• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN FUNDAMENTAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN FUNDAMENTAL"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN FUNDAMENTAL

IDENTIFIKASI PATOFISIOLOGIS HATI BERDASARKAN KADAR SGOT/SGPT DAN LOGAM BERAT Pb SERTA UJI DAYA KEKEBALAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH

KOTA DENPASAR Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun

TIM PENELITI

PROF.DR.DRH. I KETUT BERATA, MSi/NIDN:0014096113 DR.DRH.NI NYOMAN WERDI SUSARI, MSi/NIDN: 0012117308

DRH. I MADE KARDENA, SKH, MVS/NIDN:0010037902

Dibiayai oleh

Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 311-117/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 30 Maret 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

NOPEMBER 2015

(2)

Denpasar, 29 Juni 2015

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ……… i

DAFTAR ISI ………. ii

RINGKASAN ...……….. iii

BAB 1 PENDAHULUAN ...……… 1

1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Permasalahan .……… 2

1.3. Tujuan Khusus Penelitian ………. 2

1.4. Urgensi (Keutamaan) Penelitian ……….. 3

1.5. Target Temuan ……… 3

1.6. Kontribusi Penelitian ……… 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………. 4

BAB 3 METODE PENELITIAN ..………. 7

3.1. Rancangan Penelitian ……….. 7

3.2. Pemilihan Sampel Penelitian ..……… 8

3.3. Pengambilan dan Pemeriksaan Serum ………. 8

3.4. Analisis Data Tahun I ……….. 9

3.5. Vaksinasi (Tahun ke 2) ..…... 9

3.6. Pengukuran Respon Kekebalan Humoral ... 9

3.7. Penyiapan Whole Antigen Virus Jembrana ... 10

3.7. Pemeriksaan Respon Kekebalan Seluler ……... 10

3.8. Analisis Data .………... 11

BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ..…………... 12

4.1. Biaya Penelitian ..………... 12

4.2. Jadwal Penelitian ..………... 12

DAFTAR PUSTAKA ..………... 13

(4)

RINGKASAN

Salah satu keunggulan sapi bali yaitu daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan. Hal ini terbukti banyak sapi bali yang dipelihara di tempat pembuangan sampah (TPA).

Keadaan ini didorong juga oleh semakin sempitnya lahan pengembalaan sapi sebagai tempat merumputnya sapi. Hasil pengamatan menunjukkan terdapat 324 ekor sapi dan pedet dipelihara secara dilepas di TPA Suwung Denpasar. Informasi dari daerah lain juga banyak sapi dipelihara di TPA, tetapi belum diketahui jumlahnya. Yang menjadi masalah adalah bagaimana jika sapi-sapi yang dipelihara di TPA dijadikan sumber daging atau pedet-pedetnya dijadikan bibit ? Sumber pakan dan minum sapi dari bahan buangan TPA tentu telah tercemar oleh limbah yang tentu saja berbahaya bagi kesehatan ternak sapi atau bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi dagingnya.

Indikator kesehatan ternak sapi sebagai sumber daging adalah berdasarkan keadaan hati berdasarkan pemeriksaan serum dan kandungannya. Oleh karena itu ternak sapi yang dipelihara di TPA penting dipantau secara komprehensif tentang patofisiologis hati dan uji kekebalan terhadap penyakit infeksius. Mengidentifikasi patofisiologis terutama dengan uji fungsi hati dilakukan dengan mengukur kadar enzim transaminase (SGOT = Serum Glutamate Oxaloacetat Transminase),SGPT = Serum Glutamate Pyruvate Transaminase). Pengukuran kadar SGOT/SGPT Pengukuran dilakukan dengan auto analyzer ((Refloton(R) plus). Kadar logam Pb dalam serum diukur dengan teknik.APHA (1995) menggunakan kits khusus pengukuran Pb Sampel sapi yang digunakan faktor inklusi adalah sapi umur 2 tahun, betina dan asli lahir di TPA. Hasil observasi pendahuluan terdata 26 ekor sapi yang memenuhi syarat. Hasil pemeriksaan SGOT/SGPT dan Pb dalam serum ditabulasi dan dianalisis. Sebagai kontrol digunakan serum sapi kereman yang diberi pakan hijauan. Tahap berikutnya 26 ekor sapi sampel divaksinasi terhadap penyakit Jembrana dan di booster sebulan kemudian. Uji kekebalan sapi bali yang digunakan adalah terhadap penyakit Jembrana, karena sapi bali paling peka terhadap penyakit itu. Pengukuran daya kekebalan diukur dengan teknik enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) untuk kekebalan humoral dan teknik methylthiazole tetrazolium (MTT assay) untuk uji kekebalan seluler. Hasil pemeriksaan respon kekebalan humoral dan seluler ditabulasi, dianalisis dan dikaitkan dengan kadar SGPT, SGOT dan Pb serum. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui status kesehatan sapi bali yang dipelihara di TPA umumnya dan TPA Denpasar khususnya. Hasil ini penting bagi pemegang kebijakan terhadap sistem pemeliharaan sapi di TPA terhadap kualitas daging yang dihasilkan serta keamanan bagi konsumen.

Hasil penelitian menunjukkan adanya logam berat plumbum (Pb) dengan kadar yang bervariasi antara 5,0048-10,256 ppm pada plasma darah sapi yang dipelihara di TPA Denpasar, tetapi tidak ditemukan adanya cadmium (Cd). Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar Pb plasma darah sapi TPA dengan SGOT, tetapi tidak dengan SGPT. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang distribusi logam berat Pb dalam berbagai jaringan terutama yang umum dikonsumsi masyarakat.

(5)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sapi bali merupakan plasma nutfah dunia yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan jenis sapi lainnya. Salah satu keunggulan sapi bali adalah daya adaptasi terhadap lingkungan yang sangat tinggi (Handiwirawan et al., 2007). Hal ini terbukti sapi bali banyak dipelihara di tempat pembuangan akhir (TPA), tumbuh dan berkembang dengan baik. Sapi bali yang dipelihara di TPA Suwung Denpasar berkisar 500 ekor, dengan cara dilepas. Pemeliharaan sapi bali di TPA lain di Bali juga ada, tetapi pendataaan mengenai jumlah, belum ada laporan.

Sumber pakan dan minum sapi dari bahan buangan TPA tentu telah tercemar oleh limbah yang mungkin saja berbahaya bagi kesehatan ternak sapi dan yang mengkonsumsi dagingnya.

Kontrol terhadap kesehatan ternak sapi yang dipelihara di TPA sangat penting untuk dilakukan agar daging yang dihasilkan benar-benar sehat. Sebagai indikator dari ternak yang sehat, selain secara penampilan (performance) juga dapat didasarkan pada uji fungsi hati dan daya kekebalan sapi terhadap agen infeksius. Hati sebagai pusat metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan mineral, sangat berkaitan dengan bahan-bahan yang dimakan. Pakan yang tercemarbahan berbahaya, jika terserap di usus secara akumulasi dapat menyebabkan penyimpangan metabolisme pada hati (Herscowitz, 1993). Hasil metabolisme yang menyimpang dapat mengakibatkan status kesehatan sapi terganggu dan kualitas daging yang dihasilkan menjadi tidak sehat. Patofisiologis hati secara serologis dapat diukur dengan uji fungsi hati. Uji fungsi hati yang paling umum yaitu pengukuran enzim transaminase SGPT (Serum Glutamate Pyruvate Transaminase) dan SGOT(Serum GlutamateOxaloacetat Transminase) (Harper, et al.,). Selain itu patofisologis hati dapat diperiksa terhadap adanya cemaran logam berat seperti misalnya timah hitam (Pb). Keracunan logam berat Pb umumnya dapat menyebabkan degenerasi otak (Harte, et al., 1991) dan anemia (Sugiharto, 1987) dan pengecilan organ hati disertai adanya badan inklusi intranuklir di hepatosit (Percy, et al., 2007).Tingkat patofisologis berdasarkan variasi kadar SGOT/SGPT dan logam berat, menggambarkan berat ringannya cemaran limbah TPA terhadap status kesehatan sapi. Tingkat patofisiologis ini juga sangat dipengaruhi olehi variabel-variabel seperti umur, lamanya dipelihara di TPA dan asal sapi. Sedangkan uji patologis hati secara pascamati dapat diukur dengan pemeriksaan patologi anatomi dan histopatologi.

(6)

Untuk pemeriksaan ini, maka sapi harus dinekropsi (dipotong), hati diperiksa, selanjutnya diambil untuk diproses dalam pembuatan preparat histopatologi.

Penyimpangan metabolisme akibat asupan pakan tercemar akan menyebabkan hewan lebih peka terhadap penyakit infeksius. Hepatotoksik akibat berbagai sebab, dapat menimbulkan penurunan imunitas terhadap agen infeksius (Abbas, et.al.,2000).Salah satu penyakit infeksius yang menyerang sapi bali adalah penyakit Jembrana. Penyakit Jembrana bersifat endemisyang sangat merugikan peternak dan negara, karena sapi bali asal Bali ditolak masukkenegara-negara tujuan eksport.

1.2. Permasalahan

Dari latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan diteliti adalah

1. Sejauh mana variasi patofisiologis sapi bali yang dipelihara di tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung Denpasar, berdasarkan kadar SGPT/SGOT dan kadar logam berat Pb. ? 2. Sejauh mana dampak pemeliharaan sapi di TPA terhadap daya kekebalan sapi terhadap

penyakit infeksius, terutama penyakit Jembrana?

3. Sejauh mana hubungan tingkat patofisiologis sapi bali yang dipelihara di TPA Suwung Denpasar dengan respon kekebalan baik humoral maupun seluler terhadap antigen virus Jembrana ?

1.3 Tujuan Khusus Penelitian

1. Untuk mengetahui variasi patofisiologis berdasarkan kadar SGPT/SGOT dan logam berat Pb pada sapi yang dipelihara di TPA Suwung Denpasar

2. Untuk mengetahui dampak pemeliharaan sapi di TPA terhadap daya kekebalan sapi terhadap penyakit infeksius, terutama penyakit Jembrana?

3. Untuk mengetahui hubungan antara variasi patofisiologis dengan respon kekebalan humoral dan seluler pada sapi yang dipelihara di TPA Suwung Denpasar

(7)

1.4 Urgensi (keutamaan) Penelitian

1. Sebagai sumber daging, maka status kesehatan ternak sapi bali yang dipelihara di TPA sangat penting dilakukan pemeriksaan secara periodik terutama SGPT/SGOT dan logam berat Pb dalam serum. Kualitas daging terutama hati, sangat penting diperiksa terhadap kadar Pb, karena kadar Pb >0,05 ppm pada manusia akibat mengkonsumsi daging tercemar Pb, dapat menimbulkan gangguan syaraf pusat.

2. Adanya ternak sapi bibit yang berasal dari lingkungan TPA, maka penting diketahui status kekebalan terhadap penyakit infeksius. Sapi bali merupakan jenis sapi yang paling peka terhadap penyakit Jembrana, sehingga uji-uji respon kekebalan pada sapi bali paling baik digunakan antigen dari virus Jembrana.

3. Penelitian ini memberikan sumbangan pengetahuan dan dasar bagi pemegang kebijakan dalam mengambil kebijakan terhadap sapi bali yang dipelihara di TPA umumnya dan TPA Suwung Denpasar khususnya.

1.5. Target Temuan

Penelitian ini mentargetkan temuan berupa

1. Data-data tentang tingkat kadar SGPT/SGOT dan kadar Pb dalam serum sapi bali yang dipelihara di tempat pembuangan akhir (TPA) Kota Denpasar, yang dikaitkan dengan variabel umur, asal sapi (asli lahir di TPA atau tidak), dan penampilan. Sebagai

kontrol/pembanding digunakan kadar SGPT/SGOT serum sapi yang diberi pakan rumput yang dikandangkan. Data ini merupakan bahan publikasi ilmiah minimal di jurnal

nasional terakreditasi atau internasional serta bahan buku ajar.

2. Data tentang respon kekebalan baik seluler maupun humoral dari sapi yang dipelihara di tempat pembuangan akhir (TPA) Kota Denpasar. Sebagai kontrol/pembanding digunakan uji respon kekebalan seluler dan humoral dari sapi yang diberi pakan hijauan. Respon kekebalan sapi bali yang dipelihara di TPA ditargetkan di publikasi di jurnal ilmiah nasional terakreditasi.Selain itu, data ini merupakan bahan tambahan untuk penyusunan buku tentang sapi bali.

3. Data tentang hubungan patofisologis berdasarkan SGOT/SGPT dan kadar logam berat Pb dengan uji daya kekebalan sapi dipelihara di TPA Kota Denpasar, ditargetkan dipublikasi

(8)

di jurnal internasional. Selain itu, data hubungan ini merupakan bahan tambahan untuk penyusunan buku tentang sapi bali.

1.6. Kontribusi Penelitian

Penelitian-penelitian sapi bali sangat menunjang upaya Universitas Udayana yang peduli (concern) pada pelestarian dan pengembangan sapi bali sebagai plasma nutfah dunia.

Kepedulian Universitas Udayana tersebut terbukti dengan dibentuknya Pusat Kajian Sapi Bali (PKSB), yang langsung berada di bawah rektor. Sebagai lembaga pendidikan terbesar di Bali, maka diharapkan orang luar Bali yang ingin belajar banyak tentang sapi bali harus belajar ke Universitas Udayana.

Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka penelitian ini berkontribusi bagi pemegang kebijakan untuk mengembangkan teknologi pengolahan/perlakuan sampah kota sebelum digunakan sebagai sumber pakan ternak sapi bali.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Sapi bali merupakan salah satu jenis sapi potong yang wajib dijaga kesehatannya dalam upaya memperoleh sumber daging yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal).

Keunggulan sapi bali dibandingkan sapi potong lainnya di Indonesia diantaranya daya pertumbuhan cepat, daya adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi (Handiwirawan, et al., 2007), persentase karkas yang tinggi yaitu 52-57% (Payne dan Rollinson, 1973), dan kualitas daging yang baik dengan kadar lemak 4% (Payne dan Hodges, 1997). Daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan kritis sekalipun, menyebabkan sapi bali banyak disenangi oleh peternak (Martojo, 2002). Keunggulan sapi bali ini secara nyata juga tampak dari kemampuannya tumbuh dan berkembang di tempat pembuangan sampah (TPA) termasuk di TPA Kota Denpasar. Hasil pendataan sapi bali yang dipelihara di TPA Suwung Denpasar, berkisar 324 ekor (pendataan pendahuluan penelitian). Belum ada pendataan sapi bali yang dipelihara di TPA seluruh Bali. Diperkirakan 15% dari keseluruhan sapi bali di Bali yang dipelihara di TPA atau tempat tidak layak lainnya.

Jumlah populasi sapi bali tahun 2003 mencapai 478.706 ekor (Sutika, 2013).

(9)

Bahan pakan sapi di TPA sangat rentan tercemar limbah berbahaya seperti bahan kimia dan logam berat. Logam berat yang sering dijumpai dalam sampah di Eropa adalah timah hitam (Pb), mercuri (Hg) dan cadmium (Cd) (Yu, 2005). Diantara logam berat tersebut Pb paling umum ditemukan pada sampah rumah tangga. Keracunan Pb pada manusia dapat menyebabkan anemia, kerusakan syaraf pusat dan ginjal. Syarat mutu air limbah yang diperbolehkan maksimum mengandung 0,05 mg/l (Sugiharto, 1987).

Walaupun belum ada laporan tentang kandungan Pb dalam limbah sampah di TPA Kota Denpasar, tetapi pemeriksaan Pb dalam jaringan sapi bali yang hidup di TPA sangat penting untuk diteliti.

Hati merupakan organ yang berperan sebagai pusat metabolisme zat-zat yang terkandung dalam makanan dan pusat detoksifikasi (Harper, et al.1977). Adanya zat toksik seperti logam berat Pb dengan kadar diatas ambang detoksifikasi hati, dapat menyebabkan gangguan patologis pada hati. Keracunan Pb pada hewan percobaan (gerbil) dapat mengakibatkan kekurusan, hati mengecil dan berpigmen. Secara histopatologi dalam hepatosit dapat terbentuk badan-badan inklusi intranuklear (Percy, et al.,2007). Keracunan Pb bersifat akumulatif, sehingga dalam jangka waktu lama dapat

menimbulkan degenerasi otak (Harte, et al., 1991). Hati merupakan organ utama tempat akumulasi berbagai logam berat, sehingga pemeriksaan hati ikan terhadap adanya logam berat sangat membantu untuk mendeteksi pencemaran laut oleh logam berat (Jovanovic et al, 2011). Indikator terjadinya gangguan akut maupun kronis pada hati dapat diketahui

dengan cara pengukuran enzim Serum Glutamate Oxaloacetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamate Pyruvate Transminase (SGPT). Kedua enzyme ini berfungsi untuk mengkatalisa pemindahan group alfa dari asam amino ke ketoacid. Kadarnya dalam darah akan meningkat bila terjadi kerusakan dan iritasi sel. Secara normal kadar SGPT dan SGOT masing-masing <29U/L dan<25ZU/L. Enzim SGPT lebih banyak terdapat di hepatosit ( paling banyak ), dan sedikit di jantung, otot, skelet, ginjal. Enzim ini dilepaskan jika hepatosit mengalami kerusakan ringan. Saat ini SGPT lebih sering disebut sebagai enzim Alanine Aminotransferase (ALT). Sedangkan SGOT lebih banyak terdapat di jantung, hati, otot skelet, ginjal, dan sel darah merah. Saat ini lebih banyak disebut enzim

(10)

Aspartate Aminotransferase (AST). SGOT (Serum Glutamic Oxoloacetic Transaminase) dilepaskan pada kerusakan sel-sel parenkim hati, umumnya meningkat pada infeksi akut (Harper, et al, 1977)

Sapi bali memiliki kelemahan yaitu sangat peka terserang penyakit Jembrana. Penyakit Jembrana adalah penyakit endemik dan hanya menyerang sapi bali, sehingga sangat menghambat pengembangan populasi sapi bali. Berdasarkan sifat-sifat biologis, morfologis, struktur dan susunan genetik virus, maka penyebab penyakit jembrana digolongkan virus dari famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae (Kertayadnya, et al.,1993).Virus Jembrana bersifat imunosupresif atau menekan sistem kekebalan tubuh karena menyerang sel-sel pertahanan tubuh yaitu sel-sel limfoid. Sifat imunosupresif ini mempermudah masuknya agen infeksi lainnya dan mengakibatkan kematian pada sapi bali. Faktor predisposisi seperti gangguan metabolisme akibat hepatotoksik, lebih memperparah penyakit (Wareing, et al 1999). Perubahan pakan dari rerumputan ke campuran konsentrat selama dua tahun, dapat menimbulkan perubahan respon kekebalan terhadap penyakit Jembrana, walaupun secara histopatologi tidak menimbulkan perubahan (Berata, et al., 2012). Pola pakan dapat menimbulkan efek samping pada metabolisme tubuh sapi terutama pada jaringan hati dan ginjal (Wahjuni dan Bijanti, 2006). Sapi bali yang diberi pakan campuran rumput dan konsentrat dalam waktu lama dapat menimbulkan amiloidosis (Berata, et al, 2010).

Sifat-sifat biologis virus penyakit jembrana yaitu inkubasi pendek (5-7 hari), hanya menyerang sapi bali, tahan terhadap antibiotika, sulit tumbuh dalam kultur jaringan (Astawa, et al, 2005)dan tidak tahan terhadap eter. Virus Jembrana sulit tumbuh pada hewan percobaan kecil dan tidak membunuh mencit, mempunyai enzim reverse transcriptase dan menyebabkan immunodeficiency temporer yang ditandai dengan menurunnya daya tahan tubuh selama 2-4 bulan. Gejala klinis sapi terinfeksi virus Jembrana yaitu demam tinggi yang kadang-kadang dapat mencapai 42oC, berlangsung selama 5-12 hari (rata-rata 7 hari). Secara eksperimental masa inkubasi penyakit bervariasi antara 4-12 hari. Kebengkakan kelenjar limfe terlihat pada kelenjar limfe prescapularis, prefemoralis dan parotis. Mencret yang sering disertai oleh darah dalam tinja yang terjadi beberapa hari setelah hewan demam. Pada penyakit yang akut, khusus pada wabah pertama, kematian dapat terjadi tiba-tiba. Kematian juga dapat terjadi dalam waktu relatif singkat pada sejumlah hewan dengan kondisi tubuh yang masih bagus. Gejala lainnya adalah

(11)

hipersalivasi, leleran lendir bening dari hidung, erosi pada mukosa mulut dan bagian bawah lidah, bercak-bercak darah pada kulit (“keringat berdarah”) dan kepucatan mukosa mulut, mata dan alat kelamin (Dharma, etal.,1991) Perubahan yang konsisten dan menonjol pada darah adalah lekopenia dan limfopenia (Soesanto, et al, 1990). Sapi silang yang memiliki darah sapi bali juga dilaporkan peka terhadap penyakit Jembrana. Pada kasus lapangan, angka kematian sapi betina lebih tinggi (31,8%) dibandingkan jantan (7,7%) dalam kelompok umur 1-6 tahun.

Sedangkan angka kesakitan (morbiditas) tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-3 tahun (Putra dan Sulistyana, 1996).

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian yang dirancang selama 2 tahun digambarkan dalam bagan berikut

Tahun I Pemilihan sampel secara cross sectional.

Kriteria : sapi umur 2 tahun, betina dan lahir di lokasi TPA

Pengambilan darah dan pemeriksaan serum SGOT, SGPT dan Pb

Tahun II

Dipilih 12 ekor sapi sampel yang menunjukkan kadar SGPT, SGOT tinggi dari pada kontrol, dan diprioritaskan mengandung Pb dalam serum. Semua sapi divaksinasi dengan vaksin

Jembrana. Booster dilakukan satu bulan pascavaksinasi pertama Analisis data tingkat patofisiologis : kadar SGPT, SGOT dan Pb dalam serum

Sebagai kontrol digunakan serum sapi dengan pakan hijauan

1. Mengambil serum untuk mengukur kadar SGPT, SGOT dan Pb

2. Mengambil serum untuk mengukur respon kekebalan humoral dengan uji ELISA

3. Mengambil darah perifer dengan tabung yang telah diisi EDTA untuk mengisolasi limfosit yang akan digunakan mengukur respon kekebalan seluler (Uji MTT assay)

(12)

Gambar 3.1. Bagan alur penelitian

3.2. Pemilihan Sampel Penelitian

Sapi yang dipilih sebagai sampel penelitian untuk tahun pertama adalah sapi-sapi yang berumur 2 tahun, betina dan sapi yang lahir di lingkungan TPA Kota Denpasar. Hasil pendataan (menurut pemilik) diperoleh jumlah sapi sesuai kriteria berjumlah 26 ekor.

3.3. Pengambilan dan Pemeriksaan SGOT, SGPT dan Logam Berat Pb

Darah sebanyak 20 ml diambil dari vena jugularis dan ditampung dalam tabung (vaccum tube) tanpa antikoagulan. Darah dalam tabung dibiarkan dalam suhu kamar selama 2 jam, selanjutnya disentrifugasi 2.000 rpm selama 10 menit untuk mengeluarkan serum. Serum dibagi atas 3 bagian yaitu masing-masing untuk pemeriksaan SGPT, SGOT dan kadar Pb.

Pemeriksaan SGOT,dan SGPT dalam serum dilakukan dengan menggunakan alat Auto analizer (Refloton(R) plus) Adapun caranya adalah dengan meneteskan satu tetes darah (30μl ) pada batang kit. Setiap parameter menggunakan batang kit yang berbeda, kemudian masukkan ke Auto analyzer. Tunggu beberapa menit, alat akanmembaca hasilnya secara otomatis (Kendran, et al, 2012).

Pengukuran kadar Pb serum dilakukan sesuai metode APHA (1995) menggunakan kit lead test kits (Osumex, USA). Sebagai kontrol digunakan serum dari 3 ekor sapi yang dipelihara secara kereman (dikandangkan) dengan pakan hijauan. Pemeriksaan kadar SGOT, SGPT, dan Pb dalam serum dilakukan setiap 3 bulan, sehingga diperoleh trend antara kadar SGOT, SGPT dan Pb dalam 3 kali pemeriksaan selama 10 bulan.

3.4.Analisis Data

Data-data kadar SGPT, SGOT dan Pb dianalisis dengan statistik parametrik sidik ragam dan uji lanjut dari Duncan. Hubungan kadar SGPT, SGOT dan Pb dengan variabel lainnya dianalisis dengan deskriftif kualitatif.

Analisis data hubungan patofisiologis (SGOT, SGPT dan Pb) dan Respon Kekebalan (humoral dan seluler)

(13)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pemeriksaan darah dari 11 ekor sapi di TPA diperoleh hasil adanya logam berat Pb dalam plasma darah sapi TPA, tetapi tidak ditemukan adanya logam berat Cd. Data sapi dan kadar logam berat Pb serta kadar SGOT/SGPT sapi TPA disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan SGOT/SGPT dan Logam Berat Pb dalam Darah Sapi TPA No Umur Sapi Kadar Pb Kadar SGOT/SGPT (U/L)

1 10 bulan 5,0048 ppm Pb 65 / 36

2 2 tahun 7,390 ppm Pb 73 / 27

3 3 tahun 10,216 ppm Pb 131 / 34

4 4 tahun 5,616 ppm Pb 83 / 21

5 4 tahun 9,295 ppm Pb 76 / 35

Dari Tabel 4.1 diatas, maka tampak adanya variasi kadar logam berat Pb dan kadar SGOT/SGPT. Secara umum tampak adanya hubungan antara kadar logam berat Pb dengan kadar SGOT, dimana kadar Pb = 10,216 ppm pada sapi umur 3 tahun dijumpai kadar SGOT 131 U/L, merupakan kadar tertinggi. Walaupun demikian kadar SGPT tidak mencerminkan adanya hubungan. Hasil statistik menunjukkan bahwa antara kadar Pb dengan SGOT terdapat hubungan, tetapi antara kadar Pb dengan SGPT tidak ada hubungan.

SGOT (Serum Glutamic Oxoloacetic Transaminase) disebut enzim Aspartate Aminotransferase (AST). Enzim ini lebih banyak terdapat di jantung, hati, otot skelet, ginjal, dan sel darah merah. Enzim ini sering disebut enzim Aspartate Aminotransferase (AST) dan dilepaskan pada kerusakan sel-sel atau umumnya meningkat pada infeksi akut (Harper, et al, 1977). Kadarnya dalam darah akan meningkat bila terjadi kerusakan dan iritasi sel. Hasil ini menunjukkan bahwa lobam berat Pb tidak hanya mengiritasi jaringan hati, tetapi seluruh sel-sel yang berinti dan sel darah merah. Berdasarkan temuan ini, maka perlu penelitian lebih lanjut tentang distribusi lobam berat Pb dalam berbagai jaringan. Cemaran logam berat Pb dalam jaringan terutama yang umum dikonsumsi oleh

(14)

manusia, merupakan hal yang merugikan bagi konsumen. Keracunan logam berat Pb pada manusia dapat menyebabkan gangguan syaraf pusat ((Harte, et al., 1991).

V. SIMPULAN

1. Ditemukan logam berat Pb dengan kadar yang bervariasi antara 5,0048-10,256 ppm pada plasma darah sapi yang dipelihara di TPA Denpasar, tetapi tidak ditemukan adanya Cd 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar Pb plasma darah sapi TPA dengan

SGOT, tetapi tidak dengan SGPT

DAFTAR PUSTAKA

APHA, 1995: Standard Methods for Examination of Water and Wastewater, American public health association, American water work association and water pollution control federation.Washington, DC, American Public Health Association. Barbour, M.T., Gerritsen, J., Snyder, B.D., Stribling,

Abbas,A.K., Lichtman,A.H., and Pober, J.S. 2000.Cellular and Molecular Immunology. 4th.Ed.

Saunders Co.p.

Astawa, N.M., Hartaningsih, N., Dharma, D.M.N., Tenaya, W.M., Budiantono, dan Ekaana,W.

2005. Replikasi Virus Jembrana pada Kultur Limfosit Darah Tepiasal Sapi Bali.

J.Vet.6(4):135-142.

Berata, IK, Winaya, IBO, Kardena, IM, Ariana, INT. 2010. Histopathological Changes of the Liver, Kidney, and Spleen of Bali Cattle that were Given 2% Concentrate in Grass Feed.

Oral Presenter in the International Seminar on Conservation and Improvement of World Indigenous cattle.3-4 September 2010 at Udayana University

Berata, IK., Winaya, IBO., Kardena, IM.2012. Perubahan Histologis dan Respons Imunitas Sapi Bali yang Diberikan Pakan Campuran Konsentrat. J.Kedokteran Hewan. FKH Unsyah.

Vol.6(2) Sept 2012. Akreditasi Dirjen Dikti

Campbell, R.S.F. 1996. The Comparative Pathology of the Lentiviruses. In: Wilcox, G.E., Soeharsono, S., Dharma, D.M.N., Copland, J.W. Editors. Jembrana Disease and the Bovine Lentiviruses. ACIAR Proceeding No.75. p.115-123

Dharma, D.M.N. 1996. The Pathology of Jembrana Disease. In : Wilcox, G.E., Soeharsono, S., Dharma, D.M.N., Copland, J.W., Editors. Jembrana Disease and The Bovine Lentiviruses. ACIAR Proceedings No. 75. p. 26-28

Gibson, G.G. and P.Skett. 1991. Pengantar Metabolisme Obat. Penerjemah: Iis Aisyah B. UI Press. 314 hal

Handiwirawan, E dan Subandriyo. 2007. Potensi dan Ke., Mayes P.A.1977. Review of Physiological Chemistry. 17th.Ed. Lange Medical Pub.

(15)

Harper, H.A., Rodwell, V.W., Mayes, P.A. 1977. Review of Physiological Chemistry. 17th Ed.Lange Medical Pub.

Hartaningsih, N. 2002. Teknik Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk Deteksi Antibodi Virus Jembrana. In Hartaningsih (Ed): Manual Diagnosa Laboratorik Penyakit Jembrana. Materi Kursus Peningkatan Metoda Diagnosa Penyakit Jembrana ACIAR- BPPV Denpasar.

Harte, J., Holdren, C., Schneider, R. and Shirley, C. 1991. Toxics A to Z, A Guide to Everyday Pollution Hazards. University of California Press.

Herscowitz, H.B. 1993. Imunofisiologi : Fungsi Sel dan Interaksi Seluler dalam Pembentukan Antibodi. In : Bellanti, J.A. Editor. Imunologi III. UGM Press. p.126-171.

Jovanovic, B., Mihaljev, Z., Maletin, S. and Palic, D. 2011. Assessment of heavy metal loadin chub liver (Cyprinidae – Leuciscus cephalus) from the Nišava River (Serbia).Biologica Nyssana 2(1) 51-58

Kendran, A.A.S. Damriyasa, I M., Dharmawan, N.S., Ardana, I.B.K., Anggreni, L.D. 2012.Profil Kimia Klinik Darah Sapi Bali. Jurnal Veteriner Vol.13(4).

Kertayadnya, G., Wilcox, G.E., Soeharsono, S., Hartaningsih, N., Coelen, R.J., Cook,R.D., Collins, M.E., and Brownlie, J. 1993. Characteristics of A Retrovirus Associated With Jembrana Disease in Bali Cattle. J.of.Gen.Virol.

Kiernan, J.A.1990. Histological & Histochemical Methods : Theory & Practice. 2nd Ed.

Pergamon Press.330-354.

Martojo, H. 2002. A Simple selection program for smalholder Bali cattle farmers. In: Proceeding of an ACIAR Workshop on “Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia”, Denpasar Bali, Indonesia.

Mitchel, R.N., and Kumar, V.,2003. Diseases of Immunity. In: Kumar, V., Cotran, R.S. and Robbins, S.L. Editors. Robins Basic Pathology 7 thEd. Saunders.p.103-164.

Payne, W.J.A. and D.H.L.Rollinson. 1973. Bali Cattle. World Animal Review.7:13-and 21 Payne, W.J.A. and J.Hodges. 1997.Tropical Cattle :Origin, Breeds and Breeding Policies.

Blackwell Science.

Percy, D.H and S.W.Barthold. 2007. Pathology of Laboratory Rodents and Rabbits.3rd.Ed.

Blackwell Pub.

Putra, A.A.G. and Sulistyana, K.1996. Epidemiological Observations of Jembrana Disease in Bali. Aciar Proceding No.75.p.90-95

Soesanto, M., Soeharsono, S.,Budiantono, A., Sulistyana, K.,Tenaya, M., Wilcox, G.E. 1990.

Studies on Experimental Jembrana Disease in Bali Cattle. II.Clinical Signs and Haematological Changes. J.of Comp.Pathol.103. 61-71.

Steel, R.G.D. and Torrie, J.H.1989. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik.

Penerbit PT Gramedia Jakarta.748

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Peneglolaan Air Limbah. UI-Press.190 hal

Sutika, I K.2013. Nusa Penida Proyek Percontohan Pemurnian Sapi Bali.

http://www.antarabali.com/berita/4429/nusa-penida-proyek-percontohan-pemurnian- sapibali

Wahjuni, RS., and Bijanti, R. 2006. Uji Efek Samping Formula Pakan Komplit terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Pedet Sapi Friesian Holstein. Med.Ked.Hewan. 22(3):174-179

Wareing, S. 1996. Investigation of The Cell Mediated Immune Response to Jembrana Disease Virus Proteins in Cattle. In. Wilcox, G.E., Soeharsono, S., Dharma, DMN, Copland,

(16)

J.W. Eds. Jembrana Disease and Bovine Lentiviruses. ACIAR Proceedings No.75. p.83- 84.

Wareing, S., Hartaningsih, N., Wilcox, G.E., and Penhale, W.J. 1999. Evidence for Immunosupression Associated With Jembrana Disease Virus Infection of Cattle.

J.Vet.Microbiol. 68: p.179-185

Yu, M.H. (2005). "Soil and water pollution: Environmental metals and metalloids".

Environmental Toxicology: Biological and Health Effects of Pollutants. CRC Press.

Gambar

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan SGOT/SGPT dan Logam Berat Pb dalam Darah Sapi TPA  No  Umur Sapi  Kadar Pb   Kadar SGOT/SGPT (U/L)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan penelitian Dalyanto (2006) yang menyatakan bahwa lalat buah jantan dan betina tertarik dengan aroma asam amino yang dihasilkan

Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Fisioterapi di Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Pembuluh darah yang paling sering terkena adalah arteri serebral dan arteri karotis interna yang ada di leher (Guyton &amp; Hall, 2012). Adanya gangguan pada peredaran darah

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 (Lembaran Negara

Semua aktiva dan pasiva dialihkan dari anak perusahaan kepada perusahaan holding (kecuali aktiva yang harus dibayar kepada pemegang saham minoritas yang tidak setuju merger).

Hal ini diharapkan dapat berdampak pada penerimaan produk cookies fungsional berbasis tepung ikan gabus dengan fortifikasi mikrokapsul Fe dan Zn, yang memiliki nilai

**) cacat yang disandang pemilih (kalau ada)/keterangan lain 3.. DESA BAJAK, TPS 03 - MONDO HALAMAN 35 DARI 50 DAFTAR PEMILIH TETAP. PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR

Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak