• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN LITBANG PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN PERTUMBUHAN TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN LITBANG PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN PERTUMBUHAN TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

2015

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH

LAPAN

LITBANG PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN

JAUH UNTUK PEMANTAUAN PERTUMBUHAN

TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH

(2)

i

LITBANG PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUHUNTUK

PEMANTAUAN PERTUMBUHAN PADI DI LAHAN SAWAH (STUDI KASUS PULAU KALIMANTAN)

Oleh:

Dede Dirgahayu I Made Parsa Silvia

Sri Harini Soko Budoyo Krisna Indriawan Muchlisin Arief

Wawan Harsanugraha Heru Noviar

Johannes Manalu Joko Santo

Ernawati

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Jl. Kalisari No. 8 Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta 13710 Telp. (021) 8710065 Faks. (021) 8722733

LAPORAN KEGIATAN LITBANGYASA

(3)

ii

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Undang-undang No. 21 tahun 2013 mengamanatkan kepada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk menetapkan metode dan kualitas pengolahan data penginderaan jauh. Sehubungan dengan hal tersebut, naka dilakukan kegiatan penelitian, pengembangan, dan perekayasaan (litbangyasa) pemanfaatan penginderaan jauh sebagai dasar dalam penentuan metode dan kualitas pengolahan data. Kegiatan litbangyasa tersebut tentunya tidak dilakukan dalam waktu setahun atau dua tahun sehingga metode dan kualitas data langsung ditetapkan, namun memerlukan proses dan waktu yang cukup panjang. Agar setiap kegiatan untuk menuju hal tersebut terdokumentasi dengan baik, maka disusunlah buku laporan setiap tahunnya.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, penyusunan buku hasil litbangyasa dengan judul “Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan Pertumbuhan Padi di Lahan Sawah” telah diselesaikan dengan baik. Buku ini disusun sebagai bukti pertanggungjawaban hasil kegiatan litbangyasa yang dibiayai oleh DIPA Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Buku ini intinya terdiri dari 6 Bab yang memuat (1) Pendahuluan, (2) Tujuan dan Sasaran, (3) Tinjauan Pustaka, (4) Bahan dan Metode, (5) Hasil dan Pembahasan, dan (6) Kesimpulan dan Saran. Buku ini disertai dengan lampiran-lampiran yang mendukung hasil kegiatan tersebut.

Dalam penyusunan buku ini tentunya melibatkan tim litbangyasa yang bekerja selama tahun 2015, narasumber baik dari tim litbangyasa yang lain dan perguruan tinggi, dan juga pihak-pihak lain yang terkait. Masukan-masukan dan hasil-hasil diskusi memperkaya kegiatan ini sehingga mendapatkan hasil yang semakin baik. Kepada pihak-pihak terkait yang telah membantu kegiatan ini, saya selaku Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Kepada tim litbangyasa yang telah melakukan kegiatan litbangyasa ini, selain buku ini diharapkan juga dipublikasikan hasil temuan-temuan yang sudah didapatkan dalam media yang lain seperti Jurnal, baik nasional maupun internasional.

Akhir kata, tak ada gading yang tak retak, buku ini tentunya tidak sempurna, namun ini akan menjadi dokumen yang penting dalam kegiatan penelitian dan pengembangan selanjutnya. Kritik dan saran terkait penyusunan buku ini dapat disampaikan langsung, baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini akan dapat membantu agar penyusunan buku berikutnya menjadi lebih baik.

Jakarta, 14 Desember 2015 Kepala

Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh,

Dr. M. Rokhis Khomarudin

(5)

iv

(6)

v DAFTAR ISI

Halaman:

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR TABEL vii

I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Kerangka Pemikiran 4

1.4. Hipotesis 4

1.5. Asumsi 5

II. TUJUAN DAN SASARAN PENELITI 5

2.1. Tujuan 5

2.2. Sasaran 5

2.3. Manfaat Kegiatan 5

2.4. Ruang Lingkup Kegiatan 6

III. TINJAUAN PUSTAKA 6

3.1. Tahapan Pertumbuhan Tanaman Padi 6

3.2. Kronologis Penelitan Pemanfaatan Inderaja untuk Pemantauan Pertumbuhan padi

6

IV. METODOLOGI 9

4.1 Data dan Alat 9

4.2. Metode Penelitian 9

4.3. Analisis Statistik 14

4.4. Survey Lapangan 14

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 15

5.1. Penampilan penutup Lahan berdasarkan Komposit EVI Multitemporal

15

5.2. Fluktuasi EVI tanaman Padi selama 3 tahun 17 5.3. Analisis Data EVI Multitemporal pertumbuhan padi di

Kalimantan Selatan

20

5.4. Model Pertumbuhan Tanaman Padi 22

(7)

vi

5.5. Aplikasi Model Pertumbuhan Tanaman Padi untuk Menduga Fase dan Umur Padi

24

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 26

6.1. Kesimpulan 26

6.2. Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 29

(8)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1. Peran data penginderaan jauh dalam mendukung informasi yang diperlukan untuk Ketahanan Pangan.

4

Gambar 4-1. Diagram alir metode penelitian 9

Gambar 4-2. Diagram alir metode penentuan Tanaman Padi dan non padi di lahan sawah.

10 Gambar 4-3. Diagram Alir Model Pertumbuhan Tanaman Padi. 12 Gambar 5-1. Citra Komposit EVI 16 harian Multitemporal dengan RGB (Mean,

Max, Min).

15 Gambar 5-2. Citra Komposit EVI 8 harian Multitemporal dengan RGB (Mean,

Max, Min).

16 Gambar 5-3. Citra Klasifikasi Lahan Sawah berdasarkan EVI Maksimum ( 16

harian) di Provinsi Kalimantan Selatan bagian utara.

16 Gambar 5-4. Citra Klasifikasi Lahan Sawah berdasarkan EVI Maksimum (8

harian) di Provinsi Kalimantan Selatan bagian utara. 17 Gambar 5-5. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 1 18 Gambar 5-6. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 2 18 Gambar 5-7. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 3 18 Gambar 5-8. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 4 19 Gambar 5-9. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 5 19 Gambar 5-10. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 6 19 Gambar 5-11. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 7 20 Gambar 5-12. Histogram EVI Maksimum di Kalimantan Selatan 21 Gambar 5-13. Presentase luas kelas padi sawah di di Kalimantan Selatan 22 Gambar 5-14. Kurva Perubahan EVI (dEVI) selama Pertumbuhan Padi pada

Fase Vegetatif dan Generatif 25

Gambar 5-15. Fase Tanaman Padi tanggal 9-17 Mei 2015 di Kalimantan

Selatan 26

DAFTAR TABEL

Tabel 5-1. Parameter Biologi/Pertumbuhan Tanaman Padi di Kalimantan Selatan

20 Tabel 5-2. Distribusi Luas Lahan Sawah di Pulau Kalimantan Selatan

Berdasarkan Kelas EVI Maksimum

21 Tabel 5-3. Rekode EVI_Maksimum dan EVI Maksimum-EVI Tanam serta

Hasil Kombinasinya (Overlay Matriks )

22 Tabel 5-4. Contoh Rekapitulasi hasil ektraksi Mean EVI pada region Padi_Id 23 Tabel 5-5. Batas Nilai EVI setiap Kelas Fase Padi untuk Pulau Kalimantan 24 Tabel 5-6. Kisaran EVI untuk menduga Umur Tanaman Padi 25

(9)

viii

(10)

1

LITBANG PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH

UNTUK PEMANTAUAN PERTUMBUHAN PADI DI LAHAN SAWAH

(STUDI KASUS PULAU KALIMANTAN)

Dede dirgahayu*), Muchlisin Arief, Wawan Harsanugraha, I Made Parsa, Heru Noviar, Johannes Manalu, Sri Harini, Silvia, Soko Budoyo, Krisna Indriyawan,

Joko Santo, Ernawati

Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

*)E-mail: dede01@lapan.go.id

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peningkatan produksi tanaman pangan khususnya tanaman padi perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai swasembada pangan. Karena berdasarkan UU RI tahun No. 7 tahun 1996, dinyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin umum dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Namun produksi padi disuatu negara setiap tahunnya dapat mengalami fluktuasi akibat adanya bencana kekeringan dan kebanjiran di lahan sawah.

Bencana tersebut juga dapat terjadi di Pulau Jawa yang merupakan daerah pemasok terbesar produksi padi nasional. Dengan demikian perlu adanya upaya yang dilakukan untuk mencapai swasembada pangan, yang salah satunya adalah dengan melakukan pemantauan terhadap kondisi pertanaman padi di Pulau Jawa.

Dengan adanya pemantauan tersebut diharapkan pemerintah dapat segera mengambil tindakan yang diperlukan dalam menjaga dan meningkatkan produksi padi nasional.

Padi merupakan komoditi pangan strategis dan menjadi komoditas prioritas utama untuk mendapat perhatian pemerintah Indonesia. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah karena menyangkut sumber pangan sebagian besar lapisan masyarakat. Beras menjadi makanan pokok penduduk Indonesia yang jumlahnya terus bertambah.

Badan Pusat Statistik bersama-sama Kementrian Pertanian, selama bertahun- tahun secara rutin dan periodik, telah menerapkan metode pelaporan lengkap dalam menghasilkan angka luas tanam dan luas panen, serta metode sampling “ubinan”

dalam menduga produktivitas padi per wilayah. Angka yang dilaporkan oleh para petugas mantri statistik dan mantri tani didasarkan pada tingkat pengetahuan mereka tentang wilayah kecamatan masing-masing, Oleh karena itu semakin kurang pengetahuan petugas terhadap kecamatannya maka semakin rendah pula akurasi data yang dilaporkannya demikian pula sebaliknya. Satu kecamatan dipantau oleh masing-masing satu orang mantri tani dan satu orang mantri statistik. Seorang petugas paling tidak harus memiliki sepeda motor, peta lahan baku sawah, dan biaya operasional yang memadai untuk dapat memantau satu wilayah kecamatan yang cukup luas. Apabila faktor dasar ini tidak dipenuhi maka kemampuan petugas untuk berkeliling kecamatan mencatat data akan semakin rendah (Dirgahayu, 2004).

(11)

2

Meningkatnya kemajuan teknologi, berbagai penelitian telah dilakukan terhadap tanaman padi menggunakan aplikasi data inderaja, misalkan tentang estimasi produktivitas padi ataupun memprediksi luas panennya berdasarkan pendugaan umur. Dirgahayu (2006) telah melakukan penelitian pendugaan umur tanaman padi menggunakan data MODIS. Penelitian ini menghasilkan 2 model pertumbuhan tanaman padi dalam bentuk spline kubik, baik pada fase vegetatif dan generatif.

Data MODIS dibawa oleh satelit Terra/Aqua yang memiliki 7 kanal spektral dengan resolusi 250 m dan 500 m serta frekuensi pengamatan harian cukup andal digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman pangan, terutama padi. Data MODIS dapat diekstrak nilai indeks vegetasi EVI (Enhanced Vegetation Index) seperti yang pernah dilakukan oleh Huete, et.al (1997). Dengan menggunakan nilai EVI secara temporal diharapkan dapat dilihat dan dicirikan fluktuasi pertumbuhan tanaman padi.

Indeks kehijauan tanaman (greeness index) merupakan ukuran kuantitatif yang digunakan untuk mengamati kondisi vegetasi tanaman dan aktivitas fotosintesis.

Pada umumnya nilai ini dapat diperoleh dari analisis kombinasi dua atau lebih kanal spektral (Huete et al., 2002).

Indeks vegetasi yang paling banyak diaplikasikan pada data MODIS adalah NDVI dan EVI. NDVI dapat dihitung melalui rasio yang dibangun dari kanal spektral merah (Red) dan infra-merah dekat (Near InfraRed/NIR). Sedangkan EVI merupakan indeks vegetasi yang dikembangkan dari NDVI. EVI telah diketahui lebih sensitif terhadap perubahan biomasa selama fase vegetatif yang lama, serta tahan terhadap efek atmosfer dan kanopi (Huete et al.,1997).

Nilai EVI diperoleh dari nilai reflektansi kanal spektral merah (red), kanal infra merah dekat (NIR) dan kanal biru (blue). Kanal spektral biru sangat sensitif terhadap kondisi atmosfer dan digunakan untuk koreksi atmosferik (Xiao et al., 2006).

Pada kegiatan pemantauan ini diasumsikan bahwa untuk sawah-sawah yang memiliki luasan > 6.25 Ha dan waktu tanam yang sama seperti di daerah Pantura Jawa Barat dapat dideteksi menggunakan data MODIS dengan cukup handal (mempunyai akurasi yang cukup tinggi). Selain itu lahan baku sawah yang digunakan dalam kegiatan pemantauan ini diperoleh dari data satelit resolusi tinggi seperti Landsat dan SPOT.

Tujuan dari kegiatan ini adalah mengembankan model pertumbuhan tanaman padi di pulau Kalimantan menggunakan data resolusi rendah MODIS dan model pertumbuhan tanaman padi di pulau Jawa menggunakan data resolusi rendah menengah Landsat 8.

Salah satu metode pemantauan tanaman padi yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan data satelit penginderaan jauh. Data satelit yang dapat digunakan untuk pemantauan tanaman padi dengan cakupan wilayah yang luas dan temporal yang tinggi adalah data MODIS dari satelit TERRA-AQUA maupun Landsat. Turunan informasi spasial dari data MODIS yang dapat diekstrak, antara lain Indeks Vegetasi EVI (Enhanced Vegetation Index) seperti yang pernah dilakukan oleh Huete, et.al (1997). Dengan menggunakan nilai EVI secara multitemporal diharapkan dapat dilihat dan dicirikan fluktuasi pertumbuhan tanaman padi. Sebagian besar penelitian aplikasi inderaja terhadap tanaman padi adalah tentang estimasi produktivitas dan jarang yang memprediksi luas panennya berdasarkan pendugaan umur. Dirgahayu (2005) telah melakukan penelitian pendugaan umur tanaman padi menggunakan data Landsat 7 ETM. Ekstraksi nilai reflektansi 7 kanal Landsat 7 ETM dilakukan pada blok-blok tanam lahan sawah PT. Sang Hyang Seri, Subang, Jawa Barat.

(12)

3 Setiap blok memiliki jadwal tanam dan varietas padi yang berbeda, sehingga rata- rata nilai reflektan tanaman padi pada umur yang berbeda dapat diketahui hanya dengan menggunakan satu tanggal data Landsat 7 ETM. Penelitian menghasilkan 2 model pertumbuhan tanaman padi dalam bentuk spline kubik, baik pada fase vegetatif dan generatif. Dirgahayu dan Parwati (2005) telah melakukan penelitian untuk menduga umur tanaman padi menggunakan Reflektansi Landsat 7 dengan hasil cukup baik, sehingga dengan 1 data tunggal Landsat 7 dapat membuat sebaran spasial umur padi.

Hasil penelitian pengembangan model pertumbuhan tanaman padi menggunakan data EVI Modis multitemporal yang dilakukan oleh Dirgahayu, dkk (2010) di pulau Jawa menunjukkan bahwa nilai maksimum indek vegetasi (EVI = Enhance Vegetation Index) tanaman padi di pulau Jawa berbeda-beda pada setiap wilayah sehingga untuk memetakan umur padi secara spasial harus menggunakan 6 model fase pertumbuhan, baik dalam fase vegetatif maupun generatif. Sedangkan hasil penelitian untuk pulau Sumatea (2014) menghasilkan 5 model pertumbuhan tanaman padi.

Sesuai dengan amanah UU Antariksa no 21 tahun 2013, yaitu pada pasal 15 dan 19, menyatakan bahwa deteksi parameter geo-bio-fisik merupakan salah satu bentuk Pengolahan data penginderaan jauh selain Klasifikasi, maka penelitian ini dilakukan dengan memilih wilayah Provinsi Kalimantan Selatan sebagai lokasi penelitian. Tujuan penelitian adalah untuk menghitung parameter biologi (pertumbuhan) tanaman padi sebagai bahan masukan dalam membuat model pertumbuhan padi di Kalimantan Selatan secara otomatis. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : adanya perbedaan kondisi pertumbuhan tanaman akibat perbedaan varietas, kondisi kualitas lahan dan lingkungan ditunjukkan oleh perbedaan nilai EVI Maksimum yang dapat dicapai tanaman padi selama pertumbuhan vegetatif.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan UU RI No. 7 tahun 1996, Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Untuk mencapai kondisi tersebut, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi tanaman pangan khususnya tanaman padi.

Produksi padi setiap tahunnya mengalami fluktuasi akibat adanya perubahan iklim. Beberapa bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim adalah dengan adanya bencana kekeringan dan kebanjiran di lahan sawah terutama di Pulau Jawa yang merupakan pemasok terbesar produksi padi nasional. Pemahaman masyarakat akan perubahan iklim perlu ditumbuhkan untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkannya.

Iklim merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi disamping faktor internal (genetik).

Salah satu unsur cuaca atau iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi adalah curah hujan sebagai pemasok air bagi tanaman padi yang mutlak diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karenanya informasi curah hujan sangat diperlukan guna mengoptimalisasikan penggunaan air pada setiap fase pertumbuhan padi untuk dapat mencapai tingkat produksi yang maksimal.

(13)

4

(14)

5 1.3. Kerangka Pemikiran

Data satelit penginderaan jauh yang memiliki cakupan luas dan resolusi tinggi dapat dimanfaatkan untuk mendukung program ketahanan pangan nasional.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dengan data satelit penginderaan jauh adalah menghitung luas lahan sawah, fase tanam/Tingkat Kehijauan Vegetasi (TKV), curah hujan, dan prediksi banjir/kekeringan (Gambar 1-1).

Gambar 1-1. Peran data penginderaan jauh dalam mendukung informasi yang diperlukan untuk Ketahanan Pangan.

1.4. Hipotesis

Untuk penelitian ini, hipotesis yang diambil adalah:

 Kondisi pertumbuhan tanaman padi sawah dapat dideteksi menggunakan nilai-nilai EVI. Kurva nilai-nilai EVI selama masa pertumbuhan tanaman padi sawah mengikuti pola kurva normal. Dalam kondisi normal, puncak kurva menggambarkan puncak fase pertumbuhan vegetatif, kemudian kurvanya menurun sejalan dengan fase pertumbuhan generatif, karena tingkat kehijauannya berkurang. Apabila terjadi gangguan terhadap pertumbuhan tanaman padi, maka dapat diketahui berdasarkan perubahan pola kurva nilai EVI-nya.

 Kondisi pertumbuhan tanamaan padi bisa berbeda,walaupun varietas dan perlakuan budidaya sama, karena perbedaan kondisi lahan dan cuaca selama pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan vegetatif ditandai dengan perubahan posititif dari Indeks Vegetasi. Sebaliknya perkembangan tanaman pada fase generatif diindikasikan dengan perubahan negatif dari Indeks vegetasi.

(15)

6

1.5. Asumsi

Perbedaan kondisi pertumbuhan tanaman akibat perbedaan varietas, kondisi kualitas lahan dan lingkungan atmosfir ditunjukkan oleh perbedaan nilai EVI Maksimum yang dapat dicapai tanaman padi selama pertumbuhan vegetatif.

II. TUJUAN dan SASARAN PENELITIAN

Tujuan umum penelitian ini adalah membangunmodel spasial fase/umur

pertumbuhan tanaman padi untuk memprediksi waktu dan luas panen tanaman padi menggunakan data satelit penginderaan jauh MODISTerra/Aqua.

2.1. Tujuan

1. Melakukan pemantauan pertumbuhan tanaman (fase tanaman) di lahan sawah dengan menggunakan data satelit penginderaan jauh, terutama di Pulau Sulawesi

2. Mengembangkan model pemantauan pertumbuhan lahan sawah dengan data penginderaan jauh, di luar Jawa, antara lain pulau Sulawesi.

3. Menyampaikan informasi hasil pemantauan pertumbuhan tanaman dan potensi gangguannya kepada instansi terkait baik secara langsung maupun lewat website.

2.2. Sasaran

1. Tersedianya hasil pemantauan pertumbuhan tanaman (fase tanaman) di lahan sawah dengan menggunakan data satelit penginderaan jauh

2. Disampaikannya informasi hasil pemantauan pertumbuhan tanaman dan potensi gangguannya kepada instansi terkait baik secara langsung maupun lewat website.

Keluaran kegiatan ini adalah sebagai berikut:

1. Informasi pertumbuhan tanaman (fase tanaman) di lahan sawah 8-harian dan bulanan

2. Pengembangan model pemantauan pertumbuhan dan produksi lahan sawah dengan data penginderaan jauh

3. Dokumen teknis laporan kegiatan 4. Paper ilmiah

2.3. Manfaat Kegiatan

Kegiatan ini dapat digunakan sebagai

1. Mengetahui kondisi lahan sawah dan potensi gangguannya dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk menghindari kegagalan panen di lahan sawah 2. Sebagai acuan pemerintah melalui BPS dan Departemen Pertanian dalam

menyusun angka ramalan produksi padi

3. Rekomendasi pemberian air dan pupuk yang optimal berdasarkan perubahan umur tanaman padi.

(16)

7 2.4. Ruang Lingkup Kegiatan :

Lingkup kegiatan yang akan dikerjakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan data lanjut dan standar

2. Pengolahan data untuk mendapatkan fase pertumbuhan tanaman 3. Pengolahan indek vegetasi dan curah hujan

4. Pengolahan data untuk prediksi curah hujan bulanan 5. Pembuatan peta dan informasi kondisi lahan sawah 6. Pengembangan model pemantauan

7. Survey lapangan 8. Validasi model

9. Upload informasi ke dalam website

10. Penyampaian informasi secara langsung ke BPS dan Deptan

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Tahapan Pertumbuhan Tanaman Padi

Tanaman Padi mengalami beberapa kondisi/fase selama pertumbuhannya antara lain fase tebar-tanam, vegetatif, generatif-panen, dan bera. Secara detil tahapan pertumbuhan tanaman padi adalah sebagai berikut :

1. Tahap perkecambahan (20 - 17 hari sebelum tanam) 2. Tahap bibit (17 - 4 hari sebelum tanam)

3. Tahap anakan (2 -20 hari setelah tanam /hst) 4. Tahap pemanjangan batang (22 - 32 hst) 5. Tahap inisiasi malai (32 - 42 hst)

6. Tahap perkembangan malai (40 - 52 hst) 7. Tahap pembungaan (52 - 62 hst)

8. Tahap pengisian biji (62 - 74) 9. Tahap pengerasan biji (70 - 82 hst) 10. Tahap biji masak (80 - 96 hst)

Pada fase tebar-tanam hingga tahap anakan didominasi oleh air selama sekitar 20 hari. Pada fase vegetatif dan generatif didominasi oleh tajuk tanaman dengan tingkat kehijauan dan kerapatan yang berbeda yang berlangsung selama 80-90 hari tergantung jenis varietasnya. Setelah itu tanaman padi dipanen dan diberakan selama beberapa hari tergantung ketersediaan air.

3.2. Kronologis Penelitan Pemanfaatan Inderaja untuk Pemantauan Pertumbuhan padi

Sampai saat ini telah dihasilkan dan diterapkan beberapa metode yang digunakan dalam mengumpulkan dan mengestimasi, luas tanam dan luas panen serta produksi padi sawah. Badan Pusat Statistik bersama-sama Departemen Pertanian misalnya, selama bertahun-tahun secara rutin dan periodik, telah menerapkan metode pelaporan lengkap dalam menghasilkan angka luas tanam dan luas panen, serta metoda sampling “ubinan” dalam menduga produktivitas padi menurut wilayah. Angka yang dilaporkan oleh para petugas mantri statistik dan mantri tani didasarkan pada tingkat pengetahuan mereka tentang wilayah kecamatan masing-masing, oleh karena itu semakin kurang pengetahuan petugas terhadap kecamatannya maka semakin rendah pula akurasi data yang

(17)

8

dilaporkannya demikian pula sebaliknya. Satu kecamatan dipantau oleh masing- masing satu orang mantri tani dan satu orang mantri statistik.

Prediksi luas panen tanaman padi di Indonesia telah dilakukan oleh berbagai instansi, antara lain oleh Badan Pusat Statistik atau BPS, Badan Urusan Logistik atau BULOG (Mulyana et al, 1998), Departeman Pertanian (Napitupulu, 1998), dan LAPAN (Dirgahayu, 1999). Peramalan luas panen dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan metodologi yang digunakan. Kelompok pertama didasarkan pada metodologi pengumpulan data secara berjenjang dengan struktur organisasi yang dimiliki, yaitu dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi sampai pada tingkat nasional sehingga informasi yang tekumpul memerlukan waktu yang cukup lama dan pelaksana yang cukup banyak pada setiap jenjang. Lembaga yang mengembangkan teknik ini antara lain Badan Pusat Statistik (BPS). Departemen Pertanian (DEPTAN), dan Badan Urusan Logistik (BULOG).

Kelompok kedua lebih menekankan pada penggunaan citra atau peta dengan bantuan teknologi penginderaan jauh sebagai dasar pendugaan areal produksi padi dan pemantuan kondisi pertumbuhan serta masa panen tanaman padi. Kelompok yang mengembangkan teknik ini antara lain Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslitanak).

Sebagian besar penelitian aplikasi inderaja terhadap tanaman padi adalah tentang estimasi produktivitas dan jarang yang memprediksi luas panennya berdasarkan pendugaan umur. Dirgahayu (2004) telah melakukan penelitian pendugaan umur tanaman padi menggunakan data Landsat 7 ETM.Ekstraksi nilai reflektansi 7 kanal Landsat 7 ETM dilakukan pada blok-blok tanam lahan sawah PT.

Sang Hyang Seri, Subang, Jawa Barat. Setiap blok memiliki jadwal tanam dan varietas padi yang berbeda, sehingga rata-rata nilai reflektan tanaman padi pada umur yang berbeda dapat diketahui hanya dengan menggunakan satu tanggal data Landsat 7 ETM. Penelitian menghasilkan 2 model pertumbuhan tanaman padi dalam bentuk spline kubik, baik pada fase vegetatif dan generatif.Sejak bulai Mei 2003, data Landsat 7 ETM mengalami kerusakan (SLC-Off), sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk tujuan pemantauan fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi menggunakan data MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer).Data MODIS dibawa oleh satelit Terra/Aqua yang memiliki 7 kanal spektral dengan resolusi 250 m dan 500 m serta frekuensi pengamatan harian cukup andal digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman pangan, terutama padi. Satelitini mulai operasioal sejak tanggal 18 Desember 1999 (Terra) dan 4 Mei 2002 (Aqua). LAPAN baru mampu merekam data satelit ini sejak Agustus 2004, sehingga perlu dilakukan pengkajian dan penelitian untuk pengolahan data MODIS dan pemanfaatannya dalam berbagai aspek aplikasi. Permasalahan yang belum bisa dieliminasi adalah identifikasi pola tanam yang dilakukan di lapangan, terutama jika dilakukan kegiatan pemantauan kondisi lahan dan tanaman setiap bulan.

Selama ini model yang diterapkan dengan asumsi bahwa semua lahan sawah ditnaami tanaman padi, padahal kenyataannya tidak, terutuma pada periode musim kemarau (Mei – September).

Kustiyo (2003) melakukan penelitian tentang model estimasi fase tumbuh dan luas panen padi sawah dengan menggunakan data Landsat-7. Hasil analiis menunjukkan bahwafase vegetative sampai menjelang panen tidak dapat dipisahkan dengan baik dari saluran-saluran Landsat secara individu, maupun dengan parameter indek kecerahan tanah, kehijauan, kelembaban, dan NDVI. Hasil lebih baik jika dilakukan dengan indek fase tumbuh digabungkan dengan NDVI. Selain itu

(18)

9 juga disimpulkan bahwa pemisahan dominasi air, vegetasi atau tanah, serta penggunaan indek fase tumbuh dan NDVI mampu menentukan fase tumbuh padi dengan ketelitian 93%. Dirgahayu dan Parwati (2007) telah melakukan penelitian untuk menduga umur tanaman padi menggunakan Reflektansi Landsat 7 dengan hasil cukup baik, sehingga dengan 1 data tunggal Landsat 7 dapat membuat sebaran spasial umur padi.

Hasil penelitian pengembangan model pertumbuhan tanaman padi menggunakan data EVI Modis multitemporal yang dilakukan oleh Dirgahayu (2010) di Karawang, Subang, Indramayu Cirebon dan Kuningan menunjukkan bahwa nilai maksimum indek vegetasi (EVI = Enhance Vegetation Index) tanaman padi di pulau Jawa berbeda-beda pada setiap wilayah sehingga untuk memetakan umur padi secara spasial harus menggunakan 6 model fase pertumbuhan, baik dalam fase vegetatif maupun generatif. Jadi agar lebih akurat maka harus digunakan 12 model untuk estimasi umur pada setiap piksel berdasrkan kelas EVI Maksimum.

Nuarsa, et al., 2010 melakukan penelitian tentang “Pengembangan Model Empiris Untuk Pemetaan Sebaran Padi Dengan Data Landsat Etm + Multi-Temporal Studi Kasus Di Bali Indonesia” menunjukkan bahwa hubungan nilai spectral (DN) dengan umur padi berbentuk eksponensial dimana yang terbaik adalah band 5 diikuti oleh band 4 dan band 7 Landsat ETM+. Band 1, Band 2, dan Band 3 menunjukkan hubungan yang lemah denganumur padi , karena koefisienya korelasinya rendah dan tidak nyata hasil ujinya. Selain itu, dari tujuh indeks vegetasi:

NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), RVI (Ratio Vegetation Index), IPVI (Infrared Percentage Vegetation Index), DVI (Difference vegetation Index), TVI (Transformed vegetation Index), SAVI (Soil Adjusted Vegetation Index), dan RGVI (Rice Growth Vegetation Index) yang dievaluasi dalam hubungannya dengan umur tanaman padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks RGVI memberikan hubungan terbaik dengan koefisien R2 yang tinggi, diikuti dibandingkan indek-indeks yang lain seperti TVI, NDVI, SAVI,IPVI, DVI, dan RVI

(19)

10

IV. METODOLOGI 4.1. Data dan Alat

Data yang digunakan dalam penelitian adalah:

• Data satelit Terra/Aqua MODIS, 8-harian, 2010-2012 (sumber: LAPAN).

• Luas baku spasial lahan sawah (sumber: Departemen Pertanian dan LAPAN)

• Data jadwal tanam dan produksi padi (sumber: Departemen Pertanian)

• Data kekeringan (sumber: Departemen Pertanian)

• Data statistik tanaman padi (sumber: BPS)

Alat yang digunakan adalah perangkat lunak pengolahan citra, seperti ErMapper 7.0 ERDAS Imagine dan Arcview. Untuk menampilkan profil Indek Vegetasi dan hujan secara interaktif serta analisis statistik data multitemporal, maka dibuat program aplikasi khusus menggunakan perangkat lunak Visual C++, IDL 8.2 dan Visual Basic VB6.0

4.2. Metode Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini secara garis besar terdiri dari 2 tahap. Tahapan tersebut dapat dilihat pada diagram alir Gambar 4-1 dan alir Gambar 4-2 .

4.2.1. Kriteria dan cara pengambilan sample

Gambar 4-1. Diagram alir metode penelitian

(20)

11 4.2.2. Pembuatan Profil Pertumbuhan Tanaman Padi

Pertumbuhan tanaman padi dari mulai tanam (0 HST) hingga panen (120 HST) dapat ditunjukan dengan perubahan tingkat kehijauan atau indeks vegetasi (EVI) selama pertumbuhan dalam bentuk grafik atau profil EVI terhadap terhadap waktu.

Untuk membuat profil Indeks Vegetasi memerlukandua tahap kegiatan, yaitu pertama penentuan area tanaman padi seperti yang digambarkan dalam Gambar 4- 1. dan yang kedua ektraksi statistik nilai EVI pada area tertentu yang memiliki kesamaan waktu tanam dan klasifikasi lahan sawah padi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4-2.

Gambar 4-2. Diagram alir metode penentuan Tanaman Padi dan non padi di lahan sawah

(21)

12

Data yang dikumpulkan adalah data reflektan MODIS 8 harian dari tahun 2007- 2009. Kemudian dilakukan koreksi geomterik dan mozaiking dengan menggunakan software MODIS tool dan ER-MAPPER. Setelah itu dilakukan pemisahan awan dengan menggunakan software ER-MAPPER. Setelah data MODIS dikoreksi kemudian dilakukan ektraksi nilai EVI dari data tersebut sehingga diperoleh data raster indeks vegetasi (IV) MODIS 8 harian dari tahun 2007 sampai dengan 2009.

Rumus yang digunakan untuk ektraksi EVI yaitu (Huete, 1997):

LxG r

C r

C r

r EVI r

Blue d

NIR

d NIR

 

2 Re 1

Re

... (1) dimana,

L=1, C1 = 6, C2 = 7.5, and G (gain factor) = 2.5.

Kemudian data raster tersebut diperhalus (smoothing) untuk menghilangkan noise (teutama awan) agar diperoleh profil EVI yang halus. Smoothing yang dilakukan adalah dengan menggunakan moving median 3 dan rata-rata. Artinya setiap tiga data dicari nilai mediannya kemudian dirata-ratakan. Kemudian hasil dari smoothing tersebut dioverlay dengan lahan baku sawah dari data landsat sehingga diperoleh profil IV per piksel.

Selanjutnya dibuat program untukmenghitung parameter pertumbuhan tanaman padi agar dapat membedakan tanaman padi dengan objek lainnya. Program tersebut menghitung nilai minimum, maksimum, letak minimum, serta letak maksimum dari seri data yang terkumpul. Dari nilai-nilai tersebut dapat dihitung awal tanam, panen dan nilai statistiknya seperti nilai rata-rata, kovarian, slope dan skewness. Nilai-nilai tersebut dapat dimanfaatkan dalam pengolahan data lebih lanjut untuk menentukan obyek yang diduga tanaman padi. Jika IV dari EVI maksimum > 0.45, selisih EVI maksimum dan minimum >0.35 dan rasio dari IV generatif dengan vegetatif > 0.75 maka areal tersebut merupakan tanaman padi dan selainnya bukan tanaman padi.

Setelah tahap penentuan areal tanaman padi dilakukan tahap selanjutnya yaitu penurunan model pertumbuhan tanaman padi. Tahapan pembuatan model pertumbuhan tanam padi dapat dilihat pada Diagram alir Gambar 4-3.

Keterangan Gambar 4-3

HST : Hari setelah tanam

EVI_ tanam : EVI saat tanam (0 HST) yang diperoleh dari 8 data EVI 8 harian sebelum terjadinya EVI Maksimum

Letak Maksimum (LM)

: Letak data EVI saat terjadinya EVI maksimum (padi berumur 60 HST)

EVI_Mx -Tnm : Nilai EVI maksimum dikurangi EVI saat tanam

Max-Tnm_id : Nilai kelas EVI maksimum dikurangi nilai EVI saat tanam

Max_id : Adalah nilai kelas EVI maksimum AT_id : Aadalah waktu awal tanam = LM – 8

(22)

13 Swh_id : Kelas padi yang diperoleh dari kelas nilai EVI

maksimum dikurangi nilai EVI saat tanam ditambah dengan tiga kali dari pengurangan kelas EVI maksimum dengan 1

Padi_id : Kelas padi dijumlah dengan 18 yang dikalikan dengan pengurangan AT_id dengan 1

Parameter Statistik EVI Multitemporal Tanaman Padi

Sawah

EVI_Tanam EVI saat tanam (0 HST)

EVI_Max EVI saat vegetatif maksimum (60 HST)

Letak Max (LM )

EVI_Mx -Tnm EVI Max - Tnm

REKODE (Density Slicing)

Mx-Tnm_Id : < 0.4 0.4 – 0.5

> 0.5

Max_Id : 0.45-0.50 0.61-0.65 0.51-0.55 0.66-0.70 0.56-0.60 > 0.70

Awal Tanam AT_Id = LM - 8

OVERLAY

Swh_Id = Mx-Tn_Id + 3*(Max_Id – 1)

OVERLAY Padi_Id = Swh_Id + 18*(AT_Id – 1)

Klasifikasi Padi (Swh_Id)

18 kelas Kelas Padi yg

memiliki awal tanam yg sama

Vektorisasi menjadi poligon / region area

Ektraksi Nilai Statistik (Mean, Std) EVI setiap region

Tabulasi EVI berdasarkan umur yang sama

Profil EVI setiap kelas padi

Analisis Regresi

Model Pertumbuhan Padi EVI Multi

Temporal (2007 – 2009 )

Gambar 4-3. Diagram Alir Model Pertumbuhan Tanaman Padi

Dengan menggunakan parameter tanaman padi yang diperoleh kemudian diturunkan model fase pertumbuhan. Untuk membuat model fase pertumbuhan

(23)

14

tanaman padi sebelumnya dilakukan rekode Citra EVI_Maksimum menjadi 6 kelas (Maksimum_Id), rekode Citra Maksimum-Tanam menjadi 3 kelas (Mx-Tn_Id), overlay matriks antara Maksimum_Id dengan Mx-Tn_Id untuk membuat citra Klasifikasi Padi sawah sebanyak 18 kelas.

Nilai atribut klasifikasi sawah (Swh_Id) dihitung dengan formula :

Swh_Id = Mx-Tn_Id + 3*( Maksimum_Id – 1) ... (2) dimana:

Swh_Id = Kelas padi

Mx-Tn_Id = Kelas EVI maksimum dikurang EVI saat tanam Maksimum_Id = Kelas EVI maksimum

Selanjutnya klasifikasi tersebut dikonversi menjadi poligon. Ektraksi informasi awal tanam padi dilakukan berdasarkan waktu terjadinya EVI Maksimum atau Letak Maksimum (LM). EVI maksimum diasumsikan terjadi ketika padi berumur 60 HST (Hari Setelah Tanam), yaitu setelah pembungaan dan saat terbentuknya bulir gabah.

Dengan demikian awal tanam (AT) padi pada data EVI 8 harian dapat diketahui dengan formula :

AT = LM – 60/8 = LM – 8 ... (3) dimana:

Selanjutnya citra AT dikonversi menjadi poligon. Untuk membuat profil pertumbuhan tanaman padi EVI multitemporal berdasarkan piksel-piksel yang relatif homogen, maka data EVI tersebut harus diekstrak berdasarkan poligon yang memiliki kelas padi dan awal tanam yang sama. Poligon tersebut dapat terbentuk dengan cara mengoverlay vektor poligon Klasifikasi Padi dengan nilai atribut Klas_id dan vektor polgon awal tanam (AT) menggunakan Software ArcView. Nilai atribut padi (Padi_Id) dihitung dengan formula sbb :

Padi_id = Swh_id + 18*(AT_id – 1 ) ... (4) dimana :

Padi_id = nilai atribut padi Swh_id = nilai atribut kelas padi

AT_id = nilai atribut awal tanam (Julian date )

Selanjutnya vektor poligon tersebut dikonversi menjadi Region Raster oleh SW ErMapper ke file EVI Multitemporal untuk dihitung nilai statistiknya (Mean dan Std) pada setiap region dengan atribut Padi_Id. Kemudian dilakukan tabulasi nilai EVI berdasarkan umur yang sama sehingga diperoleh profil EVI setiap kelas padi. Lalu dilakukan analisis regresi sehingga dihasilkan model pertumbuhan tanaman padi.

AT = awal tanam LM = letak maksimum

(24)

15 4.3. Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara EVI dengan umur tanaman padi serta ketersediaan air dengan fase pertumbuhan adalah analisis regresi dan korelasi. Analisis regresi dan korelasi akan dilakukan baik secara spasial maupun temporal. Model regresi dalam analisis secara temporal akan ditentukan setelah hasil ekstraksi data diplotkan dalam bentuk grafik serta setelah mengetahui hasil analisis statistik.

4.3.1. Model Pertumbuhan Tanaman Padi

Time series EVI dari hasil ploting setiap training area dianalisis untuk menentukan saat terjadinya fase vegetatif maksimum (60 hari), awal tanam, dan akhir tanam (fase bera), sehingga dapat diketahui korespondensi antara umur tanaman padi dengan kisaran nilai EVI serta untuk membuat profil pertumbuhan tanaman padi.

Analisis korelasi dan regresi dilakukan untuk memperoleh model persamaan regresi selama pertumbuhan tanaman padi fase vegetatif atau generatif Bentuk persamaan yang akan dicoba adalah polinom orde 3 atau Spline Qubic dengan persamaan umum sebagai berikut :

Y = b0 + b1X + b2*X2 + b3*X3 ... (5) X : waktu/umur tanaman padi (HST )

Y : merupakan parameter pertumbuhan tanaman seperti kehijaun tanaman atau Indeks Vegetasi (IV) yang dapat ditunjukkan dengan EVI, sedangkan t adalah waktu atau HST (hari setelah tanam). Transformasi EVI dapat dilakukan agar skala nilai EVI yang semula berkisar antara -1 s/d +1 menjadi data 8 bit dengan kisaran nilai 0 – 255, sehingga tidak berbeda jauh dengan kisaran umur (X) dari 0 s/d 120 HST (Hari Setelah Tanam). Transformasi EVI menjadi Indeks vegetasi (IV) dalam 8 bit dilakukan dengan formula :

IV = 128 + 125*EVI ... (6)

4.4. Survey Lapangan

Survey lapangan, pengumpulan data pendukung dan koordinasi antar instansi telah dilaksanakan pada Tanggal 4-10 September 2014. Wilayah yang menjadi tujuan survey lapangan, pengumpulan data pendukung, dan koordinasi antar instansi adalah Maros, Pare-pare, Pinrang, Sidrap dan Wajo (Sulawesi Selatan).

Selain mengamati kondisi lahan sawah, kondisi tanaman padi dari segi fase dan umur dilakukan pengukuran Reflektasi tanaman padi yang memiliki variasi umur yang berbeda. Hasil survey secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran.

(25)

16

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Penampilan penutup Lahan berdasarkan Komposit EVI Multitemporal Citra komposit RGB yang tersusun dari Mean EVI selama 3 tahun pada layar Red, EVI Maksimum pada layer Green, dan EVI Minimum pada layer Blue menghasilkan penampilan Citra komposit pada Gambar 3-1. Dibandingkan penutup lahan yang lain, lahan sawah tampak berwarna sian kehijauan dengan tekstur relative homogen. Sedangkan obyek penutup lahan lainnya tampak warnya tidak didominasi oleh warna hijau. Misalnya kawasan hutan dan perkebunan di Kabupaten Barito Kuala, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Balangan, dan Tabalong tampak berwarna kuning kecoklatan, dan beberapa yang berwarna hijau terang.

Obyek penutup lahan yang memiliki sedikit persentase vegetasi seperti ladang, pemukiman dan lahan terbuka tampak berwarna kuning keabuan terang.

Gambar 5-1. Citra Komposit EVI 16 harian Multitemporal dengan RGB (Mean, Max, Min)

(26)

17 Gambar 5-2. Citra Komposit EVI 8 harian Multitemporal dengan RGB

(Mean, Max, Min)

Gambar 5-3. Citra Klasifikasi Lahan Sawah berdasarkan EVI Maksimum ( 16 harian) di Provinsi Kalimantan Selatan bagian utara

(27)

18

Gambar 5-4. Citra Klasifikasi Lahan Sawah berdasarkan EVI Maksimum (8 harian) di Provinsi Kalimantan Selatan bagian utara

Berdasarkan Gambar 5-3 dan 5-4 menunjukkan bahwa variasi kelas lahan sawah berdasarkan EVI Maksimun lebih banyak terjadi pada EVI Maksimum yang berasal dari data EVI 8 harian.

5.2. Fluktuasi EVI tanaman Padi selama 3 tahun

Analisis terhadap kurva perubahan/fluktuasi EVI di lahan sawah baku di Kalimantan Selatan perlu dilakukan untuk mengecek apakah selama 3 tahun tersebut (3-6 musim tanam padi), dilakukan penanaman padi secara terus menerus di lahan baku sawah yang tersedia atau tidak. Jika hanya ditemukan hanya sekali profil pertumban mirip tanaman padi yang normal selama 3 tahun tersebut, maka bisa diasumsikan telah terjadi konversi lahan sawah. Selain itu jika pada suatu piksel lahan baku sawah tidak ditemukan karakteristik pertumbuhan padi selama tiga tahun, maka bisa diduga telah terjadi kesalahan deliniasi lahan (interpretasi visual) yang seharusnya bukan lahan sawah menjadi lahan sawah baku. Untuk tujuan analisis maka dilakukan ektraksi nilai EVI 8 harian selama 3 tahun (138 set data) dan 16 harian (69 Data), pada piksel-piksel yang mewakili kelas sawah EVI Maksimum (Gambar 3-1 dan Gambar 3-2). Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5-5 sampai dengan 5-11.

(28)

19 Gambar 5-5. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 1

Gambar 5-6. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 2

Gambar 5-7. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 3

(29)

20

Gambar 5-8. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 4

Gambar 5-9. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 5

Gambar 5-10. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 6

(30)

21 Gambar 5-11. Profil Pertumbuhan Tanaman di Lahan Sawah Kelas 7

Berdasarkan analisis profil tanaman seperti yang disajikan pada Gambar 5-5 s/d 5-11 menunjukkan bahwa : periode pertumbuhan padi di wilayah Kalimanta berbeda-beda. Ada yang 5 bulan,6 bulan bahkan ada yang 7 bulan. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik padi varietas lokal.

5.3. Analisis Data EVI Multitemporal pertumbuhan padi di Kalimantan Selatan Analisis spasial perlu dilakukan agar pendeteksian tanaman padi di suatu lahan sawah (sesuai dengan pola tanamnya) dapat ditentukan lebih detil dan akurat dengan memenuhi kriteria/karakteristik tanaman padi, yaitu dalam hal EVI saat tanam, EVI Maksimum, lama tanam, serta range antara awal tanam hingan EVI maksimum. Hasil analisis Statistik spasial terhadap data EVI Multitemporal selama 3 tahun (2010-2012) yang dioverlay dengan data lahan baku sawah di Provinsi Kalimantan Selatan menghasilkan Parameter Pertumbuhan Padi sebagai berikut (Tabel 5-1).

Tabel 5-1. Parameter Biologi/Pertumbuhan Tanaman Padi di Kalimantan Selatan

EVI Min Max

Tanam -0.08 0.216

Max 0.336 0.992

Panen 0.22 0.34

Range Max-Tnm 0.232 0.70

MeanTP 0.31 0.696

MeanVeg 0.53 0.728

MeanGen 0.57 0.76

Dari distribusi spasial tersebut menunjukkan bahwa kelas yang dominan adalah kelas 2. Pesentase luas sawah di pulau Kalimantan berdasarkan kelas EVI

maksimum dapat dilihat pada Tabel 5-2 dan grafik pada Gambar 5-12.

(31)

22

Tabel 5-2. Distribusi Luas Lahan Sawah di Pulau Kalimantan Selatan Berdasarkan Kelas EVI Maksimum

Kelas EVI_Max Luas(Ha) Luas(%) 1 0.40-0.45 78,137 19%

2 0.46-0.50 112,455 28%

3 0.51-0.55 93,994 23%

4 0.56-0.60 70,538 17%

5 0.61-0.65 32,139 8%

6 0.66-0.70

11,700 3%

7 > 0.70

8,858 2%

Tabel 5-2 menunjukkan bahwa kelas 2-4 mendominasi di areal sawah provinsi Kalimantan, dimana 44 % berada di Provinsi Kalimantan Selatan. Kondisi ini tidak berbeda signifikan dengan kondisi di pulau lainnya, seperti Jawa, Sumatera, dan Sulawesi, dimana kelas 2-4 prosentasinya paling tinggi.

Gambar 5-12. Histogram EVI Maksimum di Kalimantan Selatan

(32)

23 Gambar 5-13. Presentase luas kelas padi sawah di di Kalimantan Selatan

Hasil analisis ini dapat digunakan lebih lanjut untuk deteksi pola tanam padi dan pembuatan profil pertumbuhan tanaman padi berdasarkan kombinasi kelas EVI Maksimum dengan kelas Range EVI Maksimum-tanam, sehingga diperoleh contoh area yang lebih seragam. Selanjutnya area atau piksel-piksel yang terpilih dijadikan sebagai masukan dalam pembuatan model estimasi umur tanaman padi atau fase pertumbuhan padi untuk prediksi waktu dan luas panen padi.

5.4. Model Pertumbuhan Tanaman Padi

Dengan menggunakan parameter tanaman padi yang diperoleh pada Tabel 1 kemudian dapat diturunkan model fase pertumbuhan. Sebelumnya terlebih dahulu dilakukan rekode Citra EVI_Maksimum menjadi 6 kelas (Maksimum_Id), rekode Citra Maksimum-Tanam menjadi 3 kelas (Mx-Tn_Id), overlay matriks antara Maksimum_Id dengan Mx-Tn_Id untuk membuat citra Klasifikasi Padi sawah sebanyak 18 kelas.

Kemudian dihitung nilai atribut klasifikasi sawah (Swh_Id) dengan menggunakan persamaan (2). Hasil Rekode Maksimum_Id dan Mx-Tn_Id serta kombinasinya (overlay matriks) dapat dilihat pada Tabel 1 . Kemudian hasil dari klasifikasi tersebut dikonversi menjadi poligon.

Tabel 5-3. Rekode EVI_Maksimum dan EVI Maksimum-EVI Tanam serta Hasil Kombinasinya (Overlay Matriks )

EVI_Maksimum

Rekode

EVIMaksimum - Tanam

< 0.4 0.4-0.5 >0.5

1 2 3

0.40-0.45 1 1 2 3

0.45-0.50 2 4 5 6

0.51-0.55 3 7 8 9

0.56-0.60 4 10 11 12

(33)

24

0.61-0.65 5 13 14 15

0.66-0.70 6 16 17 18

> 0.7 7 19 20 21

Ektraksi informasi awal tanam (AT) padi dilakukan berdasarkan waktu terjadinya EVI Maksimum atau Letak Maksimum (LM) dengan menggunakan persamaan (3).

Selanjutnya hasil AT dikonversi menjadi poligon. Kemudian dengan menggunakan piksel-piksel yang memiliki kelas padi (Swh_Id) dan awal tanam (AT) yang relatif homogen dibuat poligon dengan menggunakan Software ArcView. Kemudian dihitung nilai atribut padi (Padi_Id) dengan menggunakan persamaan (4). Vektor poligon yang dihasilkan kemudian dikonversi menjadi Region Raster dengan menggunakan software ErMapper ke file EVI Multitemporal untuk dihitung nilai statistiknya (Mean dan Standar deviasinya) pada setiap region dengan atribut Padi_Id. Selanjutnya hasil ektraksi EVI dengan awal tanam yang berbeda-beda dikelompokkan berdasarkan umur padi yang sama (mengacu pada letak EVI maksimum) dalam bentuk Tabel 5-3.

Tabel 5-4. Contoh Rekapitulasi hasil ektraksi Mean EVI pada region Padi_Id

No

Umur Padi (HST )

EVI1 EVI2 ... EVIn Keterangan

1 -12 Sebelum tanam

2 -4 Sebelum tanam

3 4 Vegetatif, bercampur air

4 12 Vegetatif, bercampur air

5 20 Vegetatif, bercampur air

6 28 Vegetatif

7 36 Vegetatif

8 44 Vegetatif

9 52 Vegetatif

10 60 Vegetatif Maksimum

11 68 Generatif

12 76 Generatif

13 84 Generatif

14 92 Generatif

15 100 Generatif

16 108 Generatif

17 116 Generatif

18 124 Bera

Keterangan :

EVI1, EVI2, ..., EVIn : EVI pada awal tanam ke 1,2,..,n

Dari hasil Tabulasi EVI berdasarkan umur yang sama diperoleh bahwa untuk daerah lahan sawah di Provinsi Kalimantan Selatan terdapat 7 kelas. Batas-batas kisaran nilai EVI untuk penentuan kelas Vegetatif 1 ( 0-56 HST), Vegetatif 2 (57-80), dan Generatif 1 (81-128) disajikan dalam tabel 5-4.

(34)

25 Tabel 5-5. Batas Nilai EVI setiap Kelas Fase Padi untuk Pulau Kalimantan

Kls_EVIMax

Veg1(56 HST)

Veg2(80 HST)

Gen1(128 HST)

1 0.404 0.433 0.360

2 0.439 0.484 0.380

3 0.392 0.504 0.440

4 0.448 0.560 0.280

5 0.600 0.640 0.440

6 0.536 0.664 0.592

7 0.682 0.725 0.636

5.5. Aplikasi Model Pertumbuhan Tanaman Padi untuk Menduga Fase dan Umur Padi

Pendugaan umur tanaman padi dapat dilakukan dengan menggunakan kedua model pertumbuhan tanaman padi tersebut di atas berdasarkan parameter EVI, tetapi diperlukan minimal 2 data multi temporal Data EVI MODIS untuk ditentukan terlebih dahulu kondisi lahan sawah, apakah berada dalam dominasi air atau bera serta fase pertumbuhan tanaman padi vegetatif dan generatif. Pendugaan umur tanaman padi dengan menggunakan kedua model diatas memang cukup rumit, karena ada beberapa tahapan proses yang harus dilakukan serta implementasi model yang berkebalikan. Dalam prakteknya secara teknis untuk menerapkan model pertumbuhan tersebut harus dibuat citra fase padi sebagai Masking untuk menduga umur tanaman padi dalam suatu citra tunggal. Untuk membuat citra fase tersebut diperlukan minimal dua citra EVI pada 2 waktu yang berbeda (t dan t-1), misalnya dengan perbedaan waktu 8-10 hari. Kondisi fase vegetatif (perubahan positif) dan generatif (perubahan negatif) lahan sawah yang didominasi oleh vegetasi dapat dideteksi berdasarkan perubahan nilai EVI atau dEVI dengan kriteria sebagai berikut:

dEVI(t) = EVI(t) –EVI(t-1)

(a) Fase dominan air, jika EVI(t) <= 0.10

(b) Fase bera, jika EVI(t) > 0.10 dan EVI(t) < 0.22 (c) Fase vegetatif jika nilai dEVI > 0

(d) Fase generatif jika nilai dEVI < 0

Fase pertumbuhan tanaman selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi dua di setiap fase Vegetatif dan generatif. Penentuan batas umur pada fase vegetatif dan generatif dapat diketahui dengan memplot perubahan EVI (dEVI) terhadap waktu, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5-14. Berdasarkan Gambar tersebut, maka penentuan kelas Vegetatif 1 jika umur padi <= 40 HST, kelas Vegetatif 2 pada saat umur 41 hingga 64HST (Vegetatif maksimum), Generatif 1 pada saat umur 96 HST, dan Kelas Generatif 2 pada umur > 96 HST.

(35)

26

Gambar 5- 14. Kurva Perubahan EVI (dEVI) selama Pertumbuhan Padi pada Fase Vegetatif dan Generatif

Umur tanaman padi dapat ditentukan berdasarkan kisaran nilai EVI yang diduga berdasarkan persamaan pertama jika memenuhi kriteria a, dan c serta diduga berdasarkan model persamaan kedua jika memenuhi kriteria d. Sebagai contoh jika ingin dibuat citra spasial umur tanaman padi dengan selang 10 hariian, maka klasifikasi citra EVI menjadi umur padi dapat dilakukan dengan kriteria seperti yang tercantum pada Tabel 5-4.

Tabel 5-6. Kisaran EVI untuk menduga Umur Tanaman Padi

No Umur

(HST)

KISARAN

EVI8 dIV

1 0-10 145 150 +

2 11-20 151 159 +

3 21-30 160 169 +

4 31-40 170 181 +

5 41-50 182 192 +

6 51-60 193 200 +

7 61-70 199 193 -

8 71-80 192 182 -

9 81-90 181 171 -

10 91-100 170 161 -

11 101-110 160 153 -

12 111-120 152 149 -

(36)

27 Keterangan : EVI8 = 128 + 125*EVI

Gambar 5-15. Fase Tanaman Padi tanggal 9-17 Mei 2015 di Kalimantan Selatan

Validasi model pertumbuhan dilakukan melalui hasil pengamatan survey lapangan di beberapa Kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan dapat dilihat Lampiran

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

 Parameter Biologi/Pertumbuhan Tanaman Padi di Kalimantan Selatan yang mewakili kondisi tanaman padi di Pulau Kalimantan dapat diektraksi dengan menggunakan data EVI Modis Multitemporal. Nilai ambang (treshold) kriteria untuk menentukan tanaman padi yaitu EVI Maksimum > 0.40 saat tanaman padi berumur 60-64 HST, EVI saat tanam <= 0.25 yang masih didominasi oleh air, dan Range EVI Maksimum-Tanam sebesar > 0.30.

 Semua 7 kelas EVI Maksimum, terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan.

 Hasil analisis spasial dan regresi terhadap data di Provinsi diperoleh 7 model pertumbuhan untuk tanaman padi yang memiliki nilai kisaran EVI maksimum 0.40-0.45; 0.46-0.50; 0.51-0.55; 0.56-0.60; 0.61-0.65; 0.66-0.70, dan > 0.7 untuk setiap fase vegetatif dan generatif.

6.2. Saran

 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat variasi parameter pertumbuhan tanaman padi pada zonasi iklim (hujan) dan pada zonasi ketinggian permukaan tanah yang berbeda.

(37)

28

DAFTAR PUSTAKA

Atekan, A. 2010. Estimasi Luas Panen dan Produksi Padi Sawah Melalui Analisis Citra Landsat 7 ETM+ pada Lahan Sawah Berbeda Bahan Induk (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur). Thesis Pasca Sarjana, IPB. Tidak dipublikasikan

Arvor, Damien dkk. 2008. Comparaison Of Multitemporal Modis-Evi Smoothing Algorithms And Its Contribution To Crop Monitoring. The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences.

Vol. XXXVII. Part B7. Beijing

Dirgahayu, 1999.Aplikasi Model Pendugaan Umur Padi untuk Peramalan Luas Panen Padi di Pulau Jawa. Majalah LAPAN no 1, vol 2 1-14 h

Dirgahayu, D and Parwati, 2005. Rice Crop Modelling Using Age Index Based on LANDSAT 7 ETM Data. International Conference of MAP ASIA, 22 – 25 August 2005, Jakarta. GisDevelopment.

Dirgahayu, D. 2005. Model Pertumbuhan Tanaman Padi Menggunakan Data MODIS Untuk Pendugaan Umur Padi Sawah. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV, ITS. Surabaya

Dirgahayu, D, Emiyati, Surlan. 2010. Pengembangan Model Pertumbuhan Tanaman Padi Menggunakan Data Modis Multiemporal. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIX, Bogor.

Dirgahayu, D, Emiyati, Surlan. 2014. Model Pertumbuhan Tanaman Padi di Pulau Sumatera Menggunakan Data EVI Modis Multitemporal. Prosiding Seminar Penginderaan Jauh Nasional I, 21 April 2014, Bogor.

Huete, A. R. and Escadafal, R., 1991, Assessment of Biophysical Soil Properties Through Spectral Decomposition Techniques. Remote Sensing of Environment 35, pp. 149-159.

Huete, A. R. and Warrick, A. W., 1990, Assessment of Vegetation And Soil Water Regimes in Partial Canopies with Optical Remotely Sensed Data. Remote Sensing of Environment 32, pp. 115-167.

Huete, A. R., 1988, A Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI). Remote Sensing of Environment , 25, pp. 295-309.

IRRI, 1993, 1993–1995 IRRI Rice Almanac. Manila7 International Rice Research Institute.

Jingfeng Huang, et al., 2013. Remotely Sensed Rice Yield Prediction Using Multi- Temporal NDVI Data Derived from NOAA’s-AVHRR. Institute of Agricultural Remote Sensing & Information Application.www.plosone.orgdiakses 22 Januari 2014

Kuroso, T., Fujita, M., and Chiba, K., 1997, Monitoring of Rice Fields Using Multi- Temporal ERS-1 C-band SAR Data.International Journal of Remote Sensing, 14, pp. 2953- 2965.

Kustiyo, 2003.Model Estimasi Fase Tumbuh dan Luas Panen Padi Sawah dengan Menggunakan Data Landsat-7. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 104 p

Fontana, D.C, et all. 2007. Assessing the Relationship Between shire Winter Crop Yieldand Seasonal Variability of the MODIS NDVI and EVI images. Applied GIS : an international, refereed, open source journal. Vol 3, No 7, p 1-16.

Australia

(38)

29 Uchida, S., 2007. Monitoring of paddy rice planting with complex cropping pattern using satellite remote sensing data -A case of West Java, Indonesia-, 28thAsian Conference on Remote Sensing, Kuala Lumpur.

Uchida, S., 2008. Land use discrimination in the tropical humid climate region using variation of land cover characteristics derived from remote sensing data, 29thAsian Conference onRemote Sensing, Colombo.

Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1996.

Xiao, Xiangming,et all. 2005. Mapping paddy rice agriculture in southern China using multitemporal MODIS images. Remote Sensing of Environment 95 (2005) 480–492. Science Dirrect.

Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1996.

Wilhite, D. A., 1993: The enigma of drought. Drought Assessment, Management, and Planning: Theory and Case Studies. D. A. Wilhite, Ed., Kluwer Academic, 3-15.

Wilhite, D. A., 2006: Drought monitoring and early warning: concepts, progress and future challenges. World Meteorological Organization. WMO-No. 1006, ISBN 92-63-11006-9.

Wolff, D. B., D. A. Marks, E. Amitai, D. S. Silberstein, B. L. Fisher, A. Tokay, J. Wang and J. L. Pippitt, 2005: Ground Validation for the Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM).Journal of Atmospheric and Oceanic Technology: Vol. 22, No.

4, pp. 365–380.

Xiao, Xiangming dkk. 2005. Mapping paddy rice agriculture in southern China using multi-temporal MODIS images. Remote Sensing of Environment 95 (2005) 480–492. Science Dirrect.

(39)

30

LAMPIRAN SURVEY LAPANGAN KE KALIMANTAN SELATAN

TANGGAL 28 MEI – 3 JUNI 2015

(40)

31

(41)

32

(42)

33

(43)

34

(44)

35

(45)

36

(46)

37

(47)

38

(48)

39

(49)

40

(50)

41

(51)

42

(52)

43

(53)

44

(54)

45

(55)

46

(56)

47

(57)

48

(58)

49

(59)

50

(60)

51

(61)

52

(62)

53

(63)

54

(64)

55

(65)

56

(66)

57

(67)

58

(68)

59

(69)

60

(70)

61

(71)

62

(72)

63

(73)

64

(74)

65

(75)

66

(76)

67

(77)

68

(78)

69

(79)

70

(80)

71

(81)

72

(82)

73

(83)

74

(84)

75

(85)

76

(86)

77

(87)

78

(88)

79

(89)

80

(90)

81

(91)

82

(92)

83

(93)

84

(94)

85

(95)

86

(96)

87

(97)
(98)

99

(99)

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH - 2015

Gambar

Gambar 1-1.  Peran data penginderaan jauh dalam mendukung informasi yang diperlukan  untuk Ketahanan Pangan
Gambar 4-1. Diagram alir metode penelitian
Gambar 4-2.  Diagram alir metode penentuan Tanaman Padi dan non padi di lahan sawah
Gambar 4-3. Diagram Alir Model Pertumbuhan Tanaman Padi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dengan guru dan siswa dapat ditarik kesimpulan bahwa guru menilai adanya materi dalam proses belajar mengajar yang

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Nama-nama Desa, Kelurahan dan Penyebutan Desa,

Hal tersebut dikarenakan pertanyaan-pertanyaan tersebut membutuhkan kemampuan untuk menganalisis teks bacaan, selain itu juga berkaitan erat dengan tingkat pemahaman

Proses pembuatan komposit Al/SiC yang dilapisi dengan spinel MgAl 2 O 4 dengan mengunakan media pencampur N-Butanol mampu menghasilkan komposit dengan karakter

Korozyonun elcktrokimyasal mekanizmasına bağlı olarak, iki ya da daha çok sayıda farklı malzemenin bir araya gelmesi bir korozif ortam içinde galvanik korozyonu teşvik

PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN DITJEN CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM.. Nomor Loan : IDB

Advokat merupkan salah satu profesi hukum yang masih banyak polemik keberadaannya, karena masyarakat beranggapan bahwa profesi advokat merupakan profesi untuk membela

‡ Kutub-kutub: pada diameter bola yang tegak lurus lingkaran dasar utama ‡ Lingkaran Dasar ke-2: lingkaran besar yang melalui kutub-kutub lingkaran.. dasar utama, tegak lurus