• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Sectio Caesarea

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Sectio Caesarea"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Sectio Caesarea

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien sebagai tatanan pelayanan kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu pengkajian, menentukan diagnosa, perencanaan, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi. Setiap tahap dari proses keperawatan saling terkait dan ketergantungan satu sama lain [ CITATION Bud15 \l 1057 ].

2.1.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik secara bio, pisiko, sosial dan spiritual[ CITATION Dar12 \l 1057 ].

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik secara bio, pisiko, sosial dan spiritual (Dermawan 2012).

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan, pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. kemampuan menidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan oleh karena itu pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan perwatan pada klien dapat diidentifikasi.

(2)

1) Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, tanggal, MRS, diagnosa medis.

2). Keluhan Utama

Pada uumumnya pasien post sectio caesar mengeluh nyeri pada daerah luka bekas operasi. Nyeri biasanya bertambah parah jika pasien bergerak.

3).Riwayat kesehatan

Pada pengkajian riwayat kesehatan, data yang dikaji adalah riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang dan riwayat kesehatan keluarga. Dalam mengkaji riwayat kesehatan dahulu hal yang perlu dikaji adalah penyakit yang pernah diderita pasien khususnya penyakit kronis, menular, dan menahun seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin.

Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari dilakuakannya operasi sectio caesarea seperti kelainan letak bayi (letak sungsang dan letak lintang), faktor plasenta (plasenta previa, solution plasenta, plasenta accrete, vasa previa), kelainan tali pusat (prolapses tali pusat, telilit tali pusat), bayi kembar (multiple pregnancy), pre eklampsia, dan ketuban pecah dini yang nantinya akan membantu membuat rencana tindakan terhadap pasien.

Riwayat kesehatan keluarga berisi tentang pengkajian apakah keluarga pasien memiliki riwayat penyakit kronis, menular, dan menahun seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin yang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya pre eklampsia dan giant baby, seperti diabetes dan hipertensi yang sering terjadi pada beberapa keturunan.

(3)

3) Riwayat perkawinan

Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah sejak usia berapa, lama pernikahan, berapa kali menikah, status pernikahan saat ini.

4) Riwayat obsterti

Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong persalinan, dimana ibu bersalin, cara bersalin, jumlah anak, apakah pernah abortus, dan keadaan nifas yang lalu.

5) Riwayat persalinan sekarang

Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan, jenis kelamin anak, keadaan anak.

6) Riwayat KB

Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah klien pernah ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat keluhan dan maalah dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dan setelah masa nifas ini akan menggunakan alat kontrasepsi apa.

8) Pola-pola fungsi kesehatan

Setiap pola fungsi kesehatan pasien terbentuk atas interaksi antara pasien dan lingkungan kemudian menjadi suatu rangkaian perilaku membantu perawat untuk mengumpulkan, mengorganisasikan, dan memilah-milah data. Pengkajian pola fungsi kesehatan terdiri dari pola nutrisi dan metabolisme biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena adanya kebutuhan untuk menyusui bayinya. Pola aktifitas biasanya pada pasien post sectio caesarea mobilisasi dilakuakn secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri pada 6-8 jam pertama, kemudian latihan duduk dan latihan berjalan.

(4)

Pada hari ketiga optimalnya pasien sudah dapat dipulangkan. Pra eliminasi biasanya terjadi konstipasi karena pasien post sectio caesarea takut untuk melakukan BAB.

Pola istirahat dan tidur biasasnya terjadi perubahan yang disebabkan oleh kehadiran sang bayi dan rasa nyeri yang ditimbulkan akibat luka pembedahan. Pola reproduksi biasanya terjadi disfungsi seksual yang diakibatkan oleh proses persalinan dan masa nifas.

9) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien dari ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda klinis dari suatu penyakit. (Dermawan,2012). Pada pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kulit kepala, apakah ada lesi atau benjolan, dan kesan wajah, biasanya terdapat chloasma gravidarum pada ibu post partum. Pada pemeriksaan mata meliputi kelengkapan dan kesimetrisan mata,kelompok mata, konjungtiva, cornea, ketajaman pengelihatan. Pada ibu post sectio caesarea biasanya terdapat konjungtiva yang anemis diakibatkan oleh kondisi anemia atau dikarenakan proses persalinan yang mengalami perdarahan. Pada pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum nasi, pernafasan cuping hidung, kondisi lubang hidung, apakah ada secret, sumbatan jalan nafas, apakah ada perdarahan atau tidak, apakah ada polip dan purulent. Pada pemeriksaan telinga meliputi bentuk, ukuran, ketegangan lubang telinga, kebersihan dan ketajaman pendengaran.

10). Pemeriksaan Diagnostik

1. USG

(5)

biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan congenital, letak dan derajat maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini berkaitan dengan teknik operasi yang akan dilakukan.

2.Kardiotokografi (KTG) :

Kardiotokografi dalam Persalinan adalah suatu metoda elektronik untuk memantau kesejahteraan janin dalam kehamilan dan atau dalampersalinan. Dilakukan pada kehamilan >

28 minggu.

3. Laboratorium :

darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan PDMO atau operasi, perlu diperiksa faktor waktu pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah sewaktu. Pemeriksaan lainnya dilakukan atas indikasi medis.

4.Sinar X

Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin.

5.Pengkajian vaginal

Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu).

Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure).Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.

6.Isotop Scanning

Atau lokasi penempatan placenta

(6)

7.Amniocentesis

Jika 35-36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin/spingomyelin [LS] atau kehadiranphosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikanjika paru-paru fetal sudah mature.

2.1.2 Analisa Data

Data Etiologi Masalah

Ds.

- Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami pendarahan hebat pada jalan lahir

- Pasien merasa lemah - Pasien mengeluh haus

- Pasieng mata nya remang- remang

Do:

- Frekuensi nadi meningkat - Tekanan darah menurun - Turgor kulit menurun - Membran mukosa kering

Kelainan plasenta previa

Indikasi saction caesarea

Abortus

curetase

pendarahan

Reaksi cortex serebi

Kekurangan volume cairan

b.dpendarahan

(7)

Persepsi nyeri Kekufrangan

volume cairan

2.1.3 Diagnosa keperawatan

Diagnosa adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat, sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial [ CITATION Nan12 \l 1057 ]

1. kekurangan volume cairan b.d pendarahan

2.1.4 Perencanaan

Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnos keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien (iqbal dkk,2011)

Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Intervensi

1 Kekurangan volume cairan b.d pendarahara n

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3

x24jam di

harapaka nadanya

- Memantau

TTV

- Memantau

asupan cairan oral

- Menhitung

(8)

keseimbangan cairan dalam tubuh pasien dengan kriteria hasil :

- Frekuensi nadi membaik - Turgor kulit

membaik

- TTV membaik

- Output urine membaik

- Kadar Hb

membaik

- Kadar Ht

membaik

kebutuhan cairan

- Anjurkan

tidak banyak gerakan

- Mengambi

l sample darah

2.1.5 Pelaksanaan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawa untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (potter

& pretty, 2011)

2.1.6 Evaluasi

Evaluasi adalah tahapan akhir proses keperawatan yang terdiri dari evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif).Evaluasi formatif adalah evaluasi yang

(9)

dilakukan setelah perawat melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan terus menerus hingga mencapai tujuan.

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap hari setelah semua tindakan sesuai diagnosa keperawatan dilakukan evaluasi sumatif terdiri dari SOAP (Subjek, Objek, Analisis, Planning). Subjek berisi respon yang diungkapkan oleh pasien dan objektif berisi respon nonverbal dari pasien respon - respon tersebut didapat setelah perawat melakuukan tindakan keperawatan.

Analisis merupakan kesimpulan dari tindakan dalam perencanaan masalah keperawatan dilihat dari keteria hasil apakah teratasi, tertasi sebagian atau belum teratasi. Sedangkan pleaning berisi perencanaan tindakan keperawatan yang harus dilakukan selanjutnya.

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan keberhasilan tujuan tindakan yaitu tujuan tercapai apabila pasien menunjukkan perubahan sesuai kriteria hasil yang telah ditentukan, tujuan tercapai sebagaian apabila jika klien menunjukkan perubahan pada sebagaian kriteria hasil yang telah ditetapkan, tujuan tidak tercapai jika klien menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.

(Suprajitno dalam Wardani,2013)

2.2 Konsep Penyakit Plasenta Previa 2.2.1 Pengertian

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI).7 Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah

(10)

plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal.

2.2.2 Patofisiologi

Pathway plasenta previa

(11)

Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.

Keadaan ini bisa ditemukan pada :

1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek 2. Mioma uteri

3. Kuretasi yang berulang 4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)

(12)

5. Bekas seksio sesaria 6. Riwayat abortus

7. Defek vaskularisasi pada desidua

8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.

9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya

10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.

Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta.

Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostoum uteri internum.2 Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel

2.2.3 Etiologi

Indikasi ibu dilakukan section caesarea antara lain uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Indikasi dari janin adalah fetal distress dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa factor diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:

1.CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)

Chepalo pelvik disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang

(13)

yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakkukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2.PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

3.KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan dibawah 36 minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.Ketuban pecah dini disebebkan oleh berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.

(14)

Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan (Sarwono Prawirohardjo,2012).

4.Bayi kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Caesarea. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

5. Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim

(SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI).7 Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi plasenta previa

(15)

ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal.

2.2.4 Penatalaksanaan

Menurut Sukarni. I,. Sudarti (2014), penatalaksanaan plasenta previa yaitu:

1. Konservatif

Dilakukan perawatan konservatif bila kehamilan kurang 37 minggu, perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal), tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan dalam 1 menit).

Perawatan konservatif berupa:

a. Istirahat

b. Pemberian hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia c. Memberikan antibotik bila ada indikasi

d. Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.

Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.

2. Penanganan aktif

Penanganan aktif bila perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan, umur kehamilan 37 minggu atau lebih, anak mati. Penanganan aktif berupa persalinan

(16)

pervaginam dan persalinan per abdominal. Penderita di persiapkan untuk pemeriksaan dalam diatas meja operasi. (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pemeriksaan dalam didapatkan:

a. Plasenta previa margnalis, b. Plasenta previa letak rendah

c. Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus pervaginam, bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak lakukan seksio caesarea.

2.3 Terapi atau tindakan keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Monitoring Cairan 2.3.1 Pengertian

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis yang memiliki peranan besar di dalam tubuh, hampir 90% dari total berat badan tubuh. Secara keseluruhan persentase cairan tubuh berdasarkan umur adalah : bayi baru lahir 75% dari total berat badan, pria dewasa 75%, wanita dewasa 55%, dan dewasa tua 45%. Persentase cairan tubuh bervariasi, bergantung pada faktor usia, lemak tubuh, dan jenis kelamin. Jika lemak tubuh sedikit maka cairan dalam tubuh lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibanding pria karena pada wanita dewasa jumlah lemak dalam tubuh lebih banyak dibanding pada pria.

Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan pengawasan asupan dan pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan jumlah dan kecepatan pernapasan, demam, keringat, dan diare dapat menyebabka kehilangan cairan secara

(17)

berlebihan. Kondisi lain yang dapat menyebabka kehilangan cairan secara berlebihan adalah muntah secara terus menerus.

2.3.2 Prosedur

1. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan

2.Diet

Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

3. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari

(18)

demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.

4. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

5.Pemberian obat-obatan

Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai indikasi.

6. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat iberikan tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.

2.3.3 Kebutuhan Cairan Pada Masa Nifas

Dalam masa nifas, alat-alat reproduksi khususnya post sectio caesarea belum bisa berangsur pulih di bandingkan dengan ibu nifas yang melahirkan normal. Untuk

(19)

membantu proses penyembuhan makan diperlukan beberapa kebutuhan dasar ibu saat nifas, diantaranya :

1. Nutrisi dan Cairan

Nutrisi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya.

Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat sekitar 25%, pada masa nifas masalah diit perlu mendapat perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik mempercepat penyembuhan ibu dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi. Diit yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein dan banyak mengandung cairan. Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas perhari. Minum sedikitnya 3 liter tiap hari.

Buang Air Kecil (BAK). Kebanyakan pada pasien postpartum normal dapat melakukan BAK secara spontan dalam 8 jam setelah melahirkan. Ibu diminta untuk buang air kecil (miksi) 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih belum melebihi 100cc, maka dilakukan katerisasi. Tetapi apabila kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk katerisasi (Saleha, 2013). Buang Air Besar(BAB). Biasanya 2-3 hari postpartum masih sulit buang air besar. Jika pasien belum juga BAB pada hari ketiga maka perlu diberi obat pencahar per oral atau per recta

Referensi

Dokumen terkait

Deskripsi faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penggunaan Obat Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Sukoharjo adalah biaya pengobatan yang gratis (semua pasien tidak

Mahasiswa merupakan sasaran utama pemasaran produk ini. Jumlah mahasiswa IPB yang banyak merupakan pasar yang sangat potensial. Lokasi kampus yang dekat dengan

padi sebagai alat yang mampu mengolah arang biomassa dan menghasilkan gas.

Andreas S Widodo, S.Sn, M.Hum. Pengantar tugas akhir ini berjudul Perancangan Promosi 51 slim slim hip-hop wear Melalui Desain Komunikasi Visual. Adapun masalah yang

By using the AHP, combined with the analysis of the interviews, it is verified that the procurement of raw material (rubber block) becomes the most significant

Pendapatan usaha ternak sapi perah merupakan jumlah rupiah yang diperoleh peternak dari hasil penjualan produk sapi perah setelah dikurangi dengan biaya sesuai

1. Ibu Aprilia Tina Lidyasari, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah banyak memberikan saran/masukan, bimbingan dan motivasi dengan sabar

Selain para stakeholders yang sudah disebutkan di atas, perlu diperhatikan pula dampak yang dihadapi oleh stakeholders lainnya akibat dari perilaku tidak etis