• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi fenomenologi tentang pengalaman kekerasan dalam pacaran pada perempuan - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Studi fenomenologi tentang pengalaman kekerasan dalam pacaran pada perempuan - USD Repository"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEKERASAN

DALAM PACARAN PADA PEREMPUAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Harinipta Hanitis Gilangsotya

NIM: 069114068

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

PEREMPUAN

Oleh:

Harinipta Hanitis Gilangsotya

NIM: 069114068

Telah Disetujui Oleh:

Pembimbing

Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si. Yogyakarta, ...

SKRIPSI

STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEKERASAN DALAM PACARAN PADA

(3)

iii

NIM: 069114068

Telah dipertahankan di depan panitia penguji Pada tanggal 1 Maret 2012

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Panitia Penguji Tanda tangan

1. Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si. ...

2. V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. ...

3. C. Siswa Widyatmoko, S.Psi., M.Si. ...

Yogyakarta, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

iv

“if you want to make your dreams come true,

the first thing you have to do is

wake up

(5)

v

(6)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 Agustus 2012

(7)

vii

STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEKERASAN DALAM PACARAN PADA PEREMPUAN

Harinipta Hanitis Gilangsotya

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan sebuah studi fenomenologi mengenai pengalaman kekerasan dalam pacaran pada perempuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengalaman kekerasan dalam pacaran yang dialami perempuan. Informan dalam penelitian ini adalah 5 (lima) perempuan yang pernah mengalami kekerasan dalam pacaran. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur, dimana pokok pertanyaan dalam wawancara ini telah dipersiapkan sebelumnya namun probing yang diberikan akan disesuaikan dengan jawaban-jawaban yang diberikan informan. Tahap analisis data yang digunakan yaitu mengorganisir verbatim, membuat catatan pinggir berisi data yang penting, melakukan horizonaliting, mengembangkan textural dan structural description, dan membuat penjelasan mengenai esensi fenomena yang diteliti. Didapatkan tiga makna sebagai hasil dari penelitian ini. Makna yang pertama menunjukkan bahwa kekerasan dalam pacaran membuat perempuan merasa tidak dihargai sebagai perempuan, namun sebagai barang berharga yang dipamerkan. Makna kedua menunjukkan bahwa perempuan akan merasa direndahkan, dilecehkan dan disakiti sebagai perempuan dengan diajak berhubungan seksual berkali-kali dan dipukul saat menolak berhubungan seksual. Pada makna ketiga menunjukkan perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran akan merasa menyesal, beban dan merasa dibohongi oleh pacar mereka.

(8)

viii

THE PHENOMOLOGY STUDY ABOUT DATING VIOLENCE EXPERIENCES ON WOMAN

Harinipta Hanitis Gilangsotya

ABSTRACT

This phenomology study aims to describe dating violence experiences on woman. Informan the research are 5 (five) womens who had experienced violence in relationship. This research use semi-structured interviews to collect data, that the main questions in this interview are already prepare but will be tailored to give a probing for informant. The analytic data stage uses organize verbatim, arrange all important data, arrange horizonaliting, develope textural and structural description, and also arrange explanation about phenomenon essence. There are three meanings as a result of this study. The first meaning shows that dating violence makes women feel disrespected as a woman, but as valuables on display. The second meaning suggest that women will feel humiliated, harassedand abused were invited to have sex multiple times and beaten whilerefusing to have sex. In the third meaning shows the women who experience dating violence would feel regret, the load and felt cheated by their boyfriends

(9)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Harinipta Hanitis Gilangsotya

Nomor Mahasiswa : 069114068

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Studi Fenomenologi

Tentang Pengalaman Kekerasan Dalam Pacaran Pada Perempuan

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 12 Agustus 2012

Yang menyatakan,

(10)

x

KATA PENGANTAR

Berangkat dari rasa keingintahuan mengenai fenomena kekerasan dalam pacaran, peneliti kemudian mencoba untuk melakukan penelitian mengenai kekerasan dalam pacaran dari sudut pandang perempuan. Dalam proses awal hingga akhir penyusunan karya skripsi ini, peneliti banyak bertemu dengan pihak-pihak dan individu-individu yang turut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui ini, peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, yang selalu memberi pengharapan saat semuanya terasa berat. Terimakasih atas penyertaan hingga aku merasa tidak sendirian.

2. Ibu Christina Siwi Handayani, selaku dosen pembimbing skripsi dan Dekan. Terimakasih sebesar-besarnya saya ucapkan untuk ibu atas kesabaran dan bimbingan yang tak kenal lelah, juga atas semangat yang selalu diberikan saat saya terlihat putus asa. Terimakasih banyak Bu.. 3. Bapak Didik Suryo Hartoko dan Bapak Siswa Widyatmoko selaku

dosen penguji. Terimakasih atas masukan dan diskusi yang menambah pengalaman, pengetahuan dan wawasan.

(11)

xi

5. Keluarga „besar‟ ku: Bapak Banu Subagyo, Ibu Budi Wahyu Astuti dan

Caranglaksita Abhimantra. Terimakasih atas pengertian, kesabaran, omelan, harapan dan sokongan dana yang diberikan untuk anak dan mbak mu yang galak ini.

6. Ibu Budi Wahyuni, yang telah mengenalkan saya pada kasus-kasus kekerasan pada perempuan. Terimakasih atas ilmu yang tak ternilai dan semangat yang selalu ditularkan. Tetap semangat Bewe!!

7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi. Terimakasih atas ilmu dan dinamika yang boleh saya rasakan selama masa perkuliahan.

8. Seluruh staf Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Pak Gie, Bu Nanik, Mas Doni, Mas Muji atas bantuan yang tak kenal lelah.

9. Alfri Fajar Gultom, laki-laki sabar yang tidak romantis. Terimakasih untuk waktu yang selalu tersedia dan tenaga yang tak pernah lelah untuk menemani mengerjakan skripsi.

10. Binggo dan Bagong, terimakasih atas kesetiaan yang tiada duanya dan pengusir jenuh yang ampuh. Aku sayang kalian.

11. Wayan, Mia, Windi, Nita, Sekar, Nobi terimakasih atas cerita persahabatan dan gosip-gosip yang dibagi. Mari kita lanjutkan kisah hidup masing-masing..cemangat!!

(12)

xii

kita. Terimakasih atas dinamika, bantuan dan gosip yang kita lalui bersama.

13. Tesa, Kezia, Mb Novi dan kalian semua tempat berbagi suka duka, terimakasih atas persahabatan yang selalu menguatkan. Semua terasa lebih mudah karena kalian.. Love U all..

14. Seluruh informanku dalam penelitian ini, terimakasih atas kepercayaan dan cerita yang boleh dibagi. Kalian perempuan kuat dan hebat, selamat menemukan cinta baru.

15. Teman-teman Psikologi angkatan 2006 yang tak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan dan cerita yang telah kita rangkai bersama.

Yogyakarta, 12 Agustus 2012 Penulis,

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ..i

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GRAFIK... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. LANDASAN TEORI ... 10

A.Kekerasan dalam Pacaran ... 10

(14)

xiv

1.Karakteristik fisiologi perempuan ... 15

2.Perempuan dalam budaya patriarki ... 17

C. Pengalaman ... 20

D.Pengalaman Kekerasan dalam Pacaran pada Perempuan ... 21

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

A.Jenis Penelitian ... 24

B.Batasan Istilah ... 27

C. Subjek Penelitian ... 27

D.Teknik Pengambilan Data ... 28

E.Analisis Data ... 29

F. Keabsahan Data ... 30

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

A.Pandangan Subjektif Peneliti mengenai Kekerasan dalam Pacaran pada Perempuan ... 32

B. Proses Penelitian ... 33

C. Hasil Penelitian ... 34

1.Deskripsi Informan Penelitian ... 34

2.Hasil Analisis Data Penelitian ... 41

D.Pembahasan ... 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A.Kesimpulan ... 71

(15)

xv

(16)

xvi

DAFTAR GRAFIK

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kasus kekerasan terhadap perempuan secara umum masih terjadi secara luas di kalangan masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, jumlah kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia belum diketahui secara pasti. Berikut ini disajikan data kasus kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup nasional selama tahun 2001 – 2010 yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan tahun 2011.

Grafik 1

Jumlah Kekerasan Terhadap Perempuan Nasional Tahun 2001 2010

3.169 5.1637.787

14.02020.39122.512 25.522

54.425 143.586

105.103

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(19)

yang cukup tajam. Puncaknya pada tahun 2009 Komnas Perempuan mencatat terjadi 143.586 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah kasus pada tahun 2008 yaitu sebanyak 54.425 kasus. Tahun 2010 Komnas Perempuan mencatat terjadi 105.103 kasus kekerasan terhadap perempuan, jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Lebih kecilnya angka kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2010 tidak dapat diartikan bahwa jumlah kasus kekerasan pada tahun 2010 telah berkurang.

Diakui oleh Komnas Perempuan, menurunnya angka kekerasan terhadap perempuan antara lain disebabkan karena keterbatasan lembaga dalam penjangkauan kasus kekerasan terhadap perempuan. Selain keterbatasan penjangkauan oleh lembaga, faktor lain yang menyebabakan menurunnya angka kekerasan terhadap perempuan adalah keengganan korban kekerasan untuk dicatat secara formal. Keengganan yang dirasakan korban ini dilatarbelakangi oleh kurangnya kesadaran korban akan kasus kekerasan dan kekawatiran mendapat stigma negatif dari masyarakat.

(20)

yang lainnya digolongkan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga yang mengambil proporsi 3% ( Hidayat, 2009).

Melalui data di atas, nampak bahwa kasus kekerasan dalam pacaran merupakan kategori kekerasan paling serius kedua setelah kekerasan terhadap istri, dalam hal jumlah dan proporsinya terhadap angka kekerasan terhadap perempuan (Hidayat, 2009). Berikut ini akan disajikan data mengenai kasus kekerasan dalam pacaran yang diterima oleh Rifka Annisa di tahun 2000 – 2006.

Grafik 2

Jumlah Kasus Kekerasan dalam Pacaran Tahun 2000 2006

93

102

97

61

48

37

31

0 20 40 60 80 100 120

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

(21)

tahun 2003 terjadi penurunan yang cukup tajam menjadi 61 kasus yang dilaporkan. Pada tahun 2004 dan 2005 masing – masing terdapat 48 dan 37 kasus yang diterima oleh Rifka Annisa. Pada tahun 2006 terdapat 31 kasus dimana angka ini merupakan angka terendah dalam periode tahun 2000 – 2006. Sebagai kategori kekerasan yang memiliki kontribusi signifikan terhadap angka kekerasan terhadap perempuan, penurunan angka kekerasan dalam pacaran yang terlaporkan berpengaruh pada menurunnya angka kekerasan terhadap perempuan pada umumnya. Penurunan angka kekerasan ini menurut Komisioner Komnas Perempuan, Yustina Rostiawati, bukan dikarenakan jumlah kekerasan yang menurun namun karena penurunan kapasitas layanan yang disediakan negara dan akses keadilan yang masih mahal. Selain itu juga penurunan angka kekerasan dikarenakan masih banyak kasus yang tidak terjangkau dan tidak terlaporkan oleh lembaga-lembaga yang menangani masalah kekerasan ini.

(22)

Teenagers‟. Penelitian ini melibatkan 8080 siswa, 50% laki-laki dan 50%

perempuan, kelas 9-12 dari 87 sekolah umum di New York. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kekerasan dalam pacaran, serangan seksual dan bunuh diri di kalangan remaja kota. Hasil dari penelitian ini adalah 11,7% perempuan dan 7,2% laki-laki pernah melakukan usaha bunuh diri di masa lalu. Serangan atau kekerasan seksual di masa lalu dialami oleh 9,6% perempuan dan 5,4% laki-laki. Pengalaman kekerasan dalam pacaran diungkapkan oleh 10,6% perempuan dan 9,5% laki-laki. Temuan lain dalam penelitian ini adalah perasaan sedih yang ditekan, orientasi seksial, perilaku yang beresiko dan kekerasan dalam pacaran berhubungan dengan percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh remaja perempuan. Selain itu, serangan atau kekerasan seksual berhubungan dengan percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh remaja laki-laki.

Penelitian lain mengenai kekerasan dalam pacaran juga dilakukan oleh Kauran dan Allen (2004) dengan judul „Dissatisfaction With Relationship Power and Dating Violance Perpetration by Men and Women‟. Responden

dalam penelitian ini adalah 352 sarjana laki-laki dan 296 sarjana perempuan di Amerika. Pengambilan data menggunakan Conflict Tactics Scales dan Relationship Power Scale. Hasil dari penelitian ini adalah ketidakpuasan dalam

(23)

pacaran yang dilakukan laki-laki disebabka karena kekerasan yang dilakukan oleh ibu mereka di masa lalu dan kekerasan yang dilakukan oleh perempuan disebabkan karena kekerasan yang dilakukan ayah mereka di masa lalu.

Dari kedua penelitian di atas, dapat dilihat bahwa kekerasan dalam pacaran tidak hanya dialami oleh perempuan, laki-laki juga bisa mengalaminya. Namun, perempuan lebih banyak mengalami kekerasan dalam pacaran dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terkait dengan aspek sosio budaya yang menanamkan peran jenis kelamin yang membedakan laki-laki dan perempuan. Norma umum yang terdapat dalam hampir semua kebudayaan terutama budaya patriarkhi menunjukkan pola relasi yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan. Rendahnya posisi perempuan dalam banyak kultur masyarakat membuat perempuan rentan terhadap berbagai tindakan kekerasan fisik maupun psikis (Rima, 2009).

(24)

Di sisi lain, kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai kekerasan dalam pacaran membuat perempuan seringkali tidak menyadari dan tidak memahami kekerasan yang mereka alami, terutama saat mengalami kekerasan emosional. Kekerasan emosional memang banyak terjadi, namun seringkali tidak terlihat dan tidak disadari bahkan oleh korbannya sendiri (lbh-apik, 2010). Umumnya, perempuan sebagai korban kekerasan dalam pacaran akan tetap diam dan bertahan pada pasangannya bila mendapat kekerasan secara emosional, seperti misalnya dimaki, dikekang, dilarang bergaul dan sebagainya.

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa fenomena kekerasan dalam pacaran banyak dialami oleh perempuan. Relasi yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan membuat seolah-olah kekerasan merupakan sesuatu yang wajar terjadi. Selain itu, perempuan seringkali tidak menyadari dan tidak paham akan kekerasan yang dialami. Oleh sebab itu, penguatan terhadap perempuan melalui informasi yang memadai mengenai kekerasan dalam pacaran sangat diperlukan. Sehingga perempuan sendiri yang dapat menghentikan kekerasan dalam pacaran yang mereka alami.

(25)

terabaikan dan tidak terlaporkan. Apabila penelitian ini tidak dilakukan maka akan semakin banyak perempuan yang tidak menyadari telah menjadi korban kekerasan dalam pacaran. Sehingga angka kasus kekerasan dalam pacaran akan semakin tinggi karena perempuan yang tidak menyadari dan tidak memahami kekerasan yang dia alami.

B.Rumusan Masalah

Bagaimana pengalaman kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh perempuan?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh perempuan.

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah keragaman penelitian penelitian psikologi mengenai pengalaman perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Perempuan

(26)

b. Bagi Masyarakat

(27)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan dipaparkan teori yang sensitif terhadap fenomena kekerasan dalam pacaran. Pada bagian yang pertama akan disajikan teori mengenai kekerasan dalam pacaran, dimana didalamnya mengandung unsur definisi, bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran dan dampak kekerasan bagi korban. Bagian kedua akan disajikan teori mengenai gender dan ketimpangan relasi gender pada perempuan.

A.Kekerasan dalam Pacaran

(28)

defensif dan kekerasan yang terjadi karena kemauan sungguh-sungguh untuk menyengsarakan orang lain yang disebut sebagai agresi destruktif.

Kekerasan dapat terjadi pada siapa saja, termasuk pada perempuan. Saat ini, kasus kekerasan dalam perempuan mulai mendapat perhatian masyarakat. Dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 1993 (Hidayat, 2009), kekerasan terhadap perempuan didefinisikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan karena asumsi gendernya, yang menyebabkan atau akan menyebabkan penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis bagi perempuan, termasuk ancaman, pemaksaan atau pembatasan kebebasan bergerak, baik yang terjadi di dalam ataupun di luar rumah.

Penelitian yang dilakukan Hidayat (2009) pada sembilan perempuan korban kekerasan di Yogyakarta menemukan tujuh dampak kekerasan yang dialami oleh perempuan sebagai korban. Dampak yang dialami antara lain:

a. Kekerasan pada perempuan tidak bersifat tunggal, melainkan multidimensional dan kompleks.

b. Berakibat pada kesehatan perempuan yang dapat berupa luka ataupun cacat fisik yang terdapat pada tubuh bagian luar.

c. Secara spesifik kekerasan dapat menimbulkan gangguan dan kerusakan pada organ dan kemampuan reproduksi perempuan. d. Kekerasan selalu merupakan agresi terhadap jiwa dan emosi

(29)

e. Gangguan pada kesehatan jiwa perempuan dapat mendorong munculnya perilaku baru yang merugikan perempuan korban. f. Tekanan emosional, amarah dan ketakutan yang dialami

perempuan korban dapat mempengaruhi orang-orang di sekitar korban.

g. Kekerasan dapat menciptakan beban tambahan bagi ekonomi perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan mencakup pengertian yang luas. Salah satu bagian dari kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan dalam pacaran. Kekerasan dalam pacaran (Komnas Perempuan, 2011) menurut UU Perkawinan 1/1974, pasal 2 ayat (2), kekerasan dalam pacaran meliputi segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pasangan di luar hubungan pernikahan yang sah, termasuk kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami, mantan pacar/pasangan. Henton dkk (1983, dalam Molidor & Tolman, 1998) mengatakan bahwa dalam relasi pacaran sering diwarnai konflik dan kekerasan, dimana pasangan menjadi target fisik dari luapan rasa marah, cemburu dan kebingungan.

(30)

bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran. Menurut LBH APIK ada tiga bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran, yaitu :

a. Kekerasan fisik, berupa pukulan, tamparan, tendangan dan serangan apapun yang bertujuan untuk melukai secara fisik

b. Kekerasan emosional, berupa pacar yang sering mengancam, pengabaian hubungan pacaran, cacian dan makian

c. Kekerasan seksual, berupa perkosaan, rabaan, sentuhan dan ciuman yang tidak dikehendaki dan pelecehan seksual.

Lembaga lain yang juga mengurusi masalah kekerasan terhadap perempuan yaitu Rifka Annisa menggolongkan kekerasan dalam pacaran ke dalam empat jenis kekerasan, yakni

a. Kekerasan secara emosional : Berupa cacian, makian, umpatan, hinaan, menjadikan kita bahan olok-olok dan tertawaan ataupun menyebut kita dengan julukan yang membuat sakit hati, cemburu berlebihan, melarang dan membatasi aktivitas kita, melarang kita berdandan, membatasi kita bergaul dengan siapa, larangan bertegur sapa atau ramah dengan orang lain serta memeras. Bentuk kekerasan ini sering terjadi namun tidak terlihat dan jarang disadari bahkan oleh korbannya sendiri.

(31)

c. Kekerasan secara seksual : Bentuknya bisa berupa rabaan, ciuman, sentuhan yang tidak kita kehendaki, pelecehan seksual, memaksa kita untuk melakukan hubungan seks dengan beribu satu alasan tanpa persetujuan kita, apalagi dengan ancaman akan meninggalkan, atau akan menganiaya kita.

d. Kekerasan secara ekonomi : bisa berupa pasangan yang menggantungkan hidupnya pada kita, meminjam uang secara terus menerus dan tidak pernah mengembalikan.

Sears dkk (2006) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kekerasan fisik dan kekerasan emosional atau psikologis saling berhubungan. Mereka beranggapan bahwa kekerasan psikologis, seperti rasa cemburu dan keinginan untuk mengontrol, merupakan faktor penting dalam terjadinya kekerasan fisik.

Kekerasan dalam bentuk apapun akan membawa dampak negatif terutama bagi korban. Makepeace (1987, dalam Follingstad dkk, 1991) mengungkapkan bahwa dibandingkan laki-laki, perempuan lebih sering mengalami luka hingga membutuhkan pertolongan medis dalam kasus kekerasan dalam pacaran. Rasa sakit secara emosional akibat kekerasan dalam pacaran juga lebih berat dirasakan perempuan dibandingkan laki-laki. Penelitian lain (Henton dkk, 1983, dalam Callahan dkk, 2003) menemukan bahwa Kekerasan Dalam Pacaran menimbulkan dampak rasa marah (60,3%), terluka (57,5%), terkejut atau menyesal (34,2%) dan takut (31,5%).

(32)

bentuk emosional, fisik, seksual dan ekonomi. Serangan ini meninggalkan dampak negatif terutama bagi korban, seperti rasa marah, perasaan terluka, terkejut atau menyesal dan perasaan takut.

B.Perempuan

1. Karakteristik fisiologis perempuan

Secara biologis, manusia dibedakan menjadi dua yakni laki-laki dan perempuan, perbedaan inilah yang kemudian disebut dengan seks. Moore dan Sinclair (1995, dalam Sunarto, 2004) mengemukakan bahwa seks menekankan pada perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan kromosom pada bayi, seperti yang dikutip berikut ini “sex refers to the biological differences betwen men and women, the result of differences in

the chromosomes of the embriyo”.

Menurut Echol dan Shadily (1983, dalam Nurhayati, 2012), seks adalah jenis kelamin, yaitu ciri kelamin perempuan dan laki-laki dari segi anatomi biologi seseorang, yang mencakup perbedaan komposisi hormon, pola genetik, struktur genital, anatomi fisik, anatomi reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Berdasarkan ciri ini, maka seseorang karena „penis‟ nya ia akan disebut laki-laki, dan karena „vagina‟ nya akan disebut

perempuan di manapun dan kapanpun ia berada.

(33)

yaitu menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Ciri seks sekunder juga terus berkembang dan sel-sel diproduksi dalam organ seks (Nurhayati, 2012).

Organ seks perempuan terdiri dari payudara dan organ reproduksi yang terdiri dari organ reproduksi dalam dan luar. Organ tersebut mulai matang dengan datangnya menstruasi dan mulai memproduksi hormon. Ciri-ciri seks sekunder yang penting pada perempuan adalah pinggul bertambah lebar dan bulat, payudara membesar dan puting menonjol, rambut kemaluan mulai tumbuh, bulu ketiak dan bulu wajah mulai tumbuh, kulit lebih kasar, tebal dan berpori besar, kelenjar keringat lebih aktif sehingga mudah berjerawat, otot semakin besar dan kuat, serta suara semakin merdu (Nurhayati, 2012).

(34)

dalam batasan tertentu dan tetap berbeda secara fisiologis dan biologis dengan laki-laki umumnya (Nurhayati, 2012).

2. Perempuan dalam budaya patriarki

Pada umunya, perempuan dan laki-laki, dalam sistem patriarkis, dicitrakan dalam dimensi feminin dan maskulin. Handayani (2004) mengungkapkan berkaitan dengan dimensi maskulin, laki-laki dianggap lebih kompeten, berorientasi pada prestasi, kuat, mandiri, aktif, kompetitif, dan percaya diri. Sedangkan wanita dianggap terkait dengan dimensi feminin seperti tidak berkompeten, lemah, tergantung, pasif, tidak kompetitif, dan tidak percaya diri. Walaupun setiap jenis kelamin dihargai dengan berbagai sifat positif dalam atribut maskulin maupun feminin, namun ciri-ciri sifat maskulin yang dipersepsikan dimiliki oleh laki-laki dianggap lebih bernilai dibanding ciri-ciri sifat feminin yang dipersepsikan pada perempuan (Handayani, 2004).

(35)

Pemahaman yang salah terhadap tubuh perempuan oleh budaya patriarki juga diungkapkan oleh Julia Kristeva (1986). Julia Kristeva (1986, dalam Handayani, 2010) mengungkapkan kekerasan terhadap perempuan berakar dari pemahaman yang salah terhadap tubuh perempuan. Menurut Kristeva, dalam proses penyapihan tubuh ibu akan dikotorkan dan dijijikkan agar bayi dapat lepas dari tubuhnya, dengan kata lain bayi dipaksa untuk berhenti menyusu. Kesan kotor dan jijik ini kemudian tersimpan dalam bawah sadar hingga dewasa. Persepsi kotor dan jijik ini kemudian oleh budaya patriarki dijadikan dasar untuk menempatkan perempuan sebagai masyarakat kelas kedua. Sebagai masyarakat kelas kedua, perempuan kemudian mendapatkan diskriminasi dan kekerasan dari masyarakat kelas satu atau laki-laki.

Akibat citra fisik yang dimiliki, perempuan dicitrakan sebagai makhluk yang tidak sempurna (the second class), makhluk yang tidak penting (subordinate), sehingga selalu dipinggirkan (marginalization), dieksploitasi dan mereka diposisikan hanya mengurusi masalah domestik dan rumah tangga. Walaupun pada kenyataannya dalam mengurusi masalah domestik sekalipun perempuan masih dikuasai oleh laki-laki dalam budaya patriarki sehingga mereka seringkali mendapatkan kekerasan secara fisik, seksual, ekonomi dan pelecehan (Nurhayati, 2012).

(36)

tempat yang aman dan nyaman bagi perempuan. Akibatnya banyak perempuan yang tetap bertahan dalam rumah tangganya, apapun keadaannya. Walker (1989, dalam Nurhayati, 2012) memberikan pendapat mengenai perempuan atau istri yang tetap bertahan dalam rumah tangga walaupun mengalami kekerasan. Menurut Walker, perempuan yang dianiaya sering merasakan ketidak berdayaan dan terjerat tetapi tetap berada dalam hubungan yang mengandung kekerasan. Mereka takut akan pembalasan atau mereka percaya bahwa suaminya (laki-laki) suatu saat akan berubah. Mereka tetap tidak berdaya dan tidak mampu melawan, dan yang paling buruk dari semua itu, mereka tidak lagi merasakan sakit.

(37)

C.Pengalaman

Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung) (KBBI, 2003). Pengalaman atau experience dalam Oxfort Learning Dictionary (2000) merupakan pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari melakukan atau melihat sesuatu. Pengalaman akan sesuatu hal akan memunculkan perasaan tertentu atau sensasi fisik terhadap hal tersebut.

Kriyantono (2010) mengungkapkan, data pengalaman individu dalam ilmu Psikologi sering disebut sebagai Personal Document. Data ini merupakan bahan keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu sebagai anggota masyarakat tertentu yang menjadi objek penelitian. Data mengenai pengalaman individu dapat diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam. Melalui metode pengambilan data tersebut, peneliti dapat mengeksplorasi pengalaman-pengalaman pribadi individu yang bersifat subjektif dan mendalam.

(38)

Melalui beberapa hal di atas, dapat dilihat bahwa pengalaman individu merupakan bagian penting dalam penelitian psikologis fenomenologis. Husserl (tanpa tahun, dalam Smith, 2009) menolak pengandaian bahwa terdapat sesuatu di belakang atau di balik atau yang lebih mendasar ketimbang pengalaman dan kita harus memulai penyelidikan dari apa yang dialami oleh individu.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Fenomena yang diteliti adalah kekerasan dalam pacaran pada perempuan. Penyelidikan dimulai dari apa yang dialami perempuan sebagai korban kekerasan dalam pacaran. Apa yang dialami ini mencakup bentuk kekerasan apa saja yang dialami, serta perasaan dan yang dilakukan perempuan saat mengalami kekerasan dari pacarnya. Melalui data tersebut akan ditemukan makna psikologis dari pengalaman kekerasan dalam pacaran pada perempuan.

D.Pengalaman Kekerasan dalam Pacaran pada Perempuan

(39)

saat mengalami kekerasan dari pacarnya. Melalui data tersebut akan ditemukan makna psikologis dari pengalaman kekerasan dalam pacaran pada perempuan.

Peneliti mengambil perempuan sebagai informan dalam penelitian ini. Perempuan diambil sebagai informan karena dalam definisinya, kekerasan dalam pacaran termasuk dalam kategori kekerasan terhadap perempuan. Dengan demikian, dalam kasus kekerasan dalam pacaran, perempuan dipandang sebagai korban.

Perempuan sebagai individu yang dipersepsikan dengan ciri-ciri sifat feminin seringkali dianggap sebagai makhluk yang lemah, tergantung dan tidak berkompeten. Di satu sisi sifat feminin ini membuat perempuan dipersepsikan sebagai individu yang manis, rapi, kalem/tenang, emosional, ekspresif, sensitif dan taktis (Broverman, 1972, dalam Handayani, 2004). Walaupun sifat feminin dihargai dengan berbagai sifat positif, namun ciri-ciri sifat maskulin yang dipersepsikan dimiliki oleh laki-laki dianggap lebih bernilai dibanding ciri-ciri sifat feminin yang dipersepsikan pada perempuan. Akibat dari pencitraan yang bias terhadap perempuan mendorong pembenaran kepatutan laki-laki menjadi pemimpin secara dominan (Nurhayati, 2012).

(40)

perempuan telah dilakukan sejak kecil. Pembedaan perlakuan pada laki-laki dan perempuan dimulai dari keluarga dan teman sebaya. Sekolah dan media massa semakin memperkuat sosialisasi gender pada laki-laki maupun perempuan. Sosialisasi dan penanaman peran gender yang dilakukan sejak kecil dan terus menerus membuat relasi yang timpang antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Ketimpangan relasi yang dianggap wajar ini, membuat perempuan memiliki keyakinan bahwa kekerasan yang dilakukan laki-laki merupakan hal yang wajar (Susilowati, 2008).

(41)

24 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Bogdan dan Taylor (1975; dalam Moleong, 2010) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Patton (1990; dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa penelitian kualitatif memahami manusia dalam segala kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif.

(42)

a. Epoche

Epoche merupakan langkah awal untuk meneliti sesuatu, peneliti diharapkan bebas dari penilaian dan konsep mengenai fenomena yang akan diteliti. Dalam bahasa Yunani, Epoche berarti menjauhkan diri. Dalam langkah ini, peneliti menyingkirkan penilaian, bias dan segala opini tentang fenomena yang diteliti. Peneliti diharapkan dapat melihat fenomena dengan pandangan baru yang apa adanya dan dengan pikiran terbuka.

b. Phenomenological Reduction

Dalam Phenomenological Reduction langkah yang dilakukan adalah menggambarkan dengan bahasa tekstural mengenai apa yang terlihat, tidak hanya secara eksternal namun juga kesadaran internal. Ada dua langkah yang dilakukan dalam Phenomenological Reduction, yang pertama adalah bracketing dimana fokus penelitian ditempatkan dalam kolom (bracket), segala sesuatu di luar itu akan dikesampingkan. Langkah yang kedua adalah horizonalization dimana pada mulanya setiap pernyataan memiliki nilai dan kedudukan yang sama. Kemudian, pernyataan yang tidak relevan dengan topik penelitian akan dihilangkan sehingga hanya tersisa horizon.

c. Imaginative Variation

(43)

pembalikkan, serta melakukan pendekatan melalui posisi, peran dan fungsi terhadap fenomena. Sehingga didapatkan deskripsi struktural pengalaman, faktor mendasar yang membentuk suatu pengalaman. Langkah dalam Imaginative Variation yaitu:

1. Membuat sistematika makna struktural yang mendasari makna tekstural

2. Mengenali tema-tema dan konteks-konteks sebagai dasar penyebab munculnya fenomena.

3. Mempertimbangkan struktur secara keseluruhan yang memicu perasaan dan pikiran dengan mengacu pada fenomena, seperti struktur waktu, tempat, kekawatiran, kepentingan, hubungan sebab akibat, relasi dengan diri dan orang lain.

4. Mencari ilustrasi yang menggambarkan tema struktural dengan jelas dan mengembangkan tema struktural tersebut.

d. Synthesis of Meanings and Essences

(44)

B.Batasan Istilah

Pengalaman kekerasan dalam pacaran pada perempuan adalah sebuah esensi dari pengalaman-pengalaman perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran terkait dengan bentuk kekerasan apa yang mereka alami, serta perasaan dan yang dilakukan perempuan saat mengalami kekerasan dalam pacaran.

Tabel 1.

Panduan Wawancara

Panduan Wawancara a. Bentuk Kekerasan yang Dialami

1. Kegiatan apa yang anda lakukan saat bersama dengan pacar anda? 2. Hal menyenangkan dan tidak menyenangkan apa yang pernah

dilakukan oleh pacar anda?

b. Perasaan Saat Mengalami Kekerasan

1. Apa yang anda rasakan saat mengalami kekerasan dari pacar anda? 2. Pada saat itu, sadar atau tidakkah anda dengan kekerasan yang

anda alami?

3. Dampak apa yang anda rasakan dari kekerasan yang anda alami? c. Yang Dilakukan Saat Mengalami Kekerasan

1. Apa yang anda lakukan saat pacar anda melakukan kekerasan terhadap anda? Dan mengapa anda melakukan demikian?

C.Subjek Penelitian

Informan dalam penelitian ini dipilih dengan cara purposif, yakni memilih informan dengan kriteria tertentu yang telah disusun sebelumnya oleh peneliti. Beberapa kriteria informan dalam penelitian ini adalah :

a. Pernah menjadi korban kekerasan dalam pacaran

(45)

b. Berjenis kelamin perempuan

Dalam berbagai pembahasan kasus, kekerasan dalam pacaran digolongkan dalam kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, korban kekerasan dalam pacaran sebagian besar adalah perempuan. Dari beberapa hal tersebut maka peneliti mengambil responden yang berjenis kelamin perempuan.

Dari kriteria tersebut, dipilih informan-informan yang sesuai dengan penelitian. Pemilihan tempat atau lokasi dalam penelitian ini adalah di Yogyakarta dengan pertimbangan mempermudah proses pengambilan data. Selain itu informan dalam penelitian ini keseluruhannya berdomisili di Yogyakarta

D.Teknik Pengambilan Data

Pada penelitian ini, penulis menggunakan wawancara sebagai teknik utama dalam pengambilan data. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2010).

(46)

2010). Peneliti juga menggunakan petanyaan semi terstruktur, dimana pertanyaan dalam wawancara ini telah disiapkan sebelumnya namun tidak menutup kemungkinan bagi peneliti untuk melakukan improvisasi selama wawancara berlangsung. Dengan menggunakan pertanyaan semi terstruktur peneliti dapat memberikan probing yang sesuai dengan jawaban-jawaban yang diberikan oleh informan sesuai kondisi dan situasi pada saat wawancara.

E.Analisis Data

Analisis data kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982 ; dalam Moleong, 2010) adalah upaya yang dilakukan dengan mencari dan mengolah data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Moustakas, 1994) :

1. Melalui pendekatan fenomenologi, peneliti mendeskripsikan pengalaman dari fenomena yang diteliti.

2. Mengolah data berupa transkrip verbatim melalui beberapa langkah berikut :

(47)

b. Tahap selanjutnya adalah menghilangkan pernyataan yang tumpang tindih dan tidak sesuai dengan topik atau pertanyaan penelitian, tahapan ini disebut horizonaliting.

c. Data tersebut kemudian dikumpulkan dalam unit makna dan dibuat deskripsi tekstural (textural description) dari data tersebut berupa pengalaman apa yang dialami, disertai dengan verbatim. d.Peneliti kemudian mengembangkan deskripsi struktural

(structural description) berupa bagaimana pengalaman tersebut dialami oleh informan.

e. Dengan melihat deskripsi tekstural dan struktural, peneliti kemudian menentukan makna dan esensi dari pengalaman tersebut.

3. Peneliti kemudian menentukan makna umum yang dapat mewakili seluruh pengalaman informan dengan cara mengintegrasikan seluruh deskripsi tekstural dan struktural yang diperoleh.

F. Keabsahan Data

(48)
(49)

32 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Pandangan Subjektif Peneliti mengenai Kekerasan dalam Pacaran pada

Perempuan

Kekerasan dalam pacaran bukanlah kata atau istilah yang asing di telinga peneliti. Meskipun belum pernah mengalami secara langsung, namun peneliti memiliki pengalaman mendampingi korban kekerasan dalam pacaran saat menjadi relawan di suatu Lembaga Swadaya Masyarakat di Yogyakarta. Selain itu, peneliti juga seringkali mendengar cerita dari teman-teman sekitar mengenai pengalaman pacaran mereka, baik itu pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang tidak menyenangkan.

(50)

B.Proses Penelitian

Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah melakukan pendekatan kepada informan. Pendekatan kepada informan ini sangat penting dilakukan mengingat sifat penelitian yang diambil adalah fenomenologis dimana kejujuran informan dalam mengungkapkan pengalamannya sangat menentukan kredibilitas data.

Informan dalam penelitian ini adalah perempuan yang pernah mengalami kekerasan dalam pacaran dan berdomisili di Yogyakarta. Peneliti melakukan wawancara antara bulan Juli hingga bulan Agustus dan dilakukan selama dua kali pertemuan untuk setiap informan.

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah wawancara semi terstruktur, dimana peneliti telah menyiapkan pokok pertanyaan yang akan diajukan kepada informan namun peneliti dapat mengembangkan pertanyaan sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh informan.

Pendokumentasian wawancara secara audio menggunakan digital recorder. Setelah mendapat hasil wawancara berbentuk rekaman, sesegera mungkin dibuat transkrip berupa verbatim sehingga didapatkan data utama dalam penelitian ini.

(51)

Tahap selanjutnya peneliti mendeskripsikan pandangan peneliti mengenai fenomena yang diteliti. Selanjutnya peneliti menghilangkan pernyataan yang tumpang tindih dan tidak sesuai dengan topik atau pertanyaan penelitian (horizonaliting) sehingga didapatkan data horizons yaitu arti dan unsur phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan. Data tersebut kemudian dikumpulkan dalam unit makna dan ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman kekerasan tersebut mereka alami.

Selanjutnya, peneliti membuat deskripsi tekstural (textural description) berupa pengalaman apa yang dialami disertai dengan verbatim dan

mengembangkan deskripsi sktruktural (structural description) berupa bagaimana pengalaman tersebut dialami oleh informan. Dengan melihat deskripsi tekstural dan struktural, peneliti kemudian menentukan makna dan esensi dari pengalaman informan.

Peneliti kemudian menentukan makna umum yang dapat mewakili keseluruhan pengalaman informan serta memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti.

C.Hasil Penelitian

1. Deskripsi Informan Penelitian

(52)

yang dialami oleh perempuan korban kekerasan dalam pacaran dan bagaimana kekerasan dalam pacaran tersebut mereka alami, serta makna dari setiap pengalaman kekerasan yang mereka alami. Sebelum masuk dalam proses analisis, di bawah ini merupakan deskripsi singkat dari informan penelitian.

a. D

Jenis kelamin : perempuan Usia : 22 tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : karyawan swasta Agama : Kristen Katolik Suku bangsa : Jawa

D merupakan karyawati di sebuah perusahaan swasta di Yogyakarta. Saat ini D berusia 22 tahun dan baru saja lulus dari sebuah universitas swasta fakultas farmasi di Yogyakarta. D merupakan salah satu perempuan yang pernah mengalami kekerasan dalam pacaran. Bentuk kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh D antara lain kekerasan emosional berupa pemaksaan hubungan seksual dan pemukulan. Kekerasan ini terjadi saat hubungan pacaran mereka memasuki usia dua tahun.

(53)

melihat sosok G sebagai seorang laki-laki yang baik, tulus, rela berkorban dan sebagai calon suami yang ideal. Pandangan ini bahkan tidak berubah setelah D mendapat kekerasan dari G, hal ini juga yang membuat D kembali menjalin hubungan setelah putus berkali-kali.

D menjalin hubungan pacaran putus sambung dengan G selama enam tahun. Keputusan untuk menyudahi hubungan diambil D karena kekerasan berupa pemaksaan hubungan seksual yang berkali-kali dilakukan G, selain itu D merasa tidak nyaman dengan budaya keluarga G yang menuntut perempuan harus mampu melayani.

Setelah lulus kuliah D mulai berjauhan dengan G dan ini dipandang D sebagai kesempatan untuk memutuskan hubungan. Keputusan yang diambil D ini ternyata tidak dapat diterima oleh G. Hingga saat ini, setelah D menjalin hubungan pacaran dengan laki-laki lain, G masih mengejar bahkan mengancam akan membunuh D dan pacar barunya apabila suatu hari nanti mereka menikah.

b. DL

(54)

DL merupakan mahasiswi tingkat akhir di perguruan tinggi swasta fakultas Psikologi di Yogyakarta. Saat ini DL berusia 23 tahun dan berjenis kelamin perempuan. DL mengalami kekerasan dalam pacaran dari pacarnya yang pertama saat duduk di kelas 1 SMA. Selama satu setengah tahun menjalin hubungan pacaran, DL pernah mengalami kekerasan emosional dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual serta pengekangan dari pacar dan kekerasan yang berbasis pada perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Awalnya DL memutuskan untuk berpacaran karena melihat pacarnya ini sebagai orang yang berani. Yang dimaksud berani dalam hal ini adalah berani menyatakan cinta pada DL, tidak seperti laki-laki lain yang hanya berani berbicara di belakang. Hubungan pacaran ini pada awalnya berjalan lancar, namun lama kelamaan sifat asli pacarnya terungkap.

Selama berpacaran, DL merasa seperti dimanfaatkan, direndahkan dan dilecehkan oleh pacarnya bahkan perasaan sakit hati tersebut masih dirasakan DL setelah bertahun-tahun memutuskan hubungan dengan pacarnya. DL merasa bahwa pacarnya hanya menganggap DL sebagai „barang‟ yang bisa dipamerkan bukan sebagai

(55)

c. K

Jenis kelamin : perempuan Usia : 22 tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : karyawan swasta Agama : Kristen Protestan Suku bangsa : Jawa

K merupakan perempuan berusia 22 tahun dan baru saja menyelesaikan studi S1 Teknik Industris di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Saat ini K bekerja di sebuah perusahaan swasta dan berdomisili di Yogyakarta. K mendapatkan kekerasan dari pacarnya yang kedua saat kuliah. Pacarnya ini, W, merupakan teman dekat K pada waktu kuliah. K memutuskan untuk menjalin hubunga pacaran dengan W karena selama proses pertemanan W sering mencari kesempatan untuk dekat dengan K. Selain itu, K melihat W sebagai pribadi yang romantis.

(56)

Saat ini K sudah menjalin hubungan dengan pria lain. K mengatakan bahwa ia sudah dapat melupakan perasaan sakit hati pada mantan pacarnya, namun saat proses wawancara K sempat menangis saat ditanya mengenai mantan pacarnya.

d. A

Jenis kelamin : perempuan Usia : 20 tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : mahasiswa Agama : Kristen Katolik Suku bangsa : Jawa

A merupakan mahasiswa psikologi semester VI perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Saai ini A berusia 20 tahun dan merupakan salah satu perempuan yang mengalami kekerasan dari pacarnya. A pernah berpacaran sebanyak tujuh kali dan mengalami kekerasan dari pacarnya yang terakhir. Saat ini A masih menjalani hubungan dengan pacarnya tersebut walaupun ia sadar telah dan masih mengalami kekerasan dari pacarnya walaupun intensitas kekerasannya berkurang.

(57)

dan verbal, namun A juga pernah mengalami kekerasan fisik dari pacarnya. Kekerasan verbal berupa makian paling sering dialami oleh A, terutama saat pacarnya sedang merasa tertekan dengan pekerjaan atau keluarganya.

Hingga saat ini A masih mengalami kekerasan emosional dan verbal walaupun frekuensinya telah berkurang. A mengatakan alasannya bertahan dengan pacarnya karena dia yakin pacarnya bisa berubah dan ia ingat akan perjuangannya agar pacarnya dapat diterima di keluarga A.

e. N

Jenis kelamin : perempuan Usia : 23 tahun Pendidikan : S1

Pekerjaan : karyawan swasta Agama : Kristen Katolik Suku bangsa : Jawa

N merupakan informan terakhir yang diwawancara peneliti. Saat ini N bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kuliner. N merupakan perempuan berusia 23 tahun yang belum lama ini menyelesaikan studi S1nya di fakultas Psikologi sebuah universitas swasta di Yogyakarta.

(58)

kekerasan sosial berupa perselingkuhan yang dilakukan pacarnya. N mengalami kekerasan karena tidak mengenal dengan baik pacarnya ini saat memutuskan untuk berpacaran. Keputusan untuk berpacaran ini diambil N semata-mata karena dia merasa senang ada yang memperhatikan dan pacarnya pintar memperlakukan perempuan serta secara fisik tidak jelek.

Saat ini N telah menjalin hubungan dengan laki-laki lain dan tidak mendapat kekerasan dari pacarnya yang baru. Pengalaman kekerasan yang ia alami saat berpacaran sebelumnya membuat N menjadi lebih berhati-hati dan berusaha untuk mengenal calon pacarnya sebelum memutuskan untuk menjalin hubungan pacaran.

2. Hasil Analisis Data Penelitian

a. Apa yang dialami oleh perempuan korban kekerasan dalam

pacaran dan bagaimana hal tersebut dialami?

(59)

Tabel 2

Pengalaman Kekerasan dalam Pacaran

Apa yang dialami Bagaimana mengalami

Mengalami

perlakuan kekerasan dalam pacaran

Pacar menuntut untuk tampil sempurna, seksi, pakai high heels, rambut diurai Pacar sok bangga, sok memperlihatkan bisa

memacari, mencium, memiliki, jalan bareng, menggandeng tangan saat di kelas. Pacar sangat posesif, (tidak boleh keluar

rumah dan memberi nomer telepon kepada orang lain)

Pacar merasa memiliki dan menuntut untuk dituruti karena status pacarannya

Pacar tidak serius dalam menjalin hubungan Pacar mengirim sms hanya saat

membutuhkan

Pacar tidak mau memutuskan hubungan walaupun sudah berpacaran dengan perempuan lain

Dipersuasi melakukan hubungan seksual dengan alasan laki-laki harus mengeluarkan sperma setiap bulan seperti perempuan menstruasi

Pacar sudah menyediakan kost-kostan untuk melakukan hubungan seksual

Merasa tidak dihargai keputusan karena diajak berhubungan seksual berkali-kali walaupun sudah menolak dan beujung pada kekerasan fisik (dipukul, ditampar)

Pacar mengancam „jajan‟ bila tidak dituruti untuk berhubungan seksual

Kecewa karena pacar tidak murni sayang namun ada keinginan untuk berhubungan seksual

Ada beban mengapa pacaran harus berhubungan seksual

(60)

Pacar tidak mau mengakui hubungan

Menyesal karena pacaran dengan dia Menyesal karena tetap bertahan walaupun

tidak kuat dengan pacar

Menyesal karena pernah ciuman Ada beban karena menjadi bahan

pembicaraan

Merasa dibohongi saat pacar punya cewek lagi

Merasa dibohongi saat melihat foto pacar setengah memeluk perempuan lain

Percaya bahwa pacar bisa berubah

Luluh lagi setelah putus karena pacar baik Bertahan karena pacaran sudah lama Bertahan karena keluarga sudah saling tahu Bertahan karena keluarga pacar baik

Bertahan karena tidak mau dianggap lepas tangan oleh keluarga pacar

Memahami kekerasan sebagai riak atau masalah yang baru datang

Bertahan karena perasaan cinta Menganggap kekerasan yang dialami

sebagai „jalan‟ yang harus diterima (“kalau memang ini jalanku aku terima”)

Ingin menolong dan mendampingi pacar Tidak ingin menjadi orang yang menekan

pacar

Bertahan karena pacar perhatian dan pintar memperlakukan cewek

(61)

Punya prinsip tidak mau membalas apapun yang dilakukan orang

Menolak perlakuan kekerasan yang terjadi pada dirinya

Membalas saat dipukul atau ditampar Memutuskan hubungan saat pacar

berselingkuh

1. Mengalami Perlakuan Kekerasan dalam Pacaran

Dalam hubungan pacaran, seringkali perempuan mengalami kekerasan dari pacarnya. Salah satu bentuk kekerasan yang terjadi adalah perempuan yang hanya dipandang sebagai eksistensi bagi pacar, contohnya dengan menuntut perempuan untuk tampil sempurna. Tampil dengan high heels, rambut diurai dan harus tampil seksi saat bersama pacar sehingga dianggap „pantas untuk dilihat‟.

“...Kayanya dia tu pengen aku tampil perfect gitu lho yang bisa dilihat gitu lho. Harus sexy, pakai high heel, rambutnya diurai.” (DL 30-31)

Selain itu, pacar juga sering membanggakan diri dengan memperlihatkan di depan umum bahwa ia bisa memacari, mencium, memiliki, jalan bareng dan menggandeng tangan perempuan.

“..Tapi kok berjalannya waktu itu kok kayaknya dia sok bangga, memperlihatkan. Dia tu kayaknya sok menganggap aku bukan sebagai perempuan, tapi kayak barang berharga yang dipamerkan. Ini lho aku bisa pacaran sama ini, ini lho aku bisa nyium dia, bisa miliki dia, jalan bareng, gandengan di kelas gitu..” (DL, 21-25)

(62)

gerak bagi perempuan dengan melarang perempuan untuk keluar rumah atau memberikan nomer teleponnya kepada orang lain.

“Pas waktu itu akukan diikuti terus gitu lho. Selama 24 jam dia harus tahu aku ngapain dan sangat posesif aku nggak boleh ngapa-ngapain. Aku arep metu ora oleh, aku arep dolan karo sopo ra oleh, aku menehi nomerku ning wong liya ra oleh.” (pas waktu itu akukan diikuti terus gitu lho. selama 24 jam dia harus tahu aku ngapain dan sangat posesif aku nggak boleh ngapa-ngapain. Aku mau keluar nggak boleh, aku mau main sama siapa nggak boleh, aku memberi nomer (telepon) ke orang lain nggak boleh” (DL 100-103)

Status sebagai pacar seringkali membuat laki-laki menuntut perempuan untuk selalu dituruti permintaannya.

“...Terus dia bilang „Kamukan pacarku berarti kamu harus menuruti kehendakku‟ Lho yo ora koyo ngono emange aku ki sapamu? Yo akukan pacarmu tapi nggak harus kayak gitu...” (...terus dia bilang „Kamukan pacarku berarti kamu harus menuruti kehendakku‟ Lho ya nggak seperti itu memangnya aku ini siapa kamu? Akukan pacarmu tapi nggak harus seperti itu...) (DL 49-51)

Saat menjalin hubungan, pacar juga tidak menunjukkan keseriusan dalam menjalin hubungan. Di sini perempuan merasa bahwa pacaran mereka hanya main-main bahkan ia menganggap bahwa dirinya hanya dianggap sebagai mainan.

“..Wah yo pacarane dolanan, tapi ketoke intine aku sing nggo dolanan. Ya nggak tau, ketoke dulu ki mereka nggak serius pacaran sama aku..” (N, 5-6)

(63)

“..Kalau pas dia lagi mau sama aku ya sms aku, pas lagi nggak butuh ya nggak..” (N, 17-18)

Kekerasan juga dialami oleh perempuan saat pacar mereka menjalin hubungan dengan perempuan lain namun tidak mau memutuskan hubungan pacaran dengan dirinya.

“..sampai akhirnya dia punya cewek dia juga nggak mau putus sama aku. Jadi dia maunya sama sana jalan sama aku juga jalan..” (N, 18-19)

Perempuan juga mengalami kekerasan secara seksual dalam masa pacaran. Kekerasan seksual ini berupa ajakan untuk melakukan hubungan seksual, bahkan pacar mempersuasi untuk berhubungan seksual dengan alasan kesehatan dimana sperma pada laki-laki harus dikeluarkan secara rutin sebagaimana perempuan menstruasi setiap bulannya.

(64)

membandingkan kalau laki-laki harus keluar dengan onani atau mimpi basah, sedangkan perempuan dengan menstruasi.) (DL 41-47)

Untuk memperkuat keinginannya untuk melakukan hubungan seksual, pacar sudah menyediakan kost-kost an untuk berhubungan seksual dengan perempuan.

Nek mbiyen aku ora duwe prinsip mungkin aku udah ML berkali-kali. Dia tu yang itu lho, wes nyediake kost-kostane, wes nyediake tempat gitu lho. Aku mung, ya ampun. Aku blank ora ngerti kudu ngomong piye gitu lho.” (kalau dulu aku nggak punya prinsip mungkin aku sudah berhubungan seks berkali-kali. Dia tu udah menyediakan kost-kostan, udah menyediakan tempat. Aku Cuma, ya ampun. Aku blank nggak tahu harus ngomong apa) (DL 159-161)

Perempuan juga merasa tidak dihargai saat pacar terus-menerus mengajak berhubungan seksual walaupun sudah ditolak. Permasalahan ini kemudian berkembang menjadi pertengkaran dan terjadi kekerasan fisik berupa tamparan atau pukulan.

“..Karena maksudnya dia tu maksanya tu yang bener-bener memaksa gitu lho dan akunya tu yang sebenernya tu nggak mau yang nggak mau beneran gitu. Karena dengan kaya‟ gitukan diakan nggak menghargai keputusanku dong... Ya pernah sih dia mukul aku gitu. Ya itu sebenernya pertamanya marahan gara-gara itu (menolak berhubungan seks) tapi terus berkembang gitu lho masalahnya..” (D, 32-35, 45-47)

Saat perempuan tidak memenuhi permintaan pacar untuk berhubungan seksual ancaman akan „jajan‟ atau menggunakan jasa

(65)

“...Terus dia bilang kalau kamu nggak mau (berhubungan seksual) aku nanti jajan lho...” (DL 51-52)

Rasa kecewa muncul dalam diri perempuan saat pacarnya terus-menerus mengajak berhubungan seksual. Mereka merasa pacarnya tidak murni sayang namun ada keinginan untuk berhubungan seksual.

“..kecewa gitu karena dalam pikiranku itu selama ini dia sayang aku tu juga karena itu, karena pengen gitu nggak murni. Mungkin aku terlalu naif ya. Jadi aku kecewa aja ternyata dia sayang sama aku ada kayak gitu-gitu juga..” (D, 87-89)

Selain rasa kecewa, perempuan juga merasa beban. Beban yang dirasakan oleh perempuan ini lebih pada beban mengapa dalam hubungan pacaran harus berhubungan seksual.

“..Kadang tu aku merasa kayak ada beban, maksudnya kenapa sih pacaran tu harus selalu kayak gini. Akukan sayang sama dia beneran dan mungkin dia sayang sama aku beneran. Cuma aku nggak bisakan yang kayak gitu-gitu dan kayak gitu aku sangat menyayangkan..” (D, 98-101)

Kekerasan dalam bentuk verbal juga dialami oleh perempuan. Kekerasan verbal ini berupa makian yang dilakukan pacar kepada perempuan. Kata-kata makian ini dilakukan pacar secara langsung maupun lewat sms.

(66)

Bentuk kekerasan lainnya yang dialami oleh perempuan adalah tidak diakuinya hubungan pacaran oleh pacar mereka.

“...Dia ngomong gini „Apa yang harus aku lakuin gitu lho?‟ Terus aku ngomong „Kenapa kamu nggak mau mengakui hubungan kita didepan teman-teman? Sakit tau kemarin denger kayak gitu, kalau mereka tau kan nggak akan kayak gitu‟ Terus dia ngomong „Oke, apa yang harus aku lakukan? Ngomong di kecamatan apa gimana?‟ Tapi aku pikir kok malah ribet gitu, hah yah begitulah...” (K 35 -41)

Kekerasan fisik berupa tendangan juga dialami oleh perempuan dalam masa pacaran. Berbeda dengan pukulan atau tamparan yang disebabkan karena menolak berhubungan seksual, kekerasan fisik berupa tendangan ini tidak didahului dengan pertengkaran atau masalah apapun. Bahkan mereka mengatakan bahwa mereka ditendang pada saat tidur.

“...Tiba-tiba dia bangunin aku tu nggak kayak biasanya. Biasanya tu cuma ditepuk „Eh nggit kita kemana gitu‟ Nggak, langsung ditendang dari belakang. Kenalah itu pantatku, aduh sakit banget sampai njarem gitu lho.” (A 25-28)

(67)

disakiti. Berbagai bentuk kekerasan yang terjadi dalam masa pacaran ini membuat perempuan merasa telah menjadi korban kekerasan dalam pacaran dan merasa dirinya tidak berharga.

2. Sakit Hati dengan Perlakuan Pacar

Rasa sakit hati terhadap pacar muncul saat perempuan mengalami atau mendapat kekerasan dari pacar mereka. Secara spesifik rasa sakit hati ini diungkapkan perempuan dengan rasa menyesal, rasa beban dan rasa telah dibohongi oleh pacar.

Perempuan yang mengalami kekerasan merasa menyesal karena pernah menjalin hubungan pacaran dengan pacar yang melakukan kekerasan terhadapnya. Penyesalan ini muncul setelah perempuan memutuskan hubungan pacaran.

“..mungkin kalau semisal sekarang aku nyesel nggak pacaran sama dia, mungkin aku menyesal. Mendingan aku nggak usah pacaran aja sama dia meskipun udah lama. Kalau ditanya kamu mau nggak balik sama dia, aku nggak mau..” (D, 1 01-104)

Rasa menyesal juga muncul karena tetap bertahan dengan pacar walaupun merasa tidak tahan dengan perlakuannya. Perempuan menyesal mengapa saat itu mereka tidak keluar dari hubungan saat mendapat kekerasan dari pacar.

“..nek tak pikir-pikir yo aku yo salah, nek ora tahan mbok uwes metu dari lingkaran itu..” (DL, 92-93)

(68)

“..Terus jadi menyesal aja, kan kalau pacaran kan pernah ciuman gitu ya Nit. Jadi pas itu ngerasa nyesel, ya ampun kenapa sih dulu pake acara ciuman sama orang kaya‟ gitu..” (N, 71-73)

Rasa beban yang muncul pada perempuan akibat kekerasan yang mereka alami lebih pada beban karena menjadi bahan pembicaraan teman-temannya. Mereka menjadi bahan pembicaraan karena berkali-kali pacarnya berselingkuh dengan perempuan lain.

“..Terus beban moral karena diomongin orang -orang, walaupun mungkin maksudnya bercanda tapi aku jadi masukin ke hati „ya ampun gonta ganti pacar, ya ampun dibodohi lagi‟..” (N, 68-70)

Rasa telah dibohongi muncul saat perempuan melihat foto pacar mereka setengah memeluk perempuan lain.

“..Soalnya aku tau, kan kebohongannya terungkap to itu. Kebohongannya dia, waktu itu aku liat foto mesranya dia setengah meluk sama cewek itu..” (K, 26-27)

Berbagai bentuk kekerasan yang dialami perempuan dalam masa pacaran membuat perempuan merasa menyesal, beban dan telah dibohongi oleh pacar mereka. Perasaan ini muncul baik saat mereka mengalami kekerasan ataupun setelah mereka memutuskan hubungan dengan pacar yang melakukan kekerasan terhadap mereka.

3. Tetap Bertahan dengan Pacar walaupun Mengalami Kekerasan

(69)

perempuan percaya bahwa pacar mereka suatu saat akan berubah sehingga mereka akan memberi kesempatan dan tidak memutuskan hubungan pacaran.

“..aku sebenernya udah kasih kesempatan gitu, aku udah sering banget bilang pokoknya kalau ini lagi kita putus ya gitu. Ya maksudnya aku tu kasih kesempatan bukan hanya yang kedua gitu lho, bahkan yang berpuluh-puluh kali untuk dia berubah untuk dia apa gitu, cuman dia tu yang nggak bisa gitu..” (D 36-40)

Perempuan juga akan kembali luluh setelah memutuskan hubungan dengan pacar yang melakukan kekerasan saat pacar mereka menunjukkan sikap yang baik dan sudah berubah. Namun, setelah mereka kembali menjalin hubungan kekerasan tersebut akan kembali terjadi.

“Terus habis itu ceritanya aku putus tapi dianya nggak mau udahkan akhirnya lama kelamaan kan aku luluh lagi tuh, karenakan dia emang orangnya baik kan. Yaudah luluh lagikan terus, tapi suatu kali kayak gitu lagi dengan masalah yang sama dengan alur cerita yang sama gitu.” (D 65-69)

Lamanya menjalin hubungan juga menjadi alasan bagi perempuan untuk bertahan dengan pacarnya walaupun mengalami kekerasan. Mereka akan tetap bertahan karena merasa waktu pacaran yang sudah lama.

(70)

Selain waktu menjalin hubungan yang sudah lama, keputusan untuk tetap bertahan dengan pacar juga dilatarbelakangi karena keluarga yang sudah saling tahu.

Ya banyak pertimbangan sih, kitakan pacaran udah lama, terus keluarga udah saling tahu” (D 82-83)

Keluarga pacar yang baik juga menjadi salah satu alasan bagi perempuan untuk tetap bertahan dengan pacarnya walaupun mereka mengalami kekerasan.

“Yo ingin mengakhiri itu, cuman yang ada dalam pikiranku saat itu mikirke keluargane gitu lho. Soalnya mereka tu baik banget, melebihi keluargaku sendiri, yang aku rasain saat itu ya. Pokoke nganggep aku anak, yo apik lah, aku mikirnya pada saat itu wes diapiki karo keluargane kok kowe menyakiti anake. Pada waktu itu aku mikirnya, yowes ra popo wong keluargane apik kok, itu yang membuat aku nggak putus sama dia.” (DL 68-72)

Hal lain yang menjadi latar belakang perempuan tetap bertahan dengan pacarnya walaupun mendapatkan kekerasan adalah perasaan takut apabila dianggap lepas tangan terhadap pacar.

Kalau misalnya aku langsung mutusin dia saat itu juga kayanya aku lepas tangan. Maksudnya, ya aku ngerti buruknya dia kaya‟ gitu tapikan kasihan gitu lho kalau dia sampai jajan hanya gara-gara kaya‟ gitu.” (DL 56-59)

(71)

“Oh ini sing dijenengke pacaran. Mungkin kaya gini, mungkin ini riak, mungkin ini masalah yang baru datang. Waktu itu aku mikirnya kaya gitu, aku nggak ngeh kalau itu penindasan, penjajahan.” (DL 109-111)

Perasaan cinta yang mendalam terhadap pacar juga membuat perempuan tetap bertahan walaupun mereka mengalami kekerasan dari pacar.

“Aku tetep seperti biasa, tetep sayang sama dia, ya nggak peduli, mungkin karena aku cinta buta sama dia ya.” (K 32-33)

Kekerasan yang terjadi dalam masa pacaran dianggap sebagai

„jalan‟ yang harus mereka terima. Anggapan ini membuat perempuan

bersikap menerima dan tetap bertahan pada kekerasan tersebut. “Ya sudah tak lakuin, kalau memang ini jalanku sama dia begitu oke aku terima. Tapi kalau nggak ya tolong kasih tau yang lain.” (A 55-56)

Rasa ingin menolong dan mendampingi pacar membuat perempuan tetap bertahan dengan pacar mereka. Mereka beranggapan bahwa pacar mereka sesungguhnya hanya membutuhkan orang yang mau mendampingi dalam situasi apapun dan mereka bersedia untuk mendampingi.

(72)

Perempuan menganggap pacar mereka melakukan kekerasan karena ada rasa tertekan. Hal ini membuat perempuan menjadi orang yang tidak ingin menekan pacarnya dan membolehkan pacarnya meluapkan rasa tertekan tersebut kepada mereka.

“..mungkin dia tertekan di kerjaannya dia, terus dia ada masalah dengan keluarganya pokoknya tu ada tekanan dia tu pasti kayak gitu. nah aku tu pengen jadi orang yang nggak menekan dia, jadi bolehlah kamu itu meluapkan segala marahmu sama aku ini aku nggak papa gitu lho asal kamu lega kamu plong setelah itu kamu kembali ke kerjaanmu, kamu beres.” (A 77-82)

Perasaan senang karena pacar perhatian dan pintar memperlakukan cewek membuat perempuan bertahan pada hubungan pacaran.

“Aku tu baru sekali itu gitu lho ngrasain yang bener-bener seneng ada yang merhatiin. Apa lagi de‟e ki menurutku pinter memperlakukan cewek.” (N 35-36)

Sikap tetap bertahan pada pacar yang melakukan kekerasan ditunjukkan oleh perempuan dengan tetap diam dan introspeksi diri saat mereka mendapat kekerasan dari pacar.

“Aku nggak pernah yang cowokku marah terus aku balik marah gitu nggak pernah, justru diem aku introspeksi diri bener nggak sih apa yang diomongin.” (A 94-96)

Gambar

Grafik 2. Jumlah Kasus Kekerasan dalam Pacaran Tahun 2000 – 2006 ............... 3
Tabel 3. Sintesis Data Pengalaman .....................................................................
Grafik 1 Jumlah Kekerasan Terhadap Perempuan Nasional Tahun 2001 – 2010
Grafik 2 Jumlah Kasus Kekerasan dalam Pacaran Tahun 2000 – 2006
+4

Referensi

Dokumen terkait

Implikasi hukum administrasi dalam hubungan hukum rumah sakit-pasien adalah menyangkut kebijakan-kebijakan (policy) atau ketentuan-ketentuan yang merupakan syarat

Penelitian ini menggunakan metode eksplanatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pengaruh antara variabel Kemampuan Kerja dan Motivasi Kerja Tenaga

Mikrobia yang berada pada zona rizosfer mempunyai kemampuan untuk membentuk mantel di daerah perakaran, berperanan juga sebagai hara tanaman misalnya penyedia N,

Zat-zat lain yang bereaksi dengan air secara hebat, seperti asam sulfat pekat, logam halide anhidrat, oksida non logam halide harus dijauhkan dari air atau disimpan

Hasil dari analisa data pengujian untuk pengeringan kopra dengan menggunakan Sistem rooftop solar copra dryer, didapatkan beberapa hasil yang dibuat dalam bentuk

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammadiyah (2012) yang menyatakan bahwa beralihnya profesi petani dari petani tembakau ke petani kakao

Saluran tataniaga beras di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yang terdiri dari