BAB II
komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia, karena
selain buahnya dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai kapasitas
menaikkan pendapatan petani, sebagai bahan baku industri, memiliki peluang
eksport, membuka kesempatan kerja serta sebagai sumber vitamin C (Yudi, 2007).
Cabai merupakan komoditas yang dibutuhkan sehari-hari, mampu berproduksi
di dataran rendah maupun dataran tinggi dan relatif tahan terhadap serangan penyakit.
Harganya tidak begitu bergejolak. Beberapa kelebihannya cabai bisa dijadikan
komoditas pilihan dalam beragribisnis (Setiadi, 2005).
2.2Morfologi dan Botani
Klasifikasi botani tanaman cabai adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L (Kurnianti, 2010).
Cabai merupakan tanaman musiman dengan tinggi dapat mencapai satu meter,
daun berwarna hijau tua, berbentuk bujur telur dan bunga soliter dengan daun bunga
putih. Tanaman cabai keriting merupakan tumbuhan perdu yang berkayu, tumbuh di
daerah dengan iklim tropis. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang biak
didataran tinggi maupun dataran rendah (Setiadi, 2005).
Morfologi dari tanaman cabai adalah sebagai berikut :
1) Akar
Perakaran tanaman cabai merupakan akar tunggang yang terdiri atas akar
utama (primer) dan akar laterl (sekunder), dari akar lateral keluar serabut-serabut akar
(akar tersier). Panjang akar primer berkisar 35-50 cm. Akar lateral menyebar dengan
panjang berkisar 35-45 cm (Kurnianti, 2010).
2) Batang
Batang utama tanaman cabai tegak lurus dan kokoh, tinggi sekitar 30-40 cm,
dan diameter batang sekitar 1,5-3,0 cm. Batang utama berkayu dan berwarna cokelat
kehijauan. Pada budidaya cabai intensif pembentukan kayu pada batang utama mulai
terjadi pada umur 30-40 hari setelah tanam (HST). Pada setiap ketiak daun akan
tumbuh tunas baru yang dimulai pada umur 10-15 HST. Namun pada budidaya cabai
intensif, tunas-tunas baru itu haru dirempel. Pertambahan panjang tanaman cabai
diakibatkan oleh pertumbuhan kuncup secara terus-menerus. Pertumbuhan seperti ini
sekunder dan cabang sekunder membentuk percabangan tersier terus- menerus. Pada
budidaya cabai secara intensif akan terbentuk sekitar 11-17 percabangan pada satu
periode pembungaan (Kurnianti, 2010).
3) Daun
Daun tanaman cabai bervariasi menurut spesies dan varietasnya. Ada daun
yang berbentuk oval, lonjong, bahkan ada yang Ian-set. Warna permukaan daun
bagian atas biasanya hijau muda, hijau, hijau tua, bahkan hijau kebiruan. Sedangkan
permukaan daun pada bagian bawah umumnya berwarna hijau muda, hijau pucat atau
hijau. Permukaan daun cabai ada yang halus adapula yang berkerut-kerut. Ukuran
panjang daun cabai antara 3-11 cm, dengan lebar antara 1-5 cm (Kurnianti, 2010).
4) Bunga dan Buah
Seperti umumnya famili Solanaceae, bunga tanaman cabai berbentuk
terompet (hyporcrateriformis). Bunga tanaman cabai tergolong bunga yang lengkap
(completus) karena terdiri dari kelopak bunga (calyx), mahkota bunga (corrola),
benang sari (stamen), dan putik (pistillium). Alat kelamin jantan (benang sari) dan
alat kelamin betina (putik) pada tanaman cabai terletak dalam satu bunga sehingga
disebut berkelamin dua (hermaphroditus). Bunga cabai tumbuh di percabangan
(ketiak daun), terdiri dari 6 helai kelopak bunga berwarna hijau dan 5 helai mahkota
bunga berwarna putih. Bunga tanaman cabai merupakan bunga sempuma, artinya
dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina. Pemasakan bunga jantan
dan bunga betina dalam waktu yang sama (atau hampir sama), sehingga tanaman
ditanam di lahan dalam jumlah yang banyak, hasilnya lebih baik dibandingkan
tanaman cabai yang ditanam sendirian. (Kurnianti, 2010).
Tangkai putik berwarna putih dengan kepala putik berwarna kuning
kehijauan, dalam satu bunga terdapat satu putik dan enam benang sari. Tangkai sari
berwarna putih dengan kepala sari berwarna biru keunguan. Setelah penyerbukan
akan terjadi pembuahan. Saat pembentukan buah, mahkota bunga rontok tetapi
kelopak bunga tetap menempel pada buah. Bentuk buah bervariasi, tergantung pada
varietasnya (Kurnianti, 2010).
2.3Hama Aphids (Aphis gossypii)
Kutu aphid merupakan serangga super kecil (ukurannya 1/32 sampai 1/8 inci).
Walaupun kecil, tapi masih bisa dilihat dengan mata telanjang. Di bagian mulutnya
memiliki tindik penghisap. Aphid menyerang daun cabai (dan banyak tanaman
budidaya lainnya) dengan cara menghisap cairan dalam daun, terutama pada daun
muda dan pucuk. Aphid juga menyerang jaringan batang tanaman yang lunak,
mencuri nutrisi di dalamnya (Romaito, 2011).
Aphids merupakan hama yang dapat merusak tanaman cabai. Serangannya
hampir sama dengan tungau namun akibat cairan dari daun yang dihisapnya
menyebabkan daun melengkung ke atas, keriting dan belang-belang hingga akhirnya
dapat menyebabkan kerontokan. Berbeda dengan mite, kutu aphid memiliki
kemampuan berkembang biak dengan cepat karena selain dapat memperbanyak
dan pembiakan aphid biasa meningkat terutama pada musim panas dan kering
(Romaito, 2011).
Sumber : Halil, 2011
Gambar 1. Kutu Aphid (Aphis gossypii)
Aphid ini ada 2 macam yaitu aphid bersayap dan tidak bersayap, perbedaan
ini dikarenakan adanya kompetisi makanan. Jika populasi aphid dalam 1 rumpun
tanaman sangat banyak maka tubuh aphid ini akan membentuk sayap untuk
memudahkan bermigrasi ke tempat yang lebih menguntungkan. Perpindahan aphid
sejauh 5 meter per hari apabila berjalan, 5 km per hari untuk aphid yang bersayap
dan apabila dibantu oleh hembusan angin dapat mencapai 200 km per hari (Imbran,
2011).
Secara umum, aphid menimbulkan sejumlah dampak pada tanaman cabe yaitu
menguning, layu, dan rontok, pertumbuhan terhambat, tanaman menjadi kerdil, tunas
dan percabangan tidak berkembang, tanaman gagal berbunga, sehingga
produktivitas/hasil panen sangat rendah. Aphid juga adalah vektor kepada penyakit
virus terhadap tanaman. Ini berlaku semasa aphid menghisap cairan dari tanaman,
aphid juga boleh menyuntik kandungan toksin dan memindahkan virus kepada
tanaman, terutama dari aphid dewasa yang bersayap. Tanaman yang dijangkiti
penyakit virus akan terbantut dan kehijauan daun tidak seragam. Daun kelihatan
berbelak-belak hijau tua dan hijau muda. Tulang utama daun akan berkelot (keriting)
dan daun muda menjadi tirus serta keras (Ristyadi, 2011).
Aphid juga mendatangkan penyakit lain seperti kulat (cendawan). Ini berlaku
bilamana manisan (sisa buangan, madu) yang dikeluarkan oleh aphid secara
berlebihan akan mengenai bunga, daun, buah dan batang pokok. Dalam kebanyakan
keadaan, pada kebiasaannya dimana terdapat kaloni aphid yang mengerumuni
tanaman, maka akan juga terdapat kehadiran semut (semut hitam) yang bertindak
melindungi aphid dari serangan pemangsa. Ini karena semut akan memperoleh
manisan (madu) dari pada sisa buangan yang dikeluarkan oleh aphid (Ristyadi, 2011).
Para penyelidik mendapati hasil dari pada keakraban dan kerjasama ini, semut
akan mengiringi sambil melindungi aphid ke daun atau pokok yang baru. Populasi
semut juga hendaklah di hapuskan karena semut seringkali menjadi sahabat baik dan
pelindung bagi aphid dari serangga pemusnah seperti ladybird, laba-laba dan larva
2.4 Penggunaan Pestisida Nabati
Berkembangnya penggunaan pestisida sintesis (menggunakan bahan kimia
sintetis) yang dinilai praktis oleh para pencinta tanaman untuk mengobati tanamannya
yang terserang hama, ternyata membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar
bahkan bagi penggunanya sendiri. Catatan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia)
mencatat bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya terjadi keracunan pestisida sintesis
antara 44.000 - 2.000.000 orang bahkan dari angka tersebut yang terbanyak terjadi di
negara berkembang. Dampak negatif lain dari penggunaan pestisida sintesis
diantaranya adalah :
1. Meningkatnya daya tahan hama terhadap pestisida
2. Membengkaknya biaya perawatan akibat tingginya harga pestisida
3. Penggunaan yang salah dapat mengakibatkan racun bagi lingkungan, manusia
serta ternak
Cukup tingginya bahaya dalam penggunaan pestisida sintetis, mendorong
usaha untuk menekuni pemberdayaan pestisida alami yang mudah terurai dan tidak
mahal. Penyemprotan terhadap hama yang dapat mengakibatkan rasa gatal, pahit
rasanya atau bahkan bau yang kurang sedap ternyata dapat mengusir hama untuk
tidak bersarang di tanaman yang disemprotkan oleh pestisida alami. Oleh karena itu
jangan heran bila penggunaan pestisida alami umumnya tidak mematikan hama yang
ada, hanya bersifat mengusir hama dan membuat tanaman yang kita rawat tidak
nyaman ditempati (Gunungsari, 2013).
yang ada di sekitar kita. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi
pencemaran lingkungan, harganya relatif murah apabila dibandingkan dengan
pestisida kimia. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik yaitu :
a. Merusak perkembangan telur, larva dan pup
b. Menghambat penggantian kulit
i. Menghambat perkembangan patogen penyakit (Harysaksono, at al 2008).
Namun demikian pestisida nabati masih memiliki beberapa keunggulan
maupun kekurangan.
1. Keunggulan dari pestisida nabati diantaranya adalah sebagai berikut :
Murah dan mudah dibuat oleh petani
Relatif aman terhadap lingkungan
Tidak menyebabkan keracunan pada tanaman
Sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama
Menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida
2. Kekurangannya dari pestisida nabati diantaranya adalah sebagai berikut :
Daya kerjanya relatif lambat
Tidak membunuh jasad sasaran secara langsung
Tidak tahan terhadap sinar matahari
Tidak tahan disimpan
Kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang (Harysaksono, at al
2008).
Pestisida alami merupakan pemecahan jangka pendek untuk mengatasi
masalah hama dengan cepat. Pestisida alami harus menjadi bagian dari sistem
pengendalian hama terpadu, dan hanya digunakan bila diperlukan (tidak digunakan
jika tidak terdapat hama yang merusak tanaman). Perlu diketahui bahwa ada berbagai
macam tanaman yang digunakan sebagai pestisida nabati, dalah salah satunya adalah
brotowali (Baharuddin, 2011).
2.5 Tanaman Brotowali
Brotowali merupakan tumbuhan merambat dengan panjang mencapai 2,5 m
atau lebih, biasa tumbuh liar dihutan,ladang atau ditanam dihalaman dekat pagar dan
biasanya ditanam sebagai tumbuhan obat. Batang sebesar jari kelingking, berbintil-
bintil rapat,dan rasanya pahit. Daun tunggal,bertangkai dan berbentuk seperti jantung
atau agak membundar, berujung lancip dengan panjang 7-12 cm dan lebar 5-10 cm.
Brotowali menyebar merata hampir diseluruh wilayah Indonesia dan beberapa
negara lain di Asia Tenggara dan India. Brotowali tumbuh baik di hutan terbuka atau
semak belukar didaerah tropis (Baharuddin, 2011).
Sumber : Baharuddin, 2011
Gambar 2. Daun Brotowali
Kandungan kimia brotowali yaitu batang dan daun brotowali mengandung
alkaloid, dammar lunak, pati, glikosida pikroretosid, zat pahit pikroretin, harsa,
berberin, dan palmatin. Akarnya mengandung alkaloid, berberin, dan kolumbin