• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan asap sebagai media untuk mengawetkan. Menurut Harris (1989),

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan asap sebagai media untuk mengawetkan. Menurut Harris (1989),"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengasapan Ikan

Pengasapan ikan merupakan metode pengawetan tradisional yang menggunakan asap sebagai media untuk mengawetkan. Menurut Harris (1989), pengasapan tradisional merupakan proses yang sifat khas produknya terbentuk dari gabungan perlakuan panas, komponen asap, dan aliran gas. Asap adalah produk yang dihasilkan karena pembakaran yang tidak sempurna dari bahan dasar karbon; untuk pengasapan ikan biasanya menggunakan serbuk kayu atau kepingan kayu (Martin, 1994) . Ada dua metode dalam pengasapan ikan yaitu pengasapan dingin dan pengasapan panas. Metode pengasapan dingin dan pengasapan panas dibedakan hanya dari suhu yang digunakan untuk mengasapi (Martin, 1994). 2.1.1 Pengasapan Dingin

Pada pengasapan dingin, produk ikan secara perlahan diasapi dengan temperatur yang rendah (15 – 30 oC) untuk mencegah koagulasi dari protein otot. Bahan dasarnya bisa segar atau beku (Okuzumi dan Fuji, 2000). Pengasapan dingin biasanya diterapkan di daerah beriklim sedang. Sedangkan di Indonesia pengasapan dingin jarang digunakan. Spesies ikan tropis dapat di asap secara dingin pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan spesies ikan yang berasal dari perairan beriklim sedang karena proteinnya terdenaturasi pada suhu yang lebih tinggi (Irianto dan Giyatmi, 2009).

2.1.2 Pengasapan Panas

Pengasapan panas lebih dirancang untuk meningkatkan aroma melalui aroma dari asap itu sendiri, dibandingkan untuk pengawetan ikan akibat asap.

(2)

Pengasapan panas menggunakan suhu yang cukup yaitu 80 - 90 oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek yaitu 3 - 8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam (Adawyah, 2007). Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap. Pengasapan panas pada prinsipnya merupakan usaha penanganan ikan secara perlahan. Pada pengasapan panas terjadi penyerapan asap, ikan cepat menjadi matang tetapi kadar air di dalam daging masih tinggi sehingga tidak tahan lama (Kadir, 2004).

2.2 Bahan Bakar dan Pembakaran

Bahan dasar pengasapan secara umum mengandung sedikit getah dan memiliki aroma yang enak. Terlalu banyak getah menyebabkan banyak asap dan rasa yang tidak enak. Bahan bakar yang lazim digunakan dalam pengasapan adalah kayu, dapat berupa serbuk gergaji, sabut kelapa, merang, ampas tebu, dan lain sebagainya. Kayu keras biasanya digunakan sebagai bahan dasar pengasapan (Okuzumi dan Fuji, 2000). Jika pembakaran tidak sempurna maka asap yang mengandung bahan organik akan bereaksi dengan ikan dan menghasilkan aroma asap.

Saat dibakar, semua komponen berubah, air berubah menjadi uap dan butiran-butiran air. Jika jumlah oksigen cukup banyak, maka hasil pembakaran tersebut akan berupa uap air, gas asam arang, dan abu hasil pembakaran tidak terbentuk asap. Apabila jumlah oksigen tidak mencukupi, akan terbentuk asap yang terdiri atas CO2, alkohol, aldehid, asam organik, dan lain sebagainya

(3)

(Adawyah, 2007). Jadi asap sesungguhnya merupakan campuran dari cairan, gas, dan padatan.

2.3 Prinsip Pengasapan

Dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Asap ini mengandung partikel padatan berukuran kecil dan uap. Berdasarkan hasil penelitian laboratorium, Afrianto dan Liviawaty (2005), mengungkapkan asap mempunyai kandungan kimia sebagai berikut: air, aldehid, asam asetat, keton, alkohol, asam formiat, fenol, dan karbon dioksida. Unsur-unsur kimia ini dapat berperan sebagai:

1). Desinfektan yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme penyebab pembusukan yang terdapat dalam tubuh ikan.

2). Pemberi warna pada tubuh ikan, sehingga ikan yang telah diawetkan dengan proses pengasapan berwarna kuning keemasan.

3). Bahan pengawet, karena unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam asap mampu memberikan kekuatan pada tubuh ikan untuk melawan aktivitas penyebab ketengikan. Menurut Adawyah (2007), komponen-komponen asap yang merupakan bahan pengawet antara lain: alkohol (metil alkohol), aldehid

(formaldehid dan asetaldehid), asam-asam organik (asam semut dan asam cuka) Tingkat keberhasilan proses pengasapan ikan tergantung pada tiga faktor utama yang saling berkaitan, yaitu:

a. Mutu dan volume asap

Mutu dan volume asap dihasilkan tergantung dari jenis kayu yang digunakan. Untuk menghasilkan ikan asap bermutu tinggi sebaiknya digunakan jenis kayu yang mampu menghasilkan asap dengan kandungan unsur fenol dan

(4)

asam organik cukup tinggi, karena kedua unsur ini lebih banyak melekat pada tubuh ikan dan dapat menghasilkan rasa maupun warna daging ikan asap yang khas.

b. Suhu dan kelembaban ruang pengasapan

Ruangan yang cukup baik untuk digunakan sebagai tempat pengasapan ikan adalah ruangan yang mempunyai suhu dan kelembaban yang rendah. Suhu dan kelembaban yang rendah menyebabkan volume asap yang melekat pada tubuh ikan menjadi lebih banyak dan merata. Selain itu, kelembaban yang rendah dapat membuat cairan dalam tubuh ikan lebih cepat menguap dan proses pengasapan dapat berlangsung cepat. Ruang pengasapan sebaiknya dibuat terpisah dari tempat pembakaran agar suhu dan konsentrasi asap mudah untuk dikendalikan

(Ashbrook, 1955).

c. Sirkulasi udara dalam ruang pengasapan

Sirkulasi udara yang baik menyebabkan partikel asap yang menempel pada tubuh ikan menjadi lebih banyak dan merata (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Aliran udara yang cepat pada ruang pengasapan sangat dibutuhkan untuk membuang udara lembab yang ada didalamnya (Ashbrook, 1955).

Standar mutu ikan asap yang telah ditetapkan oleh badan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.

(5)

Tabel 1. Persyaratan mutu ikan asap

Jenis uji Satuan Persyaratan

a. Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7

b. Cemaran mikroba*

- ALT Koloni/g Maksimal 1,0 x 105

- Escherichia coli APM/g Maksimal < 3

- Salmonella per 25 g Negatif

- Vibrio cholerae* per 25 g Negatif

- Staphylococcus aureus* koloni/g Maksimal 1,0 x 103

c. Kimia*

- Kadar air % fraksi massa Maksimal 60

- Kadar histamin mg/kg Maksimal 100

- Kadar garam % fraksi massa Maksimal 4

CATATAN *) Bila diperlukan Sumber: SNI 2725.1: 2009 2.4 Model Alat Pengasap

Alat pengasapan ikan yang ada sekarang merupakan hasil pengembangan sebelumnya untuk mendapatkan hasil ikan asap yang bermutu dengan waktu cepat. Menurut Adawyah (2007), alat pengasapan secara umum dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:

a. Alat pengasap semi konvensional

Alat tersebut berupa bangunan mirip rumah dengan kerangka kayu atau besi, yang terdiri atas dua bagian, yaitu bagian tungku terletak dibagian bawah dan tempat pengasapan dibagian atas. Dinding dan bagian atas dibiarkan terbuka dan dibuat bersusun tiga, sedangkan dinding tungku ditutup seng dan dipasang pintu untuk mengurangi asap dan panas yang terbuang. Di atas tungku

ditempatkan pelat baja berlubang untuk meratakan panas/asap. Alat pengasap seperti itu boros karena banyak asap yang terbuang.

(6)

b. Alat pengasap model kabinet atau rumah pengasap

Pengasap kabinet terdiri atas dua bagian, yaitu bagian bawah untuk tungku dan bagian atas untuk ruang pengasapan. Konstruksinya dapat berupa kerangka besi siku, dinding, dan atap dari pelat besi tipis. Dapat juga berupa perangkat kayu atau menggunakan dinding bata yang permanen.

Bagian tungku dan bagian pengasap dipasang pintu dan pada atap dipasang tutup yang dapat diatur bukaannya. Disekitar tungku diberi lubang-lubang untuk ventilasi yang dapat ditutup. Ventilasi serupa dipasang di ruang pengasap. Jarak antara lapisan ikan paling bawah dengan tungku cukup sehingga api tidak menyentuh ikan secara langsung.

c. Alat pengasap model drum

Alat dibuat dari drum bekas ukuran 200 liter. Dasar drum dibuat berlubang agar udara segar masuk dan untuk sarana pembuangan abu, sedangkan dibagian atas pipa dibuat cerobong., Antara tungku dan ruang pengasapan dibuat bersusun dengan ukuran tergantung ukuran ikan dan cara penyusunan ikan.

d. Alat pengasap dengan penggerak motor listrik

Bentuk seperti bangunan rumah atau kamar biasa yang seluruhnya digunakan sebagai ruang pengasap. Dinding dibuat dengan batu bata permanen, kayu atau bahan lain, sedangkan atapnya dari seng atau asbes gelombang. Bagian belakang bangunan dipasang tungku dengan model bermacam-macam. Dapat dibuat dari drum bekas ukuran 200 liter atau dengan tungku batu bata.

Bagian depan bangunan dipasang pintu lebar, sehingga jika dibuka seluruh bagian dalam ruang pengasapan akan tampak. Di dalam ruang pengasap dipasang rak-rak yang dapat diputar (dipasang motor listrik) dan dapat ditarik keluar

(7)

(dipasang roda dibagian bawahnya) untuk menempatkan ikan. Rak tersebut dibuat dengan kerangka besi berbentuk kotak dengan bagian tengah dipasang sumbu dari pipa besi. Sumbu itu kemudian dihubungkan dengan motor listrik sehingga rak dapat diputar agar asap lebih merata.

e. Pengasapan tidak langsung

Model alat pengasapan tidak langsung adalah menempatkan tungku terpisah dari ruang pengasap. Asap dari tungku dialirkan masuk ke dalam ruang pengasap melalui pipa tujuannya agar asap yang masuk ke ruang pengasapan tidak panas (pengasapan dingin). Melalui cara itu , masuknya panas dari tungku ke dalam ruang pengasap lebih mudah diatur sehingga pengaturan suhunya lebih mudah dilakukan (Ashbrook, 1955). Di sisi lain, asap yang masuk ruang pengasap dapat diatur tebal atau tipisnya asap. Kecepatan aliran udara yang tinggi

dibutuhkan untuk mengeluarkan kelebihan udara lembab di dalam ruang

pengasapan. Alat pengasapan dingin modern yang diproduksi mauting (Gambar 1) memiliki elemen pemanas pada ruang pengasapannya sehingga panas dapat diatur sesuai kebutuhan. Suhu maksimal yang dihasilkan adalah 120 oC. Kayu digunakan hanya untuk menghasilkan asap. Ukuran dari alat ini adalah 2320 x 1362 x 1125 mm dengan diameter kipas 120 mm. Alat pengasapan ini dilengkapi dengan sensor suhu dan kelembaban. Alat pengasapan dingin mauting membutuhkan daya 20,7 kW dan tegangan 230 V.

(8)

Gambar 1. Model alat pengasapan dingin modern (Mauting, 2010)

2.5 Mikrokontroler ATMega 8535

Mikrokontroler adalah rangkaian elektronik yang terintegrasi untuk membuat sebuah alat pengontrol. Biasanya terdiri dari CPU (Central Processing Unit), RAM (Random Access Memory), ROM (Read Only Memory), I/O

(Input/Output) port, dan timers. Mikrokontroler ATMega 8535 merupakan jenis mikrokontroler yang diproduksi oleh Atmel. Mikrokontroler ini memiliki

arsitektur RISC 8 bit, dimana semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bits word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 siklus clock.

Menurut Wardhana (2006) keunggulan pemakaian ATMega 8535

disebabkan karena memiliki fasilitas yang lengkap. Konfigurasi pin yang ada pada ATMega 8535 sebagai berikut:

1. VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai masukan dari catu daya 2. GND adalah pin ground

(9)

3. Port A (PA0..PA7) adalah pin I/O dua arah dan sebagai masukan pin ADC.

4. Port B (PB0..PB7) adalah pin I/O dua arah dan sebagai pin dengan fungsi khusus yaitu timer/counter, komparator analog, dan SPI. 5. Port C (PC0..PC7) adalah pin I/O dua arah dan pin dengan fungsi

khusus berupa TWI, komparator analog, dan timer osilator. 6. Port D (PD0..PD7) adalah pin I/Odua arah dan pin dengan fungsi

khusus berupa komparator analog, interupsi eksternal, dan komunikasi serial.

7. RESET merupakan pin yang berguna untuk menset ulang mikrokontroler.

8. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan clock eksternal. 9. AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.

10. AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.

2.6 Sensor

Sensor merupakan suatu alat yang menangkap perubahan fisik maupun kimia dan merubahnya menjadi sinyal yang bisa diukur dan dicatat. Proses yang terjadi dalam unit sensor adalah pendeteksian terhadap besaran masukan dan melakukan pengubahan sinyal secara mekanis atau umumnya secara listrik (Sarwono, et.al, 1992). Berdasarkan rangkaian pengkondisi sinyal, sensor dapat dibagi menjadi dua, yaitu pasif dan aktif. Sensor aktif memerlukan pemicu

eksternal yang berupa rangkaian penyangga sensor, sehingga selalu ada arus yang melewati sensor. Contoh sensor aktif adalah termistor, RTD (Resistance

(10)

Temperature Detector), dan strain gages. Sensor pasif menghasilkan sinyal keluaran sendiri tanpa memerlukan rangkaian dan arus tambahan. Contohnya

thermocouple yang menghasilkan tegangan thermoelectric dan fotodioda yang menghasilkan photocurrent (Withamana, 2009).

2.6.1 Sensor Suhu

Sensor suhu merupakan sensor yang mendeteksi rangsangan suhu dan merubahnya menjadi sinyal listrik. Ada enam gejala fisik benda yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengukuran suhu, yaitu: pemuaian zat cair, padat, ataupun gas; perubahan tahanan listrik; perubahan dalam gaya gerak listrik; pancaran gelombang elektromagnetik dari permukaan suatu benda; perubahan frekuensi dari permukaan suatu benda; perubahan frekuensi dari permukaan suatu benda dan kecepatan reaksi kimia (Griffiths, 1976). Sensor suhu merupakan alat yang berfungsi untuk mengindera perubahan suhu lingkungan suatu zat tertentu (padat, cair, gas). Sensor suhu yang baik adalah sensor yang memiliki respon yang peka terhadap perubahan suhu sekecil mungkin.

Sensor suhu yang digunakan pada penelitian ini adalah sensor suhu digital jenis DS1820 (Gambar 2). Sensor suhu ini mampu mendeteksi suhu dengan kisaran -55 - 125 oC. Tingkat akurasi sensor suhu ini adalah ± 0.5 oC pada kisaran -10 - 85 oC. Kecepatan pembacaan data maksimal 750 ms (DS1820, 2010).

(11)

Gambar 2. Konfigurasi Pin DS1820 (DS1820, 2010) 2.6.2 Sensor Asap

Sensor asap TGS2600 mampu beroperasi pada suhu -10 - 55 oC dengan daya maksimum 535 mW (Datasheet TGS2600). Sensor TGS2600 menggunakan semikonduktor oksida logam yang terbentuk pada substrat aluminium sebagai chip sensor yang digabungkan dengan pemanas. Konduktivitas dari sensor ini akan meningkat sesuai dengan konsentrasi gas yang ada di udara. Sensor TGS2600 memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap konsentrasi gas hidrogen dan karbon monoksida dengan level beberapa ppm. Berikut adalah grafik hubungan antara konsentrasi gas dengan perbandingan resistansi antara udara mengandung gas tertentu dengan udara segar (Gambar 3).

Struktur dan dimensi TGS2600 dapat dilihat pada Gambar 4. Sensor TGS2600 memiliki dua masukan tegangan; tegangan untuk pemanas VH dan tegangan untuk sirkuit Vc. Tegangan untuk pemanas diperlukan untuk menjaga agar sensor dapat merekam data secara optimal. Konsumsi daya pada sensor TGS2600 akan mencapai titik tertinggi jika nilai resistansi sensor sama dengan nilai resistansi referensi (TGS2600, 2010).

(12)

Gambar 3. Karakteristik Sensitivitas TGS2600 (TGS2600, 2010)

Gambar

Tabel 1. Persyaratan mutu ikan asap
Gambar 1. Model alat pengasapan dingin modern (Mauting, 2010)
Gambar 2. Konfigurasi Pin DS1820 (DS1820, 2010)  2.6.2  Sensor Asap
Gambar 3. Karakteristik Sensitivitas TGS2600 (TGS2600, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa konsentrasi substrat tepung kulit pisang kepok dan kecepatan pengadukan (agitasi) berpengaruh

meyakini bahwa perintah menyembelih anaknya itu mesti dilaksanakan, akan tetapi Ibrahim tetap melakukan dialog bersama putranya untuk meminta pendapatnya.

“Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk Di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo Tahun 2010 ”.. Selama proses

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosial budaya perawatan kehamilan yang masih dipercaya dan dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat suku Makassar di Kecamatan Turatea

Adapun yang menjadi obyek permasalahan dalam penelitian ini adalah pemikiran atau konsepsi kecemasan manusia dalam berinteraksi dengan orang lain dan timbulnya

Faktor-faktor yang membatasi produktivitas primer fitoplankton di perairan di antaranya adalah intensitas cahaya matahari, suhu, unsur hara, dan biomassa fitoplankton (Siege

Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet. Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet

Kemudian dilakukan thresholding untuk mengkonversi ke Binary Image, karena plat yang menjadi input bervariasi, maka proses thresholding disini mengalami sedikit perubahan,