• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II: TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tempat Pemberhentian Kendaraan

Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996), Tempat pemberhentian kendaraan (bus shelter) penumpang umum ini merupakan salahsatu bentuk fungsi pelayanan umum perkotaan yang disediakan oleh pemerintah, yang dimaksudkanuntuk:

 Menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalulintas.

 Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum.

 Menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan penumpang .

 Memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus.

Adapun persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum adalah:

 Berada di sepanjang rute angkutan umum atau bus.

 Terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat dengan fasilitas pejalan kaki.

 Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman.

 Dilengkapi dengan rambu petunjuk.

 Tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas.

2.2. Halte

(Bus shelter)

Menurut „Pedoman Teknis Angkutan tahun 2002 Bus Kota Dengan Sistem Jalur Khusus Bus (JKB/Busway)‟, halte pada BRT adalah halte dengan desain khusus

(2)

untuk menyampaikan identitas yang dapat membedakan dari angkutan penumpang umum lainnya. Halte juga harus mencerminkan jenis pelayanan yang prima dan terintegrasi dengan lingkungan sekitar sehingga perlu adanya peran serta dan dukungan masyarakat/organisasi profesional. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dalam perencanaan halte perlu diperhatikan beberapa hal seperti :

 Keserasian dengan kondisi lingkungan

 Desain operasional sistem BRT

 Aksesibilitas bagi penyandang cacat

 Aspek estetika halte

2.3. Syarat – Syarat Khusus Halte

 Jarak standar antar halte sekitar 500 m, namun umumnya berkisar antara 300- 1000 m. Pada pusat kegiatan dianjurkan memiliki kerapatan halte yang lebih tinggi dengan jarak spasi < 500 m. Dalam menetapkan jarak halte perlu juga dipertimbangkan kecepatan rencana operasi yang ingin dicapai.

 Lebar halte umumnya berkisar antara 3 – 5 m atau menyesuaikan dengan kebutuhan standar 0,3 - 0,5 m2/orang.

 Pada tempat dimana lahan tidak memungkinkan, dapat dibuat halte portable dengan tinggi sama dengan ketinggian lantai halte pada umumnya yaitu 110 cm dari permukaan jalan, dengan lebar sama dengan lebar pintu bus.

 Kapasitas Halte dianjurkan 1350 – 2250 pnp/jam

 Standar Ketinggian permukaan lantai halte sama dengan ketinggian pintu masuk kendaraan BRT, hal ini untuk mempermudah penumpang naik dan turun kendaraan. Untuk sistem BRT, umumnya tinggi permukaan lantai halte adalah 110 cm dari permukaan jalan.

(Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2006)

2.4. Hubungan Peraturan Standard Halte (Bus Shelter)

Dengan Penggunanya.

Penumpang busway sangat variatif, sehingga shelter harus disesuaikan kondisinya untuk tujuan yang universal. Selain penumpang umum (orang dewasa & anak-anak),

(3)

bus ini juga harus melayani penumpang khusus. Penumpang khusus yang dimaksud adalah meliputi orang tua (usia lanjut), wanita hamil, dan juga orang cacat (handicapped). Mereka membutuhkan bantuan berupa kemudahan agar dapatmenggunakan fasilitas airport-bus ini sama seperti penumpang umum lainnya. Aspek Seamless harus memperhatikan kondisi ini juga. Biasanya penumpang handicapped yang paling sering diperhatikan adalah cacat lumpuh (berkursi roda). Bagaimana bus harus menyiasati entrance-door kendaraannya agar kursi roda yang mereka pakai harus bisa masuk dengan baik tanpa kendala. Itu semua dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Di Jakarta, system yang digunakan adalah dengan cara peninggian floor dari shelter. Itu merupakan cara yang paling optimal, sebab kondisi busway di Indonesiayang selalu memakai bus yang jenis high-floor. Apabila shelter ditinggikan sesuai dengan lantai bus, maka kendala untuk susah masuknya penumpang akan teratasi.Selain itu kursi roda bisa masuk dengan baik.

2.5. Pengertian Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan.

Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson yang dikutip Soewarno Handayaningrat S. (1994:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”.

Sedangkan Georgopolous dan Tannembaum (1985:50), mengemukakan: “Efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dalam mengejarsasaran. Dengan kata lain, penilaian efektivitas harus berkaitan denganmesalah sasaran maupun tujuan.

(4)

Selanjutnya Steers (1985) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistemdengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dansasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpamemberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya”.

Lebih lanjut menurut Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi Pelayanan Publik mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya” (Kurniawan, 2005).

Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa :“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.

Upaya mengevaluasi suatu fasiltas umum, dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan kegunaan atau tidak. Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output).

Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.

Dengan demikian, efektivitas pada dasarnya menunjuk kepada suatu ukuran perolehan yang memiliki kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan hasil yang

(5)

diharapkan, sebagaimana telah terlebih dahulu ditetapkan. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah hal yang bersangkut paut dengan keberhasilan, manfaat dan seberapa target (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah dicapai dari suatu perlakuan yang diterapkan kepada subjek penelitian.

2.6. Faktor – faktor Yang Berpengaruh Terhadap Efektivitas

Penggunaan Halte Busway.

2.6.1. Faktor Kenyamanan.

Shelter harus dapat melindungi calon penumpang dari kondisi di luar shelter seperti hujan, debu, dan asap kendaraan bermotor. Hal-hal tersebut dapat sangat mengganggu. Pada saat suhu Jakarta pada kondisi ekstrim (29-300C),

shelter diharapkan mampu menanggulangi hawa panas yang datang dari terik matahari.

2.6.2. Faktor Keamanan.

Shelter juga harus memperhatikan unsur privasi yang seharusnya di dapat para calon penumpang agar tidak terganggu. Pada halte umum terlihat bahwa tidak sedikit orang yang ikut duduk atau beristirahat di shelter tersebut meskipunmereka bukan dari calon penumpang bus. Ini sangat berpengaruh terhadap keamanan calon penumpang.

2.6.3. Faktor Pelayanan.

Pelayanan angkutan publik buruk bisa dilihat dari tingkat pelayanan rendah, tingkat aksesibilitas yang juga rendah (bisa dilihat dari masih banyaknya bagian dari kawasan perkotaan yang belum dilayanan oleh angkutan umum, dan rasio antara panjang jalan di perkotaan rata-rata masih dibawah 70%, bahkan dibawah15% terutama di kota metropolitan, kota sedang, menengah) dan biaya yang relatif tinggi. Biaya tinggi ini akibat rendahnya aksesibilitas dan kurang baiknya jaringan pelayanan angkutan umum yang mengakibatkan masyarakat harus melakukan beberapakali pindah angkutan dari titik asal

(6)

sampai tujuan, belum adanya keterpaduan sistem tiket, dan kurangnya keterpautan moda. Pembenahandilakukan pada shelter agar memberikan sebuah system yang saling terkait agar dapat meningkatakan efisiensi kerja.

2.6.4. Faktor Daya Tahan

Berbicara tentang public facility pasti jugaberbicara tentang daya tahan, jangka waktu, dan efek samping dari shelter itu sendiri. Tindakan lalai terhadap peraturan, alih fungsi, bahkan vandalisme sudah sangat sering dijumpai di dalam shelter bus.

2.6.5. Faktor Keindahan

Banyak shelter di Jakarta yang masih sangat kurang dalam unsur estetika desain dan pengembangan promosi. Belum begitu terlihat bagaimana shelter - shelter tersebut dapat menarik perhatian bagi para calon penumpangnya. Apalagi Pada saat malam hari, kurang sekali adanya cahaya yang memadai.Padahal Faktor pencahayaan secara tidak langsung sangat membantu dalam membentuk citra sebuah shelter.

Referensi

Dokumen terkait

Keempat risk level tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor seperti jenis kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi sebuah link berbeda-beda, menggunakan mesin atau alat yang

Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah dalam penerbitan sertipikat di Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal sudah efektif, terbukti dengan tidak adanya

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

Berdasarkan informasi tentang kelompok tani di Kampung Rimba Jaya peneliti ingin melihat proses komunikasi dan efektivitas komunikasi kegiatan penyuluh seperti apa yang

Self efficacy (kemampuan diri) merupakan hal yang terpenting dalam dunia pembelajaran, dimana seorang harus meyakini terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk

Hal ini menunjukkan responden yang hipertensi memiliki kadar MDA yang lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak hipertensi, dan diperoleh nilai p=0,200 (p&gt;0,05)

Melaksanakan  Algoritma  berarti  mengerjakan  langkah‐langkah  di  dalam  Algoritma  tersebut.  Pemroses  mengerjakan  proses  sesuai  dengan  algoritma  yang 

Cushing (1974) dalam Jogiyanto (2000:49) menyatakan bahwa sistem informasi akuntansi adalah kumpulan dari manusia dan sumber-sumber daya modal di dalam suatu