• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

2.1.1 Definisi Kulit

Kulit merupakan organ penting dan kompleks yang terletak paling luar dari tubuh yang dapat melindungi manusia dari lingkungan sekitarnya. Kulit memiliki luas sekitar 1,5-2 m2 pada orang dewasa dan memiliki berat sekitar 15-20% dari berat badan. Kulit memiliki berbagai macam fungsi seperti melindungi tubuh dari faktor luar, sensasi, melindungi dari sinar UV, menyembuhkan luka maupun pembentukan sel baru dan penampilan fisik hal ini dikarenakan kulit merupakan pengatur yang aktif, kompleks, terintegrasi dari sel-sel, jaringan dan matriks yang dapat memediasi beragam fungsi (Ahmad & Damayanti, 2018).

2.1.2 Fungsi Kulit

Menurut (Eroschenko, 2017) ada beberapa fungsi kulit yaitu:

1) Perlindungan

Kulit dapat melindungi tubuh terhadap abrasi mekanik serta dapat membentuk sawar fisik terhadap patogen atau mikroorganisme asing kare- na adanya epitel berlapis dengan lapisan tanduk. Karena diantara sel-sel stratum granulosum terdapat lapisan glikolipid, epidermis juga bersifat tidak permeabel terhadap air. Pada lapisan ini juga dapat mencegah hilangnya cairan tubuh melalui dehidrasi. Kulit akan terlindungi dari radi- asi ultraviolet ketika terjadi peningkatan sintesis pigmen melanin.

2) Regulasi suhu

Peningkatan proses berkeringat dapat dikarenakan latihan fisik atau lingkungan yang panas, hal ini dapat menyebabkan menguapnya keringat dari permukaan kulit yang memungkinkan hilangnya sebagian panas tubuh. Selain berkeringat, termoregulasi juga melibatkan dilatasi pem- buluh darah untuk memungkinkan aliran darah maksimum ke kulit. Hal ini juga dapat meningkatkan pengeluaran panas. Sebaliknya, panas tubuh akan dipertahankan dengan konstriksi pembuluh darah dan penurunan ali- ran darah ke kulit apabila didaerah dingin.

(2)

3) Persepsi sensorik

Bagi lingkungan luar kulit merupakan organ sensorik. Suhu (panas dan dingin), sentuhan, nyeri, dan tekanan dapat direspon oleh tubuh dikarenakan terdapat banyak ujung saraf sensorik terbungkus dan bebas dalam kulit.

4) Ekskresi

Melalui pembentukan keringat oleh kelenjar keringat air, urea, laru- tan garam dan produk sisa bernitrogen dapat diekskresikan melalui per- mukaan kulit.

5) Pembentukan vitamin D

Vitamin D akan terbentuk dari molekul prekursor yang disintesis di dalam epidermis apabila kulit terpapar sinar ultraviolet dari matahari. Vit- amin D diperlukan untuk absorpsi kalsium dari mukosa usus dan metabo- lisme mineral yang memadai

2.1.3 Anatomi Kulit

Terdapat 2 lapisan utama kulit yaitu epidermis yang merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm dan dermis yang merupakan jaringat ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Terdapat jaringan yg terletak dibawah dermis yaitu hipodermis yang merupakan jaringan ikat longgar yang pada beberapa tem- pat terdiri dari jaringan lemak (Kalangi, 2014)

Gambar 2. 1 Struktur Kulit (Kalangi, 2014)

(3)

2.1.4 Lapisan Kulit

Menurut (Kalangi, 2014) terdapat 3 lapisan utama kulit yaitu epidermis, dermis dan hipodermis:

1) Epidermis

Lapisan paling luar kulit yang terdiri dari epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis tidak mempunyai pembuluh darah maupun limfa dan hanya terdiri dari jaringan epitel sehingga semua nutrien dan oksigen diperoleh dari ka- piler pada lapisan dermis.

Terdapat 5 lapisan epidermis dari dalam ke luar yaitu stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum:

a) Stratum basal atau lapis benih merupakan lapisan yang terletak paling dalam yang menempel pada jaringan ikat lapis kulit dibawahnya dermis dan sel ini terdiri atas satu lapis yang tersusun berderet-deret di atas membran basal.

Pada sel ini biasanya terdapat gambaran mitotik sel yang berfungsi untuk regenerasi epitel. Pada lapisan ini juga sel-sel akan bermigrasi ke arah per- mukaan untuk membawa sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial yang mana pergerakan ini akan dipercepat oleh luka dan regenerasinya dalam keadaan normal serta cepat.

b) Stratum spinosum atau lapis taju merupakan lapisan yang terdiri atas be- berapa lapisan sel yang besar berbentuk poligonal dan memiliki inti yang lonjong. Pada lapisan ini terdapat banyak glikogen sehingga termasuk lapisan epidermis paling kuat dan tebal.

c) Stratum granulosum atau lapis berbutir tersusun dari 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula basofilik yang disebut granula kera- tohialin. Prekusor dari pembentukan kreatinin adalah granul keratohialin.

Dapat dilihat jelas lapisan stratum granulosum pada telapak tangan dan kaki.

d) Stratum lusidum atau lapis bening merupakan lapisan yang tidak memiliki inti maupun organel pada sel-sel. Lapisan ini tersusun atas 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya.

e) Stratum korneum atau lapis tanduk merupakan lapisan terluar dari epidermis yang terdiri dari banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Lapisan ini akan mengalami penge-

(4)

lupasan yang bertujuan untuk mengganti sel-sel kulit mati dan pengelupasan sel mati akan diganti dari 15-30 hari.

2) Dermis

Pada lapisan ini terdapat 2 jaringan ikat yaitu stratum papilaris dan stratum retikularis yang keduanya memiliki batas yang tidak tegas:

a) Stratum papilaris merupakan lapisan yang tersusun lebih longgar ditandai oleh adanya papila dermis yang jumlahnya bervariasi yang mana pada dae- rah dengan tekanan lebih besar seperti telapak kaki akan memiliki jumlah terbanyak dan lebih dalam. Terdapat pembuluh-pembuluh kapiler pada se- bagian besar papila yang berfungsi memberikan nutrisi pada epitel di atasnya.

b) Stratum retikularis merupakan lapisan yang lebih tebal dan dalam serta ter- susun atas berkas-berkas kolagen dan sejumlah kecil serat elastin yang membentuk jalinan yang padat. Fungsi dari lapisan ini akan menurun seiring bertambahnya usia sehingga dapat terjadi keriput pada kulit.

3) Hipodermis

Lapisan hipodermis merupakan jaringan ikat lebih longgar dengan serat kola- gen halus yang terdapat dibawah retikularis dermis. Pada kedua lapisan ini tidak ada garis yang memisahkan sehingga terlihat seperti menyatu. Terdapat banyak sel lemak pada lapisan ini dan tergantung pada lokasi tubuh. Hipodermis berisi banyak sel saraf dan pembuluh darah yang mengangkut nutrisi.

2.2 Jerawat (Acne vulgaris) 2.2.1 Definisi Jerawat

Jerawat atau Acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang umum terjadi pada semua kalangan usia dan sering terjadi pada remaja yang baru mengalami masa pubertas. Jerawat terjadi dikarenakan adanya bakteri yang menghasilkan li- pase sehingga memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya jerawat (Mayefis et al., 2020).

(5)

2.2.2 Etiologi Jerawat

Etiologi timbulnya jerawat pada kulit didasari oleh berbagai macam faktor diantaranya adalah faktor keturunan atau gen, endokrin, keadaan psikis, hormonal, kelenjar minyak berlebihan dan terjadi dikarenakan adanya infeksi bakteri. Per- tumbuhan koloni bakteri akan menyebabkan jerawat serta inflamasi atau disebut peradangan. Peradangan ini dapat dipicu oleh beberapa jenis bekteri seperti Pro- pionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis (Wardani, 2020).

2.2.3 Epidemiologi Jerawat

Pada masa remaja prevelensi dari acne cukup tinggi yaitu berkisar 47-90%.

Prevelensi acne tertinggi terjadi pada perempuan ras Afrika Amerika dan Hispan- ik yaitu 37% dan 32%, pada perempuan ras Asia yaitu 30%, Kaukasia 24% dan India 23%. Lesi inflamasi lebih sering terjadi pada ras Asia dibandingkan lesi komedonal yaitu 20% pada lesi inflamasi dan 10% pada lesi komedonal se- dangkan pada ras Kaukasia acne komedonal lebih sering terjadi dibanding acne inflamasi yaitu 14% acne komedonal dan 10% acne inflamasi (Movita, 2013)

Sebanyak 85% populasi di dunia yang berusia 11-30 tahun terserang penya- kit kulit ini (Okoro et al., 2016). Populasi penderita jerawat di Indonesia adalah sekitar 80-85% khususnya pada remaja dengan puncak insiden pada usia 15-18 tahun, pada wanita usia > 25 tahun sebanyak 12% dan pada usia 35-44 tahun sebanyak 3% (Muzdalifah & Adi, 2016)

2.2.4 Patogenesis Jerawat

Menurut (Wardani, 2020) patogenesis dari pembentukan jerawat pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

Gambar 2. 2 Mekanisme dasar dalam patogenesis jerawat (Muhammad Tahir, 2010)

(6)

1. Peningkatan Produksi Sebum

Hormon androgen merupakan hormon yang akan mulai aktif ketika menginjak usia remaja dan hal tersebut menyebabkan bertambahnya jumlah serta ukuran dari kelenjar sebasea yang mana akan memproduksi sebum dalam jumlah yang lebih besar. Trigliserida yang merupakan kom- ponen sebum akan dipecah menjadi asam lemak yang bebas oleh bakteri penyebab jerawat. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kolonisasi dari bakteri dan akan memicu terjadinya inflamasi serta proses kome- dogenik yang menyebabkan jerawat.

2. Hiperproliferasi Keratinosit

Mikrokomedo dapat timbul karena terjadinya sumbatan aliran sebum ke permukaan kulit yang diakibatkan oleh proliferasi keratinosit pada epitel folikel rambut dan infundibulum. Terdapat beberapa faktor yang me- nyebabkan menurunnya fungsi pelindung epitel yang menimbulkan mikrokomedo seperti kurangnya kadar asam linoleat, stimulasi androgen, dan peningkatan IL-1. Mikrokomedo merupakan proses awal pemben- tukan jerawat dan bisa berkembang menjadi lesi inflamasi atau lesi non in- flamasi.

3. Kolonisasi Bakteri Penyebab Jerawat

Terdapat beberapa bakteri yang dapat menyebabkan jerawat seperti Propi- onibacterium acnes, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epider- midis.

2.2.5 Manifestasi Klinis Jerawat

Jerawat dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti terjadi penyumbatan kelenjar minyak dikulit atau terdapat infeksi bakteri. Terdapat beberapa manifes- tasi klinis dari jerawat seperti kulit minyak meningkat, komedo, benjolan merah kecil, pembengkakan merah atau benjolan yang tampak berisi nanah (je- rawat/pustula) pada wajah, dada, bahu, leher, dan punggung, terjadi benjolan be- sar yang meradang berwarna merah dan berisi cairan (nodul) di bawah kulit (Arifianto & Muhimmah, 2021).

(7)

2.2.6 Manajemen Terapi Jerawat

Terdapat dua jenis pengobatan yang sering digunakan untuk mengatasi je- rawat yaitu pengobatan topikal yang langsung digunakan pada daerah yang men- galami jerawat sehingga dapat menghasilkan efek lokal. Kemudian ada juga pen- gobatan oral dimana pengobatan ini dilakukan dengan cara diminum untuk men- gobati jerawat melewati jalur sistemik. Pengobatan topikal yang sering digunakan yaitu antibiotik topikal seperti klindamisin dan eritromisin. Obat ini bersifat bak- teriostatik dan antiinflamasi yang digunakan pada jerawat ringan sampai sedang.

Retinoid topikal dan benzoil peroksida juga dapat digunakan sebagai pengobatan jerawat topikal dimana retinoid topikal merupakan derivat vitamin A yang dapat mengatasi jerawat karena bersifat comedolytic, dapat mengatasi microcomedone, dan sebagai antiinflamasi dan benzol peroksida memiliki sifat bakterisida sehing- ga meminimalkan resistensi bakteri. Pengobatan antibiotik topikal harus dibatasi hingga 12 minggu bila memungkinkan (Madelina & Sulistiyaningsih, 2018).

Pengobatan secara oral dapat diberikan antibiotik oral yang berfungsi untuk mengatasi jerawat inflamasi sedang sampai berat. Antibiotik telah terbukti dapat menghambat lipase bakteri, menurunkan serta mengatur sitokin inflamasi dan mencegah kemotaksis neutrofil. Obat yang sering diresepkan sebagai terapi anti- biotik oral adalah tertrasiklin. Obat antibiotik lainnya yang dapat digunakan juga yaitu makrolida seperti eritromisin dan azitromisin karena obat ini dapat menekan proliferasi P. acnes dalam folikel dan yang terakhir dapat digunakan trime- thoprim/sulfametoksazol. Selain antibiotik dapat digunakan juga agen hormonal seperti pil kontrasepsi dan yang terakhir dapat digunakan isotretinoin secara per oral dalam terapi penyembuhan jerawat yang sangat parah (Madelina &

Sulistiyaningsih, 2018).

Selain pengobatan secara farmakologi dapat dilakukan pengobatan jerawat menggunakan berbagai bahan herbal yang bisa dimanfaatkan akar, rimpang, daun, batang dan buah. Pengobatan menggunakan bahan alami juga memiliki keun- tungan yaitu minim efek samping bahkan tidak memiliki efek samping. Selain itu jerawat dapat dikurangi dengan cara membersihkan muka secara rutin, menutup muka dengan masker saat berkendara, istirahat dan menerapkan hidup (Sukmawati, 2016).

(8)

2.3 Bakteri Propionibacterium acnes 2.3.1 Definisi

Propionibacterium acnes adalah salah satu flora normal pada kulit manusia, serta terdapat di rongga mulut, usus besar, konjungtiva dan saluran telinga luar.

Daerah folikel sebasea kulit didominasi oleh bakteri ini dan ketika menginfeksi kulit maka akan menyebabkan jerawat (Mollerup et al., 2016). Bakteri ini juga merupakan bakteri gram positif anaerob yang secara morfologi dan susunannya termasuk dalam kelompok bakteri corynebacteria, tetapi tidak bersifat toksigenik yang memicu terjadinya inflamasi atau peradangan pada kulit (Anuzar et al., 2017).

2.3.2 Klasifikasi

Menurut (Anuzar et al., 2017) berikut adalah klasifikasi bakteri Propioni- bacterium acnes:

Tabel II. 1 Klasifikasi Bakteri Propionibacterium acnes

Kingdom Bacteria

Phylum Actinobacteria

Class Actinobacteriade

Order Actinomycetales

Family Propionibacteriaceae

Genus Propionibacterium

Spesies Propionibacterium acnes

Gambar 2. 3 Bakteri Propionibacterium acnes (Zahrah et al., 2019)

(9)

2.3.3 Patogenesis

Gambar 2. 4 Patogenesis bakteri Propionibacterium acnes dalam proses pemben- tukan jerawat (Kumar et al., 2016)

Enzim hidrolitik dikeluarkan oleh bakteri P.acnes sehingga menyebabkan kerusakan pada folikel polisebasea dan menghasilkan lipase, hialuronidase, prote- ase, lesitinase, dan neurimidase yang memegang peranan penting pada proses peradangan. Asam lemak tak jenuh dapat diubah oleh P.acnes menjadi asam le- mak jenuh yang akan menyebabkan sebum menjadi padat dan jika produksi se- bum bertambah maka P.acnes juga akan bertambah banyak keluar dari kelenjar sebasea yang akan menyebabkan jerawat (Meilina & Hasanah, 2018).

2.3.4 Pengobatan

Menurut (Movita, 2013) bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acnes dapat diatasi dengan beberapa pengobatan yaitu:

1) Pengobatan pada jerawat saat ini sangat beragam dimulai dari produk seperti sabun wajah. Beberapa sabun wajah yang beredar dipasaran sudah mengan- dung antibakteri seperti triclosan dan banyak juga yang mengandung benzoil peroksida atau asam salisilat. Selain sabun terdapat juga berbagai bahan topikal yang digunakan sebagai pengobatan jerawat seperti produk yang ser- ing ditemukan sebagai obat bebas seperti produk mengandung sulfur, sodium sulfasetamid,resorsinol dan asam salisilat. Produk yang memiliki efek sebagai antimikroba dan komedolitik adalah asam azaleat dengan konsentrasi krim 20% atau gel 15%. Terdapat benzoil peroksida juga yang berkhasiat sebagai antimikroba kuat tetapi ini bukan antibiotik sehingga tidak menyebabkan re-

(10)

tensi. Antibiotik topikal yang sering digunakan untuk jerawat adalah klindamisin dan eritromisin, kedua obat ini dalam digunakan bersama dengan benzoil peroksida untuk mengurangi resistensi.

2) Penggunaan retinoid yang merupakan turunan vitamin A untuk pengobatan jerawat saat ini juga sedang populer. Retinoid dapat mencegah terbentuknya komeda dengan cara menormalkan deskuamasi epitel folikular. Retinoid yang paling banyak digunakan adalah tretinoin karena bersifat komedolitik dan antiinflamasi. Retinoid disarankan digunakan pada malam hari dikarenakan secara umum dapat menimbulkan dermatitis kontak iritan.

3) Antibiotik merupakan terapi berikutnya yang sering juga digunakan karena memiliki efek antiinflamasi dan antibakteri. Tetrasiklin merupakan antibiotik yang sering digunakan sebagai pengobatan jerawat karena dapat menurunkan konsentrasi asam lemak dan menekan pertumbuhan P.acnes. akan tetapi tetra- siklin tidak banyak digunakan lagi karena dapat menyebabkan resistensi P.acnes yang cukup tinggi. Doksisiklin dan minosiklin merupakan turunan tetrasiklin yang digunakan untuk menggantikan tetrasiklin sebagai terapi an- tibiotik oral lini pertama untuk jerawat.

2.4 Camellia sinensis 2.4.1 Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi teh hijau (Camellia sinensis L) menurut (Habiburrohman &

Sukohar, 2018) adalah sebagai berikut:

Tabel II. 2 Klasifikasi tanaman C. sinensis

Kingdom Plantae

Divisio Spermatophyta

Class Angiospermae

Subclass Dicotyledonae

Ordo Theales

Famili Theaceae

Genus Camelia

Spesies Camellia sinensis L

(11)

2.4.2 Morfologi Tanaman

Camellia sinensis merupakan tanaman yang berasal dari famili Theaceae yang memiliki ukuran pohon paling tinggi 30 kaki dan biasanya akan dipangkas 2-5 kaki bila dibudidayakan untuk dipanen daunnya. Akar dari tanaman ini meru- pakan akar tunggang yang kuat. C. sinensis memiliki panjang daun 4-15 cm dan lebar daun 2-5 cm. Pada produksi teh biasanya daun yang digunakan adalah daun muda yang berwarna hijau sedangkan daun yang lebih tua biasanya berwarna lebih gelap. Kualitas dari setiap daun itu berbeda-beda tergantung umur dari daun tersebut karena komposisi kimianya akan berbeda. Daun yang biasanya akan di- produksi menjadi teh untuk dikonsumsi adalah pucuknya yaitu dua hingga tiga daun pertama (Zeniusa & Ramadhian, 2017).

Gambar 2. 5 Camellia sinensis (Kress, 2021) 2.4.3 Kandungan Tanaman

Camellia sinensis memiliki berbagai macam kandungan senyawa kimia.

Polifenol merupakan komponen penting dari C. sinensis, polifenol terbanyak yang ditemukan dalam C. sinensis adalah flavonol yaitu katekin. Katekin dalam C.

sinensis terdiri atas epigallocatechin-3 gallate (EGCG), epigallatocatechin (EGC), epicatechin-3-gallate (ECG), dan epicatechin (EC). EGCG merupakan kandungan yang paling tinggi, yaitu sekitar 59% dari total katekin. Kemudian EGC sekitar 19%, ECG, 13,6%; dan EC sebesar 6,4% (Zeniusa & Ramadhian, 2017).

(12)

2.4.4 Khasiat Tanaman 1) Antibakteri

Katekin merupakan senyawa aktif yang terkandung dalam daun teh hijau.

Katekin ini memiliki mekanisme kerja sebagai antibakteri penyebab jerawat dengan cara menghambat sintesis asam lemak pada bakteri dan menghambat produksi metabolit toksin pada bakteri (Wulandari et al., 2020).

Terdapat bukti yang dapat memperlihatkan bahwa komponen katekin dari C. sinensis bertanggung jawab atas aktivitas antibakteri. Katekin dalam C. sinen- sis terdiri atas EGC, EGCG dan ECG yang merupakan agen antibakteri yang pal- ing penting. EGCG memiliki muatan negatif yang berikatan kuat dengan lipid bi- layer positif dari bakteri Gram-positif. Partisi katekin dalam membran lipid bi- layer menghasilkan hilangnya struktur dan fungsi sel dan akhirnya menghasilkan kematian (Habiburrohman dan Sukohar, 2018).

2) Sebagai antioksidan

Komponen polifenol dari teh hijau dapat menguntungkan dikarenakan dapat memperkuat efek antioksidan C.sinensis. Katekin, theaflavin,dan thearugibin merupakan komponen yang terdapat pada teh hijau dimana komponen ini yang dapat melindungi tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas yang diinduksi oleh stress oksidatif. Selain sebagai antioksidan ternyata C.sinensis juga memiliki ke- mampuan sebagai antimikroba pada berbagai mikroorganisme patogen (Sutarna et al., 2013).

3) Menurunkan resiko penyakit kanker pankreas

Pada wanita yang rutin mengkonsumsi C. sinensis memiliki resiko lebih kecil terkena kanker pankreas dibandingkan yang tidak pernah mengkonsumsi C.sinensis. Peningkatan asupan teh dan durasi minum teh juga dikaitkan dengan penurunan resiko kanker pankreas yaitu dengan resiko 43% lebih rendah di antara wanita yang mengkonsumsi lebih dari 150 gram daun teh kering perbulan (Zito &

Murgia, 2019).

4) Mengurangi resiko diabetes

Menurut penelitian disampaikan bahwa pemberian flavonoid teh hijau, ep- igalocatechin gallate (EGCG) dapat meniru insulin dan mampu meningkatkan jumlah tirosin. Metabolisme glukosa dapat dimodifikasi oleh EGCG untuk pen-

(13)

gobatan diabetes dan disarankan EGCG atau turunannya sebagai agen anti- diabetes.

5) Mengendalikan kadar asam urat

Terdapat senyawa bioaktif yaitu kafein sebagai pembentuk rasa pahit pada C. sinensis yang dapat mengurangi kandungan asam urat dalam darah. Xantin dan xantin oksidase merupakan hasil reaksi kimia yang membentuk asam urat dalam tubuh. Dengan mengkonsumsi kafein dapat menekan terjadinya reaksi xantin dan xantin oksidase sehingga dapat mengurangi pembentukan asam urat (Anggraini, 2018)

2.5 Studi Literatur

2.5.1 Definisi Studi Literatur

Menurut (Melfianora, 2019) Studi literatur merupakan sebuah metode penelitian yang sama seperti penelitian lainnya namun terdapat perbedaan pada sumber dan metode pengumpulan datanya. Pada studi literatur peneliti tidak perlu bertemu dengan responden dan tidak melakukan penelitian di lapangan. Mengam- bil data di pustaka, membaca, mencatat, dan mengolah bahan penelitian merupa- kan cara pengumpulan data serta sumber dari metode studi literatur. Data sekunder merupakan jenis data yang akan digunakan dalam metode ini, data sekunder dapat dikumpulkan dengan melakukan studi pustaka terhadap buku, jurnal, artikel ilmiah, dan skripsi. Data yang diperoleh akan dikompilasikan, di- analisis, dan disimpulkan sehingga mendapatkan kesimpulan dari beberapa penelitian terdahulu. Agar sebuah penelitian dapat dikatakan ilmiah maka diper- lukan beberapa hal seperti rumusan masalah, landasan teori, analisis data, dan pengambilan kesimpulan. Perlu dilakukan proses skrining agar didapatkan analisis data serta kesimpulan yang valid dan dapat di pertanggungjawabkan sehingga dapat disebut sebagai karya tulis ilmiah dikarenakan pengumpulan data dilakukan berdasarkan data sebelumnya yang sudah ada.

2.5.2 Jenis-Jenis Studi Literatur

Pada umumnya literature review dibagi menjadi tiga tipe yaitu (Graham et al., 2014) :

1) Narrative Review

(14)

Narrative review merupakan tipe literature review yang juga dikenal dengan tinjauan umum/tinjauan tradisional dimana jenis ini menilai secara kritis dan meringkas literatur yang relevan dengan topik. Jenis literature ini biasanya cenderung diawali dengan penjelasan tentang alasan topik ini dipilih, mem- berikan kerangka histori untuk penelitian dan melakukan pemeriksaan studi yang relevan dengan topik yang akan diidentifikasi. Tinjauan narrative yang baik adalah tinjauan kepustakaan yang berfokus pada tujuan studi yang rele- van dengan mengikuti kriteria tertentu seperti studi yang diterbitkan dalam periode waktu tertentu. Meskipun tipe ini tidak selalu mengikuti standar na- mun hasil pencarian, seleksi, dan penilaian harus memenuhi kriteria yang ber- laku.

2) Systematic Review

Systematic Review merupakan studi literatur yang menyeluruh, komprehensif, transparan dan tidak memihak serta dilakukan dengan pendekatan yang jelas dan sistematis. Proses pengumpulan, peninjauan, dan penyajian semua bukti yang tersedia berkaitan dengan topik atau pertanyaan penelitian tidak terbatas pada uji klinis acak. Tinjauan ini merupakan studi yang memerlukan proses panjang yang melibatkan strategi pencarian yang disiplin dan berfokus pada kriteria yang telah ditentukan.

3) Meta-analytic Review

Meta-analytic Review merupakan tinjauan yang sering disebut juga tinjauan sistematis kuantitatif. Tinjauan ini dilakukan dengan menggabungkan data dengan sifat serupa, terutama jika beberapa studi menghasilkan data yang cukup. Meta-analytic review didasarkan pada tinjauan sistematis yang men- dasarinya, tetapi tidak setiap tinjauan sistematis mengarah pada meta-analisis.

Tinjauan ini mencakup bagian diskusi akhir, dimana kesimpulan dan rek- omendasi disajikan berdasarkan temuan. Tipe ini biasanya tidak memberikan informasi prosedural rinci terkait praktik tertentu.

2.6 Search Engine

Menurut penelitian yang dilakukan (Tober, 2011) tentang search engine yang paling efektif sebagai literatur yang digunakan dalam penelitian dibidang kesehatan didapatkan hasil search engine terbaik yaitu:

(15)

1) Scopus

Scopus merupakan salah satu database sitasi atau literatur ilmiah di- mana scopus bagian dari SciVerse yang disediakan oleh Elsevier.

2) Pubmed/MEDLINE

MEDLINE merupakan database bibliografi utama yang berasal dari United States National Library of Medicine (NLM) yang mencakup bidang kedokteran, keperawatan, kedokteran gigi, kedokteran hewan, sistem perawa- tan kesehatan, dan ilmu praklinis.

PubMed adalah portal web yang berasal dari database medis MEDLINE dan dikembangkan oleh National Center for Biotechnology Information (NCBI), sebuah lembaga untuk pemrosesan data bioteknologi, yang merupa- kan bagian dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat. PubMed berisi 20 juta kutipan untuk literatur biomedis dari MED- LINE, jurnal ilmu kehidupan, dan buku online.

3) Science Direct

ScienceDirect adalah database ilmiah teks lengkap yang merupakan ba- gian dari SciVerse dan disediakan oleh perusahaan penerbitan medis dan ilmiah Elsevier. Science Direct merupakan web yang menawarkan lebih dari 9,5 juta artikel dan bab buku.

4) Google Scholar

Google Scholar merupakan mesin pencarian yang memberikan peneliti kesempatan untuk mencari literatur ilmiah di banyak disiplin ilmu dan sum- ber yang menyediakan artikel, tesis, buku, abstrak dan keputusan pengadilan dari akademisi penerbit (misalnya Elsevier), masyarakat profesional (misal- nya Optical Society of America), repositori online, universitas dan situs web lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan segala permasalahan yang diuraikan ternyata ada suatu penyelesaian masalah tersebut yaitu dengan memanfaatkan algoritma boyer moore yaitu proses pencarian kata

Adanya pengaruh label pasupati pada produk dupa terhadap minat beli konsumen sangat dipengaruhi oleh beberapa hal: 1) fungsi komunikasi massa yaitu adalah fungsi

Tentang berapa kali batas minimal orang diwajibkan atau disunnahkannya, dan berapa lama batas atau tenggang waktu untuk mengunjunginya, tidak ada batasan pasti

Tujuan kajian adalah untuk meninjau pelaksanaan Program Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH) di kolej komuniti Kementerian Pengajian Tinggi Malaysia melalui dua aspek

Penelitian ini dilakukan untuk mendesain suatu sistem yang mampu menghitung spermatozoa dalam data sampel citra mikroskop digital menggunakan metode labelling dan

Berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran diperoleh gambaran adanya peningkatan aktivitas siswa, hal ini terlihat dari masing-masing aktivitas yang diamati

Dari hasil analisis ini diperoleh nilai kalor tertinggi pada briket batubara muda yang mempunyai komposisi perekat 15 % untuk perekat pati jarak dengan nilai

Kegunaan bagi pelaku budidaya buah naga adalah keterbatasan bunga betina pada penyerbukan silang buatan dapat teratasi dengan memanfaatkan bunga yang telah lewat