• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejadian Komplikasi Maternal: Pelaporan di Rumah Sakit dan Hasil Riskesdas di Indonesia Tahun 2010 (Analisis SIRS dan Riskesdas)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kejadian Komplikasi Maternal: Pelaporan di Rumah Sakit dan Hasil Riskesdas di Indonesia Tahun 2010 (Analisis SIRS dan Riskesdas)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Kejadian Komplikasi Maternal:

Pelaporan di Rumah Sakit dan Hasil Riskesdas di Indonesia Tahun 2010

(Analisis SIRS dan Riskesdas)

Reisty Ria Handayani1*), Asri C. Adisasmita2*)

1Program Sarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

*)Email: ana.re.geh@gmail.com, aad237@gmail.com

ABSTRAK

Komplikasi maternal terjadi pada 15-20% kehamilan sehingga perlu ditolong di rumah sakit. Pelaporan SIRS data morbiditas pasien rawat inap (RL2A) masih rendah, yaitu 29,22% pada 2009 dan menurun menjadi 24,63% pada 2010 sehingga perlu dilakukan penelusuran keadaan pelaporannya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran komplikasi maternal pada rumah sakit berdasarkan provinsi dan umur, serta keadaan pelaporannya melalui SIRS dengan membandingkannya pada Riskesdas tahun 2010. Desain penelitian deskriptif digunakan untuk membandingkan jumlah kejadian pada SIRS dan Riskesdas. Dihasilkan under reported SIRS berdasarkan Riskesdas mencapai 70-99% lebih pada kejadian komplikasi maternal yang diteliti kecuali pada preeklampsia/eklampsia di Pulau Jawa dan Bali dengan under reported berkisar 5-40% lebih. Terdapat 18 dari 33 provinsi dengan pelaporan SIRS ≤rata-rata nasional; 2 provinsi tidak melaporkan data melalui SIRS. Proporsi pelaporan SIRS ≤25,57% lebih tinggi pada provinsi yang memiliki kab/kota daerah tertinggal kategori agak tinggi (80%), tinggi (66,67%), dan sangat tinggi (75%). Dapat disimpulkan, persentase under reported SIRS tinggi berdasarkan Riskesdas. Under reported dapat disebabkan karena kejadian komplikasi maternal tersebut tidak terjadi di RS, atau terjadi di RS namun tidak dilaporkan melalui SIRS. Dengan demikian perlu dilakukan peningkatan pembinaan pelaporan SIRS bagi rumah sakit di Indonesia, terutama pada rumah sakit di provinsi dengan pelaporan SIRS yang rendah.

Kata kunci:

SIRS, riskesdas, komplikasi maternal, pelaporan, under reported

ABSTRACT

Maternal Complications occur in 15-20% of pregnancies that need to be helped in hospital. SIRS reporting on patient morbidity (RL2A) remained low at 29.22% in 2009 and decreased to 24.63% in 2010. It is necessary to search the state of SIRS reporting. The purpose of this research is to describe maternal complications in hospitals by province and age, and its reporting through SIRS by comparing to Riskesdas in 2010. Descriptive observation is used by comparing absolute incidence of SIRS and Riskesdas. Under reporting SIRS by Riskesdas reach 70-99% more on maternal complications that were observed, except preeclampsia/eclampsia in Java and Bali which are under reported between 5-40% more. There are 18 of 33 provinces with SIRS reporting ≤ national average; 2 provinces did not report data through SIRS. The proportion of SIRS reporting that ≤25,57%, is higher in provinces with district/town of disadvantaged areas with rather high (80%), high (66.67%), and very high (75%) category. In conclusion, under reporting SIRS is high based on Riskesdas. Under reported can be caused by maternal complications do not occur in hospital or they occur in hospital but not reported through SIRS. Thus, it is necessary to improve the development of SIRS reporting for hospitals in Indonesia, particularly in hospitals in provinces with a low SIRS reporting.

Key word:

(2)

PENDAHULUAN

Komplikasi maternal merupakan penyebab langsung dari kematian ibu. Setiap hari sekitar 1000 wanita meninggal karena penyebab yang dapat dicegah dan berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, atau sekitar 350.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2011). Di Indonesia, sekitar 80% kematian ibu juga disebabkan oleh komplikasi langsung obstetri, terutama perdarahan, sepsis, aborsi tidak aman, pre-eklampsia dan eklampsia, serta partus lama atau partus macet (Bappenas, 2010).

Salah satu penanggulangan masalah komplikasi maternal yang dapat dilakukan adalah dengan membuat perencanaan kesehatan yang baik terkait penyediaan tenaga dan fasilitas kesehatan maternal. Hal ini dapat dilakukan apabila tersedia data dasar yang baik. Ketersediaan data dan informasi yang tepat dan akurat dapat dilakukan dengan adanya pencatatan dan pelaporan masalah kesehatan maternal yang baik.

Menurut WHO, 15-20% ibu hamil baik di negara maju maupun berkembang akan mengalami risiko tinggi dan atau komplikasi (Bappenas, 2010) sehingga perlu ditolong di rumah sakit. Oleh karena itu dari pelaporan data rumah sakit, yaitu SIRS, seharusnya dapat diketahui bagaimana gambaran masalah komplikasi maternal.

Pelaporan SIRS pada data morbiditas pasien rawat inap (RL2A) secara nasional masih rendah, yaitu sebesar 29,22% pada 2009 dan menurun menjadi 24,63% pada 2010 (Pusdatin, 2012). Rendahnya pelaporan SIRS ini dapat mengakibatkan terjadinya under reported data, yang dapat menjadi lebih parah pada daerah yang tertinggal karena terbatasnya tenaga kesehatan yang ada (Balitbangkes, 2012).  

Rendahnya pelaporan SIRS menunjukkan perlu dilakukannya penelusuran keadaan pelaporan SIRS untuk dapat memperkirakan gap dari kejadian komplikasi maternal yang terlaporkan SIRS dengan yang terjadi sebenarnya di rumah sakit-rumah sakit pada setiap provinsi di Indonesia. Selain itu juga untuk dapat diketahui perkiraan besar under reported yang terjadi pada SIRS sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan jika ingin menggunakan data SIRS sebagai bahan perencanaan kesehatan di rumah sakit maupun untuk peningkatan pelaporan data rumah sakit melalui SIRS.

SIRS merupakan satu-satunya data yang memuat laporan rumah sakit di Indonesia secara terintegrasi, maka tidak tersedia data laporan rumah sakit lainnya yang dapat dijadikan data pembanding. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan pelaporan SIRS adalah dengan membandingkannya pada sumber data yang berbasis populasi dan meliputi morbiditas maternal pada tahun 2010, yaitu Riskesdas.

(3)

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran kejadian komplikasi maternal pada rumah sakit berdasarkan provinsi dan umur, serta keadaan pelaporannya melalui SIRS dengan membandingkannya pada Riskesdas tahun 2010.

TINJAUAN TEORITIS

Komplikasi maternal dapat diartikan sebagai kejadian kegawatdaruratan obstetri pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas yang dapat menyebabkan kematian pada ibu dan bayi. Menurut Pernoll dan Benson (2009) komplikasi yang terjadi pada kehamilan awal, kehamilan lanjut, dan nifas mencakup antara lain abortus spontan, kehamilan ektopik, perdarahan pada trimester ketiga, plasenta previa, preeklampsia-eklampsia, ketuban pecah dini, dan infeksi nifas.

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data rumah sakit se-Indonesia (Ditjen BUK, 2012). Pelaporan SIRS tahun 2010 menggunakan revisi V dan dilaporan secara online pada situs resmi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan atau Ditjen BUK Kemenkes (Kepmenkes RI Nomor:1410/Menkes/SK/X/2003). Pelaporan komplikasi maternal termasuk dalam pelaporan pada formulir RL2A (Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap) dan RL2B (Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan), yang dilaporkan setiap triwulan atau paling lambar setiap tanggal 15 bulan keempat.

Riskesdas 2010 merupakan kegiatan riset kesehatan berbasis masyarakat yang diarahkan untuk mengevaluasi pencapaian indiator Millenium Development Goals (MDG’s) bidang kesehatan di tingkat nasional dan provinsi. Pengumpulan data dilakukan sejak bulan Mei 2010 berakhir pada pertengahan Agustus 2010.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif dengan metode observasi pada data SIRS dan Riskesdas tahun 2010. Data SIRS diperoleh dari E-Book Penyajian Data SIRS edisi 2012 yang melaporkan data tahun 2010. Variabel yang akan dianalisis berasal dari pelaporan RL2A yang terdiri dari variabel komplikasi maternal. Data Riskesdas diperoleh dari data mentah Riskesdas 2010, khususnya data dengan pertanyaan kuesioner no.Da04, Dd01, Dd02b, dan no.Dd35.  

Pengolahan data SIRS dilakukan dengan melihat laporan RL2A, sedangkan pengolahan data Riskesdas dilakukan dengan memilih responden yang hamil dan bersalin tahun 2010 kemudian dilihat kejadian komplikasi maternal yang dialami. Angka kejadian (insidensi) komplikasi maternal pada Riskesdas kemudian diekstrapolasi menjadi estimasi

(4)

jumlah kejadian (absolut) komplikasi maternal di populasi dengan cara mengalikan angka kejadian komplikasi maternal pada Riskesdas dengan estimasi jumlah ibu hamil di populasi.

Perbandingan data dilakukan dengan membandingkan variabel komplikasi maternal yang ada pada kedua data untuk melihat keadaan pelaporan SIRS berdasarkan Riskesdas. Pembandingan variabel SIRS dan variabel Riskesdas dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Pembandingan variabel SIRS dan Riskesdas pada Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2010 Variabel pada SIRS Variabel pada Riskesdas Kehamilan ektopik Hamil di luar rahim

Hipertensi gestasional (akibat kehamilan) dengan proteinuria yang nyata/preeklampsia, Eklampsia, dan edema proteinuria dan gangguan hipertensi dalam kehamilan persalinan dan masa nifas

Preeklamsia/eklampsia (bengkak dua tungkai dan darah tinggi/kejang) Plasenta previa Jalan lahir tertutup

Ketuban pecah dini Ketuban pecah dini Perdarahan pasca persalinan Perdarahan  

HASIL PENELITIAN

Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Provinsi Berdasarkan SIRS dan Riskesdas

Dari tabel 2 dan 3, terlihat bahwa pada kejadian kehamilan ektopik, SIRS menggambarkan jumlah kejadian yang lebih rendah daripada Riskesdas pada 7 provinsi (Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan). Selain pada 7 provinsi tersebut, SIRS menggambarkan jumlah kejadian kehamilan ektopik yang lebih tinggi daripada Riskesdas. Berdasarkan SIRS, jumlah kejadian tertinggi dari kehamilan ektopik terdapat pada Provinsi DKI Jakarta (342 kejadian) dan terendah terdapat pada Provinsi Papua. Sedangkan berdasarkan Riskesdas, jumlah kejadian tertinggi dari kehamilan ektopik terdapat pada Provinsi Jawa Tengah (1.776 kejadian) dan terendah terdapat pada Provinsi Kalimantan Tengah (766 kejadian).

Pada kejadian preeklampsia/eklampsia, SIRS menggambarkan jumlah kejadian yang lebih rendah daripada Riskesdas pada sebagian besar provinsi. Berdasarkan SIRS, jumlah kejadian tertinggi dari preeklampsia/eklampsia terdapat pada Provinsi Jawa Tengah (1.351 kejadian) dan terendah terdapat pada Provinsi Maluku Utara (5 kejadian). Sedangkan berdasarkan Riskesdas, jumlah kejadian tertinggi dari preeklampsia/eklampsia terdapat pada Provinsi Jawa Barat (28.296 kejadian) dan terendah terdapat pada Provinsi Sulawesi Barat (742 kejadian).

Pada kejadian plasenta previa, SIRS menggambarkan jumlah kejadian yang lebih rendah daripada Riskesdas pada sebagian besar provinsi. Berdasarkan SIRS, jumlah kejadian tertinggi dari plasenta previa terdapat pada Provinsi Jawa Tengah (425 kejadian) dan terendah terdapat pada Provinsi Kalimantan Selatan (9 kejadian). Sedangkan berdasarkan Riskesdas,

(5)

jumlah kejadian tertinggi dari plasenta previa terdapat pada Provinsi Jawa Barat (15.720 kejadian) dan terendah terdapat pada Provinsi Sulawesi Barat (742 kejadian).

Tabel 2. Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Provinsi Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010 Provinsi Komplikasi Maternal Kehamilan Ektopik Preeklampsia/ Eklampsia Plasenta Previa Ketuban Pecah Dini Perdarahan Pasca Persalinan Aceh 29 223 138 249 98 Sumatera Utara 60 202 155 156 108 Sumatera Barat 100 322 106 279 190 Riau 94 250 171 350 217 Jambi 42 156 14 103 43 Sumatera Selatan 61 315 78 258 146 Bengkulu 19 57 19 80 53 Lampung 91 367 108 337 168

Kep. Bangka Belitung 331 10 11 2 36

Kepulauan Riau 66 53 43 111 86 DKI Jakarta 342 820 407 1.040 324 Jawa Barat 268 694 296 692 344 Jawa Tengah 182 1.351 425 1.458 724 DI Yogyakarta 27 175 61 91 85 Jawa Timur 147 906 277 1.058 460 Banten 22 50 30 81 36 Bali 51 66 46 276 71

Nusa Tenggara Barat 16 536 62 442 24 Nusa Tenggara Timur 22 525 108 187 231 Kalimantan Barat 61 352 57 132 133 Kalimantan Tengah 15 287 27 81 18 Kalimantan Selatan 3 6 9 61 53 Kalimantan Timur 65 117 26 109 129 Sulawesi Utara 0 7 0 3 6 Sulawesi Tengah 6 23 12 10 50 Sulawesi Selatan 135 154 77 125 359 Sulawesi Tenggara 17 196 30 90 50 Gorontalo 0 0 0 0 0 Sulawesi Barat 0 19 13 6 25 Maluku 26 32 23 104 35 Maluku Utara 14 5 15 6 36 Papua Barat 0 0 0 0 0 Papua 2 35 6 19 59 Jumlah 2.314 8.311 2.850 7.996 4.397

Pada kejadian ketuban pecah dini, SIRS menggambarkan jumlah kejadian yang lebih rendah daripada Riskesdas pada sebagian besar provinsi. Berdasarkan SIRS, jumlah kejadian tertinggi dari ketuban pecah dini terdapat pada Provinsi Jawa Tengah (1.458 kejadian) dan terendah terdapat pada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2 kejadian). Sedangkan berdasarkan Riskesdas, jumlah kejadian tertinggi dari ketuban pecah dini terdapat pada Provinsi Jawa Barat (69.167 kejadian) dan terendah terdapat pada Provinsi Papua Barat (514 kejadian).

Pada kejadian perdarahan pasca persalinan, SIRS menggambarkan jumlah kejadian yang lebih rendah daripada Riskesdas pada sebagian besar provinsi. Berdasarkan SIRS,

(6)

jumlah kejadian tertinggi dari perdarahan pasca persalinan terdapat pada Provinsi Jawa Tengah (724 kejadian) dan terendah terdapat pada Provinsi Sulawesi Utara (6 kejadian). Sedangkan berdasarkan Riskesdas, jumlah kejadian tertinggi dari perdarahan pasca persalinan terdapat pada Provinsi Jawa Barat (39.300 kejadian) dan terendah terdapat pada Provinsi Papua Barat (514 kejadian).

Tabel 3. Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Provinsi Berdasarkan Estimasi dari Hasil Riskesdas di Indonesia Tahun 2010 Provinsi Komplikasi Maternal Kehamilan Ektopik Preeklampsia/ Eklampsia Plasenta Previa Ketuban Pecah Dini Perdarahan Pasca Persalinan Aceh 0 0 1.175 7.049 1.175 Sumatera Utara 1.699 3.397 10.192 6.794 10.192 Sumatera Barat 0 1.108 2.216 11.079 2.216 Riau 0 1.608 1.608 4.825 0 Jambi 0 0 1.169 0 0 Sumatera Selatan 0 0 0 5.605 0 Bengkulu 0 952 952 2.855 952 Lampung 0 3.276 0 1.638 0

Kep. Bangka Belitung 0 652 0 652 0 Kepulauan Riau 0 956 0 4.781 2.869 DKI Jakarta 0 5.746 4.310 17.239 10.056 Jawa Barat 1.572 28.296 15.720 69.167 39.300 Jawa Tengah 1.776 15.980 3.551 31.960 17.756 DI Yogyakarta 0 2.938 1.469 2.204 2.204 Jawa Timur 0 27.617 5.523 44.187 22.093 Banten 1.398 8.390 4.195 17.129 8.390 Bali 0 1.333 0 3.998 1.333

Nusa Tenggara Barat 0 2.479 2.479 7.436 3.718 Nusa Tenggara Timur 0 3.052 0 6.103 3.052 Kalimantan Barat 0 1.788 3.576 7.152 3.576 Kalimantan Tengah 766 1.532 1.532 4.596 0 Kalimantan Selatan 0 4.161 0 4.161 2.081 Kalimantan Timur 0 2.721 1.360 1.360 2.721 Sulawesi Utara 0 1.324 1.324 5.294 2.647 Sulawesi Tengah 1.164 1.164 1.164 4.657 3.493 Sulawesi Selatan 1.358 6.792 1.358 8.150 9.508 Sulawesi Tenggara 0 1.683 0 1.683 1.683 Gorontalo 0 0 0 0 661 Sulawesi Barat 0 742 742 742 3.710 Maluku 0 0 0 0 0 Maluku Utara 0 0 0 0 915 Papua Barat 0 0 0 514 514 Papua 0 1.826 0 1.826 3.652 Jumlah 9.733 131.513 65.615 284.838 160.465

Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Umur Berdasarkan SIRS dan Riskesdas

Berdasarkan SIRS, jumlah kejadian tertinggi dari komplikasi maternal terdapat pada ibu dengan umur 25-44 tahun, yaitu pada kehamilan ektopik sebanyak 1.639 kejadian, preeklampsia/eklampsia sebanyak 5.440 kejadian, plasenta previa sebanyak 2.080 kejadian,

(7)

ketuban pecah dini sebanyak 5.280 kejadian, dan perdarahan pasca persalinan sebanyak 3.079 kejadian.

Tabel 4. Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Umur Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010 Umur Komplikasi Maternal Kehamilan Ektopik Preeklampsia/ Eklampsia Plasenta Previa Ketuban Pecah Dini Perdarahan Pasca Persalinan <15 12 106 13 42 50 15-24 532 2.278 515 2.469 1.087 25-44 1.639 5.440 2.080 5.280 3.079 > 44 131 487 242 205 181 Jumlah 2.314 8.311 2.850 7.996 4.397

Kejadian Komplikasi Maternal Under Reported pada SIRS

Tabel 5. Persentase Kejadian Kehamilan Ektopik yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2010

Provinsi Estimasi Riskesdas Terlaporkan SIRS Tidak Terlaporkan SIRS Under Reported (%) Sumatera Utara 1.699 60 1.639 96,47 Jawa Barat 1.572 268 1.304 82,95 Jawa Tengah 1.776 182 1.594 89,75 Banten 1.398 22 1.376 98,43 Kalimantan Tengah 766 15 751 98,04 Sulawesi Tengah 1.164 6 1.158 99,48 Sulawesi Selatan 1.358 135 1.223 90,06

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa untuk kejadian kehamilan ektopik di beberapa Provinsi di Indonesia, persentase under reported mencapai angka >80% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Provinsi Sulawesi Tengah (99,48%), dan terendah pada Provinsi Jawa Barat (82,95%)

Tabel 6. Persentase Kejadian Preeklampsia/Eklampsia yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010

Provinsi Estimasi Riskesdas Terlaporkan SIRS Tidak Terlaporkan SIRS Under Reported (%) Σ penduduk >30 juta Jawa Barat 694 551 143 20,61 Jawa Tengah 1.351 1.188 163 12,07 Jawa Timur 906 787 119 13,13 Σ penduduk <11 juta DKI Jakarta 820 779 41 5,00 DI Yogyakarta 175 146 29 16,57 Banten 50 41 9 18,00 Bali 66 37 29 43,94

Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa untuk kejadian preeklampsia/eklampsia di Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >30 juta memiliki persentase under reported <30% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Provinsi Jawa Barat

(8)

(20,61%), dan terendah pada Provinsi Jawa Tengah (12,07%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <11 juta, persentase under reported mencapai angka <50%, dengan tertinggi pada Provinsi Bali (43,94%), dan terendah pada Provinsi DKI Jakarta (5,00%).

Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa untuk kejadian preeklampsia/eklampsia di Luar Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >7 juta memiliki persentase under reported >80% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Provinsi Sulawesi Selatan (97,73%) dan terendah pada Provinsi Lampung (88,80%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <7 juta, persentase under reported mencapai angka >70%, dengan tertinggi pada Provinsi Kalimantan Selatan (99,86%), dan terendah pada Provinsi Nusa Tenggara Barat (78,38%).

Tabel 7. Persentase Kejadian Preeklampsia/Eklampsia yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Luar Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010

Provinsi Estimasi Riskesdas Terlaporkan SIRS Tidak Terlaporkan SIRS Under Reported (%) Σ penduduk >7 juta Sumatera Utara 3.397 202 3.195 94,05 Lampung 3.276 367 2.909 88,80 Sulawesi Selatan 6.792 154 6.638 97,73 Σ penduduk <7 juta

Nusa Tenggara Barat 2.479 536 1.943 78,38 Nusa Tenggara Timur 3.052 525 2.527 82,80 Kalimantan Barat 1.788 352 1.436 80,31 Kalimantan Selatan 4.161 6 4.155 99,86

Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa untuk kejadian plasenta previa di Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >30 juta memiliki persentase under reported >80% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Provinsi Jawa Barat (98,12%), dan terendah pada Provinsi Jawa Tengah (88,03%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <11 juta, persentase under reported mencapai angka >90%, dengan tertinggi pada Provinsi Banten (99,28%), dan terendah pada Provinsi DKI Jakarta (90,56%)

Tabel 8. Persentase Kejadian Plasenta Previa yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010

Provinsi Riskesdas Estimasi Terlaporkan SIRS Tidak Terlaporkan SIRS Under Reported(%)

Σ penduduk >30 juta Jawa Barat 15.720 296 15.424 98,12 Jawa Tengah 3.551 425 3.126 88,03 Jawa Timur 5.523 277 5246 94,98 Σ penduduk <11 juta DKI Jakarta 4.310 407 3.903 90,56 DI Yogyakarta 1.469 61 1.408 95,85 Banten 4.195 30 4.165 99,28

(9)

Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa untuk kejadian Plasenta Previa di Luar Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >7 juta memiliki persentase under reported >90% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, yaitu Provinsi Sumatera Utara (98,48%) dan Sulawesi Selatan (94,33%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <7 juta, persentase under reported juga mencapai angka >90%, yaitu Provinsi Kalimantan Barat (98,41%) dan Nusa Tenggara Barat (97,50%).

Tabel 9. Persentase Kejadian Plasenta Previa yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Luar Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010

Provinsi Estimasi Riskesdas Terlaporkan SIRS Tidak Terlaporkan SIRS Under Reported (%) Σ penduduk >7 juta Sumatera Utara 10.192 155 10.037 98,48 Sulawesi Selatan 1.358 77 1.281 94,33 Σ penduduk <7 juta

Nusa Tenggara Barat 2.479 62 2.417 97,50 Kalimantan Barat 3.576 57 3.519 98,41

Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa untuk kejadian Ketuban Pecah Dini di Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >30 juta memiliki persentase under reported >90% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Provinsi Jawa Barat (99,00%), dan terendah pada Provinsi Jawa Tengah (95,44%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <11 juta, persentase under reported juga mencapai angka >90%, dengan tertinggi pada Provinsi Banten (99,53%), dan terendah pada Provinsi Bali (93,10%).

Dari tabel 11 dapat diketahui bahwa untuk kejadian ketuban pecah dini di Luar Pulau Jawa dan Bali, sebagian besar provinsi dengan jumlah penduduk >7 juta memiliki persentase under reported >90% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan persentase tertinggi pada Provinsi Sulawesi Selatan (98,47%), dan terendah pada Provinsi Lampung (79,34%). Pada provinsi-provinsi dengan jumlah penduduk <7 juta, persentase under reported juga mencapai angka >90%, dengan tertinggi pada Provinsi Kalimantan Selatan (98,53%), dan terendah pada Provinsi Nusa Tenggara Barat (94,06%).

Tabel 10. Persentase Kejadian Ketuban Pecah Dini yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010

Provinsi Estimasi Riskesdas Terlaporkan SIRS Tidak Terlaporkan SIRS Under Reported (%) Σ penduduk >30 juta Jawa Barat 69.167 692 68.475 99,00 Jawa Tengah 31.960 1.458 30.502 95,44 Jawa Timur 44.187 1.058 43.129 97,61 Σ penduduk <11 juta DKI Jakarta 17.239 1.040 16.199 93,97 DI Yogyakarta 2.204 91 2.113 95,87 Banten 17.129 81 17.048 99,53 Bali 3.998 276 3.722 93,10

(10)

Tabel 11. Persentase Kejadian Ketuban Pecah Dini yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Luar Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010

Provinsi Estimasi Riskesdas Terlaporkan SIRS Tidak Terlaporkan SIRS Under Reported (%) Σ penduduk >7 juta Sumatera Utara 6.794 156 6.638 97,70 Sumatera Selatan 5.605 258 5.347 95,40 Lampung 1.638 337 1.301 79,43 Sulawesi Selatan 8.150 125 8.025 98,47 Σ penduduk <7 juta

Nusa Tenggara Barat 7.436 442 6.994 94,06 Nusa Tenggara Timur 6.103 187 5.916 96,94 Kalimantan Barat 7.152 132 7.020 98,15 Kalimantan Selatan 4.161 61 4.100 98,53

Dari tabel 12 dapat diketahui bahwa untuk kejadian perdarahan pasca persalinan di Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >30 juta memiliki persentase under reported >90% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, dengan tertinggi pada Provinsi Jawa Barat (99,12%), dan terendah pada Provinsi Jawa Tengah (95,92%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <11 juta, persentase under reported juga mencapai angka >90%, dengan tertinggi pada Provinsi Banten (99,14%), dan terendah pada Provinsi DI Yogyakarta (96,14%).

Tabel 12. Persentase Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010

Provinsi Estimasi Riskesdas Terlaporkan SIRS Tidak Terlaporkan SIRS Under Reported (%) Σ penduduk >30 juta Jawa Barat 39.300 344 38.956 99,12 Jawa Tengah 17.756 724 17.032 95,92 Jawa Timur 22.093 460 21.633 97,92 Σ penduduk <11 juta DKI Jakarta 10.056 324 9.732 96,78 DI Yogyakarta 2.204 85 2.119 96,14 Banten 4.195 36 4.159 99,14

Tabel 13. Persentase Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan yang Under Reported pada SIRS Berdasarkan Riskesdas di Luar Pulau Jawa dan Bali Tahun 2010

Provinsi Estimasi Riskesdas Terlaporkan SIRS Tidak Terlaporkan SIRS Under Reported (%) Σ penduduk >7 juta Sumatera Utara 10.192 108 10.084 98,94 Sulawesi Selatan 9.508 359 9.149 96,22 Σ penduduk <7 juta

Nusa Tenggara Barat 3.718 24 3.694 99,35 Nusa Tenggara Timur 3.052 231 2.821 92,43 Kalimantan Barat 3.576 133 3.443 96,28 Kalimantan Selatan 2.081 53 2.028 97,45

Dari tabel 13 dapat diketahui bahwa untuk kejadian perdarahan pasca persalinan di Luar Pulau Jawa dan Bali, provinsi dengan jumlah penduduk >7 juta memiliki persentase under reported >90% pada SIRS berdasarkan Riskesdas, yaitu Sumatera Utara (98,94%) dan Sulawesi Selatan (96,22%). Pada provinsi dengan jumlah penduduk <7 juta, persentase under reported

(11)

juga mencapai angka >90%, dengan tertinggi pada Provinsi Nusa Tenggara Barat (99,35%), dan terendah pada Provinsi Nusa Tenggara Timur (92,43%).

Kejadian Komplikasi Maternal Tidak Tertangkap Riskesdas Tabel 14. Jumlah Kejadian Kehamilan Ektopik

yang Tidak Tertangkap Riskesdas Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010 Provinsi Tertangkap Riskesdas Terlaporkan SIRS Aceh 0 29 Sumatera Barat 0 100 Riau 0 94 Jambi 0 42 Sumatera Selatan 0 61 Bengkulu 0 19 Lampung 0 91

Kep. Bangka Belitung 0 331 Kepulauan Riau 0 66

DKI Jakarta 0 342

DI Yogyakarta 0 27

Jawa Timur 0 147

Bali 0 51

Nusa Tenggara Barat 0 16 Nusa Tenggara Timur 0 22 Kalimantan Barat 0 61 Kalimantan Selatan 0 3 Kalimantan Timur 0 65 Sulawesi Tenggara 0 17 Maluku 0 26 Maluku Utara 0 14 Papua 0 2

Tabel 15. Jumlah Kejadian

Preeklampsia/Eklampsia yang Tidak Tertangkap Riskesdas Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun

2010 Provinsi Tertangkap Riskesdas Terlaporkan SIRS Aceh 0 223 Jambi 0 156 Maluku 0 32 Maluku Utara 0 5

Tabel 16. Jumlah Kejadian Plasenta Previa yang Tidak Tertangkap Riskesdas Berdasarkan SIRS di

Indonesia Tahun 2010 Provinsi Tertangkap Riskesdas Terlaporkan SIRS Sumatera Selatan 0 78 Lampung 0 108

Kep. Bangka Belitung 0 11 Kepulauan Riau 0 43

Bali 0 46

Nusa Tenggara Timur 0 108 Kalimantan Selatan 0 9 Sulawesi Tenggara 0 30

Maluku 0 23

Maluku Utara 0 15

Papua 0 6

Tabel 17. Jumlah Kejadian Ketuban Pecah Dini yang Tidak Tertangkap Riskesdas Berdasarkan

SIRS di Indonesia Tahun 2010 Provinsi Tertangkap Riskesdas Terlaporkan SIRS Jambi 0 103 Maluku 0 104 Maluku Utara 0 6 Tabel 18. Jumlah Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan yang Tidak Tertangkap Riskesdas Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010

Provinsi Tertangkap Riskesdas Terlaporkan SIRS

Riau 0 217

Jambi 0 43

Sumatera Selatan 0 146

Lampung 0 168

Kep. Bangka Belitung 0 36 Kalimantan Tengah 0 18

Maluku 0 35

Dari tabel 14-18 dapat diketahui bahwa Riskesdas paling banyak tidak dapat menangkap kejadian komplikasi maternal pada kehamilan ektopik. Pada kehamilan ektopik, jumlah kejadian tertinggi yang tidak tertangkap oleh Riskesdas namun terlaporkan oleh SIRS terdapat pada Provinsi DKI Jakarta (342 kejadian), sedangkan terendah terdapat pada Provinsi Papua (2 kejadian). Pada preeklampsia/eklampsia, jumlah kejadian tertinggi yang tidak tertangkap oleh Riskesdas namun terlaporkan oleh SIRS terdapat pada Provinsi Aceh (223 kejadian), sedangkan terendah terdapat pada Provinsi Maluku Utara (5 kejadian). Pada

(12)

plasenta previa, jumlah kejadian tertinggi yang tidak tertangkap oleh Riskesdas namun terlaporkan oleh SIRS terdapat pada Provinsi Lampung (108 kejadian) dan Nusa Tenggara Timur (108 kejadian), sedangkan terendah terdapat pada Provinsi Papua (6 kejadian). Pada ketuban pecah dini, jumlah kejadian tertinggi yang tidak tertangkap oleh Riskesdas namun terlaporkan oleh SIRS terdapat pada Provinsi Maluku (104 kejadian), sedangkan terendah terdapat pada Provinsi Maluku Utara (6 kejadian). Pada perdarahan pasca persalinan, jumlah kejadian tertinggi yang tidak tertangkap oleh Riskesdas namun terlaporkan oleh SIRS terdapat pada Provinsi Riau (217 kejadian), sedangkan terendah terdapat pada Provinsi Kalimantan Tengah (18 kejadian).

Kelengkapan Pelaporan SIRS di Indonesia

Tabel 19. Kelengkapan Pelaporan Data Rawat Inap Rumah Sakit Menurut Provinsi Melalui SIRS di Indonesia Tahun 2010

Provinsi Total RS Rumah Sakit Melapor Jml RS % Aceh 43 9 20,93 Sumatera Utara 149 16 10,74 Sumatera Barat 43 7 16,28 Riau 39 14 35,90 Jambi 22 8 36,36 Sumatera Selatan 38 15 39,47 Bengkulu 15 3 20,00 Lampung 33 12 36,36

Kep. Bangka Belitung 10 6 60,00 Kepulauan Riau 21 9 42,86 DKI Jakarta 129 53 41,09 Jawa Barat 192 44 22,92 Jawa Tengah 209 48 22,97 DI Yogyakarta 48 11 22,92 Jawa Timur 184 34 18,48 Banten 37 3 8,11 Bali 41 15 36,59

Nusa Tenggara Barat 17 4 23,53 Nusa Tenggara Timur 31 14 45,16 Kalimantan Barat 31 14 45,16 Kalimantan Tengah 15 7 46,67 Kalimantan Selatan 29 5 17,24 Kalimantan Timur 35 8 22,86 Sulawesi Utara 31 6 19,35 Sulawesi Tengah 22 3 13,64 Sulawesi Selatan 63 18 28,57 Sulawesi Tenggara 21 5 23,81 Gorontalo 8 0 0,00 Sulawesi Barat 5 1 20,00 Maluku 23 7 30,43 Maluku Utara 14 1 7,14 Papua Barat 10 0 0,00 Papua 24 2 8,33 Rata-Rata 25,57

(13)

Dari total 1.632 RS yang ada di Indonesia pada tahun 2010, sejumlah 402 RS atau sekitar 24,63% melaporkan datanya kepada Ditjen BUK Kemenkes. Pelaporan tertinggi data rawat inap rumah sakit dilakukan oleh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (60%), yaitu dari 10 RS yang ada, terdapat 6 RS yang melapor. Sedangkan pelaporan terendah dilakukan oleh Provinsi Maluku Utara (7,14%), yaitu dari 14 RS yang ada, hanya 1 RS yang melapor. Provinsi yang tidak melaporkan data RS adalah Provinsi Gorontalo dan Provinsi Papua Barat, yaitu tidak ada satupun yang melapor dari 8 RS yang ada di Provinsi Gorontalo dan 10 RS di Provinsi Papua Barat.

Daerah Tertinggal Menurut Kelengkapan Pelaporan RS di Setiap Provinsi

Kelengkapan pelaporan RS melalui SIRS sebesar ≤25,57% pada suatu provinsi berarti provinsi tersebut memiliki persentase kelengkapan pelaporan RS melalui SIRS ≤ rata-rata nasional. Sedangkan kelengkapan pelaporan RS sebesar >25,57% pada suatu provinsi berarti provinsi tersebut memiliki persentase kelengkapan pelaporan RS melalui SIRS > rata-rata nasional.

Persentase kab/kota daerah tertinggal pada provinsi dikelompokkan berdasarkan rentang kuantil kesejahteraan, yaitu sangat rendah (≤20%), rendah (21-40%), agak tinggi (41-60%), tinggi (61-80%), dan sangat tinggi (81-100%).

Tabel Silang Daerah Tertinggal dan Pelaporan Data RS di Indonesia

Tabel 21. Tabel Silang Provinsi dengan Kab/kota Daerah Tertinggal dan Pelaporan Data RS di Indonesia Tahun 2010 Provinsi dengan Kab/Kota

Daerah Tertinggal Kelengkapan Pelaporan RS N ≤25,57% >25,57% N % N % Sangat Tinggi 3 75,00 1 25,00 4 Tinggi 4 66,67 2 33,33 6 Agak Tinggi 4 80,00 1 20,00 5 Rendah 2 50,00 2 50,00 4 Sangat Rendah 7 50,00 7 50,00 14

Dari tabel 21 dapat diketahui bahwa kelengkapan pelaporan RS sebesar ≤25,57% memiliki proporsi tertinggi pada provinsi dengan kab/kota daerah tertinggal kategori agak tinggi (80%), kemudian diikuti oleh kategori sangat tinggi (75%), dan tinggi (66,67%). Kelengkapan pelaporan RS sebesar ≤25,57% memiliki proporsi terendah pada provinsi dengan kab/kota daerah tertinggal kategori rendah (50%) dan sangat rendah (50%).

Perkiraan Persentase Komplikasi Maternal Dilaporkan Ditolong di RS

Dari total 33 provinsi yang ada di Indonesia, provinsi yang memiliki perkiraan persentase tertinggi dari komplikasi maternal dilaporkan ditolong di RS adalah Provinsi

(14)

Kalimantan Selatan (14,06%) dan terendah adalah Provinsi Banten (0,58%) dan Sulawesi Tengah (0,58%).

Tabel 22. Persentase Persalinan Komplikasi Dilaporkan Ditolong RS Berdasarkan SIRS di Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2010

Provinsi Komplikasi di RS Persalinan Estimasi Hamil Σ Ibu Pelaporan RS (%) Kelengkapan Dilaporkan Ditolong RS (%) Persalinan Komplikasi

Aceh 1123 108.081 20,93 4,96 Sumatera Utara 332 314.239 10,74 0,98 Sumatera Barat 1371 113.009 16,28 7,45 Riau 1456 128.654 35,90 3,15 Jambi 681 68.969 36,36 2,72 Sumatera Selatan 3850 166.278 39,47 5,87 Bengkulu 598 38.072 20,00 7,85 Lampung 897 165.443 36,36 1,49

Kep. Bangka Belitung 369 25.427 60,00 2,42 Kepulauan Riau 1321 48.767 42,86 6,32 DKI Jakarta 4915 166.643 41,09 7,18 Jawa Barat 4977 903.889 22,92 2,40 Jawa Tengah 9890 587.709 22,97 7,33 DI Yogyakarta 395 44.812 22,92 3,85 Jawa Timur 7866 564.763 18,48 7,54 Banten 115 244.706 8,11 0,58 Bali 1010 58.644 36,59 4,71

Nusa Tenggara Barat 1694 115.254 23,53 6,25 Nusa Tenggara Timur 2056 128.166 45,16 3,55 Kalimantan Barat 838 107.283 45,16 1,73 Kalimantan Tengah 1133 47.488 46,67 5,11 Kalimantan Selatan 1866 76.983 17,24 14,06 Kalimantan Timur 822 81.628 22,86 4,41 Sulawesi Utara 322 38.385 19,35 4,34 Sulawesi Tengah 48 60.542 13,64 0,58 Sulawesi Selatan 1589 182.018 28,57 3,06 Sulawesi Tenggara 694 60.605 23,81 4,81 Gorontalo 0 21.821 0,00 0,00 Sulawesi Barat 223 25.229 20,00 4,42 Maluku 188 40.092 30,43 1,54 Maluku Utara 117 26.539 7,14 6,17 Papua Barat 92 18.496 0,00 0,00 Papua 271 71.214 8,33 4,57 Rata-rata 1610 146.965 25,57 4,28 PEMBAHASAN

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:

1. Penelitian ini hanya dapat menggambarkan 5 variabel komplikasi maternal saja, karena pada SIRS dan Riskesdas tidak banyak ditemukan variabel dengan definisi operasional yang sama untuk dibandingkan.

2. Riskesdas yang digunakan sebagai data pembanding dari data SIRS bukan merupakan survei yang khusus mengumpulkan masalah kesehatan maternal di populasi sehingga pada sebagian provinsi tidak dapat ditangkap kejadian komplikasi maternal. Akibatnya

(15)

pada sebagian provinsi tersebut tidak dapat diperkirakan besar under reported data SIRS berdasarkan Riskesdas pada kelima variabel komplikasi maternal yang diteliti.

3. Sumber data SIRS yang digunakan dalam penelitian bukan merupakan data mentah, melainkan sudah dalam bentuk penyajian data atau laporan data sehingga variabel yang dapat dianalisis selain variabel komplikasi maternal hanya variabel umur. Variabel umur juga sudah dalam bentuk penggolongan, yaitu <15 tahun, 15-24 tahun, 25-44 tahun, dan >44 tahun sehingga tidak dapat dibuat penggolongan umur yang baru yang sesuai dengan keinginan peneliti.

4. Penelitian ini tidak dapat menggambarkan kejadian komplikasi maternal berdasarkan umur pada Riskesdas. Hal ini dikarenakan keterbatasan data terkait estimasi jumlah ibu hamil yang spesifik pada golongan umur <15 tahun, 15-24 tahun, 25-44 tahun, dan >44 tahun sehingga tidak dapat diperkirakan jumlah komplikasi maternal menurut umur berdasarkan Riskesdas.

5. Semua bentuk perbandingan antara SIRS dan Riskesdas yang dilakukan dalam penelitian ini hanya dapat dilihat sebagai perkiraan saja karena SIRS dan Riskesdas merupakan dua data dengan sasaran yang berbeda sehingga tidak dapat dihasilkan gap ataupun perbedaan yang tepat.

Hasil perbandingan jumlah kejadian komplikasi maternal berdasarkan SIRS dan Riskesdas menunjukkan bahwa jumlah kejadian komplikasi maternal yang digambarkan pada SIRS dan Riskesdas memiliki perbedaan tinggi namun menghasilkan gambaran yang tidak jauh berbeda pada pola kejadian menurut provinsi di Indonesia.

Kemiripan pola kejadian menurut provinsi yang digambarkan SIRS dan Riskesdas pada semua variabel komplikasi maternal yang diteliti dapat dipengaruhi oleh tingginya jumlah ibu hamil pada provinsi-provinsi terutama di Pulau Jawa sehingga sebenarnya jumlah kejadian tidak dapat digunakan secara langsung untuk mengetahui pola kejadian komplikasi maternal.

Umur ibu pada saat kehamilan merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat risiko kehamilan dan persalinan. Umur 20-30 tahun adalah periode umur yang paling aman untuk melahirkan. Sementara umur <20 tahun dan umur di atas 30 atau 35 tahun merupakan umur yang berisiko untuk persalinan (Royston, 1994; Senewe dan Sulistyowati, 2004).

Tingginya kejadian komplikasi maternal pada kelompok umur 25-44 tahun dan 15-24 tahun dapat disebabkan karena jumlah ibu hamil dan melahirkan rata-rata berada pada rentang umur tersebut, sehingga jika dilihat secara angka kejadian absolut akan terlihat bahwa kejadian komplikasi maternal tertinggi terdapat pada rentang umur tersebut.

(16)

Pengelompokkan umur pada penelitian ini mengikuti pengelompokkan yang telah dilakukan oleh SIRS, yaitu <15 tahun, 15-24 tahun, 25-44 tahun, dan >44 tahun. Karena SIRS merupakan data yang berbentuk agregat, maka pengelompokkan umur tersebut tidak dapat diubah. Dengan pengelompokkan umur tersebut akan sulit dilihat bagaimana gambaran kejadian komplikasi maternal pada umur yang berisiko dan yang kurang berisiko.

Besar under reported SIRS berdasarkan Riskesdas didapat dari formula di bawah ini.

Pada analisis under reported SIRS, beberapa provinsi dipilih dan dikelompokkan menjadi wilayah Pulau Jawa dan Bali dan wilayah luar Pulau Jawa dan Bali. Dua wilayah ini kemudian dikelompokkan lagi berdasarkan jumlah penduduknya, yaitu pada wilayah Pulau Jawa dan Bali dikelompokkan dalam dua bagian menjadi provinsi dengan jumlah penduduk >30 juta orang (Povinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur) dan provinsi dengan jumlah penduduk <11 juta orang (Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Banten, dan Bali). Sedangkan pada wilayah luar Pulau Jawa dan Bali, provinsi dikelompokkan menjadi provinsi dengan jumlah penduduk >7 juta orang (Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, dan Sulawesi Selatan) dan provinsi dengan jumlah penduduk <7 juta orang (Provinsi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara TImur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di meskipun Pulau Jawa dan Bali memiliki fasilitas kesehatan yang lebih baik (Balitbangkes, 2012) dan berjumlah penduduk tinggi (BPS, 2010), persentase under reported SIRS pada kehamilan ektopik, plasenta previa, ketuban pecah dini, dan perdarahan pasca persalinan juga masih sama tinggi dengan di Luar Pulau Jawa dan Bali.

Rendahnya persentase under reported preeklampsia/eklampsia di Pulau Jawa dan Bali dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu lebih baiknya pelaporan SIRS untuk kejadian preeklampsia/eklampsia dibandingkan kejadian komplikasi maternal lainnya pada wilayah Pulau Jawa dan Bali, dan atau karena Riskesdas yang dijadikan perbandingan (gold standard) dalam penelitian ini tidak dapat menangkap kejadian preeklampsia/eklampsia di populasi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga terjadi under estimasi dan membuat persentase under reported SIRS untuk kejadian preeklampsia/eklampsia menjadi lebih rendah. Under reported dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kejadian komplikasi maternal yang under reported pada SIRS tersebut tidak terjadi di RS dan atau kejadian komplikasi

(17)

maternal yang under reported pada SIRS tersebut terjadi di RS namun tidak dilaporkan melalui SIRS.

Hasil penelitian menunjukkan Riskesdas tidak dapat menangkap kejadian komplikasi maternal pada sebagian provinsi di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan karena Riskesdas yang digunakan sebagai data pembanding dari data SIRS bukan merupakan survei yang khusus mengumpulkan masalah kesehatan maternal di populasi sehingga jumlah sampel untuk ibu hamil dan atau melahirkan tidak cukup untuk dapat menangkap kejadian komplikasi maternal di populasi. Hal ini dapat diperburuk dengan memang sedikitnya kejadian komplikasi maternal yang terjadi di populasi, yaitu pada kehamilan ektopik hanya 1:125-330 atau 0,30-0,80% (Manuaba, 1998) dan kejadian plasenta previa hanya 0,3-0,5% dari seluruh kehamilan (Wirakusumah, 2005). Sementara pada preeklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini, dan perdarahan pasca persalinan, Riskesdas dapat menangkap lebih baik karena kejadian tersebut di populasi lebih tinggi yaitu 6% pada preeklampsia/eklampsia (Dolea & AbouZahr, 2003), mendekati 10% pada ketuban pecah dini (Manuaba, 1998), dan 10% pada perdarahan pasca persalinan (Oxorn & Forte, 2010). Tidak tertangkapnya kejadian komplikasi maternal pada Riskesdas menunjukkan adanya kemungkinan bahwa data kejadian komplikasi maternal yang berhasil dikumpulkan Riskesdas mengalami under estimasi dari yang sebenarnya terjadi di populasi.

Hasil penelitian menunjukkan hampir 2/3 dari jumlah provinsi di Indonesia memiliki pelaporan SIRS yang ≤25,57 (rata-rata nasional) dan 2 provinsi tidak melaporkan data RS-nya melalui SIRS. Lebih tingginya persentase pelaporan SIRS pada sebagian provinsi dibandingkan provinsi lainnya tidak menjamin lebih baiknya pelaporan SIRS yang diberikan. Hal ini dapat disebabkan ada kemungkinan dalam setahun, RS tidak melaporkan data pada setiap triwulan (Pelaporan SIRS 2010 menggunakan pedoman pelaporan SIRS revisi V tahun 2003, yang mengharuskan data RL2A dilaporkan setiap triwulan atau 3 bulan), yaitu misalnya hanya melaporkan data pada triwulan pertama dan kedua saja, namun pada triwulan ketiga dan keempat tidak melaporkan data. Kemudian RS tersebut dianggap sudah melaporkan data SIRS sehingga menambah tinggi nilai persentase RS yang melapor dan memperlihatkan persentase pelaporan RS yang lebih tinggi.  

Pelaporan data RS melalui SIRS pada provinsi dengan kabupaten/kota daerah tertinggal menunjukkan bahwa proporsi pelaporan data RS yang rendah lebih tinggi terdapat pada provinsi dengan kabupaten/kota daerah tertinggal kategori agak tinggi (80%), sangat tinggi (75%), dan tinggi (66,67%).

(18)

Menurut WHO, 15-20% ibu hamil baik di negara maju maupun berkembang akan mengalami risiko tinggi dan atau komplikasi (Bappenas, 2010). Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan dan bertempat di fasilitas kesehatan adalah syarat aman untuk mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan (Balitbangkes, 2010). Dengan demikian, 15-20% ibu hamil yang diperkirakan akan mengalami komplikasi perlu ditolong dengan melakukan persalinan di rumah sakit. Oleh karena itu, pelaporan RS yang terintegrasi, yaitu melalui SIRS, seharusnya dapat menggambarkan komplikasi maternal yang terjadi di RS dan dapat melihat berapa besar ibu dengan persalinan komplikasi yang memiliki akses ke RS.

Dari total 33 provinsi yang ada di Indonesia, hanya Provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki perkiraan persentase komplikasi maternal dilaporkan ditolong di RS yang cukup tinggi yaitu 14,06%. Persentase komplikasi maternal dilaporkan ditolong di RS berdasarkan SIRS, hanya dapat dilihat jika kelengkapan pelaporan SIRS pada setiap provinsi di Indonesia bernilai 100%. Jika melihat pada kelengkapan pelaporan SIRS pada tahun 2010, persentase kelengkapan pelaporan RS tertinggi hanya sebesar 60% dengan rata-rata nasional sebesar 25,57%. Hal ini berarti pelaporan SIRS 2010 belum dapat digunakan untuk melihat apakah 15-20% ibu hamil yang diperkirakan akan mengalami komplikasi di populasi memiliki akses untuk ditolong di rumah sakit, karena kelengkapan pelaporan SIRS masih rendah.

KESIMPULAN

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut.

1. SIRS dan Riskesdas hasilkan gambaran kejadian komplikasi maternal yang jauh berbeda pada jumlah kejadian, namun tidak jauh berbeda pada pola kejadian berdasarkan provinsi. 2. Jumlah kejadian (absolut) tidak dapat secara langsung digunakan untuk melihat pola

kejadian komplikasi maternal menurut provinsi, karena hasilnya bergantung penyebutnya. 3. Berdasarkan SIRS, persentase komplikasi dilaporkan ditolong di RS diperkirakan masih

rendah, yaitu <8%, kecuali pada Provinsi Kalimantan Selatan dengan presentase 14,06%. Perkiraan persentase ini hanya dapat dilihat jika kelengkapan pelaporan SIRS 100%. Hal ini berarti pelaporan SIRS 2010 belum dapat digunakan untuk melihat apakah 15-20% ibu hamil yang diperkirakan akan mengalami komplikasi di populasi memiliki akses untuk ditolong di rumah sakit, karena kelengkapan pelaporan SIRS masih rendah

4. Perkiraan persentase under reported SIRS berdasarkan Riskesdas, mencapai 70%-99% lebih pada semua kejadian komplikasi maternal yang diteliti, kecuali pada preeklampsia/eklampsia di Pulau Jawa dan Bali yang perkiraan persentase under

(19)

reportednya berkisar 5%-40% lebih. Under reported dapat disebabkan karena kejadian komplikasi tidak terjadi di RS, atau terjadi di RS namun tidak dilaporkan melalui SIRS. 5. Riskesdas tidak dapat menangkap kejadian komplikasi maternal pada sebagian provinsi

karena Riskesdas bukan merupakan survei yang khusus mengumpulkan masalah kesehatan maternal. Adanya kemungkinan data kejadian komplikasi maternal yang berhasil dikumpulkan Riskesdas mengalami under estimasi.

6. Hampir 2/3 provinsi di Indonesia memiliki pelaporan SIRS yang ≤25,57% atau ≤ rata-rata persentase nasional

7. Proporsi pelaporan RS yang rendah lebih tinggi berada pada provinsi yang memiliki kab/kota daerah tertinggal dengan kategori agak tinggi, tinggi, dan sangat tinggi

SARAN

Saran yang dapat diberikan adalah:

1. Bagi RS di Indonesia, sebaiknya melaporkan data pencatatan RS melalui SIRS secara rutin agar dapat diketahui gambaran kejadian masalah kesehatan terutama komplikasi maternal sesuai keadaan yang sebenarnya sehingga dapat dibuat perencanaan yang baik untuk penanggulangannya

2. Bagi Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan, sebaiknya meningkatkan lagi pembinaan terkait pelaporan data RS melalui SIRS pada RS di Indonesia, terutama pada RS yang diketahui memiliki pelaporan rendah

3. Bagi penelitian selanjutnya agar dapat menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 sebagai data pembanding dalam melihat keadaan pelaporan SIRS terutama pada kejadian komplikasi maternal pada tahun 2012. Hal ini dikarenakan SDKI merupakan survei yang cukup fokus pada masalah kesehatan maternal sehingga dapat menangkap kejadian komplikasi maternal dengan lebih baik.

DAFTAR REFERENSI

Bappenas. (2010). Peta jalan percepatan pencapaian tujuan pembangunan millenium di indonesia. Jakarta: Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Maret 5, 2013. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/10299/.

Pusdatin. (2012). Buletin jendela data dan informasi kesehatan penyakit tidak menular. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Februari 15, 2013. http://agus34drajat.files.wordpress.com/2011/03/kmk-no-160-ttg-renstra_2010-20141.pdf. Balitbangkes. (2012). Laporan akhir riset fasilitas kesehatan 2012. Jakarta: Badan Penelitian

(20)

Benson, R. C., & Pernoll, M. L. (2009). Komplikasi pada Kehamilan Lanjut. Dalam R. C. Benson, M. L. Pernoll, S. S. Primarianti, & T. Resmisari (Penyunt.), Buku saku obstetri dan ginekologi (S. Wijaya, Penerj., 9 ed., hal. 343). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

DitjenBUK. (2012). Penyajian data SIRS edisi 2012. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Royston, E., & Armstrong, S. (1994). Pencegahan kematian ibu hamil (1 ed.). (A. Kaptiningsih, G. H. Wiknjosastro, H. Pratomo, I. Chair, J. Annas, T. Rachimhadhi, Penyunt., & R. F. Maulany, Penerj.) Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara.

Senewe, F. P., & Sulistiyowati, N. (2004). Faktor-faktor yang berhubungan dengan komplikasi persalinan tiga tahun terakhir di Indonesia (Analisis lanjut SKRT-Susenas 2001). Bul. Penel. Kesehatan , 32 No.2, 83-91. Februari 11, 2013.

BPS. (2010). Hasil sensus penduduk 2010: data agregat per provinsi. Jakarta: BPS.  

Manuaba, i. b. (1998). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. (Setiawan, Penyunt.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Dolea, C., & AbouZahr, C. (2003). Global Burden of hypertensive disorders of pregnancy in the year 2000. Geneva: Evidence and Information for Policy (EIP) World Health Organization.

Balitbangkes. (2010). Riset kesehatan dasar 2010. Kemenkes RI. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Februari 20, 2013. http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskesdas2010/Lapor an_riskesdas_2010.pdf.

DitjenBUK. (2012). Penyajian data SIRS edisi 2012. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Oxorn, H., & Forte, W. R. (2010). Ilmu kebidanan: patologi & fisiologi persalinan. (M. Hakimi, Penyunt.) Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica & Penerbit Andi.

Kementrian-PPN, & Bappenas. (2010). RPJMN 2010-2014. Jakarta: Kementrian PPN dan Bappenas.

Pusdatin. (2009). Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan 2007-2011. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI.

Gambar

Tabel 1 Pembandingan variabel SIRS dan Riskesdas pada Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2010
Tabel 2. Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Provinsi Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010  Provinsi  Komplikasi Maternal  Kehamilan  Ektopik  Preeklampsia/Eklampsia  Plasenta Previa  Ketuban  Pecah Dini  Perdarahan Pasca  Persalinan  Aceh  29  223  138  249  98  Sumatera Utara  60  202  155  156  108  Sumatera Barat  100  322  106  279  190  Riau  94  250  171  350  217  Jambi  42  156  14  103  43  Sumatera Selatan  61  315  78  258  146  Bengkulu  19  57  19  80  53  Lampung  91  367  108  337  168
Tabel 3. Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Provinsi Berdasarkan Estimasi dari Hasil Riskesdas di  Indonesia Tahun 2010  Provinsi  Komplikasi Maternal  Kehamilan  Ektopik  Preeklampsia/Eklampsia  Plasenta Previa  Ketuban  Pecah Dini  Perdarahan Pasca  Persalinan  Aceh  0  0  1.175  7.049  1.175  Sumatera Utara  1.699  3.397  10.192  6.794  10.192  Sumatera Barat  0  1.108  2.216  11.079  2.216  Riau  0  1.608  1.608  4.825  0  Jambi  0  0  1.169  0  0  Sumatera Selatan  0  0  0  5.605  0  Bengkulu  0  952  952  2.855  952  Lampung  0  3.276  0  1.638  0
Tabel 4. Jumlah Kejadian Komplikasi Maternal Menurut Umur Berdasarkan SIRS di Indonesia Tahun 2010  Umur  Komplikasi Maternal Kehamilan  Ektopik  Preeklampsia/Eklampsia  Plasenta Previa  Ketuban  Pecah Dini  Perdarahan Pasca  Persalinan  &lt;15  12  106  13  42  50  15-24  532  2.278  515  2.469  1.087  25-44  1.639  5.440  2.080  5.280  3.079  &gt; 44  131  487  242  205  181  Jumlah  2.314  8.311  2.850  7.996  4.397
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa strategi komunikasi pemasaran yang diterapkan, yakni melalui periklanan (advertising) dan personal selling (penjualan

Lembaga-lembaga hukum publik tersebut merupakan badan hukum perdata dan melalui organ-organnya (Badan atau Jabatan TUN) menurut peraturan perundang-undangan yang

Fakta biologi utama dari rizosfer atau daerah yang dipengaruhi akar adalah jumlah yang banyak dan aktivitas yang tinggi dari mikroorganisme tanah dalam area ini

Info identitas Fausta Gallery, info data kategori, info data.. produk, info laporan penjualan, info data customers ,

Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi- mungkar,

gerak siswa pada pembelajaran seni tari di kelas VI Sekolah Dasar Negeri. Kecamatan Situraja

Salah satu cara utama bagi perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen adalah dengan menawarkan produk yang berkualitas, yang mampu memenuhi kebutuhan

Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sun,dkk (2010), antara lain adalah tidak digunakannya variabel ukuran dewan direksi