*ViolationOfInequalityConstraint /* for every inequality constraint one parameter */

% --- % % Options for setting of the final output:

% --- %

data.options.intermediate = 'off'; %['on'|'off'|'silent'] display

of the intermediate results

data.options.display = 'on'; %['on'|'off'] display of the

Gambar

Gambar 2.1 HIV mengikat pada reseptor sel CD4
Gambar 2.2 Struktur virus HIV
Tabel 4.1 Interaksi model HIV
Gambar 4.1 Diagram blok model HIV sebelum diberi pengontrol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam karya ilmiah ini dipelajari model interaksi sel CD + T sehat dengan sel HIV serta menambahkan dua jenis kontrol, yaitu obat penambah kekebalan tubuh dan obat

Pada penelitian lanjutan ini, akan diaplikasikan teori kontrol optimum pada sistem persamaan differensial dari model matematika penyebaran virus flu burung yang

Tujuan dari skripsi ini adalah menganalisis model dinamika HIV dalam tubuh dengan laju infeksi tipe Hill untuk konstanta Hill bernilai 1 dan 2.. Dari

Pada penelitian lanjutan ini, akan diaplikasikan teori kontrol optimum pada sistem persamaan differensial dari model matematika penyebaran virus flu burung yang

Pada model tersebut asumsi yang diberikan adalah model laju perkembangan virus nonmonotonic dan untuk menentukan kestabilan titik kesetimbangan ditentukan oleh bilangan

Untuk kontrol optimal, dikonstruksi model SEIR penyebaran Covid-19 dengan menambahkan fungsi kontrol yang terdiri dari vaksinasi individu rentan dan pengobatan

Model matematika tersebut selanjutnya dianalisis titik- titik tetapnya untuk mengetahui model peyebaran virus ebola, menganalisis nilai basic reproduction number ( ) untuk

Tujuan dari skripsi ini adalah menganalisis model dinamika HIV dalam tubuh dengan laju infeksi tipe Hill untuk konstanta Hill bernilai 1 dan 2.. Dari