• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecemasan pasien rawat inap sebuah studi deskriptif di Rumah Sakit Umum Tidar Magelang - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kecemasan pasien rawat inap sebuah studi deskriptif di Rumah Sakit Umum Tidar Magelang - USD Repository"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Christian Imas Hendriyanto

NIM : 979114103 NIRM : 97005121705120102

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

MOTTO & PERSEMBAHAN

Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu,

dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.

Akuilah Dia dalam segala lakumu,

maka Ia akan meluruskan jalanmu.

( Amsal 3 : 5 — 6 )

FAITH….

mak es al l t hi ngs pos s i bl e

HOPE….

mak es al l t hi ngs wor k

LOVE….

mak es al l t hi ngs beaut i f ul

Kupersembahkan kepada :

Bapak & Ibu Sudjianto tercinta

Kakak-kakakku

tersayang:

Mbak Mala & Mbak Yulin

Cornelia Riris Ratrinawati terkasih

(5)

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Desember 2006 Penulis

Christian Imas Hendriyanto

(6)

ABSTRAK

Christian Imas Hendriyanto : KECEMASAN PASIEN RAWAT INAP (SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI RUMAH SAKIT UMUM TIDAR MAGELANG). YOGYAKARTA, UNIVERSITAS SANATA DHARMA, 2007.

Menjalani rawat inap di rumah sakit dapat menimbulkan persoalan-persoalan psikologis bagi pasien. Penyakit apapun yang diderita, pasien cenderung memberikan reaksi tertentu terhadap pengalaman rawat inap di rumah sakit. Proses perawatan di rumah sakit seringkali mengabaikan aspek-aspek psikologis sehingga menimbulkan berbagai permasalahan psikologis bagi pasien yang salah satunya adalah kecemasan.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menggambarkan tingkat kecemasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Tidar, Magelang. Kecemasan dalam penelitian ini dibagi dalam 2 komponen, yaitu: (1) Psikologis, dan (2) Fisiologis. Subjek dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Tidar Magelang yang berjumlah 50 orang.

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala kecemasan yang disusun oleh peneliti. Uji coba kesahihan aitem dan reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,9476 menunjukkan skala tersebut mempunyai status handal. Data keseluruhan menunjukkan 22 orang (44 %) termasuk kategori tinggi, 23 orang (46 %) termasuk kategori sedang, dan 5 orang (10 %) termasuk kategori rendah. Data dari tiap komponen menunjukkan bahwa kecemasan tertinggi yang dimiliki subjek terdapat pada komponen fisiologis, kemudian komponen psikologis pada urutan kedua.

(7)

DHARMA UNIVERSITY, 2007.

Enduring hospital medical treatment could make in-patients experiencing psychological problems. No matter what kind of disease that being suffered, in-patients are disposed to show certain reactions when they are being treated at hospital. Besides, the process of hospital medical treatment often ignores psychological aspects that could bring in-patients experiencing psychological problems. One of the psychological problems that often happen is anxiety.

The aim of this research is to detect and describe the anxiety level of the in-patents whom treated at RSU Tidar, Magelang. In this research, anxiety is divided into two components: (1) psychological, and (2) physiological. The subjects of this research were 50 in-patients of RSU Tidar, Magelang.

The instrument of data collection was the anxiety scale that arranged by the researcher. The trial test on item validity and reliability research scale then resulted reliability coefficient of 0,9476. It indicated that the scale was reliable. From the total research, there 22 persons (44%) were in category of high, 23 persons (46%) were in medium category, and 5 persons (10%) were in low category. The data of every component showed that the highest anxiety of the subjects was in physiological-anxiety, and then followed by psychological-anxiety in the second raw.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di surga karena berkat kehendakNya, penulis telah menyelesaikan penulisan skripsi. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat guna menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Karya ini tidak akan pernah berhasil tanpa bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yesus Kristus, “terima kasih atas sgala kekuatan iman yang Kau berikan

sehingga aku bisa selalu berserah kepada Mu”.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku dekan fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

3. Ibu M. L. Anantasari, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas semua bantuan, waktu, kesabaran dan semangat yang ibu berikan pada saya.

4. Segenap dosen beserta staff non akademik (mas Mudji, mbak Naniek dan mas Gandung). Terima kasih atas segala bantuannya dan kesediannya untuk diganggu setiap saat. Bu Susan, terima kasih atas bimbingannya selama ini.

5. dr. Fatma Murtiningsih selaku Kepala Sekretariat Rumah Sakit Umum Tidar Magelang, bu Yuliani selaku Kepala Keperawatan, dan pak Sigit dan bu Susi di Sub Bag Diklat yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu menyelesaikan skripsi ini.

(9)

7. Semua pasien rawat inap RSU Tidar Magelang yang telah meluangkan waktu dan kerjasamanya untuk penelitian ini.

8. Pihak RS DKT Yogyakarta, bu Yuli, bu Endang, bu Endah, bu Titik dan segenap perawat serta pasien rawat inap, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

9. Bapak dan ibu Sudjianto, terima kasih ya atas kata-kata yang menguatkan, sikap yang penuh pengertian dan bijaksana. Hal itu yang selalu menjadi motivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak karena selalu menyelubungi saya dengan doa.

10. Riris, terima kasih sudah mengukir hari-hariku menjadi indah & sudah menjadi sahabat sekaligus adikku yang paling setia. Motivasi dan doamu selalu menjadi kekuatanku untuk bertahan. Thank’s for

everything, You’re the best I’ve ever had.

11. Mbak Mala, mbak Yulin, mas Sar dan Ronny, terima kasih atas nasihat & pelajaran hidupnya.

12. Keluarga besar Harinto, Bapak, Ibu, mas Ayok, mbak Rita, dan Mas Anggit (alm.) terima kasih banyak sudah memberi dukungan doa dan dukungannya. Terima kasih juga atas semangat dan perhatian yang besar pada saya.

(10)

13. Mas Arip, trima kasih atas semua bantuan dan motivasinya selama ini, banyak pelajaran yang sudah aku dapat termasuk dalam menghadapi hidup. Thank’s for being my brother.

14. Zella, Wira dan Rory, makasih ya sudah mengisi hari–hari om Ian dengan senyum dan tawa.

15. Inot, Dhanik “Conpo’o”, Emi&Heru, Ayu, Jrenk, Dheni, Dyas, Donna, Cicik, Derry, Rita, Niken, Rosihan, Titin, Nonik, Mekong, Dea “nDut” & teman-teman angkatan 97 , trims ya udah mau jadi temen sharing, sahabat yang paling setia dalam suka dan duka, sahabat yang paling

ngertiin aku. Makasih juga atas hari-hari indah yang udah kita lewati

di Jogja.

16. Naka_video_solution (Mas Arip ‘n Kang Yatna), thanx atas sharing ‘n fasilitas nya selama ini.

17. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan tidak bisa disebutkan satu persatu penulis ucapkan terima kasih.

Semoga Allah yang maha kaya membalas semua kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan dari skripsi ini, karena terbatasnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu, segala kritik dan saran akan menjadi masukan bagi penulis dan diterima dengan senang hati.

Yogyakarta, Desember 2006

Penulis

(11)

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... v

ABSTRAK ……….... vi

ABSTRACT ……….. vii

KATA PENGANTAR ……….. viii

DAFTAR ISI ………. xi

DAFTAR TABEL ………. xv

BAB I. PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar belakang masalah ………. 1

B. Rumusan masalah ………. 5

C. Tujuan penelitian .. …………..………. 5

D. Manfaat penelitian ……… 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 7

A. Kecemasan ...……… 7

1. Pengertian kecemasan ……….. 7

2. Macam kecemasan ………. 10

3. Komponen kecemasan ……….. 11

(12)

4. Reaksi fisiologis kecemasan ……..……….…….... 13

5. Karakteristik kecemasan ……….. ……….. 17

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien rawat inap ………... 18

B. Pasien rawat inap ……….……….….... 20

1. Pengertian pasien rawat inap ………..……… 20

C. Rumah sakit ………..……… 20

1. Pengertian rumah sakit ………..…….. 20

D. Dinamika kecemasan pasien rawat inap ……….……… 21

BAB III. METODE PENELITIAN ………. 25

A. Jenis penelitian …...………... 25

B. Subjek penelitian ……….……….. 26

C. Variabel penelitian ……… 26

D. Definisi operasional ………..……… 26

1. Komponen Psikologis ……… 27

2. Komponen Fisiologis ……… 27

E. Metode dan alat pengumpulan data ………...… 28

F. Metode pengambilan data ………. 30

1. Tahap uji coba ………. 30

2. Tahap penelitian ……….. 32

G. Validitas dan reliabilitas ……… 34

1. Validitas ………... 34

2. Reliabilitas ……… 35

(13)

A. Orientasi Kancah Penelitian ……… 37

1. Sejarah singkat RSU Tidar Magelang …….………... 37

2. Visi dan misi RSU Tidar Magelang ………... 38

a. Visi RSU Tidar Magelang ………. 38

b. Misi RSU Tidar Magelang ……… 39

B. Persiapan Penelitian ……… 41

1. Uji coba .……… 42

2. Uji validitas dan reliabilitas ……….. 42

3. Hasil uji coba ………...………. 42

C. Hasil Penelitian ……….. 44

1. Tingkat kecemasan ...………. 44

2. Data pada setiap komponen kecemasan ...………. 46

a. Komponen psikologis ……… 46

b. Komponen fisiologis ………. 48

D. Pembahasan ……… 53

BAB V. PENUTUP ………. 59

A. Kesimpulan ……… 59

B. Saran ……….. 60

DAFTAR PUSTAKA ……….. 62

(14)

LAMPIRAN

A. Skala kecemasan uji coba ……….………. 66

B. Hasil olah data uji coba skala kecemasan ………. 70

C. Skala kecemasan penelitian ………...………... 82

D. Hasil olah data penelitian skala kecemasan …..………... 86

E. Surat penelitian ……….. 106

(15)

Tabel 1. Nilai/ skor berdasarkan kategori jawaban ………..….. 29

Tabel 2. Blue print skala kecemasan ………...… 29

Tabel 3. Distribusi aitem skala kecemasan pra uji coba ……… 30

Tabel 4. Distribusi nomor aitem uji coba skala kecemasan menurut komponen dan sifat favorable/ unfavorable ……..………..…... 43

Tabel 5. Distribusi aitem penelitan skala kecemasan menurut komponen dan sifat favorable/ unfavorable ………..……...….……….. 44

Tabel 6. Tingkat kecemasan ……….………... 46

Tabel 7. Komponen psikologis kecemasan .……….………..….. 47

Tabel 8. Komponen fisiologis kecemasan ……….…...…… 48

Tabel 9. Kategori tingkat kecemasan pada setiap komponen ..….…..… 49

Tabel 10. Data tingkat kecemasan pada setiap komponen ..….…….….... 49

Tabel 11. Tingkat kecemasan subjek laki-laki …...……….……….. 51

Tabel 12. Tingkat kecemasan subjek perempuan ……….…..….….. 52

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak awal kehidupan manusia sudah mengenal adanya kecemasan. Dalam perkembangan hidupnya, manusia tidak luput dari kecemasan sebab kecemasan dapat timbul akibat dorongan naluri, faktor lingkungan maupun adanya perubahan-perubahan organik (Maramis, 1985). Kecemasan adalah pengalaman manusiawi yang universal, suatu respon emosional yang tidak menyenangkan dan penuh kekhawatiran, suatu reaksi antisipatif, serta rasa takut yang tidak terekspresikan dan tidak terarah, karena sumber ancaman atau pikiran tentang sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak terdefinisikan (Greist dan Jeverson dalam Dwita, dkk, 2002).

Rumah sakit adalah salah satu organisasi kesehatan yang dengan segala fasilitas kesehatannya diharapkan dapat membantu pasien dalam meningkatkan kesehatan dan mencapai kesembuhan baik fisik, psikis maupun sosial. Menurut Taylor (1995) tujuan perawatan tidak hanya memulihkan kesehatan pasien secara fisik tetapi sedapat mungkin diupayakan menjaga kondisi emosi dan jasmani pasien menjadi nyaman. Namun kemajuan yang pesat dalam teknologi medis belum diiringi dengan kemajuan yang sama pada aspek-aspek kemanusiaan dari perawatan pasien (Prokop, dkk., 1991). Proses perawatan di rumah sakit seringkali mengabaikan aspek-aspek psikologis sehingga menimbulkan berbagai permasalahan psikologis bagi pasien yang salah satunya adalah kecemasan.

(17)

Menjalani rawat inap di rumah sakit dapat menimbulkan persoalan-persoalan psikologis bagi pasien. Penyakit apapun yang diderita, pasien cenderung memberikan reaksi tertentu terhadap pengalaman rawat inap di rumah sakit (McGhie, 1996). Seseorang yang menderita sakit terlebih jika sakit tersebut kronis dan telah berada pada stadium terminal, secara normal akan menimbulkan kecemasan.

Kecemasan merupakan respon emosional manusia yang ditimbulkan oleh berbagai sebab, salah satunya ketika seseorang harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Abraham dan Shanley (dalam Nuralita dan Hadjam, 2002), menguraikan bahwa kecemasan merupakan salah satu dari sekian banyak reaksi yang sifatnya umum terhadap penyakit dan pengobatan, antisipasi atau pemeriksaan dan penegakan diagnosis. Gejala-gejala penyakit yang dirasakan pasien dapat menimbulkan rasa cemas dan takut pada pasien. Selain itu, prosedur medis yang harus dijalani terkadang sangat kompleks dan membuat pasien menjadi takut dan khawatir.

Buklew (1980) berpendapat bahwa pada umumnya para ahli membagi gejala kecemasan dalam 2 bentuk :

a. Gejala psikologis, yaitu kecemasan yang berwujud gejala-gejala kejiwaan seperti bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi, perasaan tidak menentu, dan sebagainya.

(18)

3

jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin berlebihan, sering gemetar, perut mual dan sebagainya.

Kisker (1982) mengemukakan bahwa kecemasan ditandai dengan gejala psikologis dan fisiologis. Gejala utama psikologis ditandai dengan tidak terkontrolnya ketakutan diikuti dengan adanya keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan bakal terjadi, namun tidak tahu apa yang akan terjadi tersebut bahkan juga tidak tahu mengapa hal tersebut terjadi. Sekalipun demikian mereka tetap yakin bahwa mereka dalam bahaya yang besar. Tanda lain yaitu sulitnya untuk berkonsentrasi, tidak bisa mempertahankan pikiran terpusat pada pekerjaan dan kehilangan semua minat dalam kehidupan. Gejala-gejala fisiologis berupa sakit kepala, menarik nafas panjang berkali-kali, kelelahan yang kronis, jantung berdetak keras, pernafasan sulit atau sulit bernafas, tiba-tiba berkeringat, rasa mendesak serta berkali-kali ingin buang air kecil, pencernaan terganggu, denyut nadi cepat dan tekanan darah meningkat.

Kosa dan Robertson (dalam Nuralita & Hadjam, 2002) menggambarkan kecemasan dalam dua golongan yakni kekhawatiran mengambang atau floating

anxiety yakni kecemasan umum yang biasa dialami setiap orang terlepas dari

(19)

keadaan sakit pasien, yaitu gejala-gejala penyakit, tingkat keparahan, pengobatan serta hasil pengobatan tersebut.

Darmabrata (1985) mengungkapkan bahwa kecemasan dan kegelisahan pasien dalam menghadapi penyakitnya, terhadap tindakan di rumah sakit, dalam beradaptasi dengan situasi rumah sakit, dan kecemasan akibat berbagai macam kehilangan yang menimpa dirinya, merupakan kecemasan yang sering terjadi. Keadaan seperti ini dapat mengguncangkan kondisi mental pasien yang kemudian dapat menyebabkan pasien menjadi gelisah, depresi, bersikap curiga, bersikap menentang dan memusuhi terapis serta sikap-sikap lain yang kurang menguntungkan bagi usaha penyembuhan pasien. Hal ini tentu saja menghambat jalannya prosedur terapi sehingga akan mengurangi efektivitas terapi, yang berarti memperlambat kesembuhan. Pasien akan merasa bahwa terapi dan perawatan tidak bermanfaat, akibatnya kepercayaan pasien terhadap terapis berkurang menyebabkan pasien tidak kooperatif sehingga akan mempengaruhi penanganannya. Menurut McGhie (dalam Nurlita dan Hadjam, 2002) keadaan pikiran pasien memainkan peran tertentu terhadap perawatan dan dalam kasus tertentu bahkan mungkin memegang peranan utama.

(20)

5

sebenarnya dan mencari jalan keluar yang wajar dan mengatasi masalah. Cara terakhir adalah melaksanakan program terapi dokter.

Rumah Sakit Umum Tidar Magelang merupakan rumah sakit yang seluruh dananya berasal dari pemerintah. RSU Tidar Magelang memiliki 4 bangsal ekonomi, yaitu bangsal B, bangsal C, bangsal G, dan bangsal F, dimana masing-masing kamar dalam bangsal ekonomi di rumah sakit ini ditempati 2 – 4 pasien. Pada keempat bangsal ini tidak terdapat fasilitas hiburan seperti TV, radio/tape maupun fasilitas hiburan lainnya sehingga peneliti merasa tertarik untuk melihat bagaimanakah gambaran tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit ini.

B. Rumusan Masalah

Agar masalah dapat digambarkan dengan efisien dan efektif, maka masalah harus dirumuskan dengan jelas. Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :

Bagaimanakah gambaran tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien yang menjalani rawat inap di RSU Tidar Magelang ?

C. Tujuan Penelitian

(21)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah kajian-kajian ilmiah bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya ilmu psikologi dan kedokteran dalam hubungannya dengan kecemasan yang dialami oleh pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi pihak rumah sakit

Secara praktis, hasil penelitian deskriptif ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi bagi pihak rumah sakit sehingga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan terhadap pasien sehubungan dengan kecemasan yang dialami oleh pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit.

b) Bagi pasien

(22)

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Anxiety berasal dari kata latin anxietas yang kemudian diterjemahkan ke

dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai kata cemas atau kecemasan. Anxietas sudah dikenal sejak abad ke-18 SM, dimana diceritakan Gilgamesh pada saat itu mengalami anxietas pertama yang dicatat dalam sejarah saat ia menyadari bahwa dirinya dapat mati (dalam Wirasto, 1999).

Kecemasan adalah perasaan takut, baik nyata maupun tidak nyata yaitu perasaan terancam sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak mengancam disertai dengan peningkatan reaksi kejiwaan (Calhoun dan Acocella, dalam Listyowati, 2000). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Effendi dan Tjahjono (1999), bahwa kecemasan tidak selalu berdasarkan atas kenyataan, tetapi juga dapat berdasarkan imajinasi individu. Kecemasan yang tidak biasanya ini disebabkan oleh ketakutan akan ketidakmampuan diri sendiri.

Prasadio (1975) juga mendefinisikan kecemasan sebagai pengalaman emosional yang dirasakan seseorang sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, tak jelas apa yang dirasakan dan tak tahu pasti sebabnya. Kecemasan timbul karena ada ancaman, baik dari luar maupun dari dalam tubuh, terhadap keselamatan hidup individu atau kelompoknya, yang menyebabkan perubahan-perubahan fisiologik tubuh. Secara subjektif kecemasan itu bagi kebanyakan

(23)

orang adalah perasaan yang tidak enak, yang perlu secepat-cepatnya dihalaukan. Secara objektif kecemasan itu merupakan suatu pola psikobiologik dengan fungsi pemberitahu (alarm) adanya bahaya, dengan mengakibatkan suatu perencanaan tindakan yang efektif, yaitu suatu usaha penyesuaian diri terhadap trauma psikis, krisis dan konflik. Page (dalam Prasadio,1975) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu bentuk ketakutan yang terus-menerus, dan mempunyai tujuan biologik yakni mengerahkan segala sesuatu dari tubuh untuk tujuan lari atau mempertahankan diri.

Lazarus (1876) menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi individu terhadap masalah yang dihadapi dan ditandai dengan adanya kegelisahan, kebingungan, ketakutan dan kekhawatiran. Kecemasan juga merupakan gangguan yang kompleks yang disertai dengan perubahan fisiologis. Kecemasan ini juga merupakan pengalaman yang samar-samar yang disertai dengan perasaan tidak berdaya dan tidak menentu, sehingga dirasakan sangat mengganggu.

(24)

9

Freud (dalam Calvin, 1958) mengungkapkan bahwa kecemasan adalah sebuah pengalaman emosional yang menyakitkan yang diproduksi oleh rangsangan organ internal dalam tubuh. Freud sangat berjasa dalam menggali aspek psikologi dari kecemasan (Prasetyo, 1979). Menurutnya dalam konsep dinamik psikologi, kecemasan timbul bila ada penolakan dari energi seksual. Kecemasan adalah transformasi dari libido seksual yang tidak tersalurkan.

Johnston (1971) mengemukakan bahwa kecemasan adalah reaksi individu terhadap ancaman, hambatan terhadap keinginan pribadi atau perasaan tertekan yang disebabkan oleh perasaan kecewa, rasa tidak puas, tidak aman atau sikap bermusuhan dengan orang lain. Dari keadaan yang mencemaskan maka akan timbul reaksi-reaksi kecemasan yang dapat diubah dalam bentuk gangguan-gangguan simtomatis, baik berupa gejala psikologis maupun fisiologis.

Menurut Priest (1991) kecemasan adalah perasaan yang dialami ketika seseorang berpikir tentang sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi dan timbul karena berbagai alasan serta situasi. Kecemasan dapat menimbulkan perasaan yang tidak enak sehingga membuat seseorang ingin lari dari kenyataan dan enggan untuk berbuat sesuatu.

(25)

2. Macam Kecemasan

Kecemasan (Prasetyo, 1979) dibagi menurut perjalanannya sebagai berikut:

a. Kecemasan Akut

Bersifat mendadak dan cepat hilang, kadang dalam beberapa detik atau menit, tetapi dapat beberapa jam kemudian baru hilang kembali. Serangan dapat sekali atau berulang. Penderita tidak dapat menjelaskan faktor penyebab dari serangan tersebut.

b. Kecemasan Kronik

Kecemasan ini biasanya mengganggu aktivitas sehari-hari. Gejala psikologis yang timbul berupa rasa was-was, khawatir, rasa tidak aman, juga timbul gejala somatik berupa sesak nafas, sakit dada, kadang merasa harus menarik nafas dalam karena ada sesuatu yang menekan dadanya, jantung berdebar, mengeluarkan angin dalam perut, sakit kepala, vertigo, tremor, kesemutan tangan dan kaki, bahkan kadang bicaranya gagap. Kecemasan kronik berlangsung dalam jangka waktu lama. Bila dilihat dalam segi jumlah, kecemasan kronik lebih banyak daripada yang akut.

Kosa dan Robertson (dalam Nuralita dan Hadjam,2002) menggambarkan kecemasan berdasarkan sumbernya dalam dua golongan yakni:

(26)

11

b. Kecemasan khusus (spesific anxiety), yaitu suatu respon psikologis terhadap penyakit atau rasa sakit yang bakal dialami sesuai dengan tingkat keparahan atau ancaman ditimbulkan oleh suatu gejala penyakit.

Berdasarkan penggolongan tersebut, kekhawatiran pasien yang disebabkan karena perubahan lingkungan, hilangnya kontak sosial dan prosedur rumah sakit lainnya dapat dikatakan sebagai floating anxiety, sedangkan specific anxiety yang dialami pasien disebabkan oleh keadaan sakit pasien, yaitu gejala-gejala penyakit, tingkat keparahan, pengobatan serta hasil pengobatan tersebut.

3. Komponen Kecemasan

Maker (Calhoun & Acocella, dalam Susan, 1998) menyebutkan bahwa ada tiga komponen yang bekerja saat kecemasan menyerang, yaitu:

a. Komponen emosional

Yaitu komponen kecemasan yang berkaitan dengan reaksi perasaan individu seperti gugup, gelisah, dan tegang.

b. Komponen kognitif

(27)

c. Komponen fisiologis

Diketahui dari munculnya reaksi-reaksi tubuh tertentu yang sebagian besar merupakan hasil kerja sistem syaraf otonom yang mengontrol berbagai otot dan kelenjar tubuh. Jika individu mengalami kecemasan, maka sistem saraf otonom akan berfungsi dan timbul gejala-gejala fisik seperti keringat dingin, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, nafas menjadi cepat, dan kadang-kadang terjadi gangguan pencernaan. Buklew (1980) berpendapat bahwa pada umumnya para ahli membagi gejala kecemasan dalam 2 bentuk:

a. Gejala psikologis, yaitu kecemasan yang berwujud gejala-gejala kejiwaan seperti bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi, perasaan tidak menentu, dan sebagainya.

b. Gejala fisiologis, yaitu kecemasan yang berwujud gejala-gejala fisik terutama pada fungsi sistem saraf. Sebagai contoh, tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin berlebihan, sering gemetar, perut mual dan sebagainya.

(28)

13

kehilangan semua minat dalam kehidupan. Gejala-gejala fisiologis berupa sakit kepala, menarik nafas panjang berkali-kali, kelelahan yang kronis, jantung berdetak keras, pernafasan sulit atau sulit bernafas, tiba-tiba berkeringat, rasa mendesak serta berkali-kali ingin buang air kecil, pencernaan terganggu, denyut nadi cepat dan tekanan darah meningkat.

Walaupun ada perbedaan istilah dalam uraian di atas, yaitu komponen dan gejala kecemasan, namun dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan istilah komponen. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komponen kecemasan meliputi dua hal yaitu psikologis dan fisiologis. Komponen emosi dan kognitif yang disebutkan oleh Maker (Calhoun & Acocella, dalam Susan, 1998) dapat dimasukkan dalam kategori psikologis karena memiliki gejala-gejala yang sama, dimana komponen psikologis berkaitan dengan reaksi perasaan individu yang ditandai dengan perasaan gelisah, bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi, gugup, dan tegang. Sedangkan komponen fisiologis ditandai dengan gejala-gejala fisik seperti tidak dapat tidur, jantung berdebar, keringat dingin berlebihan, kadang-kadang mengalami gangguan pencernaan, perut mual, dan sebagainya.

4. Reaksi Fisiologis Kecemasan

(29)

darah dari beberapa bagian tubuh tertentu, misalnya dari kulit ke otot-otot (yang membuat orang kelihatan pucat).

Perubahan ini hanya terjadi dalam upaya mempersiapkan tubuh untuk mengambil tindakan. Emosi rasa cemas dikaitkan dengan ancaman, bilamana seseorang diancam maka ia dapat melakukan satu atau dua hal untuk menanggulangi situasi, misalnya lari atau menghadapi masalah secara langsung.

Perubahan fisik yang terjadi selama seseorang mengalami rasa cemas adalah perubahan yang mempersiapkan kita untuk lari atau menghadapi masalah secara langsung. Meningkatnya denyut jantung dan pergerakan aliran darah dari daerah kulit akan memasok otot dengan semua bahan kimia yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas nyata. Dengan kata lain, otot-otot tubuh dapat bekerja dengan lebih efisien, dengan peningkatan efisiensi ini bilamana seseorang merasa cemas, ia akan mampu menghadapi masalah dengan lebih berani dan lari lebih cepat tergantung arah tanggapan yang dipilih sehingga dapat mengurangi perasaan cemas yang dialaminya.

(30)

15

Prasadio (1975) mengemukakan bahwa dalam menghadapi kecemasan orang dapat mengadakan reaksi sebagai berikut:

a. Secara sadar menghadapinya dan berusaha meniadakannya atau memperkecil kekuatannya dengan jalan rasionalisasi.

b. Secara tidak sadar, orang dapat menempuh 2 jalan yakni:

1) Melakukan mekanisme pembelaan diri, yang kita lihat pada reaksi fobik, reaksi obsesi.

2) Keadaan menahun dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada organ, sehingga kecemasan menghilang dan diganti keluhan-keluhan pada organ yang mengalami perubahan tadi.

Freud (dalam Prasetyo, dalam Hayati, 1997) menganggap bahwa anxietas adalah penyebab, bukan suatu produk represi. Freud memberikan interpretasi dari anxietas selain sebagai gejala, juga sebagai gangguan yang berdiri sendiri. Dalam psikoanalitiknya, Freud memandang fungsi dan vitalitas organisme sebagai manifestasi dorongan naluriah.

(31)

Sarason dan Cowen (dalam White dan Watt, 1981) mengemukakan ciri-ciri orang yang memiliki kecemasan tinggi adalah kurang percaya diri, kurang berani mengambil resiko, serta cenderung menahan diri sendiri.

Kasschau (1995) menyatakan bahwa kecemasan akan menjadikan panik, gemetar dan sakit kepala. Berbeda dengan takut yang merupakan reaksi nyata akan sesuatu yang tampak, kecemasan merupakan reaksi yang tidak jelas atau adanya suatu imajinasi akan suatu bahaya. Dari keadaan yang mencemaskan maka akan timbul reaksi-reaksi kecemasan yang dapat diubah dalam bentuk gangguan-gangguan simtomatis, baik gejala psikologis maupun fisiologis (Johnston, 1971). Kecemasan akan menimbulkan rasa tidak enak sehingga membuat seseorang ingin lari dari kenyataan dan enggan untuk berbuat sesuatu (Priest, 1991).

(32)

17

Costin (1976) berpendapat bahwa keluhan-keluhan dan tanda-tanda kecemasan dapat dilihat dalam gejala somatik, kognitif, motor dan afektif. Gejala somatik berupa detak jantung cepat, keringat berlebihan, ketegangan otot, gangguan pencernaan dan merasa lemah atau letih. Gejala kognitif antara lain sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan, serta kekhawatiran yang samar namun terus-menerus tentang sesuatu yang mengerikan bakal terjadi. Gejala motor berupa kebiasaan-kebiasaan wajah seperti menyeringai dan mengerjapkan mata, gemetar, gelisah dan aktivitas berlebihan sering muncul. Contohnya, kecenderungan merespon terlalu cepat dengan berbicara tanpa pikir panjang. Gejala afektif seperti individu akan mudah tersinggung serta mengalami kesulitan tidur, terkadang suasana hati tersebut dibawa dalam perasaan yang sangat panik sehingga terdorong untuk melarikan diri dari situasi tersebut.

5. Karakteristik Kecemasan

Menurut Maher (dalam Mischel, 1981), sesuatu dapat disebut kecemasan bila memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Perasaan yang disadari tentang ketakutan dan bahaya tanpa adanya kemampuan untuk mengidentifikasikan ancaman secara objektif.

b. Adanya pola keterbangkitan fisiologis dan gangguan tubuh termasuk perubahan fisik dan keluhan yang bermacam-macam.

(33)

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Rawat Inap

Bagi tenaga medis, masuknya pasien dalam perawatan rawat inap merupakan hal yang menguntungkan karena dapat memantau keadaan pasien secara lebih baik, sehingga tiap saat ia dapat memberikan pertolongan medis yang tepat. Bagi pasien, pada kenyataannya banyak pasien yang mengalami kecemasan selama dirawat di rumah sakit. Darmabrata (1985) mengemukakan bahwa hal yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut yakni:

a. Penyesuaian diri dengan tempat dan keadaan baru

Selama di luar rumah sakit, telah sejak lama pasien hidup di lingkungannya dan beradaptasi dengan lingkungannya tersebut, mengenal dan berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya dengan baik. Dirawat di rumah sakit merupakan pengalaman baru.

Pasien harus menghadapi petugas-petugas rumah sakit, orang-orang yang sebelumnya tidak dikenal, tidur dalam ruangan yang masih asing dengan ditemani pasien lain yang sebelumnya tidak dia kenal, harus mempergunakan alat yang sebelumnya mungkin ia tidak tahu cara menggunakannya. Terkadang juga melihat peralatan rumah sakit yang menakutkan.

b. Kecemasan terhadap penyakitnya

(34)

19

mencapai kesembuhan. Bayangan pikiran seperti ini dapat mengembangkan perasaan gelisah.

c. Kecemasan terhadap tindakan medis

Pasien yang masuk perawatan telah disiapkan rencana pemeriksaan dan terapi. Pada awal dirawat, tindakan medis yang sudah direncanakan akan segera dilaksanakan. Pasien diharapkan bersifat pasif dan menurut sedangkan tindakan-tindakan tersebut sering menakutkan dan menyakitkan. Banyak tindakan yang tidak diketahui arti dan manfaatnya yang dapat menyebabkan pasien menjadi bingung dan curiga.

d. Kehilangan

Menderita penyakit mengurangi berbagai macam kemampuan, pasien tidak dapat lagi melakukan hasrat dan tugas yang biasanya sehari-hari dapat ia kerjakan. Bahkan dalam memenuhi kebutuhan biologis seperti makan, mandi pun kadang kala harus dibantu oleh orang lain.

(35)

Kecemasan dan kegelisahan pasien dalam menghadapi penyakitnya, terhadap tindakan medis, dalam beradaptasi dengan situasi rumah sakit, dan berbagai macam kehilangan yang menimpa dirinya merupakan kecemasan yang sering terjadi pada pasien. Keadaan seperti ini dapat mengguncangkan kondisi mental pasien sehingga menghambat jalannya prosedur terapi yang berarti memperlambat proses penyembuhan.

B. Pasien Rawat Inap Pengertian Pasien Rawat Inap

Pasien rawat inap adalah pasien yang karena menderita penyakit tertentu diharuskan mendapatkan perawatan di rumah sakit selama beberapa hari sampai pasien tersebut pulang, baik diijinkan oleh pihak rumah sakit maupun atas kehendak sendiri, atau dipindahkan ke rumah sakit lain (Lumenta, 1989).

C. Rumah Sakit Pengertian Rumah Sakit

(36)

21

a. Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.

b. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai dengan sub spesialistik.

c. Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit umum yang dipergunakan untuk tempat pendidikan tenaga medik tingkat S1 sampai dengan S3. Menurut Taylor (1995), rumah sakit adalah salah satu organisasi kesehatan yang dengan segala fasilitas kesehatannya diharapkan dapat membantu pasien dalam menungkatkan kesehatan dan mencapai kesembuhan fisik, psikis maupun sosial. Taylor (1995), juga mengemukakan bahwa perawatan tidak hanya memulihkan kesehatan pasien secara fisik tetapi sedapat mungkin diupayakan menjaga kondisi emosi dan jasmani pasien menjadi nyaman.

D. Dinamika Kecemasan Pasien Rawat Inap

(37)

satu respon emosional manusia terhadap penyakit dan pengobatan, antisipasi atau pemeriksaan dan penegakan diagnosis.

Kecemasan berkaitan dengan reaksi perasaan individu seperti gugup, gelisah dan tegang. Komponen fisiologis yang timbul jika individu mengalami kecemasan maka sistem saraf otonomi akan berfungsi dan timbul gejala-gejala fisik seperti keringat dingin, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, nafas menjadi cepat dan kadang-kadang terjadi gangguan pencernaan.

Darmabrata (1985) mengungkapkan bahwa pasien juga mengalami kecemasan ketika memasuki lingkungan baru, dalam hal ini adalah lingkungan rumah sakit, sehingga pasien mengalami kegelisahan karena pasien harus menghadapi petugas-petugas rumah sakit, ruang-ruang yang tidak dikenal, tidur dalam ruang asing. Pasien juga kehilangan kebebasan untuk bergerak dan kehilangan kehangatan keluarga. Keadaan ini mengguncangkan kondisi mental pasien sehingga menghambat jalannya prosedur terapi yang berarti menghambat proses penyembuhan.

(38)

23

oleh pasien apabila pasien mengalami kecemasan yaitu dapat mengguncangkan kondisi mental pasien sehingga menghambat jalannya prosedur terapi yang berarti menghambat proses penyembuhan.

Kosa dan Robertson (dalam Nuralita & Hadjam, 2002) menggolongkan kecemasan pasien rawat inap dalam dua golongan yakni kekhawatiran mengambang atau floating anxiety yaitu kecemasan umum yang biasa dialami setiap orang terlepas dari penyakit itu sendiri. Kecemasan ini antara lain disebabkan oleh kekhawatiran pasien yang disebabkan karena perubahan lingkungan, hilangnya kontak sosial dan prosedur rumah sakit lainnya. Kedua, kecemasan khusus atau specific anxiety, merupakan suatu respon psikologis terhadap rasa sakit yang bakal dialami sesuai dengan tingkat keparahan atau ancaman yang ditimbulkan oleh suatu gejala penyakit. Kecemasan ini disebabkan oleh keadaan sakit pasien, yaitu gejala-gejala penyakit, tingkat keparahan, pengobatan serta hasil pengobatan tersebut.

(39)

peraturan yang dikenakan pada pasien, serta persepsi terhadap petugas kesehatan lainnya, mengingat banyaknya petugas kesehatan yang ada di rumah sakit.

(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang

bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Menurut Sugiyono (1999)

penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mendeskriptifkan

atau memberi gambaran terhadap satu objek yang diteliti melalui data sampel atau

populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan

yang berlaku umum. Mardalis (1990) menyatakan bahwa penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang bertujuan mendeskripsikan, mencatat, menganalisis,

dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada.

Penelitian ini tidak menguji atau tidak menggunakan hipotesa, tetapi hanya

mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti.

Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini menggunakan data

kuantitatif mengenai variabel, yang diperoleh melalui analisis skor jawaban

subjek pada skala sebagaimana adanya. Hal tersebut untuk mengetahui dan

menggambarkan tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien yang menjalani

rawat inap di Rumah Sakit Umum Tidar Magelang, tanpa membuat kesimpulan

yang berlaku secara umum di luar subjek penelitian.

(41)

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Tidar

Magelang, dikhususkan pada pasien di ruang ekonomi, karena pada umumnya

pasien di ruang ekonomi sangat terbatas dalam hal fasilitas hiburan (seperti TV,

tape atau radio). Jumlah partisipan yang diseleksi sebanyak 50 pasien yang telah

dirawat sekurang-kurangnya 2 hari, berusia di atas 17 tahun. Penentuan lama

dirawat sekurang-kurangnya 2 hari dimaksudkan agar pasien dapat merasakan

rutinitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Penentuan usia di

atas 17 tahun dimaksudkan agar data yang diperoleh dapat dipercaya, karena pada

rentang usia tersebut mereka adalah orang dewasa yang memiliki kemampuan

berpikir secara matang, mampu memberikan pendapat atau tanggapan terhadap

berbagai hal terutama hal-hal yang pernah dialaminya pada saat di rumah sakit

serta masih memiliki daya ingat yang baik.

C. Variabel Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah studi deskriptif, karena itu tidak ada kontrol

terhadap variabel. Variabel dalam penelitian ini adalah kecemasan pasien rawat

inap.

D. Definisi Operasional

Kecemasan adalah perasaan takut, baik nyata maupun tidak nyata yaitu

perasaan terancam sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak

(42)

27

berdasarkan atas kenyataan, tetapi juga dapat berdasarkan imajinasi individu.

Kecemasan yang tidak biasanya ini disebabkan oleh ketakutan akan

ketidakmampuan diri sendiri. Kecemasan ditandai dengan komponen psikologis

dan fisiologis. Adapun masing-masing artinya adalah :

1. Komponen psikologis, yaitu kecemasan yang berwujud gejala-gejala kejiwaan

seperti bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi, perasaan tidak menentu, tidak

terkontrolnya ketakutan diikuti dengan adanya keyakinan bahwa sesuatu yang

mengerikan bakal terjadi, namun tidak tahu apa yang akan terjadi tersebut

bahkan juga tidak tahu mengapa hal tersebut terjadi. Tanda lain yaitu tidak

bisa mempertahankan pikiran terpusat pada pekerjaan dan kehilangan semua

minat dalam kehidupan.

2. Komponen fisiologis, yaitu kecemasan yang berwujud gejala-gejala fisik

terutama pada fungsi sistem saraf. Sebagai contoh, tidak dapat tidur, jantung

berdebar-debar dan berdetak keras, keluar keringat dingin berlebihan, sering

gemetar, perut mual, sakit kepala, menarik nafas panjang berkali-kali,

kelelahan yang kronis, pernafasan sulit atau sulit bernafas, rasa mendesak

serta berkali-kali ingin buang air kecil, pencernaan terganggu, denyut nadi

cepat dan tekanan darah meningkat.

Pengukuran tingkat kecemasan yang dialami pasien, menggunakan skala

kecemasan yang berkaitan dengan kedua komponen di atas. Tingkat kecemasan

pasien didapat dari skor total penelitian, semakin tinggi skor total yang diperoleh

(43)

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti untuk

memperoleh data penelitian. Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data adalah skala yang disebarkan kepada subjek penelitian. Skala

ini berbentuk kuesioner yang berisi aiem-aitem yang menyajikan

pernyataan-pernyataan berdasarkan indikator kecemasan. Sedangkan yang dijadikan indikator

kecemasan dalam penelitian ini adalah komponen-komponen kecemasan menurut

Buklew (1980) dan Kisker (1982), yaitu : psikologis dan fisiologis.

Metode penyusunan skala yang digunakan adalah Summated Ratings

dengan menggunakan skala Likert yang terdiri atas 5 kategori jawaban, yaitu:

Sangat Sesuai–Sesuai–Belum Memutuskan–Tidak Sesuai–Sangat Tidak Sesuai

Menurut Hadi S. (1991) modifikasi terhadap skala Likert perlu dilakukan

untuk menghilangkan kelemahan yang dikandung oleh skala lima tingkat, yaitu :

1. Kategori Belum Memutuskan mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum

dapat memutuskan atau memberi jawaban; bisa juga diartikan netral, setuju

atau tidak, tidak setuju pun tidak; atau bahkan ragu-ragu. Kategori yang ganda

arti ini tentu saja tidak diharapkan dalam suatu instrumen.

2. Tersedianya jawaban yang di tengah itu menimbulkan kecenderungan

menjawab ke tengah terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas arah

kecenderungan jawabannya, ke arah setuju atau tudak setuju.

3. Maksud kategorisasi jawaban SS – S – TS – STS adalah terutama untuk

(44)

29

Sesuai dengan teori tersebut, maka dalam penelitian ini skala Likert

dimodifikasi menjadi 4 kategori jawaban, yaitu :

Sangat SesuaiSesuai Tidak Sesuai Sangat Tidak Sesuai

Dalam pengukuran, setiap butir pernyataan memiliki kemungkinan

mendapatkan skor/ nilai yang bergerak dari 1 sampai dengan 4 berdasarkan

kategori pernyataan favorable atau unfavorable (lihat tabel 1).

Tabel 1: Nilai/ Skor Berdasarkan Kategori Jawaban

Skor

Dengan mempertimbangkan keseimbangan jumlah item pada setiap aspek

kecerdasan emosional, maka berikut ini adalah blue print skala kecemasan

berdasarkan kategori pernyataan favorable dan unfavorable.

Tabel 2: Blue print Skala Kecemasan Jumlah Pernyataan

Berdasarkan blue print skala kecemasan di atas, berikut adalah tabel

distribusi item pra-uji coba menurut masing-masing aspek dan kategori sifat

(45)

Tabel 3: Distribusi Aitem Skala Kecemasan Pra-Uji Coba Jumlah Pernyataan

No. Komponen Kecemasan

Favorable Unfavorable seperti tidak bisa tidur, jantung berdebar-debar dan berdetak keras, keluar keringat dingin berlebihan, sering gemetar, perut mual, sulit bernafas, gangguan

F. Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian ini digunakan prosedur pengambilan data dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Tahap Uji Coba

Tahap uji coba/ try out dimaksudkan untuk menyeleksi aitem yang

sahih/ layak dan yang gugur. Data yang diperoleh dianalisa dan digunakan

untuk menentukan tingkat kesahihan aitem (validitas aitem). Aitem yang tidak

memenuhi kriteria kesahihan yang dibutuhkan dianggap gugur, selanjutnya

hanya aitem-aitem yang tidak gugur saja yang digunakan sebagai aitem pada

(46)

31

Sebelum membuat aitem, peneliti membuat blue print terlebih

dahulu. Peneliti mempersiapkan uji coba penelitian dengan terlebih dahulu

menentukan jumlah dan kriteria aitem pada skala. Setelah jumlah dan kriteria

aitem ditentukan, maka dapat dibuat skala kecemasan dengan metode

summated rating. Blue print dari skala kecemasan disusun berdasarkan

indikator pada bab 2 yang terdiri dari aitem-aitem favorable dan aitem-aitem

unfavorable. Aitem favorable adalah aitem yang memihak pada objek ukur

atau yang mengindikasikan tingginya atribut yang diukur, sedangkan aitem

unfavorable adalah aitem yang tidak memihak pada objek ukur atau yang

mengindikasikan rendahnya atribut yang diukur. Semua aitem disusun

berdasarkan blue print dan dirumuskan dalam kalimat yang jelas dan mudah

dipahami. Sebelumnya telah dilakukan evaluasi pendahuluan terhadap aitem

oleh dosen pembimbing supaya diperoleh aitem-aitem yang mampu mengukur

atribut yang akan diukur, yaitu yang sesuai dengan blue print. Beberapa aitem

yang sulit dipahami atau terlalu panjang diganti dengan kalimat yang

sederhana.

Skala kecemasan ini digunakan untuk mengungkap tinggi atau

rendahnya kecemasan yang dimiliki subjek. Secara keseluruhan aitem skala

kecemasan terdiri dari 40 aitem, yang terbagi menjadi 20 aitem favorable dan

20 aitem unfavorable. Dengan demikian aitem yang digunakan untuk try out

(47)

2. Tahap Penelitian

Tahap penelitian didahului oleh prosedur seleksi aitem. Prosedur

seleksi atau pemilihan aitem yang pertama berdasarkan evaluasi kualitatif.

Evaluasi ini untuk melihat apakah aitem yang ditulis sudah sesuai dengan blue

print dan indikator perilaku yang hendak diungkapnya, apakah aitem yang

ditulis sesuai dengan kaidah penulisan yang benar dan melihat apakah

aitem-aitem yang ditulis masih mengandung social desirability yang tinggi.

Selanjutnya dilakukan prosedur seleksi aitem pada kelompok subjek yang

hendak dikenai skala dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap

parameter-parameter aitem.

Pemeriksaan data uji coba aitem secara kuantitatif dilakukan

dengan melakukan perhitungan statistik. Perhitungan statistik tersebut

menggunakan bantuan komputer dengan program Statistical Product & Service

Solutions (SPSS) 12 for Windows. Perhitungan statistik tersebut bertujuan

untuk menyeleksi aitem. Dengan melakukan proses seleksi aitem maka akan

diperoleh aitem yang memiliki kualitas tinggi dan rendah. Kualitas yang

dimaksudkan adalah keselarasan atau juga disebut konsistensi aitem total

(Azwar, 2000). Dasar kerja yang digunakan dalam proses seleksi aitem tersebut

adalah memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan

fungsi ukur tes. Pengujian keselarasan fungsi aitem dengan fungsi tes tersebut

dengan melakukan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada tiap

aitem dengan kriteria yang relevan yaitu distribusi skor total tes itu sendiri.

(48)

33

korelasi aitem total (rix) atau daya beda aitem. Dalam penelitian ini teknik

korelasi yang digunakan adalah formula koefisien korelasi product moment

Pearson. Setelah memperoleh koefisien korelasi aitem total dari tiap butirnya,

langkah selanjutnnya yaitu memilih aitem berdasarkan koefisien korelasi aitem

total. Menurut Azwar (1999), sebagai kriteria pemilihan aitem berdasarkan

koefisien korelasi aitem total biasanya menggunakan batasan rix≥ 0,30. batasan

tersebut merupakan suatu konvensi. Apabila aitem yang diinginkan belum

mencukupi, maka penyusun tes diperbolehkan menurunkan (sedikit) batas

kriteria pemilihan aitem 0,30 menjadi 0,25 disertai pertimbangan

proporsionalitas jumlah aitem, komposisi aspek-aspek yang mendasari skala

tersebut, dan kualitas aitemnya (Azwar, 1999).

Setelah melalui analisa statistik, akan diperoleh aitem yang sahih

untuk digunakan sebagai aitem penelitian, kemudian skala akan disebarkan

kepada subjek penelitian yang telah ditentukan. Data yang telah diperoleh akan

dianalisis dengan analisis deskriptif yang bertujuan untuk memberikan

gambaran mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari kelompok subjek

yang diteliti. Langkah selanjutnya adalah membuat kesimpulan berdasarkan

analisis tersebut, menyajikan kesimpulan berdasarkan analisis tersebut, dan

menyajikan kesimpulan dan seluruh hasil penelitian dalam bentuk sajian

(49)

G. Validitas dan Reliabilitas

Suatu alat pengukur dalam suatu penelitian harus memenuhi validitas

(kesahihan) dan reliabilitas (kehandalan) agar alat ukur tersebut dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pada skala kecemasan inipun dijalankan

suatu prosedur pengukuran validitas dan reliabilitas.

1. Validitas

Validitas merupakan pengukuran kesahihan suatu alat ukur.

Menurut Hadi (1992), suatu alat ukur dianggap baik dan jitu dalam

mengukur apa yang seharusnya diukur sesuai dengan tujuan penelitian jika

alat tes tersebut memiliki validitas yang tinggi. Uji kesahihan merupakan

tingkat kemampuan suatu instrumen atau alat penelitian untuk mengungkap

sesuatu yang menjadi sasaran pokok penelitian yang dilakukan dengan

instrumen atau alat penelitian tersebut (Hadi, 1991).

Penelitian ini akan menguji validitas alat ukur dengan

menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah pengukuran validitas yang

didasarkan pada kesesuaian isi tes yaitu: aitem-aitem skala dan tabel

spesifikasi, dengan tujuan penelitian. Validitas isi dimaksudkan untuk

mengetahui sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup seluruh kawasan

isi objek yang hendak diukur (Azwar, 2000). Pengukuran validitas ini dapat

dilakukan dengan metode Professional Judgement (Azwar, 1995), yaitu

penilaian validitas terhadap suatu alat ukur yang diberikan oleh orang-orang

yang dianggap ahli dan profesional di bidangnya, dalam hal ini adalah dosen

(50)

35

2. Reliabilitas

Menurut Azwar (1997), walaupun reliabilitas mempunyai berbagai

nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan,

konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep

reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.

Tingginya tingkat reliabilitas dapat dilihat dari tingginya nilai

koefisien reliabilitas yang mendekati nilai 1 (satu) berdasarkan rumus-rumus

reliabilitas. Pendekatan ini juga mempunyai nilai praktis dan efisiensi yang

tinggi, karena hanya dilakukan satu kali pada sekelompok subjek (Azwar,

1997). Pengukuran reliabilitas dan uji analisis dalam penelitian ini dilakukan

dengan perhitungan reliabilitas koefisien alpha (α) dari Cronbach dengan

menggunakan program SPSS 12 for Windows. Jika hasil koefisien alpha dari

skala tersebut mendekati koefisien sempurna yaitu 1 (satu), maka skala tersebut

dinyatakan reliabel.

H. Analisis Data

Metode analisis data yang akan digunakan untuk menganalisis

hasil pengumpulan data adalah metode statistik. Statistik yang digunakan

adalah statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel,

perhitungan nilai maksimum, nilai minimum, mean teoretis, mean empiris, dan

standar deviasi serta perhitungan prosentase. Kemudian, penentuan kategori

(51)

penentuan kategorisasi jenjang adalah berdasarkan standar deviasi dan mean

teoritik sebagai berikut:

X minimum teoritik : skor paling rendah yang mungkin diperoleh subjek

pada skala, yaitu 1.

X maksimum teoritik : skor paling tinggi yang mungkin diperoleh subjek

pada skala, yaitu 4.

Range : luas jarak sebaran antara nilai maksimum dan nilai

minimum.

Standar Deviasi (σ) : luas jarak sebaran yang dibagi dalam 6 satuan

deviasi standar.

Mean (µ) : mean teoretis, yaitu rata-rata teoretis dari skor

maksimum dan minimum.

Penggolongan akan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

Luas interval yang mencakup setiap kategori ditetapkan sebagai berikut:

( µ + 1,0 σ ) ≤X = Kategori Tinggi

( µ – 1,0 σ ) ≤ X < ( µ + 1,0 σ ) = Kategori Sedang

(52)

BAB IV

LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah Penelitian

1. Sejarah Rumah Sakit Umum Tidar Magelang

Rumah Sakit Umum (RSU) Tidar Kota Magelang milik Zending.

Kemudian pada tanggal 1 Januari 1932 menjadi Balai Pengobatan, dan pada

tanggal 25 Mei 1932 resmi menjadi Rumah Sakit Umum Tidar Kota

Magelang yang dipimpin oleh Dr. Drich Meyr.

Tanggal 1 Desember 1943 diambil alih oleh kota praja dan

dipimpin oleh Drs. Soeparman Tjokroatmodjo, dan sampai sekarang telah

mengalami 12 kali pergantian pimpinan. RSU Tidar Magelang menjadi

Rumah Sakit Tipe C, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 51/

Menkes/ SK/ II/ 79 tentang penetapan rumah sakit-rumah sakit umum

pemerintah pada tanggal 22 Desember 1979.

Tanggal 30 Juni 1993 RSU Tidar Magelang menjadi unit Ujicoba

Swadana dengan Surat Keputusan Walikotamadya No. 445/ 160/ 02/ 93

tentang Ujicoba Rumah Sakit Umum Daerah Kodya Dati II Magelang sebagai

Unit Swadana Daerah. Persetujuan RSU Tidar Magelang menjadi Unit

Swadana turun pada tanggal 25 April 1994. Surat Keputusan Menteri Dalam

Negeri No. 443-33-163 turun pada tanggal 20 Februari 1995 tentang

Pengesahan Peraturan Daerah Kodya Magelang No. 7 tahun 1992 tentang

(53)

Penetapan Rumah Sakit Umum Tidar Magelang menjadi Unit Swadana

Daerah.

Rumah Sakit Umum Tidar Magelang berubah dari tipe C menjadi

tipe B pada tanggal 30 Januari 1995 berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 108/ Menkes/ SK/ 95 tentang Peningkatan

Kelas RSUD Tidar milik Pemerintah Daerah Tingkat II Kodya Magelang.

2. Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Tidar Magelang a. Visi Rumah Sakit Umum Tidar Magelang

Visi Rumah Sakit Umum Tidar Magelang adalah “Rumah

Sakit Umum Tidar Magelang yang bersih dan nyaman, melaksanakan

pelayanan yang bermutu tinggi”.

Artinya adalah:

1) RSU Tidar Magelang adalah wadah dimana usaha yang

dilaksanakan adalah usaha kesehatan.

2) Usaha kesehatan yang dilakukan ini meliputi:

a) Pelayanan medik

b) Pelayanan perawatan

c) Pelayanan administrasi

3) Pengupayaan usaha kesehatan tersebut dilaksanakan dengan

cara-cara terhormat (bersih dari kontaminasi “kotoran” dari segala

(54)

39

4) Cara-cara tersebut diharapkan agar citra keberadaan RSU Tidar

Magelang bisa benar-benar dirasakan dan dibutuhkan oleh

masyarakat dan pada gilirannya merupakan bagian yang

terpisahkan dari masyarakat.

b. Misi Rumah Sakit Umum Tidar Magelang

Misi: “Rumah Sakit Umum Tidar Magelang menempatkan

diri sebagai Rumah Sakit Daerah Rujukan memberikan pelayanan

profesional sebagai manifestasi pengabdiannya pada kemanusiaan.”

Artinya:

1) RSU Tidar Magelang menempatkan diri sebagai rumah sakit

rujukan, berarti RSU Tidar Magelang harus menjaga dirinya agar

tetap sebagai rumah sakit yang superias terhadap rumah sakit

lainnya di Magelang pada khususnya dan karesidenan Kedu pada

umumnya.

2) Dasar profesionalisme dalam hal ini adalah dasar dan pola pikir

dari semua kegiatan-kegiatan yang ada di RSU Tidar Magelang.

3) Kriteria profesional dalam hal ini bercirikan:

a) Mempunyai pendidikan dasar

b) Mempunyai pengetahuan dan keterampilan berdasarkan teori

c) Mempunyai naluri pelayanan kepada masyarakat

d) Mempunyai otonomi dalam membuat keputusan

(55)

4) RSU Tidar Magelang telah memilih dan menempatkan dirinya

sebagai tempat pengabdian pada kemanusiaan dengan penuh

kepedulian dan memperlakukannya dengan dasar peri

kemanusiaan.

5) Memberikan pelayanan dan dalam bekerja harus berdasarkan

keilmuan yang mutakhir dan tidak ketinggalan zaman. Pelaksanaan

keilmuan yang mutakhir memerlukan alat dan biaya yang tinggi,

oleh karena itu harus juga disesuaikan dengan keadaan-keadaan

lain misalnya tingkat kemampuan rumah sakit, pengguna alat, dan

masyarakat.

6) Pelanggan RSU Tidar Magelang terutama pada pasiennya harus

diperlakukan sebagai manusia seutuhnya yang membutuhkan

pertolongan. Manusia adalah sangat kompleks, oleh karena itu

dalam memberikan pertolongan juga harus dipikirkan seluruh

aspek dari masyarakat itu, harus diingat bahwa yang meminta

pertolongan adalah manusia bukan dengan tubuh yang sakit saja.

Rumah Sakit Umum Tidar Magelang bertujuan untuk memberikan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat Magelang dan sekitarnya dengan

mengutamakan penyembuhan penderita dan memulihkan keadaan cacat badan

jiwa. Dilaksanakan secara terpadu dengan upaya serta melaksanakan upaya

rujukan. RSU Tidar Magelang juga menyediakan dan menyelenggarakan

pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan

(56)

41

B. Persiapan Penelitian 1. Uji Coba

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilaksanakan uji

coba/ try out skala penelitian. Uji coba ini ditujukan untuk menentukan apakah

aitem-aitem pernyataan pada skala penelitian dapat dianggap baik dan layak

untuk dipakai dalam penelitian. Selanjutnya hasil uji coba digunakan untuk

memisahkan aitem yang layak dengan yang gugur, sebab hanya aitem yang

baik/ layak saja yang akan digunakan. Secara keseluruhan, dengan

memperhatikan tingkat keseimbangan jumlah aitem pada setiap komponen,

hasil uji coba akan digunakan untuk menentukan apakah skala yang telah

disusun layak digunakan untuk penelitian.

Uji coba dilaksanakan terhadap subjek yang memiliki karakteristik

yang sama dengan subjek penelitian yang sesungguhnya, dengan jumlah yang

memadai atau mendekati jumlah subjek penelitian yang sesungguhnya. Hal ini

perlu dilakukan untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan tujuan

penelitian. Uji coba skala dilaksanakan pada tanggal 23 September 2006 – 7

Oktober 2006 di Rumah Sakit Tk. III 04.06.03 (Rumah Sakit DKT)

Yogyakarta. Pada tahap uji coba ini disebarkan 60 eksemplar di 2 bangsal.

Dari 60 eksemplar tersebut, 10 eksemplar kosong karena ada 10 pasien yang

menolak mengisi skala, sehingga total jawaban responden yang dianalisis

secara statistik sebanyak 50 eksemplar sehingga sumber data yang dapat

(57)

2. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Validitas

Penelitian ini menggunakan validitas isi. Untuk pengujian validitas

isi dilakukan dengan Profesional Judgement (Azwar, 1997), yaitu semua

aitem dalam skala penelitian ini dikoreksi oleh orang yang sudah ahli,

yaitu dosen pembimbing, untuk memastikan bahwa aitem-aitem tersebut

mencakup keseluruhan isi objek yang hendak diukur.

b. Reliabilitas

Reliabilitas dalam penelitian ini diuji dengan pendekatan

konsistensi internal, yaitu melalui prosedur koefisien alpha ( α ) dari

Cronbach. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan menggunakan

program SPSS 12 for Windows, untuk Skala Kecemasan memiliki

koefisien alpha sebanyak 0.9476. Hasil koefisien alpha dari skala tersebut

menunjukkan bahwa skala tersebut dinyatakan reliabel karena mendekati

koefisien sempurna yaitu 1 (satu).

3. Hasil Uji Coba

Analisis aitem dilakukan dengan cara menghitung korelasi aitem

total (rit) dengan menggunakan batasan 0,30 yang berarti aitem dengan nilai rit

di atas 0,30 dianggap baik/ layak, sedangkan aitem dengan nilai di bawah 0,30

dianggap buruk/ gugur. Batasan 0,30 digunakan karena dalam pengembangan

dan penyusunan skala-skala psikologi digunakan harga koefisien korelasi yang

(58)

43

Pengujian kesahihan terhadap 40 aitem skala Kecemasan

menghasilkan 4 aitem yang gugur dan 36 aitem yang sahih/ layak. Keempat

aitem yang gugur tersebut terdiri atas 2 aitem dari komponen psikologis dan 2

aitem dari komponen fisiologis. Masing-masing dari 4 aitem tersebut memiliki

rit kurang dari 0,30.

Tiga puluh enam aitem yang sahih memiliki rit yang berkisar antara

0,3821 (terendah) sampai dengan 0,7585 (tertinggi). Ke-36 aitem sahih inilah

yang kemudian diacak dan akan dipakai sebagai bentuk final pada skala

penelitian. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 4 dan 5 berikut:

Tabel 4.

Distribusi Nomor Aitem Uji Coba Skala Kecemasan menurut Komponen dan Sifat Favorable/ Unfavorable

Nomor Pernyataan

Favorable Unfavorable No. Komponen

Kecemasan

Sahih Gugur Sahih Gugur

Jumlah

1. Psikologis 1,2,5,10,15,24,

(59)

Tabel 5.

Distribusi Aitem Penelitan Skala Kecemasan Menurut Komponen dan Sifat Favorable/ Unfavorable

Nomor Pernyataan No. Komponen

Kecemasan Favorable Unfavorable

Jumlah

C. Hasil Penelitian

Penyebaran skala penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Tidar

Magelang, pada tanggal 20 – 24 November 2006. Skala penelitian yang

disebarkan berjumlah 50 eksemplar untuk subjek (pasien rawat inap) yang berada

di ruang/ bangsal ekonomi yang berjumlah 4 ruang/ bangsal perawatan. Dari 50

eksemplar skala yang disebarkan pada pasien di masing-masing bangsal, semua

dapat diisi dan dikembalikan, yaitu 50 eksemplar, yang kemudian digunakan

sebagai sumber data yang dapat dianalisa.

1. Tingkat Kecemasan

Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien yang menjalani rawat

inap di RSU Tidar Magelang, maka skor total masing-masing subjek yang telah

(60)

45

adalah langkah perhitungan untuk menentukan kategori tingkat kecemasan

subjek:

X minimum teoritik : 36 x 1 = 36

X maksimum teoritik : 36 x 4 = 144

Range : 144 – 36 = 108

Standar Deviasi (σ) : 108 : 6 = 18

Mean (µ) : 144 + 36 = 180

2 2 = 90

Dengan SD (σ) = 18, dan Mean (µ) = 90, maka diperoleh hitungan untuk

kategori sebagai berikut:

( 90 + 1,0 x 18 ) ≤X = Kategori Tinggi

( 90 – 1,0 x 18 ) ≤ X < ( 90 + 1,0 x 18 ) = Kategori Sedang

X < ( 90 – 1,0 x 18 ) = Kategori Rendah

Sehingga kategorinya adalah:

SKOR KATEGORI

< 72 Rendah

72 – 108 Sedang

> 108 Tinggi

Kemudian untuk mengetahui jumlah dan prosentase subjek pada

masing-masing kategori tingkat kecemasan maka dilakukan perhitungan dengan hasil

(61)

Tabel 6. Tingkat Kecemasan

Kategori Jumlah Subjek Prosentase

Rendah ( skor < 72 ) 5 10 %

Sedang ( skor 72 – 108 ) 23 46 %

Tinggi ( skor > 108 ) 22 44 %

Tabel di atas menunjukkan hasil penelitian bahwa 5 subjek (10 %)

mempunyai tingkat kecemasan rendah, 23 subjek (46 %) mempunyai tingkat

kecemasan sedang, serta 22 subjek (44 %) mempunyai tingkat kecemasan

tinggi.

2. Data Pada Setiap Komponen Kecemasan

Setelah mengetahui deskripsi tingkat kecemasan secara

keseluruhan serta mengingat bahwa kecemasan dalam penelitian ini terdiri dari

2 komponen, maka peneliti mengembangkan penelitian untuk mengetahui

deskripsi tingkat kecemasan pada masing-masing komponen. Hal ini perlu

dilakukan agar diperoleh data yang lengkap mengenai komponen-komponen

dominan pada tingkat kecemasan subjek. Untuk memperoleh luas interval

kategori yang sesuai pada setiap komponen, maka dilakukan perhitungan

sebagai berikut:

a. Komponen Psikologis

X minimum teoritik : 18 x 1 = 18

X maksimum teoritik : 18 x 4 = 72

(62)

47

Kemudian untuk mengetahui jumlah dan prosentase subjek pada

komponen psikologis maka dilakukan perhitungan dengan hasil sebagai

berikut:

Tabel 7.

Komponen Psikologis Kecemasan

Kategori Jumlah Subjek Prosentase

Rendah ( skor < 72 ) 5 10 %

Sedang ( skor 72 – 108 ) 24 48 %

Tinggi ( skor > 108 ) 21 42 %

Tabel di atas menunjukkan hasil penelitian bahwa 5 subjek (10 %)

mempunyai tingkat kecemasan rendah, 24 subjek (48 %) mempunyai

tingkat kecemasan sedang, serta 21 subjek (42 %) mempunyai tingkat

(63)

b. Komponen Fisiologis

Kemudian untuk mengetahui jumlah dan prosentase subjek pada

komponen fisiologis maka dilakukan perhitungan dengan hasil sebagai

berikut:

Tabel 8.

Komponen Fisiologis Kecemasan

Kategori Jumlah Subjek Prosentase

Rendah ( skor < 72 ) 5 10 %

Sedang ( skor 72 – 108 ) 25 50 %

(64)

49

Tabel di atas menunjukkan hasil penelitian bahwa 5 subjek (10 %)

mempunyai tingkat kecemasan rendah, 25 subjek (50 %) mempunyai

tingkat kecemasan sedang, serta 20 subjek (40 %) mempunyai tingkat

kecemasan tinggi.

Sesuai dengan hasil penghitungan luas interval kategori bagi setiap

komponen tersebut, berikut tabel kategori kecemasan subjek pada setiap

komponen:

Tabel 9.

Kategori Tingkat Kecemasan Pada Setiap Komponen

Psikologis Fisiologis Kategori

X < 36 X < 36 Rendah

36 ≤ X < 54 36 ≤ X < 54 Sedang

54 ≤ X 54 ≤ X Tinggi

Setelah diperoleh kategori yang sesuai bagi setiap komponen, maka

peneliti dapat memasukkan data untuk dianalisa dan digolongkan menurut

komponennya seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 10.

Data Tingkat Kecemasan Pada Setiap Komponen Komponen

Kecemasan

Kategori Jumlah Subjek Prosentase

(65)

Dari tabel di atas dapat diketahui komponen yang terlihat bahwa sebagian

besar subjek memiliki tingkat kecemasan yang cenderung sedang, baik untuk

komponen psikologis (48 %) maupun komponen fisiologis (50 %). 21 orang (42

%) memiliki tingkat kecemasan yang tinggi untuk komponen psikologis,

sedangkan 20 orang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi untuk komponen

fisiologis. Sedangkan 5 orang (10 %) memiliki tingkat kecemasan yang rendah

baik untuk komponen psikologis maupun fisiologis.

Dalam penelitian ini, peneliti juga tertarik untuk melihat besarnya tingkat

kecemasan yang dialami oleh subjek laki-laki maupun perempuan. Berikut akan

ditampilkan data hasil penelitian berupa tingkat kecemasan pasien yang menjalani

rawat inap di RSU Tidar Magelang berdasarkan pada jenis kelamin. Dari 50

subjek penelitian, 27 subjek berjenis kelamin laki-laki dan 23 subjek berjenis

kelamin perempuan. Untuk memperoleh luas interval kategori yang sesuai pada

masing-masing jenis kelamin, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:

a. Subjek Laki-Laki

X minimum teoritik : 36 x 1 = 36

X maksimum teoritik : 36 x 4 = 144

Range : 144 – 36 = 108

Standar Deviasi (σ) : 108 : 6 = 18

Mean (µ) : 144 + 36 = 180

2 2

= 90

Dengan SD (σ) = 18, dan Mean (µ) = 90, maka diperoleh hitungan

Gambar

Tabel 2: Blue print Skala Kecemasan
Tabel 3: Distribusi Aitem Skala Kecemasan Pra-Uji Coba
Tabel 4. Distribusi Nomor Aitem Uji Coba Skala Kecemasan
Tabel 5. Distribusi Aitem Penelitan Skala Kecemasan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui outcome terapi yang meliputi cara keluar dan kondisi keluar pada pasien pediatri dengan diagnosa gastroenteritis akut di instalasi rawat inap rumah sakit

PENILAIAN KINERJA PELAYANAN PERAWAT PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM

Maka upaya yang dilakukan oleh RSUD Tidar Kota Magelang untuk memberikan pelayanan prima terhadap pasien dapat terwujud, sehingga tujuan untuk mendapatkan jumlah

Manfaat teoritis penelitian, diharapkan dapat memberikan gambaran penggunaan obat pasien rawat jalan di Rumah Sakit Harapan Magelang pada periode Juni 2007 – Mei 2008,

Tingkat kepuasan pasien umum rawat jalan di Rumah Sakit Lestari Raharja Kota Magelang periode Maret 2018 dalam katagori puas dalam pelayanan informasi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan model terapi yang tersedia pada pasien pneumonia rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Penelitian

• Kekurangan daya tampung Rumah Sakit Umum Tidar dapat dialihkan ke fasilitas – fasilitas kesehatan lainnya yang menyediakan pelayanan kesehatan

pasien yang berkunjung di Rumah Sakit Umum Kabupaten Sragen untuk mengetahui seberapa tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan khususnya pasien yang rawat inap di