• Tidak ada hasil yang ditemukan

JST Kesehatan, Oktober 2013, Vol.3 No.4 : ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JST Kesehatan, Oktober 2013, Vol.3 No.4 : ISSN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MUTASI GEN CAT P PADA BAKTERI SALMONELLA TYPHII YANG RESISTEN TERHADAP KHLORAMPHENIKOL

Cat P Gene Mutation in Salmonella Typhi Bacteria which Resistant to Chloramphenicol

Andi Salsa Anggeraini1, Mochammad Hatta2, Asaad Maidin2

1Pasca Biomedik Konsentrasi Mikrobiologi, Fakultas Kodekteran, Universitas Hasanuddin 2Bagian Imunologi dan Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Univeritas Hasanudddin

(E-mail: anggeraini@yahoo.co.id)

ABSTRAK

Tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi Salmonella typhi dan resistensi Plasmid-encoded kloramfenikol pertama kali dilaporkan tahun 1970. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat mutasi atau tidak pada gen CATp pada Salmonella typhii yang resisten terhadap kloramfenikol pada penderita demam tifoid. Desain penelitian adalah cross sectional dengan jumlah sampel 30 isolat salmonella typhii yang dipilih berdasarkan purposive sampling. Pengambilan sampel berasal dari darah pasien yang didiagnosa demam tifoid dengan pemeriksaan fisik dan tes widal titer 1/320. Isolate S.typhii didapatkan dengan mengambil sampel yang tumbuh pada medium agar SS dan uji biokima dengan tes TSIA (+). Uji sensitivitas menunjukkan resisten dan sensitif. Data diolah menggunakan perhitungan biasa dengan alat hitung kalkulator. Hasil penelitian menunjukkan dari 100 sampel ditemukan 31 isolat S.typhii. Isolat yang resisten ditemukan 1 isolat dan sensitif ditemukan 6 isolat. Untuk ekspresi gen CATp hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 (100%) isolat sampel Salmonella typhii yang resisten mengekspresikan gen CATp dan 6 (20%) isolat sampel S.typhii yang sensitif mengekspresikan gen CATp . Yang tidak menunjukkan ekspresi gen CATp sekitar 24 (70%). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Gen CATp dapat ditemukan pada isolate salmonella typhii yang resisten dan sensitif

Kata Kunci: Demam tifoid, salmonella typhii, kloramphenicol, Gen CATp

ABSTRACT

Typhoid is an acute systemic disease caused by infection at Salmonella typhii and the plasmid-encoded chloramphenicol resistance was first reported in 1970,). This study aims to determine whether or not there is a mutation in a gene on Salmonella typhii CATp resistant to chloramphenicol in patients with typhoid fever. The study design was a cross sectional study with a sample of 30 isolates of salmonella typhii selected by purposive sampling. Blood sampling from typhoid fever patients diagnosed by physical examination and test Widal titer 1/320. S.typhii isolates obtained by taking samples grown on agar with SS and test biokima TSIA test (+). Sensitivity test showed resistant and sensitive. The data were processed using the usual calculations with a calculator count. The results showed 31 of the 100 samples found S.typhii isolates. Found 1 isolates resistant and sensitive isolates discovered 6 isolates. For CATp gene expression results showed that 1 (100%) isolates were resistant samples expressing Salmonella genes typhii CATp and 6 (20%) isolates were sensitive samples S.typhii CATp gene expression. Which did not show gene expression CATp around 24 (70%). From this study it can be concluded that the Gen CATp match typhii salmonella isolates were resistant and sensitive

(2)

PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang seperti yang ditemukan secara endemik di seluruh Afrika, Amerika Selatan, Asia Timur dan khususnya di Asia Selatan (Haque et al.,2005). Demam tifoid atau typhoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khusus-nya turunannya, Salmonella typhii. Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia, dan disebarkan melalui makanan dan minuman

yang telah tercemar oleh

feses (Parry, 2012; Gaind, 2006).

Demam tifoid telah menjadi masalah yang cukup penting di beberapa negara. Pada hampir seluruh dunia, diperkirakan 17 juta orang menderita penyakit ini per tahunnya. Hampir sebagian besar terjadi di kota-kota dengan pendepatan per-tahunnya rendah, terutama di Asia Selatan, Afrika, Amerika Latin (Chau, 2007).

Di negara maju, angka kasus kejadian dan kematian telah jauh menu-run hal ini disebabkan oleh kombinasi dari peningkatan sanitasi dan kebersihan, vaksin, dan terapi antimikroba yang efektif (Mirza et al., 2000). Dua hal pertama sulit bahkan tidak mungkin untuk diterapkan di negara berkembang, dan sayangnya efektivitas terapi anti-mikroba juga menjadi terkikis oleh munculnya resistensi antibiotik di negara berkembang, antibiotik yang paling tersedia untuk pengobatan tifoid adalah kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimok-sazol (Mirza et al., 2000).

Prevalensi di Indonesia pada tahun 2007 adalah 358 sampai 810 per 100.000 atau kira-kira sekitar 64% penduduk Indonesia menderita demam typhoid dalam kurun waktu 3 sampai 19 tahun. Tingkat kematian bervariasi antara 3,1-10,4% dalam kurun waktu sepanjang tahun (Hatta et al., 2008).

Sulawesi adalah salah satu dari lima pulau terbesar di kepulauan Indonesia dan memiliki populasi 42.708.400, prevalensi penderita demam tifoid di

Selatan-Sulawesi merupakan salah satu yang tertinggi, rate untuk kasus tahun 1991 adalah dari 100 ribu penduduk 257 orang penduduk terkena demam typhoid dan pada tahun 2007 menjadi meningkat menjadi 386 per 100 ribu penduduk. Demam tifoid merupakan salah satu penyakit endemik di Sulawesi selatan dan merupakan empat penyakit infeksi ter-sering yang dilaporkan dari 24 kabupaten di Sulawesi Selatan. Tifoid dapat menye-babkan septikemia, dan dilaporkan insiden rata-rata sekitar 2.500 per 100.000 penduduk (Hatta et al., 2007).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, sebelum tahun 2001 tingkat resistensi antibiotik pada Salmonella Typhi yang di laporkan dari Indonesia khususnya Sulawesi selatan sangat rendah yaitu kurang dari 1% dan kloramfenikol tetap menjadi obat pilihan, namun sejak tahun 2001 resistensi telah meningkat dan pada tahun 2007 sekitar 6,8% dari isolate salmonella typhii telah resisten terhadap ketiga obat lini pertama yaitu: ampicillin, kloramfenikol, dan kotrimoksazol (Hatta et al., 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Haque menyatakan resistensi beberapa obat (MDR) merupakan masalah utama dalam pengendalian dalam kasus tifoid, karena dikaitkan dengan peningkatan morbiditas yang mengarah ke toksisitas demam tifoid yang dapat mengakibatkan angka kematian meningkat secara signi-fikan (Haque et al., 2005).

Resistensi obat pada demam tifoid ini merupakan suatu hal yang serius di Indonesia, karena dibutuhkan obat peng-ganti yang cukup mahal untuk terapi tifoid. Sebuah usaha serius diperlukan dengan pelayanan medis untuk menda-patkan diagnosis yang benar sehingga pengobatan atau vaksinasi dapat diguna-kan untuk mengendalidiguna-kan penyebaran resistensi obat-obatan tifoid ini (Hatta et al., 2008).

Resistensi Plasmid-encoded klo-ramfenikol pertama kali dilaporkan tahun 1970, dengan peningkatan jumlah resistensi di Amerika Tengah (Mirza et

(3)

al., 2000). Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol ada tiga , yaitu penurunan permeabilitas membran, mutasi sub unit ribosom 50S, dan penguraian kloram-fenikol asetiltransferase. Sangat mudah untuk memilih mengurangi permeabilitas membran terhadap kloramfenikol secara in vitro dengan passage bakteri secara serial, dan hal ini merupakan mekanisme yang paling sering dari resistensi kloramfenikol level rendah.

Resistensi level tinggi biasanya disebabkan karena gen CAT, gen ini mengkode enzim kloramfenikol asetil-trasferase, dimana enzim ini menginaktivasi kloramfenikol lewat ikatan secara kovalen dengan satu atau dua grup asetil yang berasal dari asetil-S-koenzim A, dengan grup hidroksil pada molekul kloramfenikol. Asetilasi men-cegah kloramfenikol berikatan dengan ribosom. Resistensi terkait mutasi pada subunit ribosom 50S merupakan hal yang jarang.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh N Nogrady pada tahun 1990 ada beberapa peneliti pernah mengungkapkan resistensi terhadap chloramfenikol (Cm) diperantarai oleh enzim yang terletak pada plasmid disebut Acetyltransferase kloramfenikol (CAT). Enzim CAT dikodekan oleh family gen CAT yang terdapat dalam bakteri Gram negatif (N. Nogrady et al., 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mutasi gen CATp berhubungan dengan resistensi S.typhii terhadap kloramfenikol karena resistensi kloramfenikol yang terkait dengan analisis mutasi pada gen CATp pada Salmonella typhii sebagai penyebab demam tifoid belum banyak diketahui, khususnya di Indonesia,

BAHAN DAN METODE Lokasi dan rancangan penelitian

Rancangan penelitian ini meng-gunakan metode cross sectional, dilaksanakan di Laboratorium Imunologi dan Biologi Molekuler, Fakultas

Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosa demam tifoid deng widal tes 1/320 di RS Syeh Yusf dan Puskesmas Maros dengan sampel penelitian sebanyak 30 sampel. Isolat diperoleh dari sampel darah penderita demam tifoid dipilih secara Purposive Sampling yang telah meme-nuhi kriteria inklusi yaitu isolat salmo-nella typhii yang sensitive dan resisten terhadap khloramfenikol dan menyetujui dan menandatangani informed consent Pengambilan darah dilakukan oleh petugas laboratorium yang terlatih dan data seperti umur, jenis kelamin, dan hasil tes widal dilakukan dengan mengambil data dari status pasien. Analisis data

Data diolah menggunakan kalkulator dan data laboratorium yang dilaporkan berupa tabel pengamatan, gambar per-tumbuhan koloni S typhi, dan gambar isolat salmonella typhii positip dengan menggunakan uji biokimia TSIA dan untuk melihat ekspresi mutasi gen CATp menggunakan PCR dan elektroforesis. HASIL

Karasteristik sampel

Total sampel positif dalam pene-litian ini yaitu 100 sampel dari penderita demam typhoid dengan tes widal positif dan titer 1/320 di RS Syeh Yusuf dan Puskesmas Maros dengan 31 isolat Salmonella typhii positif.

Pengumpulan sampel dan kultur bakteri Sampel yang dikumpulkan berupa darah sebanyak 5cc dan dimasukkan dalam medium broth lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah di Inkubasi sampel dikultur dalam medium agar SS dan di Inkubasi kembali selama 24 jam. Tampak koloni bulat, putih, licin. berukuran kecil dan sedang. Hasil yang

(4)

diperoleh terdapat 31 koloni sampel Salmonella typhii (Gambar 1).

Tes biokimia

Untuk membedakan apakah isolate yang ditemukan merupakan isolate Salmonella typhii bukan salmonella yang lainnya kita melakukan uji biokimia. Uji biokimia yang kita lakukan adalah tes TSIA dengan cara menanam isolate yang ditemukan kedalam agar miring TSIA, dan di inkubasi pada suhu 37 °C. Hasilnya dapat kita baca setelah 24 jam. Hasil yang diperoleh terdapat 31 sampel positif S typhii (Gambar 2).

Uji sensitivitas

Uji ini dilakukan untuk melihat sensitivitas isolat terhadap antibiotik, antibiotik yang digunakan adalah kloramfenikol menggunakan Metode Kirby Bauer. Isolate S.typhi yang telah di tes TSIA dilakukan uji sensitivitas terhadap kloramfenikol dengan menggu-nakan disk cakram kloramfenikol 30µg. Sebelumnya isolat Salmonella typhii di apus dalam medium agar dengan meng-gunakan kapas lidi, setelah merata , disk cakram diletakkan pada isolate yang telah diapus dalam medium agar. Kemudian medium diinkubasi selama 18-24 jam. Dari hasil penelitian diperoleh 1 strain S.typhi yang resisten dan 30 strain S.typhi yang sensitif terhadap kloram-fenikol (Gambar 3).

PCR.

Setelah didapatkan hasil uji sensi-tivitas tahap selanjutnya melihat mutasi gen CAT P dengan menggunakan PCR. Sebelum 31 sampel dilihat ekspresi mutasi gen CAT P kita menguji 10 sampel secara acak dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk memastikan apakah sampel yang ada benar salmonella typhii dengan melihat ekspresi gen Salmonella typhi. Dengan siklus 90°C selama satu menit, 94°C selama 45 detik, 57°C selama 45 detik, 72°C selama 1 menit 30 detik selama 40 kali. Hasil yang diperoleh semua sampel yang diuii yaitu 10 sampel semuanya positif mengekspresikan gen Salmonella typhii. Berikutnya ke 31 sampel baik yang sensitif dan resisten diuji untuk melihat ekspresi mutasi gen CAT P di PCR dengan siklus 94°C selama 1 menit, 94°C selama 1,5 menit, 50°C selama 1 menit , 72 °C selama 1 menit dan 72°C selama 5 menit selama 30 kali dan diperoleh 7 sampel yang mengekspre-sikan mutasi gen CAT P (Gambar 4).

Tampak mutasi gen CAT P tidak hanya terdapat pada yang isolate yang resisten, namun mutasi juga didapatkan pada isolate yang sensitive. Prosentase kehadiran mutasi gen CAT P pada isolate yang resisten 100% dan prosentase isolate yang sensitive 20%. Total prosen-tase isolate yang mengalami mutasi gen CAT P adalah 22 % (Tabel 1).

Gambar 1. (a) Isolat Salmonella Negatif tak tampak koloni. (b) Isolat Salmonella Positif. Tampak koloni bulat, putih, licin. berukuran kecil dan sedang . Warna hitam merupakan gas yang dibentuk oleh S typhii.

a

(5)

Gambar 2. Tes TSIA Positif. Tampak pada gambar terlihat warna hitam yang merupakan ciri khas S typhii. Mengeluarkan gas

Gambar 3. (a) Pada gambar terlihat zona sensitvitas pada Sampel MMS049. (b) Pada sampel MMS 030 tampak resisten tidak terdapat zona

Gambar 4. Ekspresi Gen CAT P terlihat di 436 bp tampak pada sampel 1,2,3,10,11,12,13

b

a

(6)

Tabel 1. Tabel ekpresi mutasi gen CAT P pada Salmonela typhii yang resisten dan sensitif Disk Difusi Gen CAT P Total Positif Negatif N % N % R 1 100 0 0 1 S 6 20 24 80 30 Jumlah 7 22 24 77 31 PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan gen CATp dapat ditemukan pada S typhii yang resisten dan sensitif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dida-patkan 1 sampel resisten yang positif mengekspreikan gen CATp (100%) dan 6 sampel yang sensitive mengekspresikan mutasi gen CATp (22%). Hal ini belum bisa menunjukkan bahwa gen CATp bertanggung jawab untuk resistensi pada bakteri kloramfenikol sesuai yang dilaporkan oleh (Nogrady et al., 2005).

Gen yang bertanggung jawab terha-dap resistensi kloramfenikol terletak pada Tn 9 dengan panjang 1102 bp dan yang mengkode enzim CAT panjangnya 293 bp (Nurtjahyani, 2012). Pada penelitian ini yang mengkode enzim CAT p mempunyai panjang 436 bp. Gen CATp yang terdeteksi pada sampel 1, 2, 3, 10, 11, 12, 13 (7 dari 31 sampel) 23% bukan merupakan gen tunggal yang menjadi penyebab reaksi terhadap kloramphenikol hal ini mungkin di sebabkan juga oleh gen yang di sandi oleh plasmid gen resisten yang dimiliki oleh kuman sehingga tetap tampak secara phenotypenya sensitif terhadap khloram-phenikol. Adanya gen CATp positif pada sampel no 1,2,10,11,12,13 yang sensitif terhadap khloramphenikol disebabkan belum terekspresinya gen tersebut secara phenotype sehingga belum terlihat adanya resisten pada sampel tersebut.

Pada sampel No. 3 ditemukan gen CATp dimana sampel tersebut telah terekspresi phenotypenya yang dapat dinilai dengan menggunakan test disk difusi yang memberi hasil khloram-phenikol resisten dengan diameter disk

difusi 1 mm. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan di negara yang sedang berkembang. Sampai saat ini untuk menegakkan diagnosis masih mengguna-kan standar baku yaitu berdasarmengguna-kan kultur darah. Metode diagnostik yang cepat, sederhana, dan murah sangat dibutuhkan. Tes serologi Widal merupakan tes yang memenuhi kriteria tersebut, dan hingga saat ini masih banyak digunakan (Rahman, et al., 2011).

Berdasarkan hasil penelitian ini sensitifitas dan spesifitas tes widal sangatlah rendah. Dari 100 sampel yang dikumpulkan , pasien yang diuji dengan tes widal positif dan titer H 1/320 dan dilakukan tes kultur darah yang mem-berikan hasil positif pada kultur hanya 31(31%) sampel. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman A dan Fatmawati. Dalam penelitiannya mereka melaporkan untuk nilai spesifisitas tes serologi Widal berdasar-kan cut-off point adalah: Salmonella thypi O (10%), Salmonella thypi H (16,667%) (Rahman et al., 2011).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zulfikar A. Butta kultur darah mempunyai nilai sensitifitas sebesar 40-80%. Pada daerah endemik memiliki nilai yang lebih rendah, kemungkinan hal ini disebabkan karena tingginya penggunaan antibiotik (Rahman et al., 2011).

Di negara maju, angka kejadian infeksi Salmonella dan wabah telah meningkat beberapa kali lipat selama beberapa waktu terakhir. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan dari 100 sampel kami berhasil mengumpulkan 31 (31%) sampel isolat salmonella typhii dan dari penelitian ini isolat Salmonella

(7)

typhii yang resisten didapatkan 1 isolat dari 31 jumlah sampel.

Penelitian ini menunjukkan ada penurunan jumlah pasien yang resisten terhadap khlormfenikol (3,2%). Karena pada penelitian sebelumnya data yang telah dilaporkan oleh Smith pada tahun 2007 ada sekitar 6,8% (Hatta, 2008). Mungkin hal ini di dapat disebabkan oleh karena jangka waktu penelitian yang singkat dibanding penelitian yang dilakukan oleh Smith.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Gen CATp bukan merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan resistensi pada khloram-phenikol dan gen CATp dapat ditemukan pada isolate Salmonella yang resisten dan sensitif. Kami menyarankan perlunya melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak selain itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana penggunaan anti-biotik seperti kloramphenikol dalam masyarakat dan perlunya pertimbangan untuk mencari alat penegakan diagnosa yang lebih akurat dan cepat selain tes Widal dalam menegakkan diagnosa di Puskesmas dan Rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Chau TT, Campbell JI, Galindo CM. (2007). Antimicrobial drugs resis-tance of Salmonella enteric serovar typhi in Asia and molecular mechanism of reduced susceptibility to the fluoroquinolones. Antimic Agent Chemother, 51(12), 4315-23 Gaind R, Paglietti B, Murgia M, et al.

(2006). Molecular characterization of ciprofloxacin- resistant Salmo-nella enteric seroar typhi and paratyphi A causing enteric fever in

India. J Antimic Chemother, 58, 1139-44

Hatta M, Smits HL. (2007). Detection of Salmonella typhi by nested poly-merase chain reaction in blood, urine, and stool samples. J Trop Med Hyg, 76(1): 139-43

Hatta M, Ratnawati. (2008). Enteric fever in endemic areas of Indoneisa: an increasing problem of resistance. J Infect Develop Countries, 2(4), 279-82

Haque A, Haque A, Sarwar Y. (2005). Multiplex PCR for determination of drug resistance against standard anti typhoid drugs in blood sampel of typhoid patients

Mirza S, Kariuki S, Mamun KZ, Beeching NJ, Hart CA. (2000). Analysis of plasmid and chromo-somal DNA of multidrug resistant Salmonella enteric serovar typhi from Asia. J Clin Microbiol, 38(4), 1449-52

N.Noogrady, I.Gado, P. Zsolt Fekete. (2005). Chloramphenicol resistance genes in Salmonella enterica subsp. enterica serovar Typhimurium isolated from human and animal sources in Hungary. Vet. Med. Czech, 50,(4): 164–170.

Nurtjahyani D,S. (2012). Transformasi dna plasmid salmonella typhi resisten kloramfenikol ke kultur salmonella typhi sensitif kloram-fenikol. Prospektus, X(2)

Parry CM, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. (2002). Typhoid Fever. NEJM, 347(22)

Rachman, A.,Fatmawati. (2011). Uji Diagnostik Tes Serologi Wudal dibandingkan dengan kultur darah sebagai baku emas untuk diagnostic demam tifoid di RSUP dr.Kariadi Semarang. Semarang: PPs UNDIP.

Gambar

Gambar 1. (a) Isolat Salmonella Negatif tak tampak  koloni. (b) Isolat  Salmonella Positif
Gambar 4. Ekspresi Gen CAT P terlihat di 436 bp tampak pada sampel 1,2,3,10,11,12,13b
Tabel 1. Tabel ekpresi mutasi gen CAT P pada Salmonela typhii yang resisten dan sensitif Disk Difusi Gen  CAT P TotalPositifNegatif N % N % R 1 100 0 0 1 S 6 20 24 80 30 Jumlah 7 22 24 77 31 PEMBAHASAN

Referensi

Dokumen terkait

Secara keseluruhan dari pengujian- pengujian tersebut didapatkan bahwa masing-masing modul dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan yaitu lampu dapat menyala

Perbandingan Rata-Rata Skor Tindakan Penanganan Pangan Berdasarkan Umur Responden Chi-Square Tests Value df Asymp.. The minimum expected count

Hal tersebut menandakan bahwa apapun motivasi yang diberikan kepada pegawai Sekretariat DPRD di Provinsi Sumatera Selatan tidak akan merubah kinerjanya tanpa

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi telur Toxocara cati dari feses kucing yang ditemukan di sekitar rumah penduduk di kecamatan Banjarnegara, Bawang

Pada tugas akhir ini dilakukan perhitungan desain ketebalan pipa yang dibutuhkan, perhitungan kestabilan pipa di dasar laut (on-bottom stability), dan analisis bentang bebas

Setelah nafas itu terhenti dengan sendiri, tahanlah nafas itu seberapa lama yang boleh ( disinilah berlaku pertemuan diantara diri dengan yang empunya diri)... Oleh kerana nafas

Oleh sebab itu, perlu adanya seminar dan pelatihan mengenai audit berbasis ISA bagi para KAP maupun praktisi audit lainnya, calon auditor, dosen, dan mahasiswa untuk menyamakan

Prosedur Tetap Cara Pelaksanaan Penyehatan Lingkungan RSU Bunda Thamrin Medan Tahun 2012 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/