1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Simpangan serupa sebuah titik temu dari dua atau lebih jaringan lalu lintas yang terdiri atas dua macam yaitu persimpangan bersinyal dan tidak bersinyal.
Simpang dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL), simpang bersinyal dan simpang tidak bersinyal. (Tamin, 2000) Persimpang adalah lokasi kejadian adanya konflik pada suatu lalu lintas yaitu kemacetan. Bobot besarnya jumlah lalu lintas bergantung pada kapasitas simpang yang ada pada jaringan jalan tersebut. Disetiap daerah persimpangan pasti memiliki masalahnya tersendiri entah itu dari penurunan kecepatan dikarenakan jalanan yang rusak, peningkatan tundaan dan antrian kendaraan yang tentunya sangat berpengaruh terhadap lingkungan sekitar simpang. (Risdiyanto, 2018)
Sebagai salah satu penyokong sarana dan prasarana transportasi, simpang yang memiliki misi mendasar yakni seharusnya meninggikan atau menaikan jumlah mobilitas beserta mengurangi kemacetan tetapi kebenarannya malah menjelma menjadi pembawa kemacetan karena tidak diimbangi bersama laju kinerja suatu ruas jalan dan simpang. Merendahnya kemampuan sebuah simpang bakal mencetuskan kerugian untuk pengguna jalan lantaran terjadinya pengurangan kecepatan, kenaikan tundaan dan antrian kendaraan yang menyebabkan tingginya dana operasional. Kemacetan atau tundaan pada suatu simpang semakin dirasakan lantaran terjadi tundaan panjang serta antrian yang lama hingga terjadi pada setiap simpang yang kejadian pada waktu padat di jadwal pagi serta sore hari.
Masalah kemacetan pada sebuah simpang nampaknya telah menjadi suatu permasalahan yang serius, terutama pada negara berkembang seperti Indonesia.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kemacetan lalu lintas akibat tidak dapat berfungsi dengan baik, tersendat, terhenti dan tidak lancar. Salah satu daerah ibu kota yang mengalami masalah kemacetan yaitu di daerah Jayapura ibu kota Papua. Secara umum salah satu faktor terbesar kemacetan yang terjadi adalah bertambahnya kepemilikan suatu kendaraan baik kendaraan motor maupun mobil pribadi, kemudian belum maksimalnya pengoperasian fasilitas kendaraan angkutan
2 umum, mobilitas yang terus menjadi besar dari segi ruang serta waktu dan juga terbatasnya lahan untuk pelebaran serta pengembangan jalan raya dan juga transportasi lainnya.
Kota Jayapura merupakan ibu kota provinsi Papua yang letaknya di sebelah timur, Indonesia yang dijuluki dengan Kota Seribu Pinang ini memiliki total wilayah seluas 940 𝑘𝑚2atau 940.000 Ha yang terbagi atas 5 kecamatan, 25 kelurahan dan 14 kampung. Lokasinya ± 700 meter di atas permukaan laut. Kota ini, bersebelah langsung dengan Samudera Pasifik yang letaknya di sebelah Utara kemudian berbatasan dengan Papua Nugini pada sebelah Timur kemudian berbatasan langsung dengan Kabupaten Keerom dan juga berbatasan juga dengan Kabupaten Jayapura pada sebelah Barat. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Jayapura tahun 2020, Kota Jayapura memliki populasi penduduk sebanyak 240.341 jiwa. Berdasarkan letak astronomisnya Kota Jayapura terletak pada 1028"17, 26"𝐿𝑆 − 3058′082"𝐿𝑆 dan 137034, 10,6"𝐵𝑇 − 14100′8"𝐵𝑇.
Kota jayapura merupakan ibu kota provinsi Papua yang memerankan salah satu akses terpadu untuk kegiatan perekonomian nasional. Memiliki sebuah bandara udara dan pelabuhan terbesar di Provinsi Papua ini yang berperan sebagai pintu terpadu bagi kegiatan perekonomian di Provinsi Papua terkhusus di Kota Jayapura. Berkembangnya kegiatan perniagaan, perdagangan dan pembangunan di Kota Jayapura tidak terlepas dengan bertambahnya jumlah laju pertumbuhan kendaraan yang dinilai sebagai penunjang bagi kelancaran perekonomian baik sarana maupun prasarana yang mencukupi demi kelancaran aktivitas masyarakat.
Dalam bidang transportasi khususnya di Kota Jayapura sangat tinggi. Ditinjau dari segi pertumbuhan penduduk, ramainya warga dari luar Kota Jayapura, melonjaknya permintaan desakan barang serta jasa, serta kegiatan warga dan wisatawan menjadikan laju pertumbuhan kendaraan di Kota Jayapura semakin tidak terkendali. Jalan yang menjadikan bagian paling penting dalam melakukan kegiatan perekonomian sudah tidak dapat lagi menghadapi volume lalu lintas yang ada.
Kemudian pemanfaatan badan jalan yang juga sudah tidak maksimal serta perilaku kurang tertib beberapa pengemudi kendaraan pun semakin menghambat lajur lalu lintas.
3 Simpang tiga Jl. Kelapa 2 – Jl. Hamadi Pante merupakan salah satu titik kritis pada jaringan jalan di Kota Jayapura dan sering menimbulkan penumpukan kendaraan di jam-jam sibuk. Lingkungan ini merupakan jalur primer menuju pusat perekonomian masyarakat, tempat perbelanjaan, dan juga kawasan pendidikan.
Klasifikasi tiap jalan berada pada simpang tiga bersinyal yang masing-masing terdiri dari 1 lajur 2 arah. Simpang tiga ini memiliki lebar jalur untuk Jl. Kelapa 2 sebesar 9 meter dan pada Jl. Hamadi Pante sebesar 10 meter.
Tingkat mobilitas transportasi yang cukup beraneka sehingga, ada bermacam- macam keunikan di setiap lalu lintas yang timbul dari adanya mobilitas yang didapatkan, serta penggunaan badan jalan yang dinilai belum maksimal menambah kondisi dan antrian panjang untuk pergerakan jalan di persimpangan Jl. Kelapa 2 – Jl. Hamadi Pante pada jam sibuk sehingga mengalami peningkatan yang tinggi. Hal ini menyababkan tundaan kendaraan dan mengakibatkan kondisi persimpangan yang menjadi kurang maksimal. Kemacetan di titik ruas ini lekas diatasi, jika kinerja simpang bersinyal itu makin berkurang karena tidak segera ditindaklanjuti maka akan mendatangkan kesusahan bagi pengguna jalan, kejenuhan karena terjadi kemacetan, kerugian waktu karena terbatasnya kecepatan kendaraan, pemborosan bahan bakar, dan meningkatnya polusi udara.
Terkait dengan kondisi yang terjadi pada simpang tiga Jl. Kelapa 2 – Jl.
Hamadi Pante, peneliti akan mencoba menciptakan petunjuk terkait manajemen lalu lintas yang tepat dalam mengatasi kemacetan . Maka dengan ini peneliti akan melakukan evaluasi dengan judul “Evaluasi Kinerja Simpang Tiga Bersinyal (Studi Kasus : Jl. Kelapa 2 – Jl. Hamadi Pante)”. Dalam penelitian ini akan mengevaluasi kinerja simpang bersinyal yang berlokasi pada Kota Jayapura dengan bersumber berdasarkan pada Manual Kapsitas Jalan Indonesia 1997. Diharapkan dapat berguna untuk pemerintah kota Jayapura demi menghasilkan keadaan lalu lintas yang baik dan berkelanjutan bagi masa depan Kota Jayapura.
4 1.2 Identifikasi Masalah
1. Waktu tunggu bertambah banyak dikarenakan jumlah arus yang melintas juga semakin bertambah.
2. Kurang tertibnya pengguna kendaraan yang melewati simpang tersebut.
3. Kurangnya fasilitas jalan seperti garis marka jalan dan zebra cross.
4. Kondisi jalan yang berlubang menjadi salah satu faktor terjadinya penumpukan kendaraan di simpang tiga bersinyal Jl. Kelapa 2 – Jl.
Hamadi Pante, Kota Jayapura.
Gambar 1. 1 Pengambilan Dokumentasi dilokasi Penelitian
1
2
3
4
5 1.3 Rumusan Masalah
Disusunnya studi evaluasi tugas akhir ini sehingga dapat ditarik rumusan masalah pada penelitian seperti dibawah ini :
1. Bagaimana kemampuan simpang tiga bersinyal pada Jl. Kelapa 2 – Jl.
Hamadi Pante, Kota Jayapura pada saat ini (2021).
2. Alternatif apa saja yang lebih terbaik untuk diterapkan dalam peningkatkan kinerja simpang serta mengendalikan permasalahan kemacetan pada simpang tiga bersinyal di Kota Jayapura, jika derajat kejenuhan melebihi batas yang telah ditentukan sebesar DS ≥ 0,85 (Departemen Pekerjaan Umum, 1997).
3. Bagaimana kinerja simpang tiga bersinyal pada Jl. Kelapa 2 – Jl.
Hamadi Pante, Kota Jayapura diestimasikan untuk kondisi lima tahun yang akan datang (2026).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah :
1. Diperuntukan agar mengetahui kinerja simpang tiga bersinyal pada Jl.
Kelapa 2 – Jl. Hamadi Pante pasa saat ini (2021).
2. Untuk mendapatkan alternatif yang lebih baik dalam mengatasi permasalahan kemacetan pada simpang tiga bersinyal di Kota Jayapura.
3. Untuk mengetahui kinerja simpang tiga bersinyal pada Jl. Kelapa 2 - Jl. Hamadi Pante pada kondisi lima tahun mendatang (2026).
1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis
a. Bagi Akademisi
Menerapkan ilmu yang diperoleh diperkuliahan beserta kondisi langsung di lapangan.
b. Bagi Pemerintah Kota Jayapura
Dapat memberikan saran dan masukan kepada pemerintah Kota Jayapura bagi Dinas Pekerjaan Umum serta Dinas Perhubungan untuk pembangunan maupun perancangan mengenai kinerja simpang tiga
6 bersinyal pada Jl. Kelapa 2 - Jl. Hamadi Pante.
c. Bagi Masyarakat
Dapat membagikan berita beserta penjelasan bagi masyarakat terkait dengan kinerja simpang tiga bersinyal pada Jl. Kelapa 2 – Jl. Hamadi Pante.
1.6 Batasan Masalah
1. Data yang diambil dalam analisa simpang tiga bersinyal meliputi : Derajat kejenuhan, Pengukuran geometrik simpang, Tundaan kendaraan, Panjang antrian dan pengamatan di lingkungan sekitar simpang tiga bersinyal.
2. Pada saat jam padat pagi hari (07.00 WIT -09.00 WIT), siang hari (12.00 WIT -14.00 WIT) dan sore hari (16.00 WIT -18.00 WIT) dilakukan pengambilan data secara langsung ke lokasi simpang.
3. Penelitian hanya diteliti di simpang tiga bersinyal Jl. Kelapa 2 – Jl.
Hamadi Pante sepanjang 400 meter.
4. Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (Departemen Pekerjaan Umum, 1997) digunakan untuk pengerjaan pada penelitian yang akan dilakukan pada simpang tiga bersinyal.
5. Kendaraan yang diamati adalah
a. Kendaraan ringan (LV), seperti : minibus, mobil penumpang, oplet, pick up, mobil box dan sedan.
b. Kendaraan berat (HV), seperti : bus, truk 2 as, truk 3 as, truk gandeng dan kendaraan yang memiliki roda lebih dari 4 roda.
c. Sepeda motor (MC)
d. Kendaraan tak bermotor (UM), seperti : segala jenis kendaraan yang digerakan oleh tenaga manusia atau hewan. Gerobak, sepeda dan becak.