• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan publik (public service) adalah suatu unsur dari sistem birokrasi yang dimiliki oleh setiap negara. Rangkaian kegiatan dalam sebuah pelayanan publik diupayakan terhadap proses pemenuhan hak yang dimiliki oleh setiap warga negara. Pelayanan publik meliputi berbagai unsur atau bidang seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya yang dilaksanakan oleh pemerintah atau penyelenggara pelayanan publik. Indonesia dalam melaksanakan pelayanan publik merupakan bagian penting dalam rangkaian sistem pemerintahan maupun birokrasi sebagai tanggung jawab negara terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Keterikatan pelayanan publik dengan pemerintah merupakan pola dari manajemen publik yang berperan penting dan merupakan sebuah syarat mutlak guna pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi lebih berkualitas. Pemerintah perlu berupaya dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk meminimalisir (zero defect) dalam kecacatan birokrasi seperti halnya dalam proses pelayanan publik. Jika ditarik kembali di masa orde baru, terdapat masalah multidimensional yang terjadi di dalam sebuah birokrasi publik yang cenderung sangat kompleks. Hal tersebut dipicu oleh sistem birokrasi yang berdasarkan keputusan pemimpin dan struktur birokrasi yang sangat hirarki sehingga berdampak pada penyelenggara pelayanan publik dan arah birokrasi yang kurang dalam mengembangkan kreativitas dan inovasi.

Adanya budaya paternalistik yang kuat pun berdampak terhadap rendahnya kontribusi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap praktik penyelenggaraan pelayanan sehingga kemudian memberikan dampak yang buruk dalam unsur pelayanan publik. Birokrasi yang kerap dicap kaku dan lamban dalam prosesnya perlu dilakukan pemberdayaan (Energized) sehingga negara perlu melakukan perbaikan dan meningkatkan penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih berkualitas. Pelayanan publik

(2)

2 secara luas dapat diartikan sebagai sebuah adanya proses melayani baik berupa administrasi atau jasa terhadap kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan tata cara yang sudah ditetapkan berdasarkan pelayanan publik yang dibutuhkan. Sehingga berdasarkan hal tersebut pelayanan publik memiliki standar operasional prosedur yang ditujukan terhadap pemenuhan pemohon serta tanggung jawab pemberi layanan terhadap kebutuhan yang diperlukan.

Oleh karena itu, diperlukan pemerintah daerah untuk melakukan adaptasi nyata dengan menghadirkan sistem pelayanan publik yang prima, efisien, dan efektif berbasis internet (Sihidi, Sugiharto, and Nurkhanifah 2021).

Pelayanan publik memiliki berbagai jenis salah satunya pelayanan perizinan. Pelayanan perizinan merupakan sebuah pelayanan terhadap pemberian legalitas kepada pemohon dalam memperoleh kegiatan tertentu.

Salah satu dari jenis pelayanan perizinan yaitu pelayanan perizinan berusaha.

Berbagai macam usaha di indonesia tentunya tidak terlepas dari mekanisme pelayanan perizinan dalam mendapatkan legalitas kepemilikan, hak atas keberadaan Usaha dan kegiatan Berusaha serta sebagai upaya dalam meningkatkan nilai investasi. Dalam prakteknya, lambatnya proses pelayanan serta ketidakpastian waktu penyelesaian dalam pelayanan perizinan, banyaknya berkas yang diperlukan, pengeluaran biaya dan juga biaya transportasi yang dikarenakan pada proses pelayanan masih diproses secara manual. Pelayanan yang masih manual juga tidak menutup kemungkinan adanya pungli (pungutan liar) di luar standar operasional prosedur sehingga melahirkan stigma baru bagi masyarakat bahwa pelayanan publik terkesan tidak efektif dan efisien serta adanya disfungsi yang dimanfaatkan oleh oknum. Sehingga akan menimbulkan spekulasi atau stereotipe negatif dalam lingkup masyarakat yang berdampak ketidakpercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik (public trust).

Berdasarkan hal tersebut, maka pelayanan publik menjadi salah satu fokus perbaikan di era reformasi di masa Presiden Joko Widodo. Salah satu rancangan peraturan yang kemudian didasari oleh pelayanan perizinan yang disfungsional kemudian melahirkan peraturan dan disahkan oleh pemerintah

(3)

3 berdasarkan permasalahan yang ada maka dibentuk Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PP Nomor 24, 2018). Dijelaskan dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 5 bahwa Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah sistem Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama Menteri, Pimpinan Lembaga, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi (PP Nomor 24, 2018). Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, pada Bagian 1 Umum paragraf ketiga dijelaskan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada Pemerintah Pusat dan Daerah disempurnakan menjadi lebih efisien, melayani, dan modern (PP Nomor 24, 2018). Salah satunya yang paling signifikan adalah penyediaan sistem Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Online Single Submission (OSS). Melalui sistem OSS tersebut, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menerbitkan atau memberikan legalitas Perizinan Berusaha yang diajukan oleh Pelaku Usaha.

Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS) menjadi inovasi baru wujud nyata reformasi birokrasi di Indonesia. Online Single Submission (OSS) merupakan sebuah sistem Perizinan Berusaha yang ditebitkan oleh lembaga OSS dengan mengintegrasikan semua pelayanan Perizinan Berusaha dimana hal tersebut menjadi wewenang dari menteri, pimpinan lembaga, gubernur provinsi, bupati atau walikota daerah kepada pelaku usaha yang dilaksanakan melalui sistem online atau terintegrasi secara elektronik. Inovasi pelayanan ini sekaligus menjadi langkah pemerintah dalam menerapkan Electronic Government dalam mengupayakan kualitas pelaksanaan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Adanya Online Single Submission (OSS) sangat erat kaitannya dengan penyelenggaraan E-Government dalam memberikan pelayanan, informasi pelayanan kepada masyarakat.

(4)

4 Berbeda dengan perizinan berusaha sebelumnya yang masih secara konvensional, sistem perizinan berusaha OSS mengalami tiga kali perbaikan yaitu OSS 1.1 dimana secara yuridis diluncurkan pada tanggal 21 Juni 2018 berdasarkan kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PP Nomor 24, 2018). Setelah sekitar satu tahun lebih pelaksanaan OSS 1.0, rencana penerapan OSS Versi 1.1 yang menjadi suatu sistem terbarukan berdasarkan OSS 1.0 yang dalam pelaksanaannya masih terdapat kekurangan. Pemerintah dalam hal ini senantiasa memberikan perbaikan sistem OSS sehingga ditetapkannya dan diberlakukannya OSS Versi 1.1 berdasarkan Surat Edaran Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5743/A.8/B.1/2019 pada tanggal 4 November 2019 yang merupakan perbaikan dari sistem OSS Versi 1.0 (Surat Edaran BKPM, 2019). Perbaikan terus dilakukan sehingga proses transformasi Perizinan Berusaha yang saat ini menjadi Perizinan Berusaha Berbasis Resiko atau Online Single Submission Risk Based Approach (OSS- RBA) berdasarkan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko (PP Nomor 5, 2021). Perubahan ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 atau biasa dikenal dengan Undang- Undang Cipta Kerja dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui kemudahan usaha, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan Percepatan proyek strategis nasional (UU Nomor 11, 2020). Dipertegas dalam Bab 3 Bagian Kesatu Umum Pasal 6 dijelaskan Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a meliputi :

a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko.

b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha.

c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor. dan

d. penyederhanaan persyaratan investasi (UU Nomor 11, 2020).

(5)

5 Berlakukanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP Nomor 5, 2021) sejak 2 Juli 2021, proses permohonan Perizinan Perusaha berbasis risiko yang terintegrasi secara elektronik dilakukan penyelenggaraannya melalui Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) atau OSS Berbasis Risiko sesuai dengan Surat Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 1342/A.1/2021. Yang dipertegas dalam susulan surat tersebut berdasarkan Surat Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 2188/A.1/2021 (Surat Edaran BKPM, 2019) pada huruf a dipertegas kembali bahwa sistem OSS Versi 1.1 tidak akan dioperasikan pada tanggal 30 Juli pukul 18.00 WIB untuk dapat dilakukan migrasi data kepada Sistem OSS Berbasis Risiko.

Berbeda dengan sistem OSS versi 1.0 dan OSS versi 1.1 yang tidak mendasari perizinan berbasis resiko serta skala kegiatan usaha. Sistem OSS RBA melakukan penilaian terhadap permohonan Perizinan Berusaha pada tingkatan resiko serta besarnya skala atau indeks kegiatan usaha yang dimiliki. Tingkat resiko dalam hal ini didasari atas penilaian tingkat bahaya, potensi akan terjadinya bahaya tingkat risiko serta besaran skala usaha kegiatan dalam usaha, maka terdapat klasifikasi risiko yang mengatuur.

Klasifikasi resiko dalam kegiatan usaha yang tertuang dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 (PP Nomor 5, 2021).

Adapun yang menjadi perbedaan dan perbaikan dari OSS Versi 1.0 dengan Versi 1.1 yang pertama terdapat pada nilai total investasi yang dimana dalam OSS Versi 1.0 nilai total investasi dihitung per KBLI yaitu dua digit. Sedangkan dalam OSS versi 1.1 nilai total investasi dihitung per KBLI sebesar lima digit. Kedua yaitu adanya fitur DPPTSP, dimana dengan fitur ini DPMPTSP dapat memberikan atau melakukan legalitas atau sebuah validasi serta dapat mengirim notifikasi terkait komitmen prasarana yaitu izin lokasi, izin lingkungan, izin mendirikan bangunan dari perusahaan yang sudah memiliki nomor induk berusaha (NIB) dan izin usaha melalui sistem OSS.

(6)

6 Perbedaan yang ketiga adalah format isi dalam legalitas, dimana dalam OSS versi 1.0 itu hanya menggunakan format PT (Perseroan Terbatas) sehingga menyulitkan pelaku usaha lain dengan badan usaha yang berbeda seperti CV, Koperasi dan Izin mendirikan Yayasan serta izin dari pelaku usaha lain.

Kemudian yang ke empat terdapat pada izin loksi dan izin operasional atau komersial yang dimana dalam sistem OSS Versi 1.0 hanya memiliki lingkup izin lokasi daratan, sedangkan pada OSS Versi 1.1 sudah mencakup daratan, perairan dan laut. Dan perbedaan sebagai perbaikan yang terakhir yaitu Pencabutan Izin yang dimana dalam sistem OSS Versi 1.0 pencabutan izin dilakukan melalui entitas perusahaan sedangkan pada OSS Versi 1.1 dilakukan dengan mencabut izin usaha atau izin usaha setiap proyek.

Adanya sistem OSS yang terbaru yaitu sistem OSS RBA tentunya didasarkan oleh perbaikan dari sistem OSS versi sebelumnya yaitu OSS Versi 1.1. Adapun perbaikan tersebut yaitu pertama terdapat pada kepastian standar yang dimana pada OSS Versi 1.1 belum memiliki standar perizinan berusaha pada kementrian dan lembaga terkait dan lembaga daerah. Sedangkan jika dalam OSS RBA, sudah memiliki kepastian baik dalam Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) terkait perizinan berusaha berbasis resiko dalam setiap sektor atau lembaga akan digunakan acuan tunggal dalam perizinan berusha. Perbaikan yang kedua yaitu sistem OSS RBA memberikan kemudahan dalam hal perbedaan berdasarkan Tingkatan risiko dalam hal ini atas penilaian tingkat bahaya, potensi terjadinya bahaya tingkat risiko dan skala kegiatan usaha, sehingga dalam praktiknya dapat memudahkan pelaku usaha UMKM dengan tingat usaha yang rendah dapat memiliki izin berusaha dengan mudah. Yang ketiga adalah OSS RBA memiliki kepastian standar waktu pengurusan perizinan berusaha dalam setiap perizinan yang diajukan.

Kemudian perbaikan yang ke empat adalah terdapat pada sistem OSS RBA yang sudah terpusat dan terintegrasi. Jika sebelumnya sistem OSS Versi 1.1 beberapa usaha masih perlu dilakukan pengurusan melalui kementrian, lembaga dan pemerintah daerah terkait sesuai dengan pengajuan perizinan usaha. Namun dalam sistem OSS RBA sudah dilakukan perbaikan dimana

(7)

7 seluruh kegiatan yang meliputi 16 sektor dapat dilakukan melalui OSS RBA tanpa harus melakukan pengurusan di kementrian, lembaga atau pemerintah daerah. Dan perbaikan berikutnya yaitu dapat dilihat berdasarkan biaya, pengawasan dan kemudahan perizinan berusaha kepada UMKM.

Analisis resiko pada perizinan berusaha berbais resiko OSS RBA) nantinya dilakukan dengan adanya suatu ketetapan tingkatan suatu risiko dan peringkat skala kegiatan usaha yang mencakup UMKM dan usaha besar.

Berdasarkan hasil analisis risiko tersebut nantinya sistem akan menentukan jenis izin Berusaha yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Dimana analisis tersebut dilaksanakan oleh pemerintah pusat berdasarkan pengidentifikasian kegiatan usaha dan penilaian tingkat bahaya.

Penilaian tingkat bahaya tersebut dilaksanakan berdasarkan aspek kesehatan, keselamatan dalam pekerjaan, lingkungan dan pengelolaan pada sumber daya berdasarkan perhitungan terhadap jenis, kriteria dan lokasi kegiatan usaha serta keterbatasan sumber daya. Seperti contoh pada perizinan Berusaha dalam sektor lingkungan seperti izin usaha besar seperti pabrik dimana harus memperhatikan aspek jaminan keselamatan dan kesehatan pekerja kemudian pengelolaan limbah berdasarkan pengumpulan, pemanfaatan limbah berbahaya dan beracun, pengelolaan limbah berbahaya dan beracun dan penimbunan limbah berbahaya dan beracun dialkukan dengan baik sehingga potensi terjadinya resiko kerusakan lingkungan dan kecelakaan bekerja tidak terjadi.

Upaya meningkatkan investasi dan penanaman modal dalam suatu daerah, pemerintah dalam penerapan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) memberikan peluang terhadap proses izin Berusaha bagi pelaku usaha yang mudah. Sebagai salah satu instansi pemerintahan yang melakukan proses pelayanan publik, Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSP dan Naker) Kabupaten Sampang ditujukan guna melakukan penyederhanaan sistem birokrasi pada pelayanan perizinan untuk mempercepat waktu pelayanan dan mengurangi proses yang rumit atau dituntut untuk lebih efektif dan efisien.

(8)

8 Selain itu penyederhanaan sistem operasional prosedur dilakukan untuk kepastian dalam proses pelayanan yang berlangsung sesuai dengan kepastian persyaratan, waktu, biaya dan prosedur lainnya.

Adanya sebuah inovasi pelayanan publik direncanakan oleh pemerintah pusat dalam memangkas proses pelayanan yang lambat dan kaku seperti halnya pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission Risk Based Approach) melahirkan perubahan proses pelayanan publik maupun lingkungannya. Adanya interkoneksi jaringan (internet) merupakan bukti nyata bahwa teknologi informasi berkembang pesat (Sihidi, Sugiharto, and Nurkhanifah 2021). Hal ini memerlukan proses adaptasi yang kemungkinan besar sulit diterapkan dalam jangka waktu yang cepat. Implementasi kebijakan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) Kabupaten Sampang dilaksanakan atau difasilitasi oleh Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sampang sesuai dengan ditetapkannya Peraturan Bupati Sampang Nomor 22 Tahun 2019 Pasal 58 Ayat (1) Bagian Ketujuh Tentang Fasilitas Perizinan Berusaha bahwa DPMPTSP Kabupaten Sampang memberikan fasilitas Perizinan Berusaha kepada pelaku usaha terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (Perbub Nomor 22, 2019). Adanya kebijakan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) menjadi penerapan inovasi yang dicanangkan oleh pemerintah pusat yang kemudian diinstruksikan dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah merupakan jalan keluar terhadap pelayanan Perizinan Berusaha yang lamban dan berbelit-belit dan cenderung disfungsional.

Melalui indikator kinerja utama dengan sistem promosi penanaman modal, DPMPTSP dan Naker Kabupaten Sampang dengan indeks masyarakat berprofesi sebagai pengusaha cenderung lebih banyak di bidang usaha mikro kecil maupun menengah. Sebagai acuan berikut tabel yang menjelaskan terkait data register Perizinan Berusaha melalui sistem Online Single Submission (OSS).

(9)

9 Tabel 1.1 Data Register Pelayanan Perizinan Berusaha melalui OSS di

Kabupaten Sampang Tahun 2018 dan 2019

No. Tahun Izin Usaha Izin Komersial

Jenis

Perseroan

Jumlah

1. 2018 106 Izin usaha dengan rincian izin dasar berbeda sesuai ketentuan usaha.

13 Izin komersial dengan rincian berbeda sesuai ketentuan usaha.

Jenis perseroan terdiri dari usaha orang perseorangan, UD (Usaha Dagang), BLU (Badan Layanan Umum), PT (Perseroan Terbatas) dan CV

(Commandita ire

Vennootscha p).

119 Register

2. 2019 719 Izin usaha dengan rincian izin dasar berbeda

- Jenis

perseroan terdiri dari usaha orang perseorangan, UD (Usaha

719 Register

(10)

10 sesuai

ketentuan usaha.

Dagang), BLU (Badan Layanan Umum), PT (Perseroan Terbatas) dan CV

(Commandita ire

Vennootscha p)

Sumber:Dpmptsp dan Naker Kabupaten Sampang Pelayanan OSS Tahun 2018 dan 2019

Sebagai bentuk penerapan Perizinan Berusaha berbasis elektronik dari dua tahun pertama pemberlakuan izin usaha melalui OSS sesuai tabel diatas, dapat dilihat bahwa sejak awal diberlakukannya OSS pada tahun 2018 terdapat 119 register penerbitan izin berusaha . Hal ini sangat wajar jika dibandingkan dengan data tahun 2019 sebanyak 719 register, dimana di tahun 2018 disini masih tergolong penyesuaian awal dari diberlakukannya perizinan berusaha berbasis elektronik. Dengan rincian izin dasar yang berbeda sesuai dengan izin usaha yang didirikan. Dan pada bagian tabel jenis perseroan terdiri dari usaha orang perseorangan, UD (Usaha Dagang), BLU (Badan Layanan Umum), PT (Perseroan Terbatas) dan CV (Commanditaire Vennootschap) bahkan hingga pemberlakuan izin pendirian yayasan keagamaan sebagaimana diberlakukan dalam PP No. 24 Tahun 2018 Pasal 6 Bagian kedua Tentang Pemohon Perizinan Berusaha.

Di tahun 2019 disini dapat dilihat melonjaknya data yang sangat signifikan pada register penerbitan izin berusaha menduduki angka 719 izin usaha dengan rincian izin dasar berbeda sesuai ketentuan usaha. Dengan jenis perseroan yang tentunya sama yaitu terdiri dari usaha orang perseorangan,

(11)

11 UD (Usaha Dagang), BLU (Badan Layanan Umum), PT (Perseroan Terbatas) dan CV (Commanditaire Vennootschap) bahkan hingga pemberlakuan izin pendirian yayasan keagamaan sebagaimana diberlakukan dalam PP No. 24 Tahun 2018 Pasal 6 Bagian kedua Tentang Pemohon Perizinan Berusaha.

Dari data-data tersebut dapat katakan bahwa pelaksanaan Online Single Submission (OSS) memberikan percepatan dan kemudahan pelayanan Perizinan Berusaha sehingga berdampak terhadap penanaman modal dan rinci investasi yang meningkat di Kabupaten Sampang. Sebagai acuan berikut tabel yang menjelaskan nilai rinci investasi Kabupaten Sampang tahun 2018 dan 2019.

Tabel 1.2 Data Nilai Rinci Investasi Kabupaten Sampang 2018 dan 2019 No. Tahun Nominal Target Investasi Nominal Rinci Investasi

Yang Tercapai

1. 2018 Rp. 380.000.000.000 ( Tiga Ratus Delapan Puluh Miliar)

Rp. 385.297.435.000 (Tiga Ratus Delapan Puluh Lima Miliar Dua Ratus Sembilan Puluh Tujuh Juta Empat Ratus Tiga Puluh Lima Ribu)

2. 2019 Rp. 438.000.000.000 (Empat Ratus Tiga Puluh Delapan Miliar)

Rp. 422.000.000.000 (Empat Ratus Dua Puluh Dua Miliar)

Sumber: Dpmptsp dan Naker Kabupaten Sampang

Dari data diatas, di tahun 2018 didapatkan nilai rinci investasi sebesar Rp. 385.297.435.000 sedangkan target investasi yang ditetapkan sekitar Rp. 380.000.000.000. Kemudian pada nilai rinci investasi di tahun 2019 meningkat dari tahun 2018 yaitu dengan nominal Rp. 422.000.000.000 namun ditahun 2019 nilai rinci investasi tidak mencapai target yang sudah ditetapkan yaitu Rp. 438.000.000.000. Sehingga dari data tersebut dapat

(12)

12 dilihat walaupun jumlah register perizinan usaha meningkat secara signifikan dan jumlah nilai rinci investasi lebih tinggi di tahun 2019 jika dibandingkan dengan tahun nilai rinci investasi di tahun 2018, namun tidak tercapainya target angka nominal nilai rinci investasi di tahun 2019 yang sebelumnya telah ditetapkan tentu saja menjadi sebuah permasalahan serta dapat dikatakan belum terlaksana sepenuhnya.

Jika dilihat dari mekanisme pelayanan, masalah tersebut bisa saja terjadi karena adanya manipulasi data Berusaha. Namun faktanya proses memanipulasi data untuk meringankan angka retribusi kepada daerah ini masih mungkin terjadi jika melihat pada proses yang dilakukan dalam pengurangan modal usaha dimana jika seharusnya usaha dengan modal tergolong besar di atas Rp. 500.000.000 atau dikategorikan makro, namun pelaku usaha bisa dengan mudah mengklaim pengeluaran modal dibawah Rp.

500.000.000 sehingga dikategorikan Mikro. Tidak adanya kesesuaian antara nilai rinci modal serta proses pendaftaran izin Berusaha melalui OSS-RBA yang tidak dilakukan proses survei baik diawal maupun setelah usaha berdiri.

Artinya ada sebuah perbedaan rencana dengan kenyataan dimana hal ini tentu saja bisa terjadi dan menjadi persoalan yang jelas berdampak terhadap pajak retribusi daerah atas pemberian izin Berusaha yang kemudian juga berdampak pada tingkat nilai investasi yang tidak sesuai.

Pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) memang dibentuk dan ditujukan terhadap kemudahan Perizinan Berusaha ke dalam level yang lebih efektif dan efisien. Hal tersebut sejalan dengan gerakan Energizing bureaucracy dalam meningkatkan birokrasi yang lebih efisien dan efektif di dalam perangkat daerah atau organisasi sektor publik. Kabupaten Sampang adalah salah satu dari banyaknya daerah yang sudah menerapkan sistem ini.

Jika dilihat dari data diatas dapat dipastikan pelayanan Perizinan Berusaha melalui OSS cenderung meningkat secara signifikan dalam jangka waktu dua tahun dengan perolehan jumlah data register di tahun 2018 (tahun pertama

(13)

13 penerapan OSS) sebesar 106 register dan di tahun kedua yaitu 2019 meningkat sangat signifikan yaitu sebesar 719 register.

Dalam proses penerapan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sampang ditemukan permasalahan lain pada penerbitan izin usaha komersial atau operasional berdasarkan komitmen kepada pelaku usaha non perseroan. Pelayanan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) sebagai bentuk kemudahan Perizinan Berusaha yang terintegrasi secara elektronik namun faktanya dimana izin ini berkaitan dengan pelaku usaha yang memerlukan prasarana dalam menjalankan kegiatan usaha yang memerlukan izin kembali terkait dengan izin lokasi dan izin lingkungan. Artinya ada sebuah perbedaan rencana dengan kenyataan dimana pada proses perizinan tertentu tidak semuanya terintegrasi secara elektronik melainkan perlu adanya proses diluar sistem Pelayanan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) yang dilakukan.

Pelaku usaha cenderung tidak mengerti terkait izin-izin tersebut yang tentunya perlu berurusan kembali dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) terkait izin lokasi yang berhubungan dengan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) yang merupakan bagian penting dalam sistem OSS karena dapat dijadikan rujukan dalam menentukan lokasi berusaha yang dilakukan sebelum pelaku usaha mengajukan permohonan izin lokasi yang kemudian berhubungan dengan izin bangunan guna mendapatkan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) sehingga setelah SOP secara keseluruhan dilakukan maka DPMPTSP Kabupaten Sampang akan melakukan aktivasi perizinan terhadap pelaku usaha.

Disisi lain terdapat masalah serupa di beberapa izin usaha yang berkaitan dengan lingkungan seperti pendirian Perseroan Terbatas (pabrik) maupun izin lokasi perairan seperti di daerah pesisir serta izin-izin lain yang berhubungan langsung dengan dampak lingkungan hidup yang kemudian perlu melakukan pengurusan izin melalui Dinas Lingkungan Hidup. Tidak

(14)

14 adanya kejelasan terkait prosedur atau langkah berikutnya dalam pengurusan perizinan tersebut menjadi permasalahan yang dikeluhkan bagi pelaku usaha yang kemudian pelaku usaha enggan mengurus izin tersebut.

Dari permasalahan tersebut maka dapat dilihat terdapat disfungsi dalam tata kepemerintahan yang baik. Tata kepemerintahan yang baik adalah sebuah jaminan penting yang diberikan oleh pemerintah dalam memastikan aktivitas politik menguntungkan seluruh komponen. Oleh karena itu ketiadaan tata kepemerintahan yang baik maka akan berdampak terhadap tidak terciptanya pelayanan publik yang sesuai dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh birokrasi yang tidak dimaksimalkan dalam menyelenggarakan pelayanan publik dengan basis good governance seperti efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas serta responsivitas.

Budaya birokrasi perlu diarahkan terhadap Service Delivery Culture atau diciptakan terhadap pelayanan yang berorientasi kepada masyarakat.

stereotype yang sejak lama melekat dan menganggap masyarakat hanya sebuah objek pelayanan publik, perlu dikaji kembali. Dengan arah yang menjadikan pemerintahan sebagai organisasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Secara harfiah implementasi kebijakan bukan sekedar aktivitas, tetapi sebuah kegiatan terencana serta tata pemerintahan yang baik (Good Governance) guna mencapai tujuan dari implementasi kebijakan publik seperti Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) dimana Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sampang adalah penyelenggara dari lahirnya inovasi kebijakan tersebut. Permasalahan-permasalahan tersebut mengiringi penerapan sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik atau saat ini disebut Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) di DPMPTSP Kabupaten Sampang sehingga masih terdapat beberapa aspek yang perlu dilakukannya perbaikan sebagai upaya nyata oleh DPMPTSP Kabupaten Sampang untuk mewujudkan bentuk penyelesaian berdasarkan permasalahan yang ada.

(15)

15 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di latar belakang yang telah dipaparkan sehingga dalam mempermudah proses dan arah pembahasan, peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi kebijakan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Sampang dalam memberikan kemudahan pelayanan perizinan berusaha di Kabupaten Sampang ? 2. Apa saja yang menjadi faktor Penghambat dari implementasi kebijakan

Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Sampang dalam memberikan kemudahan pelayanan perizinan berusaha di Kabupaten Sampang ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Sampang dalam memberikan kemudahan pelayanan perizinan berusaha di Kabupaten Sampang ?

2. Mengetahui apa saja yang menjadi faktor Penghambat dari implementasi kebijakan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Sampang dalam memberikan kemudahan pelayanan perizinan berusaha di Kabupaten Sampang ?

D. Manfaat Penelitian

(16)

16 Berdasarkan dari tujuan penelitian yang ingin dicapai maka penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaatyang sesuai. Adapun manfaat dari penelitian ini dibagi kedalam dua unsur yaitu manfaat praktis dan manfaat akademik, yang kemudian dijelaskan sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

Manfaat praktis merupakan hasil dari penelitian yang diharapkan dapat menjadi sarana dalam mengimplementasikan pengetahuan serta dapat digunakan dalam hal memberikan referensi atau pemikiran yang sesuai dengan pola dan unsur kajian yang sama terutama terlebih tentang implementasi kebijakan Online Single Submission Risk Based Approach Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dan Tenaga Kerja (DPMPTSP dan Naker) Kabupaten Sampang.

2. Manfaat Akademis

Manfaat akademis merupakan manfaat yang ditujukan dalam sebuah pengembangan kajian keilmuan. Secara keilmuan atau akademis dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih serta memperkaya kajian keilmuan khususnya tentang kajian keilmuan yang berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Online Single Submission Risk Based Approach dan Pelayanan Publik serta dapat menjadi bahan rujukan terhadap penulisan karya ilmiah pada penelitian selanjutnya.

E. Definisi Konseptual

Untuk memberikan kejelasan terhadap maksud dan tujuan adanya penelitian ini dilakukan agar lebih memfokuskan, maka dalam hal ini peneliti menyusun definisi konseptual yang di dasari oleh variabel fokus penelitian.

Adapun variabel tersebut meliputi:

1. Kebijakan Publik

Kebijakan Publik merupakan sebuah kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah dalam hubungannya yang terjadi dengan masyarakat dan ekonomi atau usaha dalam menjalankan tugas serta fungsi dari pemerintah itu sendiri. Namun pada dasarnya kebijakan publik yang

(17)

17 diselenggarakan oleh pemerintah lebih berorientasi terhadap kepentingan masyarakat yang dalam hal ini disebut publik. Istilah dalam kebijakan atau policy dipergunakan untuk merujuk perilaku seorang aktor (seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Jamer Anderson, 1979). James E. Anderson dalam mendefinisikan kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu (Irfan Islamy, 2000).

Sehingga jika telaah kembali kajian mengenai definisi dari kebijakan publik memiliki banyak batasan terutama dalam kajian ilmu politik. Penekanan yang berbeda dalam masing-masing pengertian dalam kebijakan publik kemudian dapat dikategorikan dalam ranah yang berbeda sesuai dengan masalah-masalah yang ingin diteliti oleh analisis kebijakan publik.

2. Implementasi Kebijakan

Implementasi pada dasarnya bermuara terhadap sebuah pencapaian tujuan berdasarkan mekanisme yang akan dijalankan. Dalam prakteknya berdasarkan teori George C. Edward, Edward III dalam (Subarsono, 2011) berpandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:

a. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga mengurangi distorsi implementasi.

b. Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumberdaya finansial.

(18)

18 c. Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

d. Struktur Birokrasi, struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel (Subarsono, 2011).

Adapun penggunaan teori ini Edward III berdasarkan pada asumsi yang dari penggunaan konsep pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik. Berdasarkan tujuan dari kebijakan pelayanan perizinan berusaha yang sangat relevan dalam pelaksanaannya jika berdasarkan variabel implementasi kebijakan menurut Edward III.

Dimana dalam proses implementasi kebijakan, antara komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi dalam hal ini menempati peran penting dalam proses pelaksanaannya. Jika melihat dari indikator permasalahan yang biasanya dipengaruhi oleh ketidakjelasan informasi dalam pelaksanaan pelayanan atau mekanisme pelayanan, maka secara tidak langsung perlu adanya penyempurnaan berdasarkan komunikasi antar implementor dengan ciri disposisi yang berbeda, serta sumberdaya yang kurang memadai dan tidak efektif sehingga juga akan mempengaruhi struktur birokrasi dalam mengimplementasikan suatu kebijakan.

3. Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Pemerintah memiliki salah satu peran dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dimana hal tersebut menjadi tolak ukur

(19)

19 bagi masyarakat dalam keberhasilan kinerja pemerintah. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Stop Service) merupakan sebuah kegiatan penyelenggaraan perizinan dimana dalam mekanismenya dimulai dari tahap pemohon sampai dengan diterbitkannya dokumen yang dilayani atau produk pelayanan melalui satu pintu dilakukan dalam satu tempat.

PTSP dalam hal ini ditujukan untuk memberikan produk pelayanan yang lebih efektif dan efisien namun tetap dalam standar operasional prosedur yang berlaku. Dijelaskan menurut (Mulyadi dkk, 2016) prosedur pelayanan merupakan proses guna memperoleh pelayanan.

4. Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA)

Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) merupakan sistem Perizinan Berusaha yang diperuntukkan kepada pelaku usaha guna memulai atau menjalankan kegiatan Berusahanya dimana sistem perizinan Berusaha ini dinilai berdasarkan klasifikasi tingkatan resiko kegiatan usaha. Sebagaimana hal tersebut sudah diatur dalam ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP Nomor 5, 2021).

Sistem perizinan Berusaha OSS Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) melakukan penilaian terhadap permohonan perizinan Berusaha dalam tingkatan rieiko dan besaran skala kegiatan usaha yang diajukan. Tingkatan risiko dinilai berdasarkan penilaian tingkat bahaya, potensi terjadinya bahaya tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha, maka terdapat klasifikasi risiko kegiatan usaha, diantaranya (Pasal 10 ayat (1) dan (2) (PP Nomor 5, 2021).

F. Definisi Operasional

1. Implementasi Kebijakan Online Single Submission Risk Based Approach di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Sampang

(20)

20 a. Komunikasi Stakeholder dalam implementasi kebijakan Online

Single Submission Risk Based Approach (OSS Berbasis Risiko).

b. Kecukupan Sumber Daya dalam implementasi kebijakan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS Berbasis Risiko).

c. Karakteristik Implementor Dalam Membangun Disposisi.

d. Fleksibilitas Dalam Pelaksanaan Tugas.

2. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan

a. Masih banyak pelaku usaha yang gagap teknologi karena faktor usia b. Belum sempurnanya sistem perizinan berusaha terintegrasi secara

elektronik sehingga masih sering terjadi error acces dan pembaharuan sistem.

c. Masih ada sebagian bidang usaha yang dengan kebijakan PP Nomor 5 Tahun 2021 tidak sesuai dengan penerapan OSS RBA.

d. Tim helpdesk pusat masih pasif dalam memberikan solusi atau tanggapan yang dikirim oleh PTSP Daerah/Kabupaten.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu jenis penelitian lapangan yang dilaksanakan melalui proses sitematis berdasarkan data yang didapat secara langsung. Metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu mengguakan metode kualitatif dengan pendekatan dsekriptif. Dimana metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku dapat diamati (Bodgan dan Taylor).

Penggunaan metode kualitatif pendekatan deskriptif dalam penelitian ini digunakan sebagai upaya dalam mendeskripsikan masalah yang dilakukan secara mendalam atau terperinci berdasarkan isu yang diangkat dan juga mampu menganalisa secara jelas berupa fakta dan bukti dengan mengumpulkan dan menampilkan data (Creswell, 2015).

Penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif memiliki tujuan dalam

(21)

21 mendapatkan data maupun informasi dalam menggambarkan, melukiskan, menjawab, menerangkan dan menjelaskan lebih spesifik permasalahan yang akan diteliti sesuai dengan keadaan yang terjadi di lapang yang kemudian diproses melalui berbagai temuan dan menyesuaikan dengan penelitian terdahulu. Sehingga berdasarkan pemaparan diatas output hasil dari laporan penelitian ini akan berupa wawancara, catatan lapang, kutipan-kutipan pendapat yang didapatkan dari beberapa naskah, penjelasan dari sebuah foto serta video sesuai dengan permasalahan yang dijelaskan pada latar belakang.

2. Sumber Data

Penggunaan sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data Primer dengan juga memungkinkan menggunakan sumber data Sekunder sebagai penguat dan data tambahan terhadap penelitian yang dilakukan dengan tetap melakukan investigasi terhadap data yang diperoleh.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan suatu data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti melalui pertanyaan- pertanyaan, wawancara dan turun lapang. Sumber data ini dilakukan secara langsung dengan cara melakukan penelitian dan wawancara terhadap yang terkait atau objek penelitian.

Data primer merupakan data yang di peroleh berdasarkan fokus wawancara yang dilakukan bersama subjek penelitian yaitu Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Sampang, Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Sampang, Seksi Pelayanan Perizinan OSS dan Staf Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan OSS.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data ini merupakan sumber data yang sudah tersusun dan sudah dijadikan dokumen maupun literatur yang

(22)

22 berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Online Single Submission atau Online Single Submission Risk Based Approach (OSS – RBA), Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PP Nomor 24, 2018), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP Nomor 5, 2021), Peraturan Bupati Sampang Nomor 22 Tahun 2019 Tentang Petunjuk Teknis Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Perbub Nomor 22, 2019), Surat Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 1342/A.1/2021 (Surat Edaran BKPM, 2019), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (UU Nomor 11, 2020), jurnal maupun laporan yang bersumber dari penelitian terdahulu tentang Implementasi Kebijakan. Sumber data ini didapat secara langsung dari subjek maupun melalui proses studi kepustakaan melalui media cetak dan media internet serta catatan lapangan sehingga sumber data ini dapat menjadi sumber data tambahan.

Dalam penelitian ini penggunaan data sekunder pada dasarnya digunakan sebagai referensi untuk menjawab atau memperkuat data primer yang didapatkan melalui wawancara maupun observasi di lapangan.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini dikaji melalui beberapa aktor yang dirasa atau terlibat dalam kewenangan melaksanakan penerapan Online Single Submission-Risk Based Approach (OSS RBA) yang dilaksanakan oleh Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Sampang. Adapun subjek penelitian yang dituju sebagai berikut:

a. Kepala Dinas DPMPTSP dan Naker Kabupaten Sampang.

b. Kepala Bidang Perizinan OSS dan Non OSS DPMPTSP dan Naker Kabupaten Sampang.

(23)

23 c. Seksi Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan OSS.

d. Staf Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan OSS.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi.

Diuraikan dari beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah metode yang dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi melalui proses pertanyaan yang diajukan oleh narasumber kemudian dijawab oleh subjek wawancara. Dalam proses tersebut subjek diharuskan untuk memberikan atau mengemukakan pendapatnya berdasarkan fakta di lapangan sehingga dapat diambil ini menjadi sebuah kesimpulan dalam topik yang diusung. Proses wawancara dilakukan dengan Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Sampang, Kepala Bidang Perizinan OSS dan Non OSS DPMPTSP dan Naker Kabupaten Sampang, Seksi Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan OSS dan Staf Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan OSS.

b. Observasi

Metode pengumpulan data melalui observasi merupakan metode yang didapatkan secara langsung atau tidak langsung melalui sebuah pengamatan. Observasi dalam hal ini dilakukan dengan tujuan memperkuat data dan mendapatkan informasi yang lebih kuat dan akurat. Observasi dilakukan terhadap objek yang diamati berupa tempat yaitu kondisi dalam pelaksanaan pelayanan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA di DPMPTSP dan Naker Kabupaten Sampang, terhadap orang atau pelaku yaitu dalam lingkup disposisi implementor, kemudian terhadap sebuah kegiatan dan peristiwa seperti proses pemberian pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, proses rapat, sosialisasi dan

(24)

24 mekanisme dalam melaksanakan kebijakan yang dilakukan antara implementor atau pemberi pelayanan dengan pemohon atau penerima pelayanan. Studi Pustaka

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu metode dalam mengumpulkan data penelitian kualitatif dengan melakukan pengamatan atau analisis berdasarkan sebuah dokumen-dokumen seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Bupati, Standar Operasional Prosedur Online Single Submission Risk Based Approach, hasil rapat, materi sosialisasi, literatur dan dokumen-dokumen lain yang ditemukan dilapangan tentang Implementasi Kebijakan OSS dimana data dan fakta tersebut tersimpan sebagian besar dalam sebuah dokumen.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah metode yang digunakan untuk memperoleh sebuah data yang dibutuhkan dalam suatu penelitian yang diperuntukkan sebagai informasi sehingga karakteristik data yang didapatkan sesuai berdasarkan rumusan masalah pada topik penelitian.

Teknik ini dilakukan dengan melalui proses, mencari data, mengumpulkan data, menganalisis data yang kemudian disusun secara sistematis berdasarkan data yang didapatkan melalui hasil wawancara, observasi, studi kepustakaan hingga dokumentasi.

Berdasarkan metode penelitian secara deskriptif kualitatif maka teknik analisis data menggunakan model dari Miles dan Huberman.

Miles dan Huberman dikutip dari mengemukakan bahwa metode atau teknik pengolahan data kualitatif dapat dilakukan melalui tiga tahapan yakni data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification (Sugiyono, 2018).

a. Data eduction (Reduksi Data)

Reduksi data dilakukan dengan metode merangkum, memilih hal atau pokok yang penting, fokus terhadap data yang

(25)

25 penting dengan memperoleh tema atau inti dari data tersebut tanpa menyertakan data yang tidak perlu.

b. Data Display (Penyajian Data)

Setelah mereduksi data kemudian dilakukan tahap menyajikan data dengan tujuan yang dimaksud untuk menyederhanakan pengolahan data dalam bentuk tabel, grafik atau sejenisnya. Sehingga berdasarkan penyajian data tersebut dapat disusun sehingga memudahkan untuk dipahami.

c. Conclusion Drawing/Verification (Menarik Kesimpulan)

Menarik kesimpulan dalam analisis data kualitatif dari data yang disusun. Dimana kesimpulan tersebut dapat bersifat sementara dan bisa berubah jika ditemukan bukti-bukti yang kuat dalam mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Namun jika bukti yang valid sumbernya dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data maka kesimpulan yang dilakukan merupakan sebuah kesimpulan yang bersifat kredibel.

Referensi

Dokumen terkait

Standar Operasi Prosedur Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan Republik Indonesia berisi ketentuan penyelenggaraan dan pengelolaan, peraturan

Area Proyek Perubahan ini adalah pada penyusunan Draft Updating Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Informasi Geospasial Tematik Kementerian ATR/BPN yang

Belum adanya standar operasional prosedur pada pasien pulang yang mencantumkan discharge planning sebagai bagian dari pemberian informasi kepada pasien, sehingga penyedia

Berdasarkan hasil wawancara, dapat ditarik kesimpulan tutor sudah memenuhi kriteria/ standar yang telah ditetapkan dalam juknis yaitu 1) memiliki kualifikasi/ kompetensi

• NSPK sektor mengatur cakupan perizinan berusaha di setiap sektor beserta norma dan kriteria untuk setiap bidang usaha yang dikaitkan dengan tingkat risiko dan jenis

Jadi, Troika sebagai rezim internasional memiliki seperangkat prinsip, norma, aturan dan prosedur pengambilan keputusan yang melibatkan para aktor yaitu Bank Sentral

minimal, standar pelayanan publik, standar operasional dan prosedur penyelenggaraan perlindungan dan jaminan sosial bagi penerima program keluarga sejahtera, program

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 88 TAHUN 2018 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK