1
Jurnal Tugas AkhirANALISA RESIKO PENGGELARAN PIPA PENYALUR BAWAH LAUT Ø 6 INCH (Nourmalita Afifah1), Jusuf Sutomo2), Daniel M.Rosyid3))
Jurusan Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan Institute Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo – Surabaya 60111
E-mail : stargirl_tata@yahoo.co.id Abstrak
Pada proses penggelaran pipa bawah laut, buckling merupakan kegagalan yang tidak bisa dihindarkan. Oleh karena itu, perlu adanya suatu pemeriksaan resiko yang terjadi berdasarkan besar tegangan yang saat proses penggelaran. Dengan mengestimasikan minimum bending stress yang terjadi pada daerah kritis agar sesuai dengan kriteria desain. Untuk itu diperlukan analisa tegangan yang terjadi pada pipeline saat proses instalasi dengan bantuan software yaitu software OFFPIPE, dengan variasi radius kurvatur dan tebal concrete
didapatkan variasi tegangan pipa yang terjadi. Dengan teknik ini, diharapkan dapat mengetahui besar resiko yang terjadi pada proyek PT. PERTAMINA EP Region Jawa saat “Pemasangan Pipa Minyak Bawah Laut (Subsea Pipeline) Ø 6” yang mengunakan failure mode: terjadinya kombinasi pembebanan, dan terjadinya
overbend strain yang merupakan daerah kritis pipa mengalami tegangan terbesar. Untuk perhitungan risk analysis, menggunakan metode monte carlo. Tujuan dari metode ini yaitu mencari fungsi f r e k u e n s i peluang kegagalan dan fungsi konsekuensi akibat kegagalan. Selanjutnya nilai perkalian tersebut ini dimasukkan dalam matrik resiko untuk menentukan tingkat bahaya yang terjadi sesuai dengan DNV RP F107. Dari hasil simulasi, diperoleh tegangan untuk R= 100 m dan R=170 m sebesar 223.14 MPa dan 212.27MPa dan pipa mengalami buckling. Sedangkan untuk R= 250 m dan R=330 m adalah sebesar 159 MPa dan 114.46 Mpa, tegangan tersebut masih dibawah % SMYS yang diijinkan dan pipa aman terhadap resiko buckling. Simulasi peluang kegagalan yang terjadi dengan kombinasi pembebanan sebesar 3.8 x 10-5, serta terjadinya overbend
strain sebesar 6.62 x 10-4. Hasil resiko yang terjadi ada proses penggelaran pipa bawah laut ini masih dalam kategori aman yaitu dapat diterima. Dan kemungkinan terjadinya kegagalan akibat kelalaian hasil inspeksi NDT sangat kecil.
Kata–kata Kunci : penggelaran pipa, risk analysis, buckling, kombinasi pembebanan, overbend strain, OFFPIPE, Monte Carlo.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Instalasi pipa bawah laut sebagai sarana transportasi, selain dari aspek ekonomis yang lebih murah daripada jenis moda transportasi yang lainnya, harus dirancang dan dipasang demikian rupa hingga dapat menjamin proses transportasi yang aman, efisien dan handal. Dalam proses beroperasinya sarana transportasi tersebut, kegiatan penggelaran pipa sangat penting untuk diperhatikan. Beragam diameter dan panjang jalur pipa sudah dipasang di berbagai daerah perairan dengan kedalaman yang berbeda-beda dan dengan menggunakan teknologi pemasangan yang beragam juga tentunya. Pada saat berlangsungnya penarikan pipa, kebutuhan pengapungan memerlukan perhatian dan analisa lebih lanjut agar nilai tegangan pada daerah over
bend dan juga sag bend tidak terlalu besar untuk menghindari terjadinya buckle pada pipa (Hsutriyarso, 2009).
Daerah studi pada tugas akhir ini adalah Lokasi pengekerjaan “ Pemasangan Pipa Minyak Bawah Laut (Subsea Pipeline) Ø 6” Sch 80 Sepanjang ± 6500 meter dari Platform XB ke Platform XA Ladang X-Ray” ±28 km dari PERTAMINA BALONGAN ke arah timur laut Indramayu – Jawa Barat (file PERTAMINA EP Reg Jawa,2010). Untuk tugas akhir ini menganalisa penggelaran pipa milik PERTAMINA EP Region Jawa dikerjakan dengan menggunakan teknik risk analysis pipeline.
2
Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah menganalisa denagn teknik risk analysis
menggunakanMetode Risk Based Inspection (RBI). Namun pada tugas akhir ini dilakukan analisa resiko yang terjadi pada kondisi pipa digelar (diinstal). Tugas akhir ini dilakukan untuk mengestimasikan minimum bending stress yang terjadi pada daerah kritis agar sesuai dengan kriteria desain. Untuk itu diperlukan analisa tegangan yang terjadi pada
pipeline saat proses instalasi. Metode instalasi yang diamati ialah metode S-Lay (gambar 1.2). Pada daerah sagbend, gerakan surge dan heave
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tegangan bending pada pipeline (Brewer dan Dixon, 1969). Dalam melakukan analisa tegangan pipa tersebut dilakukan dengan bantuan software yaitu
software OFFPIPE, dan hasil yang didapatkan
adalah variasi tegangan pipa yang terjadi selama kurun waktu tertentu dan pada kedalaman tertentu. Dari analisa tersebut, melakukan check code dan menghitung peluang kegagalan menggunakan simulasi Monte Carlo. Kemudian menganalisa hasil sesuai tingkat resiko menggunakan code DNV RP
F107 pada kegagalan awal pipa bawah laut sehingga
segmen mana yang paling tinggi terkena resiko.
1.2. Permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch:
1. Bagaimana tegangan yang terjadi pada pipa selama proses penggelaran akibat pengaruh variasi radius kurvatur dan tebal concrete? 2. Berapa peluang kegagalan pipa pada saat
penggelaran dengan variasi radius kurvatur pipa dan ketebalan concrete?
3. Berapa resiko proses penggelaran berdasarkan peluang kegagalan dengan variasi radius kurvatur pipa dan ketebalan concrete?
4. Bagaimana pengaruh lain dari resiko pada inspeksi hasil las pipa?
1.3. Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah:
1. Mengetahui tegangan yang terjadi pada pipa selama proses penggelaran.
2. Mengetahui peluang kegagalan pipa pada saat penggelaran dengan variasi radius kurvatur pipa dan ketebalan concrete.
3. Mengetahui resiko proses penggelaran berdasarkan peluang kegagalan.
4. Mengetahui pengaruh lain dari resiko pada inspeksi hasil las pipa.
2. DASAR TEORI 2.1 Dasar Teori
2.2.1 Stabilitas Pipa Bawah Laut
Pipa bawah laut harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu stabil karena kondisi di dasar perairan cenderung membuat pipa menjadi tidak stabil. Kestabilan pipa bawah laut berhubungan langsung pada berat pipa didasar perairan, gaya-gaya lingkungan dan tahanan yang timbul dari tanah didasar laut adalah memastikan bahwa berat pipa didasar laut mampu untuk memenuhi kriteria untuk stabilitas, dan cara termudah untuk hal ini adalah dengan menambah selimut beton (concrete coating)
pada bagian terluar dari pipa baja yang akan dipasang. Selain untuk menambah berat pipa, selimut beton juga membantu untuk melindungi pipa baja dari benda-benda yang jatuh dari atas pipa akibat aktifitas manusia dilokasi pipa tersebut
Menurut Mousselli (1981) kestabilan pipa dapat terjadi jika gaya-gaya yang bekerja memenuhi persamaan kesetimbangan statis sebagai berikut:
Kesetimbangan gaya horisontal (x)
FD + FI – Fr – W sin θ = 0 (2.1)
Kesetimbangan gaya vertikal (y)
N + FL – W cos θ = 0 (2.2)
Jika pipa meletak di dasar laut, maka gaya gesek (Fr) akan berbanding lurus dengan gaya normal (N) dan koefisien gesek antara permukaan pipa dengan dasar laut, dengan persamaan berikut:
Fr = µ N (2.3)
Sehingga berat dari keseluruhan struktur adalah: W = (FD+FI+μFL)/( μcosθ+sinθ) (2.4) Bila permukaan dasar laut datar (θ = 0o), maka persamaan (2.4) dapat disederhanakan menjadi:
W = FL+ 1/μ(FD+FI) (2.5)
Syarat stabilitas lateral yang diminta yaitu gaya gesek yang terjadi akibat interaksi antara pipa dengan tanah harus 10 % lebih besar dari kombinasi antara gaya drag dan inersia, sehingga berat minimum pipa
3
menjadi:WS ≥ FL + S/μ (FD + FI) (2.6) 2.2.2 Berat Pipa dan Gaya Apung
Salah satu pertimbangan dalam perhitungan kestabilan pipa bawah air adalah berat pipa didalam air sehingga mampu untuk menahan gaya-gaya yang dapat membuat pipa menjadi tidak stabil. Berat pipa dapat dihitung berdasarkan berat bajanya (steel pipe), lapisan anti korosi (corrotion coating), lapisan beton (concrete coating) dan lapisan lainnya, serta isi yang ada didalam pipa.
berat total pipa dalam air (submerg weight) adalah :
Ws = Wtot – B = Wst + Wcorr + Wcont + Wcont –B
(2.6)
Untuk menghindari melayangnya pipa dipermukaan air, maka berat pipa tidak boleh kurang dari gaya apungnya dan diusahakan minimal 10% dari berat gaya apungnya. Dicek dengan persamaan berikut:
(2.6a)
Atau ditulis juga dengan berat pipa yang terendam di dalam air (submerg weight) sebagai berikut :
(2.6b)
Keterangan:
Wst = berat dari pipa baja, lb/ft Wcorr = berat dari lapisan korosi, lb/ft Wconc = berat dari lapisan beton, lb/ft Wcont = berat isi dalam pipa, lb/ft
Ws = berat pipa dalam air (submerg weight),lb/ft
B =gaya apung (buoyancy),lb/ft 2.2.3 Gaya Hidrodinamika
Gaya Drag (Drag Force)
Fd CdDUe2 (2.7) Dengan :
ρ = Densitas Fluida, kg/m3 Cd = Koefisien Drag
D = Diameter terluar pipa, m
Ue = Kecepatan efektif partikel, m/dt
Gaya Inersia (Inersia Force)
(2.8) Dengan:
ρ = Densitas Fluida, kg/m3 Cm = Koefisien Inersia D = Diameter terluar pipa, m
dU/dt = Percepatan horizontal partikel air, m/s2
Gaya Angkat (Lift Force)
(2.9) Dengan:
ρ = Densitas Fluida, kg/m3 Cl = Koefisien Lift
D = Diameter terluar pipa, m Ue = Kecepatan efektif partikel, m/dt 2.2.4 Koefisien Hidrodinamis
Penelitian mendapatkan hubungan antara Cd, Cm dan Cl dengan Reynold Number (Re) dan Keulegan
Carpenter Number (KC), sehingga diketahui bahwa
koefisien hidrodinamis tergantung pada dua parameter non-dimensional tersebut. Sarpkaya (1981) merumuskannya sebagai berikut:
Reynold Number
(2.10a) Keulegan Carpenter
(2.10b) Koefisien Kekasaran Pipa (k):
e = k.D (2.10c)
2.2.5 Buckling 2.2.5.1 Umum
Sesuai standar DNV OS F101 submerine pipeline system, local buckling harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
System collapse
Combine loading criteria
Propagation buckling
4
Kriteria ini digunakan untuk mengukur kekuatan pipa yang akan diletakkan didasar laut terhadap semua gaya dan tekanan yang akan terjadi pada pipa. Combine loading adalah interaksi antara tekanan eksternal berlebih, gaya axial (axial force) dan momen lentur (bending moment). Dan harus didesain untuk memenuhi kondisi berikut pada seluruh penampang pipa, dengan persamaan pada DNV OS F101 :
(2.11) 2.2.5.3 Kondisi pipa terhadap overbend strain
Kriteria ini digunakan untuk mengukur kekuatan pipa yang akan diletakkan didasar laut terhadap semua gaya dan tekanan yang akan terjadi pada pipa. Combine loading adalah interaksi antara tekanan eksternal berlebih, gaya axial (axial force) dan momen lentur (bending moment). Dan harus didesain untuk memenuhi kondisi berikut pada seluruh penampang pipa, dengan persamaan pada DNV OS F101 :
Pf = P[cc εmean ≥ εcc] (2.12) Dengan :
(2.13)
cc = 1.05 faktor keamanan untuk kehancuran beton
εmean = perhitungan tegangan overbend εaxial = tegangan axial
R = radius stinger, m
εcc = tegangan batas untuk kehancuran beton = 0.2% OD
2.2.6 Analisa Resiko
Risk analysis adalah metode yang sistematis untuk menentukan apakah suatu kegiatan mempunyai resiko yang dapat diterima atau tidak, selain itu analisa resiko adalah kritik untuk analisa level dari resiko yang diperkenalkan dengan macam-macam pilihan Langkah awal dari analisa resiko adalah mengidentifikasi dari bahaya atau hazard dan efek dari hazard tersebut dan siapa atau apa yang akan terkena dampaknya. Langkah berikutnya adalah menentukan besarnya frequency atau probability dari
kejadian, lalu langkah ketiga adalah menentukan besarnya consequency dari kejadian karena risk
adalah kombinasi dari consequency dan probability
atau frequency (Mefredi, 2006). Resiko dapat dirumuskan :
Resiko = Frekuensi × Konsekuensi Dengan :
Resiko = Kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat merugikan perusahaan. Atau bahaya yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang.
Frekuensi = Kemungkinan terjadinya peristiwa per satuan waktu, biasanya dalam satu tahun.
Konsekuensi = Seberapa besar tingkat kerusakan yang diakibatkan karena adanya bahaya.
Proses dari analisa resiko ini terdiri dari empat langkah dasar antara
lain:
Resiko yang didefinisikan sebagai fungsi peluang kegagalan (probability of failure) dan fungsi konsekuensi akibat kegagalan (concequence of failure) diformulasikan sebagai berikut:
1. Identifikasi Bahaya (Hazard) 2. Perkiraan frekuensi
3. Perkiraan konsekuensi 4. Evaluasi resiko 2.2.6.1 Perkiraan Frekuensi
Setelah bahaya pada sistem atau proses dapat diidentifikasi, langkah berikutnya dalam melakukan penilaian resiko adalah dengan menghitung perkiraan frekuensinya
Tabel 2.1 Rangking frekuensi (DNVRPF107)
1 1 2 2 2 2 2 t P P t P P M M S S b c d b c d p c d m SC p c d m SC
5
2.2.6.2 Perkiraan KonsekuensiPada tugas akhir ini dilakukan rangking konsekuensi dengan menganalisa besar tegangan yang terjadi pada pipa saat digelar. Kemudian dimasukkandalam table 2.2 untuk mendekripsikan kerusakan yang terjadi.
Tabel 2.2 Rangking konsekuensi (DNV RP F107)
Dengan :
SMYS : Tegangan yield (Specified Minimum Yield Stress)
SMTS : Specified Minimum Tensile Stress.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Variasi tebal Concrete
Perhitungan tebal Concrete berdasarkan pada minimum tebal yang diijikan pada DNV OS F101 yaitu 0.24% OD pipa. Kedalaman perairan yang diambil berdasarkan kecepatan arus yang yang berbeda tiap kedalaman.
Berdasarkan gaya yang bekerja pada masing - masing desain sistem pipa pada ketiga tebal concrete, maka dapat diperoleh nilai stabilitas vertikal dan lateral.
Hasil check stabilitas ketiga tebal concrete sistem pipa dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Variasi tebal concrete denganstabilitas pipa
Gambar 3.1 Grafik Stabilitas pipa sesuai tebal
concete
Dari hasil table diatas, didapat bahwa dengan tebal
concrete 1.54 cm, 2.04 cm, 2.54 cm masih
dinyatakan dalam kondisi aman dari berat minimal tiap tebal concrete pada kedalaman 7m, 14 m, dan 21m dibawah permukaan laut.
3.2 Analisa statis tegangan pipa selama proses penggelaran
Dari hasil output SOFTWARE OFFPIPE berdasarkan variasi sudut kurvatur dan tebal concrete
didapatkan % SMYS yang melewati batas %SMYS yang diijinkan dalam DNV OS F101 yaitu 87%.
Tabel 3.2 Hasil grafik % SMYS berdasarkan variasi sudut kurvatur dan tebal Concrete
6
Gambar 3.2 Grafik Hubungan Tebal Concrete
dengan % SMYS
Dari Gambar 3.2 di atas menunjukan adanya hubungan Tebal Concrete dengan % SMYS. Dalam perhitungan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa semakin tebal concrete yang diberikan maka memperkecil besar % SMYS yang terjadi pada tiap besar radius kurvatur yang ditentukan.
a. Analisa Keandalan Pipa terhadap kriteria kombinasi pembebanan
Kegagalan pipa yang ditinjau adalah kegagalan pipa akibat pembebanan pada saat di instalasi. Keandalan pipa dihitung berdasakan kemampuan pipa dalam menahan semua gaya yang akan terjadi pada pipa. Moda kegagalan yang digunakan dalam analisa ini adalah sebagai berikut :
g(X) = 1-
Dari hasil penentuan distribusi berdasarkan variable acak axial tension (Sd) dan bending stress (Md) dengan menggunakan MINITAB 14, didapat bahwa variabel Sd terjadi distribusi loglogistik, sedangkan variabel Md terjadi distribusi Smallest Extreme Value.
Gambar 3.3 Grafik peluang kegagalan kriteria kombinasi pembebanan
b. Analisa keandalan pipa terhadap overbend strain
Rata-Rata ketegangan overbend dengan kehancuran pertama pada beton terjadi bergantung pada kekakuan pipa, kekuatan beton dan ketebalan, kekuatan yang terjadi di sekitar axis. Kehancuran beton terjadi pada kondisi lebih rendah, berarti kekuatan beton pada tegangan overbend juga lebih rendah.
Persamaan moda kegagalan (MK) : g(X) = εcc – 1.05 εmean
(2) dengan :
Variable acak yang digunakan dalam simulasi Monte Carlo adalah Outside Diameter (OD).
Dari hasil penentuan distribusi berdasarkan variable acak tegangan axial (εaxial) dengan menggunakan MINITAB 14, didapat bahwa semua variabel εaxial terjadi distribusi loglogistik.
Gambar 3.4 Grafik peluang kegagalan overbend strain
3.3 Analisa Resiko
3.3.1 Peluang Kegagalan (frekuensi resiko) a. Peluang Kegagalan Kriteria Kombinasi
Pembebanan
Perhitungan frekuensi kejadian dengan pipa kondisi kriteria kombinasi pembebanan ini didapatkan dari estimasi peluang kegagalan Metode Simulai Monte Carlo dan didapatkan nilai Frekuenasi kejadian (Fk). Nilai peluang kegagalan (Fk) yang didpatkan kemudian mengacu pada tabel 2.4 rangking frekuensi untuk mengetahui rangking yang sesaui dengan besar 2 2 2 2 2 1 t P P t P P M M S S b c d b c d p c d m SC p c d m SC
7
Fk. Hasil dari perhitungan Fk variasi radius kurvaturdan tebal concrete pipa kondisi kondisi kriteria kombinasi pembebanan ditunjukkan tabel 3.3.
Tabel 3.3 Perkiraan Peluang Kegagalan Kombinasi Pembebanan
Karena Hasil dari semua perhitungan perkiraan frekuensi bernilai sama maka tabel 3.3 dapat dianggap mewakili hasil dari seluruh perhitungan dengan variasi radius kuravtur dan tebal concrete kondisi kriteria kombinasi pembebanan, yaitu pada rangking 2 matrik resiko DNV RP F107.
b. Peluang Kegagalan Pipa Kondisi
Overbend Strain
Seperti pada perhitungan frekuensi kejadian kondisi kriteria kombinasi pembebanan, pada kondisi pipa mengalami overbend strain juga dilakukan estimasi peluang kegagalan Metode Simulai Monte Carlo. Dari hasil perhitungan simulasi tersebut, didapatkan nilai frekuensi kejadian (Fk) yang kemudian dengan mengacu pada tabel 2.2 rangking frekuensi diketahui rangking yang sesaui dengan besar Fk. Hasil dari perhitungan Fk variasi radius kurvatur dan tebal concrete pipa kondisi overbend strain ditunjukkan tabel 3.4.
Tabel 3.4 Perkiraan Peluang Kegagalan overbend Strain
Seperti pada frekuensi kejadian kondisi kriteria kombinasi pembebanan, hasil dari semua perhitungan perkiraan frekuensi bernilai sama, maka tabel 3.4 dapat dianggap mewakili hasil dari seluruh perhitungan dengan variasi radius kuravtur dan tebal concrete kondisi overbend strain, yaitu pada rangking 2 matrik resiko DNV RP F107.
3.3.2 Perkiraan Konsekuensi
Perkiraan konsekuensi pada analisa risiko terhadap suatu sistem yang ditinjau merupakan bagian terpenting untuk menentukan bahaya yang mungkin terjadi akibat adanya suatu fenomena pemicu bahaya yang terjadi lebih dahulu. Pada tugas akhir ini bahaya yang diperkirakan akan muncul pada sistem yang ditinjau (dalam hal ini adalah pipa bawah laut PT. PERTAMINA EP Reg Jawa) adalah terjadinya
buckling akibat adanya perlakuan radius kurvatur pada stinger dan tebal concrete pada pipa.
Karena seluruh sistem yang ditinjau merupakan sistem perpipaan saat instalasi, maka konsekuensi yang mungkin terjadi bila buckling terjadi adalah terjadinya perubahan properties pipa yang disebabkan oleh perubahan tegangan yang bekerja di sekitar pipa. Tegangan yang digunakan merupakan tegangan maksimum kondisi pipa dengan ketentuan tertentu, yang dalam perkiraan konsekuensi ini dilakukan variasi radius kuravtur dan tebal concrete. Dengan mengestimasi konsekuensi yang didapat, kemudian dilakukan ranking tegangan sesuai dengan criteria yang diisyaratkan oleh DNV. Hasil dari
8
Ranking penentuan perkiraan konsekuensi disekitar pipa ditunjukkan pada tabel 3.5.
Tabel 3.5 Ranking perkiraan konsekuensi
3.3.3 Matrik Resiko
Setelah semua hasil dari perhitungan perkiraan frekuensi dan perhitungan perkiraan konsekuensi diketahui, langkag terakhir untuk menyelesaikan tugas akhir ini adalah memasukkan seluruh rangking dari hasil perhitungan kedalam matriks resiko. Matrik resiko yang ditunjukan sesuai dengan DNV RP F107, berupa perkalian antara frekuensi atau peluang kejadian dengan konsekuensi dari seluruh hasilvariasi perhitungan yang telah dilakukan di awal. Karena jumlah perhitungan yang dilakukan sangat banyak dan tidak memungkinkan untuk ditampilkan satu-persatu tiap rangking kejadian, maka dalam tugas akhir ini menampilkan perawakilan yang dianggap sama.
= resiko untuk moda kegagalan variasi radius kurvatur dan tebal concrete pipa kriteria kombinasi pembebenan.
Gambar 3.3 Matriks Resiko frekuensi kriteria kombinasi pembebanan dengan konsekuensi tegangan maksimum (DNV RP F107).
= resiko untuk moda kegagalan variasi radius kurvatur dan tebal concrete pipa kondisi
overbend strain
Gambar 3.4 Matriks Resiko frekuensi pipa kondisi
overbend strain dengan konsekuensi tegangan
maksimum (DNV RP F107).
Karena dalam semua variasi yang dilakukan , menghasilkan hasil yang sama untuk perhitungan perkiraan frekuensi maupun perkiraan konsekuensi, maka semua hasil yang dilakukan berada pada zona hijau atau dengan kata lain resiko yang ditimbulkan untuk semua variasi perhitungan dapat diterima. 4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa maka dapat disimpulkan antara lain :
1. Persentase tegangan yang dihasilkan dari analisa yang dilakukan dengan OFFPIPE dari variasi radius kurvatur 100 m dan 170 m sebesar 223.14 MPa dan 212.27MPa ( 92.46 % dan 87.96%), tegangan tersebut berada diatas kriteria DnV OS F101 “Submarine Pipeline
System” di atas 87% SMYS (209.95 MPA) dan
pipa mengalami buckling. Sedangkan untuk
variasi radius kurvatur 250 m dan 330 m adalah sebesar 159 MPa dan 114.46 MPa (65.96 % dan 47.43 %), tegangan tersebut masih dibawah % SMYS yang diijinkan dan pipa aman terhadap resiko buckling.
9
2. Peluang kegagalan pada saat penggelaran pipaakibat variasi radius kurvatur pada stinger dan ketebalan concrete dengan:
a) Sebab terdapatnya kombinasi pembebanan sebesar 3.8 x 10-5
b) Sebab terjadinya overbend strains sebesar 6.62 x 10-4
Penyebab kegagalan tersebut akibat adanya besar tegangan yang terdapat pada daerah pipa di laybarge, stinger, sagbend, dan seabed berbeda-beda. Pada umumnya tegangan maximum yang terjadi terdapat pada daerah
laybarge sampai overbend, karena posisi tersebut merupakan posisi kritis pipa yang mulai diluncurkan menuju point peletakan pipa di seabed.
3. Besar tingkat resiko proses penggelaran berdasarkan peluang kegagalanakibat :
a) Terdapatnya kombinasi pembebanan pada semua radius kurvatur dan tebal concrete
dinyatakan dapat diterima pada daerah hijau dengan nilai ranking frekuensi 2 dikalikan nilai konsekuensi 1.
b) Terjadinya overbend strain pada semua radius kurvatur dan tebal concrete
dinyatakan dapat diterima pada daerah hijau dengan nilai ranking frekuensi 2 dikalikan nilai konsekuensi 1.
4. Dari analisa diatas yang berdasarkan report project, didapatkan bahwa kemungkinan kegagalan akibat kelalaian hasil inspeksi NDT sangat kecil, karena apabila terdapat besar retak melebihi 5/32 in atau 0.15 in dan banyak porositas yang terjadi melebihi 1 / 16 in dalam lebar luasan las oleh NDT, maka las tersebut akan direpair (mengalami perbaikan) yang maximum dilakukan sebanyak 2 kali. 4.2. Saran
Beberapa hal yang dapat menjadi saran untuk perbaikan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Perlu diadakan penelitian mengenai peluang kegagalan akibat terjadinya lolos pemeriksaan NDT pada proses pengelasan diatas barge.
2. Perlu dilakukan analisis HIRA (Hazard
Identification and Risk Assessment) untuk
mengetahui failure mode yang signifikan, dan menyebabkan kegagalan.
3. Memperbanyak failure mode yang terjadi sehingga mengetahui resiko yang paling kritis terjadi.
5. DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zaenal; 2008; Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach, Intitut Teknologi Bandung; Bandung.
Anto, AS; 2009; Analisa Dinamis Tegangan Pipa Selama Instalasi Akibat adanya Perilaku
Floating Stinger, Institut Tekhnologi
Sepuluh Nopember; Surabaya. API 1104; 1999; Pipe Welding, American
Petroleum Institute; Washington DC. ASME B31.4; 2002; Pipeline Transportation
System For Liquid, American Society for Mechanical Enggineering; New York. Bai,Y; 2001; Pipeline an risers, Oxford; Elsevier
Science Ltd.
Chakrabarti, S.K; 1987; Hydrodynamics of Offshore Structure, Computational Mechanics Publication; London.
DNV OS-F101; 2007; Submarine Pipeline System, Det Norske Veritas; Norway.
DNV RP-F107; 2001; Risk Assessment Of Pipeline Protection, Det Norske Veritas; Norway. Fauzan, A; 2007; Tugas Akhir Analisa Resiko
Offshore Pipeline dengan Menggunakan Metode Risk Based Inspection (RBI),
Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember; Surabaya.
Guo, B; 2005; Offshore Pipeline, Elsevier; United States.
Hangga, R.S; 2010; Analisa Kekuatan Sisa Pipeline
Akibat Internal Corrosion Berbasis
Keandalan, Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember; Surabaya.INSTA
10
Hsu, T. H; 1984; Applied Offshore Structural Engineering, Gulf Publishing Company; Houston.
Http://hsutriyarso.blogspot.com/2008/ Http://www. jba-surveys.com/2009/ Http://www.offshore-technology.com/2010/
Ikhwani, Hasan; 2003; Diktat Kuliah Perancangan Pipa Bawah Laut, Teknik
Kelautan ITS; Surabaya.
Nagoya, F.V; 2008; Tugas Akhir Manajemen Resiko pada Pipa Bawah Laut, Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember; Surabaya. Nugroho, R.S; 2010; Analisa Instalasi Pipa
Polyethylene Bawah Laut Dengan Metode S-Lay, Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember; Surabaya.INSTALA
Mouselli, A. H; 1981; Offshore Pipeline Design, Analysis and Methods; PenWell Books; Oklahoma.
PERTAMINA EP Region Jawa; 2009; Penyetaraan X-Ray Pipeline 11-12-09 R0; Jawa Barat. Rosyid, D.M; 2007; Pengantar Rekayasa
Keandalan; Airlangga University Press; Surabaya.
Rosyid, D.M; 2010; Catatan Kuliah Perancangan Berbasis Resiko ; Surabaya.
Santoso, H.E.W; 2009; Analisa QA/QC Hasil Las Material Fabrikasi di CICo (Chevron Indonesia Company), Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember; Surabaya.
Sianturi, Fantri; 2008; Desain dan Analisis Instalasi Struktur Pipa Bawah Laut, Intitut Teknologi Bandung; Bandung Silalahi, I; 2010; Analisa Instalasi Baru Pipa
Bawah Laut milik PT.Pertamina Semarang, Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember; Surabaya.INSTALASI
Trihatmojo, B; 1999; Teknik Pantai, Yogyakarta; Beta Offset.