• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuhan Keperawatan pada Ibu Post Sectio Caesarea - ANDINI MAGHFIROH BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuhan Keperawatan pada Ibu Post Sectio Caesarea - ANDINI MAGHFIROH BAB II"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuhan Keperawatan pada Ibu Post Sectio Caesarea

2.1.1 Pengkajian

Pengkajian adalah fondasi dari proses keperawatan. Pengumpulan

data yang dapat mengarah pada identifikasi status kesehatan, kekuatan

dan masalah klien untuk menegakkan diagnosis keperawatan, yang

memberikan acuan untuk intervensi dan implementasi keperawatan

dan mengurangi masalah-masalah klien (Christensen & Kenney,

2009).

Tujuan anamnesa adalah kumpulan beberapa informasi subjektif

yang diperoleh dari apa yang telah dipaparkan oleh pasien terkait

dengan masalah kesehatan yang menyebabkan pasien melakukan

kunjungan ke palayanan kesehatan pasien (Niman, 2013). Hal-hal

yang perlu dikaji riwayat ibu nifas yaitu:

1. Data umum klien

2. Riwayat kesehatan

Bertujuan untuk mendapatkan dan mengenal tentang psikososial,

suku, dan latar belakang budaya yang berpengaruh terhadap

kondisi kesehatan pasien (Niman, 2013).

3. Genogram.

8

(2)

22

4. Riwayat kehamilan dan persalinan.

5. Riwayat kehamilan saat ini

6. Masalah ginekologi.

7. Riwayat KB.

8. Pola Psikososial, terdiri dari:

a. Pola pikir dan persepsi.

b. Suasana hati.

c. Hubungan/ komunikasi.

d. Kebiasaan seksual.

e. Pertahanan koping.

f. Sistem nilai dan kepercayaan.

g. Tingkat perkembangan.

9. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik merupakan bagian dari proses assessment yang

dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi mengenai

gambaran lengkap tentang keadaan fungsi fisiologis (Niman,

2013).

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu post partum meliputi :

a. Status obstertik

(Gravida, Partus, Abortus)

b. Keadaan umum

c. Tanda-tanda vital

Tekanan darah, suhu, respirasi, nadi.

10

(3)

23

d. Kepala-leher

Kepala, mata, hidung, mulut, telinga, leher.

e. Masalah khusus

Dada, jantung, paru, payudara, putting susu, pembesaran putting

susu (menonjol atau mendatar, adakah bendungan, adakah nyeri,

adakah lecet pada aerola, ASI atau kolostrum sudah keluar atau

belum, adakah radang atau benjolan abnormal, adakah

pembengkakan).

f. Abdomen

Involusi uterus, fundus uterus, kandung kemih, fungsi

pencernaan.

g. Perineum dan genital

Vagina, integritas kulit, edema, memar, hematom, perineum

(kemerahan, bengkak, echimosis, discharge, approxiamate),

kebersihan.

h. Lochea (jumlah, jenis warna, bau, konsistensi, hemorrhoid)

i. Ekstremitas

Atas (edema, kesemutan, baal), bawah (edema, varises, reflek

patela).

j. Eliminasi

k. Istirahat dan Kenyamanan

9

(4)

24

Pola tidur, keluhan ketidaknyamanan.

l. Mobilisasi dan latihan

Tingkat mobilisasi, latihan/senam

m. Nutrisi/cairan

Asupan nutrisi, asupan cairan.

n. Keadaan mental

Adaptasi psikologis, penerimaan terhadap bayi.

o. Kemampuan menyusui

p. Terapi

q. Hasil pemeriksaan

penunjang 2.1.2 Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah pertanyaan yang menggambarkan

respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola aktual/potensial)

dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal

mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara

pasti untuk menjaga status kesehatan untuk mengurangi, atau

mencegah perubahan (Rohman dkk, 2014).

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon

individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang

aktual dan potensial atau proses kehidupan (Dermawan, 2012).

Diagnosa yang muncul pada klien ibu post Sectio Caesarea, yaitu:

1. Gangguan rasa nyaman: Nyeri Akut b.d agen injuri fisik

2. Resiko Infeksi dengan faktor risiko prosedur infasif

10

(5)

25

2.1.3 Perencanaan

Perencanaan (Intervensi) adalah fase proses keperawatan yang

penuh pertimbangan dan sistematis mencakup pembuatan keputusan

dan penyelesaian masalah. Dalam proses menyusun rencana asuhan

keperawatan klien, perawat harus terlebih dahulu menetapkan prioritas,

menetapkan tujuan atau hasil yang diharapkan pada klien, memilih

intervensi keperawatan dan menulis program keperawatan (Kozier,

2011).

Perencanaan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan:

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b.d agen injuri fisik

Domain IV- pengetahuan tentang kesehatan &

perilaku Kelas Q- perilaku sehat

Outcomes 1605- kontrol nyeri

a. Tujuan dan kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat

mengontrol nyeri dengan kriteria hasil sebagai berikut:

No Skala outcome Awal Akhir

1. Mengenali kapan nyeri terjadi 2 4

2. Melaporkan nyeri yang terkontrol 2 4

2 = Jarang menunjukan

3= Kadang-kadang menunjukan

4= Sering menunjukan

5= Konsisten menunjukan

11

(6)

26

b. Intervensi

Domain I- fisiologis: dasar

Kelas E- peningkatan kenyamanan

fisik Outcomes 1400- kontrol nyeri

1.Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.

2. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien

terhadap nyeri.

3. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,

berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari

ketidaknyamanan akibat prosedur.

4.Ajarkan metode farmakologi untuk menurunkan nyeri.

5. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (tenknik

relaksasi musik) untuk mengurangi nyeri.

2.Risiko Infeksi dengan faktor risiko prosedur infasif

a. Tujuan dan kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien

tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil sebagai

berikut:

No. 1.

Indikator

Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi

Awal 2

Akhir 4

(7)

27

(8)

28

2. Menunjukan kemampuan untuk mencegah 2 4

timbulnya infeksi

3. Jumlah leukosit dalam batas normal 2 4

4. Menunjukan perilaku hidup sehat 2 4

Tabel 2.2 Nursing Outcome Clasification Risiko Infeksi

Keterangan: 1 = Tidak pernah Menunjukan

2 = Jarang Menunjukan

3= Kadang-kadang Menunjukan

4= Sering Menujukan

5= Konsisten Menunjukan

b. Intervensi

Outcome: Kontrol Risiko

1. Pertahankan teknik aseptik

2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

keperawatan

3. Monitor tanda dan gejala infeksi

4. Tingkatkan intake nutrisi

5. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap

kemerahan, panas, drainase.

6. Anjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat.

7. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala

infeksi

8. Kolaborasi pemberian antibiotik

2.1.4 Pelaksanaan

13

(9)

29

Pelaksanaan (Implementasi) adalah penatalaksanaan rencana

keperawatan oleh perawat pada klien. Fokus utama dari komponen

implementasi adalah pemberian asuhan keperawatan yang aman dan

individual dengan pendekatan multifocal (Christense & Kenney, 2009).

Dalam implementasi terdapat pedoman yang harus diperhatikan oleh

setiap perawat yaitu diantaranya tindakan yang dilakukan konsisten

dengan rencana dan terjadi setelah validasi rencana tersebut,

ketrampilan interpersonal, intelektual, dan teknis dilakukan dengan

dengan kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai, keamanan

fisik dan psikologi klien dilindungi, dokumentasi tindakan dan respon

klien dicantumkan dalam catatan perawatan kesehatan dan rencana

asuhan (Dermawan, 2012).

2.1.5 Evaluasi

Evaluasi adalah aktifitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan

terarah ketika klien dan professional kesehatan menentukan kemajuan

klien menuju pencapaian tujuan atau hasil dan keefektifan rencana

asuhan keperawatan. Evaluasi adalah aspek yang penting proses

keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan

apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan atau diubah

(Kozier, 2011).

2.2 Sectio Caesarea

2.2.1 Pengertian Sectio Caesarea

14

(10)

30

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding

rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas

500 gram (Sarwono, 2009). Tindakan sectio caesarea digunakan

bilamana diyakini bahwa penundaan persalinan pervaginam tidak

mungkin dilangsungkan secara aman (Cunningham, 2006).

2.2.2 Tipe-tipe Sectio Caesarea (Harry Oxorn & William, 2010)

a. Segmen Bawah: Insisi melintang

Abdomen dibuka dan uterus disingkapkan. Lipatan

vesicouterina periteoneum (bladder flap) yang terletak dekat

sambungan segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat

melintang, lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan

bersama-sama kandung kemih didorong ke bawah serta ditarik agar tidak

menutupi lapangan pandangan. Pada segmen bawah uterus dibuat

insisi melintang yang kecil, luka insisi ini dilebarkan ke samping

dengan jari-jari tangan dan berhenti di dekat daerah

pembuluh-pembuluh darah uterus. Kepala janin yang pada sebagian besar kasus

terletak dibalik insisi diekstraksi atau didorong, diikuti oleh bagian

tubuh lainnya dan kemudian plasenta serta selaput ketuban. Insisi

melintang tersebut ditutup dengan jahitan catgut bersambung satu

lapis atau dua lapis. Lipatan vesicouterina kemudian dijahit kembali

pada dinding uterus sehingga seluruh luka insisi terbungkus dan

15

(11)

31

tertutup dari rongga peritoneum generalisata. Dinding abdomen

ditutup lapis demi lapis.

b. Segmen Bawah: Insisi Membujur

Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama

seperti pada insisi melintang. Insisi membujur dibuat dengan scalpel

dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari cedera

pada bayi.

c. Sectio Caesarea Klasik

Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan scalpel ke

dalam dinding anterior uterus dan dilebarkan ke atas serta ke bawah

dengan gunting berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar

karena bayi sering dilahirkan dengan bokong terlebih dahulu. Janin

serta plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga

lapis. Pada masa modern ini hampir sudah tidak dipertimbangkan

lagi untuk mengerjakan sectio caesarea klasik. Indikasi dalam Sectio

Caesarea Klasik yaitu:

1. Kesulitan dalam menyingkapkan segmen bawah.

2. Bayi yang tercekam pada letak lintang.

3. Beberapa kasus plasenta previa anterior.

4. Malformasi uterus tertentu.

d. Sectio Caesarea Extraperitoneal

16

(12)

32

Pembedahan extraperitoneal dikerjakan untuk menghindari

perlunya histerektoi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas

dengan mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal.

Ada beberapa metode sectio caesarea extraperitoneal, seperti

metode Waters, Latzko dan Norton.

Teknik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja

masuk ke dalam vacuum peritonei, dan insidensi cedera vesica

urinaria meningkat. Perawatan prenatal yang lebih baik, penurunan

insidensi kasus yang terlantar, dan tersedianya darah serta antibiotik

telah mengurangi perlunya teknik extraperitoneal. Metode ini tidak

boleh dibuang tetapi disimpan sebagai cadangan bagi kasus-kasus

tertentu.

e. Histerektomi Caesarea

Pembedahan ini merupakan sectio caesarea yang dilanjutkan

dengan pengeluaran uterus. Kalau mungkin histerektomi harus

dikerjakan lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena

pembedahan subtotal lebih mudah dan dapat dikerjakan lebih cepat,

maka pembedahan subtotal menjadi prosedur pilihan kalau terdapat

perdarahan hebat dan pasiennya shock, atau kalau pasien dalam

keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus semacam

ini, tujuan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin.

Indikasi histerektomi caesarea yaitu:

17

(13)

33

1. Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif

gagal.

2. Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus

plasenta previa dan abruption placentae tertentu.

3. Placenta accrete.

4. Fibromyoms yang multiple dan luas.

5. Pada kasus-kasus tertentu kanker cervix atau ovarium.

6. Rupture uteri yang tidak dapat diperbaiki.

7. Sebagai metode sterilisasi kalau kelanjutan haid tidak

dikehendaki demi alasan medis.

8. Pada kasus-kasus yang terlantar dan terinfeksi kalau risiko

peritonitis generalisata tidak dijamin dengan

mempertahankan uterus.

9. Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus.

10. Pelebaran luka insisi yang mengenai pembuluh-pembuluh

darah sehingga perdarahan tidak bisa dihentikan dengan

pengikatan ligature.

2.2.3 Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi sectio caesarea pada ibu menurut Wiknjosastro (2002)

antara lain yaitu panggul sempit absolute (CV kurang dari 8 cm), tumor

jalan lahir, stenosis serviks atau vagina, plasenta previa totalis atau sub

totalis, disporsisi sefalo pelvic, rupture uteri membakat, dan partus

18

(14)

34

lama. Sedangkan indikasi pada janin yaitu kelainan letak, dan gawat

janin.

Indikasi persalinan setio caesarea yang dibenarkan dapat terjadi

secara tunggal atau secara kombinasi, prevalensi persalinan sectio

caesarea mengalami peningkatan yang sangat pesat hal ini disebabkan

oleh keputusan dalam menegakkan indikasi semakin longgar dan

indikasi persalinan sectio caesarea semakin berkembang, selain

indikasi medis ada pula indikasi non medis. Sebelum dilakukan

persalinan sectio caesarea hal yang harus selalu diperhatikan adalah

mengetahui indikasi apa saja perlu tindakan tersebut, cara apa yang

dikerjakan dan bagaimana penyembuhan luka tersebut.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persalinan

sectio casarea (Rasjidi, 2009).

Indikasi persalinan Sectio Caesarea:

a) Indikasi mutlak

Faktor mutlak untuk dilakukan operasi sectio caesarea

dapat dibagi menjadi dua indikasi, yang pertama adalah indikasi

ibu, antara lain: panggul sempit absolute, kegagalan melahirkan

secara normal karena kurang kuatnya stimulasi, adanya tumor jalan

lahir, stenosis serviks, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik,

dan rupture uteri. Indikasi yang ke dua adalah indikasi janin, antara

lain: kelainan otak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan

19

(15)

35

bayi yang terhambat, dan mencegah hipoksia janin karena

preeklamsi.

b) Indikasi relatif

Yang termasuk factor dilakukan sectio caesarea secara

relatif, antara lain: riwayat sectio caesarea sebelumnya, presentasi

bokong, distosia fetal distress, preeklamsi berat, ibu dengan HIV

positif sebelum inpartu atau gemeli.

c) Indikasi sosial

Permintaan ibu untuuk melakukan sectio caesarea

sebenarnya bukanlah suatu indikasi untuk dilakukan sectio

caesarea. Alasan yang spesifik dan rasional harus di eksplorasi dan

didiskusikan. Beberapa alasan ibu meminta dilakukan sectio

caesarea, antara lain: ibu yang melahirkan berdasarkan pengalaman

sebelumnya, ibu yang ingin sectio caesarea secara elektif karena

takut bayinya mengalami cedera atau asfiksia selama persalinan.

World Health Organitation (WHO) memperkirakan standar

rata-rata sectio caesarea disebuah negara adalah sekitar 5 sampai

dengan 15 persen per 1.000 kelahiran di dunia. Angka kejadian

sectio caesarea di Indonesia menurut data survey nasional pada

tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar

22,8 persen dari seluruh persalinan (Dewi Y., dkk. 2007 ; Rasjidi,

2009). Peningkatan persalinan sectio caesarea merupakan hal yang

masih menjadi kontroversi di kalangan penyedia pelayanan

20

(16)

36

kesehatan, yang kebenarannya hanya dapat dibuktikan dengan

melakukan analisa kasus perkasus untuk mengetahui apakah tiap

tindakan diindikasikan secara medis. Ketika pasien tertentu sudah

memiliki suatu kepercayaan anti intervensi hal ini menyebabkan

peningkatan sectio caesarea dan hasil akhir yang tragis (Reeder

dkk, 2011).

2.2.4 Kontra Indikasi

Menurut Cunningham (2006) Sectio Caesarea tidak boleh dikerjakan

kalau ada keadaan berikut:

1. Janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga

kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk

melakukan operasi berbahaya yang tidak diperlukan.

2. Jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk

caesarea extraperitoneal tidak tersedia.

3. Ada infeksi pada dinding abdomen, syok

4. Kelainan congenital

5. Jika dokter bedahnya tidak berpengalaman, kalau keadaannya tidak

menguntungkan bagi pembedahan, atau kalau tidak tersedia tenaga

asisten yang memadai.

6. Tidak ada / kurang sarana / fasilitas.

2.2.5 Komplikasi yang Bisa Timbul (Winkjosastro, 2002)

1. Infeksi

21

(17)

37

Lokasinya pada rahim juga dapat meluas ke organ-organ dalam

rongga panggul disekitarnya. Faktor-faktor predisposisi partus lama,

keuban pecah dini, tindakan vaginal sebelumnya.

2. Perdarahan

Perdarahan bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang

arteri uterin ikut terbuka atau karena atonia uteri.

3. Bekuan darah di kaki (tromboblebitis), organ-organ dalam panggul,

yang kadang sampai ke paru-paru.

4. Luka kandung kemih

5. Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga biisa terjadi

rupture uteri pada kehamilan berikutnya.

2.2.6 Resiko Persalinan Sectio Caesarea (Kasdu, D. 2003)

a. Resiko Jangka Pendek

Ada beberapa resiko jangka pendek dari persalinan sectio caesarea

yaitu:

1) Infeksi pada bekas jahitan

Infeksi luka akibat sectio caesarea berbeda dengan luka

persalinan normal. Luka persalinan normal sedikit dan mudah

dilihat, sedangkan luka akibat sectio caesarea besar dan

berlapis-lapis. Diketahui ada 7 lapisan mulai dari dinding perut

sampai dinding rahim, yang setelah operasi selesai

masing-masing lapisan dijahit tersendiri, jadi bisa ada 3-5 lapisan

jahitan. Bila penyembuhan tidak sempurna, kuman akan lebih

22

(18)

38

udah masuk dan akan lebih mudah terjadi infeksi sehingga luka

menjadi lebih parah. Bahkan bukan tidak mungkin dilakukan

penjahitan ulang.

2) Infeksi rahim

Infeksi rahim terjadi jika ibu sudah terjadi infeksi

sebelumnya, misalnya mengalami pecah ketuban. Saat

dilakukan operasi, rahim terinfeksi. Apalagi jika antibiotik yang

digunakan tidak cukup kuat.

3) Keloid

Keloid atau jaringan parut muncul pada organ terntentu

karena pertumbuhan berlebihan. Sel-sel pembentuk organ

tersebut, ukuran sel meningkat dan terjadilah tonjolan jaringan

parut.

4) Cedera pembuluh darah

Pisau atau gunting yang dipakai dalam operasi berisiko mencederai pembuluh darah misalnya tersayat. Kadang cedera terjadi pada penguraian pembuluh darah yang lengket. Ini adalah salah satu sebab mengapa darah yang keluar pada persalinan sectio caesarea lebih banyak dibandingkan persalinan normal.

5) Cedera pada kandung kemih

Kandung kemih letaknya pada dinding rahim. Saat sectio

caesarea dilakukan, organ ini bisa saja terpotong. Perlu

23

(19)

39

dilakukan operasi lanjutan untuk memperbaiki kandung kemih

yang cedera tersebut.

6) Perdarahan

Perdarahan tidak bisa dihindari dalam proses persalinan.

Namun, darah yang hilang lewat sectio caesarea lebih banyak

dua kali lipat dibandingkan persalinan normal.

7) Air ketuban masuk pada pembuluh darah

Selama operasi sectio caesarea berlangsung, pembuluh

darah terbuka. Ini memungkinkan komplikasi berupa masuknya

air ketuban ke dalam pembuluh darah (embolus). Bila embolus

mencapai paru-paru, terjadilah apa yang disebut pulmonary

embolism. Terjadilah kematian mendadak.

8) Pembekuan darah

Pembekuan darah dapat terjadi pada urat halus dibagian

kaki atau organ panggul. Jika bekuan ini mengalir ke paru-paru,

terjadilah embolus.

9) Kematian saat persalinan

Beberapa penelitian menunjukan, angka kematian ibu pada

section caesarea lebih tinggi dibandingkan persalinan normal.

Lematian umumnya disebabkan karena kesalahan pembiusan,

atau perdarahan yang tidak ditangani secara cepat.

10) Kelumpuhan kandung kemih

24

(20)

40

Usai sectio caesarea, ada kemungkinan ibu tidak bisa

buang air kecil akrena kandung kemihnya kehilangan gaya

gerak. Ini terjadi karena saat proses pembedahan kandung kemih

terpotong.

11) Hematoma

Hematoma adalah perdarahan pada rongga tertentu, jika ini

terjadi selapu disamping rahim akan membesar membentuk

kantung akibat pengumpulan darah yang terus menerus.

Akibatnya fatal, yaitu kematian ibu. Kasus ini juga bisa terjadi

pada persalinan normal, tetapi mengingat resiko perdarahan

pada sectio caesarea lebih tinggi, resiki hematoma pun lebih

besar dibanding persalinan normal.

12) Usus terpilin

Sectio caesarea mengakibatkan gerakan usus tidak bagus,

kemungkinan karena penanganan yang salah akibat manipulasi

usus, atau perletakan usus saat mengembalikannya ke posisi

semula.

13) Keracunan darah

Keracunan pada sectio caesarea dapat terjadi karena

sebelumnya ibu sudah mengalami infeksi. Ibu yang awal

kehamilan mengalami infeksi bawah rahim, berarti air

ketubannya sudah mengandung kuman. Jika ketuban pecah dan

25

(21)

41

didiamkan, kuman akan aktif sehingga vagina berbau busuk

karena bernanah. Selanjutnya kuman masuk ke dalam pembuluh

darah ketika operasi berlangsung, dan menyebar keseluruh

tubuh. Keracunan darah yang berat dapat menyebabkan

kematian ibu.

b. Resiko Jangka Panjang

1) Masalah psikologis

Berdasarkan penelitian, perepuan yang mengalami sectio

caesarea mempunyai perasaan negatif usai menjalaninya (tanpa

memperhatikan kepuasan hasil operasi). Depresi pasca

persalinan juga maslah yang sering muncul. Beberapa

mengalami reaksi stress pascatrauma berupa mimpi buruk, kilas

balik, atau ketakutan luar biasa pada kehamilan. Masalah

psikologis ini lama-lama akan mengganggu kehidupan rumah

tangga atau menyulitkan pendekatan terhadap bayi. Hal ini

muncul jika ibu tidak siap menghadapi operasi.

2) Perlekatan organ bagian dalam

Penyebab perlekatan organ bagian dalam pasca sectio

caesarea adalah tidak bersihnya lapisan permukaan dari noda

darah. Terjadilah perlekatan yang menyebabkan rasa sakit pada

panggul, masalah pada usus besar, serta nyeri pada saat

melakukan hubungan seksual. Jika kelak dilakukan sectio

26

(22)

42

caesarea lagi, perlekatan menimbulkan kesulitan teknis hingga

melukai organ lain, seperti kandung kemih atau usus.

3) Pembatasan kehamilan

Perempuan yang pernah mengalami sectio caesarea hanya

boleh melahirkan tiga bahkan sampai lima kali, tetapi dengan

risiko dan komplikasi yang lebih berat.

c. Resiko Persalinan Selanjutnya

1) Sobeknya jahitan rahim

Ada tujuh lapisan jahitan yang dibuat sectio caesarea, yaitu

jahitan pada kulit, lapisan lemak, sarung otot, otor perut, lapisan

dalam perut, lapisan luar rahi, dan rahim. Jahitan rahim ini dapat

sobek pada persalinan berikutnya. Makin sering menjalani

sectiocaesarea makin tinggi resiko terjadinya sobekan.

2) Pengerasan plasenta

Plasenta bisa tumbuh ke dalam melewati dinding rahim,

sehingga sulit dilepaskan. Bila plasenta sampai menempel

terlalu dalam (sampai ke myometrium), harus dilakukan

pengangkatan rahim karena plasenta mengeras. Risikonya

terjadi plasenta ini bisa meningkat karena sectio caesarea.

27

(23)

43

3) Tersayat

Habisnya air ketuban yang membuat volume ruang dalam

rahim menyusut. Akibatnya ruang gerak bayipun berkurang dan

lebih mudah terjangkau pisau bedah.

4) Masalah pernafasan

Bayi yang lahir lewat sectio caesarea cenderung

mempunyai masalah pernafasan yaitu nafas cepat dan tidak

teratur. Ini terjadi karena bayi tidak mengalami tekanan saat

lahir seperti bayi yang lahir alami sehingga cairan paru-paru

tidak bisa keluar. Masalah pernafasan ini akan berlanjut hingga

beberapa hari setelah lahir.

5) Angka APGAR rendah

Angka APGAR adalah angka yang mencerminkan kondisi

umum bayi pada menit pertama dan menit ke lima. Rendahnya

angka APGAR merupakan efek anestesi dari resiko caesarea,

kondisi bayi tidak distimulasi sebagaimana bayi yang lahir lewat

persalinan normal. Berdasarkan penelitian, bayi yang lahir lewat

sectio caesarea butuh perawatan lanjutan dan alat bantu

pernafasan yang lebih tinggi dibandingkan bayi lahir normal.

2.3 Nyeri

2.3.1 Definisi Nyeri

Nyeri adalah suatu sensori yang tidak menyenangkan dari suatu

emosional disertai kerusakan jaringan secara aktual maupun potensial

28

(24)

44

atau kerusakan jaringan secara menyeluruh. Nyeri post sectio caesarea

ditimbulkan oleh luka insisi sectio caesarea. Pada luka insisi section

caesarea tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri

dapat mempengaruhi persepsi nyeri (Nugroho, 2011). Persalinan secara

sectio caesarea sering mengalami rasa nyeri akibat insisi abdomen.

Berdasarkan hasil penelitian rasa nyeri yang timbul setelah operasi

dinding abdomen adalah nyeri ringan 25% dari 14 pasien, nyeri sedang

48,2% sebanyak 27 pasien dan nyeri berat 26,8% dengan 15 pasien

(Fitri, Trisyani,& Maryati 2012).

Keluhan rasa nyeri di bekas jahitan Caesar sebetulnya wajar

karena tubuh tengah mengalami luka dan proses penyembuhan (reaksi

imflamasi). Apalagi jika luka tersebut tergolong panjang dan dalam.

Dalam proses penyembuhan tak bisa dihindari terjadinya pembentukan

jaringan parut, jaringan parut inilah yang dapat menyebabkan nyeri saat

melakukan ativitas tertentu. Rasa nyeri ini bisa berlangsung sampai

delapan minggu paska persalinan dan beberapa wanita terus merasa

kedutan dengan rasa nyeri di tempat bekas luka selama berbulan-bulan

sesudahnya (Kasdu, 2003).

2.3.2 Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan

berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya dan waktu lamanya

serangan nyeri (Asmadi, 2011).

29

(25)

45

a. Nyeri berdasarkan tempatnya:

1. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh

misalnya pada kulit, mukosa.

2. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang

lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.

3. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit

organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh

di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.

4. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada

system syaraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan

lain-lain.

b. Nyeri berdasarkan sifatnya:

1. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu

menghilang.

2. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan

dalam waktu yang lama.

3. Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi

dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap 10-15 menit,

lalu menghilang, kemudian timbul lagi.

c. Nyeri berdasarkan berat ringannya:

1. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.

2. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.

30

(26)

46

3. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.

d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:

1. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat

dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri

diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari

luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit

arteriosclerosis pada arteri koroner.

2. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan.

Nyeri kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri

timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu

timbul kembali, begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis

yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus menerus terasa

makin lama semakin meningkat intensitasnya walaupun telah

diberikan pengobatan. Misalkan nyeri karena neoplasma.

Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis, yaitu:

a. Nyeri akut:

- Waktu kurang dari enam bulan

- Daerah nyeri terlokalisai

- Nyeri terasa tajam seperti ditusuk, disayat, dicubit dan

lain-lain

- Respon system saraf simpatis

31

(27)

47

- Penampilan klien tampak cemas, gelisah, dan terjadi

ketegangan otot

b. Nyeri kronis:

- Waktu lebih dari enam bulan

- Daerah nyeri menyebar

- Nyeri terasa tumpul seperti ngilu, linu dan lain-lain

- Respon system sraf parasimpatis

- Penampilan klien tampak depresi dan menarik diri

Menurut Asmadi (2011) ada beberapa teori yang menjelaskan

mekanisme nyeri. Teori tersebut diantaranya adalah:

a. The Specificity Theory (Teori Spesifik)

Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan

struktur tubuh melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap

indra perasa bersifat spesifik. Artinya, saraf sensoris dingin hanya

dapat dirangsang oleh sensasi dingin, bukan oleh panas. Begitu pula

dengan saraf sensori lainnya.

Ada dua tipe serabut saraf yang menghantarkan stimulus nyeri

yaitu serabut saraf tipe delta A dan serabut saraf tipe C.

Menurut teori spesifik ini, timbulnya sensasi nyeri

berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung serabut bebas oleh

perubahan mekanik, rangsangan kimia, atau temperature yang

32

(28)

48

berlebihan. Persepsi nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri

diproyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri ditalamus.

b. The Intensity Theory (Teori Intensitas)

Nyeri adalah rangsangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap

rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika

intensitasnya cukup kuat.

c. The Gate Control Theory (Teori Kontrol Pintu)

Teori ini menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Kegiatannya

bergantug pada aktivitas serat saraf aferen yang berdiameter besar

atau kecil yang dapa mempengaruhi sel saraf di substansia

gelatinosa. Aktivitas serat yang berdiameter besar menghambat

transmisi yang artinya “pintu ditutup”, sedangkan serat saraf yang

berdiameter kecil mempermudah transmisi yang artinya “pintu

dibuka”.

Tetapi menurut penelitian terakhir, tidak ditemukan hambatan

presinaptik. Hambatab oleh presinaptik pada serat berdiameter besar

maupun kecil hanya terjadi bila serat tersebut dirangsang secara

berturut-turut. Oleh karena tidak semua sel saraf di substansia

gelatinosa menerima input konvergen dari sel saraf besar maupun

kecil baik yang membahayakan atau tidak, maka peranan kontrol

pintu ini menjadi tidak jelas.

33

(29)

49

2.3.4 Penilaian Nyeri

Ada beberapa cara untuk mengetahui tingkat nyeri menggunakan

skala assessment nyeri tunggal atau multidimensi. Skala assessment

nyeri:

A. Un-dimensional

- Hanya mengukur intensitas nyeri

- Cocok untuk nyeri akut

- Skala assessment nyeri un-dimensional meliputi:

1. Visual Analog Scale (VAS)

Skala analog visual adalah cara yang paling banyak

digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini

menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang

mungkin di alami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili

sebagai garis spanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada

setiap sentimeter. Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan

dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunanannya yang

sangat mudah dan sederhana.

Tidak Nyeri Nyeri Sangat Hebat

2.3.4.1 Gambar Visual Analog Scale (VAS)

34

(30)

50

2. Verbal Rating Scale (VRS)

Skala verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis

atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang

dapat digunakan berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang

atau redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak

berkurang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/nyeri

hilang. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode

pasca bedah, karena secara alam verbal atau kata-kata tidak

terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Karena

skala ini membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat

membedakan berbagai tipe nyeri.

No Pain Mild Moderate Savere Wost possible pain 2.3.4.2

Gambar Verbal Rating Scale (VRS)

3. Numeric Rating Scale (NRS)

Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitive

terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik

dari pada VAS terutama untuk menilai nyeri akut. Namun,

kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk

35

(31)

51

menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk

membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap

terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan efek

analgetik.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Tak

Nyeri Ringan Sedang Hebat Tertahankan

2.3.4.3 Gambar Numeric Rating Scale (NRS)

4. Wong Baker Pain Rating Scale

Skala ini menggunakan ekspresi wajah klien. Digunakan

pada pasien dewasa dan anak >3tahun yang tidak dapat

menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.

2.3.4.4 Gambar Wong Baker Pain Rating Scale

36

(32)

52

B.Multi-dimensional

- Mengukur intensitas dan afektif nyeri

- Diaplikasikan untuk nyeri kronis

- Dapat dipakai untuk outcome assessment klinis

- Skala multi-dimensional meliputi:

1. McGill Pain Questionnaire (MPQ)

Terdiri ari empat bagian, yaitu gambar nyeri, indeks nyeri,

pertanyaan-pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan

lokasinya dan indeks intensitas nyeri yang dialami saat ini.

2. The Brief Pain Inventory (BPI)

Adalah kuesioner medis yang digunakan untuk menilai

nyeri. Awalnya digunakan untuk mengasses nyeri kanker,

namun sudah divalidasi juga untuk assessment nyeri kronik.

3. Memorial Pain Assessment Card

Merupakan instrument yang cukup valid untuk evaluasi

efektivitas dan pengobatan nyeri kronis secara subjektif.

Terdiri atas 4 komponen penilaian tentang nyeri meliputi

intensitas nyeri, deskripsi nyeri, pengurangan nyeri dan mood

4. Catatan Harian Nyeri (Pain Diary)

Adalah catatan tertulis atau lisan mengenai pengalaman

pasien dan perilakunya. Jenis laporan ini sangat membantu

37

(33)

53

untuk memantau variasi status penyakit sehari-hari dan

respons pasien terhadap terapi.

2.4 Terapi Musik

2.4.1 Pengertian Terapi Musik

Terapi musik merupakan intervensi alami non invasive yang dapat

diterapkan secara sederhana tidak selalu membutuhkan ahli terapi,

harga terjangkau dan tidak menimbulkan efek samping (Samuel, 2007

dalam Pratiwi 2014). Terapi musik adalah suatu terapi kesehatan

menggunakan musik dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau

memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif dan sosial bagi individu dari

berbagai kalangan usia (Suhartini, 2008). Terapi musik adalah terapi

yang dilakukan dengan memberikan stimulus musik, dimana musik

tersebut masuk kedalam pikiran melalui sensasi auditori. Suara musik

atau musik yang lembut dapat mengurangi stress, persepsi nyeri, cemas

dan perasaan terisolasi (Satiadarma, 2004).

Musik merupakan suatu sarana yang bermanfaat dan mudah

diperoleh (Meritt, 2003). Musik didefinisikan sebagai suara dan dian

yang terorganisir memalui waktu yang mengalir (dalam ruang),

beberapa kesimpulan sementara dari pertanyaan yang muncul adalah

musik berasal dari vibrasi, suara berasal dari vibrasi dan vibrasi adalah

esensi dari segala sesuatu (Amsila, 2011). Musik ialah bunyi yang

diterima oleh individu dan berbeda bergantung kepada sejarah, lokasi,

budaya dan selera seseorang (Farida, 2010).

38

(34)

54

Semua jenis musik dapat digunakan dalam terapi, tidak hanya

musik klasik saja, asalkan musik yang akan digunakan memiliki

ketukan yang sesuai dengan irama jantung manusia, sehingga mampu

memberikan efek terapeutik yang sangat baik terhadap kesehatan

(Indriya, Dani dan Indri Guli, 2010).

Kini telah banyak dikembangkan terapi-terapi keperawatan untuk

menangani nyeri atau kecemasan, salah satunya adalah terapi musik

yang dapat mengurangi tingkat kecemasan dan nyeri pada pasien.

Terapi musik ini terbukti berguna dalam proses penyembuhan karena

dapat menurunkan rasa nyeri dan dapat membuat perasaan klien rileks

(Kate and Mucci, 2002 dalam Faradisi, 2012).

2.4.2 Jenis Terapi Musik

Jenis terapi musik ada dua yaitu:

1. Aktif-Kreatif

Terapi musik diterapkan dengan melibatkan klien secara langsung

untuk ikut aktif dalam sebuah sesi terapi melalui cara:

a.Menciptakan lagu (Composing) yaitu mengajak klien untuk

menciptakan lagu sederhana

b.Improvisasi, yaitu upaya membuat musik secara spontan dengan

menyanyi atau bermain musik pada saat itu juga dan membuat

improvisasi dari musik yang diberikan oleh terapis

c.Re-Creating, yaitu dengan cara mengajak klien bernyanyi atau

bermain musik dari lagu-lagu yang sudah terkenal

39

(35)

55

2. Pasif-Reseptif

Dalam sesi reseptif, klien akan mendapat terapi dengan

mendengarkan musik. Terapi ini lebih menenangkan fisik, emosi

intelektual, estetik spriritual dari musik itu sendiri sehingga klien

akan merasakan ketenangan atau relaksasi. Musik yang digunakan

dapat bermacam jenis dan style tergantung dengan kondisi yang

dihadapi klien (Natalina, 2013).

2.4.3 Manfaat Musik

Manfaat utama terapi musik menurut para pakar terapi musikantara

lain:

1. Mengurangi rasa sakit

Musik bekerja pada system saraf otonom yaitu bagian system

saraf yang bertanggung jawab mengontrol tekanan darah, denyut

jantung dan fungsi otak, yang mengontrol perasaan dan emosi.

Menurut penelitian, kedua system tersebut bereaksi sensitive

terhadap musik. Saat merasa sakit, kita menjadi takut, frustasi, dan

marah yang membuat kita menegangkan otot-otot tubuh, hasilnya

rasa sakit menjadi semakin parah. Mendengarkan musik secara

teratur membantu tubuh rileks secara fisik dan mental, sehingga

membantu menyembuhkan dan mencegah rasa sakit. Pada proses

40

(36)

56

persalinan, terapi musik berfungsi mengatasi kecemasan dan

mengurangi rasa sakit (Marmi, 2013).

2. Relaksasi

Mengistirahatkan tubuh dan fikiran merupakan manfaat yang

pasti dirasakan setelah melakukan terapi musik sehingga klien akan

merasakan perasaan rileks, tubuh lebih bertenaga dan fikiran lebih

fresh (Eka, 2009).

3. Meningkatkan kecerdasan

Sebuah efek terapi musik yang bisa meningkatkan intelegensia

seseorang disebut efek Mozart. Hai ini telah diteliti secara ilmiah

oleh Frances Rauscher et al dari Universitas California (Eka, 2009).

4. Meningkatkan motivasi

Motivasi adalah hal yang hanya bisa dimunculkan dengan

perasaan dan mood tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun

akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan. Dari hasil

penelitian, ternyata jenis musik tertentu juga bisa meningkatkan

motivasi, semangat dan meningkatkan level energy seseorang (Eka,

2009).

5. Mengembangkan kemampuan komunikasi dan sosialisasi

Terapi musik akan menciptakan sosialisasi karena dalam

bermusik dibutuhkan komunikasi (Natalina, 2013).

41

(37)

57

6. Musik menyebabkan tubuh menghasilkan hormone beta-endorfin.

Ketika mendengarkan suara kita sendiri yang indah maka hormon

“kebahagiaan” beta-endorfin akan berproduksi (Natalina, 2013).

2.4.4 Tata Cara Pemberian Terapi Musik

Belum ada rekomendasi mengenai durasi yang optimal dalam

pemberian terapi musik. Sering kali durasi yang diberikan dalam

pemberian terapi musik adalah selama 20-35 menit, tetapi untuk

masalah kesehatan yang lebih spesifik terapi musik diberikan dengan

durasi 30-45 menit. Ketika mendengarkan terapi musik klien berbaring

dengan posisi yang nyaman, sedangkan tempo harus sedikit lambat,

50-70 ketukan per menit menggunakan irama yang tenang (Schou 2007

dalam Mahanani 2013).

Terapi musik didengarkan minimal 30 menit setiap hari sampai

semua rasa sakit yang dikeluhkan hilang sepenuhnya dan tidak kembali

lagi. Jika diputar saat rasa sakit muncul, maka rasa sakit akan berkurang

atau bahkan hilang sepenuhnya (Eka, 2009).

2.4.5 Mekanisme Musik sebagai Terapi

Pada saat musik diterima oleh daun telinga, maka diteruskan ke

telinga tengah yang akan menggetarkan membrane tympani, dengan

getaran ini maka maleus, incus dan stapes ikut bergetar, suara tersebut

masuk ke telinga dalam (koklea) melalui fanestra ovalis, disini getaran

suara akan membangkitkan impuls saraf yang akan mempengaruhi

42

(38)

58

system limbik, yang pertama akan diterima langsung oleh Talamus,

yaitu suatu bagian otak yang mengatur emosi, sensasi dan perasaan.

Kedua diterima oleh Hipotalamus mempengaruhi struktur basal

forebrain” termasuk system limbik dan ketiga melalui axon neuron

secara difus mempersarafi neokorteks. Hipotalamus merupakan pusat

saraf otonom yang mengatur fungsi pernapasan, denyut jantung,

tekanan darah, pergerakan otot usus, fungsi endokrin, memori dan

lain-lain. Di hipotalamus maka respon dari musik yang tenang akan

menimbulkan ketenangan dan mengurangi rasa nyeri (Indriya, Dani dan

Indri Guli. 2010).

43

(39)

59

2.5 Kerangka Teori:

Faktor yang mempengaruhi nyeri:

Indikasi Sectio Caesarea:

a. Usia Terapi Farmakologi: Terapi Non Farmakologi:

b. Tulang panggul sempit

Obat Analgetik non

f. Ketuban pecah dini

g. Rasa takut akan Penurunan Nyeri TENS (Transcutananeous

Elektrical Stimulation)

(40)

60

Gambar 2.5 Kerangka Teori

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Depeneden

Terapi Musik Penurunan Tingkat

Klasik Nyeri

Gambar 2.6 Kerangka Konsep

45

(41)

61

46

Gambar

Gambar Verbal Rating Scale (VRS)

Referensi

Dokumen terkait

Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan GGK sering disertai dengan keluhan gastrointestinal seperti mual dan muntah, padahal kebutuhan akan nutrisi justru meningkat sehingga

Dari grafik di atas, harga saham AALI justru naik meskipun laba perusahaan sedang mengalami penurunan, penurunan laba tersebut terjadi bukan karena kinerja perusahaan

Refleksi adalah upaya untuk mengkaji hal yang telah terjadi yang berhasil ataupun Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan Refleksi Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan

Rencana Pengembangan Kawasan Konservasi Taman Wisata Bahari Gosong Senggora, Gosong Sepagar, Beras Basah dan sekitarnya, Kabupaten Kotawaringin Barat. • Luas ±

Sistem Pendukung Keputusan adalah suatu sistem informasi bebasis komputer yang menghasilkan berbagai alternatif keputusan untuk membantu manajemen dalam menangani

Beberapa survei dan penelitian menguatkan bahwa betapa penting kemampuan untuk bisa mendengar, bahkan banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa kemampuan seseorang untuk

murid memilih jasa pendidikan MTs di KKM MTsN Pamulang secara parsial.. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh promosi terhadap keputusan orang tua murid memilih jasa pendidikan

Pada awal hingga akhir penelitian Optimasi PSO Untuk Metode Clustering Fuzzy C-Means Dalam Pengelompokan Kelas dengan variabel nilai akademik dan variabel nilai perilaku atau