• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah, Kinerja Pembangunan Ekonomi dan Perubahan Struktur Ekonomi terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah, Kinerja Pembangunan Ekonomi dan Perubahan Struktur Ekonomi terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah."

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

DISERTASI

PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAERAH,

KINERJA PEMBANGUNAN EKONOMI, DAN

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI TERHADAP

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

ALEXANDRA HUKOM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

DISERTASI

PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAERAH,

KINERJA PEMBANGUNAN EKONOMI, DAN

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI TERHADAP

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

ALEXANDRA HUKOM NIM 1190671012

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

DISERTASI

PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAERAH,

KINERJA PEMBANGUNAN EKONOMI, DAN

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI TERHADAP

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor Pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Ekonomi

Program Pascasarjana, Universitas Udayana Untuk dipertahankan dihadapan Rapat Terbuka

Badan Perwakilan Program Pascasarjana Universitas Udayana

ALEXANDRA HUKOM NIM 1190671012

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)
(5)

Disertasi ini Telah Diuji dan Dinilai

Oleh Tim Penilai Ujian Tertutup Program Pascasarjana Universitas Udayana

Pada Tanggal :11 Desember 2015

Tim Penilai Ujian Tertutup Program Doktor Ilmu Ekonomi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

Nomor : 3967/UN 14.4/HK/2015 Tanggal : 8 November 2015

Ketua : Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS.

Anggota :

(6)
(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

karena atas kasih-NYA disertasi dengan judul “Pengaruh Kinerja Keuangan

Daerah, Kinerja Pembangunan Ekonomi dan Perubahan Struktur Ekonomi

terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah” boleh dapat

diselesaikan. Disertasi ini juga boleh dapat terselesaikan berkat bantuan dan

kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada.

Kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika,

Sp.PD.KEMD beserta para pembantu rektor, penulis ucapkan terimakasih atas

kesempatan yang diberikan dan fasilitas yang disediakan untuk dapat

menyelesaikan studi dan disertasi ini. Kepada Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K)., dan para asisten

direktur, Asdir I : Prof. Dr. Made Budiarsa, MA., Asdir II : Prof. Made Sudiana

Mahendra, Ph.D. dan seluruh staf di Program Pascasarjana Universitas Udayana,

penulis sampaikan ucapan terimakasih atas kesempatan dan berbagai fasilitas

yang diberikan kepada penulis sebagai mahasiswa Program Pascasarjana

Universitas Udayana.

Ucapan terimkasih kepada Prof. Dr. Drs. Made Kembar Sri Budhi, MP.,

selaku Ketua Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Udayana dan juga

sebagai Kopromotor I atas arahan dan bimbingannya dengan kesabaran

memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis. Kepada Sekretaris Program

Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Udayana Dr. Drs. I Ketut Djayastra, SU.,

penulis ucapkan terimakasih.

Ucapan terimakasih kepada Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS., selaku

Promotor yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan

disertasi ini agar penulisan ini lebih bermakna untuk dipergunakan bagi penulis

sendiri maupun kepada peneliti lain dan terlebih kepada Pemerintah Provinsi

(8)

Ucapan terimakasih kepada Kopromotor II, Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa,

SE., MSi., yang sangat teliti memeriksa dan memberikan arahan dan bimbingan

serta ide-ide yang mendukung penulisan disertasi.

Para dosen pengajar Program Doktor Ilmu Ekonomi Pascasarjana

Universitas Udayana yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah

memberikan teori kajian ilmu ekonomi yang selanjutnya dapat penulis gunakan

dalam tugas dan pekerjaan penulis.

Civitas akademika Universitas Palangka Raya, Rektor Universitas Palangka

Raya Prof. Dr. Drs. Ferdinand, dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Palangka Raya Dr. Drs. Gundik Gohong, MS., yang telah memberikan ijin tugas

belajar kepada penulis.

Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah, Ir. Herson B. Aden, MSi.

yang telah meluangkan waktu sejenak untuk dapat berdiskusi. Kepada Kepala

Biro Administrasi dan Sumber Daya Alam, Drs. Lubis Rada Inin yang bersedia

mewakili Kepala Biro Keuangan Setda Provinsi Kalimantan Tengah untuk dapat

berdiskusi dansharingpengalaman.

Terimakasih kepada suami tercinta Johni Sonder, SSTP., MSi. yang selalu

memberikan doa, cinta, kesetiaan, tanggungjawab dan semangat selama masa

studi. Anak-anak kami yang pintar dan maharati Ephanya Anyuani Sonder dan Mihaela Raina Sonder yang selalu merelakan kasih sayang dan waktu untuk

berkumpul bersama mama “kalian adalah anak-anak HEBAT mama”.

Ibunda tercinta Deliana Tamaela yang selalu mendoakan penulis, setia dan

sabar menemani kedua putri penulis. Juga kepada almarhum Papi Miel Hukom

yang telah mengamanatkan penulis untuk bisa menempuh pendidikan doktoral.

Kepada ayah dan ibu mertua, Bapak Siterpon Sonder dan Ibu Liani Kekes

terimakasih untuk topangan doa, semangat dan kesabaran menemani kedua

putriku selama penulis di Denpasar. Terimakasih kepada kakak-kakak penulis

Bung Kirs, Usi Tedty, Usi Nane, Usi Ade, Bung Mem, Kak Tati, Kak Rolie, dan

Kak Eva. Terimakasih juga untuk ponakan terkasih Miel dan Sinta yang setia dan

(9)

Kepada staf Program Doktor Ilmu Ekonomi, Univesitas Udayana, Ni

Komang Sri Mariatini, SE., dan Eka Putrawan, SE. Terimakasih atas bantuan dan

fasilitasinya kepada penulis selama masa perkuliahan dan penyelesaian disertasi

ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan di Ikatan Alumni

Doktor Ekonomi Udayana (IDEYANA), terutama Dr. Ir. Paulus Kurniawan,

MBA., dan Dr. Ni Putu Nina Eka Lestari, SE., MM., beserta staf Ni Komang

Arsini, atas dukungan dan bantuannya yang tulus.

Teman-teman Angkatan 3 (2011/2012) yang selalu memberi semangat dan

saling berlomba yang positif untuk dapat cepat menyelesaikan studi ini dan

kembali berbakti dalam tugas dan pekerjaan masing-masing. Terimakasih juga

untuk Para Guru, Dosen, Teman/Sahabat alumni Smantig Ambon, Delayota

Yogyakarta, Kamajaya UAJY, dan Kagama UGM dimanapun berada yang selalu

memberikan semangat kepada penulis.

Akhirnya ucapan terimakasih penulis kepada semua pihak yang sudah

berkontribusi bagi penyelesaian disertasi ini, sekaligus juga menyampaikan

permohonan maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan penulis. Semoga

Tuhan Maha Kuasa memberikan karunia dan berkat terindah bagi kita semua.

Tuhan Memberkati, Haleluya, Amin.

Denpasar, Januari 2016

(10)

ABSTRAK

Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan utama dari pembangunan nasional. Keberhasilan tanpa menyertakan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan mengakibatkan kesenjangan dan ketimpangan dalam kehidupan masyarakat. Pembangunan ekonomi yang prosesnya memberdayakan sumber daya yang dimiliki akan berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, terutama melalui pengelolaan pendapatan dan belanja daerah. Perubahan struktur ekonomi masyarakat ditunjukan dengan terjadinya pergeseran perubahan ke arah yang lebih baik menuju pada kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kinerja keuangan daerah, kinerja pembangunan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004-2013 dengan menggunakan model persamaan Structural Equation Model (SEM) dan pendekatan Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan kinerja keuangan daerah secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pembangunan ekonomi dan perubahan struktur masyarakat, tetapi tidak berpengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Kinerja keuangan daerah secara tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat melalui kinerja pembangunan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi. Kinerja pembangunan ekonomi secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan struktur ekonomi dan kesejahteraan masyarakat maupun berpengaruh secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui perubahan struktur ekonomi. Perubahan struktur ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Melalui penelitian ini disrankan pemerintah daerah diharapkan dapat memedomani ketentuan yang berlaku dalam pengelolaan keuangan daerah, dan lebih optimal dalam melakukan perencanaan keuangan untuk kesejahteraan masyarakat.

(11)

ABSTRACT

THE EFFECT OF REGIONAL FINANCIAL PERFORMANCE AREA, PERFORMANCE OF ECONOMIC DEVELOPMENT, AND

THE STRUCTURAL CHANGE IN THE ECONOMY ON THE WELFARE OF SOCIETY

IN THE CENTRAL KALIMANTAN

Welfare of society is the main purpose of national development. The succes of excluding an increase in the welfare of society will result in gaps and inequality in the life of society. Development of the processes empower the available resources will have an effect on improving the welfare of society. The management of financial area in the form of financial management is transparent and accountable can affect the well-being of society, especially through the management of income and expenditure areas. The structural change in economic society leads to the shift changes to a better direction to go to the well being society. The purpose of this research is to know the influence of financial performance area, the performance of the economic development and changes in the structure of the economy on the welfare of society in the Province Central Kalimantan in 2004 by using models Structural Equation Model (SEM) and Partial Least Square

(PLS) approaches. The result of this research showed financial performance of the region as a direct possitive effect and significantly affect to the performance of the development and changes in the structure of the economy, but it is not directly affect to the welfare of society. Performance of the financial areas are not directly impact positive and significant impact to the welfare of society through the performance of economic development and changes in the structure of the economy. Performance of economic development directly to a positive effect and significant to the changes in economic structure and the welfare of society nor be influential directly to the welfare of society through changes in the structure of the economy. Through this research are advised local governments are expected to be guidelines the provisions applicable in financial management, and more optimaly in doing financial planning for the welfare of society.

(12)

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR……….………... i

SAMPUL DALAM... ii

PRASYARAT GELAR... iii

LEMBAR PENGESAHAN……… iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI... v

PERNYATAAN BEBASPLAGIAT………. vi

UCAPAN TERIMA KASIH……….. vii

ABSTRAK………. x

ABSTRACT………... xi

DAFTAR ISI……….. xii

DAFTAR TABEL……….. xvii

DAFTARGAMBAR………. xx

DAFTAR LAMPIRAN... xxi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………...……… 1

1.2 Rumusan Masalah………...………... 16

1.3 Tujuan Penelitian……… 18

1.4 Manfaat Penelitian……….. 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesejahteraan Masyarakat……….. 21

(13)

2.1.2 Kriteria Ekonomi Kesejahteraan……… 27

2.1.3 Pengukuran Kesejahteraan………. 35

2.2 Perubahan Struktur Ekonomi………...……….. 37

2.2.1 Sumber-sumber Perubahan Struktur Ekonomi……….. 40

2.2.2 Hubungan Perubahan Struktur Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi………. 44

2.3 Konsep Pembangunan Ekonomi…………...………. 45

2.3.1 Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi...…... 48

2.3.2 Kinerja Pembangunan Ekonomi……… 53

2.3.3 Pengangguran………. 55

2.3.4 Kemiskinan………..….. 58

2.3.4.1 Ukuran Kemiskinan……….. 65

2.3.5 Hubungan Pembangunan Ekonomi Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat………. 69

2.3.6 Hubungan Pembangunan Ekonomi dan Perubahan Struktur Ekonomi………... 72

2.4 OtonomiDaerah………. 74

2.4.1 Keuangan Daerah………... 78

2.4.2 Kinerja Keuangan Daerah……….. 82

2.4.3 Hubungan Kinerja Keuangan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat………. 89

2.4.4 Hubungan Kinerja Keuangan melalui Pembangunan Ekonomi dan Perubahan Struktur Ekonomi terhadap Kesejahteraan Masyarakat………. 90

(14)

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir……….. 106

3.2 Kerangka Konsep………... 109

3.3 Hipotesis………. 110

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian………. 112

4.2 Lokasi Penelitian……… 112

4.3 Objek Penelitian………. 113

4.4 Jenis dan Sumber data……… 113

4.5 Identifikasi Variabel………... 115

4.6 Definisi Operasional Variabel……… 117

4.6.1 KinerjaKeuangan Daerah……….. 117

4.6.2 Kinerja Pembangunan Ekonomi……… 118

4.6.3 Perubahan Struktur Ekonomi………. 119

4.6.4 Kesejahteraan Masyarakat………. 120

4.7 Metode Analisa Data……….. 121

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 129

5.1.1 Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah………... 129

5.1.2 Kependudukan………... 133

5.2 Kondisi Ekonomi dan Sosial……….. 135

(15)

5.2.2 Pengangguran………. 137 6.1 Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pembangunan Ekonomi……….. 172

6.2 Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah dan Kinerja Pembangunan Ekonomi Terhadap Perubahan Struktur Ekonomi…...……….. . 175 6.3 Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah, Kinerja Pembangunan Ekonomi dan Perubahan Struktur Ekonomi Terhadap Kesejahteraan Masyarakat... 179

6.4 Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Melalui Kinerja Pembangunan Ekonomi dan Perubahan Struktur Ekonomi... 184

(16)

6.6 Pengaruh Kinerja Pembangunan Ekonomi Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Melalui Perubahan Struktur

Ekonomi... 187

6.7 Temuan………... 189

6.8 Keterbatasan Hasil Penelitian……… 190

BAB VII PENUTUP 7.1 Simpulan………. 192

7.2 Saran... 193

DAFTAR PUSTAKA... 196

LAMPIRAN... 208

(17)

Tabel 1.1 Total Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di

Provinsi Kalimantan Tengah, Tahun Anggaran 2008-2012

(Juta Rupiah)………..… 6

Tabel 1.2 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, Tahun Anggaran 2007-2012 (Juta Rupiah)……….. 8

Tabel 1.3 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah, Tahun 2008-2012 (Juta Rupiah)……….... 10

Tabel 1.4 PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah Menurut Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2006-2011 (JutaRupiah)………. 12

Tabel 1.5 Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah, Tahun 2009-2011………... 13

Tabel 1.6 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, Tahun 2007-2013………... 15

Tabel 2.1 Cara-cara yang Digunakan untuk Menunjukan Corak Perubahan Struktur Ekonomi dalam Proses Pembangunan…... 38

Tabel 2.2 Indeks HDR-UNDP danIndikatornya……….…….. 68

Tabel 2.3 Kriteria Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah……….. 86

Tabel 2.4 Pedoman Penilaian Efektivitas Keuangan………. 87

Tabel 2.5 Keserasian Belanja Daerah……… 88

Tabel 4.1 KlasifikasiVariabel Penelitian……….. 115

(18)

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk danSex Ratio

Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah,

Tahun 2012– 2013…...……….……….... 134

Tabel 5.2 Pedoman Penilaian Kinerja Keuangan Daerah... 139

Tabel 5.3 Rasio Kemandirian Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan

Tengah, Tahun 2004– 2013 (%)………..……. 141

Tabel 5.4 Rasio Efektivitas Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan

Tengah, Tahun 2004– 2013 (%)………..…. 142

Tabel 5.5 Rasio Keserasian Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan

Tengah, Tahun 2004– 2013 (%)………..…. 143

Tabel 5.6 Rasio Upaya PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan

Tengah, Tahun 2004– 2013 (%)………... 144

Tabel 5.7 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

Kalimantan Tengah, Tahun 2004– 2013 (%)……….….. 147

Tabel 5.8 Tingkat Pengangguran Kabupaten/Kota di Provinsi

Kalimantan Tengah, Tahun 2004– 2013 (%)……….….. 148

Tabel 5.9 Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan

Tengah, Tahun 2004– 2013 (%)………..…. 149

Tabel 5.10 Rasio Tenaga Kerja Non Pertanian Kabupaten/Kota di

Provinsi Kalimantan Tengah, Tahun 2004-2013 (%)…... 150

Tabel 5.11 Rasio Produksi Non Pertanian Kabupaten/Kota di Provinsi

Kalimantan Tengah, Tahun 2004-2013 (%)………..… 151

Tabel 5.12 Rasio Konsumsi Non Makanan Kabupaten/Kota di Provinsi

Kalimantan Tengah, Tahun 2004-2013 (%)………..…… 152

Tabel 5.13 Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi

(19)

Tengah, Tahun 2004– 2013 (%)………..….

Tabel 5.15 Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Provinsi

Kalimantan Tengah, Tahun 2004– 2013 (dalam tahun)……... 157

Tabel 5.16 Pengeluaran Per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, Tahun 2004–2013 (dalam ribu rupiah)……… 158

Tabel 5.17 Outer LoadingsIndikator terhadap Konstruknya……….. 160

Tabel 5.18 CrossloadingsIndikator terhadap Konstruknya……… 161

Tabel 5.19 NilaiAverage Variance Extracted(AVE)………. 162

Tabel 5.20 Nilai RSquareuntuk Variabel Konstruk Endogen…………... 163

Tabel 5.21 Pengaruh Langsung (Path Coefficients)...………... 164

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Perhitungan IPM……….. 25

Gambar 2.2 Kriteria Kaldor Hicks……….. 31

Gambar 2.3 Faktor-faktor yang Mengakibatkan Perubahan Struktur Ekonomi……….. 41

Gambar 2.4 Skematis Konsep Ketenagakerjaan Indonesia………. 56

Gambar 2.5 Model Pembangunan Rostow dan Musgrave……….. 93

Gambar 2.6 Pertumbuhan Pengeluaran Pembangunan Menurut Wagner………. 96

Gambar 3.1 Kerangka Proses Berpikir……… 106

Gambar 3.2 Kerangka Konseptual……….. 110

Gambar 4.1 Hubungan Antar Variabel Penelitian………... 122

Gambar 5.1 Peta Wilayah Administrasi Provinsi Kalimantan Tengah…... 132

Gambar 5.2 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2000 Provinsi Kalimantan Tengah dan Nasional Tahun 2006-2013... 136

Gambar 5.3 PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Kalimantan Tengah dan Nasional Tahun 2006-2013... 137

Gambar 5.4 Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah dan Nasional Tahun 2006-2013... 137

Gambar 5.5 Persentase Penduduk Miskin Kota dan Desa di Provinsi Kalimantan Tengah dan Nasional Tahun 2006-2013... 138

Gambar 5.6 Hubungan Indikator dan Konstruk serta Hubungan Langsung Antar Konstruk………... 165

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Penelitian per Indikator... 208

Lampiran 2 Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah (X1)... 212

Lampiran 3 Outer Loadings... 216

Lampiran 4 Outer Loadingssetelah dikeluarkan indikator X1.2... 217

Lampiran 5 Discriminant Validity... 218

Lampiran 6 Average Variance Extracted(AVE)... 219

Lampiran 7 R Square... 220

Lampiran 8 Path Coefficients... 221

Lampiran 9 Indirect Effects... 222

Lampiran 10 The State of Arts... 223

Lampiran 11 Format Wawancara dengan Kepala Biro Keuangan... 237

Lampiran 12 Format Wawancara dengan Kepala Bappeda... 239

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70

tahun yang lalu. Pada tahun 1945 – 1960, ada dibentuk Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-aturan Pokok Mengenai Pemerintahan

Sendiri di Daerah-daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah

Tangganya Sendiri. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 merupakan pengganti

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional

Daerah (KNID), sangat jelas pro-desentralisasi dan lebih mengutamakan otonomi

daerah yang berkedaulatan rakyat. Namun, kemampuan desentralisasi finansial

yang tidak memadai menyebabkan kemampuan daerah untuk mengurus rumah

tangganya sendiri sebagaimana yang diharapkan tidak bisa diwujudkan secara

maksimal. Permasalahan ini makin bertambah rumit saat situasi politik yang

berjalan tidak menentu (Wignjosoebroto, 2010).

Pada masa tahun 1960 – 1990an sistem pemerintahan yang dianut

kembali pada sistem pemerintahan sentralisasi, walaupun dalam masa itu ada

terbentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Pemerintahan di Daerah. Otonomi daerah yang didefenisikan disini tidak hanya

sebagai hak dan wewenang, tetapi juga kewajiban daerah untuk mengatur dan

(23)

pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan wewenang yang lebih luas dan

bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional. Pemberian kewenangan ini

diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya

nasional serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, yang sesuai dengan prinsip demokrasi dan partisipasi masyarakat.

Aritenang (2008) menegaskan bahwa krisis keuangan dan perubahan sistem

politik menjadi pemicu dimulainya era desentralisasi di Indonesia. Hal ini yang

telah mendorong Indonesia yang pada awalnya merupakan negara dengan sistem

sentralisasi menjadi salah satu negara yang paling terdesentralisasi. Negara ini

telah memulai program desentralisasi fiskal, administrasi dan politik pada saat

yang bersamaan.

Sejak tahun 2001 seluruh kabupaten/kota di Indonesia melaksanakan

otonomi daerah atau desentralisasi. Secara umum, otonomi daerah dilaksanakan

dengan dua tujuan, yaitu tujuan politis dan tujuan administratif. Secara politis,

kebijakan otonomi daerah adalah mengakomodir kebutuhan politis suatu daerah

sehingga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dapat terjaga.

Selain itu, kebijakan dimaksud juga ditujukan untuk pembelajaran politik bagi

masyarakat daerah. Pembelajaran tersebut tidak hanya pada tingkat pimpinan

daerah provinsi sampai dengan tingkat pimpinan desa atau kelurahan bahkan

sampai pada masyarakat kalangan bawah. Pada akhirnya diharapkan kebijakan ini

dapat mewujudkan civil society. Secara administratif, kebijakan desentralisasi ini juga ditujukan untuk memposisikan Pemerintah Daerah sebagai pelaku utama

(24)

pelayanan yang diberikan Pemerintah Daerah ini diharapkan dapat berjalan secara

baik mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap evaluasi akhir pelayanan

tersebut.

Harapan dilaksanakannya otonomi daerah atau desentralisasi, pemerintah

daerah akan lebih fleksibel dalam mengatur strategi pembangunannya, karena

dengan desentralisasi pemerintah akan lebih dekat dengan masyarakatnya,

sehingga makin banyak keinginan masyarakat dapat dipenuhi oleh pemerintah.

Dengan desentralisasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada

masyarakat dan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia pada masa yang akan

datang. Sebab dengan makin dekat pemerintah dengan masyarakat, desentralisasi

diharapkan penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilakukan dengan lebih

efektif, efisien, dan bertanggungjawab. Selain itu, pemberian otonomi kepada

daerah sangat perlu untuk memperbesar partisipasi masyarakat di seluruh

Indonesia dalam memberikan keputusan yang berdampak langsung kepada

daerahnya, sebab sangat tidak realistik Pemerintah Pusat membuat keputusan

mengenai pelayanan masyarakat untuk seluruh wilayah negara. Demikian juga

diyakini bahwa masyarakat lokal melalui kabupaten/kota memiliki pengetahuan

yang lebih tentang kebutuhan, kondisi dan yang diprioritaskan. Mobilisasi sumber

daya lebih dimungkinkan dilakukan oleh masyarakat yang dekat dengan

pengambil keputusan di tingkat lokal (Simanjuntak, 2003). Yunisvita (2011)

mengatakan bahwa dengan otonomi daerah, anggaran daerah menjadi pintu

(25)

melalui alokasi yang tepat dalam rangka membuat strategi untuk menciptakan

kebijakan yang lebih tepat sesuai situasi masing-masing daerah.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pengelolaan keuangan daerah

merupakan salah satu unsur penting. Pertanggungjawaban yang memadai harus

mempunyai sifat mudah dimengerti dan memiliki hubungan informasi yang

mencerminkan kinerja pemerintah daerah dalam menyelenggarakan

tugas-tugasnya untuk memajukan kesejahteraan masyarakatnya. Akuntabilitas atau

pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam keuangan daerah memiliki dimensi

dan cakupan pengaruh yang sangat besar bagi daerah yang bersangkutan dalam

konteks pemerintahan, akuntabilitas mempunyai arti pertanggungjawaban yang

merupakan salah satu ciri dari terapan pengelolaan pemerintah yang baik (Halim,

2004). Sebagai konsekuensi dari kewenangan otonomi yang luas tersebut,

pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan

kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan.

Kewajiban itu bisa dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu mengelola potensi

daerahnya, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya

keuangannya secara optimal.

Kabupaten/kota sebagai daerah otonom memiliki kewenangan dan

kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, sedangkan ketergantungan

pada pemerintah pusat diusahakan seminimal mungkin. Perimbangan antara

pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dapat dikatakan ideal apabila setiap

tingkat pemerintahan dapat secara independen mengatur keuangannya untuk

(26)

adalah pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas untuk menjalankan

roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat di daerah wajib

menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai

apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.

Salah satu alat yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja pemerintah

daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah melakukan analisis kinerja

keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.

Analisis kinerja keuangan pada APBD dilakukan dengan

membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dengan periode sebelumnya,

sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat

pula dilakukan dengan cara membandingkan antara rasio keuangan yang dimiliki

suatu pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat

ataupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio

keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.

Analisis kinerja keuangan daerah yang dilakukan dengan menghitung rasio-rasio

keuangan terhadap laporan perhitungan APBD merupakan bentuk dari

akuntabilitas program, yaitu terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang

ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah pemerintah daerah telah

membandingkan alternatif program yang dapat memberikan hasil yang optimal

dengan biaya yang minimal. Untuk lebih menjamin tercapainya tujuan tersebut

pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan, antara lain Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah,

(27)

Daerah, dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah.

Beberapa rasio yang dapat digunakan dalam menganalisis data keuangan

yang bersumber dari APBD antara lain: a) rasio kemandirian, untuk menunjukkan

kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah,

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan

retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah; b) rasio efektivitas,

untuk mengukur tingkat ekonomis, efektivitas, dan efisiensi dalam merealisasikan

pendapatan daerah; c) rasio keserasian, untuk mengukur sejauh mana aktivitas

pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya; dan d) rasio

pertumbuhan dan proporsi APBD untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan

perolehan pendapatan dan pengeluaran pemerintah daerah (Halim, 2004).

Tabel 1.1

Total Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota

di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Anggaran 2008-2012 (Juta Rupiah)

No. Kab./Kota 2008 2009 2010 2011 2012

(28)

Provinsi Kalimantan Tengah sebagai salah satu provinsi di Indonesia

yang memiliki 13 kabupaten dan 1 kota, sejak tahun 2001 juga telah

melaksanakan otonomi daerah. Penerimaan daerah, baik yang bersumber dari

Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan lebih banyak mengalami

peningkatan (Tabel 1.1). Peningkatan pendapatan daerah kabupaten/kota di

Provinsi Kalimantan Tengah lebih sering diakibatkan oleh meningkatnya bantuan

pemerintah pusat berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus

(DAK). DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang alokasikan untuk

tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan

daerah dalam rangka desentralisasi, sedangkan DAK juga bersumber dari APBN

yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu

mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan

prioritas nasional.

Untuk mengetahui perkembangan kemampuan keuangan daerah salah

satunya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena setiap daerah dapat

meningkatkan kemampuan dalam menghasilkan dan mengelola PAD sehingga

mengurangi ketergantungan transfer dari pemerintah pusat. PAD yang bersumber

dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sejak tahun 2010 di

seluruh provinsi di Indonesia jumlahnya sudah melebihi total dana perimbangan

yang ditransfer dari pemerintah pusat ke daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa

(29)

transfer dari pemerintah pusat di dalam APBD-nya dengan terus meningkatkan

PAD.

Pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa penerimaan PAD kabupaten/kota di

Provinsi Kalimantan Tengah pada Tahun 2007-2011 tidak merata. Halim (2001)

mengatakan bahwa kemampuan suatu daerah untuk menggali pendapatan asli

daerah antara lain sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki suatu wilayah,

seperti pendapatan dan juga kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB,

disamping struktur sosial politik dan kelembagaan, kemampuan atau kecakapan

administratif, kejujuran dan integritas dari semua elemen perpajakan daerah. PAD

di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan dan Kota Palangkaraya

lebih tinggi dibandingkan kabupaten/kota yang lain di Provinsi Kalimantan

Tengah.

Tabel 1.2

Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Anggaran 2007-2012 (Juta Rupiah)

No. Kab/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1 Kotawaringin Barat 6.578 7.108 7.546 8.389 9.534 9.989

2 Kotawaringin Timur 23.278 40.842 46.212 57.677 82.317 90.539

3 Lamandau 9.934 11.606 11.988 12.212 12.839 13.641

4 Sukamara 9.934 11.610 11.760 12.340 12.760 13.595

5 Seruyan 11.237 12.508 13.600 18.390 28.130 28.673

6 Katingan 35.820 21.819 34.750 24.900 37.500 32.890

7 Pulang Pisau 2.847 8.949 13.721 8.213 13.768 15.831

8 Kapuas 15.542 23.120 19.409 18.410 23.953 23.720

9 Barito Selatan 14.685 15.596 15.450 16.097 14.605 15.389

10 Barito Timur 12.834 14.542 18.957 12.834 17.860 17.909

11 Barito Utara 17.333 17.914 19.845 20.157 20.579 21.787

12 Murung Raya 10.092 11.654 18.783 14.270 14.980 17.673

13 Gunung Mas 4.378 4.778 6.109 7.305 7.645 8.761

(30)

Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi

Khusus, dan Dana Alokasi Umum. Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan

penjumlahan dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak

(Sumber Daya Alam). Pemerintah daerah akan mampu meningkatkan

pertumbuhan ekonomi apabila Dana Bagi Hasil yang diperoleh pemerintah daerah

semakin besar. Pada Dana Bagi Hasil Pajak terdapat tiga penerimaan, yaitu Pajak

Bumi dan Bangunan, Bagi Hasil Pajak Penghasilan, dan Bagi Hasil Cukai dari

Cukai Tembakau. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang

dialokasikan kepada setiap daerah otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia

setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu

komponen belanja pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan

menjadi salah satu komponen pendapatan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD). Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan keuangan antar-daerah

untuk mendanai kebutuhan daerah otonom dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah salah satu mekanisme transfer

keuangan Pemerintah Pusat ke Daerah yang bertujuan antara lain untuk

meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai prioritas

nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antara daerah dan

pelayanan antar bidang. Pengalokasian DAK kepada daerah sepenuhnya menjadi

wewenang Pemerintah Pusat berdasarkan kriteria tertentu.

Pemerintah pusat sangat dominan dalam hal mekanisme penyaluran Dana

Perimbangan khususnya terkait dengan Dana Bagi Hasil Pajak dan seringkali

(31)

berapa besar jumlah yang disalurkan kepada pemerintah daerah. Selain itu potensi

Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak belum optimal tergali di Provinsi

Kalimantan Tengah, sehingga hal ini berpengaruh terhadap besaran Dana Bagi

Hasil kepada daerah. Hal ini tentu saja juga dipengaruhi oleh bargaining position

daerah dalam menentukan berapa besar jumlah potensi yang menjadi bagian dari

pemerintah daerah.

Tabel 1.3

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam)

di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah, Tahun 2008–2012. (Juta Rupiah)

No. Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012

1 Kotawaringin Barat 23.574,87 22.476,11 26.596,07 28.943,97 34.980,61 2 Kotawaringin Timur 36.554,20 34.070,93 38.758,37 43.445,81 44.151,25 3 Kapuas 19.483,85 18.472,07 30.956,67 44.541,49 70.617,16 4 Barito Selatan 8.428,45 9.523,02 14.189,09 69.084,91 27.573,72 5 Barito Utara 24.259,44 26.114,27 55.712,19 56.912,56 68.977,90 6 Sukamara 13.278,19 18.335,50 19.945,00 22.305,00 23.485,00 7 Lamandau 20.649,99 25.717,20 30.784,40 31.892,87 34.027,86 8 Seruyan 22.835,00 32.180,00 50.870,00 53.070,00 61.065,00 9 Katingan 19.216,45 42.989,34 48.276,28 55.049,31 54.550,61 10 Pulang Pisau 15.109,73 15.537,05 18.435,50 20.292,09 20.818,59 11 Gunung Mas 19.484,83 19.728,19 13.922,88 23.453,54 32.363,47 12 Barito Timur 22.445,94 22.700,87 19.997,61 19.079,66 19.533,17 13 Murung Raya 63.072,81 69.721,40 58.091,94 104.168,91 144.725,78 14 Palangka Raya 11.501,06 13.048,73 32.271,10 32.103,56 26.770,51

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Tengah, 2013

Perolehan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) di

kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Tengah bervariasi antara satu sama lain

(Tabel 1.3). Dana Bagi Hasil dari Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Iuran

Tetap (Landrent), dan Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi (Royalti) merupakan penyumbang terbesar bagi Dana Bagi Hasil di Provinsi Kalimantan Tengah.

(32)

Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) terbesar dibandingkan kabupaten/kota yang

lain di Provinsi Kalimantan Tengah. Kabupaten Murung Raya sebagian besar

wilayahnya terletak pada ketinggian 100-200 m di atas permukaan laut dan

sisanya pada ketinggian 400-500 m diatas permukaan laut. Potensi terbesar

wilayah ini ada pada sektor kehutanan dan pertambangan. Sektor kehutanan sudah

cukup lama turut menyumbang pemasukan bagi negara sedangkan sektor

pertambangan, seperti tambang emas dan tambang intan juga memberikan andil

yang cukup besar. Sementara tambang batubara sudah mulai diproduksi yang

menjadi pemasukan cukup besar bagi daerah. Jenis tanah di Kabupaten Murung

Raya sesuai untuk berbagai penggunaan seperti perkebunan kelapa, kelapa sawit,

karet, tanaman pangan dan persawahan.

Kabupaten Barito Selatan dan Kota Palangka Raya merupakan penerima

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) terkecil dibandingkan

kabupaten lain di Provinsi Kalimantan Tengah. Berbeda dengan Kabupaten

Murung Raya, perekonomian Kabupaten Barito Selatan didominasi oleh Sektor

Pertanian (tanaman padi sawah), Sektor Jasa, dan Sektor Perdagangan, sedangkan

Kota Palangka Raya didominasi oleh Sektor Jasa kemudian disusul oleh Sektor

Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Restoran dan Hotel, dan terakhir oleh

Sektor Bangunan. Sementara itu Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan

Perikanan sangat sedikit sebagai penyumbang dalam perekonomian Kota

Palangka Raya. Walaupun kawasan hutan di Kota Palangka Raya terbesar namun

(33)

Kabupaten Barito Selatan yang berada di pesisir Sungai Barito memiliki dataran

rendah dan merupakan daerah rawa pasang surut.

Rendahnya kapasitas dan kemampuan pengelolaan keuangan daerah akan

sering menimbulkan siklus efek negatif, yaitu rendahnya tingkat pelayanan bagi

masyarakat dan atau tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berkaitan dengan pengukuran kesejahteraan masyarakat, pendapatan perkapita

merupakan indikator penting, dengan meningkatnya pendapatan perkapita

menyebabkan akses masyarakat terhadap pendidikan kesehatan juga meningkat.

Dari Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2011 PDRB per kapita kabupaten/kota di

Provinsi Kalimantan Tengah mengalami peningkatan menurut harga konstan

tahun 2000, seperti tersaji pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4

PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah Menurut Harga Konstan Tahun 2000,Selama Tahun 2006-2011 (Juta Rupiah)

No. Kab/Kota 2006 2007 2008 2009 2010 2011 1 Kotawaringin Barat 9,51 9,78 10,38 10,68 11,01 11,61 2 Kotawaringin Timur 6,90 7,17 7,30 7,61 7,98 8,42

3 Lamandau 8,20 8,54 8,77 9,03 9,34 9,79

4 Sukamara 13,91 13,65 13,24 13,21 13,35 13,95

5 Seruyan 7,30 8,56 8,10 8,43 8,51 8,61

6 Katingan 7,71 7,95 8,19 8,42 8,74 9,14

7 Pulang Pisau 4,79 5,05 5,30 5,86 6,16 6,42

8 Kapuas 5,52 5,74 5,95 6,25 6,57 6,85

9 Barito Selatan 6,79 7,08 7,19 7,49 7,83 8,17 10 Barito Timur 5,49 5,69 5,97 6,60 6,83 7,13 11 Barito Utara 7,26 7,99 8,02 8,38 8,78 9,19 12 Murung Raya 8,62 8,85 9,13 9,52 9,78 10,25 13 Gunung Mas 5,22 6,24 6,64 6,80 7,01 7,34 14 Palangka Raya 4,91 5,05 5,06 5,24 5,41 6,45 Kalimantan Tengah 7,30 7,67 7,80 8,11 8,38 8,81

(34)

Selama Tahun 2006 – 2011 PDRB per kapita menurut harga konstan

tahun 2000 di Provinsi Kalimantan Tengah mengalami kenaikan rata-rata

pertahun sebesar 8,01 persen, yaitu dari Rp 7.296.486,- menjadi Rp 8.809.940,-.

Berdasarkan Tabel 1.5 juga dapat diketahui bahwa selama Tahun 2006 – 2011

Kota Palangka Raya memiliki PDRB per kapita yang paling rendah, sedangkan

yang tertinggi adalah Kabupaten Sukamara.

Tabel 1.5

Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah, Tahun 2009-2011

No. Daerah

1 Kotawaringin Barat 5.175 4,74 4.836 4,46 3.470 2,81

2 Kotawaringin Timur 6.742 4,42 7.476 4,16 3.987 2,08

3 Kapuas 11.080 5,35 7.390 4,17 6.000 3,52

4 Barito Selatan 2.524 4,00 3.166 5,51 1.609 2,52

5 Barito Utara 2.166 3,50 1.502 2,30 428 0,70

6 Sukamara 988 5,66 1.122 5,32 132 0,58

7 Lamandau 1.319 4,86 912 2,95 863 2,53

8 Seruyan 1.743 3,52 2.925 4,46 1.787 2,41

9 Katingan 3.046 4,42 1.893 3,34 1.937 2,61

10 Pulang Pisau 1.608 2,26 1.199 2,11 1.659 2,62

11 Gunung Mas 1.741 4,15 2.050 4,45 1.130 2,38

12 Barito Timur 1.622 3,22 731 1,35 1.055 2,07

13 Murung Raya 637 1,62 489 1,03 610 1,32

14 Palangka Raya 8.044 9,17 8.462 8,48 4.219 3,82

Kalimantan Tengah 48.435 4,62 44.153 4,14 28.886 2,55

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah, 2012

Keberhasilan pembangunan ekonomi daerah juga ditentukan oleh angka

pengangguran, makin tinggi angka pengangguran mengidikasikan kinerja

pembangunan ekonomi daerah makin buruk (Noor, 2013). Berdasarkan Tabel 1.5

jumlah dan persentase penduduk Provinsi Kalimantan Tengah yang menganggur

(35)

Kalimantan Tengah adalah 48.435 orang dan turun menjadi 28.886 orang pada

tahun 2011. Jumlah pengangguran terbanyak berada di Kabupaten Kapuas yang

mencapai 6.000 orang atau sekitar 3,52 persen dari jumlah penduduk yang

menganggur di Provinsi Kalimantan Tengah, sedangkan jumlah Pengangguran

tersedikit adalah di Kabupaten Sukamara pada Tahun 2011.

Penurunan angka pengangguran tidak sepenuhnya mempengaruhi

kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini mengingat salah satu

indikator yang sering dipergunakan untuk mengukur kesejahteraan masyarakat

saat ini adalah dengan melihat Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan salah satu cara yang dipergunakan

untuk mengukur keberhasilan atau kinerja ekonomi daerah dalam bidang

penyiapan modal manusia (human capital). Modal manusia yang baik diukur melalui kualitas fisik yang tercermin dari angka harapan hidup, sedangkan

kualitas non fisik tercermin dari kualitas pendidikan dan mempertimbangkan

kemampuan ekonomi. Dengan demikian dalam rangka mewujudkan daerah

dengan kualitas human capital yang baik, pemerintah daerah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membiayai

pembangunan di sektor-sektor pelayanan dasar, yaitu pendidikan dan kesehatan.

IPM yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu: 1) kesehatan yang

diukur melalui angka harapan hidup; 2) pendidikan yang diukur melalui angka

melek huruf dan rata-rata lama sekolah; dan 3) kehidupan yang layak diukur

melalui pengeluaran per kapita riil. Dengan memadukan data sosial dan ekonomi,

(36)

luas bagi kinerja pembangunan mereka, baik secara relatif maupun absolut;

disamping itu kebijakan-kebijakan ekonomi dan sosial mereka dapat diarahkan ke

sektor atau kawasan yang memang paling membutuhkannya (Todaro, 2000).

Tabel 1.6

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, Tahun 2007-2013

No. Kabupaten/Kota IPM

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 Kotawaringin Barat 72,14 72,86 73,30 73,79 74,19 74,69 75,11 2 Kotawaringin Timur 72,90 73,36 73,97 74,34 74,74 75,14 75,40 3 Kapuas 72,58 72,89 73,22 73,60 74,00 74,33 74,48 4 Barito Selatan 72,56 72,96 73,29 73,60 74,01 74,34 74,54 5 Barito Utara 74,12 74,57 74,85 75,15 75,50 75,97 76,13 6 Sukamara 70,65 71,00 71,62 71,98 72,42 72,88 73,24 7 Lamandau 71,54 71,98 72,08 72,32 72,74 73,13 73,29 8 Seruyan 71,62 72,00 72,28 72,55 72,93 73,24 73,36 9 Katingan 71,59 72,06 72,33 72,65 73,32 73,67 73,83 10 Pulang Pisau 70,10 70,63 71,18 71,53 72,37 72,75 73,18 11 Gunung Mas 72,40 72,85 73,13 73,43 73,73 74,08 74,26 12 Barito Timur 71,66 72,17 72,72 73,00 73,33 73,75 73,86 13 Murung Raya 71,62 72,18 72,46 72,84 73,34 73,77 73,98 14 Palangka Raya 77,47 77,90 78,02 78,30 78,78 79,30 79,52 Kalimantan Tengah 72,49 73,88 74,36 74,64 75,06 75,46 75,68

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah, 2014

Perkembangan angka IPM dari tahun ke tahun memberikan indikasi

peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia setiap tahunnya. IPM

Provinsi Kalimantan Tengah berada pada angka 72,35 pada Tahun 2007

meningkat 3,3 poin menjadi 75,68 pada Tahun 2013. Kondisi IPM kabupaten/kota

di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2007-2013 dapat dilihat pada Tabel 1.6.

Pada tabel ini, diketahui bahwa pada Kota Palangka Raya dengan nilai IPM

sebesar 79,52 berada pada peringkat teratas di Provinsi Kalimantan Tengah

(37)

Nasional tahun 2013 sebesar 73,81. IPM terendah terdapat di Kabupaten Pulang

Pisau dengan nilai IPM sebesar 73,18 pada tahun 2013.

Hampir seluruh kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah berada

dibawah nilai IPM provinsi, kecuali Kabupaten Barito Utara dan Kota Palangka

Raya. Nilai IPM seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah selalu

bergerak kearah positif atau cederung meningkat, hal ini menunjukkan bahwa

adanya peningkatan kesejahteraan di Provinsi Kalimantan Tengah.

1.2 Rumusan Masalah

Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan utama dari pembangunan

nasional. Keberhasilan pembangunan tanpa menyertakan peningkatan

kesejahteraan masyarakat akan mengakibatkan kesenjangan dan ketimpangan

dalam kehidupan masyarakat. Untuk mengukur kesejahteraan masyarakat dapat

dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Provinsi Kalimantan

Tengah sudah berada di atas IPM nasional, namun jika dilihat dari IPM

kabupaten/kota hanya kabupaten Barito Utara dan Kota Palangka Raya yang nilai

IPM berada diatas IPM Provinsi Kalimantan Tengah dan IPM Nasional. Secara

keseluruhan IPM kabupaten/kota nilai IPM mengalami peningkatan namun

kemajuan ini tidak terlepas dari masalah kesenjangan karena masing-masing

kabupaten/kota memiliki capaian komponen yang berbeda.

Pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk pengelolaan keuangan yang

transparan dan akuntabel diduga dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat,

demikian pula dengan proses pembangunan ekonomi dalam memanfaatkan

(38)

terjadi menunjukkan bahwa terjadi pergeseran perubahan ke arah yang lebih baik

yang menuju pada kesejahteraan masyarakat.

Otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang

luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang

diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya

nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat

dan pemerintah daerah. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah tersebut, maka

daerah diberikan kewenangan untuk menggali sumber keuangan daerah sendiri

yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah

serta antara provinsi dan kabupaten/kota sebagai prasyarat dalam sistem

pemerintahan daerah.

Pengelolaan keuangan daerah memiliki hubungan yang kuat dengan

pembangunan ekonomi daerah terutama melalui pendapatan dan belanja daerah

yang mengarah pada pencapaian kesejahteraan masyarakat. Keuangan daerah

dapat digunakan untuk mendorong dan meningkatkan pembangunan ekonomi

daerah yang selanjutnya dapat mensejahterakan masyarakat. Pengelolaan

keuangan daerah memang tidak dapat dirasakan dalam jangka pendek melainkan

baru dapat dirasakan dalam jangka panjang. Oleh karena itu dalam penelitian

ingin melihat pengaruh kinerja keuangan daerah, pembangunan ekonomi dan

perubahan struktur ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat di Provinsi

Kalimantan Tengah. Karena hasil dan bukti berbeda antar satu negara dengan

negara lain ataupun satu daerah dengan daerah lain menghasilkan sifat dan

(39)

Berdasarkan uraian latar belakang dirumuskan masalah untuk diteliti

sebagai berikut, yaitu.

1) Bagaimanakah pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap kinerja

pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Tengah?

2) Bagaimanakah pengaruh kinerja keuangan daerah dan kinerja pembangunan

ekonomi terhadap perubahan struktur ekonomi di Provinsi Kalimantan

Tengah?

3) Bagaimanakah pengaruh kinerja keuangan daerah, kinerja pembangunan

ekonomi dan perubahan struktur ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat

di Provinsi Kalimantan Tengah?

4) Apakah kinerja keuangan daerah berpengaruh terhadap kesejahteraan

masyarakat melalui kinerja pembangunan ekonomi dan perubahan struktur

ekonomi di Provinsi Kalimantan Tengah?

5) Apakah kinerja keuangan daerah berpengaruh terhadap perubahan struktur

ekonomi melalui kinerja pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan

Tengah?

6) Apakah kinerja pembangunan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan

masyarakat melalui perubahan struktur ekonomi di Provinsi Kalimantan

Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji

pengaruh kinerja keuangan daerah, kinerja pembangunan ekonomi, dan perubahan

(40)

Tengah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji

hal-hal sebagai berikut.

1) Pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap kinerja pembangunan

ekonomi di Provinsi Kalimantan Tengah.

2) Pengaruh kinerja keuangan daerah dan kinerja pembangunan ekonomi

terhadap perubahan struktur ekonomi di Provinsi Kalimantan Tengah.

3) Pengaruh kinerja keuangan daerah, kinerja pembangunan ekonomi dan

perubahan struktur ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat di Provinsi

Kalimantan Tengah.

4) Pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap kesejahteraan masyarakat

melalui kinerja pembangunan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi di

Provinsi Kalimantan Tengah.

5) Pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap perubahan struktur ekonomi

melalui kinerja pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Tengah.

6) Pengaruh kinerja pembangunan ekonomi terhadap kesejahteraan

masyarakat melalui perubahan struktur ekonomi di Provinsi Kalimantan

Tengah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari menganalisis

berbagai indikator pembangunan untuk melihat keberhasilan pemerintah

(41)

selanjutnya untuk melakukan penelitian lanjutan terutama penelitian

mengenai pembangunan ekonomi daerah.

2) Memberikan sumbangan pemikiran terhadap pembentukkan kebijakan

perencanaan pembangunan ekonomi daerah, sehingga dapat dipakai untuk

mengukur keberhasilan pembangunan demi mewujudkan masyarakat yang

(42)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesejahteraan Masyarakat

Dalam paradigma pembangunan ekonomi, perubahan kesejahteraan

masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Hal ini dikarenakan

pembangunan ekonomi dikatakan berhasil jika tingkat kesejahteraan masyarakat

semakin baik. Keberhasilan pembangunan ekonomi tanpa menyertakan

peningkatan kesejahteraan masyarakat akan mengakibatkan kesenjangan dan

ketimpangan dalam kehidupan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat adalah

suatu kondisi yang memperlihatkan tentang keadaan kehidupan masyarakat yang

dapat dilihat dari standar kehidupan masyarakat (Badrudin, 2012).

Menurut Todaro dan Stephen C. Smith (2006), kesejahteraan masyarakat

menunjukkan ukuran hasil pembangunan masyarakat dalam mencapai kehidupan

yang lebih baik yang meliputi: pertama, peningkatan kemampuan dan pemerataan distribusi kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan, kesehatan, dan

perlindungan; kedua, peningkatan tingkat kehidupan, tingkat pendapatan, pendidikan yang lebih baik, dan peningkatan atensi terhadap budaya dan

nilai-nilai kemanusiaan; dan ketiga, memperluas skala ekonomi dan ketersediaan pilihan sosial dari individu dan bangsa. Kesejahteraan masyarakat adalah kondisi

terpenuhinya kebutuhan dasar yang tercermin dari rumah yang layak,

(43)

memaksimalkan utilitasnya pada tingkat batas anggaran tertentu dan kondisi

dimana tercukupinya kebutuhan jasmani dan rohani.

Secara umum teori kesejahteraan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu

classical utilitarium,neoclassical welfare theory, dan new contraction approach

(Badrudin, 2012). Classical utilitarian menekankan bahwa kepuasan atau kesenangan seseorang dapat diukur dan bertambah. Tingkat kepuasan setiap

individu dapat dibandingkan secara kuantitatif.Neoclassical welfare menekankan pada prinsip pareto optimality. Pareto optimum didefenisikan sebagai sebuah posisi dimana tidak memungkinkan suatu realokasi input atau output untuk

membuat seseorang menjadi lebih baik tanpa menyebabkan sedikitnya satu orang

atau lebih buruk. New contraction approach menekankan pada konsep dimana setiap individu memiliki kebebasan maksimum dalam hidupnya. Ketiga

pandangan tersebut menekankan bahwa tingkat kesejahteraan seseorang sangat

tergantung pada tingkat kepuasan kesenangan yang diraih dalam kehidupannya.

Gregory dan Stuart (1992) mengatakan bahwa pertumbuhan pendapatan

per kapita dari waktu ke waktu umumnya membawa perubahan terhadap

kesejahteraan masyarakat dengan arah yang sama. Pertimbangan menggunakan

pendapatan per kapita sebagai indikator kesejahteraan masyarakat karena data

tersebut umumnya mudah diperoleh di kantor-kantor statistik. Sebaliknya, data

indikator kesejahteraan atau kemakmuran mayarakat yang lebih kompleks, seperti

presentase penduduk yang memiliki rumah, menikmati fasilitas air bersih, fasilitas

kesehatan, fasilitas pendidikan, pemilikan alat hiburan seperti televisi dan radio,

(44)

masyarakat yang hanya menggunakan pendapatan per kapita banyak ditentang

oleh berbagai pihak. Hal ini terjadi karena kesejahteraan sifatnya normatif

sehingga diperlukan pengukuran yang lebih komprehensif yang dapat

menggambarkan kemajuan kualitas hidup masyarakat. Todaro (2000) mengatakan

bahwa angka kenaikan GNP per kapita mengandung kelemahan yang sangat fatal,

yakni menyamarkan kenyataan fundamental yang sebenarnya, yaitu sama sekali

belum membaiknya kondisi kesejahteraan kelompok penduduk yang relatif paling

miskin.

United Nations Research Institute for Social Development menyusun delapan belas indikator yang apabila digunakan sebagai indikator kesejahteraan

masyarakat maka perbedaan tingkat pembangunan antara negara maju dan negara

sedang berkembang tidak terlampau besar. Delapan belas indikator tersebut,

antara lain: 1) tingkat harapan hidup; 2) konsumsi protein hewani per kapita; 3)

persentase anak-anak yang belajar di sekolah dasar dan menengah; 4) persentase

anak-anak yang belajar di sekolah kejuruan; 5) jumlah surat kabar; 6) jumlah

telepon; 7) jumlah radio; 8) jumlah penduduk di kota-kota yang mempunyai

20.000 penduduk atau lebih; 9) persentase laki-laki dewasa di sektor pertanian;

10) persentase tenaga kerja yang bekerja di sektor listrik, gas, air, kesehatan,

pengakutan, pergudangan, dan transportasi; 11) persentase tenaga kerja yang

memperoleh gaji; 12) persentase PDB yang berasal dari industri pengolahan; 13)

konsumsi energi per kapita; 14) konsumsi listrik per kapita; 15) konsumsi baja per

(45)

dari pekerja laki-laki di sektor pertanian; dan 18) pendapatan per kapita Produk

Nasional Bruto.

World Bank pada tahun 2000 merumuskan indikator kesejahteraan masyarakat sebagai indikator pembangunan ekonomi, khususnya pembangunan

manusia dan kemiskinan. Rumusan indikator pembangunan ekonomi, khususnya

pembangunan manusia dan kemiskinan. Rumusan indikator pembangunan itu

disebut sebagai Millenium Development Goals (MDGs). MDGs terdiri dari delapan indikator capaian pembangunan, yaitu penghapusan kemiskinan,

pendidikan untuk semua, persamaan gender, perlawanan terhadap penyakit

menular, penurunan angka kematian anak, peningkatan kesehatan ibu, pelestarian

lingkungan hidup, dan kerja sama global. Keberhasilan pembangunan manusia

diukur dalam beberapa dimensi utama tersebut. Menurut World Bank, tingkat pencapaian pembangunan manusia dapat diamati melalui dimensi pengurangan

kemiskinan (decrease in proverty), peningkatan kemampuan baca tulis (increase in literacy), penurunan tingkat kematian bayi (decrease in infant mortality), peningkatan harapan hidup (life expectancy), dan penurunan dalam ketimpangan pendapatan (decrease income inequality).

Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan suatu ukuran

standar pembangunan manusia, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau

Human Development Index (HDI). Indeks ini dibentuk berdasarkan empat indikator, yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah,

dan kemampuan daya beli. Indikator angka harapan hidup merepresentasikan

(46)

lama sekolah mencerminkan output dari dimensi pengetahuan. Adapun indikator

kemampuan daya beli digunakan untuk mengukur dimensi hidup layak.

Badan Pusat Statistik menggunakan IPM untuk mengukur capaian

pembangunan manusia dengan menggunakan tiga dimensi dasar, yaitu mencakup

umur panjang dan sehat, pengetahuan serta kehidupan yang layak. Ketiga dimensi

dasar tersebut menggambarkan empat komponen dasar kualitas hidup yakni angka

harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan; angka melek huruf dan rata-rata

lama bersekolah untuk mengukur capaian pembangunan di bidang pendidikan;

dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok hidup

masyarakat yang dapat dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita

sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup

yang layak (Gambar 2.1).

Gambar 2.1

Diagram Perhitungan IPM

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Tengah, 2012

(47)

memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Dengan

pembangunan manusia yang lebih baik, yang akan menciptakan manusia yang

lebih terdidik dan sehat, tidak mengalami kelaparan dan memiliki kemampuan

berpartisipasi dalam lingkungan sosial (Karmakar, 2006). Selanjutnya, Saharudin

(2008) mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) dengan indikatornya adalah pendapatan per kapita,

angka usia harapan hidup dan angka partisipasi sekolah.

2.1.1 Pengertian Kesejahteraan

Setiap manusia memiliki keinginan untuk sejahtera, sejahtera menunjuk

ke suatu keadaan yang serba baik atau suatu kondisi manusia, dimana

orang-orangnya dalam keadaan makmur, sehat, dan damai. Menurut kamus Bahasa

Indonesia, sejahtera juga mengandung pengertian aman sentosa, makmur, serta

selamat, terlepas dari segala macam gangguan. Menurut Undang Undang Nomor

10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan

Keluarga Sejahtera, diartikan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang

dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan

hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antara

keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

Stiglitz (2011) menyatakan bahwa untuk mendefenisikan kesejahteraan,

rumusan multidimensi harus digunakan. Dimensi-dimensi tersebut meliputi

(48)

pendidikan, aktivitas individu termasuk bekerja, suara politik, dan tata

pemerintahan, hubungan dan kekerabatan sosial, lingkungan hidup (kondisi masa

kina dan masa depan), baik yang bersifat ekonomi maupun fisik. Semua dimensi

ini menunjukkan kualitas hidup masyarakat dan untuk mengukurnya diperlukan

data objektif dan subjektif.

Perumusan konsep kesejahteraan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan bahwa

keluarga yang dikatakan sejatera apabila memenuhi kriteria berikut.

1) Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya, baik kebutuhan

sandang, pangan, perumahan, sosial maupun agama;

2) Keluarga yang mempunyai keseimbangan antara penghasilan keluarga dan

jumlah anggota keluarga; dan

3) Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga,

kehidupan bersama dengan masyarakat sekitar, beribadah khusuk di samping

terpenuhi kebutuhan pokoknya.

2.1.2 Kriteria Ekonomi Kesejahteraan

Ekonomi kesejahteraan penting untuk dipahami karena ekonomi

kesejahteraan berhubungan dengan tujuan pemberdayaan ekonomi rakyat, yaitu

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbagai kriteria dari ekonomi

kesejahteraan berguna dalam mempertimbangkan suatu kebijaksanaan.

(49)

1) Kriteria Bentham

Jeremy Benthan menyatakan bahwa perbaikan welfare akan terjadi apabila tersedia barang-barang dalam jumlah yang semakin banyak. Ini

berarti bahwa welfare total adalah penjumlahan utility dari individu-individu dalam masyarakat. Menurut kriteria ini bila terdapat perubahan positif

welfare total, berarti terdapat perbaikan kesejahteraan walaupun sebenarnya dalam perubahan itu terdapat anggota masyarakat atau individu yang

dirugikan dan ada yang diuntungkan. Secara implisit kriteria ini

mengasumsikan adanya komparasi antaraindividual (interpersonal comparison) di antara anggota masyarakat yang menikmati manfaat dengan anggota masyarakat yang menderita kerugian karena adanya perubahan dalam

masyarakat yang bersangkutan.

2) Kriteria Cardinal

Menurut kriteria cardinal pendapatan anggota masyarakat berpengaruh

terhadap utility. Berlaku law of diminishing marginal utility, anggota masyarakat yang berpendapatan tinggi (memiliki uang lebih banyak) akan

memperoleh marginal utility yang lebih kecil dibandingkan dengan anggota masyarakat yang berpendapat rendah (memiliki uang yang lebih sedikit).

Dengan demikian, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus

dilakukan redistribusi pendapatan di antara anggota masyarakat. Maksimum

kesejahteraan masyarakat akan tercapai apabila distribusi pendapatan merata

(50)

3) Kriteria Pareto-Optimal

Pareto Optimality merupakan kriteria efisiensi (efisiensi alokatif) yang dicetuskan oleh seorang sosiolog dan ekonom Italy yang bernama

V. Pareto. Kriteria pareto ini menyatakan bahwa efisiensi alokatif akan terjadi

bila tidak mungkin lagi dilakukan re-organisasi produksi sedemikian rupa

sehingga masing-masing pihak (yang terlibat dalam kegiatan ekonomi:

produsen dan konsumen) merasa lebih sejahtera (better off). Oleh karena itu, pada keadaan efisiensi alokatif ini utility (kepuasan) seseorang dapat ditingkatkan hanya dengan menurunkan utility orang lain. Contoh keadaan tidak efisien adalah masyarakat yang tidak memanfaatkan sepenuhnya batas

kemungkinan produksinya. Dengan lebih dimanfaatkan batas kemungkinan

produksinya itu, tidak akan ada orang yang mengalami penurunan utilitas.

Cara lain untuk memahami konsep efisiensi ini adalah kaitannya dengan

perdagangan. Misalnya, orang membawa hasil produksinya ke pasar untuk

ditukarkan dengan barang orang lain. Setiap kali terjadi perutukaran

(perdagangan), maka utilitas kedua pihak akan naik. Jika semua kemungkinan

pertukaran yang menguntungkan telah habis sehingga tidak ada lagi kenaikan

utilitas, maka dapat dikatakan bahwa keadaan telah mencapai efisien.

Pada kenyataannya penggunaan kriteria pareto sangat terbatas untuk

diterapkan karena memiliki kelemahan yang mendasar, misalnya sebagai

berikut.

a. Tidak berlaku pada kasus suatu perubahan yang menguntungkan

(51)

keuntungan lebih besar jika dibandingkan dengan besar kerugian,

menurut pareto perubahan tersebut bukanlah suatu perbaikan. Dengan

demikian kriteria pareto tidak dapat menentukan mana yang lebih baik.

b. Berkaitan dengan distribusi pendapatan, tidak menumbuhkan alokasi

yang memadai, sebagai contoh banyak individu yang menerima

pendapatan rendah.

c. Dalam kenyataannnya sistem yang kompetitif sempurna tidak pernah

ada.

Dengan demikian untuk mengukur peningkatan kemakmuran masyarakat

menggunakan kriteria pareto optimal apabila paling sedikit satu orang

bertambah makmur (better off) dengan tidak menyebabkan orang lain bertambah miskin (worse off).

4) Kriteria Kaldor-Hicks

Kaldor Hicks menyarankan pendekatan kompensasi untuk menilai

suatu perubahan, yaitu menilai keuntungan dari mereka yang menikmati

perbaikan dan menilai kerugian dari mereka yang menderita kerugian dengan

satuan uang. Ini berarti utnuk mengukur peningkatan kemakmuran

masyarakat menurut Kaldor Hicks kemakmuran masyarakat meningkat

apabila orang yang memperoleh manfaat dari kebijakan publik/pembangunan

(who gain) membantu orang lain yang dirugikan (who lose) sehingga tidak ada orang lain yang bertambah miskin apabila ada orang yang bertambah

(52)

Gambar 2.2 Kriteria Kaldor Hicks

Sumber : Miller dan Meiners, 2000

Berdasarkan Gambar 2.2 dapat dipahami beberapa hal sebagai berikut.

a. Diperoleh sebuah kurva UPF (Utility Possibility Frontiers), yaitu kurva batas-batas kemungkinan kepuasan.

b. Misalkan, perekonomian mula-mula berada di titik A, setiap pergerakan

diharapkan menuju titik B atau D karena pergerakan itu meningkatkan

kesejahteraan salah satu konsumen tanpa merugikan konsumen lainnya.

Akan tetapi bila bergerak ke titik E, sementara salah satu pihak untung,

yang lain dirugikan. Menurut Kaldor Hicks, pergerakan ke titik E itu

sebenarnya tidak menguntungkan karena pihak yang untung akang

mengimbangi kerugian pihak lain. Atau dengan kata lain, menurut Kaldor

Hicks bila E tercapai, akan terjadi redistribusi pendapatan atau kekayaan

yang akan menggerakkan perekonomian secara keseluruhan ke titik C,

Gambar

Tabel 1.1Total Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota
Tabel 1.2
Tabel 1.3Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam)
Tabel 1.4PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah Menurut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Efisiensi Keuangan Daerah terhadap Kesejahteraan Masyarakat Melalui Alokasi Belanja Modal

Kinerja pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat dari 3 indikator yaitu laju pertumbuhan ekonomi (LPE), indeks Gini, dan transformasi struktur kesempatan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan, struktur ekonomi dan belanja pembangunan secara simultan dan parsial terhadap kemiskinan pada

Berbagai penelitian tentang kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain dalam penelitian yang

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP RETURN ON ASSETS (ROA) PADA BANK.. PEMBANGUNAN

Tujuan penelitian adalah (1) Mengidentifikasi dan mengkaji tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan Provinsi Jamb i, (2) Mengetahui faktor- faktor

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/ Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2015” disusun untuk memenuhi

SIMPULAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Gander Kabupaten/Kota Di Provinsi Jambi, maka