ANALISIS TINGKAT KEBANGKRUTAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z-SCORE, SPRINGATE SCORE, DAN ZMIJEWSKI
SCORE PADA PT. INDOFARMA TBK PERIODE 2013-2017
SKRIPSI
Ditulis Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam IAIN
Batusangkar
Oleh:
BAHRI PRATAMA NIM: 15301210018
JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) BATUSANGKAR
2019/1440 H
i ABSTRAK
Bahri Pratama, NIM 1530 1210 018, dengan judul skripsi “ANALISIS TINGKAT KEBANGKRUTAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z-SCORE, SPRINGATE SCORE DAN ZMIJEWSKI SCORE PADA PT. INDOFARMA TBK PERIODE 2013-2017”, Jurusan Ekonomi Syariah Konsentrasi Akuntansi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.
Pokok permasalahan dalam SKRIPSI ini adalah PT Indofarma Tbk merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang tergabung pada sub sektor farmasi, serta salah satu perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perusahaan ini juga merupakan perusahaan yang sedang mengalami penurunan laba dan juga mengalami kerugian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat kebangkrutan pada PT. Indofarma Tbk periode 2013- 2017 diukur menggunanakan metode Altman Z-Score, Springate Score dan Zmijewski Score.
Memperdiksi kebangkrutan sebuah perusahaan kita dapat menggunakan tiga metode yakni metode Atlman Z-Score, metode Springate Score, dan metode Zmijewski Score. Metode prediksi kebangkrutan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ketiga metode yakni Atlman Z-Score, metode Springate Score, dan metode Zmijewski Score. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang dilakukan di perusahaan PT. Indofarma Tbk periode 2013-2017. Sumber data dari penelitian ini adalah sumber data sekunder yakni berupa laporan keuangan PT. Indofarma Tbk periode 2013-2017 yang diunduh memalui website www.idx.co.id.
Hasil penelitian mengenai kebangkrutan terhadap peruasahaan PT.
Indofarma Tbk dengan menggunakan tiga metode terdapat hasil penelitian yakni pada metode Atlman Z-Score menyatakan hanya satu tahun PT. Indofarma Tbk yang mengalami kebangkrutan yakni pada tahun 2013 saja, ditahun 2014 perusahaan mengalami grey area dan pada tahun 2015-2017 perusahaan berada pada kondisi aman atau sehat. Menurut metode Springate Score dari tahun 2013- 2017 perusahaan berada pada kondisi kebangkrutan dan sedangkan menurut metode Zmijewski Score dari tahun 2013-2017 perusahaan mengalami kondisi sehat.
Kata Kunci : Kebangkrutan, Metode Altman Z-Score, Springate Score dan Zmijewski Score
ii DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Batasan Masalah ... 10
D. Perumusan Masalah ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Manfaat dan Luaran Penelitian... 10
G. Definisi Oprasional ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kebangkrutan ... 13
a. Pengertian Kebangkrutan ... 13
b. Manfaat Informasi Kebangkrutan ... 17
c. Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan... 18
2. Metode Altman Z-Score, Springate Score, Zmijewski Score ... 20
a. Metode Altman Z-Score ... 20
1) Pengertian Metode Altman Z-Score ... 20
2) Analisis Metode Altman Z-Score ... 21
b. Model Springate Score ... 25
c. Model Zmijewski Score ... 27
3. Analisis Rasio Keuangan ... 30
a. Pengertian Analisis Rasio Keuangan ... 30
b. Manfaat Analisis Rasio Keuangan ... 31
B. Kajian Penelitian Yang Relevan... 31
C. Kerangka Berfikir ... 35
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 37
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37
C. Sumber Data ... 38
D. Teknik Pengumpulan Data ... 38
E. Teknik Analisis Data ... 38
iii BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perusahaan ... 43
B. Pembahasan Keuangan PT Indofarma Tbk ... 46
C. Analisis Tingkat Kebangkrutan PT Indofarma Tbk dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score, Springate Score, dan Zmijewski Score ... 48
1. Metode Altman Z-Score ... 48
2. Metode Springate Score ... 57
3. Metode Zmijewski Score ... 63
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
iv
Tabel 1.1 Laporan Kondisi Keuangan PT Indofarma Tbk Periode 2013-2017 ... 8
Tabel 3.1 Time Schedule Penelitian... 38
Tabel 4.1 Ikhtisar Laporan Keuangan PT Indofarma Tbk ... 47
Tabel 4.2 Modal Kerja PT Indofarma Tbk... 49
Tabel 4.3 Nilai Pasar Saham PT Indofarma Tbk ... 49
Tabel 4.4 Nilai EBIT PT Indofarma Tbk ... 50
Tabel 4.5 Hasil Analisis Altman Z-Score ... 67
Tabel 4.6 Hasil Analisis Springate Score ... 68
Tabel 4.7 Hasil Analisis Zmijewski Score ... 68
DAFTAR GAMBAR
v
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ... 36
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan untuk menghasilkan laba atau profit, sehingga perusahaan akan mampu bertahan serta berkembang dengan kurun jangka waktu yang panjang. Namun, sebuah perusahaan tidak hanya bisa berfokus untuk memperoleh keuntungan saja sebaiknya perusahaan juga harus memperhatikan kelangsungan kedepanya sebuah perusahaan. Oleh karena itu manajer dituntut memiliki kemampuan dalam memperhatikan kelangsungan jangka panjang perusahaan, karena di zaman perekonomian saat ini banyak sekali persaingan antar perusahaan yang tidak dapat dihindari, baik persaingan dalam negeri ataupun luar negeri. Jika sebuah perusahaan lengah atau tidak mampu lagi untuk bersaing maka kemungkinan kebangkrutan sangat bisa terjadi.
Going concern, merupakan sebuah kelansungan usaha, sebuah asumsi going concern digunakan sebagai dasar untuk menyusun laporan keuangan yang berguna bagi perusahaan, oleh karena itu sebuah perusahaan di perlukan memperhatikan dengan serius kelansungan sebuah perusahaan sehingga permasalahan- permasalahan yang akan muncul disebuah perusahaan dapat dihindari (Purba, 2016, hal. 25), akan tetapi tidak semua perusahaan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh perusahaannya sehingga berujung pada kebangkrutan bagi perusahaannya. Sebuah kebangkrutan tidak akan muncul secara tiba–tiba akan tetapi harus melalui bebrapa tahapan atau proses, oleh karena itu pihak perusahaan harus mampu mengalisa atau mengenali tanda- tanda kapan kebangkrutan itu akan terjadi.
Sebuah perusahaan diharapkan dapat mempertahankan keberlangsungan sebuah perusahaannya (going concern) untuk jangkwaktu yang panjang. Oleh karena itu perusahaan diharapkan harus dapat bersaing dengan perusahaan lain serta dapat mengatasi permasalahan seperti
kurangnya skill dan minimnya pengetahuan dalam hal teknologi yang semakin maju.
Kegagalan dalam sebuah perusahaan dapat diakibatkan oleh faktor keuangan atau non keuangan yang berujung pada kegagalan bisnis dan menyebabkan pailit atau kebangkrutan. Di Indonesia kepailitan diatur dalam undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (UU KPKPU) yang telah mengantikan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1998 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor1 tahun1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang kepailitan menjadi Undang-Undang. Apabila suatu perusahaan sudah diputuskan pailit dengan putusan yang sudah inkracht atau final maka perusahaan tersebut memasuki tahap selanjutnya, yaitu likuidasi. Pada tahap ini, laporan keuangan perusahaan tidak lagi disusun berbasis going concern melainkan basis likuidasi (Purba, 2016, hal. 27 - 28).
Going concern dalam suatu usaha haruslah di perhatikan karena apabila pihak manajemen atau pihak internal lengah dalam menagatasi permasalahaan terkait going concern di dalam perusahan maka perusahaan tersebut akan terjerumus kepada kondisi kebangkrutan. Kebangkrutan merupakan masalah yang sangat meresahkan bagi sebuah perusahaan, karena kebangkrutan ini tidak bisa diprediksi kapan akan terjadi. Penyebab utama kebangkrutan bisa terjadi di sebuah perusahaan adalah kesulitan keuangan, hutang lebih besar dibandingkan asset, serta pengelolaan perusahaan yang tidak professional.
Kebangkrutan di dalam agama Islam juga dibahas dalam bentuk perintah untuk selalu berhati-hati dalam berkerja serta juga memperhatikan hasil kerja, dan Islam juga mengajarkan umatnya untuk tidak melakukan tindakan kezhalimannya kepada orang lain. Nabi Shallallahu „alaihi wa ssallam telah mengingatkan umatnya dalam sabda Beliau Shallallahu
„alaihi wa ssallam :
3
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat Radhiyallahu anhum menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.” Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku, (yaitu) orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala amalan) shalat, puasa dan zakat. Tetapi dia juga mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka” [HR.
Muslim, no. 2581].
Hadis nabi Muhammad SAW di atas menjelaskan bahwa kategori orang yang bangkrut yaitu adalah orang yang tidak punya uang dan barang. Keterkaitan hadis ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah apabila sebuah perusahaan yang meggalami kebangkrutan maka perusahaan tersebut tidak memiliki aset serta uang yang dapat membayar seluruh kewajiban yang ada pada perusahaannya.
Dalam Al Quran Allah SWT juga mengingatkan kepada manusia tentang system perniagaan atau berbisnis yang baik sehingga tidak mengalami kerugian yakni dalam QS faathir ayat 29:
َّ نِإ
َّ هيِذ ل َّٱ
َّ ت ي َّ
َّ نىُل
َّ تِك َّ
َّ ب
َِّ للّ َّٱ
َّْاىُما ق أ و َّ
َّٱ
َّ ى ل صل
َّ ةَّ
َّْاىُق فو أ و ا مِم َّ
َّ ق س ر َّ
َّ ى
َّ مُه
َّ ّزِس َّ
اَّ
َّ
َّ ت يِو لَ ع و
َّ ز ي َّ
َّ نىُج
َّ جِت َّ
َّ ة ز
َّ
ه ل
َّ رىُب ت َّ
َّ
٩٢
َّ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.”
Kaitan ayat ini dengan penelitan penulis lakukan yakni dalam hal sifat kehati-hatian dalam setiap melakukan perkerjaan dan dalam ayat ini juga di menjelaskan bahwa setiap orang islam selalu menafkakan sebagian dari rezeki mereka agar segala urusan di dunia di permudah oleh Allah SWT, setiap apa yang kita lakukan apabila itu baik akan dibalas oleh Allah
SWT ataupun sebaliknya. Dalam ayat ini juga membahas bagaimana perniagaan atau bisni kita bisa terhindar dari sesuatu hal yang dinamakan kerugian yakni dengan cara selalu menjaga sedekah, infak dan zakat dalam kehidupan.
Menurut J.E Boritz dalam (Purba, 2016, hal. 34) indikator- indikator yang membuat kebangkrutan atau kegagalan sebuah bisnis yakni, ekonomi makro indikator adalah rating bank dan GDP, industry indikator sifat opersi, manajemen indikator kurangnya perencanaan, keuangan indikatornya profitabilitas dan hutang, perubahan akuntansi indikatornya peningkatan laba dan kecurangan, operasi dan internal indikatornya pemasaran dan produksi, komunikasi indikatornya kreditur dan regulator, kontijensi adan eksternal indikatornya kompetisi dan risiko. Oleh sebab itu perushaan harus memperhatikan berbagai asapek dalam perusahaan sehingga perushaan bisa berada atau bisa terhindar dari kondisi kebangkrutan, aspek yang harus di perhatikan benar oleh perusahaan adalah aspek keuangan ini menetukan kelangsungan hidup sebuah perusahaan.
Kebangkrutan atau kepailitan suatu perusahaan biasanya diawali dengan kesulitan keuangan (financial distress) dan kesulitan ekonomi (economic distress) , financial distress yaitu sesuatu yang ditandai oleh adanya ketidakpastian profitabilitas pada masa yang akan datang dan perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya ketika harus dipenuhi walaupun total nilai aset melebihi kewajibannya, menurut (Rodoni, 2010, p. 172) Karen Wruck (1990) dalam Ross (2005) financial distress adalah situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak cukup, untuk memenuhi kewajiban perusahaan (seperti kredit perdagangan atau biaya bunga) dan perushaan ditekan untuk melakukan kegiatan perbaikan. Sedangkan economic distress yaitu perusahaan tidak mampu menutupi biaya sendiri.
Financial distress juga merupakan kondisi dimana adanya ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya yang telah jatuh tempo misalnya; hutang usaha, hutang pajak, hutang bank
5
jangka pendek.Brigham and Gapenski (1997)membagi definisi financial distress menjadi beberapa tipe yaitu economic failure, business failure, technical insolvency, insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy (Yuliastary & Wirakusuma, 2014, hal. 383). Financial distress juga dapat kita artikan sebagai kondisi dimana perusahaan mengalami penurunan laba secara terus-menerus atau berkepanjangan, sedangkan kebangkrutan diartikan sebagai kondisi dimana perusahan mengalami kerugian secara terus-menerus sehingga perusahaan tidak lagi mampu mejalankan proses produksi.
Kebangkrutan dapat diartikan sebagai sebuah kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pada waktu yang ditentukan atau jatuh tempo sehingga nantinya akan berdampak terhadap likuiditas perusahaan jika hal ini terus berlangsung maka hal ini akan menjadi awal kebangkrutan bagi sebuah perusahaan. Akan tetapi sebuah perusahaan baru dikatakan bangkrut apabila perusahaan mengalami kegagalan dalam menjalankan operasi untuk mecapai tujuannya.
Analisis mengenai kebangkrutan untuk sebuah perusahaan kita dapat menggunakan salah satu analisis rasio, analisis rasio adalah analisis yang dilakukan dengan cara membandingkan pos-pos tertentu dalam neraca maupun laba rugi. Terdapat bebagai alat yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan. Beberapa alat pendeteksi tersebut dihasilkan dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli yang memiliki perhatian terhadap kebangkrutan pada berbagai perusahaan di dunia.
Menurut (Rudianto, 2013, hal. 245)beberapa alat pendeteksi kebangkrutan tersebut antara lain adalah:
1) Altaman Z-Score 2) Springate Model 3) Zmijewski Model
Penelitian ini menggunakan tiga metode untuk meneliti kebangkrutan, kesehatan serta kelangsungan hidup di sebuah perusahaan Metode Altman Z-Score, Springate Score, Zmijewski Score . Metode
Altman Z-Score adalah metode untuk memprediksi going concern atau kelangsungan hidup sebuah perusahaan dengan cara mengabungkan atau mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dan pemberian bobot yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan demikian analisis dengan menggunakan metode Almant Z-Score ini dapat memprediksi kemungkinan kebangkrutan sebuah perusahaan (Rudianto, 2013, hal. 245).
Springate Score adalah metode untuk memprediksi keberlangsungan hidup perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dengan diberikan bobot yang berbeda satu dengan lainnya. Jadi, dengan metode Springate Score dapat diprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan (Rudianto, 2013, hal. 262).
Zmijewski Score adalah metode untuk memprediksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum yang memberikan bobot yang berbeda satu dengan lainnya. Dengan metode Zmijewski Score, dapat diprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan (Rudianto, 2013, hal. 264).
Semua perusahaan bisa mengalami kebangkrutan, baik itu perusahaan yang maju dan besar atau go publik mau perusahaan yang sedang berkembang serta perusahaan kecil sekalipun bisa mengalami kebangkrutan. Di Indonesia perusahaan-perusahaan yang telah go publik akan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sebuah perusahaan yang tergabung di BEI juga bisa mengalami kebangkrutan jika tidak mampu dalam mempertahankan going concern atau kelansungan perusahaannya.
Seringkali sebuah perusahaan akan mengalami permasalahan dalam hal keuangannya. Hal ini dapat kita perhatikan dari pendapatan yang di peroleh oleh perusahaan tersebut apakah mengalami laba atau rugi serta dalam kondisi stabil ataupun naik turun. Menurut Rudianto terdapat tiga jenis kegagalan dalam perusahaan, yaitu:
7
a) Perusahaan yang menghadapi technically insolvent, jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajianbannya yang segera jatuh tempo tetapi nilai aset perusahaan lebih tinggi dari pada utangnya.
b) Perusahaan yang menghadapi legally insolvent, jika nilai aset perusahaan lebih rendah dari pada nilai utang perusahaan.
c) Perusahaan yang menghadapi kebangkrutan, yaitu jika tidak dapat membayar utangnya dan oleh pengadilan dinyatakan pailit (Rudianto, 2013, hal. 252).
PT Indofarma Tbk adalah salah satu perusahaan Manufaktur yang tergabung pada sub sektor farmasi, serta salah satu perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan ini juga perusahaan yang sedang mengalami penurunan laba dan juga mengalami kerugian.
Berdasarkan pernyataan dari Rudianto diatas di asumsikan bahwa PT Indofarma Tbk ini tergolong kepada perusahaan yang sedang mengalami technically insolvent dikarenakan perusahaan tidak mampu menutupi kewajiban atau utangnya dari laba rugi usaha yang diperoleh oleh perusahaannya, serta nilai aset perushaan lebih tinggi dari pada utangnya.
Berdasarkan Website detik.com (Selasa, 29 Agustus 2017 16:37 WIB) mejelaskan bahwa PT Indofarma Tbk ini termasuk kepada dua puluh empat perusahaan BUMN yang mengalami kerugian. Dari dua puluh empat perusahaan yang mengalami kerugian ada empat perusahaan go public atau perusahaan yang terdaftar di BEI yang mengalami kerugian, salah satunya adalah PT Indofarma Tbk. PT Indofarama Tbk ini termasuk kepada perusahaan yang berada di bawah naungan BUMN yang mana perusahaan ini bergerak di bidang farmasi. Dari dua puluh empat perusahaan yang mengalami kerugian ini hanya ada satu perusahaan Manufaktur sub sektor farmasi yang mengalami kerugian yakni PT Indofarma Tbk. Sumber: www.detik.com .Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di PT Indofarma Tbk untuk mengetahui bagaimana kondisi perusahaan ini apakah dalam kondisi bangkrut, rawan (grey area), ataupun dalam kondisi sehat atau aman.
Berikut ini data yang penulis dapatkan dari laporan Kondisi keuangan PT Indofarma Tbk pada halaman selanjutnya:
Tabel 1.1
Laporan Kondisi Keuangan PT Indofarma Tbk Periode 2013-2017
(Dalam Rupiah)
Sumber: www. idx.co.id
Berdasarkan tabel 1.1 dapat kita ketahui bahwa penjualan bersih yang dilakukan oleh PT Indofarma Tbk mengalami kenaikan dari tahun 2013 sampai ke tahun 2016, pada tahun 2013 Rp. 1.337.498.191.710, tahun 2014 Rp. 1.381.436.578.115, 2015 Rp. 1.621.898.667.657, dan pada tahun 2016 Rp. 1.674.702.722.382. Namun pada 2017 mengalami penurunan pendapatan, pendapatan tahun 2017 Rp. 1.631.317.499.096.
Jumlah tersebut sangat jauh turun jika dibandingkan dengan 2016.
Begitu juga dengan laba / rugi yang di peroleh PT Indofarma Tbk di tahun 2013 mengalami kerugian sebesar Rp. 54.222.595.302 sedangkan ditahun 2014 dan 2015 memperoleh laba, ditahun 2014 laba sebesar Rp.
1.164.824.606 dan laba di tahun 2015 adalah Rp. 5.006.935.986, sedangkan pada tahun 2016 dan 2017 kembali lagi menggalami kerugian yakni 2016 kerugian sebesar Rp. 22.971.513.300 dan 2017 kerugian sebesar Rp. 49.347.182.927 , ditahun 2016 dan 2017 kerugian yang diperoleh oleh PT Indofarma terus mengalami peningkatan. Kerugian yang diperoleh oleh PT Indofarma ini disebabkan oleh turunnya pendapatan dan meningkatnya beban pokok penjualan, kedua hal ini mempengaruhi laba yang akan diperoleh perusahaan.
2013 1.294.510.669,195 703.717.301.306 590.793.367.889 1.337.498.191.710 (54.222.595.302) 2014 1.248.343.275.406 656.380.082.912 591.963.192.495 1.381.436.578.115 1.164.824.606 2015 1.533.708.564.241 940.999.674.778 592.708.889.463 1.621.898.667.657 5.006.935.986 2016 1.381.633.321.120 805.876.240.489 575.757.080.631 1.674.702.722.382 (22.971.513.300) 2017 1.529.874.782.290 1.003.464.884.586 526.409.897.704 1.631.317.499.096 (49.347.182.927)
Tahun Aset Liabilitas Ekuitas Pejualan Bersih Laba/ Rugi
9
Liabilitas yang dimiliki oleh PT Indofarma mengalami kondisi naik trun atau tidak stabil ini akan berdampak buruk bagi perusahaan tersebut.
Hal serupa terjadi dengan aset yang dimiliki oleh PT Indofarma mengalami kondisi naik trun atau tidak stabil. Apabila nilai aset suatu perushaan turun maka nilai perusahaan tersebut akan turun juga.
Sedangkan apabila kita perhatikan dari jumlah Ekuitas mengalami kenaikan, dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 dan pada tahun 2016 sampai ke tahun 2017 mengalami penurunan.
Berdasarkan keterangan tersebut dapat kita ketahui bahwa ditahun 2013, 2016 dan 2017 PT Indofarma mengalami kerugian. Kerugian yang di peroleh oleh perusahaan tersebut membuktikan bahwa pendapatan perusahaan tersebut tidak mampu menutupi biaya-biaya atau dengan kata lain perusahaan mengalami kegagalan ekonomi (economic distress) dan mengamai kerugian pada kegiatan uashanya. Kegagalan ekonomi dan kerugian yang diterima perusahaan ini termasuk kepada tanda-tanda perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan. Perusahaan yang mengalami kerugian dan pada akhirnya akan mengalami kebangkrutan.
Kebangkrutan akan muncul jika kerugian terus menerus terjadi pada perusahaan apabila jika tidak diatasi dengan cepat (Rudianto, 2013, hal.
251).
Selain itu, jika dilihat dari jumlah liabilitas PT indofarma Tbk jumlahnya selalu melebihi jumlah ekuitas. Sehingga apabila dilihat dari analisis menggunakan rasio solvabilitasnya, sejauh mana modal pemilik dapat menutupi utang-utangnya kepada pihak luar, jika membandingkan total liabilitas dengan total ekuitas menunjukan hasil bahwa total liabilitas dari tahun 2013-2017 selalu melebihi total ekuitas. Ini akan menunjukan keadaan perusahaan tidak sehat, apabila kita kaitkan dengan pendapat (Harahap, 2011, hal. 303) apabila semakin kecil tingkat rasionya maka semakin baik.
Dari fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penilitian pada PT Indofarma Tbk dengan judul “Analisis Tingkat Kebangkrutan Dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score,
Springate Score, dan Zmijewski Score Pada PT Indofarma Tbk Priode 2013-2017”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan dihalaman sebelumnya, masalah-masalah yang muncul antara lain:
1. Aset yang dimiliki oleh PT Indofarma Tbk mengalami kondisi naik turun atau tidak stabil.
2. Kewajiban atau liabilitas PT Indofarma mengalami kondisi naik turun atau tidak stabil.
3. Ekuitas yang dimiliki oleh PT Indofarma Tbk ditahun 2013 sampai 2015 mengalami kondisi naik , dari tahun 2016 dan 2017 mengalami penurunan kembali.
4. Tingkat kebangkrutan pada PT Indofarma Tbk periode 2013-2017 jika diukur menggunakan metode Altman Z-Score, Springate Score, dan Zmijewski Score.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dari halaman sebelumnya, yang menjadi batasan masalah dari penelitian ini adalah tingkat kebangkrutan pada PT Indofarma Tbk periode 2013-2017 jika diukur menggunakan metode Altman Z-Score, Springate Score, dan Zmijewski Score?
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana tingkat kebangkrutan pada PT Indofarma Tbk periode 2013-2017 jika diukur menggunakan metode Altman Z-Score, Springate Score, dan Zmijewski Score?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat kebangkrutan pada PT Indofarma Tbk periode 2013-
11
2017 diukur menggunakan metode Altman Z-Score, Springate Score, dan Zmijewski Score.
F. Manfaat dan Luaran Penelitian 1. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis
1) Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Syariah Konsentrasi Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar
2) Sebagai wadah untuk aplikasi teori-teori yang telah diperoleh di bangku perkuliahan dan dijadikan sebagai alat pembahasan.
b. Bagi Pihak Akademik
1) Untuk perkembangan ilmu pengetahuan serta bermanfaat sebagai dasar penelitian selanjutnya.
2) Sebagai tambahan wacana akademik di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.
c. Bagi Pihak Perusahaan dan Pemegang Saham
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam menganalisis kebangkrutan perusahaan dan sebagaisarana untuk mengidentifikasi serta dapat memperbaiki kondisi perusahaan sehingga pihak internal khususnya manajemen dapat mengambil tindakan cepat dan tepat yang berguna bagi perusahaannya.
2. Luaran Penelitian
Luaran penelitian ini bertujuan supaya skripsi ini dapat diterbitkan pada jurnal ilmiah sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya.
G. Definisi Operasional 1. Kebangkrutan
Kebangkrutan adalah suatu peristiwa yang terjadi di perusahaan yang disebabkan kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan
usahanya sehingga mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dari perusahaan tersebut, baik kegagalan ekonomi ataupun kegagalan keuangan.
2. Metode Almant Z-Score, Springate Score dan Zmijewski Score.
Metode Almant Z-Score metode yang digunakan untuk meramalkan atau memprediksi tingkat kebangkrutan dengan menghitung nilai dari beberapa rasio, lalu kemudian di masukan dalam suatu persamaan. Setelah itu hasil persamaan tersebut dibandingkan dengan kriteria penilaian tingkat kebangkrutan.
Metode Springate Score adalah metode untuk memprediksi keberlangsungan hidup perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dengan diberikan bobot yang berbeda satu dengan lainnya. Jadi, dengan metode Springate Score dapat diprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan.
Metode Zmijewski Score adalah metode untuk memprediksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum yang memberikan bobot yang berbeda satu dengan lainnya. Dengan metode Zmijewski Score, dapat diprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan.
13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Kebangkrutan
a. Pengertian kebangkrutan
Menurut (Rudianto, 2013, hal. 252) secara umum, kebangkrutan diartikan sebagai kekagalan perusahaan dalam menjalankan op erasi untuk mencapai tujuannya. Karena itu, penting sekali memahami berbagai jenis kegagalan yang mukin terjadi dalam sebuah perusahaan. Terdapat tiga jenis kegagalan dalam perusahaan, yaitu:
1) Perusahaan yang menghadapi technically insolvent, jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya yang sesuai jatuh tempo tetapi nilai aset perusahaan lebih tinggi dari pada utangnya.
2) Perusahaan yang menghadapi legally insolvent, jika nilai aset perusahaan lebih rendah dari pada nilai utang perusahaan.
3) Perusahaan yang menghadapi kebangkrutan, yaitu jika tidak dapat membayar utangnya dan oleh pengadilan dinyatakan pailit.
Secara umum, penyebab utama kegagalan sebuah perusahaan adalah menajemen yang kurang kompeten.
Menurut (Wulandari, 2017, hal. 17) menyatakan perusahaan dapat dikatakan bangkrut apabila perusahaan itu mengalami kesulitan yang ringan (seperti masalah likuiditas), dan sampai kesulitan yang lebih serius, yaitu solvable (utang lebih besar dibandingkan dengan asset).
Menurut (Buari , 2017, hal. 25 - 26) Kebangkrutan merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kebangkrutan adalah kondisi dimana
sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu mengoprasikan perusahaan dengan baik.
Prediksi kebangkrutan berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak yang berke pentingan tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan atau tidak dimasa yang akan datang. Bagi pemilik perusahaan dapat digunakan untuk memutuskan apakah ia akan tetap mempertahankan kepemilikannya di perusahaan atau menjualnya dan kemudian menanamkan modalnya di tempat lain. Sedangkan bagi pihak yang berada diluar perusahaan khususnya para investor untuk menilai kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan saat ini dan dimasa lalu serta sebagai pedoman mengenai kinerja perusahaan dimana perusahaan tersebut apakah akan berpotensi untuk bangkrut atau tidak.
Menurut Brigham dalam (Buari , 2017, hal. 25 - 26) kebangkrutan dapat diartikan dalam beberapa cara tergantung masalah yang dihadapi oleh perusahaan:
1) Kegagalan Ekonomi (Economic Failure) Kegagalan ekonomi mengindikasikan bahwa pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biaya totalnya, termasuk biaya modal. Perusahaan yang mengalami kegagalan ekonomi dapat terus beroperasi selama pemilik perusahaan bersedia mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih rendah.
2) Kegagalan Usaha (Business Failure) Istilah business failure digunakan untuk mengelompokkan kegiatan bisnis yang telah menghentikan operasinya kemudian berakibat kerugian bagi para kreditur. Namun, tidak semua perusahaan yang menutup usahanya dianggap gagal.
3) Insolvensi Teknis (Technical Insolvency) Perusahaan dianggap mengalami insolvensi teknis jika tidak mampu membayar kewajibajangka pendek pada saat jatuh tempo. Insolvensi teknis mengindikasikan tingkat likuiditas yang sangat rendah
15
dan mungkin hanya bersifat sementara. Perusahaan juga dimungkinkan untuk meningkatkan jumlah kas dan membayar kewajibannya sehingga masih dapat tetap bertahan. Insolvensi dalam Kebangkutan (Insolvency in Bankruptcy) Hal ini terjadketika kewajiban total perusahaan melebihi nilai total aktivanya. Kondisi ini jauh lebih serius dari insolvesi teknis dan cenderung mengarah pada likuidasi.
4) Kebangkrutan secara Resmi (Legal Bankruptcy) Meskipun istilah bangkrut diperuntukkan bagi perusahaan yang mengalami kegagalan usaha, perusahaan tidak akan secara resmi dinyatakan bangkrut kecuali:
a) Perusahaan mengalami kebangkrutan berdasarkan kriteria yang dibuat oleh Federal Bankruptcy Act (undang-undang kebangkrutan).
b) Telah dinyatakan bangkrut oleh pengadilan.
Menurut Benard Valley dalam (Purba, 2016, hal. 37 - 38) menyebutkan bahwa terdapat banyak alasan mengapa suatu entitas bisnis mengalami kegagalan bisnis atau bangkrut sebagaimana yang dialami oleh perusahaan di Amerika serikat berkut adalah alasannya:
a) Manajemen resiko keuangan yang tidak efektif.
b) Manajemen modal kerja yang tidak efektif yang mengakibatkan perusahaan tidak likuit.
c) Pengawasan anggaran dan perencanaan keuangan yang tidak memadai.
d) Kecurangan.
e) Corporate governance yang tiak memadai.
f) Hilangnya karyawan atau staf kunci perusahaan.
g) Lemahanya hubungan industry.
h) Ketergantungan yang besar pada satu pemasok.
i) Perubahan regulasi.
j) Masalah kualitas.
k) Masuknya perusahaan pesaing baru.
l) Keusangan teknologi.
m) Kehilangan pelanggan dan pangsa pasar.
n) Kegagalan marger dan akuisisi.
o) Kegagalan dalam penelitian dan pengembangan.
Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian yaitu (Purwanti, 2016, hal. 28 - 29):
a) Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed) berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri.
b) Kegagalan Keuangan (Financial Distressed) mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagian asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed. Kegagalan keuangan bisa juga diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham.
c) Kebangkrutan merupakan kesulitan keuangan yang parah yang bisa digambarkan diantara dua titik ekstrem yaitu kesulitan likuiditas jangka pendek(yang paling ringan) sampai insovabel (yang paling parah).
d) Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidak cukupan dana untuk menjalankan usahanya.
Menurut Prihadi (2008: 177) dalam (Buari , 2017, hal. 25) Kebangkrutan merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kebangkrutan adalah kondisi dimana sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu mengoprasikan perusahaan dengan baik. Prediksi kebangkrutan berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak
17
yang berkepentingan tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan atau tidak dimasa yang akan datang.
Bagi pemilik perusahaan dapat digunakan untuk memutuskan apakah ia akan tetap mempertahankan kepemilikannya di perusahaan atau menjualnya dan kemudian menanamkan modalnya di tempat lain. Sedangkan bagi pihak yang berada diluar perusahaan khususnya para investor untuk menilai kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan saat ini dan dimasa lalu serta sebagai pedoman mengenai kinerja perusahaan dimana perusahaan tersebut apakah akan berpotensi untuk bangkrut atau tidak (Buari , 2017, hal. 26).
b. Manfaat Informasi Kebangrutan
Kebangrutan merupakan akumulasi dari kesalahan pengelolaan perusahaan dalam jangka panjang. Karena itu, diperlukan alat untuk mendeteksi potensi kebangrutan yang mungkin dialami perusahaan. Analisis kebangrutan diperlukan untuk memperoleh peringatan awal kebangrutan. Alat pendeteksi dini kebangrutan dibutuhkan untuk melihat tanda-tanda awal kebangrutan. Alat pendeteksi kebangrutan akan memberikan informasi kepada berbagai pihak yang terkait dengan perusahaan tersebut. Menurut (Rudianto, 2013, hal. 253) informasi kebangrutan sangat bermanfaat bagi beberapa pihak berikut ini:
1. Manajemen
Apabila manajemen perusahaan bisa mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangrutan lebih awal, maka tindakan pencegahan bisa dilakukan. Berbagai aktivitas atau biaya yang dianggap dapat menyebabkan kebangrutan akan dihilangkan atau diminimalkan. Langkah pencegahan kebangrutan yang merupakan tindakan akhir penyelamatan yang dapat dilakukan bisa berupa merger atau testrukturisasi keuangan.
2. Pemberi pinjaman (kreditor)
Informasi kebangrutadn perusahaan bisa bermanfaat bagi sebuah badan uasaha yang berposisi sebagai kreditor untuk mengambila aaakeputusan mengenai diberikan-tidaknya pinjaman kepada perusahaan tersebut. Pada langkah berikutnya, informasi tersebut berguna untuk memonitor pinjaman yang telah diberikan.
3. Investor
Informasi kebangrutan perusahaan bisa bermanfaat bagi sebuah badan usaha yang berposisi sebagai investor perusahaan. Jika perusahaan investor berniat membeli saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan yang telah dideteksi kemungkinan kebangkrutannya, maka perusahaan calon investor itu dapat memutuskan membeli atau tidak surat berharga yang dikeluarkan perusahaan tersebut.
4. Pemerintah
Pada beberapa sector usaha, lembaga pemerintah bertanggung jawab mengawasi jalannya usaha tersebut. Pemerintah juga mempunyai badan usaha yang harus selalu diawasi. Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangrutan lebih awal supaya tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.
5. Akuntan public
Akuntan public perlu menilai potensi keberlangsungan hidup badan usaha yang sedang diauditnya, karena akuntan akan menilai kemampuan going concern.
c. Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan
Menurut J.E Boritz dalam (Purba, 2016, hal. 34) indikator- indikator yang membuat kebangkrutan atau kegagalan sebuah bisnis yakni, ekonomi makro indikator adalah rating bank dan GDP, industry indikator sifat opersi, manajemen indikator kurangnya perencanaan, keungan indikatornya profitabilitas dan hutang, perubahan akuntansi indikatornya peningkatan laba dan
19
kecurangan, operasi dan internal indikatornya pemasaran dan produksi, komunikasi indikatornya kreditur dan regulator, kontijensi adan eksternal indikatornya kompetisi dan risiko.
Menurut (Wulandari, 2017, hal. 17) penelitian yang dilakukan oleh Mar‟ati, Suhadak dan Rustam pada tahun 2014 menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan adalah:
1) Faktor Umum
a) Faktor ekonomi, dari gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan serta suku bunga.
b) Faktor sosial, adanya perubahan gaya hidup masyarakat serta kerusuhan atau kekacauan yang terjadi di masyarakat.
c) Faktor teknologi, dimana adanya pembengkakan biaya yang ditanggung oleh perusahaan karena sistem tidak terpadu dan pengguna yang kurang profesional.
d) Faktor pemerintah, dimana kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan industri dan kebijakan undang-undang baru.
2) Faktor Eksternal
a) Faktor pelanggan, dimana untuk menghindari kehilangan konsumen perusahaan harus melakukan identifikasi sifat konsumen juga menciptakan peluang mendapatkan konsumen baru.
b) Faktor pemasok/kreditor, dimana kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman yang tergantung pada kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditan suatu perusahaan.
c) Faktor pesaing, dimana menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada konsumen.
3) Faktor Internal yang meliputi dari terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah, manajemen yang tidak efisien, penyalahgunaan wewenang dan kecurangan.
2. Metode Altman Z-Score, Springate Score dan Zmijewski Score a. Metode Altman Z-Score
1) Pengertian Metode Altman Z-Score
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji manfaat yang bisa dipetik dari analisis rasio keuangan.
Edward I Altman di New York University, adalah salah satu peneliti awal yang mengkaji pemanfaatan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan sebauah perushaan. Hasil penelitian yang dilakukan Atlman menghasilkan rumus yang disebut Z-score. Rumus ini adalah model rasio yang menggunakan multiple discriminate analysis (MDA). Dalam mode MDA diperlukan lebih dari satu rasio keuangan yang berkaitan dengan kebangkrutan perusahaan untuk memebentuk suatu model komprehensif. Dengan menggunakan analisis diskriminan, fungsi diskriminan akhir digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan berdasarkan rasio-rasio keuangan yang dipakai sebagai variabelnya.
Analisis Z-score adalah meode untuk memprediksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dan pemberian bobot yang berbeda satu dengan lainnya. Itu berarti, dengan metode Z-score dapat diprediksi kemungkinan kebangrutan suatu perusahaan (Rudianto, 2013, hal. 254).
Menurut (Aminah, 2013, hal. 2) Model Z - Score adalah suatu alat yang digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan suatu perusahaan dengan menghitung nilai dari beberapa rasio lalu kemudian dimasukkan dalam suatu persamaan diskriminan.
Menurut Toto dalam (Susanti, 2016, hal. 803), kebangkrutan (bank-cruptcy) merupakan: Kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya.
21
Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan keuangan dianalisis secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu. Rasio keuangan dapat digunakan sebagai indikasi adanya kebangkrutan di perusahaan”.
Beberapa ahli pernah mengembangkan model keuangan untuk mengukur tingkat kegagalan usaha. Model keuangan ini pada dasarnya banyak menggunakan kombinasi rasio-rasio keuangan untuk menghasilkan skor tertentu. Para ahli tersebut adalah Edward Altman, Ohlson dan Zmijewski.
Financial distress model tidak dapat dijadikan kesimpulan bagi auditor eksternal, melainkan hanyalah sebagai alat bantu.
Namun dari sedemikian banyak financial distress model yang pernah dikembangkan, Z-Score Model yang dikembangkan oleh Edward Altman adalah model yang dianggap paling akurat dalam memprediksi kegagalan usaha (Marisi P, 2016, p73).
2) Analisis Metode Altman Z-Score
Menurut (Hanafi, 2007, hal. 287) analisis kebangkrutan Z-Score adalah suatu alat yang digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan suatu perusahaan dengan menghitung nilai dari beberapa rasio kemudian dimasukan kedalam suatu persamaan.
Model Altman dikenal dengan model Z-Score, karena pada dasarnya model prediksi ini adalah menghitung jumlah total nilai Z dari hasil penjumlahan 5 variabel, dimana masing- masing variabel dikalikan konstanta (bobot) yang telah ditentukan sebelumnya. Nilai yang didapat dari hasil perhitungan, kemudian disesuaikan dengan indeks (cut off) yang telah ditentukan untuk menentukan klasifikasi dari perusahaan tersebut.
Tujuan dari menghitung nilai Z adalah untuk memperingatkan adanya problem keuangan yang membutuhkan perhatian serius dan pengarahan. Bila nilai Z lebih rendah dari yang diharapkan, maka kita dapat memulai memeriksa apa yang menjadi penyebabnya. Hal yang menarik dari Z-score adalah keandalannya sebagai alat analisis sebagai alat analisis tanpa memperhatikan ukuran perusahaan.
Meskipun misalnya perusahaan sangat makmur. Namun, bila Z-score mulai turun dengan tajam, lonceng peringatan harus berdering. Atau apabila perusahaan baru saja survive, Z-score bisa digunakan untuk digunakan untuk mengevaluasi dampak yang telah diperhitungkan dari perubahan upaya manajemen perusahaan (Sarwani & Rasidah, 2008, hal. 203).
Menurut (Rudianto, 2013, hal. 245) rumus Z-score pertama dihasilkan altman pada tahun 1968. Rumus ini dihasilkan dari penelitian atas berbagai perusahaan manufaktur di amerika serikat yang menjual sahamnya di bursa efek. Karena itu, rumus tersebut lebih cocok digunakan untuk memprediksi keberlangsungan usaha perusahaan- perusahaan manufaktur yang go public. Rumus pertama tersebut adalah sebagai berikut:
Perusahaan yang go Public:
Zi = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Dimana:
Zi = Index Keseluruhan
X1 = (Aktiva Lancar – Hutang Lancar) / Total Aktiva X2 = Laba Ditahan / Total aset
X3 = Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset
X4= Nilai Pasar Saham Bisa dan Preferen / Nilai Buku Total Hutang
X5 = Penjualan / Total Aset
23
Anggka 1,2 1,4 3,3 0,6 1,0 merupakan anggka konstanta yang telah ditetapkan oleh Altmant.
Dalam metode Altman sendiri menerapkan tiga kelompok besar rasio yakni:
1) Rasio Likuiditas yang terdapat pada X1
2) Rasio Profitabilitas yang terdapat pada X2 dan X3 3) Rasio Aktivitas yang terdapat pada X4 dan X5
Menurut (Rudianto, 2013, hal. 255 - 256) Z-Score model menggunakan kombinasi dari beberapa rumus analisa rasio, berikut ini uraian dan beserta rumus dari rasio-rasionya:
a. Rasio X1 (Modal Kerja : Total Aset)
Mengukur likuiditas dengan membandingkan aset likuid bersih dengan total aset. Aset likuid bersih atau modal kerja didefinisikan sebagai aset lancar dikurangi total kewajiban lancar (aset lancar-utang lancar). Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat ketimbang total aset sehingga menyebabkan rasio ini turun.
Rumus:
b. Rasio X2 (Laba Ditahan : Total Aset)
Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang mendeteksi kemempuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio ini mengukur besarnya kemampuan suaru perusahaan dalam memperoleh keuntungan, ditinjau dari kemampuan perusahaan bersangkutan dalam memperoleh laba dibandingkan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha atau dengan kata lain, rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh
terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi semakin mungkin memperbesar akumulasi laba ditahan. Hal ini menyebabkan perusahaan yang relatif masih muda akan menunjukkan hasil rasio yang lebih rendah, kecuali yang labanya sangat besar pada awal berdirinya. Beberapa manfaat rasio profitabilitas adalah:
1) Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode
2) Mengetahui laba perusahaan tahun sebelumnya dan tahun sekarang
3) Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu 4) Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan
modal sendiri
5) Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Rumus:
c. Rasio X3 (EBIT : Total aset)
Rasio ini mengukur profitabilitas, yaitu tingkat pengembalian atas aset, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and tax) tahunan perusahaan dengan total aset pada neraca akhir tahun. Rasio ini menjelaskan pentingnya pencapaian laba perusahaan terutama dalam rangka memenuhi kewajiban bunga para investor. Kemampuan untuk bertahan sangat tergantung pada earning power asetnya. Karena itu, rasio ini sangat sesuai digunakan dalam menganalisis risiko kebangrutan.
Rumus:
25
d. Rasio X4 (nilai saham : total uang)
Rasio ini merupakan kebalikan dari utang per modal sendiri (DER = debit to equity ratio) yang lebih terkenal.
Nilai modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaa dikalikan dengan pasar saham per lembar sahamnya (jumlah lembar saham x harga pasar saham per lembar). Umumnya, perusahaan- perusahaan yang gagal akan mengakumulasikan lebih banyak utang dibandingkan modal sendiri.
Rumus:
e. Rasio X5 (penjualan : total aset)
Rasio ini mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakna aset untuk menghasilkan penjualan yang merupakan operasi inti dari perusahaan untuk dapat menjaga kelangsungan hidupnya.
Rumus:
Hasil perhitungan dengan menggunakan Z-Score tersebut akan menghasilkan skor yang berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Skor tersebut harus dibandingkan dengan standar penilaian berikut ini untuk menilai keberlangsungan hidup perushaaan (Rudianto, 2013, hal. 256).
Z > 2,99 Mengindikasikan prediksi tidak pailit (aman) kemungkinan perushaan dalam kondisi sehat.
1,81 < Z < 2,99 Mengindikasikan Gery area artinya
perusahaan dalam kondisi rawan, perusahaan mengalami masalah keuangan sehingga di butuhkan penanganan yang cepat
Z < 1,81 Mengindikasikan prediksi pailit, dalam kondisi berbahaya atau Bangkrut (mengalami kondisi keuangan yang tinggi)
b. Model Springate Score
Springate Score adalah metode untuk memprediksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dengan diberikan bobot yang berbeda satu dengan lainnya. Jadi, dengan metode Springate Score dapat diprediksi kemungkinan kebangkrutan perusahaan untuk membentuk suatu model yang baik.
Springate Score dihasilkan oleh Gordon L.V. Springate pada tahun 1978 sebagai pengembangan dari Altman Z-Score.
Springate Score adalah model rasio yang menggunakan multiple discriminate analysis (MDA). Dalam metode MDA diperlukan lebih dari satu rasio keuangan yang berkaitan dengan kebangkrutan perusahaan untuk membentuk suatu model yang baik.
Untuk menentukan rasio-rasio mana saja yang dapat mendeteksi kemungkinan kebangkrutan, Springate menggunakan MDA untuk memilih 4 rasio dari 19 rasio keuangan yang populer dalam literatur-literatur, yang mampu membedakan dengan baik antara sinyal usaha yang pailit dan tidak pailit. Model ini menekankan pada profitabilitas sebagai komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan.
27
1 Modal erja Total set
Hasil penelitian tersebut menghasilkan rumus Springate Score untuk berbagai jenis perusahaan sebagai berikut (Rudianto, 2013, hal. 262):
Z: 1,03X1 + 3,07X2 + 0,66X3 + 0,4X4 Di mana:
Hasil perhitiungan dengan menggunakan Springate Score tersebut akan menghasilkan skor yang bebrbeda antra satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Skor tersebut harus dibandingkan dengan standar penilaian berikut ini untuk menilai kelangsungan hidup perusahaan tersebut (Rudianto, 2013, hal.
262):
Z > 0,862 Perusahaan Sehat
Z< 0,862 Perusahaan berpotensi bangkrut Jika nilai Z diatas 0,862 maka perusahaan diklasifikasikan masih dalam kategori sehat. Jika nilai Z di bawah 0,862 maka perusahaan dinilai berada dalam bahaya kebangkrutan.
Modal kerja dihitung dengan cara mengurangkan total aset lancar dengan total kewajiban lancar yang dimilikinya (Aset
Lancar – Uatang Lancar). EBIT (Earning Before Interest Tax) diperoleh dengan menambahkan laba (rugi) bersih dengan jumlah pajak yang dibayar dan jumlah bunga yang dibayar (laba bersih + pajak +bunga). EBT (Earning Before Tax) di peroleh dari menambahkan laba (rugi) bersih dengan jumlah pajak yang dibayar (laba bersih + pajak) (Rudianto, 2013, hal. 263).
c. Model Zmijewski Score
Mark Zmijewski juga melakukan penelitian untuk memprediksi keberlangsungan hidup sebuah badan usaha. Dari hasil penelitiannya Zmijewski menghasilkan rumus yang dapat digunakan untuk memperdiksi potensi kebankrutan perushaan yang disebut sebagai Zmijewski Score. Model ini dihasilkan oleh Zmijewski pada tahun 1984 sebagai pengembangan dari berbagai model yang ada sebelumnya, Zmijewski Score adalah model rasio yang menggunakan multiple discriminate analysis (MDA). Dalam metode MDA ini diperlukan lebih dari satu rasio keuangan yang berkaitan dengan kebangkrutan perusahaan untuk membentuk model yang baik.
Zmijewski Score adalah metode untuk memperdiksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan umum yang memberikan bobot yang berbeda satu dengan yang lainnya. Itu berarti, dengan metode Zmijewski Score dapat diprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan. Zmijewski menggunakan analisis rasio yang mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas perusahaan untuk model prediksi kebangkrutan yang dibangunnya. Model ini menekankan pada jumlah utang sebagai komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan (Rudianto, 2013, hal. 264).
Metode kebangkrutan Zmijewski rasio keuangan yang dipilih adalah rasio-rasio keuangan terdahulu dan diambil sampel
29
sebanyak 75 perusahaan yang bangkrut, serta 73 perusahaan yang sehat selama tahun 1972 sampai dengan 1978, indikator F-test terhadap rasio-rasio kelompok rate of return, liquidity, leverage, turnover, fixed payment coverage, trends, firm size, dan stock return volatility, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang sehat dan yang tidak sehat (Yuliastary &
Wirakusuma, 2014, hal. 385).
Menurut (Rudianto, 2013, hal. 264) Hasil penelitian tersebut menghasilkan rumus Zmijewski Score untuk berbagai jenis perusahaan, seperti terlihat berikut:
Z= - 4,3 – 4,5 X1 + 5,7 X2 – 0,004 X3 Dimana:
1 aba ersih Total set
2 Total Utang Total set
3 set ancar
Kriteria yang digunakan metode ini adalah semakin besar hasil yang di dapat dengan rumus tersebut berarti semakin besar pula potensi kebangkrutan perusahaan bersangkutan. Dengan kata lain, jika perhitungan dengan menggunakan metode Zmijewski Score menghasilkan nilai Z yang bernilai nilai positif, maka perusahaan berpotensi bangkrut. Semakin besar nilai positifnya, semakin besar pula potensi kebangkrutannya. Sebaliknya, apabila perhitungan dengan menggunakan metode Zmijewski Score menghasilkan nilai negative, maka perusahaan tidak berpotensi bangkrut.
Metode ini menekankan pada jumlah utang sebagai komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan.
Sedangkan model Springate dan Altman lebih menekankan pada profitabilitas sebagai komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan (Rudianto, 2013, hal. 265).
Dimana:
X1 = Laba Bersih : Total Aset = ROA X2 = Total Utang : Total Aset = Debet Ratio X3 = Aset Lancar : Utang Lancar = Liquidity Ratio
Untuk memperoleh X1 yang merupakan ROA (retun on asset) dihitung dengan membagi laba bersih dengan total aset yang digunakan pada tahun tersebut. Sedangkan X2 yang merupakan debt ratio dihitung dengan memebagi total uatang dengan total aset perusahaan, dan X3 yang merupakan rasio likuiditas diperoleh dengan membagi aset lancar dengan uatang lancar yang dimiliki (Rudianto, 2013, hal. 265).
3. Analisis Rasio Keuangan
a. Pengertian Analisis Rasio Keuangan
Menurut (Subramanyam, 2017, hal. 36) analisis rasio adalah salah satu hal yang paling populer dan banyak digunakan untuk menganalisis data keuangan. Suatu rasio akan bermanfaat apabila ratio tersebut memang memperlihatan suatu hubungan yang mempunyai makna.
Ratio merupakan teknik analisis laporan keuangan yang paling banyak digunakan. Ratio ini merupakan alat analisis yang dapat memberikan jalan keluar dan menggambarkan simptom (gejala-gejala yang tampak) suatu keadaan. Analisis ratio dapat menyikap hubungan dan sekaligus menjadi dasar pembandingan yang menunjukkan kondisi atau kecendrungan yang tidak dapat dideteksi bila hanya melihat komponen-komponen ratio itu sendiri.
Sedangkan menurut (Fahmi, 2013, hal. 70) rasio (Ratio) disebut sebagai perbandingan jumlah, dari satu jumlah dengan jumlah yang lain kemudian dilihat perbandingannya dengan
31
harapan nantinya akan ditemukan jawaban yang selanjutnya dijadikan bahan kajiaan untuk dianalisis dan diputuskan.
Analisis rasio keuangan atai financial ratio sangat penting gunanya untuk melakukan analisis terhadap kondisi keuangan perusahaan. Bagi investor jangka pendek dan menegah pada umumnya lebih bayak tertarik kepada kondisi kuangan jangka pendek dan kemampuan perushaan untuk membayar deviden yang memadai. Informasi tersebut dapat diketahui dengan cara yang lebih sederhana yaitu dengan menghitung rasio-rasio keuangan yang sesuai denga keinginan (Fahmi, 2013, hal. 170).
Menurut (Lestari, 2006, hal. 51)analisis rasio keuangan merupakan suatu proses untuk menilai kemampuan perusahaan di dalam melakukan operasionalnya yang berkesinambungan.
Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisa laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) selama dua tahun, gunamenilai kinerja keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini dan prospeknyadi masa yang akan datang.
b. Manfaat Analisis Rasio keuangan
Adapun manfaat yang dapat di ambil dengan mempergunakan rasio keuangan yaitu (Fahmi, 2013, hal. 173):
1) Analisis rasio sangat bermafaat untuk dijadikan sebagai alat menilai kinerja dan prestasi perusahaan.
2) Analisis rasio sangat bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai rujukan untuk membuat perencanaan.
3) Analisis rasio keungan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi suatu perusahaan dari perspektif keuangan.
4) Analisis rasio juga bermafaat bagi para kreditor dapat digunakan untuk memperkirakan potensi resiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok jaminan.
5) Analisis rasio keungan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak stakeholder organisasi.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Dari penelitian yang penulis lakukan mengenai analisis tingkat kebankrutan dengan menggunakan metode altman Z-score, ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan diantaranya penelitian yang dilakukan Fitria Wulandari, Burhanudin, dan Rochmi Widayanti Fakultas Ekonomi Universitas Islam Batik Surakarta (Juni 2017) yang mengguji analisis prediksi kebangkrutan menggunakan metode Altman (Z-Score) pada perusahaan Farmasi (studi kasus pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015), Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah perusahaan yang diteliti dan metode yang dipakai, penulis menggunakan tiga metode dalam menaganalisis kebangkrutan sebuah perusahaan yakni metode Altman Z-Score, Springate Score, Zmijewski Score . Hasil penelitian ini adalah:
1) Hasil dari analisis kebangkrutan mengunakan metode Altman (Z- Score) pada tahun 2011 sampai dengan 2015 kelima perusahaan farmasi yaitu PT Kimia Farma (Persero) Tbk, PT Kalbe Farma Tbk, PT Tempo Scan Pasific Tbk, PT Darya-Varia Laboratoria Tbk dan PT Merck Tbk berada dalam kategori sehat atau tidak bangkrut, karena ditinjau dari nilai Z-Score seluruh perusahaan menunjukkan hasil melebihi standart Z-Score yaitu 2,99 serta tidak ada nilai rasio yang bernilai negatif, hal ini menunjukkan kinerja keuangan perusahaan tersebut baik.
2) Dari kelima perusahaan farmasi yang dianalisis diperoleh hasil bahwa PT Merck Tbk pada tahun 2011, 2013 dan tahun 2014 memiliki nilai Z-Score paling tinggi yaitu sebesar 8,45, 6,3 dan 5,93.
3) PT Kalbe Farma Tbk pada tahun 2012 dan tahun 2015 memiliki nilai Z-Score paling tinggi yaitu sebesar 6,08 dan 5,92.
33
Penelitian yang dilakukan oleh Endang Purwanti (Juni 2016), yang menguji analisis perbedaan model Altman Z-Score dan model Springate Score dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan pertambangan di Indonesia (studi empiris pada perusahaan pertambangan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah perusahaan yang diteliti dan model yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan dua metode yakni metode Altman Z-Score dan model Springate. Penelitian yang penulis lakukan menggunakan tiga metode yakni Altman Z-Score, Springate Score, Zmijewski Score. Hasil dari penelitian ini adalah:
1) Hasil penelitian dengan menggunakan model Altman dari empat perusahaan, ada satu perusahaan yang diprediksi bangkrut yaitu PT Antam Tbk, sedangkan yang tiga perusahaan diprediksi tidak bangkrut yaitu PT Adaro Energy Tbk, PT Vale Indonesia Tbk, PT Timah (persero) Tbk. Kondisi ini dapat disimpulkan bahwa dengan model Alman tiga perusahaan mempunyai kinerja keuangan yang baik, sedangkan satu perusahaan yaitu PT Antam Tbk harus dapat meningkatkan kinerja keuangan untuk dapat terlepas dari kebangkrutan, kinerja keuangan dapat ditingkatkan dengan mengurangi hutang sehingga beban bunga berkurang yang dapat berdampak pada kenaikan laba, atau adanya efisiensi dalam biaya- biaya yang dikeluarkan.
2) Hasil penelitian dengan menggunakan model Springate dari empat perusahaan ada dua perusahaan yang prediksi bangkrut yaitu PT Antam Tbk dan PT Vale Indonesia Tbk, sedangkan yang dua perusahaan diprediksi tidak bangkrut yaitu PT Adaro Energy Tbk, PT Timah (persero) Tbk. Dengan model Springate diperoleh prediksi bangkrut ada dua perusahaan, artinya ada dua perusahaan yaitu PT.Antam Tbk dan PT Vale Indoesia Tbk mempunyai kinerja keuangan tidak baik.
3) Dengan menggunakan model Z Score Altman dan model Springate dari empat perusahaan pertambangan yaitu PT Adro Energy Tbk, PT
Antam Tbk, PT Vale Indonesia Tbk dan PT Timah (persero), ada perbedaan hasil nilai prediksi yaitu model Alman hanya ada satu perusahaan prediksi bangkrut sedangkan model springate ada dua perusahaan prediksi bangkrut.
4) Dengan uji paired sampel test diperoleh hasil ada perbedaan nilai Zscore Alman dengan nilai Sscore Springate dalam memprediksi kebangkrutan. Perbedaan disebabkan karena adanya perbedaan variabel yang digunakan dalam analisis. Model Z-score Alman menggunakan lima variabel sedangkan model Sscore Springate menggunakan empat variabel. Model Alman menggunakan Market Value of Equity yang dapat menunjukan kinerja manejerial dari suatu perusahaan. hal ini penting bagi pemegang saham karena dapat memprediksi harga saham.
5) Dari hasil analisis dan uji beda yang dilakukan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa model Z Score Alman adalah model yang lebih tepat untuk digunakan dalam memprediksi kebangkrutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Diah Isti Ridha Buari, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Batik Surakarta (Maret 2017) yang mengguji analisis tingkat kebangkrutan pada perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (studi pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2013-2015), Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah perusahaan yang diteliti beserta metode yang digunkan penulis menggunakan tiga metode dalam menganalisis tingkat kebangkrutan yakni medel Altman Z-Score, Springate Score, Zmijewski Score. Hasil dari penelitian ini adalah:
1) Hasil dari analisis kebangkrutan menggunakan metode Altman Z- Score pada tahun 2013. Terdapat dua perusahaan yang berada pada kondisi rawan kebangkrutan yaitu PT. Mayora Indah Tbk dan PT Indofood Sukses Makmur. Dua perusahaan yang berada pada kondisi sehat (tidak bangkrut) yaitu PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk dan PT. Ultra Jaya Milk Industry and Trading Company Tbk.
35
2) Hasil dari analisis kebangkrutan menggunakan metode Altman Z- Score pada tahun 2014. Terdapat dua perusahaan yang berada pada kondisi rawan kebangkrutan yaitu PT. Mayora Indah Tbk dan PT Indofood Sukses Makmur. Dua perusahaan yang berada pada kondisi sehat (tidak bangkrut) yaitu PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk dan PT. Ultra Jaya Milk Industry and Trading Company Tbk.
3) Hasil dari analisis kebangkrutan menggunakan metode Altman Z- Score pada tahun 2015. Terdapat satu perusahaan yang berada pada kondisi rawan kebangkrutan yaitu PT Indofood Sukses Makmur. Tiga perusahaan yang berada pada kondisi sehat (tidak bangkrut) yaitu PT.
Mayora Indah Tbk, PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk dan PT. Ultra Jaya Milk Industry and Trading Company Tbk.
C. Kerangka Berfikir
PT Indofarma Tbk adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang farmasi, serta salah satu perusahaan yang terdaftar di BEI dan perusahaan ini juga perusahaan yang sedang mengalami penurunan laba dan juga mengalami kerugian.
Menurut Website detik.com (Selasa, 29 Agustus 2017 16:37 WIB) mejelaskan bahwa PT Indofarma Tbk ini termasuk kepada dua puluh empat perusahaan BUMN yang mengalami kerugian. Dari dua puluh empat perusahaan yang mengalami kerugian ada empat perusahaan go public atau perusahaan yang terdaftar di BEI yang mengalami kerugian, salah satunya adalah PT Indofarma Tbk.PT Indofarama Tbk ini termasuk kepada perusahaan yang berada di bawah naungan BUMN yang mana perusahaan ini bergerak di bidang farmasi. Dari dua puluh empat perushaan yang mengalami kerugian ini hanya ada satu perusahaan farmasi yang mengalami kerugian yakni PT Indofarma Tbk.