• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Antibiotik

Antibiotik atau anti mikroba adalah obat yang digunakan sebagai obat pembasmi mikroba, khususnya yang merugikan manusia. Antibiotik yaitu zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain (Anonim, 2000).

Berdasarkan aktifitasnya antibiotika dibagi menjadi dua golongan besar yaitu 1. Antibiotik yang mempunyai aktifitas luas (Broad spectrum) yaitu antibiotik

yang dapat mematikan bakteri Gram positif dan negative serta protozoa,yang termasuk antibiotik broad spectrum adalah Tetracyclin dan derivatnya, Kloramfenikol, Ampicillin.

2. Antibiotik yang mempunyai aktifitas sempit (Narrow spectrum) yaitu antibiotik yang hanya efektif pada bakteri tertentu saja. Yang termasuk antibiotik ini yaitu Penicillin, Polimixin B, streptomycin B, Bleomycin dan Bacitraci (Sastramiharja, S.et al, 1997).

Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Lebih dari seperempat anggaran Rumah Sakit dikeluarkan untuk biaya penggunaan antibiotik (WHO, 2006). DiNegara yang sudah maju 13-37% dari seluruh penderita yang dirawat di Rumah Sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal maupun kombinasi, sedangkan di Negara berkembang 30-80% penderita yang dirawat di Rumah Sakit mendapat antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah resistensi dan efek obat yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu penggunaan antibiotik harus mengikuti strategi peresepan antibiotik.

Penggunaan antibiotik secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotik yang tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat, tepat interval pemberian obat, aman pada pemberiannya serta terjangkau oleh pasien. Penggunaan antibiotik yang irasional telah diamati

(2)

sejak lama. Laporan dari suatu Rumah Sakit di Amerika pada tahun 1977 mengungkapkan bahwa 34% dari seluruh penderita yang dirawat mendapat terapi antibiotik (Djoko Widodo (2005). Dampak negatif yang paling bahaya dari penggunaan antibiotik secara tidak rasional adalah muncul dan berkembangnya kuman - kuman yang kebal antibiotik. Hal ini mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan. Dampak tersebut harus ditanggulangi bersama dengan cara yang efektif, antara lain dengan menggunakan antibiotik secara rasional, melakukan intervensi untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik dan melakukan monitoring serta evaluasi penggunaan antibiotik pada pelayanan kesehatan masyarakat yang merupakan tempat paling banyak ditemukan penggunaan antibiotik. Evaluasi penggunaan obat khususnya antibiotik merupakan salah satu bentuk tanggung jawab farmasis di lingkungan Pelayanan kesehatan dalam rangka mempromosikan penggunaan antibiotik yang rasional.

B. Kriteria Penggunaan Obat Rasional

Pengobatan Rasional bila pasien menerima obat yang, sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat, dengan harga yang paling murah untuk masyarakat serta secara praktis penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:

1. Tepat diagnosis.

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat, apabila terjadi kesalahan pada diagnosis, akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan yang seharusnya (Anonim, 2006). 2. Sesuai dengan indikasi penyakit.

Ketepatan indikasi berkaitan dengan penentuan perlu tidaknya suatu obat diberikan pada suatu kasus tertentu (Sastramihardja, 1997).

(3)

Berkaitan dengan pemilihan kelas terapi dan jenis obat berdasarkan pertimbangan manfaat, keamanan, harga, dan mutu.Sebagai acuannya dapat digunakan buku pedoman pengobatan (Sastramihardja, 1997).

4.Tepat dosis.

Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan (Anonim, 2006).

5.Tepat cara pemberian.

Cara pemberian obat memerlukan pertimbangan farmakokinetik, yaitu cara atau rute pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian, dan lama pemberian, sampai ke pemilihan cara pemakaian yang paling mudah diikuti pasien, aman dan efektif untuk pasien (Munaf, 2004).

6.Tepat interval waktu pemberian.

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis agar mudah dimengerti dan ditaati oleh pasien. Makin tinggi frekuensi pemberian obat perhari, semakin rendah tingkat ketaatan minum obat (Anonim, 2006).

7.Tepat lama pemberian.

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing, dapat disesuaikan dengan algoritma penanganan suatu jenis penyakit tertentu, juga bisa disesuaikan dengan gaudline penyakit tertentu (Anonim, 2006).

8. Waspada terhadap efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi (Anonim, 2006).

9. Penilaian terhadap kondisi pasien.

Ketepatan penilaian diperlukan terhadap kontraindikasi, pengaruh

faktor konstitusi, penyakit penyerta dan riwayat alergi (Sastramihardja, 1997).

(4)

Ketepatan informasi menyangkut informasi cara penggunaan obat, efek samping obat dan cara penanggulangannya serta pengaruh kepatuhan terhadap hasil pengobatan (Sastramihardja, 1997).

11.Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut.

Pada saat memutuskan pemberian terapi harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping.Jika hal ini terjadi maka dosis obat perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya diganti (Anonim, 2006).

12.Obat yang efektif, aman, mutu terjamin dan terjangkau.

Pemilihan obat dalam daftar obat esensial dilakukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh pembuat resep dalam melakukan terapi (Anonim, 2006).

13.Tepat penyerahan obat

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotik atau tempat penyerahan obat apoteker/asisten/ petugas penyerah obat akan melaksanakan perintah dokter/peresep yang ditulis pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien (Anonim, 2006).

14. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan.

Ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada kejadian berikut: a. Jenis dan atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak.

b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering. c. Jenis sediaan obat terlalu beragam

d. Pemberian obat dalam jangka panjang.

e. Pasien tidak mendapatkan informasi atau penjelasan yang cukup mengenai

cara minum atau menggunakan obat. f. Timbul efek samping.

(5)

Penggunaan obat yang rasional yaitu pasien menerima pengobatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan klinis, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individual mereka sendiri, untuk jangka waktu yang memadai, dan pada biaya terendah. Penggunaan obat irasional merupakan masalah global diseluruh dunia dunia. WHO memperkirakan bahwa lebih dari setengah dari semua obat yang diresepkan, dibagikan atau dijual secara tidak tepat, dan setengah dari semua pasien gagal untuk memperoleh obat dengan benar. Hal yang demikian akan memperluas bahaya kesehatan dari segi penyalah gunaan obat-obatan.WHO menganjurkan 12 intervensi kunci untuk mempromosikan penggunaan lebih rasional:

a. Pembentukan badan nasional multi disiplin untuk mengkoordinasikan kebijakan penggunaan obat.

b. Gunakan pedoman klinis

c. Pengembangan dan penggunaan daftar obat esensial nasional d. Pembentukan terapi obat dan komite di kabupaten dan rumah sakit

e. Pencantuman kurikulum pelatihan farmakoterapi berbasis masalah ditingkat sarjana

f. Melanjutkan pendidikan medis berkelanjutan sebagai persyaratan lisensi g. Pengawasan, audit dan umpan balik

h. Penggunaan informasi independen pada obat-obatan i. Pendidikan umum mengenai obat-obatan

j. Menghindari insentif keuangan yang tidak tepat. k. Penggunaan yang tepat dan penegakkan peraturan

l. Pendanaan pemerintah yang memadai untuk menjamin ketersediaan obat-obatan dan staf.

C. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Definisi ISPA

Infeksi saluran pernafasan adalah mulai dari infeksi respiratori atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Sedangkan pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung hingga 14 hari (Nastiti, 2008). Infeksi Saluran

(6)

Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Ranuh, 1997).ISPA adalah Infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat (Depkes RI, 2012).

2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri Penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus ( Depkes RI, 2000).

3. Gambaran klinis ISPA

Gambaran klinis infeksi saluran pernafasan akut tergantung pada tempat infeksi serta mikroorganisme penyebab infeksi. Semua manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan adanya kerusakan langsung akibat mikroorganisme. Manifestasi klinis antara lain :

a) Batuk

b) Bersin dan kongesti nasal

c) Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung d) Sakit kepala

e) Demam

4. Patofisiologi ISPA

Penyakit ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang disebarkan melalui saluran pernafasan yang kemudian dihirup dan masuk ke dalam tubuh, sehingga menyebabkan respon pertahanan bergerak yang kemudian masuk dan menempel pada saluran pernafasan yang menyebabkan reaksi imun menurun dan dapat menginfeksi saluran pernafasan yang

(7)

mengakibatkan sekresi mucus meningkat dan mengakibatkan saluran nafas tersumbat dan mengakibatkan sesak nafas dan batuk produktif.

Ketika saluran pernafasan telah terinfeksi oleh virus dan bakteri yang kemudian terjadi reaksi inflamasi yang ditandai dengan Rubor danDolor yang mengakibatkan aliran darah meningkat pada daerah inflamasi dengan tanda kemerahan pada faring mengakibatkan hipersensitifitas meningkat dan menyebabkan timbulnya nyeri. Tanda inflamasi berikutnya adalah Kalor, yang mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan menyebabkan hipertermi yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan cairan yang kemudian mengalami dehidrasi. Tumor, adanya pembesaran pada tonsil yang mengakibatkan kesulitan dalam menelan yang menyebabkan intake nutrisi dan cairan inadekuat. Adanya kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernafasan sehingga meningkatkan kerja kelenjar mucus dan cairan mucus meningkat yang menyebabkan batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga menimbulkan sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, setelah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Sylvia, 2005).

HRV merupakan penyebab paling sering pilek umum dan juga terkait dengan otitis media akut pada anak dan sinusitis pada orang dewasa.Penelitian terbaru telah menetapkan bahwa HRV dapat menginfeksi saluran pernafasan bagian bawah sehingga menyebabkan pneumonia dan bronchiolitis pada anak-anak (Papadopoulos, 2002).

Infeksi HRV tanpa gejala juga dapat terjadi pada bayi, anak-anak dan orang dewasa. Isolasi HRV dalam kultur sel sangat sulit dilakukan, tidak sensitif dan memakan waktu yang lama. Infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA) adalah infeksi yang menganai struktur-struktur saluran nafas di sebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran nafas mengenai bagian – bagian atas dan bawah saluran pernafasan secara bersama - sama

(8)

atau berurutan, tetapi beberpa diantaranya terutama akan melibatkan bagian-bagian spesifik salauran nafas secara nyata (Nelson, 2000).

ISPA termasuk 10 penyakit terbanyak di Rumah Sakit, Puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya dan masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian balita di Indonesia yaitu sebesar 28%. Survey yang di lakukan oleh SubDit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian balita. Data epidemiologi kasus ISPA/pneumonia di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, menunjukan prevalensi nasional ISPA 25,5% (Depkes RI, 2008). WHO memperkirakan kematian akibat pneumonia mencapai 10-20% pertahun dari seluruh jumlah yang ada bila tidak diberi pengobatan ( WHO, 1990).

ISPA adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Bakteri-bakteri yang paling sering terlibat adalah Streptococcus grup A, Pneumococcus, H. Influenza yang terutama dijumpai pada anak-anak, virus influenza merupakan penyebab paling sering dari penyakit saluran pernafasan pada anak-anak dan dewasa. Pada usia 5 tahun atau lebih 90% anak-anak telah mengalami infeksi virus influenza (Nelson, 1995).

Sebagian besar penyakit pada anak-anak adalah infeksi, dan infeksi ini terjadi pada saluran nafas, ISPA dapat menyebabkan terjadinya kejang, demam dan serangan asma (Lectur, 2002). Kunjungan pasien dengan ISPA sebanyak 40%-60% yang berobat dipuskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat dirawat inap dan rawat inap (Triska, 2007).

Anak-anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan untuk terserang berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi. Menurut temuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 10 juta anak meninggal tiap tahun yang disebabkan karena diare, HIV/AIDS, Malaria dan ISPA (Depkes RI, 2007).

D. Farmakoekonomi

Farmakoekonomi dapat didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis biaya terapi dalam suatu system pelayanan kesehatan, dan lebih spesifik lagi

(9)

adalah sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keutungan dari suatu program, pelayanan dan terapi yang baik ( Bootman,et al,2005).

E. Biaya

Biaya merupakan besarnya sumber daya yang di konsumsi. Biaya produk atau pelayanan merupakan nilai moneter dari sumber daya yang dikunsumsi menghasilkan barang atau jasa (Dipiro, 2011). Lima jenis Desain penelitian bidang ekonomi yang telah di kenal yaitu Cost Analysis, Cost Minimize ( CMA), Cost Effectiveness Analysis (CEA), Cost Benefit Analysis (CBA), serta Cost Utility Analysis (CUA) (Sancez, 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mengadakan observasi mahasiswa dapat belajar banyak dari proses pembelajaran yang sesungguhnya di MAN Godean. Dalam mempersiapkan bekal sebelum melaksanakan

Data tersebut merupakan tindak tutur direktif melarang yang direalisasikan dengan tindak tutur tidak langsung karena struktur dan maksud tuturan tidak sama, yakni struktur

Karena saya merasakan betul bahwa materi-materi yang termuat dalam buku ini In syaa Allah sangat membantu dalam pembelajaran bahasa Arab khususnya pada seni pengungkapan

Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang sangat penting bagi daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. untuk itu

Jika diterima menjadi Nasabah MBK, maka Nasabah harus memberikan fotocopy dokumen tersebut dan Account Officers (AO) membandingkannya dengan dokumen asli; setelah itu AO

Penelitian dalam skripsi ini dilatar belakangi oleh guru adalah sosok yang menjadi panutan siswa dan guru memiliki tugas untuk melaksanakan proses belajar mengajar.

37) jasa adalah kegiatan ekonomi yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain. Seringkali berdasarkan waktu, dan kinerja untuk memberikan hasil yang

model MV melibatkan nilai varians kovarians masing-masing saham sehingga jika semakin banyak saham yang digunakan dalam pembentukan portofolio maka semakin banyak