• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII PENUTUP. A. Kesimpulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB VII PENUTUP. A. Kesimpulan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

323 BAB VII PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pertimbangan hakim Pengadilan tindak pidana korupsi dalam mempertimbangkan ajaran sifat melawan hukum setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006 adalah bahwa hakim Pengadilan tindak pidana korupsi dalam mempertimbangkan ajaran melawan hukum dalam perkara korupsi ada yang mentaati (bagi hakim yang beraliran formal dan ada pula yang tidak mentaati (bagi hakim yang beraliran materiil) artinya hakim menggunakan asas kemandirian hakim yang tertuang dalam Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.

2. Faktor yang mempengaruhi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 03/PUU- IV/2006 menyebabkan belum efektif secara maksimal dalam pemberantasan tindak pidana korupsi karena :

a. Putusan MK No. 003/PUU-IV/2006 Menyebabkan Terjadinya Pergeseran Asas Legalitas dari Legalitas Materiil ke Legalitas Formil;

b. Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 Jo. UU No. 20 tahun 2001 Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat justru Menimbulkan Kekaburan Makna “melawan hukum”;

c. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 03/PUU-IV/2006 yang Mendasarkan pada Asas Legalitas yang dianut oleh Pasal 1 Ayat 1 KUHP Justru Bertentangan dengan Asas dalam sistem Hukum Pidana Indonesia;

commit to user

(2)

d. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 03/PUU-IV/2006 menyebabkan Aparatur Penegak Hukum harus Bekerja Ekstra Karena Perbuatan Yang Disangkakan Sebagai Tindak Pidana Korupsi Harus Memenuhi Unsur Formal yang Begitu Terbatas.

e. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 03/PUU-IV/2006 tidak Begitu Saja diikuti Oleh Hakim dalam Memeriksa Perkara Korupsi.

Tidak efektifnya pemberantasan tindak pidana korupsi setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 03/PUU-IV/2006 disebabkan asas legalitas formal yang diputusakan MK yang menyatakan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 khususnya frasa melawan hukum dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat tidak sesuai dengan idiologi politik negara yaitu Pancasila.

3. Penguatan ajaran sifat melawan hukum materiil dalam pemberantasan tindak pidana korupsi perspektif keadilan Pancasila yaitu dengan pembaruan terhadap formulasi norma ajaran sifat melawan hukum materiil berdasarkan Pancasila dan pembaruan hukum terhadap kandungan nilai ajaran sifat melawan hukum materiil berdasarkan Pancasila:

a. Pembaruan terhadap formulasi norma ajaran sifat melawan hukum materiil berdasarkan Pancasila yaitu Reformulasi norma ajaran

“melawan hukum” yaitu dilakukan dengan memasukkan suatu ketentuan yang tidak hanya asas legalitas formal saja yang berarti melawan peraturan perundang-undangan tertulis saja tetapi juga memasukkan suatu ketentuan asas legalitas materiil yang mengatur berlakunya ketentuan hukum yang hidup di dalam masyarakat sesuai dengan nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional.

commit to user

(3)

b. Pembaruan hukum terhadap kandungan nilai ajaran sifat melawan hukum materiil berdasarkan Pancasila yaitu dengan :

1) Penggalian nilai ajaran sifat melawan hukum materiil dalam pemberantasan tindak pidana korupsi berbasis sosio-filosofis yaitu mendasarkan pada keadilan Pancasila maka ajaran melawan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang dibutuhkan adalah konsep melawan hukum yang sesuai dengan Pancasila yang memiliki visi keadilan yang memiliki keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani, keseimbangan antara peran manusia sebagai mahkluk individu (yang terlembaga dalam pasar) dan peran manusia sebagai mahkluk sosial (yang terlembaga dalam negara), juga keseimbangan antara pemenuhan hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya yaitu ajaran melawan hukum mencakup melawan hukum arti formil dan arti materiil.

2) Penggalian nilai ajaran sifat melawan hukum materiil dalam pemberantasan tindak pidana korupsi berbasis sosio-politik yaitu memberikan penjelasan tentang bagaimana sebaiknya hukum itu dibentuk sesuai dengan tujuan negara dan perkembangan- perkembangan dunia internasional. Juga menitikberatkan pada kebijakan yang akan ditempuh dalam mengadakan pembaharuan hukum serta perubahan-perubahan yang harus dilakukan terhadap lembaga hukum guna dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia di era globalisasi ini. Sehingga politik hukum ajaran melawan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi adalah yang sesuai dengan nilai keadilan Pancasila yaitu ajaran sifat melawan hukum materiil yakni melawan hukum selain melawan peraturan perundang-undangan tertulis juga melawan hukum di luar peraturan perundang-undangan yang tidak tertulis (berdasarkan nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup di dalam masyarakat perbuatan tersebut dianggap tercela), maka perbuatan tersebut dapat dipidana. commit to user

(4)

3) Penggalian nilai ajaran sifat melawan hukum materiil dalam pemberantasan tindak pidana korupsi berbasis sosio-kultural dilakukan dengan peningkatan kesadaran pemahaman bagi masyarakat mengenai makna melawan hukum dalam tindak pidana korupsi itu tidak hanya melawan hukum dalam pengertian melawan hukum yang tertulis saja melainkan juga melawan hukum dalam arti melawan hukum yang tidak tertulis yang dapat digali dari nilai-nilai hukum yang ada di dalam masyarakat yang memiliki pencelaan terhadap perbuatannya yang dari sosio-cultural tersebut lebih sesuai dengan nilai keadilan Pancasila.

B. Implikasi

1. Implikasi Teoretis

a. Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan masukan kepada akademisi dan praktisi hukum bidang tindak pidana korupsi Polisi, Jaksa, KPK, Hakim dan Advokat, dalam mengambil sikap yang memenuhi rasa keadilan masyarakat dalam proses pemberantasan tindak pidana korupsi.

b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi pemikiran alternatif bagi pakar hukum, praktisi hukum dan mahasiswa hukum, dalam proses penindakan pemberantasan tindak pindana korupsi.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi ilmiah untuk acuan pemberdayaan bagi lembaga penegak hukum untuk mencari model penerapan ajaran sifat melawan hukum yang sesuai dengan rasa keadilan dalam pemberantasan tindak pindana korupsi.

2. Implikasi Praktis

a. Hakim Pengadilan tindak pidana korupsi dalam mempertimbangkan ajaran melawan hukum dalam perkara korupsi setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 03/PUU-IV/2006 ada yang mentaati (bagi hakim yang beraliran formal dan ada pula yang tidak mentaati (bagi commit to user

(5)

hakim yang beraliran materiil) artinya hakim menggunakan asas kemandirian hakim yang tertuang dalam Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Sehingga bagi hakim yang beraliran formal akan cenderung membebaskan terdakwa yang bersalah melakukan tindak pidana korupsi walaupun perbuatannya memenuhi unsur melawan hukum materiil.

b. Faktor yang mempengaruhi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 03/PUU- IV/2006 menyebabkan belum efektif secara maksimal dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang disebabkan karena terjadi pergeseran asas legalitas dari legalitas materiil ke legalitas formil menyebabkan aparat penegak hukum pemberantasan tindak pidana korupsi dari Polisi, Jaksa, KPK, dan Hakim cenderung menindak pelaku korupsi yang memenuhi kesalahan atau melawan hukum yang formil sehingga pelaku tindak pidana korupsi yang hanya memenuhi unsur melawan hukum materiil akan lolos dari sanksi pidana.

c. Penguatan ajaran sifat melawan hukum materiil dalam pemberantasan tindak pidana korupsi perspektif keadilan Pancasila perlu dilakukan dengan reformulasi hukum yang dilakukan dengan mengembalikan asas berlakunya hukum pidana dikaitkan dengan nilai dasar keadilan yang tertuang dalam Pancasila dan kepastian hukum yang adil Pasal 28 D UUD 1945 ajaran melawan hukum materiil ke dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Nasional, apabila tidak dikembalikan pada Pancasila dan UUD 1945 maka nilai keadilan dalam pemberantasan korupsi akan sulit tercapai.

C. Saran/Rekomendasi

1. Bagi lembaga legislatif diharapkan segera mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, karena KUHP nasional diharapkan mampu membangun harmonisasi peraturan perundang-undangan hukum pidana, sehingga Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006 akan dikesampingkan pemberlakuannya. commit to user

(6)

2. Bagi aparat penegak hukum khususnya Jaksa, KPK dan Hakim meningkatkan moralitas dan etika dan melakukan harmonisasi mengenai penyatuan pemahaman makna mengenai ajaran melawan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi adalah melawan hukum materiil sehingga akan lebih mudah menjerat pelaku tindak pidana korupsi yang banyak merugikan keuangan negara.

3. Bagi masyarakat membangun kesadaran menghindari perilaku korupsi dari hal-hal yang kecil. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya dapat digunakan untuk membangun bangsa dan negara tidak untuk meningkatkan perilaku korupsi.

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

1 Halaman broken link dimodifikasi (cek dengan mengetik http://depkes.go.id/error) agar menampilkan pemberitahuan kepada pengunjung kesalahan mereka sekaligus disediakan

Proses analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan model Miles dan Huberman dalam Prastowo yaitu melalui proses reduksi data, penyajian data,

(1) Pusat Pelayanan Kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (4) huruf b berada di sekitar Kelurahan Ramanuju Kecamatan Purwakarta dengan fungsi perumahan,

Bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 60 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 1 Ayat 32 Peraturan

Kantor Camat Cakranegara Kota Mataram mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah yang dilimpahkan oleh Walikota kepada Camat sebagai Perangkat

Teknik pengambilan sampel menggunakan kombinasi dari accidental sampling, hal ini dilakukan mengingat jumlah sampel yang sangat banyak artinya penentuan jumlah sampel dan

Tradisi-tradisi upacara dalam menjaga hubungan manusia Sunda dengan alam tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Kenekes tetapi masyarakat Adat Sunda lainnya yang masih merasa

[r]