• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Dalam Akuakultur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Dalam Akuakultur"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Probiotik Dalam Akuakultur

Istilah probiotik ditujukan terhadap bakteri yang mendukung kesehatan organisme lain. Probiotik sendiri dapat ditemukan di alam, diisolasi dan diidentifikasi serta diteliti sifat antagonistik terhadap patogen secara in vitro. Mekanisme aksi terhadap bakteri patogen yang dapat dijelaskan antara lain kompetisi eksklusif terhadap bakteri patogen. Probiotik juga memberikan alternatif sebagai biokontrol pertumbuhan bakteri patogen yang aman bagi lingkungan dan organisme budidaya (Moriarty 1999).

Pengertian probiotik pada akuakultur adalah mikroba hidup yang mempunyai dampak menguntungkan pada inang dengan cara memodifikasi asosiasi inang atau ambang batas komunitas mikroba dengan meningkatkan penggunaan pakan atau nilai nutrisi, meningkatkan ketahanan inang terhadap penyakit, dan meningkatkan kualitas lingkungan. Probiotik termasuk juga mikroba yang mencegah proliferasi patogen dalam saluran pencernaan, permukaan tubuh inang dan lingkungan. Probiotik juga dapat meningkatkan penggunaan pakan melalui peningkatan daya cerna pakan, meningkatkan sistem imunitas pada inang, dan meningkatkan kualitas air (Verschuere et al. 2000).

Mikroba probiotik yang unggul dapat diperoleh melalui eksplorasi dan seleksi aktivitasnya. Mikroba probiotik ini dapat diisolasi dari inang dan habitat di mana organisme tersebut akan diaplikasikan atau dari habitat yang berbeda (Verschuere et al. 2000).

Penggunaan probiotik sebagai agen biokontrol dalam penanggulangan penyakit udang dapat menggantikan penggunaan antibiotik yang telah dilarang penggunaanya. Hal ini untuk mencegah timbulnya mikroba yang resisten terhadap antibiotik akibat penggunaan yang terus menerus terutama pada dosis subletal. Gen-gen resisten pada bakteri patogen dapat ditransfer ke bakteri lain yang belum kontak dengan antibiotik (Verschuere et al. 2000). Penelitian terhadap beberapa mikroba menguntungkan yang mampu menghasilkan senyawa antimikrob menunjukkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen secara in vitro (Rengpipat et al. 1998).

(2)

Menurut Lopez (2000) sumber mikroba yang digunakan untuk probiotik dapat berasal dari inang yang secara alami terdapat pada organ organisme tersebut atau berasal dari habitatnya (air atau sedimen). Mikroba yang digunakan sebagai probiotik harus mempunyai sifat tidak patogen, tidak beracun, bersifat alami, dan umum digunakan.

Mekanisme antagonistik probiotik sendiri bekerja dengan beberapa macam cara antara lain:

1. Produksi senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain sebagai contoh bakteriosin dan antibiotik seperti bacitracin yang diproduksi spesies Bacillus.

2. Kompetisi terhadap substansi yang essensial (yang diperlukan untuk metabolisme). Sebagai contoh Vibrio strain P memenangkan persaingan dengan Vibrio patogen dengan mengabsorbsi zat besi. Hal ini dikarenakan Vibrio strain P memproduksi siderophores.

3. Kompetisi untuk ruang adhesi (adhesion sites). Semakin awal kolonisasi probiotik potensial di dalam saluran pencernaan, maka semakin bagus (potensi kerja probiotik).

Kelompok bakteri asam laktat seperti genus Lactobacillus, genus Carynobacterium, genus Vibrio (V. alginolyticus), genus Bacilllus, dan genus Pseudomonas merupakan beberapa probiotik yang telah digunakan. Salah satu mikroba probiotik yang banyak diteliti adalah dari genus Bacillus. Bakteri dari genus Bacillus dapat memproduksi zat antimikrob berupa bakteriosin (Irina et al. 2001), antibiotik, dan proteinase (Torkar & Matijasic 2003). Bakteriosin merupakan zat antimikrob berupa polipeptida, protein, atau senyawa yang mirip protein. Bakteriosin disintesis di ribosom oleh bakteri selama masa pertumbuhannya dan umumnya hanya menghambat pertumbuhan galur-galur

bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin (Kone & Fung 1992; Jack et al. 1995). Menurut Tagg et al. (1976), kriteria yang

merupakan ciri-ciri bakteriosin adalah sebagai berikut: 1. Memiliki spektra aktivitas yang lebih sempit. 2. Senyawa aktif merupakan polipeptida atau protein. 3. Bersifat bakterisida.

(3)

4. Mempunyai reseptor spesifik pada sel sasaran.

5. Gen determinan terdapat pada plasmid, plasmid rekombinan atau episom, dan kromosom atau transposom yang berperan pada produksi dan imunitas. Bacillus sp.

Bacillus adalah salah satu genus bakteri yang berbentuk batang dan merupakan anggota dari divisi Firmicutes. Bacillus adalah bakteri aerob obligat atau fakultatif, dan positif terhadap uji enzim katalase (Turnbull 1996). Bacillus secara alami terdapat di mana-mana, dan termasuk spesies yang hidup bebas atau bersifat patogen. Pada kondisi cekaman lingkungan, sel-selnya menghasilkan endospora berbentuk oval yang dapat bertahan dalam periode yang lama. Karakteristik ini pada awalnya menggambarkan semua genus, tetapi tidak semua spesies tersebut berhubungan erat, dan beberapa diantaranya telah berpindah ke genus yang lain (Madigan & Martinko 2006).

Beberapa spesies Bacillus menghasilkan enzim ekstraseluler seperti protease, lipase, amilase, dan selulase yang bisa membantu pencernaan dalam tubuh hewan (Wongsa & Werukhamkul 2007). Jenis Bacillus (Bacillus cereus, Bacillus clausii, Bacillus pumilus) termasuk dalam lima produk probiotik komersil terdiri dari spora bakteri yang telah dikarakterisasi dan berpotensi untuk kolonisasi, imunostimulasi, dan aktivitas anti mikrobanya (Duc et al. 2004).  Beberapa penelitian telah berhasil mengisolasi dan memurnikan bakteriosin Bacillus sp. Gram positif diantaranya yaitu subtilin yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis (Klein et al. 1993), megacin yang dihasilkan oleh B. megaterium (Tagg et al. 1976), coagulin dihasilkan oleh B. coagulans I4 (Hyronimus 1998), cerein dihasilkan oleh B. cereus (Oscariz & Pisabarro 2000), dan tochicin yang dihasilkan oleh B. thuringiensis (Paik et al. 1997).

Senyawa antimikrob lain yang dihasilkan oleh Bacillus sp adalah basitrasin, pumulin, laterosporin, gramisidin, dan tirocidin yang efektif melawan bakteri Gram positif serta kolistin dan polimiksin bersifat efektif melawan bakteri Gram negatif. Sedangkan difficidin memiliki spektrum lebar, mikobacilin dan zwittermicin bersifat anti jamur (Todar 2005).

Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri Gram positif biasanya merupakan polipeptida bermuatan positif yang dapat menembus membran sel dan tersusun

(4)

kurang dari 60 residu asam amino. Berdasarkan struktur asam aminonya bakteriosin dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu:

1. Lantibiotik, yaitu kelompok bakteriosin yang dikarakterisasi oleh adanya jembatan sulfur intra rantai dan mengandung asam amino yang tidak lazim yaitu dehidrolanin, lantionin, dan β-metil lantionin, misalnya pada nissin yang

dihasilkan oleh bakteri Lactococcus lactis (Hurst 1981) dan variacin (Pridmore et al. 1996).

2. Non-lantibiotik, yaitu kelompok bakteriosin yang dapat dibagi dua berdasarkan bobot molekulnya, yaitu:

a. Bakteriosin dengan berat molekul relatif kecil yaitu sekitar 2 – 6 kDa (Lozano et al. 1992), misalnya pediocin Ach yang dihasilkan oleh Pediococcus acidilactici.

b. Bakteriosin dengan berat molekul relatif besar biasanya di atas 30 kDa (Benoit et al. 1994), contohnya helveticin J yang dihasilkan oleh Lactobacillus helviticus.

Vibrio harveyi

Bakteri dari genus Vibrio bersifat Gram negatif, sel tunggal, berbentuk batang pendek yang bengkok (koma) atau lurus, berukuran panjang 1,4 – 5,0 µm dan lebar 0,3 – 1,3 µm, motil, dan mempunyai flagela polar. Sedangkan sifat biokimianya adalah oksidasi positif (kecuali V. metschnikovii dan V. gazogenes), fermentatif terhadap glukosa, dan sensitif terhadap uji 0/129. DNA genomnya mengandung 38% - 51% mol G + C (guanin dan sitosin) (Logan 1994), tidak membentuk gas pada produksi asam dari glukosa dan dapat menggunakan sukrosa sebagai sumber energi (Lavilla-Pitogo et al. 1990). Bakteri ini selain ditemukan hidup di air laut juga ditemukan di air payau, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya penyakit vibriosis pada ikan air payau (Sunaryanto et al.1987).

Medium umum yang dapat digunakan untuk kultur Vibrio antara lain medium BHI (Broth Hearth Infision), TSA (Tryptic Soy Agar), TSB (Tryptic Soy Broth), NA (Nutrient Agar), NB (Nutrient Broth), serta medium TCBS (Sunaryanto et al. 1987).

Genus Vibrio merupakan agen penyebab penyakit vibriosis yang menyerang hewan laut seperti ikan, udang, dan kerang-kerangan (Sunaryanto et al. 1987).

(5)

Vibrio ditemukan di hampir seluruh habitat seperti air tawar, estuaria, air laut, dan tanah (Singleton 1992). Vibrio dapat berperan sebagai patogen primer ataupun patogen sekunder. Sebagai patogen primer, Vibrio masuk melalui kontak langsung dengan organisme; sedangkan sebagai patogen sekunder, Vibrio menginfeksi organisme yang telah terlebih dahulu terinfeksi penyakit lain.

Vibrio menyerang dengan merusak lapisan kutikula udang yang mengandung kitin dikarenakan Vibrio memiliki enzim kitinase, lipase, dan protease. Kitinase (EC 3.2.1.14) merupakan enzim yang dapat menghidrolisa polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Enzim ini dihasilkan oleh bakteri, fungi, tanaman, dan hewan. Beberapa strain Vibrio harveyi diketahui dapat menghasilkan enzim kitinase dan kitin deasetilase. Vibrio harveyi BB7 menghasilkan beberapa jenis kitinase dengan bobot molekul

yang berbeda-beda, yang bervariasi sekitar 42-130 kDa, sesuai dengan jenis substrat sebagai sumber kitin (Kirchman et al. 1997) .

Kerusakan struktur eksoskeleton udang diakibatkan terdegradasi oleh aktivitas kitinase yang dihasilkan oleh bakteri kitinolitik. Degradasi kitin ini terutama dilakukan oleh mikroorganisme, dimana kitin dapat merupakan sumber karbon dan nitrogen untuk pertumbuhannya (Gooday 1990). Menurut Gooday (1990), terdapat dua macam lintasan perombakan kitin. Lintasan perombakan kitin yang belum diketahui disebut kitinoklastik, sedangkan jika lintasan tersebut melibatkan hidrolisis ikatan β-(1,4)-glikosida, maka prosesnya disebut kitinolitik. Hidrolisis ikatan ini dilakukan oleh enzim kitinase. Eksokitinase memecah bagian diasetil kitobiosa dari ujung non reduksi dari suatu rantai kitin. Endokitinase memecah bagian ikatan glikosida rantai kitin secara acak dan menghasilkan diasetil kitobiosa sebagai hasil utama yang bersama-sama dengan triasetil kitobiosa akan dirombak secara perlahan menjadi disakarida dan monosakarida. Struktur kimia kitin dapat dilihat pada Gambar 1.  

(6)

Gambar 1 Struktur kimia kitin (poli-N-asetil-glukosamin)

Penyakit udang menyala ini pada umumnya menyerang udang pada stadia mysis sampai awal pasca larva. Boer dan Zafran (1992) melaporkan bahwa induk udang yang berasal dari air laut positif membawa bakteri berpendar sehingga dapat ditularkan pada benur (larva) dan akhirnya terbawa masuk ke tambak. Selain pada udang yang terinfeksi, bakteri ini juga dapat diisolasi dari air laut yang digunakan sebagai sumber air pembenihan udang (Tjahjadi et al. 1994). Kehadiran Vibrio sp. pada pemeliharaan udang tidak selalu menyebabkan kematian karena bakteri ini bersifat oportunistik (Rukyani 1993). Pada budidaya udang windu (Penaeus monodon Fab.), penyakit vibriosis terjadi pada stadia larva dan stadia dewasa. Larva udang windu yang terserang biasanya pada stadia zoea, mysis, dan awal post larva. Penyakit vibriosis pada stadia larva terdiri dari penyakit berpendar atau kunang-kunang dan penyakit udang bengkok, sedangkan pada stadia dewasa mengakibatkan terjadinya bercak cokelat pada cangkangnya (Sunaryanto et al. 1987). Beberapa bakteri Vibrio yang sering menyebabkan kematian pada benih udang ialah Vibrio vulvinicus, Vibrio alginolyticus, Vibrio fluvialis, Vibrio anguillarus, dan Vibrio harveyi (Boer & Zafran 1992). Jenis yang sering menimbulkan masalah serius dalam budidaya udang ialah Vibrio harveyi. Larva yang terinfeksi tampak bercahaya pada kondisi gelap sehingga sering disebut penyakit kunang-kunang atau luminescent vibriosis (Lightner 1996).

Penanggulangan penyakit ini telah dicoba dengan pemberian berbagai macam antibiotik. Akan tetapi penggunaan antibiotik tersebut secara terus menerus serta dosis yang kurang tepat akan mengakibatkan patogen menjadi resisten (Rukyani et al. 1992). Resistensi bakteri patogen merupakan masalah

(7)

serius dalam pengobatan penyakit ikan. Vibrio harveyi dan bakteri-bakteri alami lainnya ternyata telah resisten terhadap amoksisilin (200 µg/ml), tetrasiklin (5 µg/ml), ampisilin (50 µg/ml), kanamisin (50 µg/ml), spektinomisin (50µg/ml), streptomisin (50 µg/ml), kloramfenikol (10 µg/ml), dan eritromisin (20 µg/ml) (Tjahjadi et al. 1994).

Udang windu (Penaeus monodon Fab.)

Dalam dunia internasional, udang windu (Penaeus monodon Fab.) dikenal pula dengan nama black tiger, tiger shrimp, atau tiger prawn (Agung 2007). Udang windu (Penaeus monodon Fab.) memiliki sifat-sifat dan ciri khas yang membedakannya dengan udang-udang yang lain. Udang windu bersifat euryhaline, yakni secara alami dapat hidup di perairan yang berkadar garam dengan rentang yang luas, yakni 5 - 45‰. Kadar garam ideal untuk pertumbuhan udang windu adalah 19 - 35‰. Sifat lain yang juga menguntungkan adalah ketahanannya terhadap perubahan suhu yang dikenal sebagai eurythemal (Suyanto & Ahmad 2004).

Udang windu merupakan organisme yang aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal). Jenis makannya sangat bervariasi tergantung pada tingkatan umur udang. Pada stadia benih, makanan utamanya adalah plankton (fitoplankton dan zooplankton). Udang dewasa menyukai daging binatang lunak atau molusca (kerang, tiram, siput), cacing, annelida yaitu cacing polychaeta, dan crustacea. Dalam usaha budidaya, udang mendapatkan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu klekap, lumut, plankton, dan benthos. Udang akan bersifat kanibal bila kekurangan makanan (Soetomo 1990).

Pada siang hari, udang hanya membenamkan diri pada lumpur maupun menempelkan diri pada sesuatu benda yang terbenam dalam air (Soetomo 1990). Apabila keadaan lingkungan tambak cukup baik, udang jarang sekali menampakkan diri pada siang hari. Apabila pada suatu tambak udang tampak aktif bergerak di waktu siang hari, hal tersebut merupakan tanda bahwa ada yang tidak sesuai. Ketidakesuaian ini disebabkan oleh jumlah makanan yang kurang, kadar garam meningkat, suhu meningkat, kadar oksigen menurun, ataupun karena timbulnya senyawa-senyawa beracun (Suyanto & Ahmad 2004).

(8)

Secara alami daur hidup udang meliputi dua tahap, yaitu tahap ditengah laut dan diperairan muara sungai (estuaria). Udang windu tumbuh menjadi dewasa dan memijah ditengah laut. Telur udang yang telah dihasilkan kemudian disimpan pada bagian punggung dari abdomen betina. Bila telur tersebut telah matang dan siap untuk dibuahi maka dikeluarkan melalui saluran telur (oviduct) yang terdapat pada bagian pangkal dari pasangan kaki jalan ke tiga. Pada saat telur dikeluarkan, secara bersamaan spermatofor dipecahkan oleh induk betina, sehingga terjadilah pembuahan. Telur yang yang telah dibuahi akan menetas dalam waktu 12 sampai 15 jam dan berkembang menjadi larva (Agung 2007).

Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu (Penaeus monodon Fab.) terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada (kepala-dada) disebut cephalothorax dan bagian perut (abdomen) yang terdapat ekor dibagian belakangnya. Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala-dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas, sedangkan bagian perut terdiri atas 6 segmen dan 1 telson. Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota badan yang beruas-ruas pula (Suyanto & Ahmad 2004).

Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang terbuat dari zat chitin. Bagian kepala ditutupi oleh cangkang kepala (karapaks) yang ujungnya meruncing disebut rostrum. Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini memudahkan mereka untuk bergerak (Suyanto & Ahmad 2004). Udang betina lebih cepat tumbuh daripada udang jantan, sehingga pada umur yang sama tubuh udang betina lebih besar daripada udang jantan (Soetomo 1990).

Di bagian kepala-dada terdapat anggota-anggota tubuh lainnya yang berpasang-pasangan. Berturut-turut dari muka ke belakang adalah sungut kecil (antennula), sirip kepala (scophocerit), sungut besar (antenna), rahang (mandibula), alat-alat pembantu rahang (maxilla), dan kaki jalan (pereiopoda). Di bagian perut terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda). Ujung ruas ke-6 arah belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus) (Agung 2007).

Gambar

Gambar 1 Struktur kimia kitin (poli-N-asetil-glukosamin)

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti surat dan keterangan calon mempelai perempuan Hendriyani binti Syamsudin dan calon mempelai laki-laki B N Bin M B dan

Tidak semua pembiayaan yang dilakukan BMT Pahlawan berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan, termasuk dalam melakukan pembiayaan Qardhul Hasan BMT Pahlawan

Dari penelitian didapat hasil dengan menggunakan ducting balok pada rpm 3 penurunan temperatur bola kering udara, efektifitas pendinginan, kapasitas pendinginan, EER (energy

Alat ukur Azas Kumparan Putar (Permanent Magnet Moving Coil) atau sering disingkat sebagai PMMC merupakan alat pengukur yang berkerja atas dasar prinsip dari

Transportasi jalan raya merupakan transportasi yang paling banyak digunakan oleh orang di Indonesia. Ini dikarenakan transportasi ini sangat mudah diakses dan dapat mengantarkan

Ketoasidosis "iabetik adalah keadaan kegaatan atau akut dari "M tipe &) disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar

1) Mengajar Berpusat pada Siswa. Mengajar tidak ditentukan oleh selera guru, tetapi sangat ditentukan oleh siswa itu sendiri. Siswa mempunyai kesempatan untuk belajar