DAMPAK PERATAAN LABA DAN PENGUNGKAPAN MANDATORY TERHADAP RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI
SEBELUM DAN SETELAH ADOPSI IFRS
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014)”
ESTETIKA WIDYA NARENDRA Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRACT
This study aimed to examine (1) the relevance of the value of the company's profit manufatur in Indonesia were higher after adopting IFRS than before adopting IFRS; (2) The lower the value relevance of income smoothing earnings after the adoption of IFRS; (3) the mandatory disclosure increases the value relevance of earnings after the adoption of IFRS.
This study used a sample of 50 manufacturing companies. The sampling technique in this study using purposive sampling method.The first hypothesis tested in this study by comparing the adjusted R-square value in 2011 and 2014. The second and third hypotheses were tested using linear regression to see significant value in the regression results.
The results showed that the value relevance of earnings after the adoption of IFRS have increased, which means that the value relevance of earnings increased when adopting IFRS.
Income smoothing negative effect on the value relevance of earnings, which means that the lower the income smoothing value relevance of earnings after the adoption of IFRS. Mandatory disclosure positive influence on value relevance of earnings after the adoption of IFRS, which means that the mandatory disclosure could increase the value relevance of earnings.
Keywords: Earnings per Shares (EPS), return stock, income smoothing, mandatory disclosure
I. PENDAHULUAN
Dewasa ini, perkembangan industri maupun dunia usaha telah berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut menyebabkan tingginya pertumbuhan ekonomi, sehingga kompetisi dan persaingan dalam dunia usaha semakin bermunculan. Perusahaan harus mampu menciptakan dan meningkatkan nilai perusahaan serta mampu untuk mengelola faktor-faktor produksi secara efektif dan efisien agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
Laporan keuangan menjadi sebuah hasil dari serangkaian kegiatan operasi dalam perusahaan yang kelak akan menjadi wujud pertanggungjawaban atas pengelolaan sumberdaya perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan yang disusun oleh suatu entitas wajib menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, yaitu menggunakan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) untuk menyusun laporan keuangan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan kumpulan berbagai standar akuntansi dunia yang telah disesuaikan untuk diterapkan di Indonesia (IAI, 2009).
Transaksi perekonomian tingkat dunia yang semakin berkembang menyebabkan adanya perbedaan praktik dan standar akuntansi di dunia. Sehubungan dengan hal tersebut, muncul adanya standar akuntansi internasional atau yang dikenal dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang digunakan untuk menyeragamkan presepsi akuntan secara global. IFRS mutlak dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi antar perusahaan, investor, maupun kreditor yang terkadang sulit dalam memahami dan menganalisa laporan keuangan yang memiliki standar berbeda-beda.
Pada awalnya IFRS diterapkan pertama kali di negara Uni Eropa, Australia, Brazil, Canada, Singapura, dan disusul oleh Indonesia.Indonesia mengadopsi IFRS karena Indonesia telah memiliki komitmen dengan negara-negara G-20. Sejak tahun 2008,
Indonesia telah mulai untuk mengadopsi IFRS. Menurut berita IAI tanggal 6 Mei 2010, batas waktu yang ditetapkan oleh Indonesia bagi seluruh entitas bisnis dan pemerintah untuk menerapkan IFRS adalah 1 Januari 2012.
Laporan keuangan yang berkualitas dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam suatu entitas. Dasar pengambilan keputusan menggunakan relevansi nilai informasi akuntansi untuk menggambarkan peran informasi akuntansi. Relevansi nilai informasi akuntansi mampu merangkum angka-angka akuntansi yang mendasari harga saham, sehingga relevansi nilai diindikasikan dengan sebuah hubungan statistikal antara informasi keuangan dan harga atau return saham (Francis dan Schipper, 1999).
Pentingnya informasi laba akan memunculkan pandangan bahwa semakin tinggi laba yang mampu dihasilkan oleh sebuah perusahaan maka akan mencerminkan kinerja yang baik pula dalam perusahaan tersebut. Pentingnya informasi laba disadari oleh manajemen sehingga manajemen cenderung melakukan disfunctional behaviour (perilaku tidak semestinya) yang dipengaruhi oleh adanya asimetri informasi dalam konsep teori keagenan (Rahmawati, 2012).
Teori keagenan melibatkan dua pihak yaitu antara pihak agen (manajemen perusahaan) dan pihak prinsipal (pemilik perusahaan). Pemegang saham memberikan amanat kepada agen untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal, sementara agen adalah pihak yang diberi mandat (Jensen dan Meckling, 1976). Pihak agen cenderung fokus pada pencapaian target perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi dan diharapkan dapat memberikan kemakmuran, sedangkan pihak prinsipal mengharapkan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya atas investasi yang diberikan terhadap perusahaan. Asimetri informasi yang muncul diantara pihak agen sehingga prinsipal memberikan kesempatan bagi pihak agen untuk melakukan manajemen laba (earnings
management) dengan cara melakukan praktik perataan laba (income smoothing) untuk membuat laba perusahaan terlihat lebih stabil.
Perataan laba merupakan bagian dari manajemen laba berupa cara yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target.
Tindakan perataan laba dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil (Aryati dan Rohaeni, 2012). Semakin maraknya tindakan manipulasi atau perataan laba yang dilakukan manajemen perusahan menjadi salah satu alasan mengapa laporan keuangan yang dipublikasikan harus memenuhi standar akuntansi keuangan yang ditetapkan. Angkoso (2012) menjelaskan bahwa salah satu manfaat dari adanya IFRS adalah untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan, antara lain dengan mengurangi kesempatan bagi manajer untuk melakukan tindakan yang terkait dengan manajemen laba.
Pengungkapan mandatory merupakan pegungkapan wajib yang harus dipenuhi oleh perusahaan pubik dalam mempublikasikan laporan keuangannya (Nugraheni, 2014).
Peraturan tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik, diatur dalam Peraturan Nomor VIII. G.7 lampiran keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor Kep- 347/BL/2012. Peraturan ini merupakan penyempurnaan dari peraturan yang diterapkan sebelumnya mengenai penyajian dan pengungkapan laporan keuangan, yaitu menggantikan Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP/554/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010. Penyempurnaan dalam peraturan tersebut bertujuan untuk menyesuaikan standar akuntansi yang diterapkan di Indonesia dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Penelitian ini berfokus pada relevansi nilai informasi akuntansi terkait dengan nilai laba dan arus kas. Peneliti menguji relevansi nilai informasi laba dan arus kas pada perusahaan manufaktur yang telah dipengaruhi oleh adanya perataan laba dan pengungkpan mandatory. Tema ini menjadi menarik karena terdapat perbandingan antara selebum dan setelah adopsi IFRS. Pembaca akan dapat mengetahui dampak perataan laba dan pengungkapan mandatory terhadap relevansi nilai informasi akuntansi sebelum dan setelah adanya adopsi adopsi IFRS periode 2010-2014.
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan maka rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini antara lain:
1. Apakah relevansi nilai laba perusahaan manufaktur di Indonesia lebih tinggi ketika mengadopsi IFRS daripada sebelum mengadopsi IFRS?
2. Apakah perataan laba menurunkan relevansi nilai laba setelah adopsi IFRS?
3. Apakah pengungkapan mandatory meningkatkan relevansi nilai laba setelah adopsi IFRS?
II. PENURUNAN HIPOTESIS
A. Relevansi Nilai Sebelum dan Setelah Adopsi IFRS
Informasi akuntansi yang baik adalah informasi yang relevan sehingga dapat menjadi dasar pengambilan keputusan. Informasi relevan dapat membantu pihak pemakai laporan keuangan dalam memprediksikan hasil akhir, masa lalu, masa kini dan masa depan yang memiliki nilai prediktif (Suryatmi, 2014). Salah satu alat yang digunakan untuk dapat mengestimasi kejadian ekonomi di masa mendatang adalah laba. Laba akuntansi berhubungan dengan harga saham (Ball and Brown, 1968).
Menurut Suryatmi (2014) sebelum mengadopsi IFRS, relevansi nilai informasi akuntansi diukur dengan laba bersih menggunakan metode biaya historis sehingga tidak
dapat mencerminkan keadaan ekonomi yang sebenarnya. Handayani (2014) menyatakan bahwa laba per saham merupakan salah satu proksi dalam menghitung relevansi nilai informasi akuntansi, sehingga pengadopsian IFRS dapat meningkatkan laba per saham. IFRS sebagai prinsip dasar dalam laporan keuangan mampu meningkatkan relevansi nilai informasi sehingga membantu investor dalam mengambil keputusan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat diturunkan adalah:
H1: Relevansi nilai laba perusahaan manufaktur di Indonesia lebih tinggi ketika mengadopsi IFRS daripada sebelum mengadopsi IFRS.
B. Perataan Laba dan Relevansi Nilai Laba
Tindakan pertaaan laba merupakan bagian dari earnings management.
Penelitian terkait dengan tindakan earnings management setelah adopsi IFRS masih memiliki hasil yang negatif. Handayani (2014) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara manajemen laba baik akrual maupun riil setelah penerapan IFRS.
Menurut Kusuma (2006) relevansi laba turun ketika perusahaan melakukan praktik manajemen laba karena angka laba yang dilaporkan tidak dapat mencerminkan nilai sebenarnya sehingga angka tersebut tidak dapat dipercaya. Aji dan Mita (2010) menyatakan bahwa praktik perataan laba yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan dapat menyebabkan pengungkapan laba di laporan keuangan menjadi tidak memadai, bahkan terkesan menyesatkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat diturunkan adalah:
H2: Perataan laba menurunkan relevansi nilai laba setelah adopsi IFRS.
C. Pengungkapan Mandatory dan Relevansi Nilai Laba
Pengungkapan mandatory merupakan suatu standar pengungkapan wajib yang harus dilakukan oleh perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangannya sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku (Nugraheni, 2014). Pengungkapan mandatory bertujuan memenuhi kebutuhan informasi pengguna laporan keuangan, memastikan pengendalian kualitas kinerja melalui ketaatan terhadap hukum dan standar akuntansi yang berlaku (Nugraheni, 2014).
Kriteria yang ditetapkan dalam pengungkapan mandatory bertujuan untuk membuat laporan keuangan menjadi lebih relevan dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan. Pengungkapan mandatory berfungsi untuk menyesuaikan standar akuntansi yang diterapkan di Indonesia dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berbasis International Accounting Standards (IAS) dan International Financial Reporting Standards (IFRS).
Penyempurnaan ini diharapkan dapat meningkatkan relevansi informasi akuntansi dalam laporan keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat diturunkan adalah:
H3: Pengungkapan mandatory meningkatkan relevansi nilai laba setelah adopsi IFRS.
III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penilitian ini adalah perusahaan manufktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2014. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu berupa data kuantitatif yang disajikan dalam laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2014.
Pemilihan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling dengan tujuan
untuk memperoleh kriteria-kriteria tertentu agar dapat mewakili populasinya. Kriteria pemilihan sampel yang digunakan yaitu:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Data laporan keuangan tersedia berturut-turut pada tahun 2011-2014.
3. Laporan keuangan yang dipublikasikan adalah laporan keuangan yang telah diaudit dan berakhir pada 31 Desember.
4. Perusahaan menggunakan International Financial Reporting Standards (IFRS).
5. Laporan keuangan yang disajikan dalam mata uang rupiah.
6. Perusahaan manufaktur memiliki eraning per shares (EPS) positif.
7. Data lapoan keuangan tersedia di www.idx.co.id
B. Definisi Operasionalisasi Variabel 1. Variabel Independen
a. Perataan Laba
Pengukuran perataan laba menggunakan Indeks Eckel. Indeks Eckel digunakan untuk mengindikasikan apakah perusahaan melakukan praktik perataan laba atau tidak. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Eckel, 1981):
Indeks Eckel= CV ΔI
CV ΔS
Keterangan:
CV: Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi dengan nilai yang diharapkan.
ΔI: Perubahan laba bersih dalam satu periode.
ΔS: Perubahan penjualan (manufaktur) dalam satu periode.
Nilai CV ΔI dan CVΔS dihitung dengan rumus:
CV ΔI : Koefisien variasi untuk perubahan laba.
CV ΔS : Koefisien variasi untuk perubahan penjualan.
CV ΔI atau CVΔS= √(Δx−Δx)
n−1 : Δx
Keterangan:
Δx : Perubahan laba(I) atau penjualan(S)
Δx : Rata-rata perubahan laba(I) atau penjualan(S) n : Banyaknya tahun yang diamati
Kriteria perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba adalah:
1) Perusahaan dianggap melakukan praktik perataan laba apabila indeks perataan laba lebih kecil daripada 1 (CVΔS > CV ΔI).
2) Perusahaan dianggap tidak melakukan praktik perataan laba apabila indeks perataan laba lebih besar sama dengan 1 (CVΔS < CV ΔI).
b. Pengungkapan Mandatory
Pengujian laporan keuangan disesuaikan dengan aturan yang dikeluarkan oleh Bapepam Peraturan VIII.G7 – Keputusan Ketua Bapepam LK Nomor KEP-347/BL/2012 tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik. Pengujian dilaksanakan dengan memberikan poin. Poin 1 diberikan apabila peraturan Bapepam tersebut diungkapkan dalam laporan keungan. Poin 0 diberikan pada butir yang tidak diungkapkan. Poin yang terkumpul diprosentasekan setelah dibandingkan dengan total butir pengungkapan.
Mandscore = ∑ butir informasi yang diungkapkan
∑butir informasi yang wajib diungkapkan x 100%
2. Variabel Dependen
Relevansi Nilai Informasi Akuntansi
Relevansi nilai informasi akuntansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah relevansi nilai laba yang diproyeksikan dengan laba per lembar saham (earnings per share-EPS). Penelitian mengenai relevansi nilai informasi akuntansi menggunakan model penelitian Ohlson (1995). Model Ohlson menggabungkan nilai pasar peusahaan (harga saham) dengan laba serta informasi lain yang dapat mempengaruhi relevansi nilai informasi akuntansi. Namun, pada penelitian ini model Ohlson dimodifikasi sebagai berikut.
P(i,t+l) = a1Eit
Keterangan:
P(i,t+l) : harga saham perusahaan i pada tahun berikutnya
a1Eit : informasi laba per lembar saham perusahaan i pada tahun t
C. Uji Kualitas Data
1. Uji Statistik Deskriptif
Uji Statistik deskriptif dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran umum terkait dengan data yang diteliti. Statistik deskriptif menjelaskan nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi dari variabel yang diuji.
2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui tingkat distribusi normal variabel-variabel yang digunakan dalam model regresi. Pengujian normalitas ini menggunakan kolmogorov-smirnov test, dan Probability-Plot (P-plot) test. Pada
kolmogorov-smirnov test variable-variabel yang mempunyai tingkat signifikansi dibawah 0,05 dalam asymp. Sig (2-tailed), maka artinya variabel yang diuji tidak terdistribusi secara normal. Apabila sebuah data yang terdistribusi secara normal, maka plot akan cenderung untuk berada disekitar garis lurus (Wibowo dan Siti, 2014).
b. Uji multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji korelasi antar variabel–
variabel independen dalam suatu model regresi. Multikolinieritas mengacu pada situasi dengan dua variable atau lebih sangat berhubungan linier (Gujarati, 2006).
Uji multikolinieritas dapat diketahui dengan menganalisis nilai dari VIF (Variance Inflation Factor).
c. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui tingkat varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah non heteroskedastisitas, yaitu varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap (Gujarati, 2006). Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan uji glejser. Apabila nilai sig pada uji glejser lebih dari alpha maka dinyatakan tidak mengalami heteroskedastisitas. (Wibowo dan Siti, 2014).
d. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk bertujuan menguji korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode sekarang (t) dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t - 1). Model yang baik dalam suatu regresi yaitu tidak terjadi autokorelasi atau non autokorelasi. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan cara uji Durbin-Watson (Wibowo dan Siti, 2014).
D. Uji Hipotesis
Penelitian ini menggunakan empat model regresi. Model regresi pertama adalah untuk menguji relevansi nilai laba perusahaan mnufaktur di Indonesia lebih tingga ketika mengadopsi IFRS daripada sebelum mengadopsi IFRS. Pengujian ini membandingkan nilai adjusted R square sebelum dan setelah IFRS. Model regresi pertama dapat dilakukan dengan rumus:
Y = α0 + α1 EPS + α2∆EPS Keterangan:
Y : Harga Saham α0,1 : Koefisien regresi EPS : Earnings Per Shares
∆EPS : Perubahan earnings per share
Dimana ∆EPS dapat dihitung menggunakan rumus:
∆EPS = (EPSn− EPSn−1)
EPSn−1
Keterangan:
∆EPS : Perubahan earnings per share
EPSn :Earnings per share tahun yang diteliti EPSn-1 : Earnings per share tahun yang diteliti – 1
Model regresi kedua digunakan untuk menguji pengaruh perataan laba terhadap relevansi nilai laba dengan rumus:
Y = α + β1 EPS + β2 EPS . PL
Keterangan:
Y : Harga saham α : Konstanta β1, β2 : Koefisien regresi EPS : Laba per lembar saham PL : Perataan laba
Model regresi ketiga digunakan untuk menguji pengaruh pengungkapan mandatory terhadap relevansi nilai laba dengan rumus:
Y = α + β1 EPS + β2 EPS . MD
Keterangan:
Y : Harga saham α : Konstanta
β1, β2, : Koefisien regresi MD : Mandatory Disclosure
Langkah selanjutnya, model penelitian tersebut digunakan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan sebelumnya dengan menggunakan alat uji berikut:
1. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted RSquare)
Uji koefisien determinasi berfungsi untuk mengukur sejauh mana kemampuan variabel independen memengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2009). Koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square.
2. Uji Pengaruh Simultan (Uji F)
Pengujian ini digunakan untuk membuktikan apakah koefisien regresi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan antar variabel independen. Uji F merupakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel independen yang secara simultan atau bersama-sama memengaruhi terhadap variabel dependen dalam model regresi. Jika nilai F-hitung > F-tabel (alpha 0,05) maka hipotesis diterima.
3. Uji Parsial (t-Test)
Pengujian ini digunakan untuk menguji dan membuktikan apakah koefisien regresi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan antar variabel. Uji t merupakan pengujian hipotesis dengan variabel independen dalam suatu model regresi dalam menjelaskan variabel dependen secara individual. Jika nilai t-hitung >
alpha 0,05 maka hipotesis diterima.
IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Data dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2011-2014. Data dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik puposive sampling. Jumlah perusahaan yang telah sesuai kriteria dan menjadi sampel dalam penelitian dijelaskan pada Tabel 4. 1.
sebagai berikut:
Tabel. 4. 1
Kriteria Pengambilan Sampel
No Keterangan Jumlah
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2014 149
2. Laporan keuangan yang tidak tersedia berturut-turut 2011-2014 (53) 3. Perusahaan yang tidak menggunakan mata uang rupiah (24)
4. Perusahaan yang memiliki EPS negatif (22)
5. Jumlah perusahaan yang menjadi sampel penelitian 50 6. Jumlah perusahaan observasi (50 x 4 tahun) 200
B. Analisis Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan empat model regresi. Model pertama (sebelum IFRS) dan model kedua (setelah IFRS) berfungsi untuk membandingkan relevansi nilai laba sebelum dan setelah adopsi IFRS. Model ketiga berfungsi untuk menguji pengaruh perataan laba terhadap relevansi nilai laba. Model keempat berfungsi untuk menguji pengaruh pengungkapan mandatory terhadap relevansi nilai laba.
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif, jumlah sampel pada masing-masing model penelitian tersebut berbeda jumlahnya, hal tersebut terjadi karena perbedaan tahun yang digunakan pada masing-masing model penelitian. Hasil uji statistik deskriptif yang dijelaskan pada halaman lampiran menunjukkan nilai maksimum, minimum, mean, dan standar deviasi dari harga saham, earning per shares dikali perataan laba, dan earning per shares dikali pengungkapan mandatory.
C. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas
Penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan One-Sample Kolmogorof-Smirnov Test. Data dapat diketahui berdistribusi normal apabila memiliki tingkat signifikansi lebih besar dari nilai alpha 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 4. 2. sebagai berikut:
TABEL 4.2 Hasil Uji Normalitas
Model Regresi Asymp Sig. Alpha Kondisi Simpulan Model I 0,156 0,05 Sig> alpha Normal Model II 0,775 0,05 Sig > alpha Normal Model III
Model IV
0,063 0,689
0,05 0,05
Sig> alpha Sig> alpha
Normal Normal Sumber: Lampiran Uji Normalitas
Berdasarkan Tabel 4.2. hasil uji normalitas dalam penelitian ini diperoleh bahwa masing-masing model penelitian memiliki nilai Asymp sig.
sebesar 0,156; 0,775; 0,063; dan 0,689. Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa nilai Asymp sig. > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian baik model I, II, III, dan IV berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas menggunakan nilai Tolerance dan Variance Inflation Vectors (VIF). Hasil pengujian dikatakan tidak mengalami multikolinieritas apabila nilai Tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10.
Hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada Tabel 4. 3. sebagai berikut:
TABEL 4.3
Hasil Uji Multikolinearitas
Model Collinearity Statistic
Simpulan Tolerance VIF
Model I 0,866 1,155 Tidak terjadi Multikolinearitas Model II 0,995 1,005 Tidak terjadi Multikolinearitas Model III
Model IV
0,981 0,001
1,020 678,727
Tidak terjadi Multikolinearitas Terjadi Multikolinearitas Sumber: Lampiran Uji Multikolinieritas
Berdasarkan Tabel 4.3. pada model I, II, dan III hasil uji multikolinearitas menunjukkan hasil bahwa nilai tolerance pada model ketiga tersebut lebih besar dari 0,1 ( Tolerance > 0,1) atau nilai VIF lebih kecil dari 10 (VIF < 10) sehingga dapat disimpulkan bahwa model I, II, dan III tidak mengalami multikolinearitas. Pada model IV dapat diketahui bahwa nilai tolerance pada model tersebut lebih kecil dari 0,1 ( Tolerance < 0,1) atau nilai VIF lebih besar dari 10 (VIF > 10) sehingga dapat disimpulkan bahwa model IV mengalami multikolinieritas.
Menurut Gujarati (2003) multikolinieritas merupakan masalah fenomena sampling yang terjadi pada sampel dan bukan pada populasi yang berarti bahwa jika dimungkinkan untuk bekerja pada populasi maka multikolinieritas tidak akan pernah menjadi suatu masalah.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilaksanakan dengan menggunakan uji Glejser.
Suatu model regresi dinyatakan tidak mengalami heteroskedastisitas apabila sig
> 0,05.
Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada Tabel 4. 4. berikut:
TABEL 4.4
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Model Sig. Alpha Kondisi Simpulan
Model I 0,242 0,05 Sig. > alpha Tidak terjadi Heteroskedastisitas
Model II 0,946 0,05 Sig. > alpha Tidak terjadi Heteroskedastisitas Model III
Model IV
0,098 0,358
0,05 0,05
Sig. > alpha Sig. > alpha
Tidak terjadi Heteroskedastisitas Tidak terjadi Heteroskedastisitas Sumber: Lampiran Uji Heteroskedastisistas
Berdasarkan Tabel 4.4. hasil uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini diperoleh bahwa masing-masing model penelitian memiliki nilai sig sebesar 0,242; 0,946; 0,098; dan 0,358 menunjukkan bahwa nilai sig > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian baik model I, II, III, dan IV tidak mengalami heteroskedastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW-test ) dimana apabila du < DW < 4-du maka tidak terjadi autokorelasi. Hasil uji autokorelasi model pertama dapat dilihat pada Tabel 4. 5. berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi
Model du DW 4-du Kondisi Simpulan
Model I 1,6204 1,796 2,379 du < DW < 4-du
Tidak terjadi Autokorelasi Model II 1,6231 2,304 2,376 du < DW < 4-du
Tidak terjadi Autokorelasi Model III 1,6819 2,143 2,318 du < DW < 4-du
Tidak terjadi Autokorelasi Model IV 1,5937 1,854 2,406 du < DW < 4-du
Tidak terjadi Autokorelasi Sumber: Lampiran Uji Autokorelasi
D. Uji Hipotesis
1. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted RSquare)
Koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square. Nilai Adjusted R Square dapat diketahui pada Tabel 4.6. secara berurutan sebagai berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji Koefisien Determinasi (Adjusted RSquare) Model Adjusted RSquare Presentase Model I
Model II Model III Model IV
0,969 0,974 0,957 0,955
96,9%
97,4%
95,7%
95,5%
Sumber: Lampiran Uji Koefisien Determinasi
Berdasarkan Tabel 4.6. dapat diketahui bahwa variabel dependen dapat diterangkan oleh variabel independen sebesar 96,9% ; 97,4% ; 95,7% ; dan 95,5%
dan sisanya sebesar 3,1% ; 2,6% ; 4,3% ; dan 4,5% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti.
2. Uji pengaruh simultan (F Test)
Uji pengaruh simultan (F Test) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua variabel independen dalam model regresi mempunyai pengaruh bersama-sama terhadap variabel dependen. Hasil uji pengaruh simultan dapat diketahui pada Tabel 4.7. sebagai berikut:
Tabel 4.7
Hasil Uji Pengaruh Simultan (F Test)
Model Sig Alpha Kondisi
Model I Model II Model III Model IV
0,000 0,000 0,000 0,000
0,05 0,05 0,05 0,05
Sig < alpha Sig < alpha Sig < alpha Sig < alpha Sumber: Lampiran Pengaruh Simultan (F Test)
Berdasarkan uji pengaruh simultan (F Test) dapat diketahui bahwa variabel independen dapat memengaruhi variabel dependen secara signifikan.
dimana nilai signifikansi pada seluruh model sebesar 0,000 < 0,05 maka, variabel earnings per shares (EPS), perubahan EPS, EPSPL, dan EPSMD dapat memengaruhi relevansi informasi nilai laba.
3. Uji parsial (t-Test)
Uji parsial (t-Test) bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Hasil uji pengaruh simultan model pertama dan kedua dapat dilihat pada Tabel 4.8.
dan 4.9. sebagai berikut:
Tabel. 4. 8 Hasil Uji t Model I
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,169 ,205 ,824 ,414
EPS_2011 ,995 ,028 ,996 35,527 ,000
PERUB_EPS ,047 ,043 ,030 1,087 ,283
a Dependent Variable: HARGA_SAHAM
Tabel. 4. 9 Hasil Uji t Model II
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,294 ,178 1,657 ,104
EPS_2014 ,958 ,023 ,990 41,625 ,000
PERUB_EPS -,062 ,027 -,055 -2,314 ,025
a Dependent Variable: HARGA_SAHAM
Berdasarkan Tabel 4. 8. dan Tabel 4. 9. menunjukkan nilai sig pada EPS_2011 dan EPS_2014 adalah sebesar 0,000 yang berati bahwa laba berpengaruh terhadap perubahan harga saham yang mengindikasikan adanya relevansi nilai laba. Selanjutnya, berdasarkan hasil uji koefisien determinasi (Adjusted RSquare) Tabel 4.6. menunjukkan bahwa nilai Adjusted RSquare pada Model I (Sebelum IFRS) sebesar 0,969 dan pada Model II (Setelah IFRS)
meningkat menjadi 0,974 yang mengindikasikan adanya peningkatan sebesar 0,05. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa H1 diterima.
Hasil uji parsial (t-Test) model ketiga dapat dilihat pada Tabel 4. 10.
berikut:
Tabel. 4. 10 Hasil Uji t Model III
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 560,943 55,907 10,034 ,000
EPS ,667 ,019 ,864 35,581 ,000
EPSPL -,007 ,001 -,356 -14,667 ,000
a Dependent Variable: Harga_Saham
Berdasarkan Tabel 4. 10. hasil uji t menunjukkan bahwa EPSPL memiliki koefisien regresi negatif sebesar 0,007 dengan signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 yang artinya EPSPL berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa H2 diterima.
Hasil uji parsial (t-Test) model keempat dapat dilihat pada Tabel 4.11.
sebagai berikut:
Tabel. 4. 11 Hasil Uji t Model IV
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 747,457 157,410 4,748 ,000
EPS -40,031 1,613 -22,578 -24,817 ,000
EPSMD 68,972 2,726 23,016 25,298 ,000
a Dependent Variable: Harga_Saham
Berdasarkan Tabel 4. 11. hasil uji t menunjukkan bahwa EPSMD memiliki koefisien regresi positif sebesar 68,972 dengan signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 yang artinya EPSMD berpengaruh positif dan signifikan terhadap
harga saham. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa H3 diterima.
E. Pembahasan
1. Relevansi Nilai Laba Perusahaan Manufaktur di Indonesia Lebih Tinggi Ketika Mengadopsi IFRS daripada Sebelum Mengadopsi IFRS
Hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa relevansi nilai laba perusahaan manufaktur di Indonesia meningkat ketika mengadopsi IFRS. IFRS sebagai dasar dalam laporan keuangan mampu meningkatkan relevansi nilai informasi sehingga dapat membantu investor dalam mengambil keputusan (Suryatmi, 2014). Peningkatan nilai Adjusted R Square sebesar 0,05%
meski tidak meningkat secara signifikan namun telah membuktikan bahwa informasi laba menjadi faktor penting untuk membuat keputusan investasi karena setelah adanya IFRS variasi laba dapat mencerminkan variasi harga saham dengan lebih baik (Sinarto dan Christiawan, 2014).
Relevansi nilai laba dapat meningkat setelah adopsi IFRS terjadi karena mulai adanya keyakinan dari para investor untuk mempertimbangkan informasi laba sebagai dasar pengambilan keputusan. Hal tersebut terjadi diakibatkan oleh adanya karakteristik lingkungan institusional yang lebih baik dimana semakin meningkatnya perlindungan terhadap investor dan adanya penerapan IFRS membawa dampak meningkatkan kredibilitas dan transparansi laporan keuangan sehingga dapat berpengaruh pada meningkatnya relevansi nilai laba setelah adopsi IFRS.
2. Perataan Laba Menurunkan Relevansi Nilai Laba
Hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perataan laba mampu menurunkan relevansi nilai laba. Sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Kusuma (2006) menyatakan bahwa relevansi nilai laba turun ketika perusahaan melakukan praktik manajemen laba karena angka laba yang dilaporkan tidak dapat mencerminkan nilai sebenarnya sehingga angka tersebut tidak dapat dipercaya. Agustiningsih (2009) menjelaskan bahwa income smoothing yang dilakukan suatu perusahaan menyebabkan menurunnya tingkat keinformatifan laba. Sejalan dengan penelitian tersebut Handayani (2013) menyatakan bahwa adanya adopsi IFRS belum menjamin adanya penurunan tingkat praktik manajemen laba, termasuk dalam hal ini adalah tindakan perataan laba.
Adopsi IFRS di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil seperti di negara lain seperti Eropa yang telah memiliki ketetapan hukum yang baik (Handayani, 2013). Hal tersebut terjadi karena terdapat kemungkinan adanya ketidakselarasan penerapan peraturan tersebut, kondisi dan tata perekonomian di setiap negara berbeda, dan waktu pemberlakuan standar yang singkat.
3. Pengungkapan Mandatory Meningkatkan Relevansi Nilai Laba
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa pengungkapan mandatory mampu meningkatkan relevansi nilai laba. Sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Rohmah dan Yuni (2013) terjadi peningkatan relevansi nilai setelah penerapan IFRS. Adanya pengungkapan mandatory membantu meminimalisir tindakan kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap laporan keuangannya sehingga dengan banyaknya poin yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan dapat meningkatkan relevansi nilai laba.
Adina dan Ion (2008) dalam Nugraheni (2014) menjelaskan bahwa pengungkapan mandatory bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna laporan keuangan, memastikan pengendalian kualitas kinerja melalui ketaatan terhadap hukum dan standar akuntansi yang berlaku. Sejalan dengan penelitian sebelumnya, pengungkapan mandatory mengharuskan pihak manajemen mengungkapkan data laporan keuangan dengan benar sehingga inverstor dapat lebih terlindungi dari tindakan manipulasi laporan keuangan yang dapat terjadi. Adanya pengungkapan mandatory berdampak pada meningkatnya relevansi nilai laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
V. KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Relevansi nilai laba setelah adopsi IFRS mengalami peningkatan yang berarti bahwa relevansi nilai laba mengalami peningkatan ketika mengadopsi IFRS.
2. Perataan laba berpengaruh negatif terhadap relevansi nilai laba yang berarti bahwa perataan laba menurunkan relevansi nilai laba setelah adopsi IFRS.
3. Pengungkapan mandatory berpengaruh positif terhadap relevansi nilai laba setelah adopsi IFRS yang berarti bahwa adanya pengungkapan mandatory dapat meningkatkan relevansi nilai laba.
B. Saran
Peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan beberapa saran sebagai berikut :
1. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk bisa mengambil sampel perusahaan dengan cakupan yang lebih luas tidak hanya terbatas pada perusahaan manufaktur, dan menambah jangka waktu penelitian agar hasil yang didapatkan bisa menjadi lebih baik.
2. Penelitian ini hanya menggunakan satu relevansi nilai yaitu relevansi nilai laba, bagi peneliti selanjutnya dapat menambahkan variabel-variabel baru.
3. Penelitian ini melihat dampak sebelum dan setelah IFRS hanya pada relevansi nilai laba saja, bagi penelitian selanjutnya dapat mengembangkan melihat dampak perataan laba maupun pengungkapan mandatory terhadap relvansi nilai informasi akuntansi sebelum dan setelah IFRS.
C. Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan sebagai berikut:
1. Penelitian hanya menggunakan satu relevansi nilai yaitu relevansi nilai laba.
2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya pada perusahaan manufaktur dengan jumlah tahun yang berbeda pada setiap hipotesis.
3. Terjadi multikolinieritas pada hipotesis ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
Abiprayu, Kris Brantas. 2011. “Pengaruh Profitabilitas. Ukuran Perusahaan. Financial Leverage. Kualitas Auditor. dan Dividend Pay Out Ratio terhadap Perataan Laba”.
Skripsi. Semarang: UNDIP.
Agustiningsih, Sri Wahyu. 2009. “Pengaruh Income Smoothing terhadap keinformatifan laba”.
Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Aji, Dhamar Yudho dan Mita, Aria Farah. 2010. “Pengaruh Profitabilitas. Risiko Keuangan.
Nilai Perusahaan. dan Struktur Kepemilikan terhadap Praktek Perataan Laba: Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”. Makalah Simposium Nasional Akuntansi 13 Purwokerto.
Angkoso, Cakti Dito. 2012. “Dampak Konvergensi IFRS terhadap Kualitas Penyajian Laporan Keuangan. Jurnal Akuntansi Keuangan.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM LK) Penerbitan Keputusan BAPEPAM LK. http//www.bapepam.go.id/
Ball, Ray dan Philip Brown. 1968. ”An Empirical Evolution of Accounting Income Numbers.
Journal of Accounting Research”.
Barth, M. E., Landsman, W. R. & Lang. M. 2008. “International Accounting Standards and Accounting Quality”. Journal of Accounting Research. 46. 467-498.
Cahyonowati, Nur & Ratmono, Dwi. 2012. “Adopsi IFRS dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi”. Jurnal Akuntansi Keuangan vol 14 no. 2.
Eckel. N, 1981. “The Income Smoothing Hypothesis Revisited”. Abacus. June.
Francis, J. & Schipper. K.. 1999. “Have Financial Statements Lost Their Relevance?” Journal of Accounting Research. 37. 317-352.
Gujarati, Damonar N.. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Edisi 3. Terjemahan oleh Julius A.
Mulyadi. Jakarta. Bumi Aksara.
Handayani, Sri., Putra Adrie. 2013. “Dampak Asimetri Informasi dan Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi Akuntansi pada Berbagai Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Perusahaan Manufaktur di Indonesia”. Makalah Simposium Nasional Akuntansi 16 Manado. sesi 3.
Handayani, Yusvika Pitri. 2014. “Analisis Perbedaan Manajemen Laba Sebelum dan Sesudah Penerapan Standar Akuntansi Keuangan”. Skripsi. UNP.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: SalembaEmpat.
Jensen, M. C.. Meckling. W. II. 1976. ”Theory of the Firm: Managerial Behavior. Agency Costs and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics. Vol 3 No. 4 pp 305- 360.
Nugraheni, Irsyadah. 2014. “Pengaruh Informasi Asimetri dan Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS terhadap Relevansi Nilai Informasi Akuntansi pada Perusahaan Manufaktur”. Skripsi. Yogyaarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Ohlson, James A.. 1995. “Earnings. Book Values and Dividends in Equity Valuation’.
Contemporary Accounting Research.
Rahmawati, Dina dan Muid. Dul. 2012. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Praktik Perataan Laba (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2010)”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Rohaeni, Dian dan Aryati, Titik.. 2012. ”Pengaruh Konvergensi IFRS terhadap Income Smoothing dengan Kualitas Audit sebagai Variabel Moderasi. Jakarta: Universitas Bakrie Jakarta.
Rohmah, Aida., Yuni, N.S. Retno. 2013. “Dampak Penerapan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Pasca Adopsi IFS terhadap Relevansi Nilai dan Asimetri Informasi”. Makalah Simposium Nasional Akuntansi 16 Manado. Sesi 1.
Scott, William R.. 2009. “Financial Accounting Theory”. New Jersey: Prentice Hall.
Sinarto, Jonathan Reiner dan Christiawan, Jogi Julius. 2014. “Pengaruh Penerapan IFRS terhadap Relevansi Nilai Laba Laporan Keuangan”. Tax and Accounting Review, Vol 4, No 1. Jakarta: Universitas Kristen Petra.
Sumarni, Asusti Sri., Rahmawati. 2007. “Relevansi Nilai Informasi Arus Kas dengan Rasio Laba dan Perubahan Laba Harga Sebagai Variabel Moderasi: Hubungan Non Linier”.
JAAI.
Suryatmi, Mutia. 2014. “Analisis Perbedaan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Sebelum dan Sesudah Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS). (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)”. Skipsi. Padang:
Universitas Negeri Padang.
Suwardjono, 2013. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi ke-3.
Yogyakarta : BPFE.
Wibowo, Ramadhani dan Siti. 2014. “Pengaruh Profitabilitas. Kepemilikan Manajerial.
Kebijakan Deviden. dan Leverage terhadap Nilai Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011)”. Jurnal Akuntansi Indonesia.
LAMPIRAN 1. Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics Model I (Sebelum IFRS)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
HARGA_SAHAM 47 3,91 12,79 7,6261 1,95118
EPS_2011 47 3,91 12,51 7,5413 1,95161
PERUB_EPS 47 -4,07 1,68 -1,0696 1,26754
Valid N (listwise) 47
Descriptive Statistics Model II (Setelah IFRS)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
HARGA_SAHAM 48 3,91 11,14 7,4526 1,76466
EPS_2014 48 3,91 11,08 7,4379 1,82289
PERUB_EPS 48 -4,50 6,85 -,5231 1,57510
Valid N (listwise) 48
Descriptive Statistics Model III
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation Harga_Saham 76 50,00 10500,00 1108,5395 2272,85055
EPS 76 ,04 16314,00 680,7900 2943,72360
EPSPL 76 -945226,0 7285,41 -12557,8703 108444,5249
Valid N (listwise) 76
Descriptive Statistics Model IV
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Harga_Saham 38 50,00 24250,00 2340,4474 4253,50986
EPS 38 ,04 14822,00 509,4239 2399,09168
EPSMD 38 ,03 8744,98 318,7621 1419,39476
Valid N (listwise) 38
2. Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Model I (Sebelum IFRS)
Unstandardize d Residual
N 47
Normal Parameters(a,b) Mean ,0000000
Std. Deviation ,33748441
Most Extreme Differences
Absolute ,165
Positive ,105
Negative -,165
Kolmogorov-Smirnov Z 1,130
Asymp. Sig. (2-tailed) ,156
a Test distribution is Normal.
b Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Model II (Setelah IFRS)
Unstandardize d Residual
N 48
Normal Parameters(a,b) Mean ,0000000
Std. Deviation ,28073348
Most Extreme Differences
Absolute ,095
Positive ,095
Negative -,059
Kolmogorov-Smirnov Z ,661
Asymp. Sig. (2-tailed) ,775
a Test distribution is Normal.
b Calculated from data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Model III
Unstandardize d Residual
N 76
Normal Parameters(a,b) Mean ,0000000
Std. Deviation 466,72010825 Most Extreme
Differences
Absolute ,151
Positive ,151
Negative -,122
Kolmogorov-Smirnov Z 1,314
Asymp. Sig. (2-tailed) ,063
a Test distribution is Normal.
b Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Model IV
Unstandardize d Residual
N 38
Normal Parameters(a,b) Mean ,0000000
Std. Deviation 878,77073747
Most Extreme Differences
Absolute ,116
Positive ,116
Negative -,108
Kolmogorov-Smirnov Z ,713
Asymp. Sig. (2-tailed) ,689
a Test distribution is Normal.
b Calculated from data.
3. Uji Multikolinieritas
Coefficients(a) Model I (Sebelum IFRS)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF B
Std.
Error
1 (Constant) ,169 ,205 ,824 ,414
EPS_2011 ,995 ,028 ,996 35,527 ,000 ,866 1,155
PERUB_EPS ,047 ,043 ,030 1,087 ,283 ,866 1,155
a Dependent Variable: HARGA_SAHAM
Coefficients(a) Model II (Setelah IFRS)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics B
Std.
Error Beta Tolerance VIF B
Std.
Error
1 (Constant) ,294 ,178 1,657 ,104
EPS_2014 ,958 ,023 ,990 41,625 ,000 ,995 1,005
PERUB_EPS -,062 ,027 -,055 -2,314 ,025 ,995 1,005 a Dependent Variable: HARGA_SAHAM
Coefficients(a) Model III
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF B
Std.
Error
1 (Constant) 560,943 55,907 10,034 ,000
EPS ,667 ,019 ,864 35,581 ,000 ,981 1,020
EPSPL -,007 ,001 -,356 -14,667 ,000 ,981 1,020
a Dependent Variable: Harga_Saham
Coefficients(a) Model IV
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF B
Std.
Error
1 (Constant) 747,457 157,410 4,748 ,000
EPS -40,031 1,613 -22,578 -24,817 ,000 ,001 678,727 EPSMD 68,972 2,726 23,016 25,298 ,000 ,001 678,727 a Dependent Variable: Harga_Saham
4. Uji Heteroskedastisitas
Coefficients(a) Model I (Sebelum IFRS)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,233 ,155 1,496 ,142
EPS_2011 -,008 ,021 -,061 -,379 ,706
PERUB_EPS -,039 ,033 -,189 -1,186 ,242
a Dependent Variable: Abs_Resid
Coefficients(a) Model II (Setelah IFRS)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,211 ,121 1,746 ,088
EPS_2014 -,001 ,016 -,010 -,067 ,947
PERUB_EPS -,001 ,018 -,010 -,068 ,946
a Dependent Variable: Abs_Resid
Coefficients(a) Model III
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) 375,654 30,463 12,331 ,000
EPS ,019 ,010 ,210 1,839 ,070
EPSPL ,000 ,000 ,191 1,677 ,098
a Dependent Variable: Abs_Resid
Coefficients(a) Model IV
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) 6,786 7,917 ,857 ,397
MD 6,065 11,729 ,083 ,517 ,608
EPSMD -7,97E-005 ,001 -,012 -,077 ,939
a Dependent Variable: Abs_Res
5. Uji Autokorelasi dan Uji Koefisien Determinasi Model Summary(b) Model I (Sebelum IFRS)
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin- Watson
1 ,985(a) ,970 ,969 ,34507 1,796
a Predictors: (Constant), PERUB_EPS, EPS_2011 b Dependent Variable: HARGA_SAHAM
Model Summary(b) Model II (Setelah IFRS)
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin- Watson
1 ,987(a) ,975 ,974 ,28690 2,304
a Predictors: (Constant), PERUB_EPS, EPS_2014 b Dependent Variable: HARGA_SAHAM
Model Summary(b) Model III
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin- Watson
1 ,979(a) ,958 ,957 473,07033 2,143
a Predictors: (Constant), EPSPL, EPS b Dependent Variable: Harga_Saham
Model Summary(b) Model IV
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin- Watson
1 ,978(a) ,957 ,955 903,52969 1,854
a Predictors: (Constant), EPSMD, EPS b Dependent Variable: Harga_Saham
6. Uji Pengaruh Simultan (F Test)
ANOVA(b) Model I (Sebelum IFRS)
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 169,888 2 84,944 713,380 ,000(a)
Residual 5,239 44 ,119
Total 175,128 46
a Predictors: (Constant), PERUB_EPS, EPS_2011 b Dependent Variable: HARGA_SAHAM
ANOVA(b) Model II (Setelah IFRS)
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 142,655 2 71,327 866,528 ,000(a)
Residual 3,704 45 ,082
Total 146,359 47
a Predictors: (Constant), PERUB_EPS, EPS_2014 b Dependent Variable: HARGA_SAHAM
ANOVA(b) Model III
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 371101648,423 2 185550824,211 829,109 ,000(a)
Residual 16337074,459 73 223795,541
Total 387438722,882 75
a Predictors: (Constant), EPSPL, EPS b Dependent Variable: Harga_Saham
ANOVA(b) Model IV
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 640843999,061 2 320421999,530 392,498 ,000(a)
Residual 28572806,334 35 816365,895
Total 669416805,395 37
a Predictors: (Constant), EPSMD, EPS b Dependent Variable: Harga_Saham
7. Uji t
Uji t
Model I (Sebelum IFRS)
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,169 ,205 ,824 ,414
EPS_2011 ,995 ,028 ,996 35,527 ,000
PERUB_EPS ,047 ,043 ,030 1,087 ,283
a Dependent Variable: HARGA_SAHAM
Uji t
Model I (Sebelum IFRS)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,294 ,178 1,657 ,104
EPS_2014 ,958 ,023 ,990 41,625 ,000
PERUB_EPS -,062 ,027 -,055 -2,314 ,025
a Dependent Variable: HARGA_SAHAM
Uji t Model III
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 560,943 55,907 10,034 ,000
EPS ,667 ,019 ,864 35,581 ,000
EPSPL -,007 ,001 -,356 -14,667 ,000
a Dependent Variable: Harga_Saham
Uji t Model IV
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 747,457 157,410 4,748 ,000
EPS -40,031 1,613 -22,578 -24,817 ,000
EPSMD 68,972 2,726 23,016 25,298 ,000
a Dependent Variable: Harga_Saham