• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan di laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia, Politeknik Negeri Lampung, Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung dan Laboratorium Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1.Peralatan laboratorium

HPLC Shimadzu model LC-6A yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis SPD-6AP dan kolom C18. Neraca analitik Kern type AV 220-4, penyaring vakum, alat gelas untuk pembuatan larutan seperti labu ukur 50 ml, 25 ml dan 10 ml, peralatan pengolahan keripik seperti wadah untuk bahan, pisau, alat deep fryer, pengaduk, beaker glass 1 L, termometer skala 200oC, alat pengukur kekerasan hardness texture dan penangas air. Analisis sensori menggunakan perlengkapan terdiri dari blanko kuisioner, wadah sampel, ruang/booth, pena.

3.2.2. Bahan kimia

Akrilamid p.a. (Merck), metanol p.a.(Merck), akuabides (Ikaparmindo), diklorometana p.a.(Merck), H3PO4 85% (Merck), asparagin p.a (Merck), MSG dan bahan untuk analisis kimia. Uji deskriptif memerlukan beberapa bahan kimia sebagai pembanding seperti caramel, burnt, furaneol, maltol, benzil alkohol dan isoamil asetat.

3.2.3.Bahan baku dan sampel

Pisang ambon dibeli di pasar-pasar tradisional di sekitar kota Bandar Lampung dalam keadaan keseragaman bobot, warna dan fisik yang nampak secara visual dan diuji dengan alat hardness texture. Pada tahap proses pengolahan digunakan minyak goreng komersial yang digunakan hanya 1 (satu) kali untuk setiap kali perlakuan penggorengan. Produk keripik pisang ambon komersial dengan merk berbeda juga diuji kadar akrilamidnya dan diambil secara random pada beberapa toko, supermaket dan outlet penjual makanan khas provinsi Lampung dalam waktu yang berbeda. Pengujian sensori

(2)

menggunakan produk pembanding yaitu produk keripik pisang ambon komersial dan menggunakan air minum kemasan sebagai penetral pada setiap pengujian.

3.3. Metode Penelitian

Pada penelitian ini digunakan bahan baku pisang ambon mentah. Penelitian terdiri dari 3 (tiga) tahap. Pada tahap pertama dilakukan analisis kimia bahan baku yang terdiri dari analisis proksimat, kadar pati, gula pereduksi dan asam amino. Pada tahap kedua dilakukan pengolahan bahan baku pada berbagai perlakuan yaitu perlakuan proses penggorengan (variasi suhu 140, 160 dan 180oC selama 10, 15 dan 20 menit), blansir (suhu 70, 80 dan 100oC selama 1, 2, 3, 4 dan 5 menit) dan perendaman dalam larutan MSG 0.1%; 0.2% dan 0.3% (b/v) dengan selama 1, 2 dan 3 menit pada suhu 20oC. Penelitian dilakukan dengan rancangan faktorial acak lengkap dengan 2 kali pengulangan. Analisis akrilamid dilakukan dengan HPLC sistem reversed phase menggunakan fase diam non polar dan fase bergeraknya adalah campuran pelarut yaitu asetonitril : akuabides : asam fosfat 10% (5 : 94 : 1). Detektor yang digunakan adalah UV-Vis SPD-6AP (Shimadzu) pada panjang gelombang 230 nm. Kecepatan alir 1.2 ml/menit dengan volume injeksi 20 µl. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap kadar akrilamid dalam produk keripik pisang ambon komersial. Pada tahap ketiga dilakukan evaluasi sensori terhadap produk yang memiliki kadar akrilamid rendah meliputi uji hedonik terhadap warna, aroma dan penerimaan secara keseluruhan serta analisis atribut aroma dengan metoda deskriptif Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Skema kerja tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.

(3)

Gambar 11 Skema kerja penelitian 3.4. Pelaksanaan Penelitian

Tahap 1. Analisis Kimia Bahan Baku

Analisis kimia yang dilakukan terhadap bahan baku meliputi analisis proksimat, kadar pati, gula pereduksi dan asam amino. Analisis proksimat meliputi : kadar air, abu, lemak, protein total dan karbohidrat.

a. Kadar air (AOAC 1995)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam kemudian dimasukkan dalam desikator sampai kondisi konstan/dingin kemudian ditimbang (berat a). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram (berat b). Cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 3 jam atau sampai tercapai berat yang konstan (berat c). Kadar air dihitung berdasarkan rumus :

Kadar air (%) = 100% ) ( ) ( x b a c− Tahap 1

Analisis bahan baku

Analisis akrilamid Produk keripik pisang ambon perlakuan dan

produk keripik pisang ambon Tahap 2 Pengolahan keripik pisang ambon 1. Analisis proksimat 2. Kadar pati 3. Kadar gula pereduksi

1. Suhu dan lama penggorengan 2. Suhu dan lama blansir 3. Waktu perendaman Tahap 3 Uji sensori 1. Uji hedonik

(4)

b. Kadar abu (AOAC 1995)

Cawan porselen dikeringkan dalam dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam kemudian dimasukkan dalam desikator sampai kondisi konstan/dingin kemudian ditimbang (berat x). Sampel sebanyak 2 g (berat y) dimasukkan ke dalam cawan porselen. Cawan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan pada suhu 450-550oC selama 2 jam atau sampai semua sampel telah menjadi abu. Cawan didinginkan dan ditimbang (berat z). Kadar abu dihitung dengan rumus :

Kadar abu (%) = 100% ) ( ) ( x y x z

c. Kadar lemak (Woodman 1941 dalam Sudarmadji 1990)

Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan dalam labu soklet. Labu didih ditimbang sebelumnya dan diperoleh berat awal (berat a). Petroleum eter kemudian dimasukkan ke dalam labu didih. Rangkaian peralatan soklet dipasang dan dialirkan air ke dalam kondensor. Labu didih dipanaskan sampai pelarut menguap dan didinginkan oleh kondensor. Kondensat masuk ke dalam alat soklet dan terjadi proses ekstraksi. Ekstraksi dilakukan sampai seluruh lemak terekstrak dari sampel. Setelah selesai ekstraksi, seluruh pelarut dimasukkan dalam labu didih. Pelarut dalam labu didih diuapkan dalam oven pada suhu 105oC sampai tersisa hanya lemak dan kemudian ditimbang sebagai berat akhir (berat b).

Kadar lemak dihitung dengan rumus :

Kadar lemak (%) = x100%

sampel berat

a b

d. Kadar protein total-Metoda Gunning (Sudarmadji 1990)

Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjehdahl 100 ml lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu campuran dalam labu tersebut didestruksi selama 30 menit sampai warna larutan menjadi hijau jernih dan dibiarkan sampai dingin. Hasil destruksi didistilasi. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah berisi HCl dan indikator fenolftalein

(5)

lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N. Titrasi dilakukan juga untuk larutan blanko yang berisi akuades. Kadar nitrogen dihitung dengan rumus :

(Vol. HCl sampel-Vol. HCl blanko) x Normalitas HCl x 14.0067

Kadar N(%) = x100%

Berat sampel (mg) Kadar protein (%) = 6.25 x % N

e. Kadar karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan persamaan :

Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (air+abu+lemak+protein)%

f. Kadar pati (Sudarmadji 1990)

Sebanyak 2 – 5 g sampel yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 ml lalu ditambahkan 50 ml akuades dan diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan akuades sampai volume filtrat 250 ml. Residu pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml eter dan eter dibiarkan menguap dari residu. Residu dicuci dengan 150 ml alkohol 10%. Residu dipindahkan dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan penambahan 200 ml akuades dan 20 ml HCl 25% kemudian ditutup dengan pendingin balik. Erlenmeyer dipanaskan pada penangas air mendidih selama 2.5 jam. Setelah dingin, campuran tersebut dinetralkan dengan larutan NaOH 40% dan diencerkan hingga volume 500 ml kemudian disaring. Larutan diambil 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambah 25 ml larutan Luff Schoorl. Beberapa butir batu didih dimasukkan ke dalam erlenmeyer tersebut dan dipanaskan selama 10 menit lalu didinginkan. Setelah dingin, campuran dalam erlenmeyer tadi ditambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 26.5% dengan hati-hati. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N memakai indikator pati 1% sebanyak 2-3 ml. Titrasi diakhiri setelah hilangnya warna ungu kebiruan. Blanko dibuat dengan cara : sebanyak 25 ml larutan Luff Schoorl ditambah 25 ml akuades. Selisih volume Na2S2O3 pada titrasi blanko dengan titrasi larutan sampel dikonversikan dengan nilai pati dan gula pereduksi pada Tabel 5 dan akan diperoleh jumlah (mg) glukosa, fruktosa dan gula invert hasil hidrolisis pati.

(6)

Kadar pati dihitung dengan rumus :

Jumlah glukosa, fruktosa, gula invert (mg) x faktor pengenceran

Kadar pati(%)= x 100% Berat sampel (mg)

g. Kadar gula pereduksi (Sudarmadji 1990)

Sebanyak 2 – 5 g sampel telah dihaluskan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 ml lalu ditambahkan 100 ml akuades dan 25 ml larutan Luff Schoorl. Beberapa butir batu didih dimasukkan ke dalam erlenmeyer tersebut dan dipanaskan selama 10 menit lalu didinginkan. Setelah dingin, campuran dalam erlenmeyer tadi ditambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 26.5% dengan hati-hati. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N memakai indikator pati 1% sebanyak 2-3 ml. Titrasi diakhiri setelah hilangnya warna ungu kebiruan. Blanko dibuat dengan cara : sebanyak 25 ml larutan Luff Schoorl ditambah 25 ml akuades. Selisih volume titran pada titrasi blanko dan titrasi larutan sampel dikonversikan dengan nilai pada Tabel 5 dan akan diperoleh jumlah (mg) glukosa, fruktosa dan gula invert dalam sampel bahan pisang ambon. Kadar gula pereduksi dihitung dengan rumus :

Jumlah glukosa, fruktosa, gula invert (mg) x faktor pengenceran Kadar gula pereduksi(%) = x100%

Berat sampel (mg)

Tabel 5 Penentuan jumlah gula pereduksi dengan metoda Luff Schoorl Selisih volume(ml) Na2S2O3 0,1 N Jumlah glukosa,fruktosa, gula invert C6H12O6(mg) Selisih volume(ml) Na2S2O3 0,1 N Jumlah glukosa, fruktosa, gula invert

C6H12O6(mg) 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0 2.4 4.8 7.2 9.7 12.2 14.7 17.2 19.8 22.4 25.0 27.6 30.3 ∆ 2.4 2.4 2.5 2.5 2.5 2.5 2.6 2.6 2.6 2.6 2.7 2.7 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 21.0 22.0 23.0 24.0 33.0 35.7 38.5 41.3 44.2 47.3 50.0 53.0 56.0 59.1 62.2 - ∆ 2.7 2.8 2.8 2.9 2.9 2.9 3.0 3.0 3.1 3.1 - - Keterangan: nilai ∆ adalah faktor yang dikalikan dengan bilangan desimal selisih

volume titran Sumber : Sudarmadji (1990)

(7)

h. Analisis asam amino dalam pisang ambon (AOAC 1995)

Analisis jenis asam amino dalam pisang ambon dilakukan dengan HPLC. Sebelum sampel diinjeksikan ke dalam alat, dilakukan hidrolisis sampel. Sampel sebanyak 0.100 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi 25 ml dan ditambahkan HCl 6 N sebanyak 5 ml kemudian dipanaskan selama 24 jam pada suhu 100oC. Setelah itu, sampel didinginkan dan disaring. Larutan sampel diambil 30 ml dan ditambahkan 30 µl larutan pengering (trimetilamin dan pikotiosianat dalam metanol) dan divakumkan. Larutan sampel ditambahkan larutan derivatisasi yaitu trimetilamin dan natrium asetat dalam metanol sebanyak 30 µl kemudian didiamkan selama 30 menit dan ditambahkan 2 ml natrium asetat 1 M, didiamkan selama 5 menit. Larutan sampel siap diinjeksikan ke dalam peralatan HPLC.

Kondisi HPLC yang digunakan adalah HPLC dengan detektor UV pada λ 254 nm, kolom pico tag 3.9 x 150 nm pada suhu ruang, fase gerak yang digunakan adalah asetonitril 60% dalam buffer natrium asetat 1 M dengan kecepatan alir 1.2 ml/menit dan tekanan 3000 Psi dengan sistem elusi gradien. Larutan standar asam amino digunakan sebagai pembanding untuk menentukan jumlah asam amino dalam pisang ambon. Kromatogram asam amino dapat dilihat pada Lampiran 1 dan cara perhitungan kadar asam amino pada Lampiran 2. Perhitungan kadar asam amino dilakukan menggunakan rumus :

Luas area spektrum asam amino sampel x konsentrasi standar x BM x Vol. x 100% Luas area spektrum asam amino standar berat sampel

i. Kadar asam amino asparagin dengan HPLC (Bai et al. 2007)

Asam amino asparagin ditentukan dengan HPLC sistem Reversed-Phase, kolom C18 dengan fase gerak asetonitril : kalium fosfat 0.03 M (20:80) dengan sistem elusi gradien. Kecepatan alir yang digunakan adalah 0.5 ml/menit dengan suhu kolom 30oC. Sampel hasil hidrolisis diinjeksikan sebanyak 20 µl ke dalam kolom. Detektor yang digunakan adalah detektor UV pada panjang gelombang 190 nm.

Larutan asam amino asparagin p.a. digunakan sebagai larutan standar. Asparagin standar dilarutkan dalam pelarut asetonitril : kalium posfat (20:80). Konsentrasi larutan standar yang dibuat adalah 20 – 100 ppb. Kondisi saat injeksi larutan standar ke dalam alat sama dengan kondisi injeksi larutan sampel. Kurva kalibrasi larutan standar dan

(8)

regresi linier digunakan untuk menentukan konsentrasi asam amino asparagin di dalam sampel pisang ambon. Perhitungan kadar asparagin dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tahap 2. Pengolahan Keripik Pisang Ambon 2.1. Pengaruh suhu dan lama penggorengan

Pisang ambon mentah yang telah dikupas diiris tipis 2-3 mm dengan pisau. Sebanyak 500 g irisan pisang diolah dengan proses penggorengan pada variasi suhu 140, 160 dan 180oC selama 10, 15 dan 20 menit. Analisis kadar akrilamid dilakukan terhadap seluruh produk yang dihasilkan dan diperoleh keripik pisang dengan kadar akrilamid terendah. Perlakuan penggorengan yang menghasilkan keripik pisang ambon dengan kadar akrilamid yang lebih rendah digunakan untuk penggorengan pada tahap perlakuan berikutnya.

2.2. Perlakuan blansir

Irisan pisang sebanyak 500 g direndam dalam air dengan suhu 70, 80 dan 100oC. Waktu perendaman divariasikan selama 1, 2, 3, 4 dan 5 menit. Irisan pisang yang telah mendapat perlakuan kemudian digoreng pada suhu dan lama penggorengan yang menyebabkan pembentukan akrilamid paling rendah (perlakuan Tahap 2 bagian 2.1). Irisan pisang yang tidak diblansir juga digoreng pada suhu yang sama (sebagai kontrol). Seluruh produk keripik pisang ambon dianalisis kadar akrilamidnya.

2.3. Perlakuan perendaman dalam larutan MSG

Irisan pisang sebanyak 500 g direndam dalam larutan MSG 0.1%; 0.2% dan 0.3% selama variasi waktu 1, 2 dan 3 menit pada suhu 20oC dan dilakukan juga untuk kontrol (tanpa perendaman MSG). Irisan pisang yang telah mendapat perlakuan perendaman larutan MSG digoreng pada suhu dan lama penggorengan yang menyebabkan pembentukan akrilamid paling rendah (perlakuan Tahap 2 bagian 2.1). Keripik pisang ambon hasil perendaman MSG dianalisis kadar akrilamidnya.

(9)

Analisis akrilamid dengan HPLC (Harahap et al. 2005)

Sampel keripik pisang yang sudah mengalami perlakuan proses pengolahan dianalisis kandungan akrilamidnya dengan alat HPLC. Sebelumnya, senyawa akrilamid dalam keripik pisang ambon hasil perlakuan diisolasi dengan cara : 20 gram sampel dilarutkan dalam 25 ml diklorometan, dihomogenkan selama 30 menit. Larutan disaring dan filtrat ditambahkan dengan 10 ml H3PO4 10%. Diklorometan diuapkan di atas penangas air pada suhu 70oC dan cairan yang tersisa dipindahkan ke dalam labu 10 ml kemudian ditambahkan H3PO4 10% sampai tanda batas dan disaring. Filtrat diambil 1.0 ml dan dimasukkan dalam labu 25.0 ml kemudian ditambahkan dengan H3PO4 10% sampai tanda batas. Kemudian sampel disaring dengan kertas Whatman 40. Sampel diinjeksikan sebanyak 20 µl ke dalam kolom HPLC dan dicatat luas puncaknya pada kromatogram. HPLC yang digunakan adalah HPLC dengan kolom C18 ( 25 cm x 4.6 mm x 5 mm, Supelco), sistem Reversed Phase (RP-HPLC) yang menggunakan fase diam non polar dan fase bergeraknya adalah campuran pelarut yaitu asetonitril : akuabides : asam fosfat 10% (5 : 94 : 1). Detektor yang digunakan adalah UV-Vis SPD-6AP (Shimadzu) panjang gelombang 230 nm, pompa LC-6A (Shimadzu). Kecepatan alir 1.2 ml/menit dengan volume injeksi 20 µl. Penentuan kadar akrilamid dilakukan dengan regresi linier (Lampiran 4) dan contoh kromatogram akrilamid pada Lampiran 5.

Tahap 3. Pengujian sensori produk

Pengujian sensori terhadap produk dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu uji hedonik dan analisis deskriptif. Ada 2 (dua) kelompok panelis yang digunakan untuk analisis sensori yaitu panelis tidak terlatih untuk uji hedonik dan panelis semi terlatih untuk uji QDA. Keripik pisang ambon yang memiliki kadar akrilamid relatif lebih rendah diuji secara organoleptis oleh 70 panelis tidak terlatih. Uji hedonik dilakukan terhadap warna, aroma dan penerimaan secara keseluruhan. Blanko pengujian hedonik pada Lampiran 6. Skor penilaian setiap panelis dihitung nilai rata-ratanya dan dilakukan analisis data uji organoleptisnya secara uji ANOVA pada tahap kepercayaan < 0.05.

Panelis tidak terlatih diambil dari lingkungan sekitar laboratorium pengujian terutama mahasiswa semester 3 dan semester 5 di Program Studi Teknologi Pangan dan karyawan di lingkungan Politeknik Negeri Lampung. Pengujian dilakukan terhadap produk hasil perlakuan dan produk pembanding dalam hal atribut warna, aroma dan

(10)

penerimaan keseluruhan yang diisikan dalam blanko kuisioner yang disediakan. Blanko seleksi panelis dapat dilihat pada Lampiran 7 – 9. Analisis deskriptif dilakukan dengan metoda Quantitative Descriptive Analysis (QDA) menurut Stone dan Sidel (1998). Pada tahap seleksi awal diperoleh calon panelis sebanyak 15 orang calon panelis (usia 18-35 tahun, laki-laki dan perempuan) yang mengikuti tahap pelatihan panelis. Panelis-panelis ini telah diseleksi melalui beberapa tahap yaitu tahap uji segitiga, uji duo trio, uji kemampuan skala, uji aroma dasar dan kemampuan dalam mendeskripsi aroma produk. Blanko pengujian dalam pelatihan deskripsi dapat dilihat pada Lampiran 10 - 13.

Pelatihan untuk pengujian deskriptif atribut aroma diikuti oleh 9 orang panelis. Panelis ini terseleksi berdasarkan kemampuanya dalam menilai jenis dan intensitas aroma secara konsisten. Blanko pengujian dapat dilihat pada Lampiran 14. Kemampuan panelis untuk mengidentifikasi suatu atribut sensori dalam produk keripik bersifat relatif sehingga masing-masing panelis mempunyai jenis dan jumlah atribut yang berbeda. Untuk itu, diperlukan suatu kesepakatan atau konsensus dalam menentukan atribut yang teridentifikasi oleh seluruh panelis. Setiap panelis memiliki deskripsi aroma yang hampir sama namun intensitasnya berbeda. Untuk itulah diperlukan aroma pembanding (Tabel 6) sehingga panelis memiliki acuan dalam menentukan intensitas aroma yang terdeteksi oleh indra penciumannya.

Tabel 6 Aroma standar untuk keripik pisang ambon

Deskripsi aroma Senyawa Sumber acuan

Manis Furaneol Mejcher et al. 2005

Rancid Butanal Taylor 2002

Ester like, pisang ambon Isoamil asetat Tressl dan Jenning 1972

Karamel, gula Caramel Mejcher et al. 2005

Gambar

Gambar 11  Skema kerja penelitian  3.4. Pelaksanaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pencapaian kajian ini adalah berbeza dengan kajian lepasan yang dijalankan ke atas 25 intervensi literasi kesihatan, di mana hanya 1 (4%) projek mempunyai kualiti tinggi,

Kostelnik (1991 : 17 ± 257) menyatakan pengembangan tema dapat pula didasarkan pada Konsep pengetahuan, yaitu: 1) Konsep sains, yang berhubungan dengan tema: tanaman, hewan,

Ihmisillä on perustavanlaatuisia tarpeita, jotka vaihtelevat fyysisistä perustarpeista abstraktimpiin tarpeisiin, kuten itsensä toteuttamiseen (Maslow 1943), ja tähän

Model pembelajaran seni pertunjukan sastra lokal berasal dari embrio model pembelajaran yang berbasis respons pembaca dan simbol visual dalam mengembangkan kemampuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas atau preferensi konsumen dan pelanggan dalam pemilihan produk makanan ayam geprek

This study aims to find out brand awareness and perceived quality for brand loyalty consumers of Citilink airlines through brand trust in Surabaya. The

Prinsip kerja dari arus searah adalah membalik phasa tegangan dari gelombang yang mempunyai nilai positif dengan menggunakan komutator, dengan demikian arus yang berbalik

Hasil penelitian membuktikan bahwa manajer proyek akan menunjukkan kecenderungan untuk bereskalasi komitmen dengan melanjutkan proyek yang tidak menguntungkan pada