• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANGGOTA

5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani

Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah kemampuan kelompok untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan faktor-faktor yang dapat menunjang kegiatan produksi melalui pengorganisasian faktor-faktor tersebut agar dapat diakses oleh petani anggotanya. Sebagai suatu unit usaha bersama diharapkan petani yang menjadi anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan lebih akses terhadap faktor-faktor produksi yang dapat mendukung usaha pertaniannya dibandingkan dengan petani non anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan. Faktor produksi yang dimaksud seperti: peningkatan pada sumberdaya lahan garapan bagi petani anggota; bantuan sumberdaya modal serta pembinaan petani anggota untuk peningkatan keterampilannya di sektor pertanian. Peningkatan pada pengorganisasian kegiatan produksi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan, akan mendorong terjadinya pengembangan usahatani bagi petani anggota.

Secara keseluruhan peran produksi kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam pengorganisasian kegiatan produksi bagi petani anggota masih rendah, dimana sebesar 47,50 persen dari petani anggota menilai bahwa pengorganisasian kegiatan produksi kelembagaan kelompok taninya masih rendah. Pengorganisaian kegiatan produksi kelembagaan kelompok tani tinggi menurut responden hanya sebesar 15 persen saja. Hal ini dapat dikatakan bahwa keberperanan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam pengorganisasian kegiatan produksi bagi petani anggota belum optimal. Lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengkategorian pengorganisasian kegiatan produksi rendah, sedang dan tinggi dilakukan dengan pengakumulasian pada tiga indikator yaitu pengorganisasian input sarana pertanian, bantuan modal bagi petani anggota serta

(2)

kegiatan pembinaan bagi petani. Ketiga indikator tersebut akan dibahas pada sub-bab selanjutnya.

5.1.1 Peningkatan Luas Lahan Garapan

Desa Iwul dilihat dari protensi sumberdaya alamnya, sebenarnya terdapat potensi ekonomi yang cukup besar untuk dapat dikembangkan. Selain potensi di bidang pertanian dan perikanan, potensi sumberdaya manusia dalam mengelola pertanian dalam lingkungan alam yang cukup sulit selama ini menjadi bukti keseriusan dan keuletan masyarakat dalam upaya mensiasati potensi di lingkungannya. Pengguasaan tanah atau lahan pertanian menjadi faktor yang cukup menentukan dalam usaha tani, karena terkait perhitungan skala usaha.

Meskipun lebih dari setengah wilayah di Desa Iwul merupakan lahan pertanian, namun pada kenyataannya 87,5 persen berupa lahan guntai, yakni lahan bukan milik warga desa atau dimiliki penduduk di luar desa. Hampir seluruh penduduk di Desa Iwul memiliki lahan pertanian, namun tergolong sempit yaitu di bawah 0,5 ha yang bersatu dengan tempat tinggal mereka (pekarangan). Hanya sebanyak 12,5 persen dari penduduk di Desa Iwul yang memili lahan pertanian diatas 0,5 ha. Hal inilah yang menyebabkan banyak petani di Desa Iwul yang

47,50% 37,50% 15% pengorganisasian kegiatan produksi rendah pengorganisasian kegiatan produksi sedang pengorganisasian kegiatan produksi tinggi

Gambar 3. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Produksi dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Sumber: Hasil Olah Kuesioner, Anggota Kelompok Tani Sauyunann, Desa Iwul, 2010

(3)

memanfaatkan lahan milik PT. Telaga kahuripan yang belum terpakai yaitu sebesar 150 ha, yang terkonsentrasi di wilayah RW 05 dan RW 06.

Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dibentuk salah satunya atas dasar keinginan petani untuk mendapatkan legitimasi dalam penggarapan di lahan milik PT. Telaga Kahuripan. Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa peran kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam meningkatkan jumlah luasan garapan bagi petani anggota sudah optimal, yaitu sebesar 57,50 persen petani anggota tanpa lahan meningkat jumlah luasan lahan garapannya. Petani non anggota pun sebanyak 53,32 persen meningkat jumlah luasan garapannya. Hal ini tidak berarti mengindikasikan peran kelembagaan Kelompok Tani yang kurang optimal. Presentase peningkatan jumlah luasan garapan pertanian antara petani anggota dan non anggota yang hampir sama disebabkan karena perbedaan dalam status lahan yang digarap. Pada petani non anggota garapan pertanian yang meningkat seluruhnya disebabkan karena adanya pemilik lahan guntai untuk mempercayakan lahannya dirawat oleh beberapa petani yang ada di sana. Sedangkan pada petani anggota kelembagaan kelompok tani, lahan yang digunakan adalah lahan milik PT. Telaga Kahuripan. Luas garapannya pun diserahkan pada petani yang akan menggarap sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Rata-rata petani anggota menggarap antara 1000 m2 hingga 35.000 m2.

Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Jumlah Luasan Lahan Garapan, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

42,50% 57,50% 46,67% 53,33% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

(1) Tidak ada peningkatan luasan

garapan (2) Adanya peningkatan luasan garapan

anggota non anggota

(4)

. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, juga terdapat 42,50 persen anggota kelembagaan kelompok tani yang ternyata tidak meningkat jumlah luasan garapannya. Hal ini disebabkan karena pada awalnya petani-petani tersebut, sebelum masuknya PT. Telaga Kahuripan sudah memiliki lahan pertanian sendiri. Setelah masuknya PT. Telaga Kahuripan seluruh lahan pertanian milik mereka di jual kepada pihak perusahaan dan hanya menyisakan lahan pekarangan rumah mereka yang sempit. Setelah dibentuknya Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan maka petani-petani tersebut tetap dapat menggarap lahan yang dahulu mereka miliki, hanya status kepemilikannya saja yang berganti.

5.1.2 Bantuan Modal Usahatani

Dalam mendorong petani anggota untuk dapat mengembangkan usahataninya. Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan mencoba untuk memfasilitasi petani anggota agar dapat akses pada sumberdaya finansial berupa modal. Peran kelembagaan kelompok tani sebagai unit usaha diharapkan mampu untuk mempermudah akses anggotanya dalam mendapatkan sumberdaya finansial berupa modal, namun pada kenyataanya hal tersebut belum dapat dijalankan dengan optimal oleh kelembagaan kelompok Tani Sauyunan. Akses anggota terhadap sumberdaya finansial berupa modal segar masih sangat terbatas. Berdasarkan temuan lapang 82,5 persen dari seluruh responden sampai saat ini belum akses kepada modal, sedangkan 17,5 persennya sudah pernah akses pada modal. Dari seluruh anggota Kelembagaan Kelompok tani Sauyunan yang terdaftar, hanya 35,5 persen saja yang sudah pernah akses terhadap modal. Besarnya modal yang dipinjamkan oleh mitra kelembagaan Kelompok Tani pun terbatas, antara Rp200.000 hingga Rp500.000 per anggota.

Bantuan modal diharapkan dapat mendorong petani anggota untuk mengembangkan usahataninya. Selama ini tercatat kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan hanya pernah menggulirkan bantuan modal satu kali kepada anggota, dan sampai saat ini dana tersebut sebagian besar belum kembali kepada pengurus. Dana bantuan tersebut berasal dari pinjaman yang dilakukan pengurus kepada koperasi Yayasan Darul Mutaqin. Berdasarkan pengakuan pengurus, mereka telah berupaya keras agar seluruh anggota dapat akses pada modal segar. Namun

(5)

sampai saat ini keinginan tersebut terganjal karena sulitnya akses kelembagaan kelompok tani ini untuk akses pada lembaga ekonomi.

Terlihat jelas bahwa sampai saat ini kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan masih bergantung pada modal yang berasal dari pihak luar. Hal ini dapat membahayakan posisi kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dimasa datang, terutama jika terjadi kredit macet atau penarikan modal dari pihak ketiga. Tujuan awal dibentuknya kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sendiri ialah untuk menggalang kekuatan bersama. Ditambah lagi mereka memiliki sistem kekerabatan pertetanggaan yang masih erat. Kegiatan gotong royong, saling membantu dan kebersamaan masih terlihat antar sesama anggota. Hal ini dapat dijadikan potensi untuk menghimpun kekuatan bersama melalui pengakumulasian modal bersama untuk saling membantu sesama anggota. Salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan arisan secara kelompok.

5.1.3 Kegiatan Pembinaan Petani Anggota

Kegiatan pembinaan penting dilakukan, mengingat petani di Desa Iwul merupakan petani tradisional yang belum tersentuh teknologi. Kegiatan pembinaan yang pernah dilakukan selama ini pada petani anggota kelembagaan

82,50% 17,50%

0%

Tidak pernah mendapat bantuan modal

Pernah mendapat bantuan modal tetapi jarang Sering mendapat bantuan modal

Gambar 5. Sebaran Responden Menurut Akses Mereka terhadap Bantuan Modal, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Sumber: Hasil Olah Kuesioner, Anggota Kelompok Tani Sauyunann, Desa Iwul, 2010

(6)

Kelompok Tani Sauyunan ialah dengan mendorong petani untuk menanam tanaman keras yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Tanaman keras yang diajarkan kepada petani ialah seperti cara tanam rambutan, dukuh, sengon, mangga, pala, kelapa, suren, melinjo yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Hasil kegiatan pembinaan ini ternyata meningkatkan pengetahuan petani. Terlihat pada Gambar 6 bahwa 35 persen petani anggota

bertambah pengetahuannya mengenai tanaman keras. Sedangkan 27,5 persen ternyata sudah mengetahui sebelumnya mengenai pengetahuan yang diberikan pada pembinaan tersebut. Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan tidak terjadinya penambahan pengetahuan petani anggota yaitu karena faktor usia serta ketidakhadirannya dalam kegiatan tersebut. Sedangkan bagi non anggota kelompok tani juga memiliki pengetahuan mengenai pertanian namun sifatnya lebih mendasar, dan hanya sebagai suatu keahlian yang telah mereka miliki secara turun-menurun, seperti cara menanam singkong, jagung dan kacang tanah.

Gambar 6. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Pengetahuan Hasil Kegiatan Pembinaan, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

5.2 Pengorganisasian Kegiatan Distribusi

Peran kelembagaan kelompok tani sebagai suatu unit usaha bersama yang mandiri tidak saja ditunjukkan dengan akses terhadap faktor produksi juga ditentukan oleh akses terhadap jaringan distribusi atau pemasaran. Peningkatan kemampuan untuk menjangkau pasar (konsumen) secara langsung akan makin memperbesar nilai tambah yang diperoleh. Sebaliknya, makin panjangnya mata rantai pemasaran akan makin mempermahal harga yang dibayar konsumen dan memperkecil keuntungan produsen.

37,50% 27,50% 35% 53,33% 46,67% 0% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% (1) Tidak terjadi peningkatan pengetahuan (2) Terjadi peningkatan pengetahuan bukan

dari kelompok tani

(3) Terjadi peningkatan pengetahuan dari kelompok tani anggota non anggota

(7)

Kondisi di mana petani tidak dapat menjangkau pasar (konsumen) secara langsung merupakan fenomena umum yang dijumpai pada usaha pertanian di Desa Iwul dan di pedesaan Indonesia pada umumnya. Padahal tingkat permintaan masyarakat terhadap komoditi hasil-hasil pertanian terbilang tinggi. Hal ini sesuai karakteristik produk yang merupakan kebutuhan dasar, sehingga keberadaan area pasar tidak terlalu bermasalah. Kebutuhan petani oleh karenanya adalah berupa akses pasar yang memungkinkan bagi mereka untuk keluar dari sistem pemasaran yang dikendalikan oleh tengkulak.

Keberadaan kelembagaan kelompok tani diharapkan dapat membantu petani anggotanya dalam mengakses sistem pemasaran yang lebih menguntungkan, salah satunya dengan mendirikan koperasi atau badan penyaluran pemasaran lainnya. Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sampai saat ini belum membentuk koperasi atau badan penyaluran pemasaran hasil produksi pertanian anggotanya. Namun kelembagaan kelompok tani ini sudah mulai merintis dengan secara berkala membantu penjualan hasil produksi pertanian beberapa petani anggota yang diharapkan lebih menguntungkan dibandingkan apabila harus menjual kepada tengkulak.

Gambar 7. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam membantu petani anggotanya dalam mengakses sistem pemasaran yang lebih menguntungkan terlihat pada Gambar 7, dimana

62,50% 12,50% 25,50% 53,33% 46,70% 0% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% (1) Pengorganisasian kegiatan distribusi rendah (2) Pengorganisasian Kegiatan distribusi sedang (3) Pengorganisasian kegiatan distribusi tinggi anggota non anggota

(8)

pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan kelompok tani masih relatif rendah yaitu sebesar 62,50 persen. Sedangkan pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mengakses sistem pemasaran dirasakan sedang oleh 12,50 persen anggota kelompok tani dan tinggi oleh 25 persen petani anggota. Perbedaan peran yang dirasakan oleh sesama petani anggota disebabkan karena keterbatasan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam menjangkau seluruh anggota kelompok dalam menyalurkan hasil produksi pertanian mereka.

Petani anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sebagian besar yaitu 62,50 persen masih bergantung pada saluran pemasaran melalui tengkulak. Namun hal ini lebih baik dibandingkan persentase petani non anggota yang memilih saluran pemasaran hasil produksi pertaniannya melalui tengkulak sebesar 73,33 persen. Petani anggota dan non anggota yang menjual sendiri hasil pertaniannya ke pasar mencapai masing-masing 12,50 persen dan 26,70 persen. Penjualan hasil produksi pertanian yang dijual langsung melalui pasar sebagian besar sudah diubah menjadi bahan pangan yang siap dikonsumsi. Presentasi saluran pemasaran pertanian langsung kepada konsumen masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan: Pertama, karakteristik dan volume produksi yang relatif kecil, sehingga apabila harus dibawa sendiri oleh petani ke pasar maka akan membutuhkan biaya transportasi dan pengangkutan yang relatif mahal. Kedua, para tengkulak yang pada umumnya memiliki sarana transportasi/angkutan untuk membawa produk pertanian ke pasar, sehingga lebih efisien apabila langsung disalurkan melalui tengkulak.

Pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam menyaluran hasil produksi pertanian anggota belum optimal namun telah menunjukkan kemajuan kearah yang lebih baik. Presentase petani anggota yang telah bersama-sama menjual hasil produksi pertaniannya melalui kelembagaan kelompok hanya sebesar 25 persen saja. Namun hal ini dirasakan sangat bermanfaat bagi mereka, karena keuntungan yang mereka dapat jauh lebih baik apabila melalui saluran pemasaran kelompok. Salah satunya karena biaya transportasi yang lebih murah karena dapat ditanggung secara bersama.

(9)

Gambar 8. Sebaran Responden Menurut Pemilihan Saluran Pemasaran Hasil Produksi Pertanian, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

. Dominasi peranan tengkulak ini pada akhirnya terbukti berimplikasi pada peranan mereka dalam menentukan harga komoditas pertanian. Hal ini mengingat tengkulak memiliki kemampuan untuk menjangkau kedua pihak, baik petani maupun pasar (konsumen akhir). Oleh karena itu, harga dapat ditetapkan untuk memperoleh marjin keuntungan yang maksimal dari penguasaan mereka atas jaringan distribusi tersebut. Pada Gambar 9. dapat terlihat presentase informasi

harga yang didapat oleh petani anggota kelembagaan kelompok tani dan non anggota. Angka presentase tersebut ternyata menunjukkan hasil yang sama pada presentase saluran pemasaran yang mereka pilih. Kondisi ini menunjukkan bahwa mereka mengetahui informasi harga yang mereka dapat tergantung melalui saluran pemasaran mana yang mereka pilih. Hal ini tentu sangat disayangkan. Kelembagaan kelompok tani memiliki fungsi salah satunya adalah sebagai wahana kerjasama, yang diharapkan dapat menggalang kebersamaan paling tidak antar sesama petani anggota. Meskipun saluran pemasaran secara kelompok tidak dapat dijangkau oleh seluruh anggota, tetapi paling tidak sharing informasi harga

antar sesama petani anggota dapat terjadi.

62,50% 12,50% 25% 73,33% 26,70% 0% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% (1) Dijual ke tengkulak (2) Dijual sendiri ke pasar (3) Dijual bersama-sama lewat kelompok

tani

anggota non anggota

(10)

Gambar 9. Sebaran Responden Menurut Informasi Harga Hasil Produksi yang Diperolehnya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Daya tawar petani yang relatif kecil karena jumlah barang yang dijual juga kecil, didukung oleh kebutuhan mendesak untuk segera mendapatkan dana segar, menyebabkan petani tidak memiliki alternatif lain selain tunduk kepada kekuatan pasar, yang dalam hal ini dikuasai oleh tengkulak.

Pada dasarnya sebanyak 75 persen petani anggota kelembagan Kelompok Tani Sauyunan memiliki pilihan untuk dapat memasarkan hasil produksi pertaniannya kemana saja. Namun mereka mengakui tidak tahu harus menjual kepada siapa lagi dan bila harus memasarkan sendiri kepada konsumen akan banyak menghabiskan waktu dan energi mereka. Meskipun struktur pasar komoditas pertanian dianggap tidak adil, namun saluran pemasaran melalui tengkulak merupakan saluran pemasaran yang paling efisien dan sudah menjadi tradisi di Desa Iwul. Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi 25 persen petani anggota merasa tidak memiliki pilihan pada saat musim tanam kali ini, yaitu seperti kebutuhan hidup yang mendesak sehingga menyebabkan mereka menggadaikan lahan garapannya, serta karena terikat kontrak dengan lembaga modal yang telah membantu meningkatkan modal dalam penggarapan lahan pertaniannya.

5.3 Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif

Pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif adalah peran kelembagaan kelompok tani dalam membina anggotanya untuk memperhitungkan anggaran dalam rumah tangga untuk disisihkan dengan anggaran untuk kegiatan yang lebih

62.50% 12.50% 25% 73.33% 26.67% 0% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% (1) Mengetahui harga dari tengkulak (2) Mengetahui harga dari pedagang di pasar

(3) Mengetahui harga dari kelompok tani

anggota non anggota

(11)

produktif, seperti tabungan, investasi dan penyisihan modal. Penggunaan barang-barang modal dalam proses produksi akan menaikkan produktivtas, dan semakin banyak barang-barang modal yang dipergunakan, maka semakin tinggi produktivitas dari kegiatan produksi. Barang-barang modal di dalam masyarakat akan semakin banyak bila masyarakat tidak mengkonsumsi seluruh pendapatan yang diperolehnya untuk kegiatan konsumtif, melainkan dialokasikan bagi penambahan stok barang-barang modal. Inilah yang merupakan peran kegiatan konsumsi dari kelompok tani, dimana kegiatan ini mampu meningkatkan alokasi pendapatan kearah akumulasi barang-barang modal. Bukan hanya pendapatan dalam wujud finansial, tetapi juga faktor-faktor produktif yang didapat dari berputarnya roda organisasi, seperti halnya fasilitas yang didapat dari berbagai pihak.

Gambar 10. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif untuk mendorong anggota kelompok mamasukkan perhitungan usahataninya ke dalam anggaran pengeluaran rumah tangganya, masih sangat rendah. Hal ini dapat terlihat melalui Gambar 10, dimana 57,50

persen petani anggota konsumsi konsumtifnya jauh lebih tinggi dibandingkan biaya konsumsi produktifnya. Namun apabila dibandingkan dengan non anggota kelompok tani hal ini jauh lebih optimal peranannya.

Rendahnya konsumsi produktif dari petani dapat disebabkan karena kurang memadainya tingkat pendapatan yang diperolehnya per tahun. Terlihat

57,50% 22,50% 20% 80,00% 13,33% 6,67% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% (1) Peran konsumsi

rendah (2) Peran konsumsi sedang (3) Peran konsumsi tinggi

anggota non anggota

(12)

pada Gambar 11, bahwa tingkat pendapatan petani anggota didominasi pada

tingkat pendapatan sedang yaitu antara Rp 5.000.000 hingga Rp 15.000.000 juta per tahun. Sebanyak 45 persen dari responden petani anggota memiliki tingkat pendapatan yang sedang. Begitu pula dengan tingkat pendapatan pada petani non anggota, sebesar 53,33 persen berada pada tingkat pendapatan yang sedang. Tingkat pendapatan yang diperoleh petani anggota berada pada tingkat rendah sebesar 30 persen yaitu pendapatan kurang dari Rp5.000.000 per tahun. Lebih tinggi dibandingkan pada petani non anggota yang hanya sebesar 26,67 persen. Namun untuk tingkat pendapatan tinggi yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp15.000.000 per tahun, sebanyak 25 persen anggota memilikinya. Hal ini lebih besar dibanding tingkat pendapatan tinggi yang ada pada petani non anggota yaitu hanya sebesar 20 persen.

Pengeluaran yang dihasilkan rumah tangga responden, sebagian besar tidak sesuai dengan jumlah pendapatannya yang diterima per tahun. Hal ini menjadi perlu untuk melihat seberapa besar kontribusi pendapat sektor pertanian dengan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani anggota.

Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatannya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Terlihat pada Tabel 2 bahwa tingkat pendapatan yang diterima petani

anggota yang berada ditingkat tinggi juga merupakan hasil atau kontribusi dari sektor pertanian, dibandingkan dengan jumlah tingkat pendapatan tinggi yang memiliki kontribusi rendah. Sedangkan untuk petani anggota yang memiliki tingkat pendapatan rendah juga memperlihatkan bahwa kontribusi sektor

30% 45% 25% 26,67% 53,33% 20% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% (1) Tingkat pendapatan rendah < Rp 5.000.000; (2) Tingkat pendapatan sedang Rp 5.000.000 < x ≤ Rp 15.000.000; (3) Tngkat pendapatan tinggi ≥ Rp 15.000.000. anggota non anggota

(13)

pertanian pada pendapatannya pun rendah. Walaupun masih terdapat 30 persen dari petani anggota yang memiliki tingkat pendapatan sedang dengan kontribusi pendapatan dari sektor pertanian yang sedang pula.

A

Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0

Berdasarkan hasil tabulasi silang tersebut, dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama dalam kegiatan usaha petani anggota. Namun tidak menutup kemungkinan petani anggota untuk mencoba memperoleh pendapatan dari sektor usaha lainnya. Hal ini dirasa wajar, karena tingkat pendapatan pada umumnya di Desa Iwul memang masih rendah dibandingkan daerah lainnya. Hal ini tidak dibarengi dengan kebutuhan hidup sehari-hari mereka yang lebih tinggi. Keadaan daerah yang dekat dengan kota dan telah masuknya industrialisasi ke desa, menyebabkan mereka pun ingin untuk bergaya hidup seperti warga pendatang yang bekerja di pabrik-pabrik yang banyak berada di wilayah Desa Iwul.

Berdasarkan hasil temuan lapang juga diperoleh bahwa selain tingkat pendapatan yang rendah, juga terdapat pengeluaran sosial yang tinggi di kalangan penduduk di Desa Iwul, yang mengakibatkan pengalokasian sumberdaya finansial kearah produktif rendah. Pengeluaran sosial yang paling besar mereka keluarkan adalah untuk acara hajatan tetangga, bila diakumulasikan setahun bisa mencapai

50 kali hajatan. Seperti pengakuan bapak Ut sebagai berikut:

Tingkat Pendapatan Anggota (%) Total (%)

rendah sedang tinggi

Kontribusi sektor

pertanian (%) rendah 15 7,5 2,5 25

sedang 12,5 12,5 5 30

tinggi 2,5 25 17,5 45

Total (%) 30 45 25 100

Tabel 5. Hubungan Kontribusi Sektor Pertanian dengan Tingkat Pendapatan Anggota (dalam persen)

(14)

“Bulan kemaren saya 20 kali kondangan neng. Mungkin habis

satu juta lebih kondangan doang. Yah udah uang cuma segini ya kepaksa gadein kebon tebu. Jangankan buat modal lagi, buat

makan aja ora kepikir sama saya.”1

      

1

Gambar

Gambar 3.   Penilaian  Pengorganisasian Kegiatan Produksi dari  Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden,  Desa Iwul, 2010 (dalam persen)
Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Jumlah Luasan Lahan  Garapan, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)
Gambar 6.   Sebaran  Responden  Menurut Peningkatan Pengetahuan Hasil  Kegiatan Pembinaan, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)
Gambar 7.  Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dari Kelembagaan  Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010  (dalam persen)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini mengacu dari pendapat Koentjaraningrat (1993) dan Moleong (2007) yang menjelaskan bahwa dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian

Pada tugas akhir ini GRBL digunakan untuk mengontrol ke tiga motor yaitu 2 motor stepper dan 1 motor servo dengan menggunakan arduino, ketiga motor ini nantinya

– Dengan demikian Tuhan (ilah) adalah segala sesuatu yang dipentingkan, dianggap mutlak oleh manusia sedemikian rupa sehingga mereka merelakan dirinya untuk dikuasai

Pokea jantan dan betina tersebar dari kelompok ukuran dengan nilai tengah lebar masing-masing yaitu 1.55 – 6.01cm dan 2.06 – 5.98 cm.Jumlah populasi kerang pokea jantan

Perkembangan jaman yang maju dengan pesat saat ini menjadikan kalangan para remaja lebih memilih mencari pengetahuan memalui media internet atau membaca melalui komputer

Secara singkat, kemiskinan dapat di definisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah

Alamat : Kp Sipacar Semangkak Klaten Utara Klaten NPWP : 01.490.845.3.525.000.

Apabila yang hadir dalam acara tersebut diatas selain Direktur Perusahaan harap membawa surat tugas, atas perhatian dan kehadiran Saudara, kami ucapkan terima