• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Kajian Teori

2.1.1 Semangat Kerja

Moekijat (2003:136) menjelaskan bahwa semangat kerja merupakan terjemahan dari kata morale yang artinya moril atau semangat juang. Semangat (morale) bermula dipergunakan dalam militer untuk menunjukkan keadaan moral pasukan, akan tetapi sekarang mempunyai arti yang lebih luas dan dapat dirumuskan sebagai sikap bersama para perkerja terhadap satu sama lain, terhadap atasan, terhadap manajemen, atau pekerjaan.

Nitisemito (1996:96) menjelaskan bahwa semangat kerja merupakan melakukan perkerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Dengan meningkatkan semangat kerja perusahaan akan memperoleh banyak keuntungan, dengan meningkatnya semangat kerja maka pekerjaan akan cepat diselesaikan, kerusakan akan dapat dikurangi, absensi akan dapat diperkecil, kemungkinan perpindahan karyawan dapat diperkecil, dan sebagainya.

Indikasi turun/rendahnya semangat kerja

Nitisemito(1996:97) menjelaskan bahwa dengan semangat dan kegairahan kerja yang tinggi perusahaan atau organisasi akan banyak mendapatkan keuntungan. Dengan kata lain, apabila semangat kerja menurun maka perusahaan akan banyak mendapatkan kerugian. Adapun indikasi-indikasi turunnya semangat kerja menurut Drs, ec, Alex S Nitisemito adalah:

a) Turunnya/rendahnya produktivitas

Salah satu indikator turunnya semangat kerja adalah turunnya produktivitas. Turunnya produktivitas ini dapat diukur atau diperbandingkan dengan waktu sebelumnya. Produktifitas yang turun bisa disebabkan oleh beberapa alasan, misalnya kemalasan dan

(2)

7

penundaan pekerjaan sehingga bisa menyebabkan mengerjakan pekerjaan menjadi tidak semangat.

b) Tingkat absensi yang naik/tinggi

Tingkat absensi yang naik juga merupakan salah satu indikasi turunnya semangat kerja. Apabila presentase absensi mulai naik harus ada penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sebab naiknya absensi dan semangat karyaan yang menurun, karena apabila semangat karyawan menurun akan menyebabkan karyawan malas untuk datang ke tempat kerja setiap hari.

c) Labor turnover (tingkat perpindahan buruh) yang tinggi

Bila dalam suatu perusahaan tingkat keluar masuk karyawan naik daripada sebelumnya, hal ini merupakan indikasi turunnya semangat kerja. Keluar-masuk karyawan yang meningkat tersebut terutama disebabkan ketidak senangan mereka bekerja pada perusahaan tersebut. Selain dapat menurunkan produktivitas, tingkat keluar-masuk buruh yang tinggi juga dapat mengganggu kelangsungan jalannya perusahaan.

d) Tingkat kerusakan yang naik/tinggi

Indikator lain yang menunjukkan turunnya semangat kerja adalah bila tingkat kerusakan baik terhadap bahan baku, barang jadi, maupun peralatan yang digunakan naik. Naiknya kerusakan tersebut sebetulnya menunjukkan bahwa perhatian dalam pekerjaan berkurang, terjadi kecerobohan dalam bekerja, dan sebagainya. Ini semua menunjukkan bahwa semangat kerja menurun.

e) Kegelisahan dimana-mana

Kegelisahan di mana-mana akan terjadi bila semangat kerja turun.

Sebagai seorang pemimpin kita harus dapat mengetahui adanya kegelisahan yang timbul. Kegelisahan-kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidak tenangan dalam bekerja, keluh kesah, serta hal- hal yang lain. Hal ini perlu diketahui sebab kegelisahan salah satu indikasi menurunnya semangat kerja.

f) Tuntutan yang seringkali terjadi

(3)

8

Sering terjadi tuntutan juga merupakan indikasi semangat kerja.

Tuntutan sebenarnya merupakan perwujudan dari ketidak puasan. Oleh karena itu, bila dalam suatu perusahaan sering terjadi tuntutan, perusahaan tersebut harus waspada.

g) Pemogokan

Indikasi yang paling kuat tentang turunnya semangat kerja adalah terjadi pemogokan. Pemogokan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, kegelisahan, dan lain sebagainya. Bila hal ini telah memuncak dan tidak tahan lagi, akan menimbulkan tuntutan, jika tuntutan tidak berhasil pada umumnya berakhir dengan suatu pemogokan. Jadi pemogokan merupakan indikasi yang paling kuat terhadap turunnya semangat kerja.

Jadi untuk mencari sebab-sebab turunnya semangat kerja dan kegairahan kerja kita harus mencari sumber-sumber yang menimbulkan ketidak puasan, baik yang bersifat material maupun yang bersifat non material. Dengan pengertian tersebut, maka kita akan mengetahui sebab-sebabnya, sehingga dapat memecahkan dengan secara tuntas.

Nitisemito (1996:168) menjelaskan bahwa setiap perusahaan selalu berusaha untuk dapat meningkatkan semangat kerja semaksimal mungkin, dalam batasan-batasan kemampuan perusahaan tersebut, ada yang berpendapat bahwa upah yang tinggi dalam bentuk uang adalah merupakan cara yang paling ampuh untuk meningkatkan semangat kerja. Berdasarkan hal tersebut maka untuk dapat menaikkan semangat kerja secara semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuan perusahaan, maka kita perlu mencari suatu cara atau beberapa cara sehingga akan dapat menimbulkan kepuasan maksimal. Adapun beberapa cara meningkan semangat kerja, adalah sebagai berikut:

a) Gaji yang cukup

Setiap perusahaan sebaiknya dapat memberikan gaji yang cukup kepada karyawan/pegawainya. Pengertian “cukup” di sini adalah sebenarnya sifatnya sangat relatif. Oleh karena itu cukup di sini adalah jumlah yang mampu dibayarkan tanpa menimbulkan kerugian bagi

(4)

9

perusahaan tersebut. Dan dengan gaji yang diberikan tersebut mampu memberikan semangat kerja para pegawainya.

b) Memperhatikan kebutuhan rohani

Selain kebutuhan materi yang berwujud gaji yang cukup, maka mereka juga membutuhan kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani ini antara lain adalah menyediakan tempat untuk menjalankan ibadah, rekreasi, partisipasi dan sebagainya. Apabila kebutuhan berwujud dan tidak berwujud dari karyawan terpenuhi maka semangat kerja mereka akan naik.

c) Tempatkan para karyawan/pegawai pada posisi yang tepat

Setiap perusahaan diharapkan bisa menempatkan para karyawannya pada posisi yang tepat. Artinya tempatkan mereka dalam posisi yang sesuai dengan ketrampilan masing-masing.

d) Berikan kesempatan untuk maju

Semangat kerja akan timbul jika mereka mempunyai harapan untuk dapat maju. Sebaliknya jika mereka tidak mempunyai harapan untuk maju dalam perusahaan, maka semangat kerjanya lama-kelamaan akan menurun.

e) Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan

Semangat kerja para karyawan akan terpupuk jika mereka mempunyai perasaan aman terhadap masa depan profesi mereka. Untuk menciptakan perasaan aman terhadap masa depan mereka di perusahaan, maka perusahaan melaksanakan program pensiun bagi para karyawannya. Tetapi pada kenyataannya hal tersebut sulit dilaksanakan beberapa perusahaan di Indonesia.

f) Usahakan agar para karyawan mempunyai loyalitas

Rasa tanggung jawab juga bisa diciptakan dari karyawan itu merasa loyal terhadap perusahaan. Tanggung jawab dapat menciptakan gairah dan semangat kerja. Untuk dapat menimbulkan loyalitas para karyawan terhadap perusahaan maka pihak pimpinan harus mengusahakan agar para karyawan merasa senasib dengan perusahaan.

Dengan perasaan senasib seperti ini kemajuan dan kemunduran

(5)

10

perusahaan akan dirasakan juga oleh mereka. Hal seperti ini juga bisa berdampak naiknya semangat kerja para karyawan.

g) Sekali-sekali para karyawan/pegawai perlu diajak berunding

Cara seperti ini juga dirasa efektif di dalam mengelola suatu organisasi. Apabila para karyawan merasa mereka diajak berunding.

Maka mereka akan merasa ikut tanggung jawab kepada pekerjaannya dan perusahaan. Dengan perasaan tanggung jawab seperti itu semangat kerja mereka akan bertambah.

h) Pemberian intensif yang terarah

Pemberian insentif kepada karyawan juga bisa digunakan selain cara- cara yang telah disebutkan pada poin sebelumnya. Cara seperti itu sangat efektif untuk mendorong semangat kerja para karyawan. Tentu saja cara seperti itu harus juga disertai dengan kebijaksanaan yang tepat.

i) Fasilitas yang menyenangkan

Setiap perusahaan akan memberikan fasilitas yang terbaik kepada pegawainya apabila itu memungkinkan. Apabila dengan adanya fasilitas itu karyawan merasa nyaman didalam bekerja, maka berarti semangat kerjanya dapat pula ditingkatkan.

2.1.2 Penempatan Sumber Daya Manusia

Setelah melalui proses rekruitmen dan seleksi karyawan akan ditempatkan pada pekerjaan yang dibutuhkan dan sesuai dengan keahlian karyawan.

Penempatan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua karyawan untuk dapat berkembang dan dapat menuangkan ide kreatif mereka untuk menyelesaikan setiap pekerjaan yang diberikan oleh atasan.

Kebanyakan penempatan karyawan dilakukan oleh manager lini yang lebih tinggi dan sudah dikonsultasikan kepada penyelia karyawan. Peranan departemen SDM adalah untuk memberikan pendapat kepada manager lini dan memberikan pelatihan kepada karyawan yang akan ditempatkan disuatu posisi dalam pekerjaan (Mangkuprawira, 2004:166).

(6)

11

Penempatan(placement) pada dasarnya merupakan pencocokan seorang karyawan dengan jabatan yang nantinya akan dipegang, berdasarkan pada kebutuhan jabatan dan pengetahuan, ketrampilan yang dimiliki, kemampuan, preferensi, dan kepribadian karyawan tersebut. Dan keputusan penempatan yang sebelumnya telah dilakukan seleksi adalah untuk menempatkan karyawan pada jabatan yan tepat, tepat tidaknya penempatan bergantung pada kesesuaian antara pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan tentunya tidak lepas dari kebutuhan pekerjaan. Juga keterkaitan dengan kepribadian, minat, kesukaan, serta budaya dengan perusahaan secara keseluruhan. (Randall dan Susan, 1997:276)

Siagaian (2009:159) menyatakan bahwa aspek lain yang perlu ditekankan dalam orientasi dan penempatan adalah bahwa orientasi (on the job training) sangat perlu diberikan kepada mereka karyawan baru maupun karyawan yang akan menduduki jabatan yang baru, karena semua hal yang bersifat baru memiliki karakteristik masing-masing yang perlu dikenali dan dipahami oleh mereka yang menduduki dalam jabatan yang baru. Dimana penegenalan seperti ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja.

Penempatan harus dilakukan dengan hati-hati agar sesuai dengan keahlian masing-masing pekerja dan mengetahui tugasnya. Dinamika bisnis menyebabkan permintaan terhadap tenaga kerja relatif sering berubah-ubah kualifikasinya, oleh sebab itu, kegiatan penempatan tidak hanya dilakukan setelah seleksi melainkan meliputi pula penempatan dalam rangka promosi, demosi, transfer, dan pemberhentian (Jusmaliani, 2011:89).

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penempatan sumber daya manusia Sastrohadiwiryo (2002:162) menyebutkan dalam bukunya tentang faktor- faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menempatkan sumber daya manusia, antara lain:

a) Faktor latar belakang pendidikan b) Faktor kesehatan jasmani dan rohani c) Faktor pengalaman kerja

(7)

12 d) Faktor usia sumber daya manusia e) Faktor jenis kelamin

f) Faktor status perkawinan g) Faktor minat dan hobi

Penempatan sumber daya manusia secara tepat adalah untuk menempatkan pegawai sebagai unsur pelaksanaan pekerjaan pada posisi yang sesuai dengan kemampuan, kecakapan, dan keahlian yang dimiliki oleh sumber daya manusia (Sastrohadiwiryo, 2002:38).

2.1.3 Kompensasi

Wibowo (2013:348) menjelaskan bahwa kompensasi merupakan kontra prestasi terhadap penggunaan tenaga kerja atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja kepada perusahaan atau organisasi. Di dalam kompensasi terdapat sistem insentif yang menghubungkan kompensasi dengan kinerja. Kompensasi yang diberikan oleh pekerja diberikan sebagai bentuk penghargaan berdasarkan kinerja dan bukan atas dasar senioritas maupun jam kerja karyawan (Warther dan Davis, 1996: 408).

Sedangkan Sedarmayanti (2014:239) menyatakan pengertian kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa atas kerja keras yang dilakukan karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Tujuan kompensasi merupakan untuk membantu organisasi mencapai tujuan dan keberhasilan strategis sambil memastikan keadilan internal dan eksternal (Wibowo, 2013:349).

Gibsoon, Ivan Cevich, dan Donnelly(1996) menyebutkan bahwa ada 2 kategori bentuk kompensasi yaitu imbalan ekstrinsik dan imbalan intrinsik.

Sementara Dessler (2001) membagi kompensasi menjadi 3 macam yaitu (a) direct financial payment, (b) indirect payment, (c) nonfinancial reward.

Wather dan Davis (1996:381) menyebutkan bahwa tujuan manajemen kompensasi adalah sebagai berikut:

(8)

13 1. Memperoleh personel berkualitas 2. Mempertahankan karyawan yang ada 3. Memastikan keadilan

4. Menghargai perilaku yang diinginkan 5. Mengawasi biaya

6. Mematuhi peraturan

7. Memfasilitasi saling pengertian 8. Efisiensi administratif selanjutnya

Upah dan gaji pada dasarnya merupakan kompensasi sebagai kontra prestasi atas pekerjaan yang telah diselesaikan oleh pekerja. Upah biasanya diberikan pada karyawan ditingkat bawah atas waktu bekerja yang diberikan oleh karyawan, sedangkan gaji diberikan perusahaan sebagai kompensasi atas tanggung jawab terhadap pekerjaannya, dan biasanya gaji diberikan pada pekerja tingkatan yang lebih tinggi. Kompensasi juga biasanya diberikan dalam bentuk bonus dan berbagai jenis tunjangan (wibowo, 2013:253).

2.1.4 Lingkungan Kerja Fisik

Nitisemito (1996:183) menyatakan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi para pekerja didalam menjalankan tugas yang diberikan oleh perusahaan.

Karstoro (2008) menjelaskan bahwa lingkungan kerja menyangkut hubungan antar pekerja maupun rekan kerja atau kondisi secara fisik lingkungan kerja. Bisa dikatakan mempunyai lingkungan kerja yang baik apabila mampu mendukung efektifitas pekerjaan yang diberikan untuk meningkatkan semangat kerja maupun kinerja karyawan. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi para pekerja didalam menyelesaikan atau mengerjakan pekerjaan yang sedang dikerjakan untuk meningkatkan semangat kerja karyawan (Nitisemito : 1996).

Nitisemito (1984:184) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor lingkungan kerja yang perlu diperhatikan, diantaranya:

(9)

14 1. Pewarnaan

Warna bisa mempengaruhi diri manusia, dapat diketahui bahwa warna bisa mempengaruhi kejiwaan manusia. Maka dari itu ruang kerja hendaknya dipilih warna yang dingin atau lembut.

2. Kebersihan

Semangat kerja sangat dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang bersih.

Dengan lingkungan kerja yang bersih maka dapat membuat pekerja menjadi sehat dan senang, sehingga akan memicu karyawan menjadi lebih semangat dan bergairah dalam bekerja.

3. Penerangan

Penerangan di tempat kerja hendaknya cukup tapi tidak menyilaukan.

Penerangan tidak hanya terbatas dengan penerangan listrik akan tetapi juga penerangan alami dari sinar matahari yang masuk ke ruang kerja. Dalam melaksanakan pekerjaan karyawan akan membutuhkan penerangan yang cukup, terlebih pekerjaan yang dikerjakan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

4. Pertukaran Udara

Pada ruang kerja diperlukan pertukaran udara yang cukup, apalagi kalau di ruang kerja tersebut penuh dengan karyawan. Pertukaran yang cukup akan menyebabkan kesegaran fisik bagi karyawan. Dan sebaliknya apabila pertukaran udara kurang menimbulkan para karyawan mudah lelah dan tidak konsentrasi dalam bekerja.

5. Musik

Musik juga menjadi faktor lingkungan kerja yang nyaman, musik yang mengalun merdu menimbulkan suasana gembira, sehingga dapat diharapkan mereka akan menjadi tidak mudah lelah dan semangat didalam bekerja.

6. Keamanan

Rasa aman akan menimbulkan ketenangan dalam bekerja, sehingga akan membuat semangat didalam bekerja.

(10)

15 7. Kebisingan

Kebisingan akan mengganggu konsentrasi karyawan. Dengan kondisi tempat kerja yang bising akan mengganggu konsentrasi dan akan mengakibatkan kesalahan atau kerusakan dalam bekerja.

Oleh karena itu lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya maupun menjadi penyebab kegagalan dalam proses penyelesaian suatu pekerjaan.

2.2 Pengembangan Hipotesis

Nawawi (2007:139) menjelaskan faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan adalah minat atau perhatian karyawan terhadap pekerjaan, upah atau gaji, status sosial berdasarkan jabatan, tujuan yang mulia dan pengabdian, suasana lingkungan kerja dan hubungan manusiawi. Nitisemito (2006:186) juga menyatakan bahwa meningkatkan semangat dan kegairahan kerja adalah memberikan gaji atau insentif, kebutuhan rohani, suasana santai, harga diri, penempatan, kesempatan untuk maju, perasaan aman menghadapi masa depan, loyalitas, partisipasi dan fasilitas.

Halsey (2004:148) menyatakan bahawa faktor yang mempengaruhi semangat kerja adalah penempatan, kompensasi, kesempatan berprestasi, komunikasi dan lingkungan. Menurut Tjatur (2005:151) lingkungan kerja dan kompensasi, secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap disiplin kerja karyawan, dimana lingkungan kerja karyawan mempunyai pengaruh dominan terhadap disiplin kerja karyawan. Mudiartha (2005:136) menyatakan bahwa ruang kerja yang bersih, nyaman dan aman akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi. Demikian juga ruang kerja yang tidak bising, penerangan yang baik, penempatan peralatan kantor rapi dan ruang gerak leluasa dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.

Semangat kerja merupakan salah satu indikator produktivitas, Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi karyawan di perusahaan.

Dengan produktivitas yang baik diharapkan pekerja akan menyelesaikan

(11)

16

pekerjaannya dengan efektif dan efisien. Sehingga ini semua dapat menjadi indikator untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Semangat kerja merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dapat dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai saat ini ataupun masa yang akan datang dibandingkan dengan hasil yang kemarin. (Edy Sutrisno, 2009)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hadiyasa (2014) pada Villa Semana di Ubud, Gianyar menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan secara simultan atara penempatan sumber daya manusia terhadap semangat kerja pada villa Semana di Ubud, Gianyar. Dharmawan dan Sudharma (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kompensasi dan lingkungan kerja fisik secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan pada CV. Leo Silver Batuyang Gianyar.

2.2.1 Hipotesis

Purwanto dan Sulistyastuti (2011) menjelaskan bahwa hipotesis merupakan pernyataan maupun dugaan semntara yang sifatnya sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah dan belum mengetahui kebenarannya sehingga masih harus diuji secara empiris.

Hipotesis yang dapat dirumuskan dari masalah di atas adalah:

H1: Penempatan SDM, kompensasi, dan lingkungan kerja fisik secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan

H2: Penempatan SDM, kompensasi, dan lingkungan kerja fisik secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan

(12)

17 2.3 Model

Berdasarkan hasil dari kajian pustaka dan rumusan hipotesis yang sebelumnya maka dalam penelitian ini dibuat suatu model sebagai kerangka pemikiran teoritis untuk menjawab masalah penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1 Gambar Model

Lingkungan kerja fisik(X3) Kompensasi

(X2) Penempatan

SDM (X1)

Semangat kerja (Y)

Gambar

Gambar 2.1  Gambar Model  Lingkungan  kerja  fisik(X3)  Kompensasi (X2) Penempatan SDM (X1)  Semangat kerja  (Y)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini, dapat ditarik simpulan bahwa: Kawasan perkotaan pacet tergolong dalam klasifikasi

Dapat dikatakan bahwa pandangan santri laki-laki cenderung tekstual dalam melihat persoalan gender, di mana mereka lebih mendasarkan pandangan mereka mengenai relasi antara

Jika diperoleh nilai indeks tekan yang konstan pada berbagai gramatur dalam pabrik yang sama, atau pada antar pabrik yang berbeda pada gramatur yang sama, mengindikasikan bahwa

Dalam tahap ini peneliti melakukan pelaksanaan proses pembelajaran dan sekaligus melakukan pengamatan terhadap apa yang telah direncanakan dalam upaya menumbuhkan motivasi

Ciri-ciri penelitian kualitatif adalah: (1) mempunyai latar alami sebagai sumber data dan peneliti dipandang sebagai instrumen kunci, dalam hal ini adalah kiai,

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui sejauh mana Itenas telah berpartisipasi dalam menerapkan program-program yang ada dalam standar rating system

Tujuan pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat mencukupi kebutuhan

Pengamatan terhadap anatomi stomata menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan yang diberikan terhadap indeks stomata, lebar dan panjang stomata, walaupun