• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI ADSORBEN ION KADMIUM (II) DAN TIMBAL (II) DENGAN AKTIVATOR HCl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI ADSORBEN ION KADMIUM (II) DAN TIMBAL (II) DENGAN AKTIVATOR HCl"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Repository FMIPA 1

POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

ADSORBEN ION KADMIUM (II) DAN TIMBAL (II) DENGAN AKTIVATOR HCl

Suharsimi Absus1, Itnawita2, Ganis Fia Kartika2

1

Mahasiswa Program Studi S1 Kimia FMIPA-Universitas Riau

2

Dosen Jurusan Kimia FMIPA-Universitas Riau

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya, Pekanbaru, 28293, Indonesia

suharsimiabsus@ymail.com ABSTRACT

In this study, the activator used to activate the avocado seed powder was HCl with variation concentration of 2.5, 5.0, and 7.5%. The result of characterization indicated that the powder avocado seed which activated by HCl 5.0% has the best result with water content, ash content, adsorption of iodine, and surface area were 12.28%, 0.02%, 823.71 mg/g, and 86.94 m2/g, respectively. The result of adsorption cadmium (II) and lead (II) ion on avocado seed powder which has been activated showed that efficiency adsorption were 89.05 and 96.81%, respectively. The result of capacity adsorption were 1.12 and 2.34 mg/g, respectively. The result of efficiency and capacity adsorption were effected by functional group of OH, CH, C=C, C–O and C–N which analyzed by Spectrofhotometer Fourier Transform Infrared (FTIR).

Keywords : adsorbent, adsorption, avocado seed powder, HCl.

ABSTRAK

Pada penelitian ini, aktivator yang digunakan untuk mengaktivasi bubuk biji alpukat adalah HCl dengan variasi konsentrasi 2,5; 5,0 dan 7,5%. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa bubuk biji alpukat terbaik adalah bubuk yang diaktivasi dengan larutan HCl 5,0% dengan kandungan air, kandungan abu, daya adsorpsi terhadap iodium, dan luas permukaan berturut-turut adalah 12,28%; 0,02%; 823,71 mg/g; dan 86,93 m2/g. Efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat yang diaktivasi terhadap ion kadmium (II) dan timbal (II) berturut-turut adalah 89,05 dan 96,81%. Hasil kapasitas adsorpsi berturut-turut yaitu 1,12 dan 2,34 mg/g. Hasil ini dipengaruhi oleh adanya gugus fungsi OH, CH, C=C, C–O dan C–N yang dianalisis menggunakan Spektrofotometer Fourier

Transform Infrared (FTIR).

(2)

Repository FMIPA 2

PENDAHULUAN

Produksi buah alpukat di Indonesia khususnya di Riau pada tahun 2013 mencapai 490 ton. Produksi ini tidak hanya menghasilkan daging buah yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat tetapi juga menghasilkan limbah padat berupa biji alpukat. Bagian buah alpukat yang dapat dikonsumsi sekitar 79,65% sedangkan sekitar 20,35% menjadi limbah padat (Arnold, 2013). Sejauh ini, masyarakat memanfaatkan biji alpukat sebagai obat tradisional yaitu untuk obat sakit gigi (Monica, 2006).

Mengingat biji alpukat memiliki kandungan senyawa organik yang tinggi yaitu amilosa 43,3% dan amilopektin 37,7% (Lubis, 2008) maka sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan adsorben, sehingga dapat meningkatkan nilai guna biji alpukat. Penelitian tentang pemanfaatan biji alpukat sebagai adsorben telah banyak dilakukan baik dalam bentuk arang maupun bubuk. Pada penelitian Alejandra dkk. (2007), adsorben biji alpukat yang dipreparasi dengan cara karbonisasi pada temperatur 800℃ dan 1000℃ serta diaktivasi menggunakan H3PO4

mempunyai luas permukaan 1802 m2/g dan 452 m2/g. Selain itu, pada penelitian Bhaumik dkk. (2014) bubuk biji alpukat yang diaktivasi menggunakan H2SO4

mampu mengadsorpsi 99,95% ion Cr(VI).

Berdasarkan penelitian Alfiany dkk. (2013) tentang adsorben dengan bahan baku tongkol jagung yang diaktivasi menggunakan beberapa aktivator asam, HCl dapat digunakan untuk membuka situs aktif permukaan adsorben. Oleh karena itu, dalam penelitian ini bubuk biji alpukat diaktivasi menggunakan HCl dengan

variasi konsentrasi 2,5; 5,0 dan 7,5%. Bubuk biji alpukat terbaik digunakan sebagai adsorben ion kadmium (II) dan timbal (II).

Ion kadmium (II) dan timbal (II) berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Adanya ion kadmium dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya kanker paru-paru, jantung dan merusak fungsi ginjal, sedangkan kelebihan timbal dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya penurunan kadar retikulosit dalam tubuh, memperpendek umur eritrosit dan gangguan pada ginjal.

Demi mengetahui seberapa besar kemampuan bubuk biji alpukat, maka dilakukan penelitian tentang pembuatan bubuk biji alpukat yang diaktivasi dengan asam klorida sebagai adsorben ion kadmium (II) dan timbal (II) melalui metode adsorpsi.

METODE PENELITIAN a. Preparasi sampel

Biji alpukat (Persea americana

Mill) dipisahkan dari daging buah dan dibersihkan menggunakan air kran. Kulit ari biji alpukat dibuang dan dicuci dengan akuades. Setelah itu, biji alpukat ditumbuk kasar menjadi beberapa bagian dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama seminggu. Biji alpukat yang telah kering, digerus menjadi bubuk dan diayak menggunakan ayakan lolos 100 dan tertahan pada 200 mesh. Bubuk yang tertahan pada ayakan 200 mesh dimasukkan ke dalam beaker dan dicuci dengan larutan NaHCO3 1%.

Setelah itu, bubuk dikeringkan dalam oven pada suhu 115℃, setelah kering digerus kembali menggunakan lumpang dan alu. Bubuk diayak menggunakan

(3)

Repository FMIPA 3 ayakan 100 dan 200 mesh. Bubuk biji

alpukat yang tertahan pada ayakan 200 mesh disimpan di dalam desikator.

b. Aktivasi Bubuk Biji Alpukat

Bubuk biji alpukat ditimbang masing-masing sebanyak 10 g dan dimasukkan ke dalam beaker gelas. Kemudian ditambahkan 100 mL larutan HCl dengan variasi konsentrasi 2,5; 5,0 dan 7,5% (v/v). Selanjutnya, campuran bubuk biji alpukat dan larutan HCl diaduk menggunakan magnetik stirer selama 5 menit dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian, disaring dan dicuci dengan akuades, filtratnya diuji dengan indikator pH universal. Setelah pH filtrat netral, bubuk biji alpukat dikeringkan dalam oven pada suhu 115℃. Bubuk biji alpukat didinginkan dan disimpan dalam desikator.

c. Karakterisasi Bubuk Biji Alpukat (SNI-06-4253-1996)

1. Kandungan air

Bubuk biji alpukat ditimbang sebanyak 0,5 g. Kemudian bubuk biji alpukat tersebut dipanaskan dalam oven pada suhu 115oC selama 30 menit. Setelah itu, didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Kandungan air ditentukan dengan menggunakan rumus:

Kandungan air (%) = w2 − w3

w1 x 100%

Keterangan :

W1 = Berat sampel (g)

W2 = Berat wadah dan sampel (g)

W3 = Berat wadah dan sampel

yang telah konstan (g)

2. Kandungan abu

Bubuk biji alpukat ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 650℃ selama 4 jam.Setelah itu, dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang. Kemudian untuk penentuan kandungan abu berikutnya, krusibel yang berisi bubuk biji alpukat ke dalam furnace kembali selama 1 jam. Setelah itu, didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga konstan. Kandungan air ditentukan dengan menggunakan rumus:

Kandungan abu (%) = w3 − w2

w1 x 100%

Keterangan :

W1 = Berat sampel

W2 = Berat krusibel konstan

W3 = Berat krusibel dan sampel

yang telah konstan

3. Adsorpsi terhadap iodium

Bubuk biji alpukat dipanaskan di dalam oven pada suhu 115oC selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Selanjutnya, bubuk biji alpukat ditimbang sebanyak 0,5 g dan ditambahkan 50 mL larutan iodium 0,1 N. Campuran bubuk biji alpukat dan larutan iodium diaduk selama 15 menit menggunakan magnetik stirer dan didiamkan selama 1 jam. Kemudian bagian larutan yang jernih dipipet sebanyak 5 mL dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat yang telah distandarisasi sebelumnya. Bila warna kuning larutan telah samar, larutan amilum 1% ditambahkan sebanyak 1 mL. Titrasi dilanjutkan dengan teratur hingga warna biru hilang. Daya adsorpsi iodium ditentukan dengan menggunakan rumus:

(4)

Repository FMIPA 4

I2 = V1N1 − V2N2 × 126,9 × fp

w

Keterangan :

V1 = Larutan iodium yang dianalisa

(mL)

V2 = Larutan natrium tiosulftat yang

diperlukan (mL)

N1 = Normalitas larutan iodium

N2 = Normalitas larutan natrium

tiosulfat

W = Berat sampel (g)

4. Adsorpsi terhadap metilen biru

Bubuk biji alpukat dipanaskan pada suhu 115oC selama 1 jam di dalam oven dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Setelah itu, bubuk biji alpukat ditimbang sebanyak 0,5 g, dan ditambahkan larutan metilen biru 250 ppm sebanyak 50 mL. Kemudian diaduk menggunakan magnetik stirer selama 15 menit dan didiamkan selama 5 menit. Selanjutnya, larutan dipisahkan menggunakan sentrifuge selama 10 menit. Bagian larutan yang jernih dipipet. Absorbansi larutan setelah pengontakan diukur pada panjang gelombang 665,0 nm. Metilen biru yang diadsorpsi ditentukan dengan menggunakan rumus: Xm = CO− Ce W g x V L Keterangan: Co = Konsentrasi awal (ppm) Ce = Konsentrasi akhir (ppm) W = Berat adsorben (g) V = Volume (L)

Luas permukaan adsorben ditentukan dengan menggunakan rumus:

S = Xm x N x A BM Keterangan: S Xm N A BM = = = = =

Luas permukaan adsorben (m2/g)

Jumlah metilen biru yang terserap setiap gram

Bilangan avogadro (6,02 x 1023 molekul/mol)

Luas permukaan metilen biru (197,197 x 10-20 m2/mol) Berat molekul metilen biru (319,86 g/mol)

d. Penentuan Daya Adsorpsi Bubuk Biji Alpukat

1. Kadmium

Bubuk biji alpukat ditimbang sebanyak 0,1 g dan dimasukkan beaker gelas 100 mL yang berbeda. Larutan CdCl2.H2O ditambahkan sebanyak 50

mL ke masing-masing beaker gelas dengan variasi konsentrasi 1, 3 dan 5 ppm dan diaduk menggunakan magnetik stirer selama 15 menit dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian bagian larutan yang jernih dipipet dan dianalisis menggunakan alat spektrofotometer serapan atom.

2. Timbal

Bubuk biji alpukat ditimbang sebanyak 0,1 g dan dimasukkan ke dalam beaker gelas 100 mL yang berbeda. Larutan Pb(NO3)2

ditambahkan sebanyak 50 mL ke masing-masing beaker gelas dengan variasi konsentrasi 1, 3, 5 dan 20 ppm dan diaduk menggunakan magnetik stirer selama 15 menit dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian bagian larutan yang jernih dipipet dan dianalisis menggunakan alat spektrofotometer serapan atom.

(5)

Repository FMIPA 5 Tabel 1: Karakterisasi bubuk biji alpukat

No Parameter Konsentrasi Aktivator (HCl) 2,5% 5,0% 7,5%

1 Kadar air (%) 12,34 12,28 19,20

2 Kadar abu (%) 0,06 0,02 0,04

3 Daya adsorpsi iodium (mg/g) 771,59 841,08 823,06

4 Luas permukaan (m2/g) 84,57 86,94 86,61

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakterisasi bubuk biji alpukat

Hasil karakterisasi bubuk biji alpukat yang telah diaktivasi dengan variasi konsentrasi larutan HCl 2,5 ; 5,0 dan 7,5% dapat dilihat pada Tabel 1. Konsentrasi optimum diperoleh pada konsentrasi larutan HCl 5,0%, berdasarkan hasil dari karakterisasi diperoleh kandungan air 12,28%; kandungan abu 0,02%; daya adsorpsi terhadap iodium 823,71 mg/g dan luas permukaan 86,94 m2/g.

Hasil karakterisasi bubuk biji alpukat memperlihatkan bahwa konsentrasi aktivator mempengaruhi kualitas dari adsorben yang dihasilkan. Karakterisasi bubuk biji alpukat yaitu penentuan kandungan air, kandungan abu, daya adsorpsi terhadap iodium dan luas permukaan. Kandungan air dan kandungan abu terbaik dapat dilihat dari hasil yang terkecil pada variasi konsentrasi larutan HCl 2,5; 5,0 dan 7,5%, karena jika kandungan air dan kandungan abu besar menunjukkan bahwa kemampuan bubuk biji alpukat untuk mengadsorpsi uap air di udara sangat besar, pori-pori yang terdapat pada permukaan bubuk biji alpukat masih tertutup oleh mineral-mineral dan luas permukaan kecil sehingga mengakibatkan daya adsorpsinya menurun (Azmi, 2015). Pada penelitian ini, bubuk biji alpukat yang mempunyai

hasil kandungan air dan kandungan abu terbaik adalah bubuk biji alpukat yang diaktivasi menggunakan larutan HCl 5,0% dengan kandungan air 12,28% dan kandungan abu 0,02%. Kandungan air pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan kandungan air yang diperoleh oleh Liberty dkk. (2012) yaitu 12,86%, sedangkan untuk kandungan abu mempunyai hasil yang berbeda dengan yang dilakukan oleh Bhaumik, dkk. yaitu 0,22%.

Hasil karakterisasi kandungan air dan kandungan abu didukung oleh besarnya daya adsorpsi bubuk biji alpukat yang diaktivasi dengan larutan HCl 5,0% terhadap iodium yaitu 823,71 mg/g dan luas permukaan yaitu 86,94 m2/g. Daya adsorpsi bubuk biji alpukat terhadap iodium menunjukkan kemampuan bubuk biji alpukat untuk mengadsorpsi larutan berwarna dengan ukuran molekul lebih kecil dari 10 Å (Rumidatul, 2006). Hasil daya adsorpsi bubuk biji alpukat ini juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya struktur mikropori yang terdapat pada bubuk biji alpukat. Semakin besar daya adsorpsi bubuk biji alpukat terhadap iodium maka semakin banyak pula struktur mikropori yang terdapat pada bubuk biji alpukat tersebut, sedangkan daya adsorpsi terhadap metilen biru digunakan untuk menentukan luas permukaan dan menentukan kemampuan dari bubuk biji alpukat

(6)

Repository FMIPA 6 dalam mengadsorpsi larutan berwarna

dengan ukuran molekul kurang dari 15 Å. Semakin besar daya adsorpsi bubuk biji alpukat terhadap metilen biru maka luas permukaan akan semakin besar dan menunjukkan banyaknya jumlah ukuran partikel 15 Å. Luas permukaan bubuk biji alpukat yang diperoleh dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan luas permukaan biji pepaya yang diaktivasi dengan H2SO4 yaitu

38,64 m2/g (Singh dkk., 2014). Hasil karakterisasi bubuk biji alpukat dapat dilihat pada Gambar 1.

2. Penentuan gugus fungsi bubuk biji alpukat

Gugus fungsi bubuk biji alpukat ditentukan menggunakan FTIR. Analisis gugus fungsi dilakukan pada bilangan gelombang 450 – 4500 cm-1. Spektrum bubuk biji alpukat sebelum dan setelah aktivasi tidak menunjukkan adanya perubahan, melainkan hanya terjadi pergeseran bilangan gelombang dan perbedaan transmitansi. Berdasarkan spektrum FTIR dapat dilihat bahwa gugus fungsi yang terdapat pada bubuk biji alpukat yaitu C=O; C=C; C–H dan OH. Spektrum FTIR bubuk biji alpukat tanpa aktivasi dan yang diaktivasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Pada bubuk biji alpukat tanpa aktivasi dan yang diaktivasi masing-masing gugus diidentifikasi pada bilangan gelombang yang tidak berbeda jauh. Pada bilangan gelombang 3045,73; 2926,14; 1593,27; 1149,62 dan 1054,14 cm-1 dapat diidentifikasi adanya OH, CH, C=C, C–O, dan C–N dalam bubuk biji alpukat tanpa aktivasi. Gugus hidroksil yang diidentifikasi pada bilangan gelombang 3045,73 cm-1

dapat berasal dari alkohol atau asam karboksilat.

Gambar 1. Hasil karakterisasi bubuk biji alpukat

Gambar 2. Spektrum FTIR bubuk biji alpukat

Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2008) yang menyatakan bahwa biji alpukat mengandung lemak sebesar 22%, dimana pada struktur lemak itu sendiri terdapat gugus karboksilat. Selain itu, menurut Zuhrotun dalam Liberty dkk. (2012) biji alpukat mengandung etanol

1 2 .3 4 0 .0 6 7 5 5 .6 6 8 4 .5 7 1 2 .2 8 0 .0 2 8 2 3 .7 1 8 6 .9 4 1 9 .2 0 .0 4 8 0 6 .0 7 8 6 .6 1 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Kandungan air (%) Kandungan abu (%) Daya adsorpsi terhadap iodium (mg/g) Luas permukaan (m2/g) HCl 2,5% HCl 5,0% HCl 7,5% 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000 4500 1/cm 15 30 45 60 75 90 105 120 %T Tanpa Aktivasi 2,5% 5% 7,5% mimi 7,5%

(7)

Repository FMIPA 7 sehingga pada spektrum FTIR dapat

diidentifikasi gugus hidroksil.

Vibrasi ikatan C–H, C=C, C–O dan C–N bubuk biji alpukat yang diaktivasi dapat diidentifikasi pada bilangan gelombang 2911,67 – 2927,10; 1588,45 – 1604,84; 1116,83 – 1147,69 dan 1054,14 – 1074,40 cm-1. Pada bilangan gelombang 1588,45 – 1604,84 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C=C yang kemungkinan berasal dari lignin (Al-Prol dkk., 2014). Gugus C–O yang yang diidentifikasi pada bilangan gelombang 1116,83 – 1147,69 cm-1 kemungkinan berasal dari akohol atau asam karboksilat. Pada bilangan gelombang 450 – 1030 cm-1 merupakan daerah sidik jari (finger prints) dari ikatan simetri yang ada di dalam bubuk biji alpukat.

3. Efisiensi dan kapasitas adsorpsi bubuk biji alpukat terhadap ion kadmium (II) dan timbal (II)

Efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat tanpa aktivasi terhadap kadmium (II) optimum pada konsentrasi 2,4793 ppm dengan kapasitas adsorpsi sebesar 1,09 mg/g, sedangkan untuk bubuk biji alpukat yang diaktivasi optimum pada konsentrasi 2,5164 ppm dengan kapasitas adsorpsi sebesar 1,12 mg/g.

Efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat tanpa aktivasi terhadap variasi konsentrasi larutan timbal (II) optimum pada konsentrasi 6,9467 ppm adalah dengan kapasitas adsorpsi sebesar 2,85 mg/g, sedangkan untuk bubuk biji alpukat yang diaktivasi optimum pada konsentrasi 4,8343 ppm dengan kapasitas adsorpsi sebesar 2,34 mg/g.

Efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat terhadap ion kadmium (II) berdasarkan variasi konsentrasi dapat

dilihat pada Gambar 3. Peningkatan efisiensi adsorpsi ini disebabkan oleh bubuk biji alpukat yang diaktivasi mempunyai pori-pori yang terbuka dan luas permukaan yang besar sehingga ion kadmium (II) dalam larutan berinteraksi dengan situs aktif permukaan yang terdapat pada bubuk bubuk biji alpukat (Al-Prol dkk., 2014). Selain itu, disebabkan oleh semakin banyaknya tumbukan yang terjadi antara bubuk biji alpukat dengan ion logam. Pada penelitian ini, kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan kadmium (II) yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan adsorben untuk mengadsorpsi ion kadmium (II) semakin besar dengan meningkatnya konsentrasi.

.

Gambar 3. Efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat terhadap ion kadmium (II) berdasarkan variasi konsentrasi

Hal yang sama juga terjadi pada adsorpsi ion timbal (II) menggunakan bubuk biji alpukat tanpa aktivasi maupun yang diaktivasi. Efisiensi adsorpsi optimum bubuk biji alpukat tanpa aktivasi adalah 82,11% pada konsentrasi 6,9467 ppm dengan kapasitas adsorpsi yaitu 2,85 mg/g; sedangkan pada bubuk biji alpukat yang diaktivasi adalah 96,81% pada

0 20 40 60 80 100 0 5 Efis ie n si a d so rp si (% )

Konsentrasi larutan kadmium (ppm)

Bubuk tanpa aktivasi Bubuk aktivasi

(8)

Repository FMIPA 8 konsentrasi 4,8343 ppm, dengan

kapasitas adsorpsi sebesar 2,34 mg/g. Efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat tanpa aktivasi dan yang diaktivasi terhadap ion timbal (II) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat terhadap ion timbal (II) berdasarkan variasi konsentrasi

Secara umum efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat tanpa aktivasi lebih rendah dibandingkan dengan bubuk biji alpukat yang diaktivasi. Hal ini menunjukkan bahwa aktivator dapat bekerja secara optimum untuk membuka situs aktif permukaan dan memperluas permukaan bubuk biji alpukat sehingga kapasitas adsorpsinya meningkat. Namun, pada konsentrasi larutan kadmium (II) 4,1568 pmm dan timbal (II) 16,2485 ppm efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat tanpa aktivasi lebih tinggi dibandingkan dengan bubuk biji alpukat yang diaktivasi. Hal ini disebabkan oleh bubuk biji alpukat tanpa aktivasi masih banyak mengandung senyawa organik yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion kadmium (II), sehingga efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat tanpa aktivasi tersebut lebih besar. Berdasarkan hasil Skrining

fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun dalam Liberty dkk. (2012) terhadap ekstrak etanol biji alpukat menunjukkan bahwa biji alpukat mengandung tanin. Tanin merupakan senyawa organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal dan mengendapkan protein (Agustin dkk., 2008) serta pengkhelatan logam (Hegerman, 2002). Selain itu, semakin tinggi konsentrasi larutan ion kadmium (II) dan ion timbal (II) maka ion kadmium (II) dan ion timbal (II) yang ada di dalam larutan akan semakin banyak pula sehingga situs aktif permukaan aktif bubuk biji alpukat jenuh sehingga menyebabkan efisiensi adsorpsi pada bubuk yang diaktivasi menjadi rendah (Al-Prol dkk., 2014). Berbeda dengan efisiensi adsorpsi yang dihasilkan oleh adsorben yang dibuat dengan bahan baku biji pepaya, semakin tinggi konsentrasi larutan timbal (II) yang digunakan efisiensi adsorpsi semakin besar. Hal ini dapat dilihat pada rentang konsentrasi 25 – 200 ppm dengan efisiensi adsorpsi 10 – 93% (Singh dkk., 2014).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingginya efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat tanpa aktivasi dibandingkan dengan yang diaktivasi, kemungkinan disebabkan karena adanya tanin dalam bubuk biji alpukat tanpa aktivasi yang berinteraksi dengan ion kadmium (II) dan timbal (II) membentuk khelat. Mekanisme adsorpsi yang mungkin terjadi dalam penelitin ini tidak hanya secara fisika yaitu penempelan ion kadmium (II) dan ion timbal (II) pada permukaan bubuk alpukat tetapi juga terjadi secara kimia yaitu dengan terbentuknya khelat antara ion logam dengan gugus fungsi yang ada pada bubuk biji alpukat seperti OH, CH, C=C, C–O, dan C–N. 0 20 40 60 80 100 120 0 10 20 E fis iens i a ds o rps i (%)

Konsentrasi larutan timbal (ppm)

Bubuk tanpa aktivasi Bubuk aktivasi

(9)

Repository FMIPA 9

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa biji alpukat yang digunakan sebagai adsorben dalam bentuk bubuk berasal dari tanaman alpukat jenis Persea americana Mill. Hasil karakterisasi terbaik ditunjukkan oleh bubuk biji alpukat yang diaktivasi menggunakan larutan HCl 5,0% dengan kandungan air, kandungan abu, adsorpsi iodium dan luas permukaan masing-masing sebesar 12,28%, 0,02%, 823,71 mg/g, 86,93 m2/g. Efisiensi adsorpsi optimum bubuk biji alpukat terhadap ion kadmium (II) dan timbal (II) sebesar 89,05% dan 96,81%, sedangkan kapasitas adsorpsi yang dihasilkan adalah 1,12 dan 2,34 mg/g. Hasil efisiensi dan kapasitas bubuk biji alpukat dipengaruhi oleh gugus fungsi OH, CH, C=C, C–O, dan C–N pada bubuk biji alpukat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Hj. Itnawita, M.Si dan Ibu Ganis Fia Kartika, M.Si yang telah sabar membimbing dan memberikan saran demi kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf Laboratorium Jurusan Kimia dan Biologi FMIPA Universitas Riau serta Laboratorium Pengujian Air Unit Pelaksanaan Teknis Pengujian Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, R., Desmiaty, Y., Dewi, M. A. dan Ratih, H. 2008. Penentuan Jumlah Tanin Total pada Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan Daun Sambang Darah

(Excoecaria bicolor Hassk) Secara Kalorimeter dengan Pereaksi Biru Prusia. Ortocarpus. 8: 106 – 109. Alejandra, A. P. E. C., Elizalde, G. M.

P., Mattusch, J., and Wennrich, R. 2007. Characterization of Adsorbent Materials Prepared from Avocado Kernel Seeds: Natural, Activated and Carbonized Forms. Journal

Analitical Aplication Pyrolysis.

Alfiany, H., Bahri, S. dan Nurakhirawati. 2013. Kajian Penggunaan Arang Aktif Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Logam Pb dengan Beberapa Aktivator Asam. Jurnal Natural Science. 2 (3): 75-86

Alonso, C. R., Gonzales, Y. Q., Martinez, B. D., Pena, D. A. F., Santos, L. M. dan Vanconcellos, V. R. 2011. Activated Carbon from Avocado Stone to Eliminate Cadmium and Mercury from Contaminated Water. Proceedings

of ICERI.

Al-Prol, A. E., Amer, A., El-Desoky, H. S., Naga, E. H. A., El-Moselhy, K. M., Ghoneim, M. M. and Mohamedein, L. I. 2014. Removal of Cadmium from Aqueous Solution Using Marine Green Algae, Ulva lactuca.

Egyptian Journal of Aquatic

Research. 40: 235–242.

Arnold, S., Hotman, S., Rumontam, dan Sangkot, S. 2013. Deskripsi

Alpukat Varietas Idola. UPT.

PSBTPH, Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara.

(10)

Repository FMIPA 10 Azmi, U. 2015. Potensi Arang Aktif

Dari Tulang Kambing Sebagai Adsorben Ion Tembaga, Timbal, Nitrat dan Sianida dalam Larutan.

Skripsi, Universitas Riau.

Bhaumik, M., Choi, H. J., McCrindle, R. I., Seopela. M. P. 2014. Highly Effective Removal of Toxic Cr(VI) from Wastemater Using Sulfuric Acid-Modified Avocado

Seed. I & EC Research Industrial

and Engineering Chemistry

Research.

Droste, R.L.1974. Theory and Practice

of Water and Wastewater

Treatment. John Wiley & Sons,

Inc, United State of America. Hagerman, A. E. 2002. Tannin

Handbook. Department of

Chemistry and Bio chemistry, Miami University.

Liberty, P. M., Paendong, J. J. E. dan Sangi, M. S. 2012. Penentuan Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea America

Mill). Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE. 1(1): 5 – 10.

Lubis, L. M. 2008. Ekstrasi Pati dari Biji Buah Alpukat: Karya Ilmiah.

Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Monica, F. 2006. Pengaruh Pemberian Air Seduhan Serbuk Biji Alpukat (Persea americana Mill) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diberi Beban Glukosa. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.

Rumidatul, A. 2006. Effectivity of Activated Charcoal As Adsorbent for Wastewater Treatment. Thesis, Institut Pertanian Bogor.

Singh, D. K., Shishir, S. dan Sunil, K. Y. 2014. Chemical Carbonization of Papaya Seed Originated Charcoals for Sorption of Pb(II) from Aqueous Solution. Journal of Environmental Chemical Engineering. 2: 9 – 19.

Zuhrotun dalam Liberty, P. M., Jessy, J. E., Meiske, S. S. dan Paendong. 2012. Penentuan Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstraks Biji Buah Alpukat (Persea Americana Mill).

Jurnal MIPA UNSRAT. 1(5): 5 –

Gambar

Gambar 1.  Hasil  karakterisasi  bubuk  biji alpukat
Gambar 4.  Efisiensi adsorpsi bubuk biji  alpukat  terhadap  ion  timbal  (II)  berdasarkan  variasi  konsentrasi

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian strukturmikro dilakukan pada spesimen menggunakan mesin uji strukturmikro. Spesimen pengujian diberi kode A3 untuk raw material yang terdiri dari 1 spesimen dan diberi

Ketua Jurusan mengusutkan 1 (satu) orang Calon Sekretaris Program Studi terpitih yang memenuhi persyaratan kepada

Karena merupakan harian bisnis dan investasi maka di kompartemen pagi pun tulisan yang dihadirkan sarat dengan nominal angka para pengusaha yang menjadi narasumber seperti omzet,

1. Align Business Unit. Saung Angklung Udjo memiliki strategi perusahaan: growth, oleh sebab itu, maka strategi bisnis pada masing-masing unit bisnis harus dapat

dan gabungan dari dua bentuk atau lebih. Foto menghadirkan ilustrasi melalui gambar yang hampir menyamai kenyataan dari sesuatu objek atau situasi. Sementara

akuifer karst yang belum begitu berkembang dengan tipe akuifer bebas (tidak tertekan) yang dapat memiliki beberapa sistem cekungan airtanah dan hubungan antar sungai bawah tanah

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, Bea Meterai adalah pajak atas dokumen, termasuk di dalamnya surat perjanjian yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai

Para penganut po!iteisme ini memiliki kecencle-rungan memilih dewa-clewa yang mereka percayai untuk diangkat, dilebihkan, clan diutamakan, yang dianggap sebagai Yang Maha