• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pelayanan Pastoral Konseling di Gereja Wesleyan Indonesia Tanjung Selamat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Dampak Pelayanan Pastoral Konseling di Gereja Wesleyan Indonesia Tanjung Selamat"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 125

Dampak Pelayanan Pastoral Konseling di Gereja Wesleyan Indonesia

Tanjung Selamat

Thomson Siallagan, J. P. Simamora, Aslinawati Gurusinga, Rika Kartika Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan

thomsonsiallagan75@gmail.com

Abstract

Pastoral counseling services in local churches are often neglected because the pastor or pastor does not have the expertise to do counseling. However, because so many problems arise in the personal and family life of the congregation, pastoring must be done, but it is often ineffective. At the Indonesian Wesleyan Church, the Tanjung Selamat Congregation, pastoral counseling was also conducted. Pastoral is said to be effective, if it meets at least three indicators, namely: first, the counselee and concern for the problems faced. Second, the counselor is able to carry out the stages of counseling well. Third, the counselee looks for a way out of the problems he faces. The research method used is field qualitative research with a sample of 15 people, consisting of 12 counselees and 3 counselors. With three research focuses, namely the opening stage of counseling, counseling steps and counseling results. Based on the findings and discussion of the research through data analysis techniques, it was found that the implementation of pastoral counseling at the Wesleyan Indonesian Congregation of the Tanjung Selamat Congregation was quite effective. This is proven, both from taxonomic data and triangulation of 90% of cases handled by counselors running effectively.

Therefore, the researcher suggests that counselors improve their ability in counseling and improve their spiritual quality.

Keywords: pastoral, counselling, ministry

Abstrak

Pelayanan pastoral konseling di gereja lokal, sering diabaikan karena alasan para pelayan atau Pendeta tidak memiliki keahlian melaksanakan konseling. Namun demikian, karena ada begitu banyak masalah yang timbul dalam kehidupan pribadi maupun keluarga jemaat, maka pastoral harus dilakukan, namun sering kurang efektif. Di Gereja Wesleyan Indonesia Jemaat Tanjung Selamat, pastoral konseling juga dilaksanakan. Pastoral yang konseling dikatakan efektif, jika memenuhi setidaknya tiga indikator, yaitu: pertama, konseli dan konselor sepakat mengenai masalah yang dihadapi. Kedua, konselor mampu melaksanakan tahapan-tahapan konseling dengan baik. Ketiga, konseli mendapatkan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Metode penelitian dilakukan penelitian kualitatif lapangan, dengan melibatkan 15 anggota sample, yang terdiri dari 12 konseli dan 3 konselor. Dengan tiga fokus penelitian, yaitu tahapan pembukaan konseling, langkah-langkah konseling dan hasil konseling. Berdasarkan temuan dan pembahasan penelitian melalui tehnik analisis data ditemukan bahwa pelaksanaan pastoral konseling di Wesleyan Indonesia Jemaat Tanjung Selamat, berjalan cukup efektif. Hal ini terbukti, baik dari data taksonomi ataupun trianggulasi 90% kasus yang ditangani oleh konselor berjalan efektif. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar para konselor semakin meningkatkan kemampuan mereka dalam melaksanakan konseling sekaligus meningkatkan kualitas rohani.

Kata Kunci: konseling, pastoral, pelayanan

Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani

Vol 1, No 2, Des 2018 (125-140)

ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) http://www.sttbaptis-medan.ac.id/e-journal/index.php/illuminate

I L L U M I N A T E

(2)

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 126 I. Pendahuluan

Seorang gembala adalah mereka yang dipilih, dipanggil, dan ditetapkan Allah berdasarkan rencanaNya. Tujuan Allah memanggil gembala adalah firman Tuhan harus di beritakan, dan untuk memperlengkapi umat Allah bagi pertumbuhan gereja secara utuh dan serasi. Pelayanan pastoral konseling merupakan tugas yang sangat mendasar bagi seorang gembala sidang ataupun Pendeta bersama tim penggembalaan dalam gereja lokal. Tidak ada satu alasan apapun yang dapat membatalkan kebenaran tersebut. Sebagaimana disebutkan oleh Senduk bahwa pelayanan konseling atau memberi nasehat untuk memecahkan masalah anggota jemaat adalah tugas pendeta yang sangat mulia.1 Pernyataaan tersebut dengan tegas menunjukkan bahwa pelayanan pastoral konseling merupakan bidang pelayanan yang mulia karena memberi dampak langsung kepada pertumbuhan seorang jemaat.

Seorang gembala harus memiliki visi, integritas, stamina dan kerohanian yang baik supaya jemaatnya boleh bertumbuh baik secara kuantitas maupun kualitas. Dalam surat Paulus kepada Timotius (I Timotius 3:8-12) dicantumkan kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang diaken yaitu orang yang terhormat, tidak bercabang lidah, tidak penggemar anggur, tidak serakah, orang yang memelihara rahasia iman, orang yang tak bercacat, istrinya orang yang terhormat, tidak pemfitnah, dan dapat menguasai diri. Dari ayat ini sangat jelas bagi seorang gembala untuk untuk meneladaninya sehingga kehidupannya menjadi berkat bagi orang yang dilayaninya. Matin Bucer menggambarkan tugas penggembalaan adalah: pertama, Membawa orang-orang kepada Kristus. Kedua, Mengembalikan mereka yang telah tersesat.

Ketiga, Memperoleh perbaikan kehidupan bagi mereka yang jatuh kedalam dosa. Keempat, Menguatkan orang Kristen yang lemah. Kelima, Memelihara orang Kristen yang sehat dan kuat, dan mendorong mereka untuk maju kearah kebaikan.2

Tugas penggembalaan harus dihadirkan bagi Jemaat yang mengalami kompleksitas persoalan kehidupan melalui pastoral konseling tersebut. Namun dewasa ini, tugas pastoral konseling di beberapa gereja lokal kurang diperhatikan oleh Pendeta maupun Badan Pengurus Jemaat, Tua-Tua, Majelis Jemaat maupun Pengurus Jemaat, karena berabagai faktor. Tidbal mengatakan, peranan gembala telah diganti oleh professional lainnya belakangan ini tugas pemeliharaan telah dialihkan ke tangan porfesional lainnya. munculnya ahli terapi sekuler dan

1 H. L Senduk, Pedoman Pelayanan Pendeta, n.d. 98

2 Derek J. Tidball, Teologi Penggembalaan, Suatu Pengantar (Malang: Gandum Mas, n.d.). 53

(3)

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 2, Des 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 128 ledakan pelayan sosial telah merupakan ancaman bagi gembala jemaat3 pernyataan tersebut menunjukkan bahwa munculnya professional dalam pelayanan konseling dan terapi psikologis telah menyebabkan mundurnya pelayanan pastoral konseling dalam gereja local.

Munculnya situasi tersebut tentu disebabkan oleh berbagai faktor, seperti meningkatnya minta jemaat menggunakan jasa konseling sekuler, rendahnya kemampuan tim penggembalaan melaksanakan pastoral konseling dan tersitanya waktu para Pendeta dan Penatua untuk menlaksanakan pelayanan lainnya menjadi beberapa alasan diantara alasan- alasan lainnya. Pelayanan pastoral konseling merupakan tugas yang sangat mendasar bagi seorang gembala sidang ataupun Pendeta bersama tim penggembalaan dalam gereja lokal.

Tidak ada satu alasan apapun yang dapat membatalkan kebenaran tersebut. Sebagaimana disebutkan oleh Senduk bahwa pelayanan konseling atau memberi nasehat untuk memecahkan masalah anggota jemaat adalah tugas pendeta yang sangat mulia.4 Pernyataaan tersebut dengan tegas menunjukkan bahwa pelayanan pastoral konseling merupakan bidang pelayanan yang mulia karena memberi dampak langsung kepada pertumbuhan seorang jemaat.

Menjalankan kepemimpinan pastotral dalam bidang pastoral konseling tidak mudah.

Yosafat menyatakan, “terbukti beberapa Pendeta dan Majelis tidak cakap dalam bidang ini beberapa rekan majelis tidak mengerti cara mengkonseling jemaat yang bermasalah bahkan sebagian besar belum pernah mempraktekkannya.5 Untuk itu lebih jauh, ia mengatakan,

“gereja harus secara berkala mengadakan pelatihan konseling pribadi kepada pemimpin pastoral agar mereka selaku pendamping pastoral memiliki kecakapan dalam hal ini.6 Namun demikian pada kenyataannya tidak semua gereja lokal sudah melaksanakan prinsip tersebut.

Berdasarkan pengamatan peneliti, di beberapa gereja lokal yang berbasis kesukuan, pelayanan pastoral sudah dipersempit hanya kepada urusan penyembahan, ibadah dan administrasi gereja saja. Dan sekiranya para pelayan atau tim penggembalaan melaksanakan pelayanan pastoral maka seringkali dilakukan pendekatan budaya dan kekeluargaan dan bukan pendekatan kerohanian. Hal ini menimbulkan kurang efektifnya pelaksanakan pastoral konseling tersebut.

Di lain pihak ada pelayanan pastoral yang sudah melaksanakan pelayanan pastoral konseling, tetapi gagal sampai kepada tujuan utama dan terutama dari konseling Kristen.

Konseling Kristen yang dimaksudkan untuk membuat seseorang mengerti kondisinya,

3 Ibid. 19

4 Senduk, Pedoman Pelayanan Pendeta.

5 Tidball, Teologi Penggembalaan, Suatu Pengantar. 98

6 Senduk, Pedoman Pelayanan Pendeta. 181

(4)

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 129 menyadari kekuatan Tuhan untuk menolongnya dan kemudian mengalami perubahan terutama secara rohani tidak tercapai karena hanya pelayanan pastoral konseling yang dilakukan hanya berupaya menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul ke permukaan saja. Artinya, pastoral konseling yang diakukan tidak memenuhi kebutuhan obyektif jemaat melainan hanya kebutuhan subyektif saja. Yosafat mengatakan, “Pemimpin pastoral berfungsi membimbing jemaat agar mereka menemukan kebutuhan obyektifnya misalnya kerinduan bersekutu dengan Tuhan, mematikan dosa, mengandalkan Tuhan merindukan buah Roh Kudus dan lain-lain.7

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widodo Gunawan dalam Pastoral Konseling: Deskripsi Umum Dalam Teori dan Praktik.8 Ia menemukan berbagai teori pendampingan pastoral konseling. Pada bagian kesimpulan Widodo Gunawan mengharapkan teori yang telah disusunnya mampu dipraktekkan di gereja. Maka, pada penelitian ini peneliti akan menyajikan hasil dari praktek pastoral konseling dari melalui metode wawancara.

Adapun Tujuan Penelitian ini dilakukan adalah untuk mendeskripsikan dampak pelayanan pastoral konsleing terhadap jemaat di Gereja Wesleyan Indonesia Tanjung Selamat.

II. Metode Penelitian

Pendekatan dan jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah Metode kualitatif lapangan. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi dan pemikiran seseorang atau sekelompok orang. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber primer dan data sekunder. Sumber primer adalah sumber yang diperoleh langsung melalui obeservasi dan wawancara terhadap jemaat yang pernah dikonseling oleh Pendeta konselor di Gereja Wesleyan Indonesia Jemaat Tanjung Selamat, Sedangkan sumber sekunder adalah sumber yang diperoleh dari pihak-pihak lain yang dirasa mengerti tentang aktivitas Pastoral Konseling di Gereja Wesleyan Indonesia Jemaat Tanjung Selamat. Yakni pengurus gereja Wesleyan Indonesia Jemaat Tanjung Selamat, yang mengerti aktivitas Pastoral Konseling di Gereja Wesleyan Indonesia Jemaat Tanjung Selamat. Hasil penelitian melalui wawancara yang dilakukan akan dilihat dampaknya dari ke-efektifan proses konseling. Adapun konselor dalam proses konseling berjumlah 2 orang, sedangkan konseli berjumlah 10 orang.

7 Yosafat Bangun, Integritas Pemimpin Pastoral (Yogyakarta: Andi Offset, 2014). 169

8 Widodo Gunawan, “Pastoral Konseling: Deskripsi Umum Dalam Teori Dan Praktik,” Jurnal ABDIEL 2, no. 1 (2018): 85–104.

(5)

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 2, Des 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 130 Tabel 1. Pertanyaan-Pertanyaan dalam Wawancara (Interview Guide) kepada Konselor

1 Pernahkah saudara melakukan konseling?

2 Masalah apa saja yang dihadapi jemaat yang pernah saudara bimbing/konseling?

3 Berapa lama saudara konseling?

4 Bisa menceritakan langkah-langkah bimbingan yang saudara lakukan sejak awal hingga akhir?

5 Kualifikasi apa saja yang saudara miliki sebagai pembimbing/konselor?

6 Bagaimanakah jalannya proses konseling tersebut?

7 Apa hasil konseling tersebut dalam diri jemaat?

8 Efektif atau tidak konseling itu?

III. Pembahasan

Pengertian Pastoral Konseling

Pastoral konseling melibatkan hubungan antar pribadi dari seorang pastor konseling atau konselor dengan seseorang yang sedang mencari pertolongan untuk masalah pribadi yang mengganggu kehidupannya. Pastor konselor adalah orang yang bersedia memberikan konseling dan mempunyai kemampuan melaksanakan konseling karena telah terlatih. Pastoral konseling menurut Yakub Susabda adalah sebagai berikut:

Pastoral Konseling adalah hubungan timbal balik antara hamba Tuhan (pendeta, penginjil, dan sebagainaya) sebagai konselor dengan konselinya, dalam mana konselor mencoba membimbing konselinya ke dalam suau suasana percakapan yang ideal yang memungkinkan konseli itu betul-betul dapat mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadoi pada dirinya sendiri, persoalannya, kondiis hidupnya, dimana ia berada, dan sebagainya; sehingga ia mampu melihat tujuan hidunya dlam relasi dan tanggungjawabnya pada Tuhan dan mencoba mencapai tujuan itu dengan takaran, kekuatan, dan kmampuan yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.9

Dari defenisi diatas, menjadi defenisi yang digunakan oleh peneliti dalam kajian maupun penelitian lapangan dalam penelitian ini.

Pastoral Konseling yang Efektif

Kristen Efektifitas pastoral konseling alam gereja lokal hanya bisa diukur jika beberapa faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan konseling oleh tim pastoral berjalan dengan baik, meliputi terpenuhinya prinsip-prinsip pelaksanan pastoral konseling, konselor memiliki ketranpilan dasar melaksanakan konseling, konselor mampu mengadakan wawancara dengan

9 Yakub B. Susabda, Pastoral Konseling, (Malang: Gandum Mas, 2015). 4

(6)

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 131 baik, konselor menggunakan tahapan konseling dengan benar dan hasil dari konseling tersebut terukur dengan adanya perubahan yang positif dalam diri konseli. Hal tersebut berturut-turut akan diuraikan oleh peneliti di bawah ini

Memahami Prinsip-Prinsip dalam Pastoral Konseling

Pastoral konseling akan berdaya guna jika memenuhi prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: pertama, pastoral konseling harus melibatkan tanggapan terhadap perasaan, pikiran dan tingkah laku atau perbuatan dari konseli.10 Kedua, konseling melibatkan penerimaan yang mendasar terhadap persepsi dan perasaan konseli. Konselor harus menerima keberasaan konseli sebagaimana adanya sebelum mengharapkan perubahan terjadi pada diri konseli.

Ketiga, konselor harus dapat menjaga kerahasiaan pribadi dari konseli baik saat maupun setelah proses konseling berlangsung. Keempat, konseling harus bersifat sukarela. Konseli harus dengan sukarela memberikan semua informasi yang dibutuhkan oleh konselor dan demikian juga sebaliknya. Konselor harus memiliki kemampuan berkomunikasi dua arah dengan baik baik secara verbal maupun non-verbal. Keenam, konseling merupakan pengalaman yang melampaui budaya dan pengalaman berbagai budaya. Oleh karena itu, konselor harus seorang yang mampu mempertimbangkan faktor budaya dan menafsirkan perilaku atau perkataan, maupaun suatu ide karena masing-masing budaya dapat mempunyai arti tertentu.

Memiliki Keterampilan dasar Pastoral Konseling

(1) Ketrampilan Kehadiran dan Terlibat, Konselor harus menghadap konseli secara tepat, untuk menyatakan bahwa konselor menyediakan diri bagi si konseli. Konselor harus menjaga posisi tubuh yang terbuka dan sedikit condong ke depan, dimana tangan dan kaki tidak disilangkan untuk menyatakan bahwa konselor siap terlibat dalam proses konseling. (2) Ketrampilan Mendengar, mendengar dengan penuh perhatian baik komunikasi verbal maupun non-verbal, keterampilan mendengar secara aktif melalui pemberian pertanyaan terbuka, tertutup, meneguhkna, merefleksikan perasaan, dan meringkas verita, kerampilan mendengar kiisah konseli Ketika menyampaikan kisahnya, meraba perasan dan pikiran konseli, serta memahami konteks pembicaraan. (3) Ketrampilan Mempengaruhi, keterampilan penafisran dengan memberikan kerangka alternatif kepada konseli agar ia dapat memandang persoalan

10 Nurli Simamora, “PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PERAGA TERHADAP KEAKTIFAN BELAJAR ANAK SEKOLAH MINGGU USIA 8-13 TAHUN DI HKBP TARUTUNG KOTA RESORT TARUTUNG KOTA TAHUN 2017,” AREOPAGUS: Jurnal Pendidikan Kristen, Teologi, Musik Gereja dan Pastoral Konseling 16, no. September (2018): 1–6.

(7)

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 2, Des 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 132 yang dihadapinya dengan cara lain, keterampilan memberi petunjuk untuk menyatakan secara langsung kepada konseli Tindakan apa yang diambil berupa saran sederhana dalam bentuk perintah, keterampilan membrei nasehar dalam memberikan ide, saran, pekerjaan praktis, brehubungan dengan penyediaan informasi baru kepada konseli, dan keterampilan membuka diri yaitu dengan membagikan pengalamannya dari masa lalu atau meberikan reaksi saat ini kepada konseli untuk membangun kepercayaan konseli kepada konselor.

Penerapan Wawancara dalam Konseling

Wawancara dalam konseling merupakan suatu bentuk percakapan yang berbeda dari percakapan biasa sehari-hari. Percakapan tersebut berbeda karena bersifat klinis atau terapeutik, mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Untuk itu, konselor harus melakukan wawancara dengan sasaran yang sangat jelas untuk menghindari terbawa arus dan hanyut dari satu pokok persoalan kepada pokok persoalan lainnya dengan cara yang tidak produktif.

Konselor juga memiliki tujuan yang berbeda-beda dalam setiap sesi wawancara, oleh karena itu, tujuanlah yang menuntun konselor dalam menenetukan isi wawancara. Tidak seperti pembicaraan umum, wawancara dalam konseling diarahkan oleh teori atau sifat klinis yang diterapkan. Teori tersbeut mengacu kepada serangkaian prinsip yang sistematik yang digunakan oleh konselor untuk memahami atau menjelaskan suatu fenomena yang dihadapi konseli. Teori tersbeut juga akan menentukan isi dan proses konseling yang berlangsung.

Sangat penting dipahami bahwa wawancara dalam konseling bukan saja wawancara yang memiliki tujuan klinis dan didasarkan pada teori tetapi juga harus terstruktur.

Wawancara terstruktur artinya setiap tahapan dalam wawancara baik permulaan, pertengahan dan akhir selalu memiliki tujuan dan penekanan tertentu. Tugas pertama konselor adalah membangun hubungan, dan memelihara kehangatan, memupuk kepercayaan konseli dan mengembangkan kerjasama yang baik. Pada tahap pertengahan konselor dan konseli bekerjasama untuk mengembangkan pandangan baru, kemampuan dan sumber-sumber untuk mendapat perubahan yang diinginkan. Sedangkan pada tahap akhir, wawancara meliputi tinjauan dan evaluasi kegiatan dan hubungan yang terjadi antara konselor dengan konseli, serta perencanaan tindak lanjut untuk kemudian hari.

Melaksanakan Tahapan Proses Konseling dengan Baik

(1) Membangun Hubungan, Dalam setiap proses konseling termasuk pastoral konseling, tahapan membangun hubungan antara konselor dengan konseli sangat penting dan berdampak

(8)

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 133 pada keberhasilan konseling.11 Oleh karena itu syarat utama dalam tahapan ini adalah perlunya kualitas dan perilaku konselor yang efektif, sebagaimana diuraikan berikut ini:

pertama, konselor memiliki pengertian yang baik terhadap diri sendiri, menyadari kebutuhan diri sendiri, menyadari motivasi untuk menolong, menyadari perasaan diri sendiri dan menyadari kekuatan, kelemahan pribadi serta cara untuk menghadapinya. Kedua, konselor harus memiliki kehidupan rohani yang baik. Proses konseling sejatinya adalah upaya menghadirkan Allah untuk menolong konseli keluar dari permasalahannya. Konselor sendiri harus menyadari ia membutuhkan konselor sejati yaitu Roh Kudus. Ketiga, memiliki kepekaan dan mengenal peran faktor rasio, etnik, budaya dan latar belakang lainnya dalam diri sendiri maupun diri konseli. Keempat, mempunyai pemikiran yang luas. Pemikiran yang luas memungkinkan seorang konselor untuk memandang dan memahami situasi konseli dengan baik dan proporsional, atau sesuai dengan tempatnya. Kelima, mampu bersikap obyektif. Sikap obyektif adalah suatu sikap yang bebas nilai selain dari nilai kebenaran dan ketidakberpihakan kepada apapun selain kepada kebenaran dan kebaikan. Keenam, konselor yang memiliki kemampuan memadai dalam melaksanakan proses konseling. Kompetensi itu sendiri akan diuji oleh berhasil tidaknya seorang konselor menolong konseli mengatasi persoalan hidupnya dengan baik. (2) Tahapan Menilai dan Merumuskan Masalah, mengiventarisasi riwayat dan latar belakang konseli, menganalisis masalah, konselor selanjutnya merumuskan atau mengkonseptualisasi masalah secara integratif dan membuat perencanaan proses konseling. (3) Menetapkan Tujuan, konselor dan konseli duduk bersama- sama untuk menentukan harapan yang akan dicapai dalam proses konseling. Sangat penting disadari oleh konselor bahwa tujuan haruslah tertentu dan konkrit sehingga memberikan arah yang jelas bagi konseli. Hasilnya harus dapat diukur dan kelihatan sehingga dapat mengukur keberhasilan atau keefektifan pertolongan yang diberikan oleh pastor konselor melalaui proses konseling. Dengan demikian ada perbedaan yang terjadi dalam hidup konseli ketika proses konseling sedang atau sudah selelsai dilakukan. (4) Tahapan Menetapkan Tindakan, Pada tahapan menetapkan tindakan maka beberapa point yang penting untuk dilaksanakan oleh konselor maupun konseli. Pertama, konselor bersama konseli menyusun rencana-rencana maupun kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan pada tahapan sebelumnya. Kedua, membuat jadwal pelaksanaan kegiatan konseling maupun tugas-tugas lanjutan yang harus dilakukan oleh konseli. Ketiga, melaksanakan kegiatan-kegiatan yang

11 Wong Pong Lan et al., “POIMEN : Jurnal Pastoral Konseling ANALISIS FAKTOR KOMUNIKASI INTERPERSONAL GEMBALA DAN TIM PENGGEMBALAAN YANG EFEKTIF BAGI JEMAAT GBI GIHON RAYON 12 CABANG GRAND ELIT HOTEL PEKANBARU” 2, no. 2 (2021): 1–18.

(9)

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 2, Des 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 134 akan dilakukan bersama antara konselor dengan konseli maupun kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh konseli seorang diri ataupun bersama dengan orang lain dalam konteks sosialnya. Keempat, mengevaluasi tindakan-tindakan atau tugas-tugas kegiatan yang sudah direncakan dan dilakukan serta mengukur keberhasilannya. (5) Tahapan Terminasi atau penghentian Konseling, Konseling yang efektif selalu ditandai adanya terminasi atau penghentian pastoral konseling kepada jemaat. Ada beberapa prinsip yang harus dipahami dan dilakukan oleh konselor dalam melaksanakan terminasi atau penghentian konseling. Pertama, menghentikan proses konseling jika permasalahan sudah diatasi. Kedua, menghentikan konseling di tengah jalan dalam situasi khusus jika konseli tidak cocok dengan konselor, konselor merasa tidak mampu melaksanakan proses konseling dan akhirnya memberi rujukan kepada Pastor konselor lainnya, dan menghentikan proses konseling jika proses itu sendiri tidak efektif. Ketiga, alasan untuk menghentikan proses konseling haruslah alasan yang benar, jujur dan obyektif, serta tidak dilakukan secara mendadak.12

Teori Konseling

Teori konseling merupakan peta penuntun pada proses pastoral konseling untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Konselor harus mampu menggunakan teori-teori konseling Kristen untuk mengumpulkan, mengelola, meneliti Informasi untuk menjelaskan dan merumuskan masalah konseli dan selanjutnya menetapkan intervensi tertentu kepada konseli.

Setiap pandangan filosofi konselor akan tercermin melalui caranya bereaksi terhadap persoalan konseli dan bagaimana persoalan tersebut ditangani.

Cara Penyembuhan bagi Personality Disorders

Gambaran tentang orang Kristen yang sehat adalah seorang yang secara psikologis suka memberi, bebas dari kekuatiran, memiliki pertahanan rohani yang sehat, memperdulikan orang lian, berfungsi dengan baik sebagai manusia utuh, dapat beradaptasi, memiliki keahlian berhubungan dengan orang lain, diri sendiri dan alam sekitarnya.13

(1) Compulsive. Cara Pastor konselor dalam mengatasinya adalah dengan membuat pendekatan yang rileks dan santai, memberi wawasan tentang ciri seorang yang compulsive, membantu orang tersebut untuk mengaktifkan perasaannya dan member pertolonganAlkitabiah yang berhubungan dengan anugerah, kemurahan dan penerimaan. (2)

12 Diktat Teori Dan Teknik Konseling (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta, 2003). 9-11

13 James Widodo, “Integrasi Teologi Dan Psikologi Dalam Pelayanan Pastoral Konseling Kristen” 3, no. 2 (2014): 128–144.

(10)

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 135 Histerical , konselor harus menciptakan persahabatan namun tetap menjaga jarak, memberitahunya tentang kondisinya tersebut melalui wawasan yang benar, membantunya berpikir dengan baik karena ia terlalu menuruti perasaanya, memberi pertolongan Alkitabiah berupa penguatan kata hati, penekanan ajaran bukan hanya pada penerimaan dan perhatian Tuhan tetapi juga adanya keadilan Allah. (3) Paranoid, Konselor perlu menciptakan sebuah pendekatan pasif dan menjadi pendengar yang ramah. Memberi wawasan kepada konseli tentang apa yang dialaminya dan menggunakan kebenaran firman Tuhan untuk menolongnya hidup dalam lingkungan sosial dan menaruh percaya, mempraktekkan kasih dan kepedulian kepada orang lain. (4) pasif agresif, konselor mengajarkan tentang arti perlawanan dan agresi disertai akibat-akibatnya, memberitahukannya tentang realitas kehidupannya yang kekanak- kanakan, mengkaji bersama manfaat dan kerugian yang didapat oleh konseli dari tindakannnya, membuat rencana sikap-sikap yang baru dan mendampingi konseli hingga berhasil melakukan tindakan yang positif dan mengkonfirmasi manfaatnya. Mengajarkannya kebenaran Alkitab tentang bertindak dengan penuh kedewasaan. (5) dependent atau bergantung, konselor menolong konseli yang demikian adalah dengan menginventarisasi ketergantungan konseli dan memberitahu dampak negative yang ditimbulkan dalam diri konseli, membuat rencana untuk menghilangkan ketergantungan kepada orang lain, mengajarkan tentang gambar diri yang positif dan mengajarkan firman Tuhan tentang potensi diri dalam pertolongan Tuhan. (6) antisosial, melakukan terapi komunitas dan mengasah kesadaran sosialnya dengan melibatkannya dalam kegiatan-kegiatan komunitas, mencari tahu motivasi hidupnya dan mengajarkan Firman Allah tentang keadilan, kasih kepedulian dan persekutuan. (7) avoidant atau suka menghindar, dengan membangun komunitas penerimaan, memberi peran pada kelompok atau tubuh Kristus, dan mengajarkan firman tentang persahabatan dan kasih orang Kristen. (8) schizoid, menolong mereka untuk mengatasi perasaan-perasaan yang mereka hadapi ketika bertemu dengan orang lain. Membawa mereka ke dalam terapi kelompok dimana ia disambut dengan penerimaan dan persahabatan yang alamiah. Mengajarkannya tentang peran dan fungsi tubuh Kristus serta keunikannya sebagai anggota-anggota yang saling memberkati dan saling membangun. (9) schizotypal, memberi pertimbangan medikasi dan memberikan pertolongan konseling secara serius kepadanya.

Sangat dianjurkan agar ia masuk dalam terapis kelompok atau komunitas tubuh Kristus dan memberi dia kesempatan menerima penghargaan atas pikirannya. (10) narcissistic, memberitahunya gejala personality yang dimilikinya dan akibat-akibat yang disebabkannya, mengajarkannya tentang kerendahan hati dan posisi manusia di hadapan Allah sebagai pusat kehidupan dan sesame, serta memberitahukannya peran sosial yang baik dalam konteks tubuh

(11)

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 2, Des 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 136 Kristus. (11) borderline, mendorongnya untuk maju dalam bidang yang digelutinya, bekeja dengan ulet dan sesuai dengan realitas, memberinya wawasan tentang apa yang dialaminya, mengajarkan tentang keteguhan hati dan pendirian, mengajarkan kebenaran Firman tentang jaminan Allah bagi orang percaya sehingga tidak perlu takut ditinggalkan dan sendiri. 14 Alternative Sekuler dalam Konseling Kristen

Pertama, Psikolanalisis Klasik. Penanganan dengan menggunakan psikolanalaisis klasik biasanya terapis menggunakan beberapa tehnik untuk menyingkapkan konflik bawah sadar pasien. Si pasien diminta berbicara apa saja yang diinginkannya termasuk memori dan perasaan-perasaannya. Si terapis menanyakan tentang perasaan, fantasi, pikiran melalui bahan yang diberikan.15 Ketika kesadaran akan perasan-perasaan bertambah, maka mekanisme pertahanan yang menutupinya terbuka.

Kedua, Terapis Realitas. Terapis realitas berfokus terhadap tingkah laku yang bertanggungjawab sedemikian. Tiga hal yang diamati dalam terapis ini yaitu, menghadapi realitas, melakukan yang benar dan bertanggungjawab. Terapis dalam terapi realitas haruslah secara pribadi mendorong orang yang dilayani membuat keputusan berarti serta rencana untuk mengubah tingkah lakunya. Membuat suatu pilihan untuk mengembangkan kedewasaan dan membimbing orang tersebut keluar dari kegagalan identitas.

Ketiga, Terapi yang Berpusat Kepada Klien. Tujuan dari terapi yang berpusat pada klien adalah menolong orang untuk mendapatkan kembali kontak dengan perasan dan nilai-nilai mereka yang benar. Dengan bertambahnya penerimaan terhadap diri, bertambah pula otonomi dan berkurangnya kekuatan-kekuatan yang destruktif dari kecemasan; sehingga terjadinya atau muncul perkembangan diri.

Keempat, Sekolah Interpersonal Adler. Menurut Adler manusia memiliki faktor-faktor yang diwarisi dan ia membawa efektif bagi nasibnya, namun demikian faktor sosial lebih mempengaruhi hidup seseorang. Orang-orang tidak merasa sakit secara mental tetapi hanya berkecil hati yang disebabkan oleh rendah diri karena kekalahan diri yang dialami oleh mereka. Tingkah laku yang menggangu akan muncul ketika seseorang rendah diri. Sebaliknya mereka bisa membuat keputusan sendiri untuk memilih tujuan-tujuan hidup yang ingin dicapainya.

Kelima, Analisis Transaksi. Menurut analisis ini, manusia memiliki beberapa tujuan

dasar seperti: pertama, serangan keinginan, kebutuhan waktu pribadi, perhatian dan kontak

14 Diktat Teori Dan Teknik Konseling.

15 Gunawan, “Pastoral Konseling: Deskripsi Umum Dalam Teori Dan Praktik.”

(12)

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 137 fisik. Kedua, pengakuan keinginan yang dipuaskan ketika orang lain mengakui keberadaan dirinya. Ketiga, apa yang dilakukan dengan waktu pribadi. Keempat, keinginan kepemimpinan, khususnya kesempatan untuk menolong orang lain terutam dalam hal mengisi waktu. Kelima, keinginan yang menggembirakan yang dipenuhi dengan jalan mengatur waktu dengan cara-cara yang membangkitkan kegairahan.

Keenam, Terapi yang Dipusatkan Pada Rasio-Emosi. Terapi yang dipusatkan pada rasio dan emosi adalah aktif dan bersifat memberi petunjuk. Problema psikologi adalah akibat dari sistem kepercayaan yang irasional atau pola-pola dari pikiran. Paham ini beroperasi pada paradigm A-B-C. A menunjuk kepada peristiwa-peristiwa dalam kehidupan seseorang. B berkaitan dengan pikiran dalam hubungannya dengan kejadian A tersebut. C mewakili emosi- emosi pribadi tersebut dan tingkah laku sebagai akibat dari pikiran (B) ketika memuncaknya emosi (C) karena mengikuti peristiwa (A). a dapat saja mengakibatkan C, akan tetapi sebenarnya konsekwensi-konsekwensi emosi secara lebih besar diciptakan oleh B pada system keyakinan seseorang.

Ketujuh, Modifikasi Tingkah Laku. Menurut modifikasi tingkah laku, suatu tingkah laku tersusun dari pengetahuan, motor, dan respon-respon emosional, akibat dari stimulus luar maupun dari dalam. Tingkah laku yang tidak senonoh dapat dipelajari dan diubah secara sistematis. Penyakit saraf adalah tingkah laku yang tidak wajar yang dapat dipelajari, dapat dikoreksi dengan jalan mengaplikasikan tehnik-tehnik dari hukum belajar. Terapi tingkah laku menekankan perubahan terhadap tingkah laku yang bersifat terang-terangan atau terbuka.

Modifikasi tingkah laku yang langsung mengarah pada perubahan perasaan dan sikap.

Kedelapan, Psikhoterapi Analisis. Tugas utama dalam analisis adalah menginterpretasi khususnya mimpi. Seseorang mempunyai beberapa bagian, yaitu ego sebagai pusat kesadaran yang merangkum pikiran-pikiran, ide-ide, perasaan-perasaan, memori-memori dan persepsi yang berhubungan dengan panca indera. Bagian lain adalah ketidaksadaran pribadi yaitu setiap hal yang ditahan selama pertumbuhannya.

Kesembilan, Terapi Gestalt. Pengalaman dapat meningkatkan kesadaran diri seseorang.

Seseorang terhambat mendapatkan kesempatan dalam diri mereka karena mereka tidak mendapatkan kesempatan secara penuh untuk siapa diri mereka. Pribadi-pribadi bertanggungjawab atas keputusan-keputusan dan aksi-aksi mereka dan tidak dapat mempersalahkan masyarakat, orang lain dan situasi-situasi lampau karena persoalan- persoalan yang mereka alami. Individu-individu dapat mengatasi konflik-konflik dalam diri mereka jika mereka tahu cara menerima diri mereka seluas mungkin. Disinilah perkembangan psikologis dapat terjadi.

(13)

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 2, Des 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 138 Hasil Temuan

Sesuai dengan metode penelitian maka materi yang telah dibahas diatas bekerja positif kepada konsali yang diwawancarai di Gereja Wesleyan Indonesia Tanjung Selamat dengan hasil sebagai berikut. Dari sejak semula penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab tujuan penelitian dan sekaligus mengungkapkan tujuan khusus atau focus penelitian. Dari pembahasan hasil penelitian ditemukan bahwa:

Tabel 2. Hasil wawancara (Interview Guide ) kepada konseli

No Konseli Hasil Wawancara Dampak Konseling

1 1 Konseli 1 Melakukan konseling karena menghadapi persoalan tentang suaminya bermain judi dan selingkuh mendapat bimbingan dari konselor. Konselor 1 dan Konseli 1, konseling dilakukan 2 jam/hari selama 1 bulan hasil dari konseling adalah baik dalam konseling saya merasa nyaman dan betah hasil bimbingan dan konseling di dalam diri saya terasa semakin kuat dan sukacita dan sangat Efektif bagi saya.

berdampak positif

2 2 Konseli 2 Melakukan konseling karena menghadapi persoalan tentang suaminya gak pernah ke gereja. konseling dilakukan selama 2 jam selama 1 hari saya juga mendapat bimbingan dari konselor 1. hasil dari konseling adalah baik dalam konseling saya merasa sangat nyaman karena suami konseli 2 mau datang ke gereja dan Sangat Efektif

berdampak positif

3 3 Konseli 3 Melakukan konsleing karena menghadapi pertengkaran anaknya dengan menantunya, Pembimbing/Konselornya adalah,

Konselor 2, Waktu bimbingan selama 2jam/hari selama 1 bulan.

Sikap pembimbing konselornya tidak menemukan, hasinya kurang nyaman dan tidak efektif

berdampak negatif

4 4 Konseli 4 Melakukan wawancara karena menghadapi permasalahan dalam keluarga, sehingga saya mendapat bimbingan dari konselor 2.

konselingnya dilakukan tidak menentu terkadang 2 jam / hari atau lebih kurang dari 1 minggu sikap bimbingan atau konselor baik karena konseli merasa nyaman karena selama ini yang saya terbeban berat saya menjadi pulih kembali dan saya sangat Efektif.

berdampak positif

5 5 Konseli 5 Melakukan konseling karena pernah diusir dari ladang orang sehingga saya tidak mendapatkan tempat tinggal saya mendapat bimbingan dari konselor 2 dan konseli 5. Konseling yang dilakukan selama 2 jam / hari selama 1 minggu bimbingannya baik konseli mereasa nyaman karna jemaat memberikan tempat tinggal kepada konseli dan saya merasa sangat Efektif

berdampak positif

6 6 Konseli 6 Melakukan konseling karena menghadapi karna anak konseli 6 sakit kena kuasa gelap dan mendapat bimbingan konselor 1 dan konseli 6 selama 2 jam / hari selama 2 minggu dan hasil bimbingannya baik konselinya nyaman dan lumayan dan konselornya sangat Efektif

berdampak positif

(14)

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 139

7 7 Konseli 7 Melakukan konsleing karena masalah mengurus oarang tua yang sudah lansia sehingga terjadi pertengkaran dalam kelurga

yang sebagai pembimbing konselingnya konselor 2 konseling yang dilakukan selama 2 jam / hari selama 3 bulan hasil bimbingannya baik, Nyaman, Berdamai dan Efektif.

berdampak positif

8 8 Konseli 8 Melakukan konseling karena menghadapi persoalan suami istri tidak harmonis yang sebagai pembimbing konselor 1.

bimbingan yang dilakukan selama 2 jam/ hari dan selama 1 bulan konseling yang diberi baik dan nyaman sehingga kelurganya semakin membaik dan sangat efektif

berdampak positif

9 9 Konseli 9 Pernah mendapat konseling tentang cara mengahadapi persoalan keluarga yang sebagai konseling konselor 2.

konseling yang dilaksanakan selama 2 jam / hari selama 2 hari konseling atau bimbingan yang di berikan sangat baik, nyaman dan penuh sukacita dan cara bimbingannya sangat efektif.

berdampak positif

1 10 Konseli 10 Melakukan konseling karena suami dan anaknya meninggal mendapat bimbingan dari konselor 1. hasil bimbingannya selama 2 jam/hari selama 6 bulan bimbingan yang dilakukan sangat baik, nyamn, sukacita dan sangat Efektif dalam menerima bimbingan dan konseling

berdampak positif

Temuan dari Proses Wawancara

(1) Pertama, konselor dapat dengan efektif membuka dan memulai proses konseling sedemikian rupa, karena sikap konselor yang baik, ramah, terbuka, hangat, penuh perhatuan, simpati dan menunjukkan komitmen mau menolong konsele. (2) Kedua, konselor dapat menjalankan langkah-langkah konseling dengan baik sesuai tahapan-tahapan proses pastoral konseling dengan baik. Konselor dapat memimpin proses konseling mulai dari awal hingga akhir konseling. Dengan demikian, berdasarkan pelaksanaan proses tersebut dapat disimpulkan bahwa tahapan konseling berjlaan baik dan efektif. (3) Ketiga, berdasarkan hasil yang didapatkan oleh konseli dalam proses konseling dapat dikatakan bahwa konsleing efektif, karena dari sepuluh kasus konseling, sebanyak 90% dapat diselesaikan dengan efektif dan member jalan keluar yang baik bagi konsele. (4) Keempat, pengujian keabsahan temuan penelitian, baik melalui perpanjangan kehadiran peneliti di lapanga, audit dari Dosen pembimbing untuk uji dependability dan confirmability disimpulkan bahwa proses penelitian data keabsaahan data sudah teruji. (5) Kelima, berdasarkan kesimpuoan-kesimpulan tahapan- tahapan dan focus diatas, maka dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa pelaksanaan pastoral konseling di Gereja Wesleyan Indonesia Jemaat Tanjung Selamat berjalan efektif.

IV. Kesimpulan

(15)

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 2, Des 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 140 Fungsi dari pelaksanaan pastoral konseling adalah agar jemaat mengerti masalah yang dihadapinya, mengerti kekuatannya dalam Kristus untuk mengahdapinya, sehingga mengalami perubahan. Pada situasi lain, pastoral konseling juga bermanfaat untuk melakukan pencegahan bahkan peningkatan kualitas hidup. Karena fungsi pastoral konseling sangat penting maka seorang konselor pastoral juga hasru memiliki kualifikasi tertentu. Ia haruslah seorang yang memiliki kualifikasi spiritual berupa keyakinan pada panggilan Tuhan, memiliki Roh Tuhan dalam hidupnya, penuh beriman, memiliki kehidupan doa yang baik, memiliki pemahaman teologi yang benar, kedewasaan dan kematangan psikologis, memiliki kecerdasan emosi, memiliki moral yang baik, memiliki sikap simpatik, rasa hormat dan ppeuh tanggungjawab, memiliki penguasaan diri, kebijaksanaan dan kemampaun berkomunikasi dengan baik.

Pastoral konseling dalam gereja lokal berjalan dengan efektif jika prinsip-prinsip pelaksanan pastoral konseling, konselor memiliki ketranpilan dasar melaksanakan konseling, konselor mampu mengadakan wawancara dengan baik, konselor menggunakan tahapan konseling dengan benar dan hasil dari konseling tersebut terukur dengan adanya perubahan yang positif dalam diri konseli.

Referensi

Bangun, Yosafat. Integritas Pemimpin Pastoral. Yogyakarta: Andi Offset, 2014.

Gunawan, Widodo. “Pastoral Konseling: Deskripsi Umum Dalam Teori Dan Praktik.” Jurnal ABDIEL 2, no. 1 (2018): 85–104.

Lan, Wong Pong, Program Studi, Magister Konseling, Sekolah Tinggi, Teologi Bethel, Sussana Khatryn, Program Studi, et al. “POIMEN : Jurnal Pastoral Konseling ANALISIS FAKTOR KOMUNIKASI INTERPERSONAL GEMBALA DAN TIM PENGGEMBALAAN YANG EFEKTIF BAGI JEMAAT GBI GIHON RAYON 12 CABANG GRAND ELIT HOTEL PEKANBARU” 2, no. 2 (2021): 1–18.

Senduk, H. L. Pedoman Pelayanan Pendeta, n.d.

Simamora, Nurli. “PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PERAGA TERHADAP

KEAKTIFAN BELAJAR ANAK SEKOLAH MINGGU USIA 8-13 TAHUN DI HKBP TARUTUNG KOTA RESORT TARUTUNG KOTA TAHUN 2017.” AREOPAGUS:

Jurnal Pendidikan Kristen, Teologi, Musik Gereja dan Pastoral Konseling 16, no.

September (2018): 1–6.

Tidball, Derek J. Teologi Penggembalaan, Suatu Pengantar. Malang: Gandum Mas, n.d.

Widodo, James. “Integrasi Teologi Dan Psikologi Dalam Pelayanan Pastoral Konseling Kristen” 3, no. 2 (2014): 128–144.

Yakub B. Susabda. Pastoral Konseling,. Malang: Gandum Mas, 2015.

Diktat Teori Dan Teknik Konseling. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta, 2003.

Referensi

Dokumen terkait

Silabus dari segi bahasa artinya garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau garis-garis besar program pembelajaran. Istilah silabus dipakai untuk menyebut suatu produk pengembangan

Plačnik davka lahko izplača plačila uporabe premoženjskih pravic in obračuna davek po nižji stopnji, kot je določen z zakonom ZDoh2 in ZDDPO2 ali od teh plačil uporabe

Jika laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka penyajian yang wajar, tidak mencapai penyajian yang wajar, auditor wajib membahas hal ini dengan manajemen dan, tergantung

Berdasarkan tabel 4.10 didapatkan hasil dengan menggunakan rumus Kendall Tau bahwa tidak ada hubungan antara peran orang tua dalam pendidikan seks dengan perilaku seksual

keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu.. Masih banyak ayat-ayat lainnya yang sejiwa dengan ayat-ayat di atas, yang menyuruh manusia untuk memperhatikan lebih banyak

-Klien mengatakan saat sakit keluarga klien membantu perawatan klien dan hubungan dengan keluarga/orang lain masih baik tetapi peran dalam keluarga berkurang. berhubungan dengan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesim- pulan sebagai berikut: (1) Hasil pengukuran skor rata-rata literasi finansial maha- siswa program studi

Dengan demikian penulis mencoba untuk mengkaji lebih detail terhadap hal tersebut dalam sebuah skripsi yang berjudul: “ SISTEM GARANSI PADA PRODUK AMWAY DALAM