• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkotaan. Para ahli juga menyumbangkan pemikiran mereka diantaranya,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkotaan. Para ahli juga menyumbangkan pemikiran mereka diantaranya,"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Urbanisasi

Urbanisasi memiliki pengertian perpindahan penduduk dari desa menuju perkotaan. Para ahli juga menyumbangkan pemikiran mereka diantaranya,

a. Menurut Prof.Dr.Herlianto urbanisasi memiliki pengertian:

1. Proses pertumbuhan daerah pertanian / pedesaan menjadi perkotaan. 2. Daerah pedesaan yang berkembang menuju kota atau desa yang

mempunyai ciri-ciri seperti kota.

3. Proses yang dialami manusia dari bentuk kehidupan agraris pedesaan menjadi kehidupan industri perkotaan.

4. Proses perpindahaan penduduk dari desa ke kota atau dari pekerjaan pertanian di desa ke pekerjaan industri di kota.

b. Menurut J.H De Goede urbanisasi memiliki pengertian : 1. Adanya perpindahan penduduk ke kota.

2. Bertambah besarnya jumlah tenaga kerja di sektor industri dan jasa. 3. Tumbuhnya pemukiman menjadi kota.

4. Munculnya pemukiman kumuh.

5. Mulusnya pengaruh kota di daerah pedesaan meliputi segi ekonomi, sosial, psikologi, politik dan kebudayaan dalam arti luas.

(2)

2.2 Konsep Urbanisasi

Bintarto (1986:15) menyatakan bahwa urbanisasi dapat dipandang sebagai suatu proses dalam artian:

1. Meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk kota. Kota menjadi lebih padat sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk, baikoleh hasil kenaikan fertilisasi penghuni kota maupun karena adanya tambahan penduduk dari yang bermukim dan berkembang di kota.

2. Bertambahnya jumlah kota dalam suatu negara atau wilayah sebagai akibat dari perkembangan ekonomi, budaya dan teknologi.

3. Berubahnya kehidupan desa atau suasana desa menjadi suasana kehidupan kota.

Urbanisasi biasanya dilihat dari persentase penduduk yang tingggal di daerah perkotaan. Tingkat urbanisasi di suatu daerah dapat diukur dengan membandingkan jumlah penduduk di daerah perkotaan dengan jumlah penduduk seluruhnya disuatu wilayah.

Perhitungan urbanisasi dapat dicari dengan rumus:

Dimana:

U = besarnya jumlah penduduk urban ( perkotaan ) P = populasi / jumlah penduduk keseluruhan

(3)

Terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota disebabkan oleh berbagai faktor. Perkembangan daerah perkotaan melalui sektor industri dan perdagangan serta keinginan untuk memperoleh penghasilan merupakan faktor penyebab terjadinya urbanisasi. Proses urbanisasi terjadi akibat kebijakan dan peraturan di daerah perkotaan, terutama bidang ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah kota. Hubungan positif antara konsentrasi penduduk terhadap kegiatan akan menyebabkan semakin besarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan daerah perkotaan ( Firman 2005:3).

2.3 Teori Migrasi

2.3.1 Teori Migrasi Everett S. Lee

Keinginan dan keputusan bermigrasi selalu terjadi akibat hasrat untuk memperbaiki salah satu aspek kehidupan, sehingga keputusan seseorang melakukan migrasi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Lee (1987) menyebutkan bahwa ada empat faktor yang perlu diperhatikan dalam studi migrasi penduduk yaitu:

1. Faktor - faktor daerah asal.

2. Faktor – faktor yang terdapat pada daerah tujuan. 3. Rintangan antara ( rintangan yang menghambat ). 4. Faktor – faktor individual.

Setiap daerah memiliki faktor –faktor yang menahan seseorang untuk tidak meningggalkan daerahnya atau menarik orang untuk pindah ke daerah tersebut. Adapula faktor – faktor yang memaksa mereka untuk meningggalkan daerah

(4)

tersebut. Selain itu adapula faktor yang tidak mempengaruhi penduduk untuk bermigrasi. Diantara keempat faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang sangat menentukan dalam penentuan untuk bermigrasi. Penilaian positif atau negatif terhadap suatu daerah tergantung kepada individu itu sendiri. Semakin maju kondisi sosial ekonomi akan mendorong dan terciptanya berbagai faktor pendorong dan penarik, seperti perkembangan industri, perdagangan, perumahan dan transportasi. Hal tersebut merupakan kondisi yang diminati oleh banyak penduduk dengan harapan dapat memenuhi kebutuhannnya.

2.3.2 Teori Migrasi Todaro

Teori ini berasumsi bahwa perpindahan penduduk dari desa ke kota sebenarnya merupakan fenomena ekonomi. Sehingga keputusan bermigrasi merupakan keputusan yang dirumuskan secara rasional, para imigran tetap saja bermigrasi meskipun tahu resiko bermigrasi. Teori ini juga mendasarkan pemikiran bahwa arus migrasi berlanjut dan berlangsung sebagai angggapan adanya perbedaan pendapatan antara kota dan desa. Premis dasar dalam model ini adalah bahwa para migran menimbang dan membandingkan jenis – jenis pasar tenaga kerja di sektor pedesaan dan perkotaan, serta memilih dan memaksimalkan keuntungan yang diharapkan dari migrasi. Para migran akan memutuskan untuk melakukan migrasi jika penghasilan bersih di kota melebihi penghasilan bersih yang tersedia di desa. Teori ini menitikberatkan pada pengaruh faktor selisih pendapatan sebagai penentu keputusan akhir untuk bermigrasi. Para migran ini biasanya bermigrasi guna mencari upah di kota yang lebih tinggi. Model migrasi

(5)

ini hanya cocok untuk dikembangkan dalam konteks perekonomian industri maju sehinggga secara implisit mengasumsikan adanya kesempatan kerja penuh atau hampir penuh.

Arus migrasi ini akan berhenti dengan sendirinya jika selisih pendapatan di desa dan kota mengecil ( upah di kota menurun karena jumlah pekerja yang tersedia bertambah, sedangkan upah di desa meningkat karena jumlah tenaga kerja menyusut ) sampai akhirnya sama. Berdasarkan pemikiran ini migrasi dianggap bukan suatu masalah yang perlu perlu dikhawatirkan, karena mekanisme pasar akan mampu menghentikan atau meningkatkannya sesuai dengan kebutuhan yang ada. Tetapi analisis seperti ini tidaklah realistis apalagi jika dikaitkan dengan kerangka kelembagaan dan ekonomi di sebagian negara – negara berkembang seperti di Indonesia. Terdapat sejumlah alasan yang kuat untuk mengatakan analisa itu tidak realistis yaitu:

• Negara – negara berkembang pada umumnya menghadapi masalah penganggguran yang serius dan kronis sehinggga seorang migran tidak dapat berharap segera mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang tingggi di kota. • Banyak migran yang tidak terdidik dan tidak mempunyai keahlian,

menjadi penganggguran atau mencoba mencari pekerjaan lepas misalnya menjadi pekerja di bidang informal yang relatif mudah dimasuki, beroperasi pada skala kecil dan dengan upah yang relatif bersaing.

• Penduduk migran yang terdidik peluangnya lebih baik dan beberapa diantaranya akan menemukan pekerjaan di sektor formal lebih cepat. Namun pekerja terdidik hanya bagian kecil dari aliran penduduk migran secara total.

(6)

Itu berarti sebelum ada keputusan untuk bermigrasi para calon migran harus mempertimbangkan kemungkinan dan resiko menganggur dalam jangka waktu yang cukup lama.

Apabila para calon migran memperkirakan bahwa nilai – nilai kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan tetap relatif rendah pada periode awal, bobot kemungkinan tersebut diharapkan akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu dan semakin kuasnya hubungan atau koneksinya, sehingga tetap rasional baginya untuk bermigrasi meskipun penghasilannya yang diharapkan pada periode awal mungkin lebih rendah daripada pendapatan yang diperolehnya di pedesaan. Dengan demikian, migrasi dari desa ke kota bukanlah suatu proses positif yang menyamakan tingkat upah di perkotaan dan di desa, melainkan kekuatan yang menyeimbangkan jumlah pendapatan yang diharapkan di desa dan di kota.

2. 4 Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi suatu wilayah merupakan perihal yang menjadi tujuan perekonomian di sutu wilayah. Pembangunan ekonomi ini biasanya tercermin melalui proses yang multi dimensional seperti terjadinya peningkatan pendapatan per kapita dalam jangka panjang, pengelolaan sumber – sumber yang ada seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat, melalui peningkatan kualitas SDM, peningkatan kualitas hidup serta standar hidup.

(7)

Chenery dan Syrquin (1975) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pertumbuhan ekonomi atau proses peningkatan pendapatan perkapita yang disertai dengan proses transformasi dari suatu perekonomian yang dominan sektor industri, terutama industri manufaktur dan sektor jasa.

Gerald Meier juga menyatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana pendapatan per kapita penduduk suatu negara secara riil cenderung naik secara terus menerus dalam jangka panjang, dengan syarat utama jumlah penduduk yang berada dalam garis kemiskinan absolut tidak bertambah dan distribusi pendapatan tidak menjadi timpang.

Pembangunan ekonomi yang terjadi hendaknya tidak hanya melihat hanya sebatas dari peningkatan pendapatan perkapita dan transformasi struktur ekonomi yang terjadi tetapi hendaknya melihat kualitas pembangunan ekonomi yang tercermin melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Menurut Sadono Sukirno (1996 : 33) pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang berbeda yaitu pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang, dimana pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan.

Pembangunan ekonomi menurut Adam Smith adalah suatu proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi ( Suryana, 200 :55 ). Pembangunan ekonomi di suatu negara biasanya tidak terlepas pada keberadaan perekonomian perekonomian di setiap daerah. Pembangunan ekonomi

(8)

daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi – institusi baru, pembangunan industri – industri alternatif, perbaikan kapasitas kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar – pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan – perusahaan baru, diman kesemuanya ini merupakan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat di daerah ( Arsyad, 1999: 108 – 109 ).

Sukirno ( 2000 ) juga mengemukakan pendapatnya tentang pembangunan ekonomi daerah yakni:

1. Sebagai pembangunan negara ditinjau dari sudut ruang atau wilayahnya dan dalam konteks ini istilah yang paling tepat digunakan adalah pembangunan wilayah.

2. Strategi pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu langkah untuk melengkapai strategi makro dan sektoral dari pembangunan nasional.

Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan – kebijakan pembangunan yang berdasarkan sektor potensi suatu daerah. Hal ini mengarahkan pada suatu daerah tersebut kedalam proses pembagunan untuk menciptakan kesempatan baru dan merangsang kegiatan ekonomi. Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan di setiap daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain ( Munir, 2000 ).

Pemerintah daerah harus mampu untuk menentukan kebijakan yang tepat unutk mendorong pembangunan ekonomi di suatu daerah. Pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan mengggunakan sumber daya yang

(9)

ada harus menafsirkan potensi sumber daya yang diperlukan unutk merancang dan membangun perekonomian daerah ( Lincolin Arsyad, 1999 ). Pembangunan daerah merupakan pembangunan yang perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, dan pertanggung jawabanya dilakukan oleh daerah. Hal ini menimbulkan hak otonom yang dimiliki oleh setiap daerah. Hak otonom dapat terlaksana melalui adanya perencanaan yang matang di setiap daerah. Perencanaan wilayah merupakan satu – satunya jalan yang terbuka untuk menaikkan pendapatan perkapita, mengurangi ketimpangan pendapatan dan meningkatkan kesempatan kerja ( Jhingan, 2000).

Dalam melaksanankan perencanaan, setiap daerah berhak untuk menentukan langkah – langkah dalam pembangunan daerahnya. Program pembangunan daerah yang ada harus tetap berpedoman pada pembangunan di pemerintahan pusat. Perencanaan pembangunan daerah tersebut merupakan pembangunan berkesinambungan dari pembangunan di wilayah pusat. Otonomi yang dilakukan pemerintah daerah seringkalai tidak menghasilkan hasil yang efektif. Perencanaan yang tidak matang, organisasi yang tidak efisien, kurangnya informasi mengenai keunggulan dan potensi di suatu daerah sering kali menjadi penyebabnya.

2.5 Teori Perubahan Struktur Ekonomi

Pembangunan di Indonesia telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan terjadinya perubahan struktur ekonomi. Proses ini ditandai dengan :

(10)

1. Merosotnya pangsa sektor primer ( pertanian ). 2. Meningkatnya pangsa sektor sekunder ( industri ).

3. Pangsa sektor tersier ( jasa ) kurang lebih konstan, namun kontribusinya akan meningkat sejalan dengan pertumbuahan ekonomi.

Todaro ( 1999 ) menyebutkan bahwa mekanisme transformasi yang terjadi di suatu negara yang sedang berkembang yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern dan sangat di dominasi oleh sektor industri dan jasa. Menurut Tambunan ( Tambunan, 2001 ) perubahan struktur ekonomi terjadi akibat perubahan yang menurut sumbernya dapat dibedakan antara faktor – faktor dari sisi permintaan agregat dan dari faktor – faktor dari sisi penawaran agregat; serta dipengaruhi juga secara dan/atau tidak langsung oleh intervensi pemerintah.

Faktor yang dominan dari sisi permintaan agregat adalah pendapatan riil perkapita dan perubahan selera masyarakat yang tercerminmelalui perubahan permintaan domestik. Perubahan ini sesuai dengan teori Engle yang menyatakan bahwa apabila pendapatan riil masyarakat meningkat, maka permintaan terhadap barang – barang non makana akan lebih besar daripada pertumbuhan permintaan terhadap makanan. Sehingga secara tidak langsung menyebabkan pertumbuhan industri – industri baru. Faktor yang dominan dari sisi penawaran agregat antar lain kemajuan teknologi, peningkatan kualitas masyarakat, penemuan hal baru untuk produksi dan akumulasi barang modal.

(11)

2.5.1 Teori Chenery

Perubahan struktur ekonomi dari tradisional menjadi modern secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan faktor – faktor lain yang diperlukan scara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahtraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita. Pernyataan tersebut dinyatakan oleh Chenery ( 1960 ) dan Syrquin ( 1975 ).

Analisis teori Pattern of development menjelaskan bahwa tahapan proses perubahan ekonomi dari negara berkembang yang mengalami transformasi dari sektor primer ke sektor sekunder sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Peningkatan dalam sektor industri sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita yang berhubungan dengan akumulasi capital dan peningkatan sumber daya manusia.

• Dari permintaan domestik

Pemintaan domestik akan terjadi penurunan permintaan terhadap konsumsi bahan makanan karena dikompensasikan oleh peningkatan permintaan terhadap barang – barang non kebutuhan pangan, peningkatan investasi, dan peningkatan dalam angggaran belanja pemerintah yang mengalami peningkatan dalam struktur GNP yang ada. Di sektor perdagangan internasional terjadi juga perubahan yaitu peningkatan nilai ekspor dan impor. Sepanjang perubahan struktural ini berlangsung terjadi peningkatan pangsa ekspor komoditas hasil produksi sektor industri dan penurunan pangsa sektor yang sama pada sisi impor.

(12)

• Dari segi Tenaga kerja

Akan ada terjadi proses perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian di pedesaan menuju sektor industri di perkotaan, walaupun pergeseran tersebut masih tertinggal dibandingkan proses perubahan struktur tersebut.Dengan keberadaan ketertinggalan ini maka sektor pertanian akan berperan penting dalam peningkatan penyediaan tenaga kerja, baik dari awal maupun akhir dari proses transformasi perubahan struktural tersebut. Negara – negara dengan jumlah penduduk yang banyak akan memproduksi barang – barang yang dulunya diimpor kemudian dijual di dalam negeri. Sedangkan negara dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit akan berada dalam pasar skala internasional. Teori ini menyimpulkan bahwa percepatan dan pola transformasi struktural terjadi pada suatu negar dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

2.5.2 Teori W. Arthur Lewis

W. Arthur Lewis dalam teorinya meyebutkan bahwa ekonomi dapat dibagi kedalam dua sektor yakni, sektor pertanian yang subsisten dan sektor industri yang kapitalistik. Jumlah penduduk yang berlebih di pedesaan akan menyebabkan terjadinya kelebihan tenaga kerja, tingkat hidup masyarakat dan perekonomian juga berada dalam kondisi subsisten. Kelebihan kapasitas tenaga kerja ini dilihat dari produk marginalnya yang nilainya nol, sehingga fungsi produksi pertanian berada dalam posisi berlakunya hukum diminishing return, dimana tingkat produktifitas tenaga kerja akan semakin rendah. Pengurangan tenaga kerja tidak akan mengurangi jumlah output di sektor tersebut. Hal ini terjadi karena proporsi

(13)

tenaga kerja lebih banyak daripada proporsi input lainnya seperti tanah dan kapital. Akibatnya penawaran tenaga kerja akan lebih besar daripada permintaan tenaga kerja ( Nps > NpD

Hal sebaliknya terjadi di perkotaan, tenaga kerja di sektor industri akan mengalami pengurangan. Kondisi seperti ini menyebabkan produktifitas tenaga kerja akan semakin tingggi dan nilai produk marginalnya positif. Sehinggga tinggginya produktifitas akan menyebabkan terjadinya kenaikan upah riil per pekerja di kota. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat upah yang diterima yakni, upah di sektor pertanian lebih rendah daripada sektor industri ( Wp < Wi ) serta menyebabkan pendapatan pekerja di pedesaan lebih rendah daripada pendapatan di perkotaan ( Yp < Yi ). Sehingga banyak tenaga kerja yang berpindah dari pedesaan menuju perkotaan yang biasanya disebut migrasi desa-kota dan urbanisasi. Perpindahan sebagian tenaga kerja ini akan membuat terjadinya peningkatan pendapatan disuatu negara secara keseluruhan. Terjadinya pola perubahan permintaan masyarakat yang mengalami peningkatan pendapatan, dimana sebagian besar pendapatannya digunakan untuk mengkonsumsi produk industri dan jasa. Hal ini menjadi faktor penggerak terjadinya pertumbuhan output dan diversifikasi produksi di sektor – sektor non pertanian ( gambar 2.1 ).

) dan menyebabkan pendapatan pada sektor ini akan menjadi semakin rendah.

(14)

Tahap 3 : Dp ↑

Tahap 5 : Dp ↑

Gambar 2.1 Tahapan Proses Perubahan Struktur Ekonomi, Model Lewis (sumber Tambunan, 2001).

2.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Pendapatan Regional adalah produk domestik regional netto atas biaya dasar biaya faktor dikurangi dengan pendapatan yang mengalir ke dalam maka hasilnya akan menjadi pendapatan regional netto yang merupakan jumlah pendapatan yang benar – benar diterima oleh seluruh yang tinggal di daerah yang dimaksud.

Produk Domestik Regional Bruto merupakan indikator utama yang sering digunakan dalam menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi di suatu daerah secara sektoral dapat dilihat melalui PDRB.

Ekonomi Pedesaan (pertanian) Tahap 1: Nps > NpD Wp< Wi Yp < Y i Tahap 4 Nps = NpD Wp ↑ Qp ↑ Yp ↑ Ekonomi Perkotaan (Industri) Tahap 3 DiD↑ Qi ↑ Yi ↑ Tahap 2 : Migrasi dan Urbanisasi

(15)

Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah seluruh nilai tambah yang yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi suatu wilayah. PDRB di suatu wilayah dapat dibedakan atas dua bagian yakni PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Konstan. Produk Domestik Regional Bruto dapat diartikan dalam 3 pengertian yakni:

a. Berdasarkan Produksi

Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu ( kurun waktu satu tahun ).

b. Berdasarkan Pendapatan

Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor – faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah atau daerah dalam jangka waktu tertentu (kurun waktu satu tahun).

c. Berdasarkan Pengeluaran

Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor netto ( ekspor dikurangi impor ).

Berdasarkan beberapa pengertian Produk Domestik Regional Bruto dapat disimpulkan bahwa nilai jumlah barang dan jasa nilai produksi yang dihasilkan harus sama dengan pendapatanfaktor produksinya dan hasus sama dengan pengeluaran yang terjadi.

(16)

2.6.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga Berlaku

Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga Berlaku merupakan gambaran niali tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahunnya. PDRB yang masih mengandung unsur inflasi biasanya dinamakan PDRB atas dasar harga berlaku. Produk domestik bruto atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai tambah bruto atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit – unit produksi dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun yang dinilai dengan tahun yang bersangkutan. Nilai tambah bruto mengggambarkan perubahan volume produksi yang dihasilkan dan tingkat perubahan harga dari masing – masing kegiatan subsektor dan sektor. Sehinggga nilai produksi bruto atau output dapat dkaji sebagai berikut:

a. Sektor primer yang diperoleh dari alam secara langsung yakni, pertanian, pertambangan, dan penggalian. Harga produsen dan kuantum produksi produksi merupakan standar yang sering digunakan.

b. Sektor sekunder meliputi sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air minum, dan sektor bangunan. Nilai produksi bruto atau output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian anatar kuantum produksi denagn harga masing – masing komoditi pada tahun yang bersangkutan dengan tidak melepaskan produksi jasa sebagai pelengkapnya.

c. Sektor jasa meliputi sektor perdagangan, restoran dan hotel, pengangkutan dan komunkasi, bank dan LKBB, sewa rumah dan jasa perusahaan serta pemerintah dan jasa – jasa.

(17)

2.6.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga konstan

Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan merupakan pengembangan PDRB yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan perubahan dalam tingkat harganya. Pengaruh perubahan harga telah dilakukan dengan cara menilai dengan harga satu tahun tertentu. Nilai atas dasar harga konstan dapat mencerminkan kuantum produksi pada tahun yang berjalan yang dinilai atas dasar harga pada tahun dasar. Nilai suatu dasar konstan diperoleh dengan cara perhitungan nilai tambah yang dibagi atas 4 bagian yakni:

1. Revaluasi

Nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dari selisih antara output dan biaya antar atas dasar harga konstan. Revaluasi dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing – masing tahun dengan harga tahun dasar. Kenyataannya sangat sulit untuk melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat banyak, disamping itu data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Biaya antara atas harga konstan diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan masing – masing tahun dengan biaya antara output terhadap tahun dasar.

2. Ekstrapolasi

Merupakan nilai tambah masing – masing tahun dasar atas dasar harga konstan dapat diperoleh dengan cara mengkalikan nilai tambah pada tahun

(18)

dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ektra polator dapat merupakan indeks dari dari masing – masing produksi yang dihasilkan atau merupakan indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan faktor lain yang diangggap cocok dengan jenis kegiatan subsektor dan sektor.

3. Deflasi

Merupakan niali tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga konstan masing – masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen (IHK).

4. Deflasi Berganda

Merupakan output dan biaya antaranya, yang dideflasikan, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga digunakan sebagai deflator untuk menghitung output atas dasar harga konstan adalah indeksharga konsumen dan indeks harga perdagangan besar sesuai dengan cakupan komoditinya. Sedangkan deflator untuk biaya anatara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.

2.7 Ketenagakerjaan

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Sedangkan

(19)

tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun unutk masyarakat. Biasanya batasan usia kerja yang dianut oleh Indonesia adalah minimum 15 tahun, tanpa adanya batasan umur maksimum. Tenaga kerja dapat dikelompokkkan ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

1. Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesunggguhnya terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa. Angkatan kerja ini dapat dibagi ke dalam dua subsektor yakni kelompok pekerja dan pengangguran.

2. Bukan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja ini juga merupakan tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja.

Kondisi tenaga kerja di Indonesia dalam perjalanannya mengalami pergeseran. Pergeseran – pergeseran tenaga kerja tampak nyata terhadap struktur lapangan kerja yang ada. Zulkarnaen ( 1995 ) menyebutkan bahwa sebelum krisis ekonomi pertumbuhan tenaga kerja di lapangan usaha-usaha di luar sektor pertanian lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan di sektor pertanian. Hal sebaliknya terjadi setelah krisis ekonomi dimana penyerapan tenaga kerja sektor- sektor di luar pertanian mengalami penurunan. Secara langsung tenaga kerja tersebut akan kembali ke pedesaan. Namun kesempatan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan tenaga kerja yang ada. Hal tersebut harus ditanggulangi agar tidak terjadi

(20)

penumpukan – penumpukan tenaga kerja di sektor non industri. Adanya kebijakan yang tepat terhadap kesempatan kerja di sektor non industri dan industri menjadi hal yang harus terealisasi. Pergeseran dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tidak mengakibatkan kemerosotan tingkat produksi, maka langkah yang harus dilaksanakan adalah :

1. Program pengembangan Sumber Daya Manusia di sektor pertanian dengan sasaran meningkatkan produktifitas kerja sektor pertanian dengan mengolah hasil pertanian.

2. Memindahkan Sumber Daya Manusia sektor pertanian ke sektor industri pengolahan dengan terlebih dahulu menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja terampil dan terlatih untuk memasuki pasar tenaga kerja industri pengolahan. 3. Pergeseran tenaga kerja ini sesuai dengan model Fei Ranis yang berkaitan

dengan transfer tenaga kerja.

S2 S S 1 0 f1 f2 f3

(21)

W

A B

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Gambar 2.2 Transfer tenaga kerja model Fei Ranis

Dalam model Fei Ranis tahap transfer dibagi pada produk fisik MPP marginal dan upah yang dianggap konstan dan ditetapkan secara eksogenus.

1. Tenaga kerja melimpah maka MPP tenaga kerja sama dengan nol. Sehingga surplus tenaga kerja yang ditransfer dari sektor pertanian ke sektor industri mempunyai kurva penawaran yang elastis sempurna.

2. Pengurangan satu satuan tenaga kerja di sektor pertanian akan menurunkan produksi, MPP tenaga kerja sudah positif. Namun besarnya MPP masih lebih kecil dari tingkat upah W. Transfer tenga kerja pada tahap ini mempunyai biaya imbangan yang positif. Kurva penawaran tenaga kerja di sektor industri mempunyai elastisitas positif sejak S1. 3. Komersialisasi di kedua sektor ekonomi dimana MPP tenaga kerja

lebih tinggi dari tingkat upah. Inovasi teknologi di sektor pertanian dapat meningkatnya MPP tenaga kerja.

(22)

2.8 IPM ( Indeks Pembangunan Manusia )

IPM merupakan suatu indikator yang digunakan untuk Mengklasifikasikan kategori suatu negara baik negara maju, berkembang, atau terbelakang. Menurut United Nations Development ( UNDP ) dalam indeks pembangunan manusia terdapat tiga indikator komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata – rata suatu negara dalam pembangunan manusia, yaitu lama hidup yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir; pendidikan yang diukur berdasarkan rata – rata lama bersekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas; standar hidup yang diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli.

Peningkatan IPM suatu daerah / negara bisa dilihat sebagai input proses produksi, pemberdayaan manusia serta kualitas hidup manusia itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa terjadi hubungan yang tinggi antara IPM dan faktor – faktor sosial serta ekonomi. IPM dapat dijadikan acuan bagi kesejahtraan dan kehidupan masyarakat yang ada di suatu daerah. Menurut BPS, BAPPENAS, dan UNDP Indonesia ( 2001) IPM itu merupakan angka rata – rata sederhana dari ketiga komponen yakni umur harapan hidup, tingkat pendidikan dan standar hidup layak. IPM dapat dicari dengan mengunakan rumus:

IPM = 1/3 (Index X

(23)

dimana : X 1 X = lamanya hidup, 2 X = tingkat pendidikan 3

Dan jika diberlakukan pada daerah, maka: = tingkat kehidupan layak

Index X

(i,j) =X (i,j) – X (i – min) } / { X (i-max) – X (i-min)

dimana :

}

X

(i,j)

X

= indikator ke i dari daerah j

(i – min)

X

= nilai minimum dari Xi

(i – max) = nilai maksimum dari Xi

Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum dari setiap Komponen IPM

Komponen IPM Maksimum Minimum Keterangan Angka harapan

hidup

85 25 Standar UNDP

Angka melek hidup 100 0 Standar UNDP

Rata-rata lama sekolah 15 0 UNDP mengunakan PDB riil disesuaikan Daya beli 737,720a 300.000 (1996) 360.000b (1999,2002) Keterangan :

a) Perkiraan maksimum pada akhir PJP II tahun 2018

b) Penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru. 2.9 Kerangka Konseptual

(24)

Dalam suatu struktur ekonomi penyerapan tenaga kerja, produk domestik bruto dan IPM adalah yang paling penting untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat transformasi struktur ekonomi. Sektor primer biasanya mengalami tern yang menurun dari tahun ke tahun. Hayami dan Ruttan ( 2001 )menyebutkan bahwa pertumbuhan PDRB juga disertai pertumbuhan sektor pertanian yang meningkat dengan cepat bersamaan dan bahkan mendahului pertumbuhan PDRB.

Sektor industri memiliki hubungan yang tak terpisahkan dengan sektor yang lainnya. Akan terjadi penurunan keuntungan jika tidak ada dukungan dari perkembangan sektor pertanian. Kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja yang ada akan membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi yang tidak merata dan mengakibatkan perubahan struktur dari kedua aspek tersebut yang semakin menjauh pada setiap sektor. Dimana hal tersebut dapat terjadi tidak terlepas pada terjadinya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dari tahun ke tahun.

Gambar 2.3: Kerangka Pemikiran Tingkat Urbanisasi

PDRB sektor industri

Penyerapan tenaga

kerja Pembangunan Indeks

(25)

2.10 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana kebenarannnya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul, berdasrkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesa sebagai berikut:

1. Urbanisasi di Deli Serdang berpengaruh positif terhadap pendapatan domesti regional sektor industri.

2. Urbanisasi di Deli Serdang berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri.

3. Urbanisasi di Deli Serdang berpengaruh positif terhadap kualitas SDM (IPM)

Gambar

Gambar 2.1 Tahapan Proses Perubahan Struktur Ekonomi, Model Lewis  (sumber Tambunan, 2001)
Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum dari setiap Komponen IPM
Gambar 2.3: Kerangka Pemikiran Tingkat Urbanisasi

Referensi

Dokumen terkait

NCCC bekerjasama rapat dengan pihak berkuasa yang berkaitan seperti Bahagian Penguatkuasa, Kementerian Perdagangan Dalam negeri dan Hal Ehwal Pengguna, Tribunal Tuntutan

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Berdasarkan gambar 2.1 di atas pengukuran kinerja menggunakan Balance Scorecard memiliki cakupan yang cukup luas, karena tidak hanya mempertimbangkan aspek-aspek finansial

(1) Ketentuan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d merupakan acuan bagi pemerintah Kabupaten dalam melakukan tindakan penertiban terhadap

Hasil uji ANOVA total fenol ekstrak buah takokak berbeda nyata (p&lt;0.05) pada taraf signifikansi 5% terhadap jenis pelarutnya, namun untuk perlakuan buah dan

Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang secara efisien dan efektif dalam proses belajar-mengajar artinya dimana hasil dari peserta didik telah mampu

Jumlah arus kas bersih yang diperoleh dari (digunakan untuk) aktivitas operasi. 353,230 343,311 Total net cash flows received from (used in)

Dapat dilihat bahwa diperoleh nilai R square sebesar 0,252, ini berarti R 2 mendekati 1 artinya semakin besar kemampuan variabel bebas (X) menjelaskan perubahan