• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Istimewa Yogyakarta, atau yang disingkat DIY, memiliki keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keistimewaan DIY merupakan keistimewaan kedudukan hukum yang didasarkan pada sejarah dan hak asal usul (Pemda DIY, 2013). Dalam urusan keistimewaannya, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki nilai-nilai istimewa dalam bidang tata ruang. Nilai-nilai istimewa tata ruang DIY tercantum dalam pasal 53 Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan.

Tata ruang provinsi DIY memiliki delapan nilai keistimewaan, yaitu: a) harmoni, kelestarian lingkungan, sosial ekonomi (hamemayu hayuning bawana); b) spiritual-transenden (sangkan paraning dumadi); c) humanisme, asas kepemimpinan demokratis (manunggaling kawula lan Gusti); d) kebersamaan (tahta untuk rakyat); e) harmonisasi lingkungan (sumbu imajiner Laut Selatan – Kraton – Gunung Merapi); f) ketaatan historis (sumbu filosofis Tugu – Kraton – Panggung Krapyak); g) filosofi inti kota (catur gatra tunggal); dan h) delineasi spasial Perkotaan Yogyakarta ditandai dengan keberadaan Masjid Pathok Negara. Berdasarkan batasan wilayah penelitian, maka penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta hanya akan mengkaji lima dari delapan nilai istimewa tersebut. Nilai istimewa yang tidak akan dikaji adalah spiritual-transenden (sangkan paraning dumadi); harmonisasi lingkungan (sumbu imajiner Laut Selatan – Kraton – Gunung Merapi); dan kebersamaan (tahta untuk rakyat).

(2)

Ada alasan-alasan mengapa tiga nilai yang disebutkan diatas tidak akan dikaji. Nilai spiritual-transenden (sangkan paraning dumadi) merupakan jiwa dari sumbu imajiner Laut Selatan – Kraton – Gunung Merapi (Soemarwoto, 2008). Sumbu imajiner Laut Selatan – Kraton – Gunung Merapi, yang memiliki makna religius tersebut, membentang dari utara provinsi DIY hingga bagian selatannya. Jika ingin membahas mengenai Poros Laut Selatan – Kraton – Gunung Merapi, maka pembahasan harus mencakup wilayah provinsi, sedangkan lingkup ruang penelitian ini hanya Kota Yogyakarta, bukan Provinsi DIY. Selanjutnya nilai kebersamaan (tahta untuk rakyat), peneliti menilai nilai tersebut tidak tergambar dalam fisik ruang kota.

Lima dari delapan nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta seharusnya tercermin dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta. Kelima nilai istimewa tersebut, yaitu: a) harmoni, kelestarian lingkungan, sosial ekonomi (hamemayu hayuning bawana); b) humanisme, asas kepemimpinan demokratis (manunggaling kawula lan Gusti); c) ketaatan historis (sumbu filosofis Tugu – Kraton – Panggung Krapyak); d) filosofi inti kota (catur gatra tunggal); dan e) delineasi spasial Perkotaan Yogyakarta ditandai dengan keberadaan Masjid Pathok Negara. Namun, Soemarwoto (2008) menyatakan bahwa telah terjadi dua kerusakan parah pada Poros Filosofis Tugu – Kraton – Panggung Krapyak. Dua kerusakan tersebut adalah: a) terpotongnya Poros Filosofis Tugu – Kraton – Panggung Krapyak di Malioboro oleh rel kereta api Yogyakarta – Surakarta; dan b) hilangnya makna golog gilig dari Tugu. Pernyataan tersebutlah yang menjadi awal tercetusnya penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta ini. Pernyataan Soemarwoto diatas menimbulkan pertanyaan, apakah nilai-nilai istimewa yang lain masih konsisten keberadaannya ataukah juga mengalami kerusakan parah seperti Poros Filosofis Tugu – Kraton – Panggung Krapyak? Jawaban dari pertanyaan ini akan menjadi menarik untuk dibahas.

(3)

Sebagai karakter spesifik dari ruang Kota Yogyakarta, lima istimewa tersebut seharusnya tetap terwujud dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta. Jika nilai istimewa tersebut dibiarkan memudar, maka Kota Yogyakarta akan kehilangan identitasnya. Saat ini, perwujudan nilai-nilai istimewa dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta semakin penting untuk dipertegas. Hal tersebut dikarenakan Kota Yogyakarta akan dicalonkan sebagai Kota Pusaka UNESCO (Teguh, 2013). Kota-kota Pusaka UNESCO harus memiliki keunggulan nilai sejagad. Sebuah kota akan menjadi kota pusaka jika kota tersebut memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh kota lain di dunia ini. Jika ada beberapa kota yang memiliki keunikan yang sama, maka untuk menjadi kota pusaka, kota tersebut harus menjadi yang terbaik. Selain itu, kota pusaka juga harus memiliki sistem pelindungan dan pengelolaan untuk menjamin kelestariannya di masa datang. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mempertahankan perwujudan nilai-nilai istimewa dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta, sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan pasal 18B Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Hal tersebut juga diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan DIY dan Peraturan Daerah Istimewa DIY Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan.

Kota Yogyakarta memiliki kesempatan yang besar untuk menjadi Kota Pusaka UNESCO. Kota Yogyakarta mempunyai banyak keunikan yang tidak dimiliki kota-kota lain di dunia. Kota Yogyakarta merupakan salah satu dari dua kota peninggalan kerajaan Jawa yang masih dapat bertahan hingga saat ini. Selain itu, Kota Yogyakarta memiliki banyak bangunan bersejarah, kawasan-kawasan cagar budaya, serta nilai-nilai budaya yang mempengaruhi kehidupan kota. Salah satu hal yang sangat dipengaruhi nilai budaya tersebut adalah tata ruang Kota Yogyakarta.

(4)

budaya inilah yang menyebabkan tata ruang Kota Yogyakarta menjadi unik. Setiap aspek dalam penataan kota mengandung nilai-nilai filosofis Islam maupun Jawa. Nilai filosofis itulah yang kemudian disebut nilai istimewa dalam tata ruang. Jika nilai-nilai keistimewaan tata ruang yang tidak lagi terjaga, Kota Yogyakarta akan kehilangan karakternya dan sulit menjadi Kota Pusaka UNESCO.

Oleh karena itu, konsistensi keberadaan esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta akan berpengaruh besar dalam pembentukan kembali ciri khas Kota Yogyakarta. Nilai-nilai istimewa dibentuk dari keunikan nilai-nilai budaya lokal yang mewarnai penataan ruang Kota Yogyakarta. Nilai-nilai istimewa tersebut turut membentuk wajah Kota Yogyakarta yang ada saat ini. Kota Yogyakarta memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh kota-kota lain, dikarenakan esensi nilai-nilai istimewa tata ruang tetap konsisten terjaga. Telah dibahas sebelumnya bahwa Poros Filosofis Tugu – Kraton – Panggung Krapyak mengalami kerusakan parah. Jika nilai-nilai istimewa yang lain juga mulai pudar dan tenggelam oleh modernisasi penataan ruang yang salah, maka di masa depan Kota Yogyakarta akan kehilangan identitasnya. Pengetahuan mendalam mengenai nilai-nilai istimewa dan keunikan penataan ruang Kota Yogyakarta akan sangat berpengaruh dalam upaya melestarikan keistimewaan Kota Yogyakarta. Penelitian tentang konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta menjadi langkah awal dalam mempertegas keunikan Kota Yogyakarta.

(5)

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pemaparan kondisi lokasi penelitian yang diulas dalam latar belakang, pertanyaan yang dijawab oleh penelitian tentang konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta ini adalah:

1. Seperti apa konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang DIY dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta?

2. Seperti apa pergeseran-pergeseran yang terjadi pada kondisi empiris keberadaan esensi nilai-nilai istimewa tata ruang DIY dalam tata ruang Kota Yogyakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai dari penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta ini adalah:

1. Menggambarkan konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang DIY dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta dan pergeseran-pergeseran yang terjadi.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Kajian mengenai nilai-nilai istimewa tata ruang, merupakan sebuah kajian yang luas dan menyeluruh. Nilai istimewa tata ruang DIY mencakup aspek fisik dan non fisik dalam penataan ruang. Ruang lingkup penelitian digunakan untuk menentukan nilai-nilai istimewa yang akan dibahas dan aspek yang akan diamati dalam penelitian ini.

1.4.1 Lingkup Spasial

Penelitian tentang konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta memilih wilayah Perkotaan Yogyakarta sebagai lokus penelitian. Dipilihnya Perkotaan Yogyakarta sebagai lokus penelitian secara langsung mengeliminasi

(6)

dua nilai istimewa dari pembahasan penelitian ini. Dua nilai istimewa tersebut adalah nilai spiritual-transenden (sangkan paraning dumadi) dan nilai harmonisasi lingkungan (sumbu imajiner Laut Selatan – Kraton – Gunung Merapi).

Ada alasan-alasan mengapa tiga nilai yang disebutkan diatas tidak akan dikaji. Nilai spiritual-transenden (sangkan paraning dumadi) merupakan jiwa dari sumbu imajiner Laut Selatan – Kraton – Gunung Merapi (Soemarwoto, 2008). Sumbu imajiner Laut Selatan – Kraton – Gunung Merapi, yang memiliki makna religius tersebut, membentang dari utara provinsi DIY hingga bagian selatannya. Jika ingin membahas mengenai Poros Laut Selatan – Kraton – Gunung Merapi, maka pembahasan harus mencakup wilayah provinsi, sedangkan lingkup ruang penelitian ini hanya Kota Yogyakarta, bukan Provinsi DIY.

1.4.2 Lingkup Substansial

Penelitian ini berfokus pada esensi nilai-nilai istimewa yang terwujud dalam ekspresi fisik spasial Perkotaan Yogyakarta. Pemilihan fokus penelitian ini juga mengeliminasi dua nilai istimewa dari penelitian ini. Dua nilai tersebut yaitu nilai humanisme, asas kepemimpinan demokratis (manunggaling kawula lan Gusti) dan nilai kebersamaan (tahta untuk rakyat). Peneliti menilai kedua nilai tersebut tidak tergambar dalam fisik ruang kota.

Pada bab tinjauan pustaka dibahas bahwa pada dasarnya nilai manunggaling kawula lan Gusti terwujud dalam ekspresi fisik Kota Yogyakarta sebagai jiwa dari Poros Filosofis (Triharjun dalam Soemarwoto, 2008). Jalan yang membentang dari Kraton sampai Tugu melambangkan kehidupan raja yang dilandasi penyembahan tulus pada Tuhan (Manembah Manekung) dan disertai tekad Golog Gilig artinya menuju kesejahteraan bersama rakyat (demokrasi). Semangat Golog Gilig ini diwujudkan dalam desain Tugu Pal Putih yang dahulu berbentuk silindris (gilig) pada bagian bawah dan bentuk bulatan (golog) pada puncaknya. Penyataan Soemarwoto (2008) berisi mengenai hilangnya makna Golog Gilig dari Tugu menjadi salah satu alasan mengapa peneliti tidak mengamati konsistensi esensi nilai manunggaling kawula lan Gusti karena penelitian ini tidak melihat Tugu sebagai objek tunggal tetapi sebagai sebuah bagian dari Poros Filosofis. Alasan

(7)

kedua mengapa nilai manunggaling kawula lan Gusti tidak dibahas karena nilai tersebut lebih relevan pada aspek kelembagaan dalam penataan Kota Yogyakarta, sedangkan penelitian ini menekankan pada aspek fisik spasial.

Lingkup substansial mengerucutkan nilai-nilai istimewa yang dibahas dalam penelitian ini, dari nilai istimewa yang menyeluruh menjadi hanya nilai istimewa yang terwujud dalam fisik spasial Kota Yogyakarta. Nilai-nilai istimewa tersebut adalah: a) harmoni, kelestarian lingkungan, sosial ekonomi (hamemayu hayuning bawana); b) ketaatan historis (sumbu filosofis Tugu – Kraton – Panggung Krapyak); c) filosofi inti kota (catur gatra tunggal); dan d) delineasi spasial Perkotaan Yogyakarta ditandai dengan keberadaan Masjid Pathok Negara. Nilai-nilai istimewa yang telah terpilih tersebut langsung menentukan lokasi penelitian secara lebih khusus yaitu, Poros Tugu – Kraton – Panggung Krapyak, Inti Kota Yogyakarta, dan Kawasan Masjid-Masjid Pathok Negara. Sedangkan nilai

hamemayu hayuning bawana akan melebur menjadi satu dalam pembahasan konsistensi esensi ketiga nilai istimewa lainnya.

1.4.3 Lingkup Temporal

Penelitian tentang konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang akan meneliti gejala-gejala yang terjadi pada awal tahun 2015. Gejala-gejala tersebut dapat berupa kerusakan atau perbaikan pada kawasan-kawasan yang mengandung nilai istimewa tata ruang.

1.5 Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa penelitian yang memilih lokasi kasus sama dengan penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta. Penelitian-penelitian tersebut, adalah:

1. Simbol-Simbol Pada Masjid Kerajaan di Jawa. Studi Makna Simbolik Ungkapan Fisik dan Setting Bangunan pada Kasus Masjid-Masjid Kerajaan di Surakarta dan Yogyakarta oleh Sri Hardiyatno berbeda dengan penelitan

(8)

kasus masjid-masjid di Kota Yogyakarta. Lokasi kasus ini akan sama pada pembuktian konsistensi esensi pada Masjid Pathok Negara dan Masjid Gedhe (sebagai bagian dari Catur Gatra Tunggal). Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah fokus penelitian dan metode yang digunakan dalam penelitian. Hardiyatno memilih fokus pada makna simbolik dan fisik pada masjid Kerajaan, sedangkan peneliti memilih fokus konsistensi esensi nilai istimewa Masjid Pathok Negara dan Masjid Gedhe, sebagai bagian dari nilai istimewa tata ruang yang terdapat di Kota Yogyakarta. Metode yang dipakai Hardiyatno adalah eksplorasi tekstual dan deskriptif sedangkan penelitian ini menggunakan metode deduktif-verifikatif-kualitatif.

2. Penelitian milik Aprimardhany juga memiliki kesamaan lokus dengan penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta ini. Lokasi penelitian Aprimardhany memilih salah satu bagian dari Poros Filosofis yaitu penggal jalan Alun-Alun Selatan sampai Panggung Krapyak. Namun, untuk fokus penelitian dan metode, penelitan ini berbeda dengan milik Aprimardhany.

3. Penelitian oleh Purwanto tentang Citra Pusat Kota Yogyakarta memiliki fokus dan lokus yang sama dengan penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang. Hanya saja, penelitian tersebut memilih pusat Kota Yogyakarta untuk diamati citranya oleh para pengamat. Sedangkan penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang, meneliti mengenai konsistensi keberadaan esensi inti Kota Yogyakarta sebagai nilai istimewa tata ruang.

(9)

Tabel 1. Tabel Keaslian Penelitian

No Nama Judul Fokus Lokus Metode

1 Hardiyatno, Sri Simbol-Simbol Pada Masjid Kerajaan di Jawa. Studi Makna Simbolik Ungkapan Fisik dan Setting Bangunan pada Kasus Masjid-Masjid

Kerajaan di Surakarta dan Yogyakarta

Makna simbolik dan fisik pada masjid kerajaan Masjid-Masjid Kerajaan di Surakarta dan Yogyakarta Eksplorasi tekstual Deskriptif 2 Aprimardhany, Nathasja Tiffany Kajian Karakter Visual untuk Memperkuat Penggalan Jalan Alun-Alun Selatan – Panggung Krapyak Sebagai Bagian dari Sumbu Imajiner Yogyakarta Karakter visual penggal jalan Penggal Jalan Alun-Alun Selatan – Panggung Krapyak Rasionalistik Kualitatif Observasi

3 Purwanto, Edi “Citra Pusat Kota Yogyakarta” Menurut Kognisi Pengamat Menggunakan Kemampuan Peta Mental

Citra pusat kota Panggung Krapyak – Kraton – Tugu Pal Putih Eksplorasi Sampling Wawancara Content analysis -deskriptif Sumber: Analisis Peneliti, 2014

(10)

Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta adalah penelitian yang tidak sama dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini memiliki kesamaan dalam pemilihan lokasi kasus dengan ketiga penelitian diatas, namun untuk metode dan fokus penelitian berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

Tabel item-total statistik menunjukan hasil perhitungan reabilitas untuk 10 pernyataan.Menentukan besarnya r tabel dengan ketentuan tingkat kepercayaan (degree of

Skor SKB Nilai Akhir Ketera ngan Status S-1 PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS / S-1 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS. Nama

PSEKP selain merupakan institusi penelitian dan kebijakan di Indonesia yang sangat responsif dalam melakukan kajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian dan telah banyak

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan memberi- kan efek sitotoksik dan mampu meng- induksi apoptosis pada sel kanker payudara MCF-7

Dari gagasan-gagasan tersebut, dapat disimpulkan wacana yang terkandung yang dimana wacana tersebut merupakan konstruksi dari citra yang diinginkan mengenai etnis

anita usia subur - cakupan yang tinggi untuk semua kelompok sasaran sulit dicapai ;aksinasi rnasai bnntuk - cukup potensial menghambat h-ansmisi - rnenyisakan kelompok

Untuk merancang permainan game education berjudul Feed Living Beings diperlukan solusi rumus untuk membuat education itu dapat berjalan sesuai proses yang diinginkan agar goal