• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja dan Karakteristik Asam Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Crude Palm Oil pada Beberapa Periode Sampling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja dan Karakteristik Asam Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Crude Palm Oil pada Beberapa Periode Sampling"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA DAN KARAKTERISTIK ASAM METIL ESTER SULFONAT DARI

METIL ESTER

CRUDE PALM OIL

PADA BEBERAPA

PERIODE SAMPLING

Oleh :

NUTRIANA DINNURIAH

F34051462

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KINERJA DAN KARAKTERISTIK ASAM METIL ESTER SULFONAT DARI

METIL ESTER

CRUDE PALM OIL

PADA BEBERAPA

PERIODE SAMPLING

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Indiustri Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

NUTRIANA DINNURIAH

F34051462

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul Skripsi

: KINERJA DAN KARAKTERISTIK ASAM METIL

ESTER SULFONAT DARI METIL ESTER

CRUDE

PALM OIL

PADA BEBERAPA PERIODE SAMPLING

Nama

: Nutriana Dinnuriah

NIM

: F34051462

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. Ani Suryani, DEA

Prof. Dr. Ir. Erliza Hambali

NIP. 19581026 198303 2 003

NIP. 19620821 198703 2 003

Mengetahui,

Ketua Departemen

Prof. Dr.Ir.Nastiti Siswi Indrasti

NIP. 19621009 198903 2 001

(4)

Nutriana Dinnuriah.

F34051462.

Kinerja dan Karakteristik Asam Metil Ester

Sulfonat dari Metil Ester

Crude Palm Oil

pada Beberapa Periode Sampling.

Di

bawah bimbingan Ani Suryani dan Erliza Hambali. 2010.

RINGKASAN

Asam Metil Ester Sulfonat (MESA) merupakan senyawa kimia yang

memiliki kemampuan sebagai

surface active agent

(

surfactant

). Surfaktan mampu

menurunkan tegangan permukaan maupun tegangan antar muka sehingga banyak

dimanfaatkan sebagai bahan perekat, penggumpal, pembasah, pembentuk emulsi,

dan telah diaplikasikan pada berbagai bidang seperti pangan, farmasi, kosmetika,

pertanian, cat, kertas, dan pertambangan (sebagai

oil well stimulation agent

dalam

proses

enhanced oil recovery

). MESA dihasilkan melalui proses sulfonasi

terhadap metil ester. Metil ester diperoleh dari esterifikasi-transesterifikasi

trigliserida (minyak). Apabila dilakukan proses

bleaching

dan netralisasi terhadap

MESA, maka akan dihasilkan MES (Metil Ester Sulfonat) sebagai produk

komersial. MES memiliki sifat deterjensi yang baik meskipun digunakan dalam

air dengan tingkat kesadahan tinggi dan toleransi yang baik terhadap keberadaan

kalsium. MES berasal dari bahan baku yang dapat diperbarui (

renewable

resources

) berbasis minyak/lemak. Salah satu jenis minyak yang dapat digunakan

adalah minyak sawit.

Penelitian ini menggunakan

Crude Palm Oil

(CPO). Bahan baku ini

berpotensi untuk dikembangkan sebagai surfaktan karena ketersediaan pasokan

dan kesesuaian komposisi asam lemak. Berdasarkan

Foreign Agricultural Service

(2009) produksi CPO Indonesia meningkat dari 9,1 juta ton (tahun 2002) menjadi

17,82 ton (2008). Pada tahun berikutnya bahkan mencapai 20,2 juta ton

(Departemen Perindustrian, 2009). Selain itu berdasarkan kandungan asam lemak,

CPO terdiri dari asam lemak dengan rantai karbon C

16

yaitu asam palmitat sampai

46%, C

18

yaitu asam stearat 3,6%, asam oleat 39%, asam linoleat 11%, dan asam

linolenat 1,5% (Ketaren, 2005). Menurut Watkins (2001), MES C

16

memperlihatkan daya detergensi terbaik, kemudian diikuti oleh C

18

dan C

14

. Oleh

karena itu, MES dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C

16-18

biasa

digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair (

heavy duty detergent

).

(5)

MESA yang dihasilkan memiliki densitas 0,9416-0,9915gram/cm

3

, viskositas

30-100cP, pH 2,98-3,33, dan kadar bahan aktif

13,97-21,05%. MESA yang

dihasilkan dapat menurunkan tegangan permukaan air dalam rentang 24-33%

(konsentrasi surfaktan 0,1%), 27-36% (konsentrasi surfaktan 0,3%), 28-45%

(konsentrasi surfaktan 0,5%), dan 32-45% (konsentrasi surfaktan 1%).

Pengukuran terhadap tegangan antar muka menunjukkan nilai antara 2,57 x 10

-2

-

1,03 x 10

-1

dyne/cm (salinitas 15.000 ppm dan konsentrasi surfaktan 0,3%), 2,08 x

10

-2

- 7,46 x 10

-2

(salinitas 15000 ppm dan konsentrasi surfaktan 1%), 9,05 x 10

-2

-

1,17 x 10

-1

dyne/cm (salinitas 30000 ppm dan konsentrasi surfaktan 0,3%), serta

4,18 x 10

-2

- 1,12 x 10

-1

dyne/cm (salinitas 30000 ppm dan konsentrasi surfaktan

1%).

(6)

Nutriana Dinnuriah.

F34051462.

Performances and Characteristics of Methyl

Ester Sulphonic Acid from Crude Palm Oil Methyl Ester at Several Sampling

Period.

Di bawah bimbingan Ani Suryani dan Erliza Hambali. 2010.

SUMMARY

Methyl Ester Sulphonic Acid (MESA) is a chemical compound that has

ability as a surface active agent (surfactant). Surfactant can decrease the surface

tension and interfacial tension, so it has been used as adhesives, agent for puffing,

wetting, and forming the emulsion. It also has been applied in various fields such

as food, pharmaceuticals, cosmetics, agriculture, paint, paper, and mining (as oil

well stimulation agent in enhanced oil recovery process). MESA is synthesized

through sulfonation of methyl ester. Methyl ester is obtained by

esterification-transesterification of triglycerides (oil). If the next process like bleaching and

neutralization have been done, the MESA will be converted to MES (Methyl Ester

Sulphonate) that known as commercial product. MES has a good detergency

(even if it is used in hard water) and good tolerance to the presence of calcium.

MES is derived from renewable raw materials that based on oil /fat. One source of

oil that can be used is palm oil.

This research used Crude Palm Oil (CPO). This raw material is potential to

be developed as surfactant because of its supply availability and the suitability of

its fatty acid composition. Based on the Foreign Agricultural Service (2009),

Indonesia's CPO production increased from 9.1 million tons (year 2002) to 17.82

tons (2008). In the next year, it even reached 20.2 million tons (Department of

Industry, 2009). Beside that, based on the fatty acid composition, CPO methyl

esters consisted of 46% palmitic acid as C16 carbon chain source and also 3.6%

stearic acid, 39% oleic acid, 11% linoleic acid, and 1.5% linolenic acid as C18

carbon chain source (Ketaren, 2005). According to Watkins (2001), MES C16

showed the best detergency, then followed by C18 and C14. Therefore, the MES

from vegetable oils containing C16-18 carbon atoms is used for detergent powder

and liquid detergents (heavy duty detergent).

(7)

MESA were able to decrease the water surface tension in the range 24-33%

(0.1% surfactant concentration), 27-36% (0.3% surfactant concentration), 28-45%

(0.5% surfactant concentration), and 32-45% (1% surfactant concentration).

Interfacial tension measurements showed values between 2,57 x 10

-2

1,03 x 10

-1

dyne/cm (15.000 ppm salinity and surfactant concentration 0.3%), 2.08 x 10

-2

7,46 x 10

- 2

(15.000 ppm salinity and surfactant concentration of 1%), 9.05 x 10

-2

1,17 x 10

-1

dyne/cm (30.000 ppm salinity and 0.3% surfactant concentration),

and 4,18 x 10

-2

to 1,12 x 10

-1

dyne/cm (30 000 ppm salinity and 1% surfactant

concentration).

(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “

Kinerja dan Karakteristik Asam Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester

Crude Palm Oil

pada Beberapa Periode Sampling

adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 3 Juni 2010

Yang membuat pernyataan,

(9)

BIODATA RINGKAS

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 12 Desember

1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara, putra pasangan Djadja Suherman dan

Nunung

Nurmaya.

Pada

tahun

1999,

penulis

menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pulo 01

Jakarta. Penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan di

SLTPN 2 Jember pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan

hingga lulus tahun 2005 dari SMUN 6 Jakarta. Pada tahun 2005, penulis diterima

pada program sarjana Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada

penentuan program studi tahun 2006, penulis diberi kesempatan untuk menimba

ilmu di Program Studi Teknologi Industri Pertanian.

Selain menjalani kegiatan akademik, penulis aktif dalam kegiatan

kemahasiswaan yang diselenggarakan HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa

Teknologi Industri) dan menjadi anggota aktif

Project Departement

International

Association of Students in Agriculture and Related Sciences Local

Committee-Bogor Agriculture University

(IAAS LC-IPB). Penulis juga mengikuti berbagai

kompetisi termasuk Program Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian (2007).

Penulis menyelesaikan praktek lapang pada tahun 2008 di PT. Indofarma,

Tbk dengan judul “Mempelajari Aspek Pengemasan dan Penyimpanan di PT

Indofarma, Tbk”. Untuk menyelesaikan pendidikan program studi Strata

-I di

Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan penelitian yang

berjudul “

Kinerja dan Karakteristik Asam Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Pemilik Alam dan Penguasa Ilmu, atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyususunan skripsi. Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ani Suryani, DEA, selaku pembimbing akademik yang telah banyak menyediakan waktu, memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di TIN IPB dan penulisan skripsi.

2. Prof. Dr. Erliza Hambali, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus direktur SBRC yang telah memberi kesempatan penelitian serta memberikan bimbingan dan konsultasi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Purwoko, M.Si., atas kesediaan untuk bertindak sebagai penguji serta saran untuk perbaikan skripsi.

4. Pak Hermanto dan Pak Mulyanto, serta pimpinan dan staf PT. MAHKOTA INDONESIA atas semua bantuan selama penulis melakukan penelitian utama. 5. Bapak Edi Zulchaidir, Pak Jaelani, Pak Rosyidi, P a k Ar if, Mbak Ami, dan

Mbak Pipit, serta seluruh pimpinan dan staf, PT. FINDECO atas tambahan informasi yang berguna.

6. Ibu Eni, Ibu Ningsih, Pak Edward, dan para staf LEMIGAS atas kesempatan penelitian di sana.

7. Mas Slamet, Mas Saeful, Bang Otto, Mbak Siti, dan seluruh staf SBRC lainnnya atas bantuan dan pelajaran teknis pada pembuatan surfaktan.

8. Seluruh laboran dan staf Departemen Teknologi Industri Pertanian atas segala bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan bagi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi civitas akademika dan pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2010

(11)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah dan ibu atas segala perhatian, pengorbanan, dukungan moral maupun material, serta lantunan doa untuk penulis. Terimakasih atas segala cinta dan kasih yang telah diberikan. Karya ini penulis persembahkan untuk ayah dan ibu.

2. Annisa Dienfitriah dan Abdurahman Hafizh atas canda tawa, doa, dan dukungan selama ini. Melalui karya ini, mudah-mudahan adik-adik mempunyai semangat dan motivasi yang lebih kuat lagi dalam mewujudkan mimpi dan memperjuangkan cita. 3. Teman-teman satu penelitian dan bimbingan: Mia, Mbok T, Fikri, Ahsan, Efrat,

Jaelani, Jawa, Deden, Mbak Susi, Mbak Yeni, Mbak Ira, Mas Davi, Pak Arif, Mas Darto, dan Kak Aang, atas segala bantuan, kerjasama, dan semangat yang diberikan. 4. Teman-teman TINers khususnya dalam JAPAS Corporation (susu jagung) yang lain:

Kak Irvan, Nadiyah, dan Linda, dalam Mentoring yang lain: Mbak Listya, Umi, Ambar, Kochan, dalam PURE (sabun tranparan): Diar, Zulfa, Ika, Dina, Binda, dan Asih, selama di TIN: Amel, Manda, Nining, Aul, Lily, Nono, Novi, Oon, Maul, Ami, Rey, Amri, Alfian, Ipul, Shafeeg, Nanto, Deni, Agung, Fitrah, Doni, Torik, Nazar, Oni, Aria, Dini, dan Nunu, untuk semua kerjasama, dukungan selama penelitian, dan pelajaran hidup yang dilewati bersama.

5. Teman-teman seperjuangan di IPB: Nisa, Dini, Windy, Dila, Dita, Wina, Fanny, Diana, Ami, atas bantuan, kerjasama, doa, dan dukungan moril yang tak lekang oleh waktu.

6. Teman-teman IAAS LC IPB: Windarti, Indra, Dodi, Didot, Devi, kembar Dewi dan Devi, Denis, serta IAASers lain atas kesempatan berjuang bersama di organisasi sekaligus memahami waktu penulis untuk penelitian.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG ...

1

1.2 TUJUAN ...

3

1.3 RUANG LINGKUP PENELITIAN ...

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SURFAKTAN DAN KINERJA SURFAKTAN ...

5

2.2 CRUDE PALM OIL (CPO) ...

8

2.3 METIL ESTER (ME) ... 11

2.4 METIL ESTER SULFONAT ... 15

2.5 ASAM METIL ESTER SULFONAT (MESA) ... 18

2.6 SULFONASI ... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 BAHAN DAN ALAT ... 26

3.1.1 Bahan ... 26

3.1.2 Alat ... 26

3.2 METODE PENELITIAN ... 28

3.2.1 Analisis Sifat Fisiko-Kimia CPO ... 28

3.2.2 Proses Produksi Metil Ester CPO ... 28

3.2.3 Proses Sulfonasi Metil Ester menjadi MESA ... 28

3.2.4 Analisis Karakteristik dan Kinerja MESA ... 28

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK SIFAT FISIKO-KIMIA CPO ... 31

(13)

Halaman

4.3 SULFONASI METIL ESTER MENJADI MESA ... 34

4.4 KARAKTERISTIK DAN KINERJA MESA ... 37

4.4.1 Densitas ... 37

4.4.2 Viskositas ... 41

4.4.3 Nilai pH ... 43

4.4.4 Kadar Bahan Aktif ... 44

4.4.5 Tegangan Permukaan ... 46

4.4.6 Tegangan Antar Muka ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN ... 54

5.2 SARAN ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Nilai Berbagai Tegangan Permukaan Cairan terhadap Udara dan

Tegangan Antar Muka terhadap Air ... 7

Tabel 2 Syarat Mutu Minyak Sawit Kasar (CPO) ... 9

Tabel 3 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit Kasar (CPO) ... 9

Tabel 4 Kualitas Metil Ester (ME) Komersial ... 16

Tabel 5 Sifat Fisik Sulfur Trioksida (SO3) ... 22

Tabel 6 Analisa Sifat Fisiko-Kimia CPO ... 31

Tabel 7 Analisa Sifat Fisiko-Kimia Metil Ester CPO ... 33

Tabel 8 Hasil Pengujian Kadar Bahan Aktif ... 44

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tarikan Antar Molekul di Permukaan Cairan ... 6

Gambar 2. Klasifikasi Tanaman Sawit dan Bagian Buah Kelapa Sawit ... 8

Gambar 3. Grafik Perkembangan Volume Produksi Minyak Sawit (CPO) di Indonesia (2002-2008)... 10

Gambar 4. Reaksi Transesterifikasi antara Lemak/Minyak dengan Metanol ... 11

Gambar 5. Reaksi Esterifikasi antara Asam Lemak dengan Metanol ... 12

Gambar 6. Mekanisme Reaksi Esterifikasi antara Asam Lemak dan Metanol dengan Katalis Asam ... 13

Gambar 7. Kemungkinan Terikatnya Pereaksi Kimia dalam Proses Sulfonasi ... 17

Gambar 8. Mekanisme Pembentukan MESA dalam Falling Film Reactor ... 18

Gambar 9. Reaksi pada Produksi Asam Sulfat ... 22

Gambar 10. Skema Reaktor Sulfonasi ... 27

Gambar 11. Diagram Alir Penelitian ... 29

Gambar 12. Mekanisme Reaksi Pembentukan MESA pada Sulfonasi ... 36

Gambar 13. Grafik Hubungan Periode Sampling dengan Nilai Densitas ... 37

Gambar 14. Hubungan Densitas dengan Karakteristik Viskositas (a) dan Kadar Bahan Aktif (b) ... 39

Gambar 15. Hubungan Nilai Densitas dengan Nilai Tegangan Permukaan dan Nilai Tegangan Antar Muka ... 40

Gambar.16. Grafik Hubungan Periode Sampling dengan Nilai Viskositas... 42

Gambar 17. Grafik Hubungan Periode Sampling terhadap Nilai pH ... 43

Gambar 18. Grafik Nilai Tegangan Permukaan dengan Penambahan Beberapa Konsentrasi MESA CPO pada beberapa Periode Sampling ... 47

Gambar 19. Grafik Tegangan Antar Muka dengan Konsentrasi Surfaktan 0,3% ... 52

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Prosedur Analisis Sifat Fisiko-Kimia CPO ... 58

Lampiran 2. Prosedur Analisis Sifat Fisiko-Kimia Metil Ester CPO ... 61

Lampiran 3. Prosedur Analisis Karakteristik dan Kinerja MESA ... 64

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Densitas ... 70

Lampiran 4.a. Rekapitulasi Data Nilai Densitas ... 70

Lampiran 4.b. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Densitas ... 70

Lampiran 4.c. Hasil Uji Lanjut Duncan terhadap Densitas ... 70

Lampiran 5. Hasil Pengukuran Viskositas ... 71

Lampiran 5.a. Rekapitulasi Data Nilai Viskositas ... 71

Lampiran 5.b. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Viskositas... 71

Lampiran 5.c. Hasil Uji Lanjut Duncan terhadap Viskositas... 71

Lampiran 6. Hasil Pengukuran pH ... 72

Lampiran 6.a. Rekapitulasi Data Nilai pH ... 72

Lampiran 6.b. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai pH ... 72

Lampiran 6.c. Hasil Uji Lanjut Duncan terhadap pH ... 72

Lampiran 7. Hasil Pengukuran Kadar Bahan Aktif ... 73

Lampiran 7.a. Rekapitulasi Data Nilai Bahan Aktif... 73

Lampiran 7.b. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Bahan Aktif ... 73

Lampiran 8. Hasil Pengukuran Penurunan Tegangan Permukaan ... 74

Lampiran 8.a. Rekapitulasi Data Nilai Tegangan Permukaan ... 74

Lampiran 8.b. Rekapitulasi Data Nilai Penurunan Tegangan Permukaan ... 74

Lampiran 8.c. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Penurunan Tegangan Permukaan ... 74

(17)

Halaman Lampiran 8.e. Hasil Uji Lanjut Duncan Tegangan Permukaan terhadap

Konsentrasi ... 75

Lampiran 9. Hasil Pengukuran Tegangan Antar Muka ... 76

Lampiran 9.a. Rekapitulasi Data Nilai Tegangan Antar Muka ... 76

Lampiran 9.b. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Tegangan Antar

Muka ... 77

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Asam Metil Ester Sulfonat (MESA) merupakan senyawa kimia yang

memiliki kemampuan sebagai bahan aktif permukaan atau

surface active

agent

(

surfactant

). Surfaktan mampu menurunkan tegangan permukaan

maupun tegangan antar muka, serta meningkatkan kestabilan sistem emulsi.

Pada molekul yang sama, senyawa kimia ini memiliki gugus polar (dapat larut

dalam air) sekaligus gugus non polar (dapat larut dalam minyak). Sifat

tersebut menyebabkan surfaktan banyak dimanfaatkan berbagai industri

sebagai komponen bahan

adhesif

(perekat), bahan penggumpal, pembasah,

pembusaan,

emulsifier

, serta telah diaplikasikan secara luas pada berbagai

bidang seperti farmasi, kosmetika, pertanian, pangan, cat dan pelapis, kertas,

pertambangan, dan perminyakan (sebagai

oil stimulation agent

).

Asam Metil Ester Sulfonat (MESA) dihasilkan melalui proses sulfonasi

terhadap metil ester. Metil ester ini diperoleh dari esterifikasi-transesterifikasi

trigliserida (minyak). Apabila dilakukan proses

bleaching

dan netralisasi

terhadap MESA, maka akan dihasilkan MES (Metil Ester Sulfonat). MES

berada pada pH netral dan memiliki warna yang pucat sehingga dapat

dikomersialisasikan dan diaplikasikan untuk pembuatan produk oleh industri.

Menurut Matheson (1996), kelompok surfaktan yang dibuat dalam jumlah

paling besar adalah surfaktan anionik. MES termasuk dalam kelompok

surfaktan anionik. Hal ini dicirikan dengan keberadaan gugus sulfonat sebagai

gugus ionik. Surfaktan anionik lain dengan gugus sulfonat yaitu Linear

Alkilbenzen Sulfonat (LAS) dan Alfa Olefin Sulfonat (AOS).

(19)

Indonesia termasuk dalam produsen minyak sawit yang terbesar di dunia.

Berdasarkan catatan

Foreign Agricultural Service

(2009), sejak tahun 2002

sampai dengan 2008, produksi minyak sawit Indonesia meningkat dari 9,1 juta

ton menjadi 17,82 ton. Menurut Departemen Perindustrian (2009), total

produksi CPO (

crude palm oil

) Indonesia tahun 2009 mencapai sekitar 20,2

juta ton. Dari total CPO yang diproduksi tersebut, sekitar 71 % di antaranya

diekspor dengan 30,5% dalam bentuk CPO dan 40,5% dalam bentuk produk

turunan CPO seperti stearin, margarin,

shortening

,

fat powder

,

food

emulsifier

,

fatty alcohol

,

fatty acid

, dan biodiesel. CPO juga masih memiliki

potensi untuk dikembangkan menjadi produk turunan lain yaitu surfaktan

yang mempunyai harga dan manfaat lebih tinggi dibandingkan jika hanya

dalam bentuk CPO saja. Hal ini tentu memberi nilai tambah bagi Indonesia.

CPO juga mengandung asam lemak C

16

dan C

18

dalam bentuk asam palmitat,

asam stearat, dan asam oleat yang mempunyai sifat daya deterjensi yang

sangat baik. Oleh karena itu, CPO dapat dimanfaatkan untuk memproduksi

surfaktan MES.

MES yang diperoleh dari sulfonasi metil ester dapat diproduksi dengan

beberapa macam reaktan pensulfonasi antara lain H

2

SO

4

, NH

2

SO

3

H, oleum

(H

2

SO

4

.n H

2

O), atau gas SO

3

/udara. Penggunaan H

2

SO

4

, NH

2

SO3H, dan

oleum sebagai reaktan memiliki keunggulan berupa proses sulfonasi yang

dapat dilakukan secara batch. Akan tetapi, SO

3

/udara memiliki keunggulan

lain yaitu gas ini memiliki sifat reaktifitas yang tinggi dan sesuai untuk

produksi kontinyu. Penggunaan gas SO

3

sebagai agen pensulfonasi dapat

mengoptimalkan pembentukan gugus sulfonat pada surfaktan sehingga

surfaktan anionik yang dihasilkan bersifat lebih cenderung larut air. Selain itu,

sulfonasi dengan reaktan gas SO

3

tidak menghasilkan

by product

yang cukup

besar seperti jika menggunakan reaktan oleum yang di akhir proses perlu

tahapan pemisahan air sampai 10%. Penggunaan gas SO

3

sebagai reaktan juga

tidak menimbulkan limbah sulfit seperti dalam penggunaan NH

2

SO

3

H,

sehingga dapat mengurangi limbah cair yang dihasilkan.

(20)

Di Indonesia sendiri, telah dikembangkan reaktor sulfonasi bertabung

tunggal, dikenal dengan

Single Tube Falling Film Reactor

(STFR). Dengan

prinsip

falling film

, puncak STFR didesain agar aliran bahan organik (metil

ester) yang masuk ke dalam tabung reaktor berubah menjadi aliran berlapis

tipis vertikal sepanjang reaktor sehingga permukaan bahan organik lebih luas,

kesempatan interaksi antar reaktan akan lebih banyak, dan penggunaan gas

SO

3

dapat berlangsung secara efisien sepanjang dinding vertikal reaktor.

Menurut Roberts (1998), reaksi sulfonasi dalam reaktor

falling film

bersifat

sangat eksotermik dengan transfer panas dapat mencapai 150-170 kJ/mol dan

efisiensi reaksi akan diperoleh dengan maksimum temperatur 100

o

C pada

puncak reaktor.

Reaksi sulfonasi dengan gas SO

3

berlangsung lebih cepat tetapi tetap

memerlukan kontrol. Penelitian ini menggunakan STFR yang telah

dikembangkan oleh Hambali

et al.

(2009). Panjang reaktor yang digunakan

adalah 6 meter . Suhu yang digunakan adalah 100

o

C dengan perbandingan

mol reaktan antara metil ester terhadap gas SO

3

adalah 1:1,3. Melalui

penelitian ini diharapkan dapat diketahui periode sulfonasi yang dapat

menghasilkan MESA CPO dengan karkteristik dan kinerja yang stabil.

Dengan kapasitas umpan

bahan organik 4 liter, pada penelitian ini diamati

MESA yang dihasilkan dari satu periode

sampling

ke periode yang lain

sehingga dapat diketahui kestabilan kualitas MESA melalui parameter

karakteristik fisik (densitas, viskositas, nilai pH, dan kadar bahan aktif) serta

kinerja MESA tersebut dalam menurunkan tegangan permukaan dan tegangan

antar muka.

1.2 TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui periode sulfonasi yang

dapat menghasilkan MESA CPO dengan karakteristik dan kinerja yang stabil.

1.3 RUANG LINGKUP PENELITIAN

1. Karakterisasi CPO sebagai bahan baku utama, yaitu berupa analisa

terhadap sifat fisiko-kimia yang terdiri dari kadar air, bilangan asam,

bilangan iod, kadar asam lemak bebas, dan komposisi asam lemak.

(21)

3. Sulfonasi metil ester dengan gas SO

3

menggunakan

Single Tube Falling

Film Reactor

dengan selang waktu pengambilan sampel setiap 10 menit.

4. Pengujian karakteristik fisik berupa densitas, viskositas, pH, dan kadar

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SURFAKTAN DAN KINERJA SURFAKTAN

Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas pada

permukaan yang tinggi. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam

disebabkan oleh struktur molekulnya yang tidak seimbang. Surfaktan memiliki

bagian yang bersifat hidroflik dan hidrofobik. Bagian yang bersifat hidrofilik,

merupakan bagian yang sangat polar (suka air), sedangkan bagian ekor bersifat

hidrofobik, merupakan bagian nonpolar (suka minyak). Bagian hidrofiik dapat

berupa anion, kation atau nonion, sedangkan hidrofobik dapat berupa rantai linier

atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi tersebut membuat surfaktan memiliki

fungsi yang beragam dalam memberi kestabilan emulsi dan diaplikasikan pada

berbagai industri (Hui, 1996).

Surfaktan dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok besar, yaitu

anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik. Surfaktan anionik adalah bahan aktif

permukaan yang bagian hidrofobiknya berhubungan dengan gugus anion (ion

negatif). Dalam media cair, molekul surfaktan anionik terpecah menjadi gugus

kation yang bermuatan positif dan gugus anion yang bermuatan negatif. Gugus

anion merupakan pembawa sifat aktif permukaan pada surfaktan anionic. Contoh

khas surfaktan anionik adalah keberadaan gugus alkohol sulfat dan ester sulfonat

(Hui, 1996).

Surfaktan mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan

(

surface tension

) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (

interfacial

tension

) antar dua fasa yang sama tetapi berbeda derajat polaritasnya dalam suatu

medium yaitu dengan cara melarutkan surfaktan ke dalam medium tersebut.

Tegangan antar muka merupakan usaha yang dibutuhkan untuk meningkatkan

area permukaan sebagai respon adanya tekanan antara dua fase yang berbeda

(IUPAC, 1997).

(23)

menjadi hambatan bagi peningkatan luas permukaan cair. Tegangan yang serupa

juga dapat terjadi pada fasa cair satu dengan cairan lain dan disebut dengan

tegangan antarmuka

Hal ini disebabkan daya kohesi dimana dalam suatu fluida

sejenis dan sefasa, molekul yang berada di dalam akan ditarik oleh molekul

sejenis di sekitarnya secara homogen ke segala arah. Sedangkan molekul yang

berada di permukaan, meski bertemu dengan fase atau jenis fluida yang berbeda,

juga tetap ditarik oleh molekul sejenis yang ada di dalamnya dan menghasilkan

suatu tegangan terhadap permukaan molekul yang berbeda. Selain jenis dan

struktur molekul yang terlibat, tegangan permukaan dan tegangan antarmuka

dipengaruhi juga oleh temperatur. Tarikan antarmolekul beda fase dan tegangan

permukaan di antarmuka antara dua jenis partikel ini akan menurun bila

temperatur menurun (Takeuchi, 2008).

Gambar 1. Tarikan Antar Molekul di Permukaan Cairan (Nave, 2009)

Tegangan permukaan berupa gaya yang terjadi di antara molekul dalam

cairan. Molekul cairan yang berada di permukaan (yang bertemu langsung dengan

udara) mengalami defisiensi di posisi atas, tetapi kuat pada arah lainnya karenaa

ada interaksi antar molekul dalam cairan yang menyebabkan pada bagian atas

permukaannya terjadi tegangan (Hargreaves 2003).

(24)

oleh gaya Van der Walls yang menggantikan ikatan hidrogen air (Hargreaves,

2003).

Tabel 1 Nilai Berbagai Tegangan Permukaan Cairan terhadap Udara dan

Tegangan Antarmuka terhadap Air

Cairan

Tegangan

permukaan (mN/m)

Tegangan

antarmuka (mN/m)

Air

Benzena

CCL

4

n-Hexana

Air Raksa

72,75

28,88

26,80

18,40

485,00

-

35,0

45,1

51,1

375,0

Sumber : Shaw (1980)

Tegangan permukaan dan tegangan antarmuka merupakan faktor penting

pada berbagai aplikasi surfaktan Aplikasi surfaktan pada industri sangat luas,

contohnya yaitu sebagai bahan utama pada industri deterjen dan pembersih

lainnya, bahan pembusaan dan

emulsifier

pada industri kosmetik dan farmasi.

(Hui, 1996). Pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan

pembersihan (

washing and cleaning applications

), namun surfaktan banyak pula

digunakan untuk produk pangan, produk kosmetika dan produk perawatan diri, cat

dan pelapis, kertas, tekstil, serta pertambangan (Flider, 2001).

Menurut Shaw (1980), tegangan antarmuka merupakan faktor penting pada

proses

enchanted oil recovery

(EOR) dalam bidang pertambangan. Surfaktan

dapat menurunkan tegangan antarmuka antara fluida dengan fluida, fluida dengan

batuan, dan fluida dengan hidrokarbon. Di samping itu, surfaktan dapat memecah

tegangan permukaan dari emulsi minyak yang terikat dengan batuan (

emulsion

blocks

), mengurangi terjadinya

water blocking

dan mengubah sifat kebasahan

(

wettability

) batuan menjadi suka air (

water wet

). Dalam kondisi batuan yang

bersifat

water wet

, minyak menjadi fasa yang mudah mengalir dan dengan

demikian

water cut

dapat diturunkan.

(25)

etoksilasi, esterifikasi, sulfonasi, amidasi, sukrolisis, dan saponifikasi (Sadi,

1993). Produksi surfaktan dengan bahan baku metil ester dapat berasal dari

minyak kelapa, stearin sawit, kernel sawit (PKO), dan lemak hewan (MacArthur

et al

., 2002).

2.2 CRUDE PALM OIL (CPO)

Kelapa sawit (

Elaeis guineensis

) merupakan salah satu tanaman penghasil

minyak nabati yang sangat penting. Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah

yang licin dan keras (

eksokarp

), daging buah (

mesocarp

) dari susunan serabut

(

fibre

) dan mengandung minyak, kulit biji (

endocarp

) atau cangkang atau

tempurung yang berwarna hitam dan keras, kernel atau daging biji (

endosperm

)

yang berwarna putih dan mengandung minyak (Gunawan, 2009).

Gambar 2. Klasifikasi Tanaman Sawit dan Bagian Buah Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit terdiri atas minyak sawit kasar atau CPO (

Crude Palm

Oil

) dan minyak inti sawit atau PKO (

Palm Kernel Oil

). CPO diperoleh dari

ekstraksi bagian mesokarp (daging buah) kelapa sawit, sedangkan PKO atau

minyak inti sawit diperoleh dari ekstraksi kernel (inti sawit). Minyak sawit

memiliki warna jingga kemerahan karena mengandung pro vitamin A (β

-karoten)

60-100 ppm. Minyak sawit memiliki konsistensi padat sebagian pada suhu kamar

dan konsistensi serta titik leburnya ini banyak dipengaruhi oleh kadar asam lemak

bebasnya. Dalam keadaan segar, asam lemak bebas memiliki kadar yang lebih

rendah. (Mangoensoekarjo, 2005).

Keterangan gambar:

1. Kernel

2. Endokarp

3. Mesokarp

4. Eksokarp

Klasifikasi Kelapa Sawit

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Palmales

Famili : Palmaceae

Genus : Elaeis

Spesies : –Elaeis Guineensis Varietas : – Elaeis guineensis dura

– Elaeis guineensis tenera – Elaeis guineensis pisifer

4 2

(26)

Menurut SNI (2006), CPO (

Crude Palm Oil

) merupakan minyak nabati

(minyak yang berasal dari tumbuhan) berwarna jingga kemerah-merahan yang

diperoleh dari proses pengempaan atau ekstraksi daging buah tanaman

Elaeis

guinneensis

. Syarat mutu minyak kelapa sawit mentah (CPO) adalah sebagai

berikut.

Tabel 2 Syarat Mutu Minyak Sawit Kasar (CPO)

Kriteria Uji

Syarat Mutu

Warna

a)

Jingga kemerahan

Kadar Air

a)

0.5%

Asam Lemak Bebas

a)

0.5%

Bilangan Iod

a)

50-55 gram iodium/100gram minyak

Berat jenis (37,8

o

C)

b)

0,898

0,901 gram/cm

3

Indeks refraksi pada suhu 40

o

C

b)

1,453

1,456

Bilangan penyabunan

b)

195-205

Fraksi Tak Tersabunkan

b)

< 0,8

Sumber: a)SNI (2006) dan b)AOCS dalam Mangoensoekarjo et al. (2005)

(27)

Tabel 3 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit Kasar (CPO)

Jenis Asam Lemak

Atom C

Komposisi (%)

Asam Lemak Jenuh

Laurat

C12:0

< 1,2

Miristat

C14:0

1,1

2,5

Palmitat

C16:0

40

46

Stearat

C18:0

3,6

4,7

Asam Lemak Tak Jenuh

Palmitoleat

C16:1

< 0,6

Oleat

C18:1

39

45

Linoleat

C18:2

7

11

Linolenat

C18:3

< 1,5

Sumber: berdasarkan Eckey (1955) di dalam Ketaren (2005)

Sekitar 50 persen asam lemak yang ada merupakan asam lemak jenuh

dengan komponen utama asam palmitat, baik dalam bentuk bebas dan bentuk

terikat sebagai monopalmitin, dipalmitin, dan tripalmitin, yang memiliki titik leleh

yang relatif tinggi (50-60

o

C), sehingga pada suhu ruang senyawa tersebut

berbentuk padat. Namun, selain itu minyak sawit juga mengandung sekitar 40

persen asam lemak tidak jenuh berikatan rangkap tunggal (asam oleat dan asam

palmitoleat) dan sekitar 10 persen asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap

jamak.

Minyak sawit mentah yang mengandung air dan serat halus, tidak dapat

langsung digunakan sebagai bahan pangan maupun non pangan sehingga perlu

proses permurnian (Naibaho, 1988). Permunian meliputi tahap proses

penguapan,

degumming

, pencucian dengan asam, pemisahan asam lemak bebas

dengan netralisasi, deodorisasi, dan dekolorisasi atau

bleaching

. Proses

pemurnian minyak bertujuan untuk menghilangkan bau yang tidak enak dan

warna yang tidak menarik, memperpanjang masa simpan minyak sebelum

digunakan untuk dikonsumsi atau sebagai bahan mentah dalam industri lebih

lanjut (Ketaren, 2005).

(28)

Sumber: Foreign Agricultural Service (2009)

Gambar 3. Grafik Perkembangan Volume Produksi Minyak Sawit (CPO)

di Indonesia (2002-2008)

Minyak sawit dapat dipilih sebagai bahan baku dalam industri yang

membuat surfaktan karena komponen asam lemak penyusun trigliseridanya, yaitu

asam lemak C

16

-C

18

bila diaplikasikan menjadi surfaktan memiliki sifat deterjensi

dan mampu berperan baik terhadap air sadah, sedangkan asam lemak C

12

-C

14

berperan terhadap efek pembusaan (Yuliasari,

et al

., 1997).

2.3 METIL ESTER (ME)

Metil ester merupakan salah satu bahan oleokimia dasar, turunan dari

trigliserida (minyak atau lemak). Berdasarkan Freedman

et al

., (1984), reaksi

pembentukan ester melibatkan lemak atau asam lemak dengan alkohol rantai

pendek seperti etanol atau metanol yang dipercepat dengan menggunakan katalis

asam maupun katalis basa. Pada reaksi tersebut, terjadi pemindahan alkohol

menjadi alkohol lain dalam proses yang sama seperti hidrolisis. Jika pada reaksi

ini, alkohol yang digunakan adalah metanol, maka reaksinya disebut metanolisis

dan ester yang dihasilkan berupa metil ester.

(29)

molekul trigliserida dengan adanya katalis basa atau asam. Reaksi transesterifikasi

untuk mendapatkan metil ester, dinyatakan dalam persamaan berikut.

RCOOCH

2

Katalis

CH

2

OH

RCOOCH

+ 3 CH

3

OH 3 RCOOCH

3

+ CHOH

RCOOCH

2

CH

2

OH

Minyak/lemak Metanol Metil ester Gliserol

Gambar 4. Reaksi Transesterifikasi antara Lemak/Minyak dengan Metanol (Hui, 1996)

Tahapan konversi minyak atau lemak menjadi metil ester bergantung pada

mutu awal minyak. Proses konversi dipengaruhi oleh kandungan asam lemak

bebas dan kandungan air. Minyak yang mengandung asam lemak bebas rendah,

dapat langsung dikonversi menjadi metil ester melalui transesterifikasi (Canaki

dan Gerpen, 2001).

Minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi serta mengandung air

lebih dari 0,3% dapat menurunkan rendemen transesterifikasi minyak (Freedman

et al

., 1984). Minyak dengan asam lemak bebas tinggi akan lebih efisien jika

melalui dua tahap reaksi. Asam lemak bebas dalam minyak diesterifikasi dahulu

dengan melibatkan katalis asam. Selanjutnya, transesterifikasi dapat dilakukan

untuk mengkonversi sisa minyak atau trigliserida yang ada dengan melibatkan

katalis basa (Canaki dan Gerpen, 2001). Reaksi esterifikasi asam lemak dan

alkohol mengkonversi asam lemak menjadi metil ester. Reaksi esterifikasi

ditunjukkan melalui persamaan berikut.

RCOOH + R’OH RCOOR’ + H

2

O

Asam alkohol ester air

Gambar 5. Reaksi Esterifikasi antara Asam Lemak dengan Metanol (Hui, 1996).

(30)

asam dan hidrogen dari alkohol. Dengan kata lain, dalam esterifikasi tersebut,

gugus

OCH

3

dari alkohol menggantikan gugus

OH dari asam.

Berdasarkan Hart

et al

.

(2003), dalam reaksi esterifikasi, sesungguhnya

mekanisme yang terjadi adalah setahap demi setahap. Pertama, gugus karbonil

dari asam terprotonisasi secara reversibel sehingga meningkatkan muatan positif

pada karbon karboksil dan menambah reaktifitasnya terhadap nukleofil. Kedua,

alkohol sebagai nukleofil menyerang karbon karbonil dari asam yang

terprotonisasi. Inilah langkah yang membentuk ikatan baru C-O (ikatan ester).

Dua langkah selanjutnya merupakan kesetimbangan dimana oksigen lepas atau

memperoleh proton. Kesetimbangan asam seperti ini bersifat reversibel dan

berlangsung cepat dan terus menerus berjalan dalam larutan bersuasana asam dari

senyawa yang mengandung oksigen. Kelima, air sebagai salah satu produk pun

terbentuk. Agar langkah ini terjadi, gugus

OH harus terprotonisasi untuk

meningkatkan kapasitas. Langkah akhir, menghasilkan ester dan meregenerasi

katalis

asam

(kebalikan

dari

langkah

pertama).

..

..

..

..

O: +OH :OH :OH

|| H+ || .. | .. -H+ |

R – C – OH R – C – OH R – C – OH R – C – OH

O O+ CH3O:

.

CH3 H CH3 H

.. .. ..

+

OH :OH :OH

|| .. -H+ | .. -H

2O | H

R – C – OH R – C – OH R – C – O+

H

CH3O: CH3O:

Sumber: Hart et al. (2003)

.. .. ..

..

..

.. ..

.. ..

[image:30.595.104.508.174.726.2]

.. .. ..

(31)

Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh suhu dan waktu proses, jumlah

rasio molar metanol terhadap minyak, serta jenis dan konsentrasi katalis (Sontag,

1982). Proses transesterifikasi dapat dilakukan secara curah (

batch

) atau

sinambung (

continue

) pada suhu 50-70

o

C. Kondisi proses transesterifikasi secara

kontinyu telah dilakukan Darnoko

et al

. (2000), yaitu dengan suhu proses 60

o

C

pada tekanan 1 atmosfir, dengan pengadukan, menggunakan katalis KOH 1 %

(w/w) terlarut dalam metanol. Hasil transesterifikasi minyak sawit tersebut

mencapai 97,3% pada waktu 60 menit. Waktu yang lebih dari 60 menit dapat

menurunkan laju produksi metil ester. Penambahan metanol dilakukan dengan

rasio metanol

minyak sebesar 6 : 1.

Menurut Bernardini (1983), konsentrasi metanol yang digunakan pada

proses transesterifikasi tidak boleh lebih rendah dari 98 %, karena semakin rendah

konsentrasi metanol yang digunakan maka semakin rendah rendemen metil ester

yang dihasilkan sedangkan waktu reaksi menjadi lama. Konsentrasi metanol untuk

transesterifikasi telah diteliti lebih lanjut oleh Widyawati (2007) yang

membuktikan konsentrasi metanol 10% (b/b) dapat diterapkan untuk melakukan

proses esterifikasi yang efisien dalam menurunkan bilangan asam pada produk.

Katalis basa sebesar 1% juga menurunkan bilangan asam lebih rendah

dibandingkan dengan katalis lain dengan kadar yang sama pada proses

transesterifikasi. Menurut Sontag (1982), katalis basa banyak digunakan karena

reaksinya sangat cepat, sempurna, dan dapat dilakukan pada suhu yang rendah.

(32)

Menurut MacArthur

et al

. (2002), bahan baku metil ester dapat berasal dari

minyak kelapa, lemak hewan, dan minyak sawit. Metil ester dari lemak hewan dan

minyak sawit didominasi dengan kandungan gugus ester asam lemak berantai

karbon C16 dan C18. Metil ester yang berasal dari lemak hewan memiliki

perbandingan C16 dan C18 sebesar 1:2 sedangkan metal ester yang diperoleh dari

minyak kelapa sawit memiliki perbandingan C16 dan C18 sebesar 2:1. Selain dari

komposisi rantai karbon dan asam lemak, pemilihan bahan baku untuk pembuatan

metil ester dapat dipengaruhi juga oleh harga. Sesuai dengan tahapan prosesnya,

metil ester dari minyak kelapa sawit kasar memiliki harga yang realtif lebih murah

dibandingkan dengan metil ester dari minyak inti sawit dan minyak kelapa.

Metil ester lebih banyak digunakan untuk aplikasi oleokimia dibandingkan

dengan asam lemak karena memiliki keuntungan, di antaranya dapat diproduksi

pada tekanan atmosfer normal dan kondisi suhu yang rendah sehingga konsumsi

energi produksi lebih sedikit. Metil ester juga lebih tahan terhadap oksidasi, tidak

bersifat korosif, dan tidak mudah berubah warna sehingga peralatan produksi

tidak mahal serta pada waktu penyimpanan dan transportasi lebih mudah (Hui,

1996).

Metil ester menjadi produk antara dari minyak dan lemak yang dapat

menjadi bahan baku pembuatan surfaktan di samping bahan baku lainnya seperti

asam lemak (

fatty acid

) dan alkohol lemak (

fatty alcohol

). Metil ester menjadi

produk antara untuk membuat produk oleokimia selanjutnya melalui proses

amidasi (misalnya menjadi monoetanolamida atau dietanolamida), proses

sukrolisis menjadi sukrosa ester, dan proses sulfonasi menjadi metil ester sulfonat

(Matheson, 1996).

2.4 METIL ESTER SULFONAT

Surfaktan metil ester sulfonat (MES) termasuk golongan surfaktan anionik,

yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif

permukaan (Watkins, 2001).

(33)

metil ester dapat berasal dari minyak kelapa, stearin sawit, kernel sawit (PKO),

dan lemak hewan (babi), belum terhidrogenasi atau dimurnikan lebih lanjut.

Kualitas bahan baku dapat dilihat dari nilai bilangan iod serta parameter lain

seperti bahan tak tersabunkan, nilai bilangan asam, nilai bilangan penyabunan,

berat molekul, kadar air, dan distribusi panjang rantai karbon (MacArthur

et al

.,

2002).

MES dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C

10

, C

12

dan C

14

biasa digunakan untuk

light duty dishwashing detergent

, sedangkan MES dari

minyak nabati dengan atom karbon C

16-18

dan

tallow

biasa digunakan untuk

deterjen bubuk dan deterjen cair (

heavy duty detergent

). Pada penggunaannya,

MES C

16

memperlihatkan daya detergensi terbaik, kemudian diikuti oleh C

18

dan

C

14

(Watkins, 2001).

[image:33.595.121.481.540.747.2]

Kualitas MES bergantung pada keluasan manfaatnya untuk dapat

diaplikasikan dalam berbagai bentuk produk. Hal ini dikaitkan dengan warna

produk akhir, jumlah kandungan

by product

yang tak diinginkan, dan bentuk fisik

produk akhir. Dalam proses pemurnian yang utama perlu diperhatikan adalah

kemungkinan terbentuknya

by product

berupa sabun sulfonat atau lebih dikenal

di-salt, yang terbentuk dari hidrolisis MES. Meskipun di-salt adalah surfaktan

juga, tetapi komponen ini menyebabkan penurunan daya deterjensi MES dan

sensitifitasnya pada air sadah semakin besar (MacArthur

et al

., 2002).

Tabel 4 Kualitas Metil Ester (ME) Komersial

Parameter Kualitas

Nilai

Berat Molekul

218-284

Bilangan iod

0,10

0, 39 (cgI/gramME)

Bahan Tak Tersabunkan

0,05

0,27 (%)

Bilangan Asam

0,15

0,5 (mgKOH/gramME)

Bilangan Penyabunan

191

252 (mgKOH/gramME)

Kadar Air

0,04

0,19 (%)

Distribusi rantai karbon (%)

< C12

0,00 - 0,85

C12

0,16 - 72,59

C14

1,55 - 26,9

C16

0,51 - 60,18

C18

0,00 - 64,45

(34)

Sumber: MacArthur

et al.

(2002)

Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting

yang harus dipertimbangkan adalah kondisi saat sulfonasi yaitu rasio mol, suhu

reaksi, konsentrasi gugus SO

3

yang ditambahkan. Selain itu, yang perlu

diperhatikan adalah waktu netralisasi, jenis dan konsentrasi katalis, pH dan suhu

netralisasi (Foster, 1996).

Reaksi sulfonasi molekul asam lemak untuk pembuatan MES dapat terjadi

pada tiga sisi yaitu (1) gugus karboksil; (2) ba

gian α

-atom karbon; (3) rantai tidak

jenuh (ikatan rangkap).

Gambar 7. Kemungkinan Terikatnya Pereaksi Kimia dalam Proses

Sulfonasi

(Jungermann, 1979)

(35)

2.5 ASAM METIL ESTER SULFONAT (MESA)

[image:35.595.101.501.52.438.2]

Sintesis MES dilakukan melalui beberapa tahap, diantaranya proses

penyerapan sulfur trioksida oleh metil ester di dalam reaktor

falling film

yang

dapat membentuk MESA. Adsorbsi sulfur trioksida oleh metil ester ditunjukkan

pada reaksi (1) dan dengan cepat membentuk reaksi (2). Reaksi (3) terjadi pada

saat proses

aging

(MacArthur

et al

., 2002).

Gambar 8. Mekanisme Pembentukan MESA dalam

Falling Film Reactor

Mekanisme pembentukan MESA dalam reaktor sulfonasi terdiri dari

beberapa tahap. Urutan proses yang terjadi adalah metil ester (I) bereaksi dengan

gas SO

3

membentuk senyawa intermediet (II), pada umumnya berupa senyawa

anhidrad. Dalam kondisi reaksi yang setimbang, senyawa intermediet (II) tersebut

akan mengaktifkan gugus alfa (

α

) pada rangkaian gugus karbon metil ester

sehingga membentuk senyawa intermediet (III). Selanjutnya, senyawa intermediet

(III) tersebut mengalami restrukturisasi dengan melepaskan gugus SO

3

. Gugus

SO

3

yang dilepaskan bukanlah gugus yang terikat pada ikatan alfa. Senyawa (III)

adalah MESA yang diinginkan untuk dapat diproses dalam tahap netralisasi

selanjutnya (MacArthur

et al.

, 2002).

O O

|| ||

R-CH2-C-OCH3 (I) + SO3 R-CH2- (C-OCH3):SO3 (II) (1)

O O

|| ||

R-CH2- (C-OCH3):SO3 (II) + SO3 R-CH- (C-OCH3):SO3 (III) (2)

| SO3H

O O

|| ||

R-CH- (C-OCH3):SO3 (III) R-CH- C-OCH3 + SO3 (3)

| |

SO3H SO3H

(36)

2.6 SULFONASI

Proses sulfonasi terhadap turunan minyak dapat menghasilkan produk

surfaktan berupa sulfonat atau sulfat. Meskipun memiliki struktur yang serupa,

terdapat perbedaan yang mendasar antara keduanya. Menurut Suryani

et al

.

(2000), perbedaan yang mendasar dari kedua jenis surfaktan yaitu surfaktan

disebut memiliki gugus sulfat jika mengandung belerang (sulfur) pada gugusnya

dimana karbon disambungkan dengan sulfur melalui oksigen. Sedangkan pada

surfaktan disebut memiliki gugus sulfonat jika sulfur langsung disambungkan

dengan karbon).

Sulfur trioksida SO

3

adalah bahan kimia elektrofilik yang agresif dan sangat

reaktif terhadap komponen organik karena dapat mendonorkan gugus elektron.

Reaksi bersifat eksotermik dan banyak komponen organik menjadi hitam setelah

reaksi terbentuk. Reaksi juga menyebabkan adanya peningkatan kekentalan

produk menjadi 15-300 kali lipat dibandingkan bahan organik itu sendiri.

Kekentalan ini sering menyulitkan pendinginan sehingga dalam prosesnya

dibutuhkan transfer panas yang tepat. Pengendalian terhadap perbandingan molar

reaktan sangat diperlukan mengingat SO

3

yang berlebih dalam reaksi dapat

menyebabkan terbentuknya

by product

yang tidak diiginkan (Foster, 1997).

(37)

Sulfonasi dengan oleum dapat digunakan dalam proses batch maupun

kontinyu. Tetapi dengan reaksi kesetimbangan tersebut, menyebabkan banyaknya

oleum yang tidak bereaksi, bersisa, dan menjadi terbuang yang membutuhkan

tambahan peralatan

waste treatment

sebelum benar-benar dibuang ke lingkungan

(Foster, 1997).

Sulfonasi dengan H

2

SO

4

telah dilakukan oleh Putra (2004) dengan

perbandingan mol reaktan 1: 1.2 antara metil ester dengan asam sulfat, konsentrasi

asam sulfat 80%, dan suhu reaksi 65

o

C. Proses ini berhasil menghasilkan MES

yang dapat menurunkan tegangan permukaan sebanyak 47% , tegangan antarmuka

98%, dan meningkatkan stabilitas emulsi 63,32%. Sulfonasi serupa juga telah

dilakukan Hidayati (2006) dengan perbandingan mol reaktan 1:1,5 yang

menghasilkan MES yang dapat menurunkan tegangan permukaan 33,1%. Kajian

sulfonasi dengan reaktan tersebut juga telah dilakukan Hambali (2005) dan

menghasilkan produk MES dengan kadar aktif sebesar 60%.

Proses pilihan lain sulfonasi dengan SO

3

adalah dengan melarutkan gas

sulfur trioksida dengan udara yang sangat kering serta langsung mereaksikannya

dengan bahan organik. Sulfur trioksida dapat diperoleh dari bentuk liquid SO

3

atau dari pembakaran sulfur. Proses sulfonasi ini paling murah karena selain

bahan organik hanya sulfur trioksida dan udara kering yang digunakan sebagai

reaktan, dapat menghasilkan MES dengan cepat dan tetap berkualitas, tetapi

memang membutuhkan peralatan yang tepat dan sedikit lebih mahal sesuai

dengan proses yang harus kontinyu. Proses ini merupakan proses kontinyu yang

dapat digunakan untuk skala besar dan cocok untuk proses produksi industri 24

jam per hari, 7 hari per minggu, dan dapat mencapai 1 ton produk per jam (Foster,

1997).

(38)

Sulfonasi dilakukan dengan seperangkat

falling film reactor

yang dibangun

dengan tujuan agar membentuk kontak antara bahan baku metil ester dengan

campuran gas sulfur trioksida dalam udara yang sangat kering. Perbandingan mol

dari reaktan utama (mol SO

3

terhadap mol metil ester) perlu dikontrol dengan

seksama dan dijaga selama proses. Pada produksi skala komersial, diperlukan

secara khusus sistem pembentuk gas SO

3.

Selain itu, pada sistem

falling film

reactor

juga diperlukan pemisahan antara gas sisa yang telah terpakai dengan

produk metil ester sulfonat asam (MESA) yang terbentuk. Selanjutnya, MESA

dapat dialirkan ke tangki

aging

yang bersuhu 80-85

o

C selama 1 jam dan

dilanjutkan proses pemucatan warna (MacArthur

et al

., 2002).

Sulfonasi metil ester dengan

falling film reactor

dapat mencapai 0,1

kgmol/jam. Konsentrasi gas sulfur trioksida yang digunakan 7% dalam udara

kering (titik cair di bawah -60

o

C) dan gas masuk pada suhu 40

o

C. Bahan baku

metil ester masuk secara kontinyu dengan kelajuan terkontrol sehingga

perbandingan molalitas reaktan dapat mencapai 1,25-1,3 mol SO

3

per mol metil

ester. Reaktor secara kontinyu didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui

lapisan luar dinding reactor (menggunakan

double jacket reactor

). Produk yang

dihasilkan dapat berupa pasta cair lembut pada suhu ruang tetapi memerlukan

bantuan pompa jika dialirkan pada suhu yang lebih rendah. Metil ester sulfonat

dari bahan yang mengandung C12-C14 apabila dilanjutkan sampai tahap

pengeringan (<2% kadar air) seperti melalui

spray dryer

) akan mengalami

kesulitan proses karena kekentalannya (MacArthur

et al

., 2002).

(39)

Produksi asam sulfat secara umum menghasilkan produk dengan kadar

78-100% serta bermacam-macam konsentrasi oleum. Produksi diawali dengan

pencairan belerang padat di

melt tank

, lalu pemurnian belerang cair dengan cara

filtrasi, kemudian pengeringan udara proses. Selanjutnya pembakaran belerang

cair dengan udara kering untuk menghasilkan sulfur dioksida (SO

2

). Reaksi

oksidasi lanjutan SO

2

menjadi SO

3

dalam empat lapis bed konverter dengan

menggunakan katalis V

2

O

5

, pada tekanan 1,5 atm dan suhu 425-430

o

C (Lutfiani,

2008). Kemudian pendinginan gas, dan penyerapan SO

3

dengan asam sulfat

93%-98,5%. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

S + O2 → SO2 + 31.148 kkal (1) SO2 + ½ O2 → SO3 + 70.960 kkal (2) SO3 + H2O → H2SO4 + 23.490 kkal (3) H2SO4 (l) + SO3 → H2S2O7 (l) (4) H2S2O7 (l) + H2O (l) → 2 H2SO4 (l) (5)

Gambar 9. Reaksi pada Produksi Asam Sulfat (Lutfiani, 2008)

Reaksi (1) terjadi dalam tangki pembakar, dimana belerang dikabutkan dan

direaksikan dengan udara kering. Reaksi (2) terjadi dalam konverter atau reaktor

katalis V

2

O

5

. Reaksi (3) terjadi dalam tangki pengencer, gas belerang trioksida

diserap dengan asam sulfat (93-98,5%).

(40)

Tabel 5 Sifat Fisik Sulfur Trioksida

Sifat Fisik

Nilai

Berat molekul

80,06 g/mol

Titik leleh

3,57

o

C

Titik didih

16,86

o

C

Densitas standar

44,8 kg/m3

Panas penguapan pada titik didih

528 J/g

Sumber Lutfiani (2008).

Ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan pada saat menggunakan

konversi gas SO

3

dari sistem produksi asam sulfat. Pertama, gas SO

3

yang

dihasilkan mendekati 18% lebih sehingga perlu dilarutkan menjadi konsentrasi

normal yang dibutuhkan bagi konsentrasi sulfonasi (sekitar 4-7%). Oleh karena

itu, perlu dilengkapi penyuplai udara yang dapat menambah biaya dan alat.

Kedua, karena bed konverter absorbs asam sulfat menggunakan udara kering,

maka udara kering- SO

3

dari proses produksi asam sulfat memiliki titik didih lebih

tinggi (-35

o

C) dibandingkan yang dibutuhkan pada proses sulfonasi (-60

o

C sampai

dengan -80

o

C). Titik didih yang tinggi membuat masalah pada kualitas produk

dalam proses sulfonasi dan mempercepat korosi pada peralatan proses. Ketiga,

tekanan dari udara-SO

3

yang terbentuk biasanya tidak cukup bagi proses

sulfonasi. Pemberian tambahan tekanan terhadap udara- SO

3

dari konverter bukan

hal yang mudah karena memerlukan kompresor tinggi untuk menahan lingkungan

korosif dan dapat membentuk aliran udara basah. Masalah ini dapat diatasi, tetapi

solusi ini tidak murah. Mempertimbangkan semua masalah yang melekat dalam

memanfaatkan aliran gas dari konverter pabrik asam sulfat, kesimpulannya adalah

bahwa secara teknis layak. Namun pemilihan ini menambahkan kesulitan

operasional yang signifikan dan tidak berdampak pada penghematan biaya besar

atas instalasi pabrik sulfonasi yang tetap memerlukan lengkap pembakaran

belerang (Foster, 1997).

(41)

kontak yang memuaskan antar zat cair dan gas (fluida yang direaksikan), dan

tidak terlalu mahal. Bila dari logam, dapat terbuat dari baja, aluminium, atau

stainless steel. Secara ideal, zat cair mengalir membentuk lapisan tipis ke seluruh

permukaan menuruni reaktor. Film yang terbentuk cenderung menebal pada

beberapa tempat tertentu dan menipis di tempat lain sehingga zat cair mengumpul

menjadi arus-arus kecil dan mengalir melalui lintasan tertentu dalam dinding

reaktor. Pada aliran rendah, sebagian permukaan mungkin mengering atau diliputi

oleh zat cair stagnan. Kondisi ini disebut pengkanalan (

channeling

) dan menjadi

penyebab utama kinerja kurang efisien. Ukuran diameter menara sedikitnya 8 kali

diameter lubang pengisian, sehingga zat cair cenderung mengalir di dinding

kolom.

Reaktor tipe film merupakan reaktor yang paling banyak digunakan dalam

proses pembuatan deterjen, khususnya untuk memperoduksi produk oleokimia

yang diperuntukkan bagi produk kosmetik, dalam reaktor film, bahan organik

dialirkan ke dalam dinding reaktor sebagai suatu film yang kontinyu. Kecepatan

bahan organik ke dalam reaktor sulfonasi diukur secara akurat menggunakan

flowmeter dan dikendalikan oleh pompa.

Reaktor dengan banyak tabung (multitube) merupakan jenis reaktor

sulfonasi yang umum digunakan. Pada reaktor jenis ini, bahan organik

didistribusikan ke sejumlah tabung reaksi yang disusun secara paralel. Tabung

disusun berkumpul dengan arah vertikal. Gas SO

3

dan bahan organik mengalir

menuruni tabung secara bersamaan, bereaksi dan keluar dari bagian bawah reaktor

menuju reaktor pemisah. Panas reaksi dipindahkan oleh air pendingin yang

mengalir di sepanjang jaket reaktor. Waktu rata-rata yang dibutuhkan asam

mengalir dari atas reaktor menuruni reaktor kemudian menuju pemisah, siklon,

dan netralisasi adalah 2-3 menit.

(42)

reaktor. Panas reaksi dipindahkan oleh air pendingin yang mengalir sepanjang

jaket pendingin di bawah permukaan reaksi dari reaktor.

Sheats dan MacArthur (2002) mengkaji pengaruh suhu dan ratio mol

reaktan dalam proses sulfonasi untuk mengahsilkan MES dengan mereaksikan gas

SO

3

dan metil ester dalam

tubullar falling film reactor

pada perbandingan reaktan

gas SO

3

dan metil ester 1,2:1 samapi dengan 1,3:1 pada suhu 50-60

o

C. Proses

sulfonasi menggunakan

falling film reactor

(FFR) dengan laju sekitar 0,1 kg

mol/jam. Suhu masuk gas SO

3

ke dalam reaktor adalah 42

o

C. Baker (1995)

melakukan proses sulfonasi dengan mereaksikan alkil ester dan gas SO

3

dalam

falling film reactor

pada suhu 75-95

o

C selama 20-90 menit.

Penelitian sulfonasi telah dilakukan terhadap metil, etil, dan isopropil ester.

Sulfonasi ester dimulai dengan pembentukan komplek SO

3

dengan ester.

Pembentukan komplek ini mengaktifkan atom H pada posisi alfa. Pada reaksi

selanjutnya dengan mol SO

3

kedua kemudian akan menyempurnakan sulfonasi

sehingga membentuk produk antara. Produk sulfonat yang baik ditunjukkan dari

sulfonasi metil ester dengan suhu 60

o

C, dengan lama sulfonasi 1 jam, yang

menghasilkan produk 90% sodium alfa sulfonat dan 1% garam sodium (Smith and

Stirton, 1967).

(43)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi bahan untuk produksi metil ester, bahan untuk proses sulfonasi, dan bahan-bahan untuk analisis. Bahan-bahan-bahan untuk produksi metil ester CPO terdiri dari CPO (crude palm oil), metanol, asam sulfat, KOH, dan air hangat. Bahan kimia untuk proses sulfonasi ME menjadi MESA adalah metil ester CPO dan gas SO3 (diperoleh dari PT Mahkota Indonesia dan dialirkan ke reaktor sulfonasi).

Bahan-bahan yang digunakan untuk karakterisasi CPO adalah antara lain aquades, etanol 95% netral, indikator PP (fenolftalein), KOH 0,1 N, sikloheksana, asam asetat, reagen Wijs, KI 15%, Na2S2O3 0,1 N, indikator pati, KOH Alkohol 0,5 N, HCl 0,5 N, KOH 50%, petroleum eter, metanol, iodin, alkohol 10%, NaOH 0,02 N.

Bahan yang digunakan digunakan untuk analisis MESA adalah aquades, minyak ogan, indikator PP (fenolftalein), NaOH 0,1 N, petroleum eter, kloroform, indikator methylen blue, larutan n-Cetylpyridium Chloride 0,002M.

3.1.2. Alat

Peralatan yang digunakan untuk proses produksi metil ester CPO adalah satu unit reaktor untuk proses esterifikasi, transesetrifikasi, settling, washing, dan

drying. Peralatan utama yang digunakan untuk proses pembuatan MESA adalah seperangkat reaktor sulfonasi (single tube falling film reactor) dengan tinggi 6 meter yang dilengkapi dengan feed tank 4 liter dan pompa.

Peralatan yang digunakan untuk analisis CPO adalah piknometer, gelas piala 50 ml, erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, pipet volumetrik, bulb, magnetic stirer, buret, penangas air, botol soxhlet, pendingin tegak, labu ekstraksi, corong pemisah, oven, desikator, peralatan Karl Fischer, dan timbangan analitik.

(44)

viskometer Brookfield, tube dan pipet microsyringe, dan spinning drop tensiometer Model TX-500C.

E-88 E-90 Tangki MESA Wadah Sampel Pompa Reaktor Sulfonasi Heater Tangki Metil Ester Aliran steam Separator gas dan cairan Tabung Pencampur SO3/udara kering Separator oleum dan SO3 Kontrol SO3 Flowmeter Aliran SO3 berlebih

UNIT SULFONASI

UNIT PENYEDIA UDARA KERING UNIT PENYEDIA STEAM

UNIT PENYEDIA SO3

Udara

Tangki H2SO4

Dryer Kompresor Pompa Tangki bahan bakar Bakar Tangki Air Boiler Pompa Pompa Pencairan Sulfur Sulfur Konverter SO2 Konverter SO3 Pendingin Separator oleum dan SO3

U

N

I

T

P

R

O

D

U

K

S

I

H

2

S

O

4

Aliran SO3 untuk Sulfonasi

[image:44.595.110.526.123.606.2]

Aliran udara kering untuk Sulfonasi

(45)

3.2 METODE PENELITIAN

Penelitian terdiri dari proses produksi ME CPO, proses sulfonasi ME menjadi MESA, serta analisis karakteristik dan kinerja MESA. Diagram proses secara keseluruhan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10.

3.2.1 Analisis Sifat Fisiko-Kimia CPO

Sebelum proses produksi metil ester, dilakukan terlebih dahulu analisis sifat fisiko-kimia CPO untuk mengetahui mutu bahan yang akan digunakan. Analisis meliputi uji kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan asam, bilangan iod, densitas (bobot jenis), dan komposisi asam lemak. Prosedur analisis sifat fisiko-kimia CPO dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.2.2 Proses Produksi Metil Ester CPO

Proses pembuatan metil ester sebagai bahan organik untuk pembuatan MESA dilakukan melalui dua tahap yaitu proses esterifikasi dan dilanjutkan dengan proses transesterifikasi. Analisis karakteristik metil ester yang digunakan untuk tahap proses sulfonasi selanjutnya adalah meliputi pengujian bilangan asam, kadar gliserol total, bilangan penyabunan, bilangan iod, kadar air, densitas, dan komposisi asam lemak. Prosedur analisis sifat fisiko-kimia metil ester CPO dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.2.3 Proses Sulfonasi Metil Ester menjadi MESA

Proses sulfonasi dilakukan pada kondisi rasio mol reaktan antara bahan organik (metil ester) terhadap gas SO3 adalah 1:1,3. Proses ini berlangsung dengan kapasitas umpan 4 L dengan memperhatikan temperatur 100oC selama sulfonasi. Sampel diambil sebanyak + 100 ml setiap 10 menit sekali dari menit ke-10 sampai dengan menit ke-100.

3.2.4 Analisis Karakteristik dan Kinerja MESA

(46)
[image:46.595.115.416.52.776.2]

Gambar 11. Diagram Alir Penelitian Gas SO3

Sulfonasi dengan STFR pada:

Rasio mol reaktan 1:1,3

T= 100oC

MESA

Analisis karakteristik dan kinerja MESA

Metil Ester CPO Metanol

Asam sulfat

Sisa Metanol

Pemanasan 55oC

Reaksi esterifikasi 1 jam

Pemisahan sisa metanol dan

FAME + minyak Metanol

15% minyak

FAME +

KOH

Gliserol Kasar

Pemanasan 55oC

Reaksi transesterifikasi 1 jam

Pemisahan gliserol dan FAME

Pengeringan 115oC, 30 menit Karakterisasi CPO

(47)

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal yaitu periode sampling, dengan waktu pengambilan sampel adalah setiap 10 menit. Percobaan dilakukan sebanyak dua kali ulangan dan setiap sampel dianalisis sebanyak dua kali (duplo). Rincian faktor, perlakuan, dan model matematikanya adalah sebagai berikut.

Faktor : periode sampling

Taraf faktor : 1 = periode sampling 10 menit

2 = periode sampling 20 menit

3 = periode sampling 30 menit

4 = periode sampling 40 menit

5 = periode sampling 50 menit

6 = periode sampling 60 menit

7 = periode sampling 70 menit

8 = periode sampling 80 menit

9 = periode sampling 90 menit

10 = periode sampling 100 menit

Mo

Gambar

Gambar 6. Mekanisme Reaksi Esterifikasi antara Asam Lemak dan Metanol
Tabel 4  Kualitas Metil Ester (ME) Komersial
Gambar 8. Mekanisme Pembentukan MESA dalam Falling Film Reactor
Gambar 10. Skema Reaktor Sulfonasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Upah tenaga kerja langsung (bagian produksi) dan biaya :

Elang Express adalah perusahaan jasa ekspedisi dengan layanan ke berbagai negara dimana karyawannya acapkali harus menghadapi pelanggan asing dan berkomunikasi dengan pihak

Tujuan dari Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus yang Berorientasi Profesional adalah untuk memberikan kualifikasi yang berbasis penelitian dan berorientasi karir untuk

Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel- sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah

a) Dengan naiknya derajat korelasi di antara variabel-variabel bebas, penaksir-penaksir OLS masih bisa diperoleh, namun kesalahan- kesalahan baku (standard

Sehingga dapat dikatakan bahwa Bimbel Brilliant Education harus lebih memperhatikan standar tentor yang ada, karena hal ini sangat mempengaruhi siswa dalam

After conducting a research in teaching English reading comprehension of descriptive texts using comic strips to Year- 7 students of “SMPN 22 Pontianak” in Academic Year

Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa prosedur penelitian terbagi ke dalam 5 tahap yakni; (1) Karakterisasi kimia buah vanili segar dan kering, (2) Penentuan suhu inkubasi