• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB V KESIMPULAN DAN SARAN"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

137

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian, penyusunan hasil, dan pembahasan, maka kesimpulan dari karya ilmiah ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Penyelesaian Konflik pengelolaan obyek wisata Goa Pindul yaitu dengan adanya pengundangan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan. Meskipun pengundangan perda tersebut belum mampu menyelesaikan konflik pengelolaan obyek wisata Goa Pindul secara tuntas, namun kehadiran perda tersebut sudah meredam konflik yang muncul dengan upaya:

a. Memberikan kepastian hukum pihak yang berwenang mengelola obyek wisata Goa Pindul melalui Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Gunungkidul Nomor 016 A/KPTD/2015 tentang Pengukuhan Kelompok Sadar Wisata Bewa Bejo, sehingga dalam hal ini Atiek Damayanti tidak berhak mengelola obyek wisata Goa Pindul;

b. Memberikan kesempatan kepada setiap pelaku usaha memenuhi persyaratan dalam pengajuan permohonan izin usaha pariwisata.

Apabila Atiek Damayanti ingin ikutserta menjadi pengelola obyek wisata Goa Pindul, maka berkas persyaratan permohonan izin yang belum dipenuhi dapat dilengkapi agar memberoleh izin usaha dari pemerintah setempat.

(2)

138

c. Memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk ikutserta dalam mengelola usaha pariwisata melalui kerjasama dengan kelompok sadar wisata di suatu destinasi pariwisata.

2. Kendala yang dihadapi oleh Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Gunungkidul maupun Pemerintah Desa Bejiharjo dalam menyelesaikan konfik pengelolaan obyek wisata Goa Pindul adalah keterlambatan kehadiran pemerintah daerah melalui pengundangan regulasi kepariwisataan menjadikan kedua pihak ini lemah dan terbatas dalam mengambil tindakan karena tidak ada payung hukum yang mendasarinya. Meluasnya konflik yang semakin banyak melibatkan pihak dalam konflik semakin menghalangi pihak pemerintah untuk mencapai kesepahaman antar pihak berkonflik mengenai status Goa Pindul. Untuk mengatasi kendala tersebut, Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan dan Pemerintah Desa Bejiharjo mengambil upaya:

a. Berkomitmen untuk melaksanakan amanat Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 sebagai payung hukum atas penyelenggaraan kepariwisataan secara optimal agar pelaksanaan kegiatan kepariwisataan selaras dengan tujuan yang akan dicapai; dan

b. Memberikan solusi kepada masyarakat agar menjual tanahnya kepada pemerintah, sehingga status kepemilikan tanah di Goa Pindul dan sekitarnya jelas merupakan barang publik yang dapat dikelola oleh masyarakat dan tidak menimbulkan munculnya pihak-pihak yang berkepentingan untuk menguasai destinasi Goa

(3)

139

Pindul dimana segala sumber daya yang menguasai hajat hidup masyarakat luas dan mempunyai fungsi sosial, menurut konstitusi harus diambil alih oleh negara.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti di lapangan, agar pengelolaan usaha daya tarik wisata Goa Pindul dapat dijalankan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, maka peneliti merumuskan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Gunungkidul Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Gunungkidul merupakan SKPD Pelaksana yang mempunyai fungsi dan tanggungjawab dalam bidang kepariwisataan sebaiknya:

a. Mampu membaca situasi dan potensi Sumber Daya Alam yang ada di wilayah Kabupaten Gunungkidul maupun perkembangan masyarakat dan pariwisata, sehingga kemungkinan terjadinya konflik dapat diatasi sejak dini yaitu mendatangi obyek wisata yang baru dibuka dan memastikan obyek wisata tersebut jelas setatus kepemilikan tanahnya;

b. Segera tanggap dan memberikan respon secara cepat dalam mengatasi konflik yang terjadi di masyarakat melalui pengundangan suatu kebijakan untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dengan menyusun kebijakan-kebijakan

(4)

140

yang dapat merangkul dan memberikan manfaat bagi masyarakat Gunungkidul seperti Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan sebagainya sebagai langkah meminimalkan konflik seperti ini terjadi dikemudian hari;

c. Memberikan pembinaan secara optimal kepada para pengusaha usaha pariwisata dan melakukan monitoring secara berkala untuk melakukan evaluasi penyelenggaraan kepariwisataan agar pendapatan yang dihasilkan dapat mensejahterakan masyarakat Gunungkidul diantaranya dengan rutin memberikan seminiar- seminar dan penyuluhan bagi masyarakat Gunungkidul agar aktif dalam pengembangan kepariwisataan.

2. Bagi Pemerintah Desa Bejiharjo:

a. Melakukan pendekatan-pendekatan secara optimal kepada pihak- pihak yang terlibat dalam konflik, khususnya pihak perseorangan agar memahami isi kebijakan pemerintah daerah dan mengimplementasikan kebijikan, sehingga tidak ditemukan munculnya konflik yang sama di kemudian hari dengan mengadakan pertemuan secara rutin dan sosialisasi-sosialisasi jika ada peraturan daerah sehingga masyarakat mengetahui kebijakan- kebijakan yang penting bagi masyarakat setempat;

b. Memberikan kesempatan yang sama sesuai asas kesetaraan dan kekeluargaan dalam penyelenggaraan usaha pariwisata kepada seluruh komponen masyarakat untuk turut serta bergabung dalam

(5)

141

kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan usaha pariwisata di destinasi Goa Pindul tanpa mengabaikan kewajiban kepada pemerintah untuk memenuhi persyarakat administratif dengan bersifat netral atas konflik yang terjadi, tidak tebang pilih kepada salah satu pihak yang berkonflik baik Atik Damayanti maupun Kelompok Sadar Wisata Dewa Bejo yang di Ketuai Subagya dan rekan-rekan atau siapapun yang ingin memajukan wisata Gua Pindul dengan catatan smua memenuhi persyaratan administratif seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.

(6)

142

DAFTAR PUSTAKA

Arie Sujito. (2004). Refleksi dan Aksi Untuk Rakyat. Yogyakarta: IRE Press.

Burhan Bungin. (2000). Penelitian Kualitatif . Jakarta: Kencana Media Group.

Chafid Fandeli. (2001). Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam.Yogyakarta: Liberty.

Eka A. Yoeti.(2008). Ekonomi Pariwisata. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Gamal Suwantoro (2004). Dasar-Dasar pariwisata. Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Hadari Nawawi.(2000). Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

I Nyoman Ngurah Subagia Negara. (2005). Desa Pakraman dan Konflik sosial dalam Dinamika Masyarakat. Yogyakarta: Pasca Sarjana UGM.

Inu Kencana Syafiie. (2006). Pengantar ilmu Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama.

Lexy J.M, Moleong. (2005). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Maswadi Rauf. (2001). Konsensus dan Konflik Politik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Miles, Matthew B., & Huberman, A. Michael. (2009). Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: UI Press.

Munir Mulkhan, dkk. (2001). Kekerasan dan Konflik: Tantangan bagi Demokrasi. Yogyakarta: Forum LSM DIY.

Muljadi.A.J. (2010). Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada.

Pramarta S. L. Pode. (2002). Konflik Elit dan Kekerasan Politik di Daerah (Identifikasi Akar Masalah Dan Solusi atas Konflik Lokal di Poso).

Yogyakarta: FISIPOL UGM.

Ramlan Surbakti.(2007). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Robert K.Yin. (2011). Studi Kasus Disign dan Medote. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

(7)

143

Saparudin. (2006). Menejemen Konflik Sosial (Studi Kasus Konflik Warga Bugis dengan Warga Bali di Desa Air Periukan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma Bengkulu). Tesis. Pasca Sarjana UGM.

Simon Fisher, dkk. (2000). Mengelola Konflik (Ketrampilan dan Strategi untuk Bertindak). Jakarta: The British Council.

Subandono Agus, dkk. (2013). Fenomena Pengelolaan Publicness Melalui Organisasi Non-Publik (Studi Kasus Pengelolaan Destinasi Wisata Pindul di Tengah Kontestasi Nilai Antara Bisnis Versus Sosial dan Sosial Versus Ototitas Ketika Peran Pemerintah Minimal. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Subarsono, AG. (2010). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suharno. (2008). Dasar-Dasar Kebijakan Publik Kajian Proses Dan Analisis Kebijakan. Yogyakarta: UNY Press.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta.

Yumi, Endang Dwi, & Hendrik Koedoeboen. (2012). Pengelolaan Konflik Sumber Daya Hutan. Jakarta: Kementerian Kehutanan, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan, Pusat Penyuluhan Kehutanan.

Karya ilmiah:

Suharno. (2011). Politik Rekognisi Dalam Peraturan Daerah Tentang Penyelesaian Konflik di dalam Masyarakat Multikultural (Studi Kasus Terhadap Perumusan dan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur Nomor 5 Tahun 2004 tentang Penanganan Penduduk Dampak Konflik Etnik di Sampit Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah).Yogyakarta: UGM (Disertasi).

Peraturan Perundang-undangan

Keputusan Bupati Kabupaten Gunungkidul Nomor 316/KPTS/2013 tentang Penunjukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai Pengelola Obyek Wisata dan Tempat Rekreasi Kawasan Goa Pindul.

Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Gunungkidul Nomor 016A/KPTS/2015 tentang Pengukuhan Kelompok Sadar Wisata Dewa Bejo Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul

(8)

144

Peraturan Bupati Nomor 56 Tahun 2014 Perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan

Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan

Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 17 Tahun 2016 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga, Perubahan Tarif Masuk Obyek Wisata Pantai dan Penambahan Lokasi Obyek Pungutan Retribusi.

Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 jo Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Air

Surat Kabar dan Sumber Lainnya

Fajrul Falaakh. (2013). Sungai Tak Boleh Dikuasai Pribadi. Kedaulatan Rakyat.

Hlm.1.

Franz Budisukarnanto. (2013). Dulu Merana, Kini Primadona (Goa Pindul Digoyang). Kedaulatan Rakyat (Januari 2013).

Janlanton Damanik. (2013). Analisis Simpul Goa Pindul. Kedaulatan Rakyat.

Hlm. 1&7.

---. (2013). Berebut Tiket. Tribun Jogja (22 Februari 2013). Hlm. 1&7.

---. (2013). Hasil Gelar Perkara di Polda DIY (Unsur Perusakan di Goa Pindul Tak Terpenuhi). Kedaulatan Rakyat (6 Maret 2013).

---. (2013). Atiek-Siput Ragukan Pertemuan Para Ahli. Tribun Jogja (12 Maret 2013). Hlm. 1&7.

---. (2013). Izin HO Atiek Ditolak Lagi. Tribun Jogja (19 Mei 2013).

Antara. 2013. Pengelolaan Goa Pindul Jadi Contoh di ASEAN. Diambil dari metrotvnews.com pada 5 Juli 2013.

Kelompok Sadar Wisata Desa Wisata Bejiharjo. 2013. Profil Desa Wisata Bejiharjo.

(9)

145

A. SURAT IZIN PENELITIAN 1. Surat Izin Penelitian dari Kampus

(10)

146

2. Surat Izin Penelitian dari Gubernur DIY

(11)

147

3. Surat Izin Penelitian dari Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Gunungkidul

(12)

148

4. Surat Izin Penelitian dari Pemerintah Desa Bejiharjo

(13)

149

B. PEDOMAN WAWANCARA

1. Bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunungkidul dan Pemerintah Desa Bejiharjo)

Daftar Pertanyaan

a. Apa latar belakang diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan?

b. Apakah masyarakat dan pengelola jasa pariwisata sudah mengetahui adanya Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan?

c. Bagaimana cara pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam mensosialisasikan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan?

d. Apakah masyarakat sekitar mendukung diundangkanya Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan?

e. Apakah Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan merupakan upaya penyelesaian konflik pengelolaan obyek wisata Gua Pindul?

f. Apa yang menjadi titik permasalahan dalam pengelolaan obyek wisata Gua Pindul?

g. Mengapa Perda tersebut baru dibuat setelah adanya konflik pengelolaan obyek wisata Gua Pindul?

h. Langkah-langkah apa saja yang selama ini ditempuh Pemda dalam penyelesaian konflik pengelolaan obyek wisata Gua Pindul?

i. Apakah dengan adanya perda tersebut sudah cukup menjadi solusi untuk menyelesaikan konflik pengelolaan obyek wisata Gua Pindul?

j. Apakah perda tersebut sudah cukup untuk pengelolaan obyek wisata Gua Pindul?

k. Siapakah yang berhak untuk mengelola obyek wisata Gua Pindul?

l. Apakah menurut anda masyarakat dan penyedia jasa pariwisata berhak untuk mengelola obyek wisata Gua pindul?

m. Bagaimana sistem pengelolaan obyek wisata Gua Pindul setelah keluarnya Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan?

n. Apakah masyarakat sekitar sudah melaksanakan perda tersebut?

o. Apakah ada kebijakan lain yang mendukung perda tersebut terkait penyelesaian konflik pengelolaan obyek wisata Gua Pindul?

p. Apa hambatan-hambatan yang selama ini dihadapi dalam penyelesaian konflik pengelolaan obyek wisata Gua Pindul?

q. Bagaimana rencana kedepan pemerintah tentang pengelolaan obyek wisata Gua Pindul agar tidak terjadi konflik?

(14)

150

2. Bagi pihak yang berkonflik (Penyedia Jasa Pariwiata wisata Dewa Bejo, Wirawisata, Panca Wisata, Tunas Wisata dan Damayanti) Daftar Pertanyaan

a. Menurut anda apa sebenarnya yang menjadi titik permasalahan dalam pengelolaan obyek wisata Gua Pindul?

b. Apakah anda mengetahui diundangkanya Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan?

c. Apakah anda mendukung adanya perda tersebut?

d. Menurut anda apakah perda tersebut merupakan bentuk solusi penyelesaian konflik pengelolaan obyek wisata Gua Pindul yang selama ini terjadi?

e. Apakah anda cukup terbantu untuk menyelesaikan konflik dengan adanya Perda tersebut?

f. Apakah anda akan melaksanakan perda tersebut dalam pengelolaan obyek wisata Gua Pindul?

g. Dampak apa yang anda rasakan setelah keluarnya Perda nomor 5 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan kepariwisataan?

h. Menurut anda setelah keluarnya perda siapakah yang seharusnya berhak mengelola obyek wisata Gua Pindul?

i. Apakah anda tau hak-hak apa saja yang anda miliki yang berhubungan dengan pengelolaan obyek wisata Gua Pindul setelah keluarnya Perda nomor 5 tentang Kepariwisataan?

j. Apa saran anda untuk pengelolaan obyek wisata Gua Pindul kedepan?

(15)

151

3. HASIL WAWANCARA

a. Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Gunungkidul Nama : Heri (H)

Jabatan : Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata

P : Mengapa Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan dan beberapa perda yang lain baru dibuat setelah adanya konflik objek wisata Goa Pindul atau memang telah ada rancangan sebelumnya?

H : Adanya perda itu bukan semata-mata karena muncul konflik Goa Pindul, tetapi perda itu dibuat memang untuk menjawab amanat dari Undang-undang Kepariwisataan tentang jenis usaha pariwisata yang harus ditindaklanjuti . Potensi di Kabupaten Gunung Kidul kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat di sektor pariwisata juga harus ditata. Perda tersebut berbicara tentang potensi-potensi wisata yang dikelola masyarakat di tempat-tempat yang lain juga, sehingga perda tersebut tidak semata-mata lahir untuk Pindul. Di Gunung Kidul ini juga banyak pariwisata yang dilakukan oleh masyarakat, ada desa wisata, ada kelompok sadar wisata. Nah, ini yang harus kita payungi supaya mereka memiliki kepastian usaha di dalam sektor pariwisata.

P : Apakah dengan adanya perda tersebut, sudah menjadi solusi penyelesaian konflik Goa Pindul?

H : Ya, saya menganggap bahwa itu sebagai salah satu solusi di dalam amanat perda dan perbubnya kalau itu dijalankan sesuai dengan amanat perbub dan memiliki komitmen bersama. Saya punya keyakinan bahwa aturan tersebut dapat menjawab kasus-kasus yang ada di Gunung Kidul.

P : Berarti perda ini merupakan salah satu upaya untuk menyelesaikan konflik Goa Pindul?

H : Ya. Perda ini salah satu usaha untuk memberikan kepastian pelaku usaha pariwisata khususnya yang dilakukan oleh masyarakat dan oleh dunia usaha pariwisata.

P : Menurut Bapak, apakah ketentuan perda tersebut sudah mencakup semua hal yang dibutuhkan di Goa Pindul atau bagi objek wisata lain di Gunung Kidul?

H : Kegiatan pariwisata, tidak bisa lepas dari sektor lain. Sektor lain mempunyai instrumen aturan main yang lain. Kita tidak bisa lepas dari sektor yang lain tersebut untuk bisa melakukan usaha pariwisata yang berkenaan dengan potensi sektor yang bersangkutan. Perda tersebut untuk memberi jalan pelaku usaha pariwisata yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya yang ada di Goa Pindul dan beberapa tempat lain untuk memiliki kepastian langkah-langkah yang harus dilakukan. Sebagai contoh, kalau masyarakat melakukan usaha di sektor kehutanan, kita berbicara dengan teman-teman yang dari kehutanan.

(16)

152

P : Apa hambatan Dinas Pariwisata dalam menyelesaikan konflik Goa Pindul?

H : Masih pada posisi yang belum sepaham. Dahulu konfliknya karena muncul 3 kelompok pariwisata yang saat ini sudah kami wadahi menjadi satu atap sesuai dengan amanat perda dan pergub.

Konflik di sana (Goa Pindul) berkenaan dengan pengklaiman atas status tanah. Intinya pada kesepahaman yang belum menemui titik temu.

P : Apa rencana ke depan Dinas Pariwisata terkait pengelolaan objek wisata Goa Pindul agar konflik yang ada segera selesai?

H : Saya ingin menata keseluruhan kawasan wisata yang ada, tidak hanya Goa Pindul dan memcah konsentrasi wisatawan agar tidak semata-mata ke Goa Pindul

b. Pemerintah Desa Bejiharjo Nama : Yanto (Y)

Jabatan: Kepala Desa Bejiharjo

P : Dengan diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan, apakah Bapak mengetahui latar belakang diundangkannya Perda tersebut?

Y : Sebenarnya kami bersama masyarakat, sejak berdirinya wisata di Desa Wisata Bejiharjo sangat mengharap sekali dengan dibentuknya undang-undang tentang wisata, namun kelihatannya baru diketok pada bulan-bulan dekat ini. Intinya saya sangat setuju dengan diundangkannya peraturan tentang kepariwisataan.

P : Apakah masyarakat dan pengelola pariwisata sudah mengetahui bahwa telah diundangkan Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan?

Y : Perda sudah disosialisasikan, namun sampai saat ini pemerintah desa bersama dengan warga masyarakat khususnya di Bejiharjo belum melaksanakan karena kesepakatannya belum selesai.

Artinya, diundangkannya perda tersebut kami sudah mengetahui, tetapi sampai saat ini belum dilaksanakan sesuai dengan perdanya.

Kami masih menunggu dari pemerintah kabupaten kapan akan dilaksanakan perda tersebut, walaupun kami sudah mendengar bahwa desa yang lain sudah melaksanakan.

P : Bagaimana pelaksanaan sosialisasi atas Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan oleh pemerintah?

Y : Ya, kemarin kami diundang oleh Dinas Pariwisata ke DPR beberapa kali untuk menerima sosialisasi Perda tentang Kepariwisataan.

P : Dengan diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013 apakah masyarakat memberikan dukungan atas perda tersebut?

(17)

153

Y : Sangat mendukung sekali, dengan harapan agar pelaksanaan Dewa Wisata Bejiharjo dapat berjalan dengan baik dan tidak ada masalah, masyarakat yang bekerja juga merasa tentram.

P : Apakah dengan diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013 merupakan upaya pemerintah dalam menyelesaikan konflik pengelolaan objek wisata?

Y : Kami sampai saat ini masih bingung. Adanya desa wisata itu intinya adalah pemberdayaan masyarakat, tetapi apabila desa wisata dipegang oleh pemerintah, bagaimana dengan konsep pemberdayaan yang kami bangun? Bahan pemikiran kami adalah, apakah pemberdayaan itu masih berlanjut atau tidak. Oleh karena itu, kami juga percaya penuh bahwa dengan diudangkannya perda tersebut bisa menyelesaikan konflik.

P : Menurut Bapak, setelah diundangkannya perda tersebut, apakah konflik yang ada (Goa Pindul) akan dapat diselesaikan?

Y : Belum selesai, karena Dewa Wisata Berjiharjo dan pengelola yang ada belum melaksanakan ketentuan perda tersebut.

P : Menurut Bapak, apa yang menjadi titik permasalahan konflik Goa Pindul?

Y : Yang jelas konflik itu bukan pelaku wisata, bukan di pemerintah desa, ataupun pemerintah kabupaten. Pelaku wisata tetap berjalan dengan baik, tidak ada masalah. Pemerintah desa dan kabupaten tidak ada masalah, yang jelas ada pihak ketiga, yaitu yang mempunyai tanah di atasnya. Pemilik tanah berpersepsi bahwa sungai yang ada di bawah tanah adalah miliknya, sedangkan masyarakat berpersepsi bahwa sungai yang ada di bawah tanah tersebut adalah milik negara.

P : Apakah ada kekecewaan bahwa diundangkannya perda tersebut setelahmuncul konflik di desa wisata ini?

Y : Pada awalnya kami tidak berpikir bahwa tanah tersebut diklaim sebagai milik Damayanti, padahal sebenarnya tanah tersebut milik beberapa orang. Setelah obyek wisata berjalan selama 2 tahun, muncul komplain dari pemilik tanah. Kami berpikir bahwa konflik tersebut akan dapat diselesaikan dengan baik-baik, tetapi ternyata sampai saat ini belum dapat terselesaikan dengan baik. Artinya, sedikit ada kekecewaan, karena konflik tersebut oleh kelompok pengelola diserahkan kepada pemerintah kabupaten.

P : Apa saja langkah-langkah yang sudah ditempuh oleh Pemerintah Desa untuk menyelesaikan konflik Goa Pindul tersebut?

Y : Kami pernah mendatangkan ibu Atik Damayanti. Kami memberikan fasilitas dan panduan untuk melakukan kerjasama menyelesaikan konflik secara baik-baik, tanpa melalui jalur hukum dan kelompok akan memberikan kompensasi kepada pemilik tanah. Tetapi jalur atau cara tersebut tidak berhasil.

P : Menurut Bapak, apakah perda tersebut merupakan solusi dari pemerintah untuk menyelesaikan konflik Goa Pindul?

(18)

154

Y : Saya punya harapan, perda tersebut dapat menyelesaikan konflik, tetapi saya belum bisa berkomentar dapat menyelesaikan atau tidak.

P : Menurut Bapak, apakah isi atau ketentuan dari perda tersebut sudah cukup untuk menyelesaikan konflik Goa Pindul ataupun tentang pengelolaan obyek wisata Goa Pindul?

Y : Khususnya di Desa Bejiharjo, saya yakin masih ada kekurangan karena konsep pemberdayaan masyarakat belum tahu masih dapat dilaksanakan atau tidak jika telah dikuasai oleh pemerintah.

Sampai saat ini pemerintah kabupaten juga belum dapat menyelesaikan konflik yang muncul di desa wisata ini. Oleh karena itu, perlu dikaji dan dibenahi lagi.

P : Menurut Bapak, siapa yang berhak untuk mengelola objek wisata Goa Pindul ini?

Y : Masyarakat atau kelompok desa wisata.

P : Dari pemerintah desa atau pengelola objek wisata sendiri, apakah sudah memenuhi kewajiban dalam pengelolaan obyek wisata Goa Pindul?

Y : Sudah. Ini ada 4 kelompok yang mengelola Pindul mempunyai kewajiban untuk memberikan sumbangan atau bantuan ke desa.

Undang-undang Desa tentang Pungutan memberika ketentuan sumbangan ke desa sebesar Rp 2.500.000 per bulan yang telah menjadi keputusan pemerintah desa bersama BPD dan masuk ke Pendapatan Asli Desa.

P : Selain melalui Perda Nomor 5 Tahun 2013, apakah dalam menyelesaikan konflik Goa Pindul membutuhkan peraturan lain?

Y : Ya, jelas. Perda harus ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati, karena Desa Bejiharjo ini karakteristiknya juga berbeda dengan desa-desa yang lain.

P : Apa saja hambatan yang dihadapi pemerintah desa dalam mengatur pengelolaan objek wisata Goa Pindul?

Y : Sampai saat ini hambatannya adalah masih adanya sengketa dengan pihak ketiga, sehingga untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat masih belum bisa maksimal.

P : Menurut Bapak, apakah pemerintah sudah melakukan upaya maksimal dalam menyelesaikan konflik Goa Pindul?

Y : Harapan kami terhadap pemerintah kabupaten sangat besar sekali, tetapi ternyata masih ada benturan-benturan dan permasalahannya sampai saat ini belum selesai.

P : Apa harapan Bapak dengan adanya objek wisata Goa Pindul di Desa Bejiharjo ini?

Y : Dalam jangka waktu dekat ini permasalahan segera selesai dan mudah-mudahan objek wisata di Desa Bejiharjo semakin berkembang dengan baik, sehingga kesejahteraan masyarakat Desa Bejiharjo semakin baik.

(19)

155

c. Kelompok Sadar Wisata Dewa Bejo Nama : Subagyo (S)

Jabatan : Ketua Desa Wisata Bejiharjo

P : Setelah keluarnya Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan yang dikeluarkan pada bulan Mei 2013. Apa titik permasalahan di Goa Pindul Pak?

S : Jadi, awalnya ada sejenis pengeklaiman, bahwa pemilik tanah di atasnya langsung memiliki di bawahnya. Nah, itu dilihat dari segi apa saja tidak masuk. Apalagi yang namanya Gunung Pindul itu dari dulu sebelum ada orang yang membeli di atasnya pun untuk kegiatan masyarakat, untuk mencuci, untuk mencuci hewan dan sebagainya, pokoknya untuk aktivitas masyarakat. Terus di Goa Pindul sendiri, yang di atasnya itu bukan satu orang yang memiliki, ada 6-7 orang, tapi yang memang luar biasa pelitnya ya satu ini, yang memang bukan orang (Jagelaran)

P : Jadi, titik permasalahannya pada klaim atas tanah ya Pak?

S : Ya. Jadi di awal kami pemberdayaan masyarakat mengatasnamakan desa wisata. Nah, kalau desa wisata, itu mana yang akan di ikonkan? Nah, kebetulan kami ambil Pindul yang memang masyarakat di sini menyatakan bahwa Pindul itu milik pemerintah, bukan atau tidak bisa dimiliki perorangan. Nah, dengan alasan itu kami langsung bekerja untuk kegiatan Pindul, termasuk dari instansi sudah membantu dengan anggaran APBD maupun APBN. Berarti kami meyakini bahwa kegiatan Pindul itu direstui oleh pemerintah. Intinya seperti itu. Ada bantuan dari Dinas Pariwisata, itu kan menggunakan APBD, dan APBD itu kan milik negara. Tetapi permasalahan di Pindul ini juga sangat luar biasa. Saya selaku Ketua Desa Wisata menyikapinya dengan memberikan keleluasaan jika memang ada keberatan silakan dituntut saja, paling tidak ada laporan atau digugat saja bahwa Pindul itu tanah milik seseorang. Nanti kami dipanggil dan ketemunya di pengadilan. Jadi jangan hanya mengumbar janji- janji bahwa kasus ini akan diselesaikan dengan cara tertentu dan sebagainya. Kami juga punya lawyer yang memang luar biasa, jadi kami persilakan. Jadi, kami tidak akan membahas Pindul secara perseorangan, kami sudah pasang lawyer, dan Pak Asil Suyanto lah yang kami serahi tugas untuk mengawal Pindul ini dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat.

P : Berdasarkan beberapa bacaan yang saya baca, bahwa bapak hanya merintis Goa Pindul hanya dengan beberapa orang dan ternyata sekarang omsetnya sangat luar biasa. Apakah hal tersebut juga memicu permasalahan juga pak? Setelah bapak merintis, ternyata ramai, dan setelah ramai pengunjung barulah mereka mengklaim.

S : Kami dari awal konsennya memang ke pemberdayaan, kalau

(20)

156

nantinya muncul kelompok-kelompok baru yang ingin ke Goa Pindul, bagi kami tidak masalah, yang penting kita jaga objek itu.

Kami selaku perintis banyak sekali yang berkiprah akan lebih bangga, akan lebih senang, seandainya masyarakat langsung mengikuti aktivitas atau ikut membuat kelompok dengan catatan untuk mengatur bersama dan ikon desa wisata ini tetap kita jaga kelestariannya. Jadi yang namanya pariwisata itu untuk hari ini dan untuk yang akan datang, tidak dihabiskan pada hari ini saja.

Dulu di awal merintis hanya 4 orang, mungkin sekarang sudah di atas seribuan orang. Kalau dinilai dengan rupiah, saya tidak akan mampu untuk menerima rupiahnya, tetapi saya sudah merasa senang ternyata apa yang saya kerjakan banyak manfaatnya.

P : Jadi, bapak mengetahui adanya pengundangan Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan?

S : Tahu persis. Jadi Perda Nomor 5 Tahun 2013 mengisyaratkan bahwa satu destinasi, satu pokdarwis. Nah, kebetulan Dewa Beja inilah yang mempunyai pokdarwis. Secara tidak langsung Dewa Beja lah yang diserahi untuk mengelola Pindul. Tetapi kami tidak secara kekeh dengan aturan tersebut, karena di Perda Nomor 5 Tahun 2013 tersebut mengisyaratkan bahwa kelompok-kelompok yang lain dapat melakukan kerjasama. Kata “dapat” itu kita artikan bahwa kelompok yang lain juga dapat ikut kerjasama yang penting Pindul tetap terjaga, ada aturan yang jelas sehingga Perda jalan dan pemberdayaan masyarakat juga berjalan. Inilah perlindungan yang paling memuaskan selama Pindul ini berkiprah, karena sudah ada Perda dan Pergub yang mengaturnya, dan sudah ada penetapannya. Bagi orang-orang yang ingin mengomplain Pindul, ya silakan. Pada waktu itu Pindul sudah diambil alih oleh pemerintah lalu diserahkan Dinas Pariwisata kepada Gunung Kidul. Kami diserahi tugas oleh Dinas Pariwisata, dan ada SK Penetapan untuk pengelolaan Pindul.

P : Di Perda tersebut ada TDUP (Tanda Daftar Usaha Pariwisata), Goa Pindul ini sudah memproses tanda tersebut ataukah belum?

S : Ya, karena perda mengisyaratkan ketentuan seperti itu, maka kami langsung bergerak. Dahulunya ada 3 atau 4 sekretariat yang sejak dahulu berkomitmen untuk mengelola Goa Pindul, kami jadikan satu atap yang namanya Dewa Beja. Satu atap tersebut mengisyaratkan pokdarwis Dewa Beja yang sudah ada nama, struktur organisasi, dan program kerjanya. Setelah kami membuat satu kelompok pokdarwis Dewa Berja, kemudian kami mengusahakan akta pendirian kelompok termasuk NPWP dan selanjutnya kami mencari TDUP ke Pemda.

P : Saya kira Perda yang baru ini masih perlu sosialisasi, bagaimana reaksi atau tanggapan bapak dengan dikeluarkannya Perda tersebut?

S : Karena kami hidup di Gunung Kidul maka kami harus

(21)

157

mendukung Perda tersebut. Dengan adanya Perda akan mengamankan kami, dan objek wisata yang ada di Gunung Kidul ini akan semakin tertata. Dalam hal ini kelemahan kami adalah mengenai perijinan, misalnya ijin pemanfaatan sungai, ijin sosiologuai. Sambil Perdanya jalan, kami mencari atau memenuhi apa yang dibutuhkan di dalam Perda tersebut untuk mengantisipasi adanya gugatan dari berbagai pihak.

P : Menurut bapak, apakah Perda Nomor 5 Tahun 2013 merupakan solusi untuk menyelesaikan konflik Goa Pindul ini?

S : Salah satunya, iya. Tetapi semua kembali dan tergantung pada masyarakat itu sendiri. Tujuan dikeluarkannya Perda tersebut sangat mulia, tetapi masyarakat apakah siap atau belum dalam menerima Perda kembali kepada masyarakat itu sendiri. Kalau Dewa Beja saya yakin siap menjalankan Perda tersebut, karena ini kebijakan dari pemerintah daerah. Kalau kita akan melakukan komplain, ya sebelum Perda tersebut ada. Di dusun biasanya tidak banyak orang pintar, keluarnya Perda yang menguntungkan masyarakat maka masyarakat akan menerima Perda tersebut. Jika keluarnya Perda tersebut demi kelancaran Goa Pindul dan memperluas Desa Beji Harjo ya kami siap menerima.

P : Apakah bapak cukup terbantu dalam menyelesaikan konflik dengan adanya Perda tersebut?

S : Ini baru proses. Jadi, kami terbantu atau tidak kami belum tahu, tetapi yang jelas ketika besuk retribusi sudah masuk, Perdanya dijalankan, dan siapa yang melanggar Perda dapat dikenakan sanksi, itu kami baru merasa terbantu. Jika Perda ini cuma dibiarkan dengan Perda Perda yang lain mungkin ya, dan tidak ada efek jeranya bagi masyarakat ya percuma buat aturan tetapi dilanggar sendiri. Kita tunggu 2 sampai 3 bulan, jika retribusi sudah masuk, untuk membantu daerah di Gunung Kidul yang lain yang membutuhkan bantuan dari kami, kami siap dengan retribusi tersebut yang mungkin cara dan teknisnya bisa kita rembug bersama, karena tidak gampang menentukan teknisnya, walaupun aturannya sudah jelas di Perda Retribusi Daerah, bahwa di Goa Pindul dikenakan retribusi Rp 10.000,00 yang sampai saat ini teknisnya belum jelas. Perda tersebut dalam mengundangkan atau sosialisasi kepada masyarakat umumnya belum semuanya terjangkau.

P : Apakah Desa Dewa Beja ini akan patuh atau melaksanakan Perda tersebut?

S : Sampai sekarang kita selalu melakukan koordinasi dengan Dinas, bahwa Perda tersebut kita jalankan walaupun sesulit apapun, dengan resiko apapun, tetap kami laksanakan.

P : Setelah dikeluarkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013 yand didukung dengan Peraturan Bupati tentang Retribusi Pariwisata, apa dampak yang bapak rasakan?

(22)

158

S : Untuk retribusi belum ada dampaknya, sedangkan untuk Perda, belum semua mengetahuinya. Saya sendiri yakin bahwa melalui Perda tersebut semua masalah akan selesai dengan cacatan adanya konsekuensi dari Pemda. Jika sudah mengeluarkan peraturan harus ditepai, jangan sampai aturan jalan tetapi pelanggaran juga berjalan. Adanya Goa Pindul ini menyebabkan kesenjangan sosial, kami juga sudah berusaha semaksimal mungkin mengikis sedikit demi sedikit adanya kesenjangan sosial.

P : Menurut bapak, Perda tersebut sudah bisa mengatasi atau mengatasi konflik di Goa Pindul belum?

S : Paling tidak ada harapan, kalau kemarin-kemarin tidak ada.

Sekarang kami menaruh harapan pada Perda tersebut. Untuk retribusi saya siap, hanya mungkin nanti pelaksanaannya bertahap.

Kalau itu untuk pemberdayaan yang lain kami tidak masalah, tetapi kalau untuk korupsi kami harus menekannya.

P : Menurut bapak, berdasarkan Perda tersebut yang berhak mengelola Goa Pindul ini siapa saja?

S : Perda tersebut mengisyaratkan bahwa satu destinasi, satu pokdarwis. Goa Pindul itu sudah ditetapkan dengan pokdarwis Dewa Beja. Oleh karena itu, semua harus mengakui kalau Dewa Beja yang berhak untuk mengelola Goa Pindul. Dewa Beja ini satu grup yang terdapat tiga kelompok, yaitu Pancawisata, Wirawisata dan Tunaswisata. Satu grup dan semuanya bergabung menjadi satu, termasuk perijinannya.

P : Setelah Pancawisata, Wirawisata dan Tunaswisata bergabung menjadi satu grup, apakah memunculkan persaingan tersendiri?

S : Memang dari awal untuk menyatukan empat kelompok ini sangat sulit, yang namanya menyatukan empat unit pengelola Pindul jadi satu itu sulit. Secara lahir bisa, tapi secara batin sangat sulit untuk bersatu karena setiap kelompok mempunyai komitmen dan promosi masing-masing. Kalau ada perselisihan harga, akan diselesaikan dengan kebijaksanaan pengurus Dewa Beja yang besar ini, sehingga kita mengadopsi bersama untuk melayani. Dari keempat unit pengelola ini sudah membuat AD-ART untuk bersatu menjadi satu grup Dewa Beja.

P : Berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2013, apa saja hak-hak yang dimuat dalam Perda tersebut?

S : Kalau hak-haknya yang jelas cuma sedikit, karena kami komitmennya adalah pemberdayaan masyarakat, hak yang paling utama adalah pelayanan terhadap objek wisata ini kami yang mengatur, walaupun pengelolaannya diambil alih oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, tetapi di lapangan kita diberi wewenang full tidak ada perubahan.

P : Bagaimana sejarah dan peran KKN UGM dalam pembentukan atau pendirian Goa Pindul ini Pak?

S : Tahun 2011, kami hanya “modal dengkul” untuk menciptakan

(23)

159

suasana nyaman bagi wisatawan. Kami berempat (Subayo, Tukijo, Suratmin dan Pramuji) tidak akan mampu untuk melayani wisatawan yang begitu melonjak ramai semenjak objek wisata ini dibuka, yaitu tahun 2010. Aturan-aturan seperti SOP dan K3 kami tidak akan mampu, karena kami konsennya adalah pelayanan tamu. Pada waktu itu datanglah mahasiswa UGM yang membantu pelaksanaan pembuatan SOP, K3, proses penerimaan tamu, dan cara pemanduan yang kesemuanya dihandle oleh KKN UGM.

Sejarah Goa Pindul itu munculnya legenda. Nanti akan dijelaskan secara lebih dalam oleh Bapak Tukijo.

P : Apa saran Bapak untuk Goa Pindul ke depannya?

S : Goa Pindul sekarang sudah bukan milik masyarakat Gelaran lagi, tetapi sudah menjadi milik Gunung Kidul, DIY, milik Indonedia.

Jadi, apapun kebijakan yang mengenai Goa Pindul dengan tidak menghilangkan pemberdayaan akan kami setujui, daripada Goa Pindul ini diambil alih oleh pengusaha. Kami berharap pemerintah turun tangan dan pemberdayaan tetap diayomi.

P : Adakah peran dari keluarga Ibu Damayanti di Dewa Bejo ini?

S : Irsak (adik laki-laki Ibu Damayanti) menjadi pemandu dan istrinya Mas Irsak menjadi administrator Dewa Bejo. Tanah itu adalah milik Pak Siput yang dibeli dengan mengatasnamakan Damayanti.

d. Kelompok Sadar Wisata Panca Wisata Nama : Warman (W)

Jabatan : Ketua Pancawisata

P : Bagaimana sejarah berdirinya Pancawisata ini?

W : Awalnya terdapat 2 sekretariat yang tidak dapat menampung animo masyarakat yang sangat tinggi. Akhirnya masyarakat yang terdiri dari tokoh agama maupun tokoh masyarakat pada 28 Oktober 2012 sepakat mendirikan Pancawisata ini. Karena saya diangkat berdasarkan aspirasi masyarakat, setiap bulan saya menggaji masyarakat miskin, yatim piatu, jompo, dan masyarakat 2 RT yang jumlah 158 kepala, sedangkan tenaga saya ada 118 orang. Pemilik tanah di atas Goa Pindul adalah Cina yang bernama Mampang. Tahun 1999 tanah dibeli dari warga untuk budidaya burung walet. Selanjutnya tanah tersebut disertifikatkan hak milik oleh Atik Damayanti. Kami melakukan negosiasi berkali-berkali dengan Ibu Atik Damayanti, tetapi Ibu Atik menolaknya dan masih bersikekeh untuk mencari nafkah dengan menarik karcis secara mandiri sebesar Rp 20.000 per kepala.

P : Apa yang menjadi latar belakang munculnya titik konflik di Goa Pindul?

(24)

160

W : Titik konfliknya pada pemilikan tanah di atas Goa Pindul.

Konfliknya itu sudah berlangsung lama. Jika berhadapan dengan hukum Ibu Atik Damayanti tidak bersedia, jadi saat ini yang ada adalah main media. Sedangkan saya mempunyai LBH Bapak Agil Riyanto yang berasal dari kraton.

P :

W : Saat ini ada 4 sekretariat, yaitu Dewabejo, Wirawisata, Pancawisata dan Tunaswisata. Manajemen pengelolaan dilakukan oleh masing-masing sekretariat, tetapi kegiatan dan kesepakatannya disatukan, baik aturan maupun kegiatan pemanduan yang berlangsung. Ijin pemanfaatan air dan gua sudah dikeluarkan oleh provinsi, hanya saja oleh pemkab belum diserahkan kepada kami.

P : Apakah Bapak mengetahui bahwa telah diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan?

W : Saya kurang tahu.

P : Apakah pengelola Pancawisata telah melaksanakan kewajiban berkaitan dengan retribusi objek wisata sesuai amanat Perda Nomor 17 Tahun 2013 tentang Retribusi Pariwisata?

W : Sudah. Keempat sekretariat yang ada ini tidak ada yang menolak terkait dengan ketentuan adanya retribusi. Hanya saja, teknis pelaksanaannya bagaimana sampai saat ini belum bisa dijabarkan.

P : Apakah Bapak mendukung dengan diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013?

W : Empat sekretariat mendukung, karena segala jenis aturan telah kami serahkan kepada pemda.

P : Menurut Bapak, apakah pengundangan Perda Nomor 5 Tahun 2013 tersebut merupakan salah satu bentuk penyelesaian konflik di Goa Pindul?

W : Ya dan tidak. Tergantung dari implementasinya. Perda tersebut akan menguntungkan ketika ketentuan yang ada untuk membatasi Goa Pindul agar tetap terjaga kelestariannya.

P : Apakah Bapak merasa terbantu dengan diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013?

W : Sangat terbantu, agar perang tidak terjadi antar masyarakat. jka ada komplain langsung berurusan dengan pemda.

P : Apakah dampak yang Bapak rasakan setelah diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013?

W : Dampak yang saya rasakan hanya satu, pelaksanaan pengelolaan lebih tertata.

P : Menurut Bapak, siapakah pihak yang memang berhak untuk mengelola objek wisata Goa Pindul?

W : Sekretariat, desa, dan pemerintah. Pemerintah yang mengelola dan masyarakat yang melaksanakan.

P : Apa saran Bapak untuk pengelolaan Pancawisata ini selanjutnya?

W : Pengelolaan wisata melalui pemberdayaan harus ditingkatkan

(25)

161

Nama : Wahyono (W)

Jabatan : Ketua Pemandu Pancawisata

P : Bagaimana awal mula berdirinya Pancawisata?

W : Pancawisata itu kami dirikan pada tahun 2012 akhir. Kami namakan Pancawisata karena berdasarkan filosofi bahwa yang namanya panca itu meliputi Pancasila sebagai dasar negara kita, objek wisata ini berdiri di RT 5, di Gunung Kidul ini terkenal dengan adanya 7 sendang dan di Goa Pindul sendiri merupakan sendang yang ke lima. Berdasarkan itulah mucul ide untuk memberi nama Pancawisata.

P : Apa latar belakang didirikannya Pancawisata?

W : Dahulu kami tetap ngotot untuk mendirikan Pancawisata awalnya hanya karena sakit hati. Sakit hati karena dahulu kami hanya sekumpulan pemuda yang tidak terlalu berpengaruh terhadap di kampung ini, bahkan di luar kalau kami merantau , kami nyaris tidak dihargai. Berawal dari sakit hati itu kami muncul wacana untuk mengembangkan kampung kami dengan karya pemuda.

Pancawisata ini berdiri setelah Dewabejo dan Wirawisata, perintis pertamanya adalah Dewabejo. Awal mulanya objek wisata ini bukan merupakan desa wisata, tetapi agro wisata. Tetapi karena agro wisata tidak jalan, maka ada inisiatif untuk mendirikan desa wisata. Pancawisata berdiri juga karena adanya keinginan untuk menggerakkan pemuda

e. Kelompok Sadar Wisata Wira Wisata Nama : Budi Hardiyanto (B) Jabatan : Ketua 2 Wirawisata

P : Apa titik permasalahan yang terjadi pada pengelolaan objek wisata Goa Pindul?

B : Sejak awal pembentukan objek wisata di Wirawisata ini, saya merasa belum pernah mempunyai masalah. Itu hanya pihak luar saja yang mempermasalahkan. Sejak awal buka sampai sekarang tetap eksis. Di Wirawisata ini tidak menemui kendala, karena Wirawisata ini jelas, yaitu oleh karang taruna berbasis masyarakat yang saya kondisikan untuk melakukan aktivitas di Goa Pindul dan setiap bulannya mendapatkan kompensasi.

P : Terkait dengan konflik Ibu Atik Damayanti, apa yang Bapak ketahui tentang konflik tersebut?

B : Saya akui bahwa memang Ibu Atik Damayanti mempunyai satu atau dua petak tanah di atas Goa Pindul, tetapi dalam arti bukan sampai ke bawah, sampai Goa Pindulnya. Sejak di sini dihuni orang, Goa Pindul sudah ada, atau istilahnya adalah peninggalah

(26)

162

nenek moyang kita, dan yang jelas Goa Pindul itu tidak ada sertifikatnya. Pemilik tanah di atas Goa Pindul bukan hanya Ibu Atik saja, tetapi warga sekitar sini juga ada beberapa yang mempunyai tanah di atas Goa Pindul. Tanah milik Ibu Atik adalah yang sekarang didirikan rumah dan sarang burung walet, yang memang konsep awalnya bukan untuk dijadikan objek wisata.

P : Pihak Wirawisata sendiri, apakah sudah mengetahui adanya pengundangan Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan?

B : Untuk masalah perda, dari pihak pengelola sudah menggodok perda bersama pemerintah kabupaten maupun Dinas Pariwisata, yang sempat hampir deal. Menurut informasi dari Dinas Pariwisata, untuk retribusi sudah jadi dan tinggal mengedarkan ke masing-masing sekretariat. Saya sendiri tidak keberatan kalau ada retribusi, karena saya akui dengan adanya retribusi akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Goa Pindul itu milik negara yang kami kelola dan akan kami kembalikan kepada negara demi kesejahteraan masyarakat. Saya tidak memungkiri apabila ada program dari pemerintah kabupaten untuk diretribusikan, saya jelas siap, dengan catatan pengelolaan objek wisata tetap oleh masyarakat.

P : Apakah Bapak mendukung dengan diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013?

B : Khususnya untuk pengelolaan di Wirawisata dan umumnya di seluruh sekretariat objek wisata Goa Pindul agar lebih nyaman dan mendapat perlindungan dari negara, saya sangat setuju. Saya berharap dengan adanya retribusi sudah tidak lagi muncul konflik- konflik yang lain, tetapi sampai saat ini belum ada informasi lagi mengenai pelaksanaan retribusi.

P : Menurut Bapak, apakah perda tersebut merupakan bentuk penyelesaian konflik pengelolaan objek wisata Goa Pindul?

B : Ya, itu harapan saya. Jadi, karena perda sudah menjadi aturan pemerintah daerah, saya yakin kalau semua komitmen dan konsisten, objek wisata Goa Pindul tidak akan terjadi benturan- benturan hal yang tidak diinginkan.

P : Berarti menurut Bapak keluarnya perda tersebut juga merupakan solusi penyelesaian konflik Goa Pindul?

B : Ya, betul sekali.

P : Setelah diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013, apakah Bapak merasa terbantu dalam menyelesaikan konfilk objek wisata Goa Pindul?

B : Sampai sekarang ternyata untuk retribusi belum bisa terealisasikan. Jadi menurut saya belum ada dampak yang saya rasakan, tetap masih seperti waktu awal objek wisata ini kami dirikan. Walaupun keadaan sudah mulai tenang, tetapi saya sendiri belum dapat merasakan adanya kenyamanan. Tetapi

(27)

163

prinsip saya adalah bahwa Wirawisata ini untuk pemberdayaan masyarakat, jadi mengenai solusi dan sebagainya juga saya serahkan kepada masyarakat.

P : Apakah pihak Wirawisata akan melaksanakan ketentuan dalam perda tersebut?

B : Dalam perda tersebut tertera dengan jelas bahwa pengelolaan objek wisata Goa Pindul mengenai perijinan, memang anjuran dari pemerintah seperti itu. Jika ketentuan dalam perda tersebut akan menjamin pengelolaan objek wisata Goa Pindul ini, maka kami siap melaksanakan.

P : Setelah keluarnya perda tersebut, dampak apa yang Bapak rasakan?

B : Saat ini masih biasa, walaupun sudah dikeluarnya perda tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan tetapi belum ada perubahan dalam hal kenyamanan, khususnya kenyamanan bagi kami sebagai pengelola.

P : Menurut Bapak, setelah diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013, siapakah yang berhak mengelola objek wisata Goa Pindul?

B : Keempat sekretariat yang ada ini, Dewabejo, Tunaswisata, Pancawisata dan Wirawisata, karena jika semakin banyak pengelolaan melalui penambahan sekretariat, Goa Pindul tidak akan mampu karena di Goa Pindul ada batas maksimal jumlah pengunjung. Sejak awal berdirinya, ya ini memang ide dan kreativitas dari masyarakat sendiri.

P : Bagaimana pendapat Bapat mengenai SK Bupati Gunung Kidul yang menunjuk Dinas Pariwisata sebagai pengelola dengan konsep pemberdayaan masyarakat?

B : Saya sangat setuju, karena sejak awal konsep berdirinya Goa Pindul memang untuk pemberdayaan masyarakat

P : Berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2013, apakah Bapak sudah mengetahui hak-hak pihak Wirawisata atas Goa Pindul?

B : Pengelolaan tetap oleh masyarakat untuk mempertahankan konsep pemberdayaan masyarakat.

P : Apakah Wirawisata sudah melaksanakan kontribusi pendapatan bagi daerah?

B : Untuk sementara ini belum, masih dikelola oleh masyarakat dan masing-masing kelompok pengelola karena retribusi belum dilaksanakan, tetapi kami setiap bulannya selalu melaksakan kegiatan sosial untuk menunjang kesejahteraan hidup masyarakat.

(28)

164

f. Pemilik tanah di atas Goa Pindul Nama : Atik Damayanti (A)

Jabatan : Pemilik tanah di atas Goa Pindul

P : Bagaimana awal mula munculnya konflik Goa Pindul ini?

A : Tahun 1999 saya membeli Goa Pindul yang rencananya akan digunakan untuk membuat sarang burung walet. Sebetulnya itu tanah cadas yang tidak dapat difungsikan, tetapi kami mempunyai rencana ke depan untuk membangun wisata yang sebelumnya telah disurvey oleh suami saya dengan menggunakan perahu gethek. Sebelum membeli kami juga bertanya kepada notaris dan disarankan membeli tanah yang bersertifikat, sehingga dapat dikelola semuanya. Selanjutnya kami bangun sarang burung walet di atas tanah tersebut dan kami pasang portas di bagian atas maupun bawah. Tetapi masyarakat merusak semua dan masuk tanpa ijin saya. Pengelolaan sempat break sebentar karena suami saya meniggal. Tidak lama kemudian masuk berita di koran bahwa tanah tersebut dikelola orang lain. Kami meminta saudara untuk melakukan lobby kepada masyarakat terkait penggunakan tanah milik saya, tetapi sepengetahuan masyarakat sungai tersebut adalah milik pemerintah. Saya bisa memaklumi karena masyarakat tersebut waktu itu belum mengetahui hukum. Saya melakukan pendekatan dan ingin mengajak kerjasama mereka, saya hanya ingin menjual tiket atau mencari nafkah di lahan milik saya dengan secara langsung mengambil dari wisatawan. Tetapi mereka tetap tidak mau dengan alasan semua permasalahan akan diserahkan kepada pemkab. Selanjutnya saya mulai lapor ke pemkab karena ijin HO saya sejak 3 tahun yang lalu tidak dikeluarkan.

P : Apa yang menjadi titik permasalahan konflik Goa Pindul?

A : Pintu masuk sampai keluar itu sebagian besar milik saya, walaupun mungkin di samping-sampingnya ada milik beberapa orang. Saya ingin melakukan perundingan baik dengan masyarakat yang mengelola, tetapi mereka tidak mau tahu dan menyerahkan permasalahan ke pemkab. Kalau di sertifikat yang saya pegang, tidak ada gambar sungai. Jadi, cekungan yang dibawah tanah saya itu memang bukan sungai.

P : Apakah ibu sudah mengetahui bahwa telah diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan?

A : Ya, saya tahu.

P : Menurut ibu, apakah pengundangan perda tersebut merupakan solusi dari pemkab untuk menyelesaikan konflik yang muncul atau untuk mendamaikan dengan beberapa pihak jasa pariwisata?

A : Sebenarnya jasa pariwisata yang bagaimana? Menurut jasa pemerintah itu dapat dengan mudah mengeluarkan HO untuk

(29)

165

orang-orang yang mengelola objek wisata, tetapi saya yang melakukan permohonan secara resmi tidak pernah dikabulkan . P : Berarti dengan diundangkannya perda tersebut ibu mendukung

atau tidak?

A : Tentu, tetapi perdanya juga harus jelas, jangan hanya menguntungkan salah satu pihak, dan di sini saya sebagai pemilik tanah malah dirugikan.

P : Sampai saat ini, dari pihak Dewabejo, Pancawisata dan Wirawisata apakah memberikan pemasukan kepada ibu?

A : Minta ijin saja tidak, apalagi memberikan pemasukan. Sebenarnya yang saya tuntut bukan masyarakat yang mengelola memberikan pemasukan kepada saya, tetapi saya menuntut pemkab agar mengeluarkan HO.

P : Apa dampak yang ibu rasakan dengan diundangkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013 tersebut?

A : Kalau saya sampai sekarang tidak merasakan dampak, sama saja.

P : Menurut ibu, setelah keluarnya perda tersebut siapa yang berhak mengelola objek wisata Goa Pindul?

A : Kalau pandangan saya, yang berhak mengelola ya pemilik tanah, yang memiliki sertifikat.

P : Dalam hal pengelolaan objek wisata Goa Pindul, hak-hak apa saja yang seharusnya ibu peroleh?

A : Sebenarnya yang berhak mengelola itu saya, pemerintah seharusnya dapat mengeluarkan HO.

P : Apa saran ibu bagi pemerintah?

A : Pemerintah jangan sembarangan memberikan ijin HO. Kalau dari pemerintah ada itikad baik, pasti akan merangkul saya.

P : Berarti menurut ibu perda tersebut belum dapat menyelesaikan konflik yang muncul di Pindul ini?

A : Belum, kalau memang pemerintah itu bersikap adil, pasti akan mengeluarkan HO saya.

(30)

166

F. FOTO HASIL PENELITIAN

Gambar 1. Wawancara dengan Pak Subagyo, Ketua Dewa Bejo

Gambar 2. Wawancara dengan Pak Heri, Kabid Pengembangan Pariwisata

Disbudpar Kab. Gunungkidul

Gambar 3. Wawancara dengan Pak Yanto, Kepala Desa Bejiharjo

Gambar 4. Wawancara dengan Ibu Atiek Damayanti, pemilik tanah di atas Goa Pindul

(31)

167

Gambar 5. Wawancara dengan Pak Warman, Ketua Panca Wisata

Gambar 6. Basecamp Pokdarwis Wira Wisata

(32)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : a.bahwa dalam rangka mendukung pengembangan kepariwisataan dipandang perlu pengaturan tentang penyelenggaraan kepariwisataan; b.bahwa pengaturan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada huruf a dimaksudkan untukmengangkat dan melindungi nilai-nilai budaya, agama, adat istiadat, optimalisasi potensi ekonomi dan karakteristik Daerah; c.bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 3 Tahun 2003 tentang Usaha Pariwisata dan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 4 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Usaha Pariwisata sudah tidak sesuai lagi 1

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,sehingga perlu mengatur kembali peraturan daerah dimaksud; d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan; Mengingat 2

: 1.Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 44); 3.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran

(33)

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 5.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 5339); 6.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakunya Undang-Undang Tahun 1950 Nomor: 12, 13, 14, dan 15 dan hal Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 59); 7.Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761); 8.Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 44); 3 4 9.Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025 (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5262); 10. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.85/HK.501/ MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Perjalanan Pariwisata; 11. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.86/HK.501/ MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyediaan Akomodasi; 12. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.87/HK.501/ MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Makanan dan Minuman; 13. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.88/HK.501/ MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Kawasan Pariwisata; 14. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.89/HK.501/ MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Transportasi Pariwisata; 15. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.90/HK.501/

(34)

MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Daya Tarik Wisata; 16. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.91/HK.501/ MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi; 17. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.92/HK.501/ MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Pramuwisata; 18. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.93/HK.501/ MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi dan Pameran; 19. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.94/HK.501/ MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Konsultan Pariwisata; 20. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.95/HK.501/ MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Informasi Pariwisata; 21. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.96/HK.501/ MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Wisata Tirta; 22. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.97/HK.501/ 5 6 MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Wisata Spa; 23. Peraturan Daerah ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 – 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 Nomor 1, Tambahan Lembaran DaerahProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 Nomor 1); 24. Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2008 Nomor 01 seri E)sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 8 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 Nomor 7 seri E); 25. Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010- 2030 (Lembaran Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011 Nomor 3 Seri E);

(35)

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL dan BUPATI GUNUNGKIDUL, MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1.Daerah adalah Kabupaten Gunungkidul. 2.Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3.Bupati adalah Bupati Gunungkidul. 4.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5.SatuanKerjaPerangkat Daerahyangselanjutnya disingkat SKPD adalah unsur pembantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan memiliki tugas pemerintahan di bidang tertentu di Daerah. 6.SKPD Pelaksana adalah SKPD yang memiliki tugas dan fungsi di bidang kepariwisataan. 7.Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas dan tanggung jawab oleh Bupati. 7 8.Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. 9.Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan yang melakukan usaha di bidang pariwisata meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara, Daerah atau Desa. 10. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. 11. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. 12. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 13. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pengusaha. 14. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. 15. Daerah Tujuan Wisata yang selanjutnya disbut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya 8

(36)

terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. 16. Pengusaha Pariwisata adalah orang, sekelompokorang atau badan yang melakukan kegiatan usaha pariwisata. 17. Pendaftaran Usaha Pariwisata adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan upaya untuk membuka usaha serta menjalankan usaha yang diberikan setelah memenuhi syarat-syarat pendaftaran yang ditetapkan. 18. Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara potensi daya tarik wisata alam, wisata buatan dan wisata budaya dalam satu kawasan tertentu dengan didukung atraksi, akomodasi dan fasilitas lainnya yang telah dilembagakan dan dikelola oleh pemerintah desa bersama masyarakat. 19. Desa Budaya adalah kawasan desa yang memiliki dan melestarikan unsur budaya baik tangible (nampak) maupun intangible (tidak nampak). 20. Pariwisata Alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik serta usaha yang terkait dengan wisata alam. 21. Wisata Alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara suka rela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam. 22. Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDes adalah Lembaga Usaha yang berbadan hukum yang didirikan dan dimiliki oleh desa serta bersifat mencari keuntungan. 23. Tanda Daftar Perusahaan yang selanjutnya disingkat TDP adalah surat tanda pengesahan yang diberikan oleh kantor pendaftaran perusahaan kepada perusahaan yang telah melakukan pendaftaran perusahaan. 9 24. Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang selanjutnya disingkat TDUP adalah dokumen resmi yang membuktikan bahwa usaha pariwisata yang dilakukan oleh pengusaha telah tercantum dalam Daftar Usaha Pariwisata. Pasal 2 (1)Maksud pengaturan penyelenggaraan kepariwisataan adalah untuk menjamin kepastian kewajiban, hak, dan tata cara pengelolaan pariwisata. (2)Tujuan penyelenggaraan kepariwisataan untuk : a.meningkatkan pertumbuhan ekonomi; b.meningkatkan kesejahteraan rakyat; c.mengurangi kemiskinan; d.mengatasi pengangguran; e.melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; f.memajukan kebudayaan; g.mengangkat citra bangsa; h.memupuk rasa cinta tanah air; i.memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; j.mempererat persahabatan dan toleransi antar budaya, bangsa, dan agama; dan k.memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata daerah. Pasal 3 Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas: a.manfaat; b.kekeluargaan; c.pemerataan; d.keseimbangan; e.kemandirian; f.kelestarian; 10

(37)

g.partisipatif; h.berkelanjutan; i.demokratis; j.kesetaraan; k.kesatuan; dan l.profesionalisme. BAB II PRINSIP PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN Pasal 4 Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip: a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsephidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan; b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal; c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan secara proporsional; d. memelihara kelestarian alam dan perlindungan lingkungan; e. meningkatkan pemberdayaan masyarakat; f.menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antar pemangku kepentingan; g. mematuhi kodeetik kepariwisataan lokal, nasional dan internasional; dan h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 11 BAB III PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN Bagian Kesatu Jenis Pembangunan Kepariwisataan Pasal 5 (1) Pembangunan kepariwisataan Daerah meliputi: a.industri pariwisata; b.destinasi pariwisata; c.pemasaran pariwisata; dan d.kelembagaan kepariwisataan. (2) Pembangunan kepariwisataan Daerah dilaksanakan berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Daerah. Bagian Kedua Industri Pariwisata Pasal 6 Pembangunan industri pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a antara lain meliputi: a.pembangunan struktur (fungsi, hierarki,dan hubungan) industri pariwisata; b.daya saing produk pariwisata; c.kemitraan usaha pariwisata; d.kredibilitas bisnis; dan e.tanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya. 12

(38)

Bagian Ketiga Destinasi Pariwisata Pasal 7 (1) Pembangunan destinasi pariwisata sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (1)huruf b antara lain meliputi: a.pemberdayaan masyarakat; b.pembangunan daya tarik wisata; c.pembangunan prasarana; d.penyediaan fasilitas umum; dan e.pembangunan fasilitas pariwisata secara terpadu dan berkesinambungan. (2) Pembangunan destinasi pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menitikberatkan pada upaya pemberdayaan masyarakat. Bagian Keempat Pemasaran Pariwisata Pasal 8 Pembangunan pemasaran pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c antara lain meliputi pemasaran pariwisata bersama, terpadu, dan berkesinambungan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta pemasaran yang bertanggung jawab dalam membangun citra Daerah sebagai destinasi pariwisata yang berdaya saing. Bagian Kelima Kelembagaan Kepariwisataan Pasal 9 Pembangunan kelembagaan kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d antara lain meliputi: a.pengembangan organisasi Pemerintah Daerah, swasta, dan masyarakat; 13 b.pengembangan sumber daya manusia; c.regulasi; dan d.mekanisme operasional di bidang kepariwisataan. BAB IV PENGEMBANGAN DAYA TARIK WISATA Pasal 10 (1) Pengembangan daya tarik wisata meliputi: a.kegiatan perencanaan; b.pengorganisasian; c.pelaksanaan; d.pengawasan; dan e.segala sesuatu yangterkait dengan tujuan kunjungan wisatawan. (2) Pengembangan daya tarik wisata berdasarkan jenis meliputi: a.pengembangan daya tarik wisata berbasis alam; b.pengembangan daya tarik wisata berbasis budaya; dan c.pengembangan daya tarik wisata buatan. Pasal 11 Pengembangan daya tarik wisataberbasis alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a antara lain wisata pantai, wisatalaut, wisata gunung, wisata sungai, wisata hutan, dan wisata goa. Pasal 12 Pengembangan daya tarik wisata berbasis budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b antara lain cagar budaya, museum, seni, adat istiadat, bahasa, dan sejarah. 14

(39)

Pasal 13 Pengembangan daya tarik wisata buatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c antara lain kolam renang, wahana permainan, wisata kuliner, waduk, embung, kebun buah, kebun binatang, pusat perbelanjaan dan wisata pendidikan. Pasal 14 (1)Pengembangan daya tarik wisata dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, dan masyarakat. (2)Pengembangan daya tarik wisata oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD Pelaksana. (3)Pengembangan daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu kepada Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah. (4)Pengembangan daya tarik wisata oleh PemerintahDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa. (5)Pengembangan daya tarik wisataoleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Perseorangan maupun Badan Usaha. (6)Pengembangan daya tarik wisata oleh Pemerintah Desa dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan (5) harus memperoleh izin dari Pemerintah Daerah. Pasal 15 (1)Dalam rangka pengembangan daya tarik wisata oleh Pemerintah Desa dapat dibentuk Desa Wisata dan/atau Desa Budaya. (2)Kriteria Desa ditetapkan sebagai Desa Wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila pada kawasan desa 15 tersebut terbetuk integrasi antara potensi daya tarik wisata alam, wisatabuatan dan wisata budaya dengan didukung atraksi, akomodasi dan fasilitas lainnya yang telah dilembagakandan dikelola oleh Pemerintah Desa bersama masyarakat. (3)Kriteria Desa ditetapkan sebagai Desa Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila pada kawasan desa memiliki dan melestarikan unsur budaya baik tangible (nampak) maupun intangible (tidak nampak). (4)Desa Wisata dan Desa Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (5)Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria serta prosedur pengajuan penetapan Desa Wisata dan Desa Budaya diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 16 (1) Pengembangan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh 1 (satu) pengelola atau lebih sesuai kondisi daya tarik wisata yang ada. (2) Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. BAB V USAHA PARIWISATA Bagian Kesatu Umum Pasal 17 (1) Usaha Pariwisata merupakan usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata; 16

(40)

(2) Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi : a. daya tarik wisata; b. kawasan pariwisata; c.jasa transportasi wisata; d. jasa perjalanan wisata; e.jasa makanan dan minuman; f.penyediaan akomodasi; g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran; i.jasa informasi pariwisata; j.jasa konsultan pariwisata; k. jasa pramuwisata; l.wisata tirta; dan m. solus per aqua (SPA). Pasal 18 (1) Usaha Pariwisata dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, dan Pengusaha Pariwisata. (2) Usaha Pariwisata yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dilakukan BUMDes. (3) Usaha pariwisatayang dikuasai Pemerintah Daerah penyelenggaraannya dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 19 (1)Untuk dapat menjalankan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) pengusaha pariwisata dan BUMDes wajib mendaftarkan usahanya kepada Pemerintah Daerah. 17 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedua Usaha Daya Tarik Wisata Pasal 20 Usaha Daya Tarik Wisata merupakan usaha yang kegiatannya mengelola daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya dan daya tarik wisata buatan/binaan manusia. Paragraf 1 Usaha Daya Tarik Wisata Alam Pasal 21 (1) Usaha daya tarik wisata alam merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungannya; (2) Kegiatan usaha daya tarik wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a.pembangunan sarana dan prasarana bagi wisatawan; b.pengelolaan usaha daya tarik wisata alam; dan c.penyediaan sarana dan fasilitas bagi masyarakat di sekitarnya untuk berperan serta dalam kegiatan usaha daya tarik wisata alam. Paragraf 2 Usaha Daya Tarik Wisata Budaya Pasal 22 (1) Usaha daya tarik wisatabudaya merupakan usaha pengembangan seni budaya sebagai daya tarik wisata. (2) Kegiatan usaha daya tarik wisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.pembangunan sarana dan prasarana bagi wisatawan; 18

Referensi

Dokumen terkait

Zhenjiang Maoyuan Chemical dari Cina dengan kapasitas prosuksi 6000 ton per tahun, oleh karena itu dengan lokasi pabrik yang dekat dengan pengambilan bahan baku

Desain arsitektur pada gambar 3.3 menjelaskan aliran data atau proses yang berhubungan antar aktor dari aplikasi pencatatan penjualan suku cadang dan jasa service yang dibuat

1) Hotel yang tidak menggunakan Supplier dalam pesanan pembelian sayuran melakukan konfirmasi jumlah pembelian pembelanjaan antara Purcashing – Receiving, dan harga

Ya waktu itu aku belum tau ya konsep pacaran tu gimana tapi aku ngrasa nggak klik dan nggak sama kayak yang aku bayangin .Dan yang paling bikin aku dongkol

Pelaksanaan sosialisasi terhadap segmen disabilitas diwilayah kabupaten Banggai laut dilaksanakan disekolah Luar Biasa ( SLB ) Negeri Adean yang.. Kegiatan berjalan

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Faktor-faktor tersebut diduga berpengaruh dalam produksi kopi, Setelah dilakukan pendugaan faktor-faktor produksi kopi Robusta, maka akan dilakukan pengolahan dan analisis

Profit small or minus maximum level decent low level or zero Customer innovator mass market mass market laggard Competition scarce increase many competitors decrease Strategic