52 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Kondisi Demografi
Demografi adalah keadaan yang berkenaan dengan aspek kependudukan, mencakup jumlah penduduk, kepadatan penduduk, ketenagakerjaan dan lain sebagaianya. Kondisi tentang demograsi dapat diketahui dari data sosial kependudukan. Data sosial kependudukan adalah data primer yang diperlukan baik bagi kalangan pemerintah maupun swasta sebagai bahan perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan.
Sumber pokok data kependudukan ialah dari sensus penduduk yang dilakukan setiap sepuluh tahun sekali. Menurut catatan, jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah yang didasarkan pada proyeksi penduduk tahun 2019 yaitu sejumlah 34.718 ribu jiwa yang terdiri dari 17.212,46 ribu jiwa penduduk laki-laki dan 17.505,75 ribu jiwa penduduk perempuan.
Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2018, penduduk Jawa Tengah mengalami pertumbuhan sebesar 0,78%. Berikut disajikan tabel mengenai jumlah penduduk menurut kabupaten/ kota di Jawa Tengah dari 2015 sampai dengan 2019.
commit to user
Tabel 4. 1
Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2019
(dalam Rupiah)
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk
2015 2016 2017 2018 2019
Kabupaten
1. Cilacap 1 694 726 1 703 390 1 711 627 1 719 504 1.727.098 2. Banyumas 1 635 909 1 650 625 1 665 025 1 679 124 1.693 006
3. Purbalingga 898 376 907 507 916 427 925 193 933 989
4. Banjarnegara 901 826 907 410 912 917 918 219 923 192
5. Kebumen 1 184 882 1 188 603 1 192 007 1 195 092 1 197 982
6. Purworejo 710 386 712 686 714 574 716 477 718 316
7. Wonosobo 777 122 780 793 784 207 787 384 790 504
8. Magelang 1 245 496 1 257 123 1 268 396 1 279 625 1 290 591
9. Boyolali 963 690 969 325 974 579 979 799 984 807
10. Klaten 1 158 795 1 163 218 1 167 401 1 171 411 1 174 986
11. Sukoharjo 864 207 871 397 878 374 885 205 891 912
12. Wonogiri 949 017 951 975 954 706 957 106 959 492
13. Karanganyar 856 198 864 021 871 596 879 078 886 519
14. Sragen 879 027 882 090 885 122 887 889 890 518
15. Grobogan 1 351 429 1 358 404 1 365 207 1 371 610 1 377 788
16. Blora 852 108 855 573 858 865 862 110 865 013
17. Rembang 619 173 624 096 628 922 633 584 638 188
18. Pati 1 232 889 1 239 989 1 246 691 1 253 299 1 259 590
19. Kudus 831 303 841 499 851 478 861 430 871 311
20. Jepara 1 188 289 1 205 800 1 223 198 1 240 600 1 257 912 21. Demak 1 117 905 1 129 298 1 140 675 1 151 796 1 162 805 22. Semarang 1 000 887 1 014 198 1 027 489 1 040 629 1 053 786
23. Temanggung 745 825 752 486 759 128 765 594 772 018
24. Kendal 942 283 949 682 957 024 964 106 971 086
25. Batang 743 090 749 720 756 079 762 377 768 583
26. Pekalongan 873 986 880 092 886 197 891 892 897 711
27. Pemalang 1 288 577 1 292 609 1 296 281 1 299 724 1 302 813 28. Tegal 1 424 891 1 429 386 1 433 515 1 437 225 1 440 698 29. Brebes 1 781 379 1 788 880 1 796 004 1 802 829 1 809 096
Kota
1. Magelang 120 792 121 112 121 474 121 872 122 111
2. Surakarta 512 226 514 171 516 102 517 887 519 587
3. Salatiga 183 815 186 420 188 928 191 571 194 084
4. Semarang 1 701 114 1 729 083 1 757 686 1 786 114 1 814 110
5. Pekalongan 296 404 299 222 301 870 304 477 307 097
6. Tegal 246 119 247 212 248 094 249 003 249 905
Jawa Tengah 33 774 141 34 019 095 34 257 865 34 490 835 34 718 204
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka (edisi beberapa terbitan)
Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat bahwa penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2019 sebanyak 34.718 ribu jiwa. Jumlah ini bertambah commit to user
sebesar 0,78% dibandingkan tahun 2018. Sedangkan penduduk Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2019 mencapai 891.912 jiwa. Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun sebelumnya, penduduk Kabupaten Sukoharjo memiliki laju pertumbuhan sebesar 0,86% dari 885.205 jiwa pada tahun 2018.
2. Kondisi Ekonomi
Kinerja makro ekonomi suatu daerah dari waktu ke waktu dapat digambarkan melalui data series Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah. PDRB diartikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor usaha di suatu daerah, atau nilai total barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh semua sektor ekonomi di suatu daerah.
PDRB dapat dihitung berdasarkan harga konstan dan harga berlaku.
PDRB yang dihitung berdasarkan harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung berdasarkan harga tahun tertentu sebagai tahun dasar, di mana dalam perhitungan ini tahun 2010 digunakan sebagai tahun dasar perhitungan. PDRB konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Tabel 4. 2
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Tahun 2015-2019
Tahun Pertumbuhan Ekonomi
2015 5,47
2016 5,25
2017 5,26
2018 5,31
2019 5,41
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka (edisi beberapa terbitan) commit to user
Berdasarkan tabel di atas, pertumbuhan perekonomi Jawa Tengah tahun 2019 yang diperlihatkan dengan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2010, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 5,41% (2018 = 5,32%).
Tabel 4. 3
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015-2019
Tahun Pertumbuhan Ekonomi
2015 5,69
2016 5,72
2017 5,76
2018 5,82
2019 5,92
Sumber: Kabupaten Sukoharjo dalam Angka (edisi beberapa terbitan) Berdasarkan tabel di atas, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukoharjo tahun 2019 yang diperlihatkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2010, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 5,92% (2018 = 5,82%).
Selanjutnya, untuk PDRB yang dihitung atas dasar harga berlaku akan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan harga setiap tahun yang dipergunakan untuk menggambarkan perubahan serta struktur ekonomi. Secara lebih rinci, berikut disajikan tabel PDRB Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sukoharjo menurut lapangan usaha.
PDRB menurut lapangan usaha mengalami perubahan penggolongan dari 9 kini menjadi 17 lapangan usaha. Harga berlaku merupakan semua agregat yang dinilai melalui harga tahun berjalan.
commit to user
Tabel 4. 4
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Harga Berlaku Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2019
(dalam Rupiah)
Kabupaten/Kota 2015 2016 2017 2018 2019
Kabupaten
1. Cilacap 98 876,59 99 033,57 103 921,78 109 758,61 114 194,22 2. Banyumas 38 798,79 42 016,94 45 585,98 49 896,13 53 948,86 3. Purbalingga 18 426,16 19 984,16 21 439,65 23 190,33 24 918,08 4. Banjarnegara 15 851,81 17 984,16 18 545,60 20 069, 80 21 599,48 5. Kebumen 20 779,29 17 217,25 24 068,99 25 997,23 27 944,04 6. Purworejo 13 865,64 22 434,95 16 155,40 17 416,24 18 672,84 7. Wonosobo 14 136,66 15 013,87 16 255,10 17 493,24 18 854,45 8. Magelang 24 148,64 15 367,78 28 183,85 30 339,47 32 490,80 9. Boyolali 23 567,82 26 232,35 27 914,65 30 258,84 32 704,38 10. Klaten 28 988,78 25 756,72 34 174,82 36 993,47 39 799,21 11. Sukoharjo 26 700,72 29 130,31 31 621,41 34 194,63 36 927,46 12. Wonogiri 21 585,48 23 329,38 25 104,34 27 136,62 29 046,80 13. Karanganyar 26 904,05 29 172,75 31 552,29 34 292,47 37 013,09 14. Sragen 27 315,12 29 826,14 32 410,81 35 100,09 37 836,26 15. Grobogan 20 182,09 21764,92 23 463,54 25 408,84 27 290,97
16. Blora 16 368,35 20 010,95 21 485,83 24 637,40 25 977,45
17. Rembang 13 897,82 14 871,69 16 324,72 17 690,40 18 934,34
18. Pati 31 263,15 33 953,94 36 790,70 39 907,14 43 063,88
19. Kudus 84 126,63 90 091,58 97 163,85 104 056,12 110 514,05 20. Jepara 22 096,35 23 949,82 25 785,38 27 995,28 30 230,59
21. Demak 19 333,99 20 938,84 22 621,05 24 430,56 26 184,08
22. Semarang 36 378,52 39 528,62 42 621,42 46 231,71 49 776,57 23. Temanggung 16 139,71 17 548,93 18 807,71 20 254,48 21 657,40 24. Kendal 30 951,64 33 797,97 36 520,99 39 546,24 42 535,34 25. Batang 15 908,51 17 279,83 18 661,97 20 178,58 21 574,23 26. Pekalongan 16 803,66 18 256,30 19 709,23 21 314,31 22 857,06 27. Pemalang 18 491,39 20 213,32 21 860,52 23 674,68 25 482,71
28. Tegal 25 608,64 28 025,64 30 278,51 31 769,83 35 231,69
29. Brebes 34 444,08 37 448,72 39 963,11 42 955,83 46 215,35 Kota
1. Magelang 6 480,58 7 023,90 7 606,07 8 201,36 8 809,84
2. Surakarta 34 970,37 37 771,07 41 042,34 44 429,97 48 003,05 3. Salatiga 9 714,87 10 534,59 11 382,35 12 339,22 13 315,22 4. Semarang 134 205,84 14 7049,32 160 292,03 175 421,34 191 547,22 5. Pekalongan 7 778,27 8 507,54 9 274,26 10 089,28 10 873,98
6. Tegal 10 979,95 11 963,08 12 996,75 14 105,84 15 287,59
Jawa Tengah 1 010 986,64 1 087 316,68 1 172 794,52 1 268 454,78 1 362 457,38
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka (edisi beberapa terbitan)
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari tahun 2015 hingga 2019 pertumbuhan riil sektoral di Provinsi Jawa Tengah selalu mengalami fluktuasi. Pada tahun 2019 pertumbuhan riil sektoral di Provinsi Jawa Tengah mengalami fluktuasi 5,41% dari tahun 2018 sebesar 1.268.454 triliun menjadi 1.362.457 triliun pada tahun 2019. Begitu juga commit to user
pertumbuhan riil sektoral di Kabupaten Sukoharjo yang mengalami fluktuasi dari pada tahun 2015 hingga 2019. Pada tahun 2019 pertumbuhan riil sektoral di Kabupaten Sukoharjo mengalami pertumbuhan sebesar 5,92% dari tahun 2018 sebesar 25.564 miliar menjadi 27.076 miliar pada 2019.
B. Hasil Penelitian
Hasil pengukuran kinerja keuangan dapat dilihat sebagai berikut:
1. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF)
Derajat desentralisasi fiskal dihitung berdasarkan perbandingan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Total Penerimaan Daerah.
Tabel 4. 5
Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015-2019
Tahun PAD
(Rp)
TPD (Rp)
DDF (%) 2015 313.947.492.011 1.784.106.364.462 17,60 2016 363.163.428.162 1.931.896.575.824 18,80 2017 464.567.409.857 2.055.571.033.667 22,60 2018 433.485.481.219 2.055.517.964.074 21,09 2019 458.742.223.869 2.143.687.569.516 21,40
Rata-rata 20,30
Sumber: data diolah oleh peneliti (2020)
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) di Kabupaten Sukoharjo sebesar 17,60%, kemudian meningkat dalam dua tahun berikutnya yaitu sebesar 18,80% pada 2016 dan 22,60% pada 2017. Sedangkan pada tahun 2018 mengalami penurunan persentase DDF sebesar 1,5% dari tahun 2017 karena adanya penurunan dari total penerimaan PAD di tahun tersebut.
commit to user
Kemudian peningkatan penerimaan PAD pada tahun 2019 ikut meningkatkan persentase DDF sebesar 0,31% dari tahun sebelumnya.
Apabila dirata-rata, hasil perhitungan Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Sukoharjo dalam kurun 2015-2019 adalah sebesar 20,30%.
Dari hasil analisis rasio DDF, di bawah ini disajikan analisis tren DDF untuk mengetahui prediksi perkembangan DDF di Kabupaten Sukoharjo.
Gambar 4. 1
Grafik Trend Derajat Desentralisasi Kabupaten Sukoharjo Tahun 2020-2014
Sumber: data diolah oleh peneliti (2020)
Berdasarkan grafik analisis, dapat dilihat bahwa tren Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) menunjukkan tren positif. Hasil ini memperlihatkan bahwa kecenderungan DDF akan mengalami peningkatan yang memperlihatkan bahwa kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD akan mengalami peningkatan pada tahun 2020-2024 mendatang.
23,267
24,256
25,245
26,234
27,223
21 22 23 24 25 26 27 28
2020 2021 2022 2023 2024
Pertumbuhan (%)
Tahun
Tren Derajat Desentralisasi Fiskal
commit to user
2. Derajat Otonomi Fiskal (DOF)
Derajat Otonomi Fiskal melalui perbandingan antara bagian PAD (pajak daerah dan retribusi daerah) dengan total belanja daerah. Hasil perhitungan DOF dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. 6
Derajat Otonomi Fiskal Kabupaten Sukoharjo 2015-2019 Tahun Pajak Daerah
(Rp)
Retribusi Daerah (Rp)
Belanja Daerah (Rp)
DOF (%) 2015 137.043.704.396 27.714.083.536 1.519.776.477.018 10,84 2016 182.010.505.527 23.447.334.859 1.650.404.440.343 12,45 2017 221.901.158.399 22.340.480.906 1.581.523.010.006 15,44 2018 235.894.522.749 23.045.710.072 1.740.840.296.519 14,87 2019 262.419.139.461 19.063.457.759 1.776.147.006.513 15,85
Rata-rata 13,89
Sumber: data diolah oleh peneliti (2020)
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 Derajat Otonomi Fiskal (DOF) di Kabupaten Sukoharjo sebesar 10,84%, kemudian meningkat di dua tahun berikutnya yaitu sebesar 12,45% pada 2016 dan 15,44% pada 2017. Sedangkan pada tahun 2018 mengalami penurunan persentase DOF sebesar 0,57% dari tahun 2017 karena adanya penurunan dari total penerimaan retribusi sementara di sisi lain terjadi pelonjakan penambahan total belanja di tahun tersebut. Kemudian peningkatan penerimaan pajak tahun 2019 ikut meningkatkan persentase DOF sebesar 0,98% dari tahun sebelumnya. Apabila dirata-rata, hasil perhitungan Derajat Otonomi Fiskal Kabupaten Sukoharjo dalam kurun 2015-2019 adalah sebesar 13,89%.
commit to user
Dari hasil analisis rasio DOF, di bawah ini disajikan analisis tren DOF untuk mengetahui prediksi perkembangan DOF di Kabupaten Sukoharjo.
Gambar 4. 2
Grafik Trend Derajat Otonomi Fiskal Kabupaten Sukoharjo Tahun 2020-2024
Sumber: data diolah peneliti (2020)
Berdasarkan grafik analisis, dapat dilihat bahwa tren Derajat Otonomi Fiskal (DOF) menunjukkan tren positif. Hasil ini memperlihatkan bahwa kecenderungan DOF akan mengalami peningkatan pada tahun 2020-2024. Hasil ini memperlihatkan bahwa kecenderungan DOF akan mengalami peningkatan yang memperlihatkan bahwa kemampuan daerah dalam membiayai belanja pelayanan publik dengan pendapatan pajak dan retribusi daerah akan mengalami peningkatan pada tahun 2020-2024 mendatang.
17,62 18,87 20,11 21,35 22,6
0 5 10 15 20 25
2020 2021 2022 2023 2024
Pertumbuhan (%)
Tahun
Tren Derajat Otonomi Fiskal
commit to user
3. Kebutuhan Fiskal (Fiscal Need)
Kebutuhan fiskal memperlihatkan besarnya kebutuhan perkapita penduduk apabila total semua pengeluaran didistribusikan secara merata kepada seluruh penduduk di daerah yang berkenaan. Kebutuhan fiskal juga memperlihatkan besarnya Indeks Pelayanan Publik Perkapita (IPPP).
Kebutuhan fiskal Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015-2019 ditampilkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. 7
Kebutuhan Fiskal (KbF) se-Jawa Tengah dan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015-2019
Tahun
Keb. Fiskal Standar se- Jateng
(SKbF Jateng)
Keb. Fiskal Kab. SKH (KbF SKH)
2015 14.844,57 108,47
2016 16.839,70 112,47
2017 20.307,95 88,66
2018 21.729,36 90,50
2019 21.933,61 90,79
Rerata 19.131,14 98,18
Sumber: Hasil olahan data sekunder oleh peneliti (2020)
Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa rata-rata kebutuhan fiskal standar se-Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2019 ialah Rp19.131,14.
Sedangkan kebutuhan fiskal Kabupaten Sukoharjo ialah 98,18. Ini menunjukkan Indeks Pelayanan Publik Perkapita (IPPP) Kabupaten Sukoharjo yaitu sebesar 98,19.
4. Kapasitas Fiskal (Fiscal Capacity)
Perhitungan kapasitas fiskal memperlihatkan seberapa besar upaya dari daerah yang diwujudkan dalam Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku untuk mencukupi seluruh kebutuhannya commit to user
(dalam hal ini, total belanja daerah). Jika kapasitas fiskal lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan fiskalnya, maka potensi untuk menghasilkan PAD di daerah tersebut dikatakan bagus, begitu juga sebaliknya.
Adapun hasil perhitungan kapasitas fiskal Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015-2019 ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4. 8
Kapasitas Fiskal (KaF) se-Jawa Tengah dan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015-2019 Tahun Kap. Fiskal Standar se-
Jateng (SKaF Jateng)
Kap. Fiskal Kab.
SKH (KaF SKH)
2015 855.249,95 36,13
2016 913.198,63 36,61
2017 978.123,27 36,81
2018 1.050.759,29 36,49
2019 1.121.237,54 36,93
Rerata 983.713,74 36,59
Sumber: hasil ringkasan olahan data sekunder oleh peneliti (2020)
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas fiskal standar se- Jawa Tengah ialah Rp 983.713,74. Sedangkan kapasitas Kabupaten Sukoharjo sebesar 36,59. Apabila dibandingkan, Kabupaten Sukoharjo mempunyai kapasitas fiskal lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan fiskalnya (98,19 : 36,59). Selisih kurang atau celah fiskal inilah yang nantinya akan ditutup melalui mekanisme transfer dari pemerintah pusat.
commit to user
Tabel 4. 9
Perbandingan Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015-2019
Tahun Kebutuhan fiskal Kab. Sukoharjo
Kapasitas fiskal
Kab. Sukoharjo Tanda Kesenjangan
2015 108,47 36,13 Negatif 72,34
2016 112,47 36,61 Negatif 75,86
2017 88,66 36,81 Negatif 52,05
2018 90,50 36,49 Negatif 54,01
2019 90,79 36,93 Negatif 53,86
Rata-rata 61,62
Sumber: data diolah oleh peneliti (2020)
Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa Kabupaten Sukoharjo belum mampu memenuhi kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal daerah yang ada. Hal ini terlihat dari masih adanya kesenjangan antara kebutuhan dengan kapasitas fiskal daerah.
Di bawah ini disajikan analisis tren untuk mengetahui prediksi kesenjangan antara Kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal Kabupaten Sukoharjo di masa yang akan datang.
Gambar 4. 3
Grafik Trend Kesenjangan Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal Daerah Kabupaten Sukoharjo Tahun 2020-2024
Sumber: data diolah oleh peneliti (2020)
43,98
38,1
32,22
26,34
20,46
0 10 20 30 40 50
2020 2021 2022 2023 2024
Pertumbuhan
Tahun
Kesenjangan Kebutuhan dan kapasitas fiskal
commit to user
Berdasarkan grafik analisis, dapat dilihat bahwa tren kesenjangan antara kebutuhan dan kapasitas fiskal Kabupaten Sukoharjo menunjukkan tren negatif. Grafik tersebut memperlihatkan bahwa kesenjangan antara kebutuhan dan kapasitas fiskal daerah di Kabupaten mengalami tren menurun pada tahun 2020-2024.
5. Upaya Fiskal/ Posisi Fiskal
Upaya/ posisi fiskal suatu daerah dapat diketahui melalui koefisien elastisitas pertumbuhan jumlah penerimaanPAD terhadap pertumbuhan PDRB perkapita selama kurun waktu tertentu. Adapun hasil koefisien elastisitas disajikan pada tabel pada bawah ini:
Tabel 4. 10
Pertumbuhan PAD dan PDRB Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015-2019
Tahun PAD
(Rp)
Δ PAD (%)
PDRBHB Perkapita
(Rp)
Δ PDRB (%)
Koefisien Elastisitas
2015 313.947.492.011 - 30.896,21 - -
2016 363.163.428.162 13,55 33.429,44 8,20 1,65 2017 464.567.409.857 21,82 35.999,94 7,69 2,84 2018 433.485.481.219 7,17 38.629,05 6,81 1,05 2019 458.742.223.869 5,51 41.402,58 6,70 0,82
Rata-rata 1,59
Sumber: data diolah oleh peneliti (2020)
Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat dilihat terjadi penurunan pada jumlah pertumbuhan penerimaan PAD dari tahun 2017 hingga 2019.
Begitu pula pada pertumbuhan PDRB perkapita yang mengalami penurunan setiap tahun karena semakin bertambahnya jumlah penduduk.
Kemudian, setelah dilakukan perhitungan koefisien elastisas dapat dilihat bahwa pada tahun 2016 elastisitas pertumbuhaan jumlah penerimaan PAD commit to user
terhadap pertumbuhan PDRB perkapita mengalami kenaikan dari 1,65 menjadi 2,84 pada 2017. Namun, elastisitas tersebut mengalami penurunan pada dua tahun berikutnya, yaitu 1.05 pada 2018 dan 0,82 pada 2019.
Sehingga rata-rata koefisien elastisitas pertumbuhan PAD terhadap pertumbuhan PDRB perkapita di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2015- 2019 adalah 1,59 (elastis). Artinya, jika PDRB naik 1%, maka PAD akan bertambah sebesar 1,59%.
Berdasarkan koefisien elastisitas pertumbuhan PAD terhadap pertumbuhan PDRB perkapita, di bawah ini disajikan analisis tren untuk mengetahui prediksi perkembangan uapaya/ posisi fiskal di Kabupaten Sukoharjo
Gambar 4. 4
Grafik Trend Upaya/ Posisi Fiskal Kabupaten Sukoharjo Tahun 2020-2024
Sumber: data diolah oleh peneliti (2020)
Berdasarkan grafik analisis, dapat dilihat bahwa tren upaya/ posisi fiskal Kabupaten Sukoharjo menunjukkan tren negatif. Hasil ini memperlihatkan bahwa tingkat kepekaan PAD terhadap pertumbuhan
0,52
0,09
-0,34
-0,76
-1,19 -1,4
-1,2 -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8
2020 2021 2022 2023 2024
Pertumbuhan
Tahun
Koefisien Elastisitas PAD
commit to user
PDRB perkapita daerah di Kabupaten mengalami tren menurun pada tahun 2020-2024.
6. Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rasio efektivitas dihitung dengan membandingkan realisasi penerimaan PAD dengan target yang ditetepakan dalam APBD. Jika nilai rasio melebihi 100% dapat dikatakan bahwa kemampuan daerah dalam merealisasikan penerimaan PAD sangat efektif karena telah melebihi target. Di bawah ini disajikan tabel rasio efektifitas PAD Kabupaten Sukoharjo tahun 2015-2019.
Tabel 4. 11
Rasio Efektivitas PAD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015-2019
Tahun PAD
(%)
Bagian PAD (%) Pajak
Daerah
Retribusi Daerah
Pend.
Kekayaan daerah
Lain-lain PAD
2015 118,48 132,78 92,77 114,87 113,00
2016 115,33 131,89 97,04 39,15 118,34
2017 118,78 141,25 109,09 103,96 103,11 2018 124,43 139,34 113,92 99,94 111,38 2019 127,54 139,88 110,70 104,03 116,17 Rerata 120,91 137,03 104,70 92,39 112,4 Sumber: data diolah oleh peneliti (2020)
Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 hingga 2019 jumlah penerimaan PAD di Kabupaten Sukoharjo melebihi target penerimaan di dalam APBD (sangat efektif) dengan rata-rata efektifitas sebesar 120,91%. Sektor pajak daerah menjadi komponen penerimaan PAD terbesar dalam kurun waktu tersebut dengan rata-rata penerimaan sebesar 137,03% (sangat efektif). Di sisi lain, Pendapatan Hasil
commit to user
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan merupakan komponen penerimaan PAD terkecil dalam kurun waktu tersebut dengan rata-rata penerimaan sebesar 92,39% (kurang efektif).
Dari hasil analisis rasio efektifitas PAD, di bawah ini disajikan analisis tren efektifitas PAD di Kabupaten Sukoharjo untuk mengetahui prediksi perkembangan kemampuan daerah dalam merealisasikan PAD yang dianggarkan
Gambar 4. 5
Grafik Trend Efektivitas PAD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2020-2024
Sumber: data diolah oleh peneliti (2020)
Berdasarkan grafik analisis, dapat dilihat bahwa tren efektivitas PAD Kabupaten Sukoharjo menunjukkan tren positif. Begitu pula pada komponen PAD bagian pajak, retribusi, pendapatan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain PAD juga menunjukkan tren positif.
Hasil ini memperlihatkan bahwa kemampuan daerah dalam
0 50 100 150 200
2020 2021 2022 2023 2024
Pertumbuhan (%)
Tahun
Tren Efektivitas PAD
PAD Pajak Retribusi
Pend. Kekayaan daerah yang Dipisahkan
commit to user
merealisasikan PAD yang ditargetkan akan mengalami tren meningkat pada tahun 2020-2024 mendatang.
7. Kemandirian Keuangan Daerah dan Pola Hubungan
Tingkat kemandirian keuangan daerah menunjukkan tingkat ketergantungan finansial pemerintah daerah pada pemerintah pusat.
Rasio kemandirian keuangan daerah dapat dihitung dengan membandingkan PAD dengan transfer pusat dan provinsi ditambah dengan pinjaman daerah. Rasio kemandirian Kabupaten Sukoharjo tahun 2015-2019 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. 12
Rasio Kemandirian Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015-2019
Tahun PAD
(Rp)
Bantuan pusat+prov+pinj
(Rp)
Rasio Kemandirian
(%)
Tingkat Kemandirian
Pola Hubungan 2015 313.947.492.011 1.469.475.542.842 21,36 Sangat Rendah Instruktif 2016 363.163.428.162 1.527.221.729.739 23,78 Sangat Rendah Instruktif 2017 464.567.409.857 1.592.357.116.120 29,17 Rendah Konsultatif 2018 433.485.481.219 1.558.993.238.675 27,81 Rendah Konsultatif 2019 458.742.223.869 1.489.042.293.241 30,81 Rendah Konsultatif
Rata-rata 26,46 Rendah Konsultatif
Sumber: data diolah oleh peneliti (2020)
Berdasarkan tabel 4.12 dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 hingga 2017 rasio kemandirian Kabupaten Sukoharjo terus meningkat dari 21,36% pada tahun 2015, menjadi 23,17% pada 2016 dan 29,17% pada tahun 2017. Rasio kemandirian juga sempat menurun pada tahun 2018 sebesar 1,36% dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2019 rasio kemandirian meningkat sebesar 3% dari tahun sebelumnya disebabkan meningkatnya PAD dan menurunnya bantuan transfer serta pinjaman
commit to user
daerah. Apabila dirata-rata, rasio kemandirian Kabupaten Sukoharjo dalam kurun 2015-2019 adalah sebesar 26,46%. Rasio ini masuk ke dalam kategori hubungan konsultatif yang mengindikasikan bahwa meskipun kemandirian masih dikategorikan rendah, namun tingkat ketergantungan Kabupaten Sukoharjo terhadap dana transfer pusat dan provinsi serta pinjaman sudah mulai berkurang dan dianggap sudah lebih mampu melaksanakan otonomi daerah.
Di bawah ini disajikan analisis tren rasio kemandirian Kabupaten Sukoharjo untuk mengetahui prediksi perkembangan kemandirian keuangan di masa yang akan datang.
Gambar 4. 6 Grafik Trend Kemandirian Keuangan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2020-2024
Sumber: data diolah oleh peneliti (2020)
Berdasarkan grafik analisis, dapat dilihat bahwa tren kemandirian Kabupaten Sukoharjo menunjukkan tren positif. Hasil ini memperlihatkan bahwa kemandirian Kabupaten Sukoharjo cenderung mengalami tren meningkat, atau dalam kata lain ketergantungan daerah
33,15 35,38 37,61 39,84 42,07
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
2020 2021 2022 2023 2024
Pertumbuhan (%)
Tahun
Tren kemandirian keuangan
commit to user
terhadap transfer pusat dan provinsi serta pinjaman daerah mengalami penurunan pada 2020-2024 mendatang.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, berikut disajikan matriks pembahasan pengukuran kinerja keuangan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tahun 2015-2019.
Tabel 4. 13
Matriks Pembahasan Kinerja Keuangan Daerah dalam Pelaksanakan Otonomi Daerah di Kabupaten
SukoharjoTahun 2015-2019 No. Kemampuan
melaksanakan otonomi
daerah
Indikator kinerja keuangan
daerah
Kategori Hasil Analisis Tren
1 Kemampuan menggali, mengelola, menggunakan sumber daya keuangan
Derajat Desentralisasi
Fiskal
1. Sangat kurang 2. Kurang 3. Cukup 4. Sedang 5. Baik 6. Sangat baik
Cukup Positif
Derajat otonomi Fiskal
1. Sangat kurang 2. Kurang 3. Cukup 4. Baik 5. Sangat baik
Sangat kurang
Positif
Kebutuhan
Fiskal 1. Positif 2. negatif
Negatif (Ada kesenjangan)
Negatif Kapasitas
Fiskal Upaya/ Posisi
Fiskal
1. Elastis 2. Inelastis
Elastis Negatif
Efektivitas PAD
1. Tidak efektif 2. Efektif 3. Sangat efektif
Sangat efektif
Positif
2 Ketergantungan transfer pemerintah pusat
Rasio Kemandirian
1. Instruktif 2. Konsultatif 3. Partisipatif 4. delegatif
Konsultatif Positif
commit to user
Secara garis besar, Kabupaten Sukoharjo masih mengandalkan bantuan transfer dari pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini dapat dilihat dari Derajat Desentralisasi Fiskal, di mana porsi PAD belum mendominasi total penerimaan daerah. Namun, sejauh ini Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Sukoharjo menunjukkan tren positif yang artinya kemampuan daerah dalam meningkatkan penerimaan daerah (PAD) mengalami kenaikan. Kemudian pada Derajat Otonomi Fiskal dikategorikan sangat kurang. Namun, sejauh ini Derajat Otonomi fiskal Kabupaten Sukoharjo menunjukkan tren prositif yang artinya kemampuan pajak dan retribusi dalam membiayai pengeluaran daerah mengalami kenaikan.
Dapat dilihat pada matriks di atas, bahwa masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan dengan kapasitas fiskal di Kabupaten Sukoharjo. kesenjangan ini dapat membuka peluang bagi daerah untuk bergantung pada sumber pembiayaain lain dari pemerintah pusat dan berusaha untuk memperoleh pinjaman daerah berupa hutang jangka panjang untuk menutupi kebutuhan daerahnya. Namun, sejauh ini kesenjangan antara kebutuhan dan kapasitas fiskal di Kabupaten Sukoharjo cenderung mengalami penurunan yang berarti kapasitas daerah dalam memenuhi kebutuhan daerah semakin meningkat. Di sisi lain, rasio kemandirian juga menunjukkan tren positif dengan pola hubungan daerah dengan pemerintah adalah konsultatif di mana
commit to user
ketergantungan keuangan pada pemerintah pusat sudah mulai berkurang dan dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi.
commit to user