• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit

Proses pengolahan kelapa sawit bertujuan untuk memproduksi dua produk utama yaitu minyak dan inti sawit. Secara umum proses pengolahan kelapa sawit hanya merupakan proses kutip dan pisah, yaitu mengutip bahan-bahan yang bisa menjadi produk utama dan memisahkan bahan-bahan yang tidak bisa menjadi produk utama atau bahkan menjadi pengurang nilai kualitas dari produk utama.

Dalam prosesnya pabrik kelapa sawit memiliki 6 stasiun yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dalam mengolah tandan buah segar sampai menjadi minyak dan inti. Ada pun 6 stasiun tersebut diantaranya : (Pahan, 2008).

1. Stasiun Penerimaan Buah

Stasiun Penerimaan Buah terdiri dari timbangan dan dan loading ramp.

Timbangan berfungsi untuk mengetahui berat dari apa saja yang keluar dan masuk di pabrik baik itu berupa Tandan Buah Segar (TBS), minyak kelapa sawit / Crude Palm Oil (CPO), kernel, fibre, shell, dan lainnya yang penting untuk ditimbang. Sedangkan untuk loading ramp berfungsi untuk pensortiran buah yang masuk sesuai dengan kriteria yang diterima pabrik (Pahan, 2008).

2. Stasiun Perebusan

Stasiun perebusan terdiri dari sterilizer. Tandan Buah Segar (TBS) yang sudah disortir selanjutnya akan direbus dengan sterilizer. Pada saat Tandan Buah Segar (TBS) direbus, tekanan dan suhu haruslah tinggi. Perebusan ini bertujuan untuk menurunkan tingkat keasaman lemak bebas dan mengurangi kadar air sehingga memudahkan saat proses pembrondolan pada thresher dan melembutkan daging buah untuk pemisahan antara biji dengan buahnya (Pahan, 2008).

(2)

3. Stasiun Penebah

Stasiun Penebah terdiri dari hoasting crane / tippler dan threser. Setelah buah direbus dengan lori, lori kemudian diangkat dengan hoasting crane atau tippler kemudian masuk ke thresser. Pada proses ini buah/brondolan dipisahkan dari tandan sawit dengan menggunakan mesin penebah(thresher) dengan cara mengangkat dan membanting tandan buah rebus tersebut (Pahan, 2008).

4. Stasiun Press

Stasiun Press terdiri dari digester dan screw press. Buah yang telah diolah hingga ketahap ketiga akan digunakan proses pressing. Proses keempat ini merupakan proses inti dimana minyak diambil dari buah dengan melumatkan terlebih dahulu brondolan kemudian dilakukan penekanan dengan mesin press untuk mendapatkan minyak (Pahan, 2008).

5. Stasiun Pemurnian Minyak

Stasiun Pemurnian Minyak terdiri dari Sand Trap Tank, Vibro Separator, Crude Oil Tank, Vertical Continuous Tank, Oil Tank, Floater Tank, Vacum Dryer, Sludge Tank, Sand Cylone, Buffer Tank, Sludge Separator, Fat Fit dan Storage Tank. Setelah proses pressing minyak dari buah, barulah didapat minyak kasar. Selanjutnya minyak tersebut akan kebih disempurnakan dengan berbagai macam proses seperti fraksinasi, sedimentasi, pengutipan dan penyaringan. Setelah melalui tahap penyempurnaan minyak dipompakan ke storage tank untuk tempat penyimpanan sementara sebelum dikirim (Pahan, 2008).

6. Stasiun Pengolahan Biji

Stasiun Pengolahan Biji terdiri dari Cake Breaker Conveyor, Depricarper, Nut Polishing Drum, Destoner, Nut GrudingDrum, Nut silo, Ripple Mill, Cracked Mixer Conveyor, Light Tenera DushSeparatorI/II, Claybath/Hydro Cyclone, Kernel Dryer dan Kernel Bunker. Pada proses pengolahan biji, biji akan melalui beberapa dan menghasilkan produk utama berupa kernel dan produk samping berupa fibre dan shell. Fibre dan shell dimanfaatkan sebgai bahan

(3)

bakar boiler dan bisa juga dijual sebagai produk samping (by product) (Pahan, 2008).

Berikut merupakan flow chart pabrik kelapa sawit:

Gambar 2.1 Diagram Alir Pengolahan TBS pabrik kelapa sawit (Sumber : PTPN IV, 2019)

(4)

2.2 Mesin Strilizer

Mesin Sterilizer (perebusan) adalah bejana uap bertekanan yang digunakan untuk merebus tandan buah segar dengan uap (steam). Steam yang digunakan adalah saturated steam. Penggunaan uap jenuh memungkinkan terjadinya proses hidrolisa/penguapan terhadap air didalam buah, jika menggunakan uap kering akan dapat menyebabkan kulit buah hangus sehingga menghambat penguapan air dalam daging buah dan dapat mempersulit proses pengempaan.

Oleh karena itu, pengontrolan kualitas uap yang dijadikan sebagai sumber panas perebusan menjadi sangat penting agar diperoleh hasil perebusan yang sempurna (Naibaho,1996).

Gambar 2.2 Desain Horizontal Sterilizer (Sumber : Naibaho, 1996)

Bagian-bagian Sterilizer

1. Rail track pintu 7. Safety Valve 2. Pintu pemasukan lori 8. Ketel rebusan

3. Manometer 9. Pintu keluar lori

4. Lori 10. Rail track didalam rebusan

(5)

5. Pipa inlet steam 11. Pondasi ( kaki rebusan )

6. Exhaust steam 12. Pipa pembuangan air condensate

2.2.1 Tujuan Perebusan

Keberhasilan dalam proses perebusan akan mendukung kemudahan- kemudahan dalam proses selajutnya, baik di stasiun Thresing, Press, Digester dan lain-lain. Fungsi dari Sterilizer untuk melakukan proses perebusan buah TBS sebelum diproses menjadi minyak dengan tujuan adalah :

a. Menghentikan Aktifitas Enzim

Buah yang dipanen mengandung enzim lipase dan oksidasi yang tetap bekerja didalam buah sebelum enzim tersebut dihentikan. Enzim Lipase bertindak sebagai katalisator dalam pembentukan asam lemak bebas (ALB) sedangkan enzim oksidasi berperan dalam pembentukan peroksida yang kemudian berubah menjadi gugus aldehide dan kation. Senyawa tersebut bila teroksidasi akan membentuk asam lemak bebas. Jadi asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak kelapa sawit merupakan hasil kerja enzim lipase dan oksidasi. Aktifitas enzim semakin tinggi apabila buah TBS mengalami kememaran (luka). Enzim umumnya tidak aktif lagi bila dipanaskan sampai suhu >50 ºC. Maka perebusan dengan suhu >120 ºC sekaligus menghentikan kegiatan enzim.

b. Melepaskan Buah dari Tandannya

Minyak dan inti sawit terdapat dalam buah, dan untuk mempermudah proses ekstraksi minyak, buah perlu dipisahkan dari tandannya. Pelepasan buah dari tandannya karena adanya hidrolisa pectin ini terjadi di pangkal buah. Jadi hidrolisa pectin ini telah terjadi secara alam dilapangan yang menyebabkan buah memberondol. Hidrolisa pectin dapat pula terjadi didalam Sterilizer, dengan adanya reaksi yang dipercepat oleh pemanasan. Panas dan uap didalam sterilizer akan meresap kedalam buah dengan adanya tekanan.hidrolisa pectin dalam tangkai tidak seluruhnya menyebabkan

(6)

pelepasan buah oleh karena itu perlu dilakukan proses perontokan buah didalm mesin Thresing.

c. Menurunkan Kadar Air

Proses sterilisasi buah dapat menyebabkan penurunan kadar air buah dan inti, yaitu dengan cara penguapan baik dari dalam saat direbus maupun saat sebelum dimasukkan ke Thresing. Interaksi penurunan kadar air dan panas dalam buah akan menyebabkan minyak sawit dari antara sel dapat bersatu dan mempunyai viskositas yang rendah sehingga mudah dikeluarkan dalam proses pengempaan (proses ekstraksi minyak).

d. Melunakkan Buah Sawit

Perikarp (kulit buah) yang mendapatkan perlakuan panas dan tekanan akan menunjukkan sifat, dimana serat yang mudah lepas antara serat yang satu dengan yang lain. Hal ini akan memepermudah proses didalam Digester dan Depericarper Polishing. Karena adanya panas dan tekanan tersebut maka air yang terkandung dalam inti akan menguap lewat mata biji sehingga proses pemecahan biji lebih mudah dalam Ripple Mill.

e. Melepaskan Serat dan Biji

Perebusan buah yang tidak sempurna dapat menimbulkan kesulitan pelepasan serat dan biji dalam polishing drum, yang menyebabkan pemecahan biji lebih sulit dalam alat pemecah biji. Penetrasi uap yang cukup baik akan membantu proses pemisahan serat perikarp dan biji, yang dipercepat oleh proses hidrolisis.

f. Membantu Proses Pelepasan Inti dari Cangkang

Perebusan yang sempurna akan menurunkan kadar air biji hingga 15% kadar air biji yang turun hingga 15% akan menyebabkan inti susut sedangkan tempurung biji tetap, maka terjadi inti yang lekang dari cangkang. Hal ini akan membantu proses fermentasi didalam Nut Silo, sehingga pemecahan biji

(7)

dapat berlangsung dengan baik, demikian juga pemisahan inti dan cangkang dalam proses pemisahan kering atau basah dapat menghasilkan inti yang mengandung kotoran yang lebih kecil (Pahan, 2008).

2.2.2 Sistem Perebusan

Sistem perebusan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan boiler memproduksi uap, dengan sasaran bahwa tujuan perebusan dapat tercapai.

Sistem perebusan yang lazim dikenal di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) adalah single peak, double peak, triple peak. Sistem perebusan triple peak banyak digunakan, selain berfungsi sebagai tindakan fisika juga dapat terjadi proses mekanik yaitu dengan adanya goncangan yang disebabkan oleh perubahan tekanan yang cepat.

a. Sistem Perebusan Single Peak

Proses perebusan yang dilakukan hanya satu tahap. Uap masuk sesuai dengan waktu yang ditentukan, sampai tercapai tekanan konstan dan kemudian turun, dan uap dibuang dari ruang perebusan.

Gambar 2.3 Sistem Perebusan Single Peak (SPSP) (Sumber: Naibaho, 1996)

(8)

Sistem perebusan Single Peak adalah sebagai berikut :

1. Setelah buah dimasukkan kedalam rebusan, pintu ditutup, kran-kran inlet steam, exhaust, dan pipa condensate ditutup.

2. Inlet steam dibuka dan keran condensate dibuka untuk membuang udara- udara yang ada didalam rebusan selama 3 – 5 menit.

3. Memasukkan tekanan uap Puncak 1 dari 0 – 2 kg/ cm2 selama ± 10 menit.

4. Dilakukan penahan waktu perebusan selama ± 45 menit.

5. Dilakukan pembuangan uap dari 2 – 0 kg/ cm2, buang air condensate ± 5 menit.

b. Sistem Perebusan Double Peak

Proses perebusan dilakukan dengan dua tahap pemasukan uap, demikian juga dengan dua tahap pembuangan condensate (uap air).

Gambar 2.4 Sistem Perebusan Double Peak (SPDP) (Sumber: Naibaho, 1996)

Sistem Perebusan Double Peak adalah sebagai berikut :

1. Setelah buah dimasukkan kedalam rebusan, pintu ditutup, kran-kran inlet steam, exhaust, dan pipa condensate ditutup.

2. Inlet steam dibuka dank ran condensate dibuka untuk membuang udara- udara yang ada didalam rebusan selama 3 – 5 menit.

3. Menaikkan tekanan uap Puncak I dari 0 – 1,5kg/ cm2 selama ± 10 menit.

(9)

4. Dilakukan pembuangan uap dari 1,5 – 0 kg/ cm2, buang air condensate ± 2 menit.

5. Menaikkan tekanan uap puncak II dari 0 – 2,6 kg/ cm2 selama ± 12 menit.

6. Dilakukan penahanan waktu perebusan selama ± 45 menit.

7. Dilakukan pembuangan uap dari 2,6 – 0 kg/ cm2, buang air condensate ± 5 menit.

c. Sistem Perebusan Triple Peak

Proses perebusan dilakukan dengan tiga tahap pemasukan uap, demikian juga dengan tiga tahap pemasukan uap, demikian juga dengan tiga tahap pembuangan condensate (uap air).

Gambar 2.5 Sistem Perebusan Tripple Peak (SPTP) (Sumber: Naibaho, 1996)

Sistem perebusan Triple Peak adalah sebagai berikut :

1. Setelah buah dimasukkan kedalam rebusan, pintu ditutup, kran-kran inlet steam, exhaust, dan pipa condensate ditutup.

2. Inlet steam dibuka dank ran condensate dibuka untuk membuang udara- udara yang ada didalam rebusan selama 3 – 5 menit.

3. Menaikkan tekanan uap Puncak I dari 0 – 1,5 kg/ cm2 selama ± 8 menit.

(10)

4. Dilakukan pembuangan uap dari 1,5 – 0 kg/ cm2, buang air condensate ± 4 menit.

5. Menaikkan tekanan uap puncak II dari 0 – 2,5 kg/ cm2 selama ± 12 menit.

6. Dilakukan pembuangan uap dari 2,5 – 0 kg/ cm2, buang air condensate ± 7 menit.

7. Menaikkan tekanan uap puncak III dari 0 – 3 kg/ cm2 selama ± 14 menit.

8. Dilakukan penahanan waktu perebusan selama ± 45 menit.

9. Dilakukan pembuangan uap dari 3 – 0 kg/ cm2, buang air condensate ± 5 menit (Naibaho, 1996).

Tabel 2.1 sistem perebusan per step

1 Dearation peak 1 1 4 4 0,6

2 Inlet steam peak 1 2 11 15 1,5

3 Buang condensate peak 1 3 1 16 0,4 4 Buang steam exshaust peak 1 4 4 20 0,4

5 Dearation peak 2 5 1 21 0,4

6 Inlet steam peak 2 6 12 33 2,5

7 Buang condensate peak 2 7 1 34 0,5 8 Buang steam exshaust peak 2 8 5 39 0,5

9 Dearation peak 3 9 1 40 0,5

10 Inlet steam 3 10 14 54 2,8

11 Dearation peak 3 11 1 55 2,7

12 Inlet steam peak 3 12 14 69 2,8

13 Dearation peak 3 13 1 70 2,4

14 Inlet steam peak 3 14 14 84 2,8

15 Dearation peak 3 15 2 86 2,5

16 Buang exshaust peak 3 16 6 92 0,4

open open close

close open open

open open close

open close close

open open close

open close close

open open close

open close close

open open close

close open open

open open close

open close close

open open close

close open open

open open close

open close close

NO URAIAN STEP WAKTU

TEKANAN OPRASIONAL VALVE

NORMAL INLET CONDENSATE EXSHAUST

(Sumber: PTPN III, 2019)

2.2.3 Cara Kerja Sterilizer

Prinsip kerja di stasiun perebusan adalah merebus dengan sistem triple peak (tiga puncak). Dengan waktu perebusan berkisar 90-95 menit. Target yang harus dicapai distasiun ini adalah tekanannya 2,8-3,0 kg/ cm2 dengan

(11)

temperatur 130 – 1350 C. Dengan norma losses minyak di air condensate sebesar 0,5 %. Dengan perebusan 3 puncak, maka panas dapat masuk dengan baik sehingga perebusan dapat matang secara merata. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan hasil rebusan tandan buah segar (TBS) yang sempurna, mengingat kerapatan berondolan dalam tandan buah segar (TBS) semakin padat atau solid (Naibaho, 1996).

Untuk mendapatkan hasil yang baik proses yang dilakukan harus sesuai dengan standar oprasional prosudur (SOP) tanpa ada meninggalkan satu langkah apapun, adapun yang harus diperhatikan dalam proses perebusan :

a. Urutan (sequencing)

1. Pengoperasian Sterilizer dengan urutan yang benar sangat penting, dengan maksud pergerakan lori masuk serta keluar berjalan dengan mulus dan juga agar uap panas(steam) digunakan secara efesien dan tidak terjadi pemakaian uap mendadak yang mana akan mengakibatkan ketel uap(Boiler) mengalami kelebihan beban dan membuat siklus perebusan terganggu.

2. Instalasi dengan 3 sterilizer beri tempat yang ergonomis supaya adanya ruang yang lebih luas pada saat bekerja oleh operator rebusan dan operator rail track pada saat pengangkatan lori dengan Hoisting crane.

3. Saat pembukaan katup pemasukkan uap kedalam sterilizer sangat penting dan sedapat mungkin terkendali sesuai dengan siklus.

b. Pemasukkan Lori (Charging)

1. Lori yang masuk kedalam sterilizer harus dimasukkan dengan menggunakan Capstand dan operator harus memastikan kaitan antara lori satu sama lain telah telah dipasang di setiap lori.

2. Lori buah yang masak harus dikeluarkan terlebih dahulu dengan menggunakan capstand,setelah itu baru lori yang belum masak dimasukkan.Waktu pengosongan sterilizer harus kurang dari 15 menit (distribusi keluar masuk rebusan lebih cepat lebih baik).

(12)

3. Setiap lori yang jatuh karena keluar dari rail track didepan sterilizer harus ditangani dengan hati – hati dan operator harus melapor.

4. Lori harus dipastikan lurus supaya tidak nabrak sterilizer. Apabila ada lori yang sudah lebar/rusak perlu perhatian khusus bagi operator rebusan berkoordinasi dengan operator rail track untuk memarkirkan lori tersebut supaya adanya perbaikan.

c. Prosedur Operasi

1. Sterilizer dalam keadaan kosong dan lori yang berisi TBS telah siap untuk dimasukkan.

2. Tekanan uap di dalam sterilizer nol dan pintu dalam keadaan terbuka.

3. Katup pemasukkan uap (Steam Inlet Valve) dalam keadaan tertutup.

4. Katup pelepasan uap (Steam Exhaust Valve) dalam keadaan terbuka.

5. Katup condensate dan kran by pass dalam keadaan terbuka.

6. Kran pengaman pintu dalam keadaan terbuka.

7. Lori TBS dimasukkan ke dalam sterilizer.

8. Lori berisi TBS telah berada didalam sterilizer.

9. Tutup pintu sterilizer dan dikunci sampai indikator jatuh.

10. Tutup kran pengaman pintu.

11. Tutup katup pelepasan.

12. Buka secara perlahan-lahan katup pemasukkan uap.

13. pembukaan & penutupan katup sesuai dengan yang diprogram pada programe logic computer (plc), apabila maunual lakukan secara maunual.

14. Tekanan uap induk harus tetap lebih tinggi. Apabila tekanan uap di rebusan tidak tercapai maka dilakukan penambahan masa tahan 10 menit sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

15. Masa perebusan biasanya sekitar 90 - 95 menit dan tergantung juga dari kualitas TBS. Apabila TBS restan perebusan berkisar antatra 70 - 75 menit.

16. Sistem perebusan yang dipakai adalah Triple peak( tiga Puncak )

(13)

d. Pengosongan (Blow off )

1. TBS telah direbus selama kurang lebih 90 - 95 menit.

2. Tutup katup pemasukan uap.

3. Buka katup condensate.

4. Buka katup pelepasan (Exhaust Valve) dan kosongkan uap, Pembuangan uap dilakukan sesuai dengan sistem perebusan yang dilakukan. Uap dibuang melalui pipa exhaust dan cerobong atas. Pada umumnya ukuran pipa pembuang uap lebih besar dari pipa uap masuk sehingga pembuangan uap dapat terlaksana dengan cepat sehingga buah lebih mudah lepas dari sterilizer. Pembuangan uap sebelum akhir perebusan pada triple peak dilakukan bersamaan dengan pembuangan air condensate, dengan maksud agar penurunan tekanan dapat berlangsung dengan cepat. Pada akhir perebusan, sebelum pembuangan uap (blow up), air condensate dibuang terlebih dahulu sehingga buah yang direbus kering.

5. Pada saat manometer menunjukkan nol, buka kran pengaman pintu.

6. Jika uap sudah tidak keluar dari kran pengaman pintu, buka pintu perlahan - lahan. Perhatian yang besar harus dilakukan pada saat pembukaan pintu dan operator harus berdiri dalam jarak yang aman untuk menghindari ayunan pintu. Jangan berdiri dibelakang pintu.

7. Tarik keluar lori yang berisi TBS yang telah direbus dengan Capstand.

e. Deaerasi dan pembuangan condensate.

1. Deaerasi sangat penting dilakukan agar udara dingin dapat keluar dari sterilizer. Hal ini memungkinkan diperolehnya temperatur tertinggi pada saat tekanan perebusan karena udara merupakan penghantar panas yang buruk dan berpengaruh negatif terhadap proses perebusan. Udara yang terdapat dalam rebusan akan menurunkan tekanan dan menghambat steam masuk kedalam buah. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa udara yang terdapat dalam bejana hendaknya dikeluarkan terlebih dahulu.

(14)

2. Pelepasan condensate sangat penting dengan tujuan :

 Mencegah korosi yang berlebihan pada sterilizer dan lori

 Mencegah banjir (Flooding) didalam Sterilizer yang akan menyebabkan kerusakan berupa :

1. Menyebabkan rusaknya bearing roda lori.

2. Mempengaruhi perpindahan panas dan perebusan TBS pada bagian bawah lori.

3. Mencuci minyak pada permukaan buah sehingga meningkatkan kehilangan minyak(Oil losses).

4. Membahayakan operator pada saat membuka pintu.

f. Memulai proses pada pagi hari

1. TBS yang telah direbus harus tetap dibiarkan semalam di dalam sterilizer agar proses pagi hari dapat dimulai dan proses produksi dapat dipercepat sekitar 1 jam. Oleh karena diperlukan 3 rebusan yang di biarkan didalam sterilizer jika proses produksi telah selesai pada malam hari.

2. Prosedur yang dilakukan sebagai berikut :

 Pada penghentian produksi, perebusan TBS yang akan dimalamkan harus tetap diselesaikan, setelah itu condensate harus dibuang sesuai dengan prosudur normal. Pintu harus dibuka di longgarkan kuncinya dan dibiarkan dalam keadaan tersebut. Hal ini untuk mencegah terjadinya kevakuman didalam sterilizer. Pagi hari, sterilizer harus ditutup dan buah harus diberi uap selam 20 menit sebelum dikeluarkan selama periode pemanasan, katup harus cukup terbuka untuk mengeluarkan condensate.

 Setelah buah dikeluarkan, pabrik siap untuk beroperasi. Program perebusan setiap hari harus dimulai dengan siklus pada sterilizer pertama.

(15)

g. Akhir siklus perebusan

1. Plat saringan(Strainer) didepan Sterilizer harus digaruk dan dibersihkan, setiap brondolan dan tandan harus dibuang ketempat pembuangan.

2. Ring pintu harus diperiksa dan tetap bersih.

3. Brondolan / sampah harus di buang dari pintu dan kerangkanya.

h. Pembersihan Harian

1. Bersihkan kotak / parit di depan Sterilizer dari brondolan dan tandan.

2. Periksa dan bersihkan packing pintu dan landasannya.

3. Periksa dan bersihkan setiap Strainer dan pastikan pipa saluran condensate tidak tersumbat.

i. Garis panduan Untuk Pengendalian Mutu Dan Kapasitas Olah 1. Tekanan uap harus sesuai dengan yang di program sepanjang waktu.

2. Pembuangan udara dan condensate yang benar harus dipertahankan.

3. Sterilizer harus dioperasikan sesuai dengan urutan.

4. Keterlambatan pengisian lori dan lori yang keluar dari rail track diharapkan seminimal mungkin.

5. unstriped bunch (USB) tidak melebihi 2 %.

j. Pencatatan

1. Pencatatan sterilizer sangat penting untuk mengetahui kapasitas olah selama masa produksi. Waktu perebusan harus di catat di log sheet tulis yang telah disediakan dan disalin kelembar kerja pada akhir shift.

2. Grafik Sterilizer harus tetap dalam kondisi baik dan pencatatan siklus harus tetap dipertahankan. Kertas grafik harus diganti sebelum proses produksi dimulai pada pagi hari.

(16)

2.3 Enthalpy

Dalam termodinamika, enthalpy adalah ukuran energi dalam sistem termodinamika. Ini adalah besaran termodinamika yang setara dengan total panas suatu sistem. Simbol dari enthalpy yaitu H dengan satuan KJ/Kg yang secara matematis enthalpy suatu sistem dinyatakan dengan sebagai :

………(2.1) Dimana :

H = Enthalpy sistem ( J )

U = Energi dalam suatu sistem (J) P = Tekanan pada suatu sistem (Pa) V = Volume pada suatu sistem (m3)

Perubahan enthalpy seringkali sama dengan energi panas yang di serap atau dikeluarkan oleh sistem selama reaksi. Pada dasarnya enthalpy dapat dihitung secara matematis ketika energi dari sistem telah diketahui.

2.4 Entropy

Entropy adalah salah satu besaran termodinamika yang mengukur energi dalam sistem per satuan temperatur yang tak dapat digunakan untuk melakukan usaha. Yang paling umum dari entropy adalah (mengikuti hukum termodinamika), entropy dari sebuah sistem tertutup selalu naik dan pada kondisi transfer panas, energi panas berpindah dari komponen yang bersuhu lebih tinggi ke komponen yang bersuhu lebih rendah. Pada suatu sistem yang panasnya terisolasi, entropy hanya berjalan satu arah (bukan proses reversibel/bolak-balik). Entropy suatu sistem perlu diukur untuk menentukan bahwa energi tidak dapat dipakai untuk melakukan usaha pada proses-proses termodinamika. Proses-proses ini hanya bisa dilakukan oleh energi yang sudah diubah bentuknya, dan ketika energi diubah menjadi kerja/usaha, maka secara teoretis mempunyai efisiensi maksimum tertentu. Pada termodinamika klasik, konsep entropy didefinisikan pada hukum kedua termodinamika, yang

(17)

menyatakan bahwa entropy dari sistem yang terisolasi selalu bertambah atau tetap konstan. Maka, entropy juga dapat menjadi ukuran kecenderungan suatu proses, apakah proses tersebut cenderung akan "terentropykan" atau akan berlangsung ke arah tertentu. Entropy juga menunjukkan bahwa energi panas selalu mengalir secara spontan dari daerah yang suhunya lebih tinggi ke daerah yang suhunya lebih rendah.

2.5 Interpolsasi

Interpolasi adalah proses pencarian dan perhitungan nilai suatu fungsi yang grafiknya melewati sekumpulan titik yang diberikan. Interpolasi bertujuan untuk menentukan nilai fungsi pada suatu titik dengan menggunakan nilai fungsi titik disekitarnya (Ilham, 2014).

Metode simulasi dilakukan dengan mengikuti beberapa langkah perhitungan yang pertama adalah melakukan input data berupa grafik tekanan pada sterilizer yang di ubah dalam bentuk table,kemudian interpolasi ini untuk menghitung suhu,enthalpy dan entropy berdasarkan pada table saturheated steam yang mengacu pada persamaan berikut :

C = C0 +

)………..(2.2)

Dimana :

C = Nilai tabel yang dicari

B = Batas tengah yang ingin dicari nilainya dengan (B-2) = 60 – 2 = 58 C0 = Koefisien pada tabel yang sudah ada (nilai dari B0)

C1 = Koefisien pada tabel yang sudah ada (nilai dari B1) B0 = Batas bawah yang sudah ada pada tabel

B1 = Batas atas yang sudah ada pada tabel

(18)

2.6 Kualitas uap

Proses terbentuknya uap terjadi melalui perubahan energi panas pembakaran bahan bakar menjadi energi panas dalam bentuk uap. Panas hasil pembakaran digunakan untuk menaikkan entalphy air sampai terbentuk uap air yang mengandung energi dalam yang disimpan dalam bentuk panas dan tekanan.

Salah satu proses pembentukan uap adalah mendidih, dimana titik didih suatu zat cair tergantung pada tekanan pada tekanan yang diberikan pada permukaan zat cair. Untuk menghasilkan uap yang lebih besar digunakan ketel uap, dimana fluida kerja yang digunakan adalah air, karena air memiliki sifat-sifat yang lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan fluida kerja yang lain.

Adapun keuntungan penggunaan air sebagi fluida kerja yang lain:

a. Mudah diperoleh dengan harga yang murah.

b. Air dapat bersifat netral (pH = 7) sehingga sifat korosif yang merusak logam dapat diatasi.

c. Air tidak terbakar.

d. Mampu menerima kalor dalam jumlah besar.

e. Dapat bekerja pada tekanan yang tinggi.

Uap yang terbentuk dari pemanasan ini diubah menjadi uap basah ataupun kering melalui beberapa tahap.Oleh sebab itu uap yang terbentuk dapat digolongkan kedalam berbagai bentuk jenis uap yaitu:

2.6.1 Uap Basah

Kondisi uap ini mengandung titik-titik air. Kualitas uap ini dapat dinyatakan dengan kualitas uap tertentu (x), dimana harga x berkisar antara 0<x<1,dimana temperatur air dan uap adalah sama seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.

Kondisi uap berada pada titik 2 dan 3.

2.6.2 Uap Jenuh

Kondisi uap ini tidak mengandung titik-titik air lagi. Kualitas uap pada kondisi ini x = 100%. Uap ini diperoleh dengan penambahan kalor pada uap basah sama sehingga mencapai titik 3.

(19)

2.6.3 Uap Panas Lanjut

Kondisi uap ini diperoleh dengan memanaskan uap jenuh pada tekanan konstan sehingga temperaturnya meningkat (Junior, 1989).

Gambar 2.6 Diagram T-S Proses pembentukan uap (Sumber : Junior, 1989)

Kualitas uap merupakan perbandingan enthalpy uap pada sebuah kondisi terhadap selisih enthalpy pada fase uap jenuh dan cair jenuh. Pengertian kualitas uap di definisikan sebagai sebuah persamaan berikut :

xsteam=

(%)………..(2.3) Dimana :

Xsteam = Kualitas uap (%)

hsteam = Enthalpy uap pada kualitas tertentu (Kj/ kg) hf = Enthalpy fluida pada fase cair jenuh (Kj/ kg) hg = Ethalpy gas pada fase uap jenuh (Kj/ kg)

Nilai kualitas uap dapat digunakan untuk menunjukkan jumlah energi yang dikandung oleh uap tersebut pada tekanan dan temperatur tertentu (Louis, 2019).

Untuk mengetahui hsteam pada titik tertentu maka dapat dicari dengan persamaan berikut :

+ ………...(2.4)

(20)

Dimana :

h3 = h yang dicari pada titik tertentu (Kj/ Kg) hf =Enthalpy fluida pada fase cair jenuh (Kj/ kg) hg = Enthalpy gas pada fase uap jenuh (Kj/ Kg) x = Fraksi cairan dalam aliran keluar Bpv

Untuk mengetahui nilai dari x tersebut maka dapat dicari dengan persamaan berikut :

+ ……….(2.5) Dimana :

s3 = syang dicari pada titik tertentu (Kj/ Kg . K) sf = Entropy fluida pada fase cair jenuh (Kj/ Kg . K) sg = Entropy gas pada fase uap jenuh (Kj/ Kg . K) x = Fraksi cairan dalam aliran keluar Bpv

(21)

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Alir Pengolahan TBS pabrik kelapa sawit  (Sumber : PTPN IV, 2019)
Gambar 2.2 Desain Horizontal Sterilizer  (Sumber : Naibaho, 1996)
Gambar 2.3 Sistem Perebusan Single Peak (SPSP)  (Sumber: Naibaho, 1996)
Gambar 2.5 Sistem Perebusan Tripple Peak (SPTP)  (Sumber: Naibaho, 1996)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan model sistem dinamik diharapkan dapat menentukan preskripsi pengaturan hasil pada hutan tidak seumur yang optimal dipandang dari aspek kelestarian produksi, dan aspek

Variabel manipulasi dalam pengendalian tekanan ini adalah laju alir udara sedangkan tekanan sebagai variabel proses yang masuk ke dalam sistem dan dikendalikan

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 320 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali,

Pelaksanaan pendidikan bagi bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sangatlah penting karena melalui usaha pendidikan dapat ditemukan keberhasilannya dalam

21 RS IMMANUEL BANDUNG KOTA BANDUNG 35 22 RSIA HUMANA PRIMA BDG KOTA BANDUNG 35 23 RS PUSAT AU DR M SALAMUN KOTA BANDUNG 15 24 RSU TK IV SARININGSIH KOTA BANDUNG 15 25 RSU

Hasilnya menunjukkan bahwa daya cerna bahan kering pakan tertinggi diperoleh pada ternak yang memperoleh suplemeu mengandung urea yaitu sebesar 65,9%, kemudian 62,5% pada ternak

Letakkan satu tangan, 2 cm dibawah umbilicus lalu Berikan usapan dengan arah usapan membentuk angka delapan dimulai dari sisi medial- lateral – medial dan membentuk angka delapan