• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelimpahan dan Diversitas Aktinomisetes Tanah Taman Nasional Gunung Ciremai Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Kelimpahan dan Diversitas Aktinomisetes Tanah Taman Nasional Gunung Ciremai Jawa Barat"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Kelimpahan dan Diversitas Aktinomisetes Tanah Taman Nasional Gunung Ciremai Jawa Barat

Arif Nurkanto

Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong Science Center, Jl. Jakarta Bogor KM 46

E-mail : arief_nurkanto@yahoo.com

ABSTRACT

The Abundance and Diversity of Soil Actinomycetes from Ciremai National Park West Java.

Actinomycetes of soil samples from Mount Ciremai National Park, West Java were been isolated by Sodium Dodecyl Sulphate Yeast Extract (SDS YE) method in Humic Acid Vitamin Agar (HVA) medium. The colonies of actinomycetes were counted based on Total Plate Count (TPC). Diversity of actinomycetes were identified based on spore, chain spore, pigmentation, hypha and aerial hypha formation. The abundance of actinomycetes were 3,50 x104 – 71,50 x104 CFU/g soil. Seven genus of actinomycetes were found, they were Streptomyces, Nocardia, Micromonospora, Microbiospora, Actinomadura, Actinoplanes, and Microtetraspora. Most of them were distributed in 900 until 2500 m height above sea level. Streptomyces only known in 2700, 2900 and 3057 m above sea level. Population of Streptomyces were predominant in all soil types according to height, but were highest in 2500 m asl.

Key words: Actinomycetes, fungi, Mount Ciremai, diversity, abundance.

PENDAHULUAN

Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat, yang secara administratif terletak di Kabupaten Cire- bon, Kuningan dan Majalengka dengan koordinat geografis 6°53’30" LS dan 108°24' BT. Gunung ini memiliki keting- gian 3.078 m dpl. dan bertipe kuarter aktif. Ciremai merupakan daerah subur yang memiliki keanekaragaman hayati yang relatif tinggi, baik fauna, flora mau- pun mikroba.

Keanekaragaman mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan tersebar luas di tiap tipe ekosistem, baik di tanah, air maupun udara. Keaneka-

ragaman mikroba tanah relatif tinggi dibanding dengan tipe habitat yang lain.

Aktinomisetes adalah kelompok mikroba filamentus yang dominan pada tanah dengan diversitas yang tinggi. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang keanekaragaman aktinomisetes dari tanah Gunung Ciremai.

Aktinomisetes merupakan kelompok bakteri gram positif yang tersebar luas di seluruh tipe tanah. Populasi akti- nomisetes dalam tanah terbesar setelah fungi. Kelimpahan dan keanekaraga- man aktinomisetes sangat tergantung dari tipe tanah (Davies & Williem 1970), karakteristik fisik, bahan organik, suhu tanah, salinitas, kelembaban tanah, pH

(2)

Kelimpahan dan Diversitas Aktinomisetes Tanah Taman Nasional Gunung Ciremai Jawa Barat

Arif Nurkanto

Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong Science Center, Jl. Jakarta Bogor KM 46

E-mail : arief_nurkanto@yahoo.com

ABSTRACT

The Abundance and Diversity of Soil Actinomycetes from Ciremai National Park West Java.

Actinomycetes of soil samples from Mount Ciremai National Park, West Java were been isolated by Sodium Dodecyl Sulphate Yeast Extract (SDS YE) method in Humic Acid Vitamin Agar (HVA) medium. The colonies of actinomycetes were counted based on Total Plate Count (TPC). Diversity of actinomycetes were identified based on spore, chain spore, pigmentation, hypha and aerial hypha formation. The abundance of actinomycetes were 3,50 x104 – 71,50 x104 CFU/g soil. Seven genus of actinomycetes were found, they were Streptomyces, Nocardia, Micromonospora, Microbiospora, Actinomadura, Actinoplanes, and Microtetraspora. Most of them were distributed in 900 until 2500 m height above sea level. Streptomyces only known in 2700, 2900 and 3057 m above sea level. Population of Streptomyces were predominant in all soil types according to height, but were highest in 2500 m asl.

Key words: Actinomycetes, fungi, Mount Ciremai, diversity, abundance.

PENDAHULUAN

Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat, yang secara administratif terletak di Kabupaten Cire- bon, Kuningan dan Majalengka dengan koordinat geografis 6°53’30" LS dan 108°24' BT. Gunung ini memiliki keting- gian 3.078 m dpl. dan bertipe kuarter aktif. Ciremai merupakan daerah subur yang memiliki keanekaragaman hayati yang relatif tinggi, baik fauna, flora mau- pun mikroba.

Keanekaragaman mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan tersebar luas di tiap tipe ekosistem, baik di tanah, air maupun udara. Keaneka-

ragaman mikroba tanah relatif tinggi dibanding dengan tipe habitat yang lain.

Aktinomisetes adalah kelompok mikroba filamentus yang dominan pada tanah dengan diversitas yang tinggi. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang keanekaragaman aktinomisetes dari tanah Gunung Ciremai.

Aktinomisetes merupakan kelompok bakteri gram positif yang tersebar luas di seluruh tipe tanah. Populasi akti- nomisetes dalam tanah terbesar setelah fungi. Kelimpahan dan keanekaraga- man aktinomisetes sangat tergantung dari tipe tanah (Davies & Williem 1970), karakteristik fisik, bahan organik, suhu tanah, salinitas, kelembaban tanah, pH

(3)

lingkungan dan juga vegetasi (Waksman 1967; McCarthy & Williams 1990; Lee

& Hwang 2002). Secara umum aktino- misetes tumbuh pada tanah dengan keasaman netral sampai cenderung basa (Goodfellow & Williams 1983) dan tum- buh baik pada kondisi tanah dengan aerasi yang cukup. Streptomyces merupakan marga terbesar dengan kelimpahan men- capai 95% dari total aktinomisetes yang berhasil diisolasi (Madigan et al. 2003;

Kurbake 2001).

Studi ekologi dari habitat lingkungan pada aktinomisetes sangat penting dalam penemuan jenis baru. Prosentase, distri- busi dan diversitas aktinomisetes ber- asosiasi dengan habitat ekologi mereka.

Berbagai penelitian terdahulu menunjuk- kan bahwa kelimpahan dan diversitas aktinomisetes pada sampel tanah pegu- nungan cenderung lebih rendah diban- dingkan dengan tipe tanah yang lain, seperti pada tanah perkebunan, padang rumput, sawah, atau bahkan sedimen danau (Lee & Hwang 2002; Hayakawa et al. 1995). Walaupun demikian, banyak aktinomisetes yang diisolasi dari daerah pegunungan yang memiliki banyak poten- si jika dibandingkan dari habitat lain, salah satunya sebagai anti biotik dan anti fungi (Lee & Hwang 2002).

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji keanekaragaman aktinomisetes dari tanah Gunung Ciremai berdasarkan tingkat ketinggian. Data dan koleksi isolat akan di simpan sebagai koleksi kultur untuk upaya konservasi ex situ keaneka- ragaman mikroba daerah pegunungan guna pemanfatan lebih lanjut, baik secara taksonomi maupun bioprospeksi mikroba berpotensi.

BAHAN DAN CARA KERJA Eksplorasi dan pengumpulan sampel yang dilakukan berasal dari tanah sebanyak 500 g. Pengambilan sampel di- lakukan secara acak berdasarkan keting- gian tempat, mulai dari kaki gunung sam- pai dengan puncak tertinggi. Tanah diambil dari lima titik yang berbeda namun berdekatan sampai pada kedalam- an 15 cm, kemudian di campur jadi satu.

Tanah dikeringanginkan selama 1 minggu pada suhu ruang kemudian di ayak meng- gunakan saringan tepung.

Derajat keasaman (pH) tanah di- ukur dengan cara mensuspensikan 1g tanah yang sudah dikeringanginkan dengan 10 mL akuades steril. Campuran kemudian di vortex selama 10 menit dan didiamkan selama 30 menit. pH tanah diukur melalui supernatan dari suspensi tanah (Lee & Hwang 2002).

Isolasi aktinomisetes dilakukan dengan metode SDS YE. Sampel tanah sebanyak 1g disuspensikan dalam 10 mL akuades steril untuk kemudian dihomo- genisasi menggunakan vortex selama 15 menit. Sampel dibiarkan dalam tabung selama 1 menit, lalu diambil sebanyak 1 mL menggunakan mikropipet pada bagian tengah suspensi (di atas endapan tanah di dasar tabung). Suspensi yang telah diambil sebanyak 1 mL diinokulasi- kan dalam 9 mL medium SDS-YE (larutan buffer fosfat pH 7 dengan penambahan 6% ekstrak yeast dan 0,05% sodium dodecyl sulfat yang sudah disterilkan) lalu diinkubasi dalam water bath selama 20 menit pada suhu 40oC.

Metode isolasi dilakuan dengan pengen- ceran berganda. Masing-masing hasil

(4)

pengenceran diambil sebanyak 0,2 mL dan ditanam pada medium Humic Acid Vitamin Agar (HVA), kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 1– 2 minggu. Medium HVA yang digunakan dibuat dengan komposisi per liter 8 mL Humic Acid, 0,02 g CaCO3, 0,01 g FeSO4.7H2O, 1,71 g KCl, 0,05 g MgSO4.7H2O, 0,5 g NaHPO4, Agar 18 g serta larutan vitamin sebanyak 5 mL.

Komposisi larutan vitamin terdiri dari thiamin HCl 0,5 mg, riboflavin 0,5 mg, nicotinic acid 0,5 mg, piridoksin HCl 0,5 mg, mio-inositol 0,5 mg, ca-panthotenat 0,5 mg, p-aminobenzoic acid 0,5 mg, biotin 0,25 mg dan akuades 100 mL.

Koloni yang tumbuh dari masing-masing cawan petri dihitung dengan jumlah tiap tiap cawan petri harus lebih dari 10 koloni (Lee & Hwang, 2002) untuk kemudian dikalkulasi dalam perhitungan total jumlah koloni per gram sampel tanah.

Koloni aktinomisetes yang tumbuh dipindahkan ke medium Yeast Strach Agar (YSA) dengan komposisi : 2 g eks- traks yeast, 10 g soluble strach, 15 g agar, 1 L akuades yang dibuat pada pH 7,2. Transfer isolat dilakukan tiga kali untuk memastikan isolat yang didapat benar-benar murni.

Isolat yang sudah tumbuh pada medium YSA diidentifikasi melalui pengamatan makroskopik dan mikros- kopik. Isolat murni yang telah tumbuh diidentifikasi melalui penekatan karakter morfologi yang meliputi bentuk dan warna koloni, pigmen yang dihasilkan, bentuk spora, letak spora dan bentuk rantai spo- ra. Identifikasi berdasarkan metode Miyadoh (1997) dan metode Holt et al.

(1994). Isolat yang sudah teridentifikasi

dipreservasi dengan menggunakan pen- dinginan pada suhu -80oC dan kultur kerja pada medium agar miring YS.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 13 dan NTSYS 2.1. Analisis yang dilakukan adalah analisis sidik ragam dilanjutkan uji Duncan dan beda nyata terkecil (BNT) serta korelasi regresi. Hasil identifikasi aktinomisetes yang terkait dengan keting- gian tempat dianalisis menggunakan Principal Component Analysis (PCA) (Ludwig & Reynold 1988). Pengelom- pokkan ketinggian berdasarkan marga penyusun dilakukan dengan analisis ketidaksamaan menggunakan indeks Euclidean Distance.

HASIL

Hasil penghitungan rerata jumlah koloni aktinomisetes dari sampel tanah Gunung Ciremai cukup bervariasi.

Kisaran total koloni adalah 3,50 x104 – 71,50 x104/gram sampel tanah. Data rerata koloni aktinomisetes pada setiap titik pengambilan sampel tersaji dalam Tabel 1. Total kelimpahan aktinomisetes terbesar diperoleh pada ketinggian 2500 m dpl., sedangkan paling rendah pada ketinggian 2700, 2900 dan 3057 m dpl.

Tiap ketinggian tempat, terisolasi beberapa marga aktinomisetes yang berbeda baik dari kelimpahan maupun diversitasnya. Adanya perbedaan dalam diversitas dan kelimpahan aktinomisetes ini akan mengelompokkan ketinggian tempat menjadi beberapa klaster berdasarkan analisis PCA (Gambar 1).

Hasil analisis PCA terlihat bahwa secara umum pengelompokan tersebar

(5)

merata, namun dapat dipisahkan menjadi 5 kelompok. Ketinggian 2700, 2900 dan 3057 m dpl. membentuk satu kelompok yang terpisah. Kelompok lain yang secara signifikan terpisah adalah ketinggian 2300 dan 2500 m dpl., kemudian 1100 m dpl.

membentuk satu klaster yang terpisah dengan 1900 m dpl. Sedangkan yang lain membentuk kelompok tersendiri. Nilai komponen hasil analisis PCA masing- masing marga menunjukkan perbedaan (Tabel 2).

Analisis kedekatan tiap tipe keting- gian berdasarkan kelimpahan dan keragaman aktinomisetes dilakukan

dengan analisis ketidaksamaan meng- gunakan program NTSYS sp 2.1 dengan menggunakan indek Euclidien Distance (Gambar 2). Hasil yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan ini menunjukkan kemiripan dengan hasil analisis pengelompokan menggunakan PCA.

PEMBAHASAN

Aktinomisetes merupakan kelompok mikroba yang mendominasi ekosistem tanah, seresah dan material organik.

Mikroba ini mampu tumbuh dan berkem- Tabel 1. Kelimpahan aktinomisetes sampel tanah Taman Nasional Gunung Ciremai Jawa Barat.

Keterangan : Angka yang diikuti dengan superskrip huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (p = 0.05) dengan uji beda nyata terkecil (BNT) dan uji Duncan

Kelimpahan genus teridentifikasi (x 10 4)/g sampel tanah dari 3 kali ulangan

Ketinggian (m dpl) pH tanah Streptomyces Actinomadura Nocardia Micromonospora Microbiospora Actinoplanes Microtetraspora Total

900 1.100 1.300 1.500 1.700 1.900 2.100 2.300 2.500 2.700 2.900 3.057

5,56 6,21 5,95 6,26 6,44 5,58 6,35 5,23 6,89 5,98 5,10 5,29

18.83±3.32e 38.75±3.43c 18.58±6.05e 19.08±3.10e 17.92±3.57e 30.92±4.77d 20.17±7.25e 55.58±6.56b 63.50±5.00a 3.50±1.00f 5.33±0.76f 4.17±0.28f

0.50±0.50a 0.50±0.05a 0.00±0.00b 0.50±0.50a 0.00±0.00b 0.00±0.00b 0.00±0.00b 0.00±0.00b 0.00±0.00b 0.00±0.00b 0.00±0.00b 0.00±0.00b

1.67±0.76bc 2.83±0.76a 1.17±0.29c 2.00±0.50b 1.33±0.28bc 1.33±0.28bc 1.17±0.27c 1.00±0.50c 2.00±0.51b 0.00±0.00d 0.00±0.00d 0.00±0.00d

2.00±0.50b 3.33±0.76a 1.00±0.50d 1.67±0.29bcd 1.17±0.28cd 1.17±0.28cd 1.33±0.29cd 1.17±0.29 cd 1.83±0.28bc 0.00±0.00e 0.00±0.00e 0.00±0.00e

1.83±0.28a 1.67±0.28ab 0.33±0.28de 0.33±0.28de 0.50±0.50de 1.00±0.00cd 1.17±0.76bc 0.33±0.57de 1.67±0.28ab 0.00±0.00e 0.00±0.00e 0.00±0.00e

1.17±0.57b 2.50±0.50a 1.17±0.27b 1.17±0.28b 1.33±0.28b 1.000.28b 1.17±0.48b 0.17±0.26c 1.00±0.50b 0.00±0.00c 0.00±0.00c 0.00±0.00c

0.50±0.00b 2.42±0.14a 0.50±0.05b 0.50±0.50b 0.00±0.00c 0.33±0.29bc 0.00±0.00c 0.00±0.00c 0.00±0.00c 0.00±0.00c 0.00±0.00c 0.00±0.00c

26.50±4.44d 52.00±3.90b 22.75±4.98d 25.25±3.43d 22.25±3.25d 35.75±5.05c 25.00±7.00d 58.25±6.48b 70.00±5.00a 3.50±1.00e 5.33±0.76e 4.17±0.29e

(6)

Gambar 1. Hasil analisis PCA dengan nilai kumulatif varian pada faktor 1 = 62,68%, faktor 2=

16,13% dan faktor 3 = 7,89%.

Keterangan : 1 = 900 m dpl., 2 = 1100 m dpl., 3 = 1300 m dpl., 4 = 1500 m dpl., 5 = 1700 m dpl., 6

=1900 m dpl., 7 = 2100 m dpl., 8 = 2300 m dpl., 9 = 2500 m dpl., 10 = 2700 m dpl., 11 = 2900 m dpl. dan 12 = 3057 m dpl.

bang pada rentang ekosistem yang luas, dengan peran sentral dalam menjaga kesehatan ekosistem global. Aktinomi- setes merupakan sumber penghasil anti- biotik dengan spektrum yang luas sehingga banyak memberikan dukungan yang sangat signifikan dalam dunia

kesehatan. Aktinomisetes termasuk kelompok bak-teri yang tumbuh lebih lambat dibanding-kan dengan bakteri lain ataupun fungi. Hal ini disebabkan karena aktinomisetes memerlukan waktu inkubasi yang lama. Untuk mengelimi- nasi pertumbuhan bakteri dan fungi lain,

(7)

maka dilakukan berbagai macam perlakuan pada medium kultur tanpa mempengaruhi pertumbuhan optimal dari aktinomisetes itu sendiri. Berbagai macam metode telah dikem-bangkan dan digunakan (Hayakawa & Namomura

1987; Hayakawa et al. 1991; 1995).

Medium isolasi humic acid vitamin agar digunakan dalam isolasi karena memiliki kandungan yang paling cocok untuk pertumbuhan aktinomisetes dari berbagai macam tipe tanah. Aktino-misetes

Komponen

Genus teridentifikasi 1 2 3

Streptomyces Actinomadura Nocardia Micromonospora Microbiospora Actinoplanes Microtetraspora

19.044 0.010 0.517 0.535 0.345 0.232 0.114

-0.060 0.165 0.700 0.797 0.418 0.660 0.563

-0.005 -0.026 0.557 0.545 0.465 0.300 0.165

Gambar 2. Pengelompokan ketidaksaman dari setiap ketinggian tempat berdasarkan keragaman dan kelimpahan aktinomisetes.

Tabel 2. Nilai komponen hasil dari analisis PCA

(8)

tumbuh dengan baik dan bersporulasi dengan efektif jika menggu-nakan nutrisi dari medium tersebut, sementara bakteri lain dan fungi tidak mampu tumbuh atau terhambat pertumbuhannya.

Kelimpahan aktinomisetes bervari- asi untuk tiap ketinggian, yang menun- jukkan perbedaan yang signifikan. Ke- tinggian diatas 2500 m dpl. memiliki kelimpahan yang paling rendah, baik dari total aktinomisetes maupun masing- masing marga di dalamnya. Namun ana- lisis korelasi regresi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara keting- gian dan total kelimpahan aktinomisetes.

Hal ini menunjukkan bahwa kelimpahan aktinomisetes semata-mata tidak di- pengaruhi oleh ketinggian tempat, walau- pun makin tinggi tempat menunjukkan kecenderungan kelimpahan yang makin rendah (Tabel 1). Banyak faktor ling- kungan yang mempengaruhi kelimpahan aktinomisetes, diantaranya adalah kondisi nutrisi tanah, kadar air atau kelembaban, aerasi dan penyinaran (Waksman 1967;

McCarthy & Williams 1990; Lee &

Hwang 2002).

Material organik yang terkandung di dalam tanah mungkin merupakan faktor ekologi yang penting dan mempengaruhi penyebaran serta kolonisasi dari aktino- misetes. Koloni aktinomisetes secara umum akan meningkat seiring dengan peningkatan kandungan organik tanah (Henis 1986; Hayakawa et al. 1988).

Menurut Lee & Hwang (2002), Strepto- myces dan Actinomadura melimpah pada material organik tanah 9,1–11 %, sedangkan marga yang lain melimpah pada kisaran 4–7 %.

Kelimpahan aktinomisetes pada ketinggian diatas 2500 m dpl. cenderung rendah, demikian pula dengan diversitas- nya. Pada ketinggian tersebut hanya ditemukan satu marga, yaitu Strepto- myces. Kelimpahan dan diversitas yang rendah pada daerah puncak gunung terpengaruh oleh berbagai macam faktor.

Derajat keasaman (pH) pada puncak cenderung asam. Kondisi ini tidak men- dukung pertumbuhan optimal dari aktinomisetes, dimana pertumbuhan optimal pada pH 6 – 8 (Jiang et al. 1988;

Madigan et al. 2003). Sebagian marga dari Streptomyces bersifat acidofilik, sehingga lebih tahan pada kondisi tanah yang asam. (Zakulyukina et al. 2004).

Kelimpahan dan distribusi aktinomisetes tanah menunjukkan bahwa marga Strep- tomyces paling melimpah dan tersebar luas di setiap tipe ketinggian dan kisaran pH yang cukup bervariasi. Hasil pene- litian kami menunjukkan bahwa marga Streptomyces terdistribusi di lingkungan yang asam tetapi lebih melimpah pada tanah dengan pH yang cenderung netral.Tanah puncak gunung pada umum-nya rendah bahan organik, sehingga pertumbuhan aktinomisetes tidak optimal karena kurangnya nutrisi.

Suhu yang relatif rendah pada ketinggian di atas 2500 m dpl. juga menghambat pertumbuhan aktinomisetes, karena pertumbuhan optimum mikroba ini berkisar antara 25–300 C, bahkan beberapa jenis hanya akan tumbuh baik pada suhu 55-650 C (Rao 1994).

Penyebab terjadinya pengelompokan rapat yang membentuk satu klaster pada ketinggian 2700, 2900 dan 3057 m dpl.

adalah karena marga yang ditemukan

(9)

pada ketinggian tersebut cenderung sama dalam keragaman dan jumlahnya. Pada ketinggian ini hanya ditemukan marga Streptomyces dengan kelimpahan yang sama berdasarkan analisis sidik ragam dan uji beda menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) dan uji Duncan (p = 0,05). Pada ketinggiaan ini marga lain tidak dijumpai. Hal ini mungkin sangat terkait dengan kandungan nutrisi tanah.

Tanah bertipe padas dan berbatu tidak cocok untuk pertumbuhan optimal dari aktinomisetes, karena pada tipe tanah seperti ini kandungan nutrisi terutama kar- bon cenderung sangat rendah. Hal tersebut didukung dengan sangat sedikit- nya tumbuhan di daerah sini, sehingga nutrisi tanah yang sebagian besar berasal dari dekomposisi serasah sangat kecil.

Ketinggian 2300 dan 2500 m dpl.

membentuk satu klaster sendiri lebih disebabkan karena kelimpahan marga yang ditemukan. Pada ketinggian ini ditemukan marga yang sama dan ber- dekatan secara kuantitatif. Semua marga ditemukan pada ketinggian ini kecuali Actinomadura dan Microtetraspora.

Ketinggian 1100 dan 1900 m dpl. juga membentuk kelompok yang terpisah.

Pemisahan pada ketinggian ini disebab- kan karena kelimpahan masing-masing marga. Berdasarkan analisis sidik ragam dan uji beda menggunakan BNT dan Duncan, menunjukkan bahwa pada ke- tinggian 1100 maupun 1900 m dpl. selalu membentuk subset yang terpisah dari tiap marga yang ditemukan (Tabel 1).

Total semua marga yang terisolasi, Streptomyces merupakan marga paling dominan (84,52%) diikuti dengan Micromonospora dan Nocardia (4,17

dan 4,12 %). Actinoplanes, Microbio- spora dan Microtetraspora memiliki kelimpahan lebih rendah, yaitu secara berurutan hanya 3,03; 2,51 dan 1,21 %.

Actinomadura merupakan marga yang paling sedikit ditemukan, dengan kelim- pahan hanya sekitar 0,43%. Hasil pene- litian ini selaras dengan hasil penelitian terdahulu (Madigan et al. 2003). Pada kondisi tanah normal dan menggunakan teknik isolasi universal, maka Strepto- myces merupakan marga terbesar yang akan terisolasi, demikian juga dengan Micromonospora dan Nocardia, yang merupakan marga dominan kedua yang sering di temukan.

Marga selain Streptomyces disebut rare aktinomisetes, karena merupakan marga yang jarang terisolasi dan diver- sitas serta kelimpahannya rendah.

Dengan menggunakan metode isolasi universal, seperti SDS YE yang telah digunakan, marga rare yang memiliki pertumbuhan lebih lambat dibanding Streptomyces tidak akan tumbuh secara optimal karena kalah berkompetisi dengan Streptomyces dalam mendapat- kan nutrisi. Marga ini hanya dapat diisolasi secara optimal jika menggunakan metode-metode isolasi khusus seperti metode rehidrasi sentrifugasi, membran filter, germisida kimia, radiasi frekuensi tinggi, phaga dan metode-metode lain untuk memisahkan marga rare dari Streptomyces. Penggunaan metode- metode khusus ini tidak digunakan dalam penelitian ini karena tidak bisa meng- gambarkan dinamika kelimpahan dan diversitas aktinomisetes secara umum pada sampel tanah. Metode ini hanya

(10)

akan memunculkan satu atau beberapa marga tertentu yang dikehendaki.

Actinomadura merupakan marga yang paling sedikit terisolasi dan hanya ditemukan pada ketinggian 900 dan 1100 m dpl. Pada ketinggian di atas ketinggian tersebut, Actinomadura sudah tidak ditemukan lagi. Hal ini disebabkan karena Actinomadura merupakan kelompok aktinomisetes termofilik yang tumbuh op- timal pada kisaran suhu tinggi (30 - 650 C) (Kurboke 2001), sedangkan pada ketinggian di atas 1100 m dpl. suhu ling- kungan dan tanah relatif rendah, yang tercatat tidak lebih dari 200 C dan makin rendah tiap kenaikan ketinggian.

KESIMPULAN

Ketinggian tempat secara umum mempengaruhi kelimpahan dan ke- ragaman marga dari Aktinomisetes, namun tidak menunjukkan korelasi yang signifikan.Marga yang ditemukan dari Aktinomisetes Gunung Ciremai adalah Streptomyces, Nocardia, Micromono- spora, Microbiospora, Actinomadura, Actinoplanes, dan Microtetraspora.

Streptomyces merupakan marga dominan yang ditemukan di semua ketinggian.

UCAPAN TERIMAKASIH

Kami mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ibnu Maryanto, Ir. Mahara- datunkamsi, MSc., Drs. M. Noerdjito, Atit Kanti, MSc (Puslit Biologi LIPI) dan Maryati, S.Hut. (F. Kehutanan IPB) yang telah membantu selama penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Davies, FL. & ST. Williams. 1970.

Studies on The Ecology of Actino- mycetes in Soil. The Occurrence and Distribution of Actinomycetes in a Pine Forest Soil. Soil Biology and Biochemistry. 2 : 227 – 238.

Goodfellow, M. & ST. Williams. 1983.

Ecology of Actinomycetes. Rev.

Microbial. 37 : 189 – 216.

Hayakawa, M. & H. Nanomura. 1987.

Humic Acid Vitamin agar, a new medium for the selective isolation of actinomycetes. J. ferment. Tech- nol. 65 : 501–509.

Hayakawa, M., K. Ishizawa & H. Nano- mura. 1988. Distribution of rare actinomycetes in Japanese soils. J.

Ferment Technol. 66 : 367 – 373.

Hayakawa, M., T. Kajiura & H. Nano- mura. 1991. new methods for the hihgly selective isolation of strepto- sporangium and dactylospora- ngium from soil. J. Ferment. 72 : 327 – 333.

Hayakawa, M., Y. Mamose, T. Kajiura, T. Yaamazaki, T. Tamura, K. Hanato

& H. Nanomura. 1995. A selective isoaltion methods for Actinomadura viridis in soil. J. Ferment Bioeng.

79 : 287–289.

Henis, Y. 1986. Soil Microorganism, soil organic matter and soil fertility. Y.

hen &Y. Avnimelech (Edtors). The role of organic matter in agriculture.

Martinus Nijhoff. Dordrecht. 159–

168.

Holt, JG., NR. Krieg, PHA. Sneath, JT.

Staley & ST. Williams. 1994.

Bergey’s Detrminative Bacterio-

(11)

logy. Ninth Edition. Lippineot Williams & A.Welters Kluwer Company. Baltimore.

Jiang, CL., LH. Xu & GY. Guo. 1988.

The Investigation on Actinomycete Popolation and Resources in Same

Area in Yunan.V. The Actinomyetes in The Frigid Mountains. Acta Microbiologica Sinica. 28 : 198 – 205.

Kurtbake, I. 2001. Selective isolation of rare actinomycetes. Queens- land. Australia.

Lee, JY. & BK. Hwang. 2002. Diversity of Antifungal Actinomycetes in Various Vegetative Soil of Korea.

Journal Microbiology. 48 : 407 – 417.

Ludwig JA & JF Reynolds. 1988.

Statistical Ecology : A primer on methods and computing. Wiley and Sons. New York.

Madigan, MT., JM. Martiko & J. Parker.

2003. Biology of Microorganisms.

Tenth Edition. Pearson Education, Inc. USA.

McCharty, AJ & ST. Williams. 1990.

Method for Studying The Ecology of Actinomycetes. Methods Microbial. 22 : 533 – 563.

Miyadoh, S. 1997. Atlas of Actino- mycetes. Asakura Publishing Co Ltd.

Japan.

Rao, NSS. 1994. Soil Microorganism and Plant Growth.Oxford and IBM Publish Co. London.

Waksaman, SA. 1967. Distribution, Isolation and Methods of Study in The Actinomycetes – A summary of Current Knowladge. The Ronald Press Company. New York.

9 – 21.

Zakulyukina, YV., GM. Zenova &

DG. Zvyagintsev. 2004. Acidophilic Actinomycetes. Journal Micro- biology. 71(3) : 341- 345.

Referensi

Dokumen terkait

3 U većini slučajeva, povećanje temperature dovodi do molekulskih vibracija koje vode k smanjenju vrijednosti konstante stabilnosti kompleksa i kidanju

Hasil analisis data pengaruh perendaman ekstrak daun salam terhadap Indeks Kuning Telur (IKT), Lemak Telur (LT), dan Susut Bobot Telur (SB) pada telur itik yang disimpan

Dalam fiqih terdapat perbedaan pendapat tentang menikahi wanita hamil di luar nikah, Pendapat yang pertama yaitu Menurut mazhab Al- Syafi’i bahwa zina tidak

maka dapat dinyatakan bahwa Ho di tolak dan Ha diterima sehingga penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara motivasi belajar dan kedisiplinan belajar

Diulangi perlakuan sebanyak 5 kali dengan dengan rasio diameter puli yang berbeda.. Pengukuran diameter:

Pemerintah pelaku pengambil kebijakan dan regulator, khususnya dalam bidang hukum antidumping untuk tujuan melindungi industri dalam negeri dari pengaruh perdagangan tidak

Pada penelitian ini menjelaskan pada Desa Sumberjo akuntabilitas dan transparansi sudah sesuai dengan Permendagri 113, Tahun 2014, yakni adanya musrenbangdes setiap