• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sembarangan karena tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sembarangan karena tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Permasalahan sampah merupakan hal yang tidak dapat dikesampingkan begitu saja.Persoalan sampah dapat berpotensi menjadi masalah kultural karena dampaknya yang dapat menjangkau berbagai sisi kehidupan terutama di kota-kota besar.Pembuangan sampah secara sembarangan karena tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar serta terhadap masyarakat itu sendiri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata buangan sampah kota adalah 0,5 kg/kapita/hari. Dengan mengalikan data tersebut dengan jumlah penduduk di beberapa kota di Indonesia yang dipublikasikan oleh NUDS tahun 2003, maka dapat diketahui prakiraan potensi sampah kota di Indonesia yaitu sekitar 100.000 ton / hari1. Sumber sampah terbanyak merupakan sampah pemukiman dan pasar tradisional.Sampah berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, namun secara umum minimal 75% merupakan sampah organik dan sisanya anorganik.

Setiap daerah di Indonesia memiliki cara pengolahan sampah yang berbeda-beda baik yang telah menggunakan teknologi tingkat tinggi maupun yang menerapkan model yang paling sederhana, yakni urugan.       

1 Sudrajat, 2007, mengelola sampah kota : solusi mengatasi sampah kota dengan manejemen 

terpadu dan mengolahnya menjadi energi listrik dan kompos, Jakarta : Penebar Swadaya, 

(2)

Urugan yakni suatu model pengelolaan sampah yang dibuang di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan apapun terhadap sampah tersebut.Sebagian besar daerah di Indonesia lebih suka menggunakan model urugan dan tumpukan dalam mengelola sampah di daerah mereka.Hal ini disebabkan oleh terbatasnya anggaran APBD di setiap daerah untuk pengelolaan sampah.Meskipun model pengelolaan sampah dengan tumpukan jauh lebih baik daripada urugan karena telah memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan, namun di daerah-daerah di Indonesia, model tumpukan ini tidaklah lengkap teknologinya. Kelengkapan teknologi dalam model tumpukan tergantung dari kondisi keuangan dan kepedulian pejabat daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat2.

Pemerintah dalam mengatasi permasalahan sampah yang makin rumit telah mengeluarkan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah beserta turunannya yakni PP Nomor 81 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. UU dan PP ini keduanya mengamanatkan adanya perubahan yang mendasar dalam pengelolaan sampah yang selama ini bertumpu pada paradigma kumpul-angkut-buang(end of pipe) menjadi pengelolaan sampah yang bertumpu pada pengurangan sampah dan penanganan sampah.

      

(3)

UU Nomor 18 Tahun 2008 dan PP Nomor 81 Tahun 2012 mengamanatkan pengelolaan sampah yang dimulai dari produsen sampah misalnya rumah tangga, industri yaitu dengan memisahkan sampah berdasarkan jenisnya. Untuk produsen sampah yang merupakan kalangan rumah tangga bisanya akan memisahkan sampah berdasarkan sampah organik dan anorganik. Pengelolaan sampah rumah tangga yang dimulai dari produsen sampah ini merupakan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan karena mengaplikasikan 3R (reduce, reuse, recycle) sekaligus masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam mengelola lingkungan.

Permasalahan sampah menjadi permasalahan tersendiri bagi Kabupaten Kulon Progo yang terletak di Provinsi DIY.Permasalahan sampah yang dihadapi memang tidak sebesar di kota-kota besar dan industri, namun tetap menjadi persoalan tersendiri. Misalnya saja penolakan keberadaan TPA Banyuroto yang dilakukan masyarakat setempat akibat pengelolaan sampah yang hingga sekarang masih menggunakan sistem urug. Menurut Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo, berdasarkan angka estimasi , jumlah timbunan sampah yang masuk TPA sekitar 60 meter per hari. Penanganansampah yang dilakukan UPTD Kebersihan dan Pertamanan DPU masih terbatas di kota Wates, 20 pasar negeri dan beberapa sektor swasta yang tersebar di 12 kecamatan 3. Sedangkan sisanya masyarakat diharapkan memiliki kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang memberdayakan masyarakat untuk mengelola       

3

 Antara news, 2012, Penanganan Sampah Kulon Progo 60 Meter Per Hari ,  Jogja.antaranews.com,  diakses tanggal 26 Maret 2013 

(4)

sampah secara mandiri dengan mengaplikasikan konsep 3R yakni reduce, reuse, recycle.

Kesadaran masyarakat kota akan pengelolaan sampah secara mandiri memang masih kurang. Hal ini terlihat dengan menumpuknya sampah akibat pembuangan sampah oleh produsen sampah yang tidak pada tempatnya.Tumpukan sampah yang terbengkalai justru menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar seperti menyebabkan berbagai macam penyakit. Ini seperti yang diungkapkan Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo yang mengaharapkan tumbuhnya kesadaran dari warga masyarakat terutama di kota Wates dalam permasalahan sampah, sehingga diharapkan tidak ada lagi bak-bak kontainer sebagai TPS di beberapa sudut kota 4. Sejak diterbitkannya UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, penerapannya belum begitu efektif di Kabupaten Kulon Progo.Belum adanya Peraturan Daerah menjadi salah satu alasan belum efektifnya penerapan regulasi tersebut di Kabupaten Kulon Progo.Selama ini Kabupaten Kulon Progo masih menerapkan model pengelolaan sampah konvensional (timbun-angkut-buang) yang justru menimbulkan masalah baru.Hal ini disebabkan karena pemerintah daerah belum mampu menyediakan fasilitas maupun teknologi yang aplikatif untuk penanganan sampah yang sesuai UU Nomor 18 Tahun 2008.Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saaatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru

      

(5)

pengelolaan sampah. UU Nomor 18 Tahun 2008 serta turunannya yakni PP Nomor 81 Tahun 2012 mengamanatkan perlunya perubahan yang mendasar dalam pengelolaan sampah dari paradigma kumpul-angkut-buang menjadi pengelolaan sampah yang bertumpu pada pengurangan sampah dan penanganan sampah. Kegiatan pengurangan sampah dilakukan dengan tujuan agar seluruh lapisan masyarakat baik pemerintah, swasta maupun masyarakat luas melaksanakan kegiatan pembatasan timbunan sampah, pendaurulangan sampah, dan pemanfaatan kembali sampah tersebut yang dikenal dengan reduce, reuse, recycle. Paradigma baru ini sekaligus memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan misalnya untuk pupuk, energi, kompos, ataupun untuk bahan bakuindustri.

Prinsip pada pengelolaan persampahan secara umum adalah: 1. Mencegah timbulnya sampah

2. Meminimalisasi jumlah sampah yang dihasilkan

3. Penggunaan kembali berarti harus mulai menggunakan barang-barang yang dlgunakan secara berulang, dan menghindari penggunaan barang sekali pakai

4. Daur ulang yang dapat diterapkan pada jenis barang yang digunakan maupun proses pengolahannya.

5. Konservasi Energi dalam proses pengolahan sampah sebagai salah satu hasilnya adalah energi yang dapat dimanfaatkan, sehingga energi yang dibutuhkan untuk pengolahan tidak terbuang percuma.

(6)

6. Pembuangan akhir merupakan alternatif terakhir dari sistem pengelolaan sampah, hal ini berarti jika sampah yang dihasilkan sudah tidak dapat dimanfaatkan / didaur ulang dan diolah maka sampah tersebut baru dapat dibuang ke TPA.

Pengurangan jumlah sampah masuk ke TPA diharapkan akan memperpanjang umur TPA. Guna melakukan proses pengurangan sampah masuk ke TPA hal utama yang perlu dilakukan pada metode pengumpulan sampah harus dioptimalisasikan pada program 3R. Program 3R harus dapat dilaksanakan pada skala rumah tangga yang dikoordinir RT/RW.Dari sisi pengelolaan persampahan di beberapa perkampungan di perkotaan telah mengalami kemajuan terutama keterlibatan masyarakat dalam kepedulian serta dorongan mewujudkan pengelolaan persampahan mengacu pada daya dukung lingkungan serta dilaksanakan secara ekonomis.

Dari beberapa daerah di Indonesia yang telah menerapkan 3R , pengelolaan sampah terpadu di Kampung Sukunan, Sleman, DIY merupakan gambaran nyata dalam mengelola sampah rumah tangga yang melibatkan warga sebagai penghasil sampah. Dalam pengelolaan sampah rumah tangga tidak hanya mengelola sampah saja namun juga terdapat kegiatan lain. Di Sukunan diselenggarakan kegiatan seperti layanan pendidikan dan pelatihan daur ulang, kerajinan daur ulang danpengomposan, rancang bangun sistem pengelolaan sampah mandiri, penjualan sampah ke lapak dan perintisan kampung wisata

(7)

lingkungan.Penyelenggaraan kegiatan ini ditujukan ke berbagai kalangan mulai dari siswa sekolah, lembaga pendidikan, masyarakat, kader, PKK.Prinsip pengelolaan sampah di Sukunan, Sleman adalah dengan menggerakkan seluruh warga masyarakat.Hal ini dilakukan dengan melibatkan anak-anak dan remaja melalui puisi, lagu, mural, perlombaan melukis di tong sampah dan pembuatan kerajinan dari kemasan produk kopi, minuman dan lain-lain.Kegiatan ini telah meningkatkan perekonomian masyarakat melalui penjualan produk-produk daur ulang sehingga kebutuhan operasional dan pemeliharaan fasilitas kegiatan dapat dipenuhi dari kas bersama.Upaya untuk meminimalisasi sampah dari sumbernya sudah menunjukkan hasil yang signifikan.Timbulan sampah anorganik yang dihasilkan oleh masyarakat sebesar 12 m3/minggu dan sampah organik sebesar 22 m3/minggu. Dari total timbulan sampah yang dihasilkan, 90% diolah menjadi kompos dan produk daur ulang sehingga sampah yang dibuang ke TPA hanya tinggal 10%5.

Rendahnya kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah yang mengaplikasikan konsep 3R menjadi kendala tersendiri mengingat konsep 3R erat kaitannya dengan kebiasaan seseorang dalam kehidupan sehari – hari. Misalnya saja 3R yang mensyaratkan adanya pemilahan sampah.Memilah sampah merupakan hal yang paling mendasar dalam pengaplikasian 3R.Banyak usaha yang dapat diterapkan masyarakat dalam mengelola sampah yang berwawasan lingkungan. Salah satu kelompok

      

5

(8)

masyarakat di kota Wates, Kulon Progo, tepatnya terletak di RW 29, Wonosidi Lor tergabung dalam paguyuban Bersatu (Bersih, Sehat, Asri, dan Teratur). RW 29 , Wonosidi Lor merupakan salah satu kampung yang terlat di pusat kota Wates sehingga daerah ini memiliki masalah yang berhubungan dengan masalah lingkungan antara lain sampah, sanitasi, dan pemukiman. Paguyuban Bersatu bergerak di bidang kebersihan dan penataan lingkungan . Paguyuban Bersatu memiliki beberapa program pengelolaan sampah rumah tangga secara mandiri serta ramah lingkungan.Beberapa program tersebut diantaranya adalah pengelolaan sampah menggunakan komposter, penyediaan tempat pembuangan sampah di sepanjang jalan yang telah dibadakan berdasarkan jenis sampah organik dan non organik, hingga didirikannya bank sampah Sadidu29.Melalui beberapa program tersebut masyarakat sekitar dapat turut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.

Partisipasi masyarakat Wonosidi Lor terwujud salah satunya dengan menjadi nasabah Bank Sampah Sadidu29.Bank sampah merupakan suatu konsep pengumpulan sampah kering dan dipilah serta memiliki manajemen layaknya perbankan namun yang ditabung bukanlah uang melainkan sampah. Caranya masing-masing sampah yang berasal dari rumah tangga dipilah terlebih dahulu sebelum diberikan ke bank sampah di Wonosidi Lor, Wates 6. Dua kali dalam seminggu nasabah menyetorkan tabungannya yangberupa sampah di kantorBank SampahSadidu29.Sistem

      

(9)

Bank Sampah Sadidu29 mensyaratkan adanya pemilahan sampah terlebih dahulu sebelum disetorkan ke bank.Pemilahan sampah dilakukan sendiri oleh nasabah bank.Mereka memilah sampah-sampah tersebut berdasarkan jenis dan kondisinya, misalnya plastik, kertas, kardus, botol, dll. Bank sampah berdiri sejak 17 September 2011 atas dasar kesepakatan bersama dalam rapat Paguyuban Bersatu, Bank Sampah Sadidu29 baru memiliki anggota sebanyak 66 kk dari seluruh kk yang mencakup RW 29, Wonosidi Lor, Wates.Meskipun demikian sifat kenggaotaan bank sampah ini adalah bersifat terbuka untuk umum baik dari dalam wilayah maupun luar wilayah. Meskipun belum mampu untuk mencakup seluruh warga RW 29 yang menjadi target sasaran, Bank Sampah Sadidu29 ternyata dapat menarik minat warga daerah lain untuk turut bergabung menjadi nasabah bank. Nasabah-nasabah tersebut diantaranya berasal dari Giripeni, Ngestiharjo, Dipan, Tetek Kulon, Kongklangan, Temon, Cerme, dan Bendungan.Oleh karena itu untuk mempermudah pelayanan, Bank Sampah Sadidu29 melakukan inovasi dengan praktek “jemput bola”.Langkah tersebut dilakukan agar masyarakat yang menjadi anggota bank sampah terus bertambah. KLH Kulon Progo memfasilitasi Bank Sampah Sadidu29 dengan kendaraan pengangkut sampah untuk sistem “jemput bola”. Hal ini mempermudah masyarakat dalam mengelola sampah.

Dalam sekali penjualan “tabungan sampah” kepada pengepul barang bekas, dapat menghasilkan keuntungan sekitar 3 juta rupiah.Hasil

(10)

penjualan tersebut didapat dari setoran nasabah yang terdiri dari berbagai jenis barang (misalnya kardus, kertas, dll) dengan harga yang berbeda tiap jenisnya.Sebagian besar sampah tersebut berasal dari sampah rumah tangga hasil pilahan masyarakat.Meskipun jumlah yang didapat tidak sebanding dengan produksi sampah di Kabupaten Kulon Progo, namun setidaknya pengurangan sampah rumah tangga oleh produsen sampah itu sendiri sangat membantu dalam mengurangi kapasitas sampah yang masuk ke dalam TPA. Hal ini diperkuat dengan adanya inovasi dari ibu-ibu rumah tangga di RW 29,Wonosidi Lor yang tidak menyia-nyiakan sampah begitu saja. Meskipun hanya beberapa saja, namun di tangan ibu-ibu rumah tangga ini, sampah diubah menjadi barang kerajinan tangan seperti tas, taplak meja, gantungan kunci, bros, sandal, dll.

Tabel I.1

Rincian hasil penjualan periode 16 Desember 2011 hingga Maret 2012

No. Golongan Hasil yang di dapat

Berat (kg) Biji/buah 1. Plastik 200,1 - 2. Logam 35,7 - 3. Kertas 489,7 44 4. Botol 20,5 176 5. Sepatu 27,5 - 6. Pet minyak - 16 Jumlah 773,5 236

(11)

Komposter merupakan salah satu cara mengolah sampah rumah tangga yang efektif dilakukan di sumber sampah. Komposter rumah tangga menurut SNI 19-7029-2004 adalah prasarana yang digunakan untuk mengolah sampah dapur menjadi kompos. Komposter skala rumah tangga cukup mudah dilakukan oleh masyarakat Wonosidi Lor mengingat masyarakat dapat memanfaatkan tong bekas dan tidak memerlukan alat dan bahan yang terlalu rumit. Oleh karena itu setiap individu di Wonosidi Lor seharusnya mampu untuk membuatnya.Meskipun demikian, ternyata tidak setiap rumah di Wonosidi Lor yang belum memanfaatkan komposter guna mengolah sampah organik.Hal ini disebabkan karena masyarakat belum memahami kelola sampah rumah tangga dengan baik melalui 3R.

Sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang menerapkan 3R ini bermacam-macam. Terdapat sebagian masyarakat yang peduli dengan turut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah yang ramah lingkungan , dan ada pula yang tidak peduli. Pengurus Bank Sampah Sadidu29 mengungkapkan bahwa sikap masyarakat ada yang peduli, ada yang tidak peduli, bahkan mencibir terutama kalangan muda, sehingga yang lebih banyak berperan aktif adalah ibu-ibu rumah tangga yang bersinggungan langsung dengan sampah rumah tangga.Bahkan bagi mereka yang berpartisipasi sebagai pengelola Bank Sampah Sadidu29 lebih bersifat “perjuangan”. Hal ini disebabkan belum adanya insentif bagi pengelola Bank Sampah Sadidu29 , sehingga dikerjakan dengan pengabdian sebagai relawan peduli lingkungan. Dengan sikap yang

(12)

demikian, berdampak pula pada belum optimalnya partisipasi masyarakat terutama di kalangan muda. Partisipasi masyarakat baik itu dari kalangan anak-anak hingga lanjut usia yang akan menjamin keberlangsungan kegiatan pengelolaan sampah yang menerapkan 3R dikemudian hari.

Masyarakat kota selalu mengeluhkan keberadaan sampah yang mencemari lingkungan , padahal salah satu penyumbang sampah terbesar adalah sampah rumah tangga yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu produsen sampah itu sendirilah yang seharusnya mengelola sampah yang mereka hasilkan sebagai usaha untuk mengurangi jumlah sampah.

I.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah partisipasi masyarakat RW29, Wonosidi Lor, Wates dalam pengelolaan sampah rumah tangga yang mengaplikasikan 3R?

I.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat Wonosidi Lor dalam pengelolaan sampah rumah tangga yang mengaplikasikan 3R

2. Memberikan gambaran akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga melalui aplikasi 3R

(13)

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai salah satu pembelajaran bagi daerah lain untuk ikut serta mengembangkan kegiatan yang serupa dalam mengelola sampah di daerah mereka

2. Menggugah kepedulian pembaca untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar serta memberikan gambaran akan pentingnya kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah

3. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan mengenai persampahan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan intervensi permainan berbasis minat pada saat pembelajaran terhadap pengurangan perilaku mengganggu bagi anak autis kelas

Dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 2 Batang, terdapat mata pelajaran sejarah wajib atau sejarah Indonesia dan mata pelajaran sejarah pilihan yaitu sejarah

Dilihat dari segi teknis perlakuan dengan padat penebaran 2 ekor/liter merupakan perlakuan yang paling efisien, karena memiliki laju pertumbuhan pertumbuhan bobot harian,

Dengan adanya sistem akuntansi yang memadai, dapat menjadikan akuntan perusahaan dapat menyediakan informasi keuangan bagi setiap tingkatan manajemen, para pemilik

Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan, hasil pengukuran rap at fluks neutron cukup mendekati hasil perhitungan terutama untuk posisi irradiasi dan fasilitas sistem rabbit

TRADING BUY : Posisi beli untuk jangka pendek / trading , yang menitikberatkan pada analisa teknikal dan isu-isu yang beredar.. NEUTRAL : Tidak mengambil posisi pada saham

Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 dialokasikan untuk menunjang program wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang bermutu