MODUL
PENDALAMAN MATERI BAHASA ARAB
Oleh
Drs. H. Ahmad Fuad Effendy, M.A
Prof. Dr. Moh. Ainin, M.Pd
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PANITIA SERTIFIKASI GURU RAYON 115
iii
MODUL PENDALAMAN MATERI BIDANG STUDI BAHASA ARAB
A. Pendahuluan ... vi
B. Tujuan Pembelajaran ... vi
KEGIATAN 1 : KONSEP UMUM PEMBELAJARAN BAHASA A. Tujuan Pembelajaran ... 1
B. Pengertian Pendekatan, Metode, Teknik ... 1
C. Teori Belajar Bahasa ... 5
D. Sekilas tentang Metode Komunikatif ... 10
E. Ringkasan ... 19
Latihan ... 20
KEGIATAN 2: PEMBELAJARAN KEMAHIRAN MENYIMAK (ISTIMA') A. Tujuan Pembelajaran ... 24
B. Teknik Pembelajaran Maharah Istima’... 24
C. Materi dan Latihan Maharah Istima’ ... 30
Daftar Pustaka ... 38
KEGIATAN 3: PEMBELAJARAN KEMAHIRAN BERBICARA (KALAM) A. Tujuan Pembelajaran Maharah Kalam ... 39
B. Teknik Pembelajaran Maharah Kalam ... 39
C. Materi Latihan/Praktik Maharah Kalam ... 47
Daftar Pustaka ... 57
KEGIATAN 4: PEMBELAJARAN KEMAHIRAN MEMBACA A. Tujuan Pembelajaran ... 58
B. Pengertian Kemahiran Membaca ... 58
C. Beberapa Jenis Membaca ... 60
D. Tingkatan Kemahiran Membaca ... 63
E. Teknik dan Model Latihan Membaca Berbasis Pengalaman Belajar …... 64
F. Langkah-langkah Pembelajaran Membaca... 67
G. Materi Bacaan dan latihan ... 68
iv
B. Pengertian Kemahiran Menulis ... 85
C. Teknik dan Tahapan Pembelajran Kemahiran Menulis ... 87
D. Materi Pembelajaran Menulis ... 95
Latihan ... 100
KEGIATAN 6: KTSP SMA 2006 MATA PELAJARAN BAHASA ARAB A. Tujuan Pembelajaran ... 101
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 101
C. Contoh Silabus dan RPP ... 111
v
Bagan 1 : Hubungan Hirarkhis antara Pendekatan, Metode, dan Teknik Bagan 2 : Posisi Metode, Pendekatan, Desain, dan Teknik
Bagan 3 : Output Pembelajaran Maharah Istima’
vi
MODUL PENDALAMAN
MATERI BIDANG STUDI BAHASA ARAB
1. PENDAHULUAN
Seorang guru bahasa Arab harus memiliki dua kompetensi, yaitu kompetensi metodologis dan kompetensi kebahasaan. Kompetensi
metodologis adalah penguasaan metodologi pengajaran dan
penerapannya dalam proses pembelajaran. Sedangkan kompetensi kebahasaan mencakup keterampilan berbahasa dan penguasaan kebahasaan dan kebudayaan Arab. Bahasan mengenai pembelajaran membaca ini mencakup penguasaan teknik-teknik pembelajaran menyimak (maharah istima’), berbicara (maharah kalam), membaca (maharah qira’ah), dan teknik pembelajaran menulis (maharah kitabah). Kedua hal ini sangat signifikan untuk meningkatkan kompetensi pengajar bahasa Arab yang berujung pada peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Arab di sekolah.
Sementara itu, kompetensi kebahasaan lebih terkait dengan peningkatakan kemahiran berbahasa bagi guru bahasa Arab (peserta PLPG), baik yang terkait dengan kemahiran menyimak, berbicara, membaca, maupun menulis. Materi kemahiran berbahasa ini lebih ditekankan pada kegiatan berbahasa secara praktis dan riil komunikatif. Untuk itu, latihan-latihan berbahasa baik secara pasif (maharah istiqbaliyyah) maupun aktif (maharah istintajiyyah) ditekankan dalam modul pendalaman materi ini.
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah pelatihan ini selesai, peserta latihan diharapkan mampu: 1) Menjelaskan konsep dasar pendekatan, metode, dan teknik
vii
2) Menjelaskan berbagai teori yang mendasari pembelajaran bahasa.
3) Mengenal sistem pembelajaran bahasa Arab dengan metode komunikatif.
4) Mengimplementasikan teknik pembelajaran keterampilan berbahasa Arab (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) yang efektif dan menyenangkan.
5) Memahami wacana lisan berbahasa Arab (fahmu al-masmu’) baik dalam bentuk dialog maupun narasi.
6) Menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi lisan dengan memperhatikan unsur-unsur: kelancaran, kefasihan, nada dan tekanan, struktur, ketepatan pilihan kata, isi, dan performansi.
7) Membaca (keras) dan memahami wacana tulis (teks) berbahasa Arab, baik dalam bentuk dialog maupun narasi.
1
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah pelatihan ini selesai, peserta latihan diharapkan mampu: 1. Menjelaskan konsep dasar pendekatan, metode, dan teknik
dalam pembelajaran bahasa.
2. Menjelaskan berbagai teori yang mendasari pembelajaran bahasa.
3. Menjelaskan keterkaitan antara teori belajar bahasa dengan metode pembelajaran bahasa.
4. Menjelaskan konsep metode komunikati dalam pembelajaran bahasa.
5. Menjelaskan landasan historis dan teoretis metode komunikatif dalam pembelajaran bahasa.
6. Mengenal sistem pembelajaran bahasa Arab dengan metode komunikatif.
B. PENGERTIAN PENDEKATAN, METODE, TEKNIK
Ada tiga istilah yang sangat mendasar dalam pembelajaran bahasa. Ketiga istilah tersebut menurut Edward Anthony (1963) (dalam Richards dan Rodgers, 1986) adalah pendekatan atau al-madkhal (approach), metode atau ath-thariqah (method), dan teknik atau al-uslub (technique) Dalam penggunaannya, pengertian dan konsep dasar ketiga istilah tersebut perlu dipahami secara tepat dan proporsional, sehingga tidak menimbulkan kerancuan.
bahasa dan pembelajaran bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatis atau badahy (Al-‘Ashily, 2002). Artinya, kebenaran teori-teori linguistik dan teori belajar bahasa yang digunakan tidak dipersoalkan lagi (Syafi’ie, 1994 dan Al-‘Ashily, 2002).
Terkait dengan pengertian ini, ada dua pertanyaan yang patut dikemukakan, yaitu; apa hakikat bahasa itu? dan apa hakikat pembelajaran bahasa. Kedua pertanyaan ini saling terkait. Artinya, jawaban tentang hakikat bahasa akan menentukan hakikat pembelajaran bahasa. Dengan ungkapan lain, pandangan tentang hakikat pembelajaran bahasa akan sangat diwarnai oleh pandangan tentang hakikat bahasa.
Istilah metode mengacu pada perencanaan secara menyeluruh yang terkait dengan penyajian bahan ajar bahasa secara sistematis. Bagian-bagian dalam perencanaan tersebut tidak ada yang kontradiktif (Richards dan Rodgers, 1986). Perencanaan secara menyeluruh tersebut (khuththah syamilah) digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dalam perencanaan tersebut tercermin langkah-langkah, prosedur, dan aktivitas pembelajaran baik aktivitas di kelas maupun di luar kelas. (Al-‘Ashily, 2002). Langkah-langkah tersebut dimulai dari penyusunan perencanaan pembelajaran, penyajian materi, proses pembelajaran, dan penilaian hasil belajar (Syafi’ie, 1994). Apabila pendekatan bersifat aksiomatis, maka metode bersifat prosedural. Menurut Syafi’ie (1994), istilah metode dapat dimaknai dalam pengertian yang luas dan pengertian yang sempit. Dalam pengertian luas, metode berarti perencanaan secara menyeluruh dengan langkah-langkah sebagaimana tersebut di atas. Sedangkan pengertian metode dalam arti sempit sama dengan teknik mengajar.
mencapai tujuan khusus pembelajaran. Mengingat teknik bersifat implementatif, maka keberadaannya harus konsisten dengan metode dan pendekatan (Anthony, 1963 dalam Richards dan Rodgers, 1986). Artinya, teknik pembelajaran di kelas yang dibangun oleh guru harus sinergi dengan metode, dan metode yang digunakan juga harus mengacu pada pendekatan pembelajaran bahasa. Hubungan hirarkhis antara ketiga istilah tersebut dalam pembelajaran bahasa dapat diilustrasikan ke dalam bagan 1 berikut ini.
Bagan 1: Hubungan Hirarkhis antara Pendekatan, Metode, dan Teknik
Apabila Edaward Anthony menggunakan istilah approach (al-madkhal), method (ath-thariqah), dan technique (al-uslub), Richards dan Rodgers (1986) menggunakan istilah method, approach, design, dan procedure. Posisi metode oleh Richards dan Rodgers diletakkan sebagai induk dari pendekatan, perencanaan (design), dan prosedur (al-ijra’at) Secara lebih spesifik, Richards dan Rodgers (1986) memberikan gambaran keempat istilah tersebut sebagaimana pada bagan 2 berikut ini:
PENDEKATAN
(
ﻞﺧﺪﳌا)- teori hakikat bahasa - teori hakikat belajar bahasa - bersifat aksiomatis
METODE
(
ﺔﻘﻳﺮﻄﻟا)- perencanaan menyeluruh - prosedural
TEKNIK
(بﻮﻠﺳﻻا)
- implementasi perencanaan - trik di kelas (berbagai cara danBagan 2: Posisi Metode, Pendekatan, desian, dan Teknik
Approach Design Procedure
Method
a. Teori tentang hakikat bahasa. - pandangan tentang hakikat
kemampuan berbahasa. - padangan tentang hakikat
pembelajaran bahasa. b. Teori tentang hakikat
belajar bahasa.
- pandangan tentang proses psikolinguistik dan kognitif yang terlibat dalam belajar bahasa.
- perhatian terhadap kondisi yang mendukung proses pembelajaran
a. Tujuan umum dan khusus. b. Model silabus
- kreteria pemilihan dan pengorganisasian bahan ajar. c. Tipe kegiatan pembelajaran.
- jenis-jenis tugas, kegiatan latihan di kelas, dan bahan ajar d. Peran Pembelajar
- jenis tugas yang disusun untuk pembelajar
- tingkat penguasaan
pembembelajar terhadap materi. - pola pengelompokan pembelajar
yang disarankan.
- tingkatan pengaruh pembelajar terhadap pembelajaran yang lain. - padangan pembelajar sebagai
pemroses, penampil, inisiator, dan sebagai problem solver.
e. Peran Guru - jenis tugas guru
- tingkatan pengaruh guru terhadap pembelajaran.
- tingkatan peran guru dalam menentukan bahan ajar. - jenis interaksi antara guru dan
pembelajar f. Peran bahan Ajar
- fungsi utama bahan ajar
- bentuk bahan ajar (misalnya buku teks, audio visual).
- hubungan bahan ajar dengan input yang lain.
- asumsi-asumsi yang dibuat tentang guru dan pembelajar yang lain
a. Teknik dalam kelas, latihan, dan pengamatan perilaku pada saat metode digunakan. - waktu, tempat, dan
peralatan yang digunakan guru.
- pola-pola interaksi yang teramati dalam kelas. - taktik dan strategi yang
C. TEORI BELAJAR BAHASA
1. Behaviorisme
(
ﺔﻴﻛﻮﻠﺳ ﺔﻳﺮﻈﻧ
\
ﻲﻛﻮﻠﺳ ﺐﻫﺬﻣ
)
Teori behavioris (behavioristic approach) merupakan teori psikologi yang dikembangkan oleh B. F. Skinner dari hasil studi teoritik dan empirik ilmuwan bernama Pavlov dan Watson (Nunan, 1991). Pavlov (1849-`1939) sebagai pelopor madzhab ini termasyhur dengan teorinya yang menghubungkan stimulus primer (makanan) dan stimulus skunder (nyala lampu dan bunyi lonceng) dengan respons (keluarnya air liur) anjing yang dijadikan sebagai hewan percobaan. Berdasarkan penelitiannya, Pavlov menemukan bahwa air liur anjing mengalir pada saat lampu menyala meskipun tanpa ada makanan (Al-‘Araby, 1981 dan Effendy, 2005). Selanjutnya teori ini oleh B. F. Skinner (1957) dikembangkan untuk meneliti perilaku manusia (Nunan, 1991) dan diaplikasikan ke dalam dunia pendidikan (Al-’Araby, 1981). Untuk itu, B.F. Skinner diakui sebagai bapak aliran behaviorisme. Bukunya Verbal Behavior (1957) sangat terkenal dan dipakai sebagai rujukan oleh pengikut aliran ini (Baradja, 1990).
Dalam mengimplementasikan teori ini, kita harus mengikuti
prosedur yang terdiri dari tiga tahap: stimulus (
ﲑﺜﳌا
), respons, (ﺔﺑﺎﺠﺘﺳﻻا
), dan penguatan/reinforcement(
ﺰﻳﺰﻌﺘﻟا
)
atau umpan balik.
Suatu perilaku akansebagai pembiasaan dan pembiasaan itu dapat terjadi melalui peniruan (imitation), yaitu pembelajar menirukan rangsangan tingkah laku yang cukup sering sehingga menjadi otomatis atau melalui penguatan baik positif (diganjar) maupun negatif (dihukum) (Ellis, 1986).
Berikut ini skema hubungan antara stimulus, respons, dan reinforcement yang dikutip dari Richards dan Rodgers (1986).
Reinforcement Yang positif (akan diulangi) Stimulus pembelajar response
Reinforcement Yang negatif (tidak diulangi lagi)
Dari skema di atas dapat dikemukakan, bahwa penguatan yang
positif (dapat berupa pemberian ”ganjaran” (باﻮﺜﻟا) merupakan unsur
yang sangat penting dalam proses belajar. Melalui penguatan yang positif ini, kemungkinan besar perilaku akan terulang dan pada akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan. Sebaliknya, penguatan negatif (dapat berupa pemberian ”hukuman” (ب ا) akan memperlemah pengulangan perilaku dan pada akhirnya perilaku tersebut tidak akan menjadi kebiasaan.
tidak lain daripada membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Apabila reaksi itu direstui (reinforced), maka besar kemungkinan rekasi itu akan diulangi dan lambat laun akan menjadi kebiasaan (language habit). Jadi, dengan jalan semacam inilah anak belajar bahasanya (Baradja, 1990).
Melalui teori ini dan diperkuat oleh aliran linguistik struktural, lahirlah di Amerika suatu metode pembelajaran bahasa yang disebut dengan Metode Audio Lingual ( ا ا ا). Inti dari metode ini adalah pembiasaan pembelajar menirukan, latihan, dan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi (terutama komunikasi lisan). Oleh karena
itu, drill-dirl lisan
(
ﺔﻴﻬﻔﺷ تﺎﺒﻳرﺪﺗ
)
pola-pola kalaimat menjadi dasar dalammetode ini. Di sinilah teori behaviorisme memandang betapa besar peranan language input atau masukan bahasa (ي ا ا) dari pihak luar (eksternal), agar pembelajar dapat menguasai bahasa sasaran.
2. Kognitivisme(
ﺔﻴﻓﺮﻌﻣ ﺔﻳﺮﻈﻧ
\
ﻲﻓﺮﻌﻣ ﺐﻫﺬﻣ
)Serangan Comsky terhadap pandangan kaum behaviorisme diungkapkan dalam bentuk pertanyaan berikut. Bila bahasa merupakan perilaku yang dipelajari, bagaimana anak bisa mengatakan sesuatu yang tidak pernah dikatakan sebelumnya? Bagaimana mungkin sebuah kalimat baru yang diucapkan seorang anak empat tahun merupakan hasil conditioning? (Azies dan Alwasilah, 1996). Dalam pandangan Ellis (1986), LAD itu dapat bekerja apabila pembelajar memasukkan data, yakni input, Akan tetapi, posisi input atau masukan ini hanya sebagai penyentil (trigger) untuk mengaktifkan LAD. Masukan atau input yang dipajankan dari luar itu tidak membentuk proses pemerolehan bahasa, karena hal ini menjadi tugas utama LAD.
3. Interaksionalisme
(
ﻲﻠﻋﺎﻔﺗ ﺐﻫﺬﻣ
)
ِ◌Aliran ini tampaknya mencoba memadukan kedua aliran sebelumnya (behaviorisme dan mentalisme). Penganut aliran ini menganggap bahwa peroses terjadinya penguasaan bahasa karena berkat adanya interaksi antara masukan bahasa yang dipajankan (exposed) kepada pembelajar dan kemampuan internal yang dimiliki oleh pembelajar, yakni LAD. Bukti-bukti menunjukkan, bahwa seorang anak yang sejak lahir dilengkapi LAD tidak secara otomatis mampu berbahasa tanpa adanya masukan bahasa dari luar (eksternal) (Baradja, 1990). Demikian pula, binatang yang paling cerdas sekalipun, misalnya simpanse tidak akan mampu berbahasa secara kreatif meskipun dia dilatih berbahasa, karena binatang memang tidak dilengkapi dengan LAD.
4, Pemerolehan dan Pembelajaran (
ﻢﻠﻌﺘﻟاو بﺎﺴﺘﻛﻻا
)
dan belajar (learning). Menurut Krashen, pembelajar dewasa mempunyai dua cara untuk mengembangkan kemahiran dan pengetahuan dalam menguasai bahasa kedua, yaitu melalui pemerolehan dan belajar. Pemerolehan mengacu pada pengembangan kemampuan berbahasa secara alamiah dan dalam situasi yang komunikatif (Krashen dan Terrel, 11983). Dalam pandangan Krashen, untuk pengembangan kemahiran berbahasa, pemerolehan ini lebih penting daripa belajar.
(Baradja, 1990). Selain itu, belajar bahasa dilakukan secara sadar (conscious).
Teori pemerolehan dan pembelajaran bahasa ini akhirnya menjadi
dasar dari dari metode alamiah
(
ﺔﻴﻌﻴﺒﻄﻟا ﺔﻘﻳﺮﻄﻟا
)
.
Inti dari metode ini adalahagar pembelajar memiliki keterampilan berkomunikasi dengan menitik beratkan aktivitas pemerolehan bahasa daripada aktivitas belajar. Aktivitas belajar dalam hal-hal tertentu memang penting, tetapi lebih bersifat penunjang saja (Krashen dan Terrel, 1983).
D. SEKILAS TENTANG METODEKOMUNIKATIF ( ا ا)
Metode pengajaran bahasa yang ditawarkan oleh para ahlinya sangat beragam. Mackey (1965) misalnya menawarkan sekitar 15 macam
metode, di antaranya yaitu (1) Direct Method (
ةرﺎﺷﺎﺒﻤﻟا ﺔﻘﻳﺮﻄﻟا
) , (2) Eclectic Method (ﺔﻴﺋﺎﻘﺘﻧﻻا ﺔﻘﻳﺮﻄﻟا
), (3) Natural Method (ﺔﻴﻌﻴﺒﻄﻟا ﺔﻘﻳﺮﻄﻟا
), (4) Grammar-Translation Method (ﺔﻤﺟﺮﺘﻟاو ﺪﻋاﻮﻘﻟا ﺔﻘﻳﺮﻃ
), dan lain-lain. Akan tetapi, dari 15 macam metode yang ada, tidak ditemukan Metode Audio Lingual (MAL) dan Metode Komunikatif (MK). Berbeda dengan Mackey, Richards. dan Rodgers (1986) mengemukakan delapan macam metode pengajaran bahasa, termasuk di dalamnya MAL dan MK. Dari sekian banyaka metode tersebut, metode pembelajaran bahasa yang relatif lebih mutakhir adalah Pendekatan/Metode Komunikatif.a. Latar Belakang
disingkat SLT (# $ ا ا ر " ط) (Richards. dan Rodgers, 1986). Metode SLT ini dilandasi oleh aliran linguist struktural versi Inggris (Huda, 1987). Pada hal-hal tertentu, SLT mirip dengan yang ada pada MK. Bahasa diajarkan dengan melatih siswa tentang struktur-struktur dasar dalam berbagai aktivitas yang didasarkan pada hal-hal yang bermakna. Akan tetapi, langkah-langkah pendekatan pengajaran bahasa ini tidak bisa bertahan lama sebab adanya bantahan-bantahan yang diarahkan kepadanya. Pada saat teori linguistik (baca aliran linguistik struktural) yang mendasari MAL ditolak di Amerika Serikat pada dekade 1960-an, para pakar linguistik terapan Inggris mulai mempersoalkan keefektifan pemakaian metode SLT ini. Mereka mengkritik bahwa metode SLT ini tidak bisa dipertahankan lagi, antara lain, karena memprediksikan bahasa berdasarkan peristiwa yang bersifat situasional itu sulit dipertahankan secara masuk akal. Kemudian mereka mengembangkan pengajaran bahasa yang berdasarkan fungsi bahasa dan potensi komunikasi bahasa.
Di antara tokoh dari kubu linguistik terapan yang melontarkan kritikan terhadap SLT ini adalah Noam Chomsky seorang pakar linguistik Amerika Serikat yang terkenal. Dia membuktikan bahwa aliran linguistik struktural—yang telah dijadikan landasan teoretis dalam MAL di Amerika Serikat dan SLT di Inggris—telah mengabaikan kreativitas bahasa dan keunikan kalimat (Huda, 1987). Menurut penilaian mereka (pakar linguistik terapan), kita perlu memberikan perhatian yang cukup memadai kepada pengajaran bahasa yang menekankan kemahiran komunikatif, daripada yang hanya memperhatikan perkembangan penguasaan struktur-struktur kalimat (Azies dan Alwasilah, 1996).
perpindaan orang-orang antar negara-negara di Eropa semakin tinggi. Dalam kondisi seperti ini, diperluakan pembelajaran bahasa asing yang efektif yang bisa memenuhi kebutuhan berkomunikasi antarnegara dan bangsa.
Terkait dengan perihal di atas, pada tahun (1971), sekelompok ahli-ahli pengajaran bahasa mengembangkan program pengajaran bahasa atas dasar sistem satuan kredit. Dalam program ini, materi pengajaran disusun dan dipecah-pecah menjadi satuan-satuan yang lebih kecil atas dasar kebutuhan siswa dalam berkomunikasi. Satuan-satuan itu mewadahi tujuan pengajaran. Kemudian diidentifikasi dua tingkat penguasaan bahasa, penguasaan keterampilan bahasa dasar dan penguasaan keterampilan bahasa khusus. Agar dapat menguasai bahasa khusus, seorang harus mencapai tingkat ambang penguasaan (threshold level).
b. Landasan Teori
MK ini dilandasi oleh linguistik transformasi yang digagas oleh Chomsky (1957) dan teori kompetensi komunikatif yang digagas oleh Hymes (1972). Teori tranformasi sebagai kelanjutan dari aliran linguistik struktural menekankan bahwa studi linguistik tidak hanya ditekankan
pada struktur lahir saja atau surface structure (
يﺮﻫﺎﻈﻟا ءﺎﻨﺒﻟا
\
ﺔﻴﺤﻄﺴﻟا ﺔﻴﻨﺒﻟا
), tetapi meliputi struktur dalam atau deep structure (ﻲﺳﺎﺳﻻا ءﺎﻨﺒﻟا
\
ﺔﻘﻴﻤﻌﻟا ﺔﻴﻨﺒﻟا
). Berikut ini gambaran dari hubungan antara struktur lahir dan struktur dalam yang dikutip dari Effendy (2005).؟ﺾﻳﺮﻣ
(يﺮﻫﺎﻈﻟا ءﺎﻨﺒﻟا)
ﺾﻳﺮﻣ ﺖﻧأ ﻞﻫ
؟
Sejalan dengan itu, Chomsky membagi kemampuan berbahasa menjadi dua, yaitu kompetensi dan performansi. Kompetensi (competence- al-kafa’ah) adalah kemampuan ideal yang dimiliki oleh seorang penutur. Kompetensi ini menggambarkan pengetahuan tentang sistem bahasa yang sempurna, yaitu pengetahuan tentang sistem kalimat (ي &' ا), sistem kata
) ف ) ا
( , sistem bunyi (تا +,ا), dan sistem makna ( - ا). Sementara itu, performansi (ءاد-ا) adalah ujaran-ujaran yang biasa didengar atau dibaca, yang merupakan tuturan seseorang apa adanya tanpa dibuat-buat, Oleh karena itu, performansi bisa saja tidak sempurna. Meskipun demikian, menurut Chomsky, inti kajian linguistik itu adalah kompetensi, bukan performansi (Huda, 1995).
Kompetensi linguistik yang dikemukakan oleh Chomsky tersebut mendapat kritikan dari Dell Hymes. Dia berpendapat, bahwa kompetensi linguistik yang dikemukakan oleh Chomsky itu hanya terbatas pada kemampuan tatabahasa yang terlepas dari konteks, dan ini termasuk penguasaan bahasa taraf permulaan. Penguasaan bahasa yang lebih tinggi mencakup penguasaan aturan-aturan tatabahasa serta aaturan-aturan sosial yang berkaitan dengan penggunaan bahasa. Artinya, seseorang dalam berbahasa harus dapat menggunakan bahasa dan memilih ragam yang tepat sesuai dengan situasi dan hubungan antara pembicara dan pendengar. Orang seperti inilah yang dapat dianggap memiliki ”kompetensi komunikatif” (Huda, 1995). Dengaan demikian, pembelajaran bahasa Arab dengan MK menekankan pada kemampuan pembelajar untuk dapat menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi dengan memperhatikan konteks sosial dan budaya.
c. Tujuan Pembelajaran
yang dinyatakan secara eksplisit maupun yang terpendam dalam kegiatan-kegiatan psikis (Huda, 1987).
Terkait dengan tujuan di atas, maka komponen yang harus dikembangkan dalam kompetensi komunikatif, meliputi kompetensi
gramatikal (
ﺔﻳﻮﺤﻨﻟا ﺔﻳﺎﻔﻜﻟا
), kompetensi sosiolinguistik (ﺔﻴﻋﺎﻤﺘﺟﻻا ﺔﻳﻮﻐﻠﻟا ﺔﻳﺎﻔﻜﻟا
) kompetensi wacana (بﺎﻄﺨﻟا
ﺔﻳﺎﻔﻛ
), dan kompetensi strategis (ﺔﻳﺎﻔﻜﻟا
)ﺔﻴﺠﻴﺗاﺮﺘﺳﻻا
. Kompetensi gramatikal mengacu pada penguasaan kosa kata, bentukan kata, pembentukan kalimat, ucapan, ejaan, dan makna (semantik). Kompetensi sosiolinguistik berkenaan dengan kompetensi penggunaan bahasa sesuaai dengan konteks sosial (status pembicara dan pendengar, tujuan interaksi, norma, serta aturan interaksi). Kompetensi wacana mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan ujaran yang kohesif dan koherensi. Kohesif adalah hubungan antara ujaran-ujaran dengan alat struktur bahasa untuk memudahkan menafsirkan makna wacana, sedangkan koherensi adalah hubungan antara beberapa makna dalam ujaran (teks). Sementara itu, kompetensi strategis adalah kemampuan penggunaan strategi komunikasi baik dalam bentuk verbal maupun non-verbal (Huda, 1995).d. Rancang Bangun Silabus dan Materi Pembelajaran
situasi bisa di hotel, stasiun, dan toko, butir nosi dapat berupa: ketersediaan, lokasi, harga.
Pada umumnya, penyusunan materi pembelajaran bahasa (bahasa Arab) berpegang pada prinsip dari yang mudah ke yang sulit, dari yang konkret ke yang abstrak, dan sebagainya. Akan tetapi, dalam MK ini, penyusunan materi pembelajaran disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan (need analysis) pembelajar. Artinya, materi yang disusun harulah bermakna dalam arti sesuai dengan kenyataan, jelas konteksnya, dan bukan ”omong kosong”. Materi dapat disajikan dalam bentuk dialog yang bukan sekedar dihafalkan, melainkan dipelajari isinya, kosa kata dan ungkapan komunikatifnya, fungsi-fungsi bahasa yang dikandungnya, dan tentu saja sesuai dengan situasi dan konteksnya (Effeny, 2005).
Terkait dengan perihal di atas, Effendy (2005) memberikan contoh dialog yang komunikatif. Setelah pembelajar mempelajari dialog tentang ”arah mata angin” dan dzarf makan, siswa diminta untuk melakukan kegiatan komunikatif (berdialog dengan teman atau bercerita) dengan panduan sebagai berikut;
ﺐﻳرﺪﺗ
!ﻚﺘﻳﺮﻗ ﰲ ءﺎﻴﺷﻷا ﺔﻬﺟ ﻦﻋ ﻚﻘﻳﺪﺻ ﻢﻬﻔﺘﺳا
ﺬﻴﻤﻠﺘﻟا
1
ﺬﻴﻤﻠﺘﻟا
2
1
إ
؟ﻚﺘﻴﺑ ﻪﺠﺘﻳ ﻦﻳأ ﱃ
إ
لﺎﻤﺸﻟا ﱃ
2
-؟عرﺎﺷ ﺖﻴﺒﻟا مﺎﻣا ﻞﻫ
ﺖﻴﺒﻟا بﺮﻏ عرﺎﺸﻟا ,ﻻ
3
-؟ﺔﺣﺎﺴﻟا ﻊﻘﺗ ﺔﻬﺟ يا ﰲ
قﺮﺷ
ﺖﻴﺒﻟا بﺮﻏو ,ﺔﻌﺳاو ﺔﺣﺎﺳ ﺖﻴﺒﻟا
Apabila contoh materi hiwar di atas dilihat dari silabus komunikatif, maka fungsi dialog tersebut adalah untuk meminta informasi tentang posisi hadap/letak rumah, situasinya kemungkinan terjadi di rumah siswa 2, yakni pada saat siswa 1 bertamu ke rumah siswa 2. Sementara itu, nosinya terkait dengan arah mata angin.
e. Peran Siswa, Guru, dan Materi (
ﺔﻴﻤﻴﻠﻌﺘﻟا داﻮﻤﻟاو ﻢﻠﻌﻤﻟاو ﻢﻠﻌﺘﻤﻟا ﻒﺋﺎﻇو
)Peran siswa (pembelajar) dalam MK berbeda dengan MAL. Apabila dalam MAL peran siswa lebih besifat pasif atau secara ekstrim disebut ”membeo”, karena mereka berfungsi sebagai penerima stimulus. Maka peran siswa dalam MK bersifat aktif. Merekalah yang berperan sebagai negotiator antara dirinya sendiri, proses belajar, dan objek yang dipelajari (Huda, 1987). Dengan ungkapan lain, peran siswa dalam MK ini sebagai pembangun komunikasi (komunikator) dan sekaligus juga sebagai komunikan, sehingga aktivitas komunikasi di kelas tampak hidup dan kondusif.
Guru dalam MK ini mempunyai peran yang penting, sekalipun pembelajaran bersifat siswa-sentris. Dalam konteks pembelajaran bahasa dengan MK, Al-’Ashily (2002) memberikaan gambaran tentang tugas guru. Secara kronologis tugas guru adalah mengidentifikasi kebutuhan
siswa akan tindak komunikasi dengan bahasa sasaran (
فﺪﳍا ﺔﻐﻠﻟا
), kemudian menganalisisnya dan menyusunnya ke dalam situasimenjawab pertanyaan mereka dan memberikan mereka saran, serta dia juga harus aktif berpartisipasi dalam aktivitas mereka.
Sementara itu, materi/bahan ajar dalam MK biasanya terdiri dari
materi/bahan ajar yang otentik (authentic materials—ﺔﻴﻘﻴﻘﺣ ﺔﻴﻤﻴﻠﻌﺗ داﻮﻣ), tidak
dibua-buat (
ﺔﻋﻮﻨﺼﻣﲑﻏ
). Pembeljaran bahasa (bahasa Arab) denganmenggunakan MK ini dapat memanfaatkan media gambar-gambar cerita
)
ﺔﻴﺼﺼﻘﻟا رﻮﺼﻟا
( , permainan bahasa (
ﺔﻳﻮﻐﻠﻟا بﺎﻌﻟ
ﻷا
), serta bermain peran secara bergantian (ﻞﻴﺜﻤﺘﻟاو راودﻷا لدﺎﺒﺗ
). (Al-’Ashily, 2002). Untuk itu dapat dikatakan,bahwa jenis materi dalam MK ini bervariasi. Ada materi yang berbentuk buku teks, ada materi yang berorientasi pada tugas, petunjuk-petunjuk tentang permainan, drama pendek, simulasi, dan tugas-tugas komunikatif lainnya (misalnya menemukan informasi, menyelesaikan masalah, dsb). Jenis materi lainnya misalnya menggunakan barang sungguhan sebagai alat peraga, misalnya majalah, surat kabar, dsb. (Huda, 1987).
f. Teknik Pembelajaran
Teknik pembelajaran bahasa dengan menggunakan MK ini cukup variatif. Masing-masing pembelajaran keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) memliki teknik tersendiri sesuai dengan karakternya. Dalam aktivitas lisan misanya, Finocchiaro dan Brumfit (dalam Huda, 1987) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
1) Dialog pendek disajikan dengan didahului penjelasan tentang fungsi-fungsi ungkapan dalam dialog itu, serta situasi dimana dialog itu mungkin terjadi.
3) Pertanyaan diajukan tentang dialog itu dan situasi dalam dialog itu.
4) Pertanyaan serupa, tetapi langsung mengenai situasi masing-masing siswa diajukan.
5) Kelas membahas ungkapan-ungkapan komunikatif dalam dialog itu dan bisa juga membahas ungkapan-ungkapan serupa yang mungkin muncul atau memiliki kesamaan makna. Bisa pula diskusi tentang struktur kalimat.
6) Siswa melakukan kegiatan untuk menafsirkan dan menyatakan suatu maksud sebagai bagian dari latihan komunikasi yang lebih bebas dan kurang terstruktur.
7) Guru melakukan evaluasi tentang performansi siswa dari kegiatan komunikasi bebas.
Berikut ini sebuah contoh tahapan pembelajaran menyimak yang diadaptasi dari Azies dan Alwasilah (1996).
Tahap 1: Guru memberikan motivasi dengan berdiskusi bersama siswa tentang pengalaman siswa dalam kehidupan yang berhubungan dengan tema teks menyimak yang akan diajarkan.
Tahap 2: Guru mengemukakan tujuan belajar pada hari itu beserta tema teks yang akan dikaji bersama.
Tahap 3: Guru memutar kaset dua atau tiga kali. Idealnya kaset tersebut berisi suara penutur asli (
ﻲﻠﺻﻻا ﻖﻃﺎﻨﻟا
). Apabila di sekolah tidak memiliki tape recorder atau lab. Bahasa, maka guru dapat memperdengarkan langsung materi teks menyimak melalui tuturannya sendiri.Tahap 4: Guru mengajukan pertanyaan sederhana tentang isi teks yang diperdengarkan, misalnya
يﺮﳚ ﻦﻳأ ,؟راﻮﳊا ﰲ
ارود ﺐﻌﻠﻳ ﺎﺼﺨﺷ ﻢﻛ
Tahap 5: Guru memutar kaset sekali lagi, selanjutnya mengajukan pertanyaan lanjutan sampai siswa dianggap memahami isi teks secara komprehensif.
G. RINGKASAN
Pendekatan mengacu pada teori tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa sebagai dasar dan prinsip pembelajaran bahasa. Pendekatan juga dapat dipahami sebagai seperangkat asumsi yang berhubungan dengan hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa yang bersifat aksiomatis. Istilah metode mengacu pada perencanaan secara menyeluruh yang terkait dengan penyajian bahan ajar bahasa secara sistematis. Sementara itu, istilah teknik (al-uslub) dalam pembelajaran bahasa mengacu pada implementasi perencanaan pembelajaran di dalam kelas. Teknik pembelajaran berupa berbagai macam cara dan kiat (trick) untuk menyajikan bahan ajar dalam rangka mencapai tujuan khusus pembelajaran. Mengingat teknik bersifat implementatif, maka keberadaannya harus konsisten dengan metode dan pendekatan.
LATIHAN
Pilihlah jawaban yang paling benar
1. Bahasa adalah lisan dan hakikat pembelajaran bahasa adalah untuk mengembangkan kompetensi komunikasi siswa. Penyataan ini merupakan konsep dari:
a. Metode b. Teknik c. Pendekatan d. Aksiomatis
2. Suatu rencana menyeluruh yang harus diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa Arab disebut.
a. Pendekatan b. Metode c. Teknik d. Uslub
3. Trik-trik guru di kelas dalam pembelajaran bahasa Arab yang sifatnya improvisasi, incidental, dan implementatif disebut:
a. Metode b. Pendekatan c. Teknik d. Gaya
4. Salah satu kelemahan pandangan teori behavioris dalam pembelajaran bahasa Arab adalah:
a. Siswa tidak akan mampu menguasai bahasa Arab dengan baik
b. Pada awal pembelajaran, siswa kurang kreatif dalam mengembangkan kompetensi bahasanya
d. Stimulus yang diberikan dalam pembelajaran bahasa Arab kurang relevan.
5. Aliran yang mengatakan bahwa seseorang dapat berbahasa karena adanya bawaan sejak lahir yang disebut piranti pemerolehan bahasa adalah:
a. Interaksionalis b. Mentalis c. Behavioris d. Simbolis
6. Linguistik struktural mengilhami lahirnya metode: a. Komunikatif
b. Langsung c. Alamiah d. Audiolingual
7. Prinsip penyusunan bahan ajar bahasa Arab dengan Pendekatan Komunikatif adalah:
a. Dari yang mudah ke yang sulit
b. Berdasarkan landasan teori linguistik c. Berdasarkan tingkat kesulitan materi d. Berdasarkan kebutuhan komunikasi siswa.
8. Teori linguistik yang mendasari lahirnya Pendekatan Komunikatif adalah:
a. Linguistik Struktural b. Lingustik Tradisional c. Linguistik Transformasi d. Linguistik kontenporer.
9. Kompetensi komunikatif yang lebih mengedepankan nilai-nilai sosial adalah pendapat:
c. Dell Hyms d. Jack C. Richards
10. Posisi guru dalam pembelajaran bahasa Arab dengan Pendekatan Komunikatif sebagai
a. Sumber input satu-satunya b. Fasilitator
c. Pemajan input d. Evaluator
DAFTAR PUSTAKA
Al-’Araby, Sholah Abdul Majid. 1981. Ta’allumul Lughati Al-hayyah wa ta’limuha: Bainan An-nadhariyyah wat tathbiq. Luban: Maktabah Lubnan.
‘Ashiily, Abdul Aziz Ibn Ibrahim. 2002. Thara’iqu tadrisi ‘Lughati Al-’Arabiyyah Lin nathiqina bi Lughatin Ukhra. Riyadl: Jami’atul Imam Muhammad bin Su’ud.
Azies, Furqanul dan Al-Wasilah, A. Chaedar. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosda karya. Baradja, M.F. 1990. Perkembangan Teori Pemerolehan Bahasa Kedua dalam
Kaitannya dengan Proses Belajar-Mengajar. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP MALANG. Malang: IKIP MALANG.
Effendy, Ahmad Fuad. 2005. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.
Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University Press.
Huda, Nuril. 1987. Metode Audio Lingual vs. Metode Komunikatif: Suatu Perbandingan. Makalah disampaikaan dalam Pertemuan Linguistik Bahasa Atma Jaya Jakarta, September 1987.
Huda, Nuril. 1995. Kompetensi Komunikatif dan Strategi Pengembangannya. Jurnal Nadi’l-Lughah Al-Arabiyyah. 7 (1): 1 s.d 8.
Nunan, David. 1991. Language Teaching Methodologi. New York: Prentice Hall.
Syafi’ie, Imam. 1994. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Himaniora dan Sains, 1 (1): 13 s.d. 28.
Richards, Jack C. dan Rodgers, Theodore S. 1986. Approaches and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge Language Teaching Library.
Kunci Jawaban
1. c 6. d
2. b 7. d
3. c 8. c
4. b 9. c
24
KEGIATAN 2
PEMBELAJARAN KEMAHARAH MENYIMAK
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah pelatihan ini selesai, peserta latihan diharapkan mampu:
1. Mengimplementasikan teknik pembelajaran maharah istima
dengan baik.
2. Memahami wacana lisan berbahasa Arab yang disimak
)
ع ا
( , baik pada tataran kalmia maupun wacana.
3. Memberikan respon atau tanggapan terhadap isi wacana lisan
berbahasa Arab yang disimak baik secara lisan maupun tulis.
B. TEKNIK PEMBELAJARAN MAHARAH ISTIMA’
Kemahiran menyimak (
عﺎﻤﺘﺳﻻا ةرﺎﻬﻣ
) merupakan salah satu dari empat kemahiran berbahasa Arab. Dilihat dari tahapan penguasaannya,kemahiran menyimak ini merupakan kemahiran yang pertama kali
dikuasai oleh pembelajar. Oleh karena itu, penguasaan kemahiran
menyimak merupakan aktivitas yang selayaknya dilakukan sebelum
penguasaan kemahiran lainnya (kalam, qira’ah, maupun kitabah). Apalagi
jika pembelajaraan bahasa Arab di sekolah/madrasah difokuskan pada
peningkatan kompetensi komunikatif. Terkait dengan hal ini, maka
penguasaan kemahiran menyimak mutlak harus dimiliki oleh guru
bahasa Arab.
Berkenaan dengan hal ini, tepat apa yang dikatakan oleh
Djiwandono (1996), bahwa tanpa kemampuan menyimak yang baik, akan
terjadi banyak kesalahpahaman dalam komunikasi antara sesama
pemakai bahasa, yang dapat menyebabkan berbagai hambatan dalam
dikemukakan adalah kesalahan dengar seorang pembantu dalam
menerima perintah dari majikannya. Kesalahan dengar tersebut terjadi
pada bunyi \ق\ yang oleh pembantu didengar dan dipahami sebagai
bunyi \ك\. Si majikan memerintah pembantunya dengan kalimat
! ا
.
ءاود ا Oleh pembantunya, kalimat tersebut didengar dandipahami ! ا ءاود ا Kedua kalimat ini bukan saja berbeda artinya, meskipun hanya berbeda satu fonem, tetapi kesalahan dengar ini
berakibat fatal bagi orang yang mengkonsumsi obat yang dibeli,
mengingat bunyi perintahnya adalah membelikan obat jantung, tetapi
didengar dan dipahami oleh pembantu sebagai perintah membelikan obat
anjing.
Tujuan Pembelajaran maharah istima’ secara umum adalah agar
pembelajar memiliki kemampuan memahami wacana yang
diperdengarkan (
عﻮﻤﺴﳌا ﻢﻬﻓ
) dan mampu merespon terhadap tuntutan pada wacana yang didengar. Terkait dengan hal ini, maka indikator kompetensikemampuan atau kemahiran menyimak wacana berbahasa Arab yang
perlu diperhatikan adalah: (a) kemampuan identifikasi bunyi huruf, (b)
membedakan bunyi huruf yang mirip, (c) memahami arti kosa kata dan
frase (d) memahami kalimat, (e) memahami wacana, dan (f) memberikan
respons atau tanggapan terhadap isi wacana yang disimak (Ainin, dkk.
2006).
Secara umum ouput pembelajaran maharah istimah dapat dilihat
pada bagan 3 berikut ini.
Berikut ini tahapan pembelajaran menyimak Pengenalan
Bunyi dan kata
Maharah Istima’
(1) Latihan Pengenalan (identifikasi) bunyi-bunyi bahasa Arab.
Latihan ini merupakan latihan dasar dalam pembelajaran
menyimak bahasa Arab. Bentuk latihan ini sangat bervariasi. Di antara
variasinya adalah sebagai berikut.
a. Mengenal bunyi suku kata yang diperdengarkan dan siswa diminta
memilih jawaban (memberi tanda √) pada jawaban yang tersedia
sesuai dengan yang diperdengarkan. Misalnya:
) ﺔﻣﻼﻋ ﺐﺘﻛا
√
مﺎﻣأ (
ﻪﻌﻤﺴﺗ ﺎﻣ
1
َن
َم
َس
َغ
2
َق
َج
َك
َخ
3
َث
َذ
َش
َس
b. Mengenal dan membedakan suku kata yang bervokal panjang dan
bervokal pendek. Misalnya
) ﺔﻣﻼﻋ ﺐﺘﻛا
√
ﻪﻌﻤﺴﺗ ﺎﻣ مﺎﻣأ (
1
ُف
ﻮُﻓ
ِف
ِْﰲ
2
ِب
ِْﰊ
ُب
َب
3
اَو
ِو
ْيِو
َو
ﺔﻤﻠﻜﻠﻟ (أ) :ﰐﻵﺎﻛ ﻚﺘﺑﺎﺟإ ﻞﺠﺳ ﰒ ،ﺔﻴﺗﻵا تﺎﻤﻠﻜﻟا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا
ﻰﻠﻋ يﻮﺘﲢ ﱵﻟا
!"س" فﺮﺣ ﻰﻠﻋ يﻮﺘﲢ ﱵﻟا ﺔﻤﻠﻜﻠﻟ (ب)و ،"ص" فﺮﺣ
1
(
رﺎﺳ
2
(
رﺎﺻ
3
(
ﺐﺣﺎﺻ
4
(
ﺐﺣﺎﺳ
d. Mengenal persamaan fonem pertama pada dua kata yang berpasangan.
Dalam hal ini siswa diminta mengidentifikasi apakah fonem
pertamanya sama (S) atau tidak sama (TS). Misalnya:
Guru/rekaman Siswa
ﲔﺒﺟ
-ﻞﻴﲨ
Sﻞﻴﻣز
-ﻞﻴﲨ
TSﺔﻤﻴﺷ
–
مﺎﻴﺻ
TSe. Mengenal pengucapan vocal bersyiddah
) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿﻮﺑ ةﺪﺷ ﺎﻬﻴﻓ ﱵﻟا ﺔﻤﻠﻜﻟا ّﲔﻋ و ﻊﻤﺘﺳا
√
!ﻊّﺑﺮﳌا ﰲ (
ﻢﻗر
ا
ب
ج
1
َﻞََﲪ
لﺎَﲪ
ﻞِﻣﺎﺣ
2
َﺐَﺴَﻛ
ﺐ ِﺴﻜَﻳ
بﺎﺴَﻛ
:ﺔﺑﻮﺟﻷا
ﻢﻗر
ا
ب
ج
1
√
2
(2) Latihan pada tataran kosa kata
Latihan kemahiran menyimak pada tataran kosa kata ini meliputi
ketepatan dalam mengidentifikasi kata dan pemahan arti kosa kata,
misalnya:
a. Menenetukan kata-kata mirip. Misalnya:
.ﺎﻬﻌﻤﺴﺗ ﻲﺘﻟا ﺔﻤﻠﻜﻠﻟ ﻞﺑﺎﻘﻤﻟا فﺮﺤﻟا ﻊﺑﺮﻤﻟا ﻲﻓ ﺐﺘﻛا
ا
ﺔﻔﻴﺤﺼﻟا
ب
ﺔﺤﻴﻔﺼﻟا
ج
ا
ﺔﺤﻔﺼﻟ
د
ﺔﻓﺎﺤﺼﻟا
b. Menentukan makna Kata melalui gambar
1
-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ
√
.ﺎﻬﻌﻤﺴﺗ ﱵﻟا ﺔﻤﻠﻜﻟا ﺎﻬﻴﻠﻋ لﺪﺗ ةرﻮﺻ ﺖﲢ (
:لا
ا
بﻠﻜ
باوﺠﻝا
:
√
2
-ةرﻮﺼﻟا ﺐﺳﺎﻨﺗ ﻲﺘﻟا ﺔﻋﻮﻤﺴﻤﻟا ﺔﻤﻠﻜﻟا ﺮﺘﺧا
!
لاؤﺴﻝا
:
قطﻨﻴ
سردﻤﻝا
:
1
(
رﺎﺘﻤ
2
(
رادﻤ
3
(
رطﻤ
4
(
رﺘﻤ
باوﺠﻝا
:
(3) Latihan pada tataran kalimat
Latihan pada tataran pemahaman kalimat ini juga bervariatif.
Misalnya menentukan makna kalimat melalui gambar, merespon ujaran
berupa kalimat melalui gerak, dan menjawab pertanyaan dari kalimat
yang diperdengarkan.
a. menentukan makna kalimat melalui gambar
1
-ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿﻮﺑ ﺔﺒﺳﺎﻨﻤﻟا ةرﻮﺼﻟا ﻦّﻴﻋ ﻢﺛ ﺔﻴﺗﻵا تارﺎﺒﻌﻟا ﻰﻟا ﻊﻤﺘﺳا
)
√
(
:ﺔﻋﻮﻤﺴﻤﻟا تارﺎﺒﻌﻟا
1
.
ةﺮﺋﺎﻃ ﻩﺬﻫ
2
.
ةرﺎﻴﺳ ﻩﺬﻫ
3
.
رﺎﻄﻗ اﺬﻫ
:باﻮﺠﻟا
2
b. Memahami Wacana Lisan
Tujuan akhir pembelajaran maharah istima’ adalah memahami
wacana berbahasa Arab yang diperdengarkan, baik secara langsung
maupun melalui alat bantu (tape recorder atau lab. Bahasa). Terkait dengan
ini, maka beberapa model tes memahami wacana lisan misalnya:
merespon ujaran berupa kalimat melalui gerak, memahami teks
sederhana dalam bentuk dialog (menentukan fakta atau informasi
tersurat), memahami teks sederhana dalam bentuk narasi (menentukan
informasi tersurat atau fakta, menentukan informasi tersirat, dan
C.MATERI DAN LATIHAN MAHARAH ISTIMA’
1
-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ﻊﻤﺘﺳا
√
.ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ (
2
-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ﻊﻤﺘﺳا
√
.ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ (
3
4
-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ،ﻊﻤﺘﺳا
√
ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ (
5
!ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ ﻢﻗﺮﻟا ﻊﺿ ﰒ ،راﻮﳊا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا
6
-!ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ ﻢﻗﺮﻟا ﻊﺿ ﰒ لاﺆﺴﻟا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا
-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ،راﻮﳊا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا
√
!ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا (
8
ﻊﻤﺘﺳا
!ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ ﻢﻗﺮﻟا ﻊﺿ ﰒ ،راﻮﳊا ﱃإ
p
9
-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ،راﻮﳊا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا
√
وأ (
(×)
.ﺄﻄﳋا ﺢﺤﺻ ﰒ ،
)
1
(
نﻵا ﺔﻨﻳﺪﳌا ﰲ ﻦﲪﺮﻟا ﺪﺒﻋ ﻦﻜﺴﻳ
)
2
(
ﻞﺒﻗ ﻦﻣ ﺔﻳﺮﻘﻟا ﰲ ﻦﻜﺴﻳ ﻦﲪﺮﻟا ﺪﺒﻋ نﺎﻛ
)
3
(
ضﺮﳌا ﺐﺒﺴﺑ مﺎﻨﻳ ﻻ ﻦﲪﺮﻟا ﺪﺒﻋ
)
4
(
عﺎﺑ
ﺎﺘﻴﺑ ىﱰﺷاو ﺔﻋرﺰﳌا ﻦﲪﺮﻟا ﺪﺒﻋ
)
5
(
ﺎﻬﻨﻣ ﺔﺒﻳﺮﻗ نﻮﻜﺘﻟ ﺔﻳﺮﻘﻟا ﺪﻳﺮﺗ ﻦﲪﺮﻟا ﺪﺒﻋ ﺔﺟوز
باﻮﺼﻟا
)
1
(
...
)
2
(
...
)
3
(
)
4
(
؟ﺔﺌﻴﳍا ﺎﺪﻋﺎﺳ لود ثﻼﺛ ءﺎﲰأ ﺮﻛذأ
)
5
(
ﺛﻼﺛ ﺮﻛذأ
ﺔ
؟تاﺪﻋﺎﺴﳌا ﻦﻣ عاﻮﻧأ
)
6
(
؟تاﺪﻋﺎﺴﳌا ﺔﺌﻴﳍا ﺎﳍ مﺪﻘﺗ ﱵﻟا تارﺎﻘﻟاﺎﻣ
DAFTAR PUSTAKA
Ainin, Moh. dan Asrori, Imam, dan Tohir, M. 2006.Evaluasi dalam
Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.
Al-Fauzan, Abd. Rahman bin Ibrahim, Husain, Mukkhtar Ath-Thahir, dan Muhammad Fadl, Muhammad Abdul Kholiq. 2002. Al-Arabiyyah Baina Yadaik, Kitabu Ath-Thalib 1 dan 2. Ar-Riyadl: Muassasatu Al-waqfi Al-Islami.
Effendy, Ahmad Fuad. 2005. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.
39
A. TUJUAN PEMBELAJARAN MAHARAH KALAM
Setelah pelatihan ini selesai, peserta latihan diharapkan mampu:
1. Menjelaskan hakikat pembelajaran maharah kalam.
2. Mengimplementasikan teknik pembelajaran maharah kalam yang
komunikatif, inovatif dan interaktif.
3. Menggunakan bahasa Arab sebagai akat komunikasi lisan baik di kela bahasa Arab maupun di luar kelas dengan memperhatikan
pelafalan, kelancaran, tekanan dan intonasi, tatabahasa, dan
konteks tuturan.
B. TEKNIK PEMBELAJARAN MAHARAH KALAM
Kemahiran berbicara merupakan salah satu kemahiran berbahasa
yang aktif-produktif, kemampuan berbicara menuntut penguasaan
terhadap beberapa aspek dan kaidah penggunaan bahasa (Djiwandono,
1996). Harris (1969) menegaskan bahwa berbicara itu merupakan
kemahiran yang sangat kompleks yang mempersyaratkan penggunaan
berbagai kemampuan secara simultan. Kemampuan tersebut meliputi: (a)
pelafalan (yang mencakup ciri-ciri segmental-vokal dan konsonan, serta
pola tekanan dan intonasi), (b) tatabahasa, (c) kosa kata, (d) kelancaran
(fluency), dan (e) pemahaman (kemampuan merespon terhadap suatu
Bagan 4. Output Pembelajaran Maharah Kalam
Kemampuan berbicara (maharah kalam) atau muhadatsah merupakan
perwujudan dari fungsi bahasa itu sendiri, yaitu sebagai alat komunikasi
(terutama komunikasi lisan). Untuk itu, tujuan pembelajaran muhadatsah
adalah agar pembelajar mampu menggunakan bahasa Arab sebagai alat
komunikasi lisan dengan memperhatikan konteks yang menyertai bahasa
itu digunakan. Secara lebih spesifik, kemampuan yang dimaksud meliputi
kemampuan mengkomunikasikan ide, perasaan, gagasan, maupun
pikiran, daan menyampaikan informasi.
Secara umum, teknik pembelajaran maharah kalam tidak jauh
berbeda dengan teknik pembelajaran kemahiran berbahasa lainnya,
misalnya pembelajaran istima’. Dalam pembelajaran muhadatsah juga
terhadap tahapan-tahapan yang bersifat gradual. Oleh karena itu,
pembelajaran maharah kalam dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu
pembelajaran maharah kalam terbimbing dan pembelajaran maharah kalam
bebas. Dalam katagori pertama, guru memberikan ransangan-ransangan
untuk dikembangkan oleh pembelajar ke dalam bentuk aktivitas
MAHARAH KALAM
INDIKATOR
- Pelafalan
- Kelancaran
- Tatabahasa
- Intonasi dan tekanan
- Isi
- performansi
KOMUNIKATIF
- fungsional
- nosional
komunikatif. Sementara itu, dalam katagori kedua, pembelajaran diberi
leluasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan tema-tema
yang ada. Untuk menyesuaikan kondisi di sekolah/madrasah, maka
dalam pelatihan ini, teknik pembelajaran maharah kalam lebih difokuskan
pada katagori pertama. Teknik pembelajaran dimulai dari yang sangat
dasar, yakni pada tataran kata dalam bentuk asosiatif dan identifikasi,
latihan pola kalimat sampai pada latihan percakapan (berdialog).
Berikut ini langkah-langkah pembelajaran maharah kalam pada
tataran penguasaan kata dan pola kalimat yang diadaptasi dari Effendy
(2005).
(1) Latihan Asosiasi dan Identifikasi
Tujuan latihan ini untuk melatih spontanitas siswa dan
kepercayaannya dalam mengidentifikasi dan mengasosiasikan makna
ujaran yang didengarnya. Bentuk latihannya adalah sebagai berikut:
(a) Guru menyebut satu kata, siswa menyebut kata lain yang ada
hubungannya dengan kata tersebut. Contoh:
Guru Siswa
سأر
ﺮﻌﺷ
ﺺﻴﻤﻗ
بﻮﺛ
ّزر
حﻼﻓ
(b)Guru menyebut satu kata, siswa menyebut kata lain yang tidak ada
hubungannya dengan kata tersebut. Contoh
Guru Siswa
نﺎﺼﺣ
ةﺮﻫز
ءاﺬﺣ
زﻮﻣ
(c) Guru menyebut satu kata benda, siswa menyebut kata sifat yang
sesuai. Contoh:
Guru Siswa
ﺬﻴﻤﻠﺗ
ﻂﻴﺸﻧ
ﺮﻌﺷ
ﻞﻳﻮﻃ
ﻞﻴﻟ
ﻢﻠﻈﻣ
(2) Lataihan Pola Kalimat
Latihan pola kalimat ini merupakan suatu aktivitas pembelajaran
yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam
menguasai pola-pola kalimat sebagai modal awal untuk menunju jenjang
penguasaan berbicara lebih luas. Dalam kaitannya dengan latihan pola
kalimat ini, terdapat tiga tahapan yang dapat dikembangkan, yaitu latihan
mekanis, semi komunikatif, dan latihan komunikatif (Effeny, 2005).
Contoh latihan pola kalimat mekanis.
ﻊﻣ ﺎﺗﺮﻛﺎﺟ ﱃا ﺮﻓﺎﺴﻣ نﺎﻤﻠﺳ
ِب ﻪﻴﺣأ
...
Contoh latihan pola kalimat semi-komunikatif
ِب ﻪﻴﺧأ ﻊﻣ ﺎﺗﺮﻛﺎﺟ ﱃا ﺮﻓﺎﺴﻣ نﺎﻤﻠﺳ
...
ﺔﻠﻓﺎﳊا
Contoh latihan komunikatif
سرﺪﳌا
؟ﺪﺟﺎﻣ ﺎﻳ ﺖﻧأو ,ﺲﻴﺑﻮﺗﻷﺎﺑ ﺔﺳرﺪﳌا ﱃا ﺐﻫذأ ﺎﻧأ :
ﺪﺟﺎﻣ
... ِب ﺔﺳرﺪﳌا ﱃا ﺐﻫذأ ﺎﻧأ :
؟ﺪﻣﺎﺣ ﺎﻳ ﺖﻧأو
ﺪﻣﺎﺣ
؟ﱂﺎﺳ ﺎﻳ ﺖﻧأو ,... ِب ﺔﺳرﺪﳌا ﱃا ﺐﻫذأ ﺎﻧأ :
ﱂﺎﺳ
؟ﻞﻴﺒﻧ ﺎﻳ ﺖﻧأو ... ِب ﺔﺳرﺪﳌا ﱃا ﺐﻫذأ ﺎﻧأ :
ﻞﻴﺒﻧ
؟... ﺎﻳ ﺖﻧأو ... ِب ﺔﺳرﺪﳌا ﱃا ﺐﻫذأ ﺎﻧا :
(3) Latihan Percakapan
Dalam latihan percakapan ini, siswa atau pembelajar dilibatkan
dalam kegiatan dialog tentang kehidupan sehari-hari dan pengalaman
nyata yang mereka alami. Dalam latihan percakapan ini juga dilatihkan
penggunaan macam-macam ucapan selamat (ت ا)dan juga penggunaan ungkapan basa-basi (ت ا ا)yang banyak sekali variasinya.
Berikut ini contoh langkah-langkah pembelajaran maharah kalam
atau hiwar yang bahan ajarnya diambil dari buku teks dengan tema
)
فر ا
( :
a. Guru menjelaskan isi tema atau topik dialog, yang meliputi fungsi
komunikatif dan situasi yang menyertai percakapan itu terjadi.
b. Guru memperdengarkan (sebagai model) materi hiwar secukupnya.
Kegiatan modeling ini tidak selalu dilakukan oleh guru, melainkan
dapat dilakukan oleh siswa model.
c. Guru melatih pengucapan kalimat-kalimat dalam dialog dan
memahami fungsinya. Latihan ini bisa bersifat individual,
kelompok, dan klasikal.
d. Guru berperan sebagai penutur yang mengajukan pertanyaan yang
ada dalam materi dialog, dan siswa diminta menjawab sesuai
ا
سرﺪﳌ
؟ﻚﲰاﺎﻣ :
ﺬﻴﻤﺒﺘﻟا
!ﺪﻣﺎﺣ ﺎﻧأ :
سرﺪﳌا
؟ﻚﻧاﻮﻨﻋ ﺎﻣ :
ﺪﻣﺎﺣ
.ﺔﺴﲬ ﻢﻗر ,يﺮﻌﺷأ ﻢﺷﺎﻫ عرﺎﺷ :
سرﺪﳌا
؟ ِﻚﲰﺎﻣ :
ةﺬﻴﻤﻠﺘﻟا
.ةﺮﺧﺎﻓ ﺎﻧأ :
سرﺪﳌا
؟ﻚﻧاﻮﻨﻋ ﺎﻣ :
ةﺮﺧﺎﻓ
.ﺔﻴﻧﺎﲦ ﻢﻗر ,نﻼﺧد ﺪﲪا عرﺎﺷ :
e. Siswa diminta melakukan percakapan dengan temannya. Tema
percakapan masih terkait dengan topik yang dibahas, yakni فر ا,
yakni pertanyaan tentang identitas diri sebagaimana butir-butir di
atas. Dalam percakapan ini, siswa sebaiknya saling berganti peran,
sehingga komahiran berbicara yang diperoleh siswa tidak hanya
sekedar sebagai perespon, tetapi juga sebagai inisiator yang
membangun komunikasi.
f. Guru memonitor dang mengevaluasi performansi siswa. Aspek
yang dievaluasi biasanya meliputi: intonasi, kelancaran, ketepatan
ujaran, penampilan, dan keantusiasan siswa dalam melakukan
percakapan.
(4)Bercerita melalui bantuan gambar
Bercerita melalui gambar merupakan salah satu teknik untuk
melatih siswa agar dia memiliki kemampuan berbicara. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro (1988), bahwa untuk
rangsangan pembicaraan yang baik. Ransangan berupa gambar sangat
baik untuk dipergunakan pada anak-anak usia sekolah dasar ataupun
pembelajar bahasa asing (bahasa Arab) tahap awal. Untuk tahap awal,
gambar yang dijadikan stimulus sebaiknya berupa gambar tunggal dan
pesan yang terdapat dalam gambar tersebut dikenal dan terbaca oleh
siswa.
(5) Menceritakan Kembali
Kegiatan “menceritakan kembali”—sebagai salah satu bentuk tes
kemampuan berbicara—dilakukan dengan cara guru memperdengarkan
wacana baik secara langsung maupun melalui tape recorder”. Setelah itu
teste diminta menceritakan kembali wacana yang diperdengarkan
tersebut dengan susunan bahasanya sendiri. Sudah barang tentu, teste
diminta lebih memfokuskan pada bagian-bagian yang paling esensial dari
wacana tersebut.
(6) Bercerita Bebas
Yang dimaksud dengan berbicerita bebas di sini adalah suatu
kegiatan tes kemampuan berbicara yang menuntut teste menceritakan
topik-topik tertentu secara bebas. Topik-topik yang dimaksud dapat
disediakan oleh guru, kemudian teste memilih sendiri topik yang sesuai
dengan selera, pengetahuan dan pengalamannya, atau pihak teste diminta
mencari topik sendiri sesuai dengan selera, atau pengalamannya.
(6) Wawancara
Wawancara merupakan salah satu cara yang dapat digunakan
untuk mengukur kemampuan berbicara pembelajar (teste) dalam suatu
bahasa asing (bahasa Arab). Kegiatan wawancara dilakukan oleh seorang
penguji atau lebih terhadap teste. Dalam melakukan wawancara, seorang
tenang, bebas, gayeng (Jawa), tidak merasa tertekan dan tidak merasa
diinterogasi.
Perihal yang dipertanyakan dalam wawancara dapat menyangkut
berbagai hal, tetapi hendaknya disesuaikan dengan tingkat usia dan
kemampuan siswa (Valette, 1977:156), (misalnya, berkaitan dengan
identitas pribadi siswa (teste), keadaan keluarga, maupun kegiatan siswa
sehari-hari). Suatu hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memilih
materi wawancara adalah keterkaitan materi tersebut dengan kurikulum
dan isi buku teks bahasa Arab yang sudah dipelajari oleh siswa.
(7) Pidato
Pidato juga dapat dikatagorikan sebagai salah satu bentuk tes
untuk mengukur kemampuan berbicara siswa. Dalam konteks pengajaran
dan atau penyelenggaraan tes berbicara, tugas pidato dapat berwujud
permainan simulasi, misalnya siswa bersimulasi sebagai kepala sekolah
yang berpidato dalam upacara bendera, menyambut tahun ajaran baru,
memperingati hari-hari besar nasional, atau hari-hari besar keagamaan
(Cf. Nurgiyantoro, 1988). Permasalahannya adalah apakah bentuk tes
pidato ini relevan dengan kemampuan siswa yang direkomendasikan
oleh kurikulum atau apakah bentuk tes ini merupakan instrumen yang
valid untuk mengukur kemampuan berbicara siswa pada tingkat tertentu
(8) Diskusi
Diskusi selain sebagai alat untuk mengukur kemampuan siswa
dalam beragumentasi, juga dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan berbicara. Dalam diskusi ini, teste diminta mengemukakan
dan mempertahankan pendapat, ide, dan pikirannya serta merespon
pendapat, ide, dan pikiran orang lain (mitra diskusi) secara kritis dan
logis. Dalam hal ini, sudah barang tentu kemampuan menggunakan
subtansial dan esensial dalam mencermati kegiatan diskusi. Permasalahan
dalam penyelenggaraan tes ini tidak jauh berbeda dengan permasalahan
penyelenggaraan tes pidato.
C. MATERI DAN LATIHAN (PRAKTIK) MAHARAH KALAM
1
-تﺎﻴﺤﺘﻟا جذﻮﻤﻧ
ْكْوُﺮْـﺒَﻣ +
-.َﻚْﻴِﻓ ﷲا َكَرﺎَﺑ
ْﻞِﻤْﻌﺘْﺴَﻳ وَأ ْﺢَﺠْﻨَـﻳ يﺬﻟا ﻚﺒِﺣﺎَﺼِﻟ ُلﺎَﻘُـﻳ
ًاﺪْﻳﺪﺟ
ِءﺎَﻓﺮﻟﺎِﺑ +
. ْﲔِﻨَﺒْﻟاو
ْﻢُﻜَﻟ ًاﺮْﻜُﺷ
\
.ﻚﻴﻓ ﷲا كَرﺎَﺑ
ْجوَﺰَـﺘَـﻳ يﺬّﻟا َﻚِﺒِﺣَﺎﺼﻟ ُلﺎَﻘُـﻳ
مﻮﻨﻟا ﺎﺤَﺻ +
-.كَﺪَﻳ ﷲا ﻰﺤَﺻ
مﻮﻨﻟا َﻦِﻣ مْﻮُﻘَـﻳ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ
ﻲﺧأﺎﻳ ًﻼْﻫَأ +
\
!يﺰﻳﺰﻋ ﺎﻳ ﻼﻬﺳو ﻼﻫأ
-ﻚﺑ ﻼﻫأ
\
اًﺮْﻜُﺷ ﻚﺑ ﻼﻫأ
كروﺰَﻳ وأ ﻚﻴﻟإ ﰐﺄﻳ ْﻦﻤِﻟ لﺎﻘٌﻳ
(ﻒﻴﻀﻠﻟ)
ﻒِﻃَﻼﻣ رْﺪَﻗ اﺬﻫ +
-ﲑﺧ ﻞﻛ ﻰﻠﻋ ﷲ ﺪﻤْﳊا
ﺔﺒﻴﺼُﻣ ﻪﻳ لﺰُﻧ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ
ًﺎﻣَﺮَﺣ +
-ﷲا ءﺎﺷ نإ ًﺎﻌَْﲨ
ٍةﻼﺻ يأ ْﻦِﻣ ﻲﻬَﺘْﻨَـﻳ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ
كوﱪﻣ +
-ﻚﻴﻓ ُكرﺎَﺒﻳ ﷲا
وأ ًاﺪْﻳِﺪَﺟ ًﺎﺳﺎﺒِﻟ ُﺲَﺒْﻠَـﻳ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ
ًﺔَﻤْﻌِﻧ ُﻢَﻌْـﻨُـﻳ
ًﺎﻤْﻴِﻌَﻧ +
-ﻚﻴِﻔْﺸَﻳ ﷲا
ﻢَﺤَﺘﺳا وأ َﺮْﻌﺸﻟا ُﻖِﻠَْﳛ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ
مﺎّﻤَْﳊا ﰲ
ءﺎﻔ ِﺷ +
-ﻚﻴﻔﺸﻳ ﷲا
\
ﷲا كﺎﻔﺷ
ءﻼْﳋا ِﺖﻴﺑ ﻦﻣ ُجُﺮَْﳜ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ
(ضﺎﺣﺮﳌا)
ًﺎﺌﻴِﻨَﻫ +
\
ﺎﺌْﻳِﺮَﻣ ﺎﺌﻴﻨﻫ
ﻢﻗر
لاﻮﳉا
ﻢﻗر
ﻒﺗﺎﳍا
ﺔﻳاﻮﳍا
5
-.ﺔﻴﺗﻵا ﺔﻠﺌﺳﻷﺎﺑ ﺎﻨﻴﻌﺘﺴﻣ ﺎﻴﻬﻔﺷ ﺔﻴﻣﻮﻴﻟا ﻚﺗﺎﻴﺣ ﻚﺣا
؟ﻆﻘﻴﺘﺴﺗ ﱴﻣ
؟ﻆﻘﻴﺘﺴﺗ نأ ﺪﻌﺑ ﻞﻌﻔﺗ اذﺎﻣ
؟ﺮﺠﻔﻟا ﻲﻠﺼﺗ ﻦﻳأ
؟ﺮﺠﻔﻟا ﻲﻠﺼﺗ ﻒﻴﻛ
؟ةﻼﺼﻟا ﺪﻌﺑ ﻞﻌﻔﺗ اذﺎﻣ
؟ﺔﺳرﺪﳌا ﱃا ﺐﻫﺬﺗ ﱴﻣ
؟ﺔﺳرﺪﳌا ﰲ ﻞﻌﻔﺗ اذﺎﻣ
؟ﺔﺳرﺪﳌا ﻦﻣ ﻊﺟﺮﺗ ﱴﻣ
؟ﻚﻟذ ﺪﻌﺑ ﻞﻌﻔﺗ اذﺎﻣ
؟ﺮﺼﻌﻟا ﻰﻠﺼﺗ ﱴﻣ
؟ﺮﺼﻌﻟا ﻰﻠﺼﺗ ﻦﻳأ
؟ﺮﺼﻌﻟا ﻰﻠﺼﺗ ﻒﻴﻛ
؟ﺮﺼﻌﻟا ةﻼﺻ ﺪﻌﺑ ﻞﻌﻔﺗ ﱴﻣ
؟بﺮﻐﳌا ﻲﻠﺼﺗ ﻦﻳا،؟بﺮﻐﳌا ﻲﻠﺼﺗ ﱵﻣ
؟بﺮﻐﳌا ﻰﻠﺼﺗ ﻒﻴﻛ
؟بﺮﻐﳌا ةﻼﺻﺪﻌﺑ ﻞﻌﻔﺗ اذﺎﻣ
؟ءﺎﺸﻌﻟا ﻰﻠﺼﺗ ﱴﻣ
ﻦﻳأ
؟ءﺎﺸﻌﻟا ﻲﻠﺼﺗ
؟ءﺎﺸﻌﻟا ﻲﻠﺼﺗ ﻒﻴﻛ
-نﻴأ
طﻘﺴ
مﻫدﺤأ
؟ﻪﺘﺠاردﺒ
و
؟اذﺎﻤﻝ
.
اذﺎﻤ
لﻌﻓ
دﻝوﻝا
دﻌﺒ
نأ
طﻘﺴ
نﻤ
قوﻓ
؟ةرطﻨﻘﻝا
-مّﻠﻜﺘ
نﻋ
روﺼﻝا
ﺔﻴﻝﺎﺘﻝا
!
)
17
-ﻒﺻ
ﺎﻴﻬﻔﺷ
ﻩﺬﻫ
ةرﻮﺼﻟا
ﺎﻨﻴﻌﺘﺴﻣ
ﺔﻠﺌﺳﻻﺎﺑ
ﺔﻴﺗﻵا
!
•
يأ
ﺊﺷ
؟اﺬﻫ
•
اذﺎﻣ
ىﺮﺗ
اﺬﳍ
؟ﲎﺒﳌا
•
ﻞﻫ
ﻪﻟ
؟ةرﺎﻨﻣ
•
ﻞﻫ
ﻪﻟ
؟ﺔﺣﺎﺳ
•
اذﺎﻣ
ﻞﻤﻌﻳ
سﺎﻨﻟا
ﻞﺧاد
؟ﲎﺒﳌا
•
ﻦﻣ
ﻦﻳأ
ﻞﺧﺪﻳ
سﺎﻨﻟا
؟ﲎﺒﳌا
•
اذﺎﻣ
ﻞﻤﻌﻳ
نﻼﺟﺮﻟا
ﰲ
؟ﺔﺣﺎﺴﻟا
18
-ﻒﺻ
ﺎﻴﻬﻔﺷ
ﻩﺬﻫ
رﻮﺼﻟا
ﺔﻠﺴﻠﺴﻤﻟا
!
Al-Fauzan, Abd. Rahman bin Ibrahim, Husain, Mukkhtar Ath-Thahir, dan Muhammad Fadl, Muhammad Abdul Kholiq. 2002. Al-Arabiyyah Baina Yadaik, Kitabu Ath-Thalib 1 dan 2. Ar-Riyadl: Muassasatu Al-waqfi Al-Islami.
Effendy, Ahmad Fuad. 2005. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.
Djiwandono, M. Soenardi. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: ITB.
Harris, David P. 1969. Testing English as a Second Language. New York: McGraw-Hill Book Company.
Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
58
PEMBELAJARAN KEMAHIRAN MEMBACA
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bab ini, para peserta diharapkan mampu:
1. Menjelaskan hakekat atau konsep-konsep pokok kemahiran
membaca.
2. Mengimplementasikan teknik-teknik mutakhir pembelajaran
kemahiran membaca yang inovatif, variatif, dan atraktif.
3. Memahami wacana tertulis bahasa Arab dalam berbagai tema.
B. PENGERTIAN KEMAHIRAN MEMBACA
Kemahiran membaca (
ةءاﺮﻘﻟا
) merupakan salah satu dari empatkemahiran berbahasa yang perlu mendapat perhatian khusus, karena
kemahiran membaca adalah sarana paling penting dalam pemerolehan
ilmu pengetahuan, terutama pada era sekarang, ketika informas