• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI PENDEKATAN LATIHAN INTERVAL TERATUR DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KECEPATAN NOMOR LARI 100 DAN 200 METER PADA SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "APLIKASI PENDEKATAN LATIHAN INTERVAL TERATUR DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KECEPATAN NOMOR LARI 100 DAN 200 METER PADA SISWA SMP."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI PENDEKATAN LATIHAN INTERVAL TERATUR DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KECEPATAN NOMOR LARI

100 DAN 200 METER PADA SISWA SMP

Adam Abdul Rahim

Guru Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Tondongtallasa Kabupaten Pankep

Abstract: Aplikasi Pendekatan Latihan Interval Teratur Dalam Meningkatkan Kemampuan Kecepatan Nomor Lari 100 dan 200 Meter pada Siswa SMP. Latihan interval teratur merupakan latihan fisik untuk berlari pada jarak 100 meter atau 200 meter, hasil pengamatan menunjukkan bahwa pencapaian siswa mengenai kecepatan lari selalu bertambah 1 detik dari kecepatan awal yang dicapai. Misalnya waktu yang tidak memuaskan dicapai siswa ketika berlari untuk jarak 100 meter, yaitu 18 detik, kebanyakan mampu mencapai 13-14 detik. Dengan latihan interval waktu teratur memberikan perubahan, hal ini ditunjukkan ketika siswa mampu mencapai rata-rata waktu pencapaian 12-13 detik. Sedangkan untuk jarak 200 meter, kebanyakan siswa mencapai waktu 29-30 detik. Dengan latihan interval waktu teratur, siswa dapat mencapai waktu hingga 27 detik, bahkan ada yang mencapai 25 detik untuk mencapai jarak tersebut untuk siswa tingkat sekolah menengah pertama. Oleh karena itu latihan interval teratur merupakan bentuk latihan pada otot-otot tungkai kaki sehingga aktivitas fisik dengan berlari dapat memanfaatkan potensi kemampuan tungkai dan tubuh untuk berlari semaksimal mungkin dan mencapai waktu seminimal mungkin.

Kata kunci: Latihan Interval Teratur, Kemampuan Kecepatan Lari 200 Meter

Olahraga merupakan perilaku manusia dengan bentuk mengaktifkan fisik untuk menunjukkan keterampilan yang sesuai dengan tujuan kegiatan tersebut. Tujuan manusia berolahraga dapat dibagi menjadi empat bentuk sesuai dengan sasarannya, yaitu olahraga untuk tujuan pendidikan, rekreasi, tingkat kesegaran jasmani dan prestasi. Keadaan ini telah memberikan jalan untuk mengembangkan kegiatan berolahraga lebih lanjut. Berolahraga berarti melibatkan bagian-bagian tubuh untuk bergerak, keadaan ini lazim dikatakan sebagai perilaku motorik.

Menurut kajian keterampilan motorik diungkapkan sebagai bentuk perilaku nyata yang ditampilkan melalui gerak anggota otot-otot atau anggota tubuh dan dikendalikan oleh sistem syaraf. Bila ungkapan ini diperbansingkan dengan batasan dari olehraga, yaitu sebagai aktivitas fisik maka terdapat persamaan ungkapan walaupun maknanya berbeda.

Inti dari kegiatan olahraga adalah bermain dan dalam kesempatan itu pula seseorang akan memperagakan keterampilannya dalam melakukan suatu gerakan. Lebih spesifik lagi dapat dikatakan bahwa ciri

khas kegiatan olahraga adalah peragaan keterampilan gerak tubuh untuk mencapai kemenangan atau kemampuan terbaik.

Sebagaimana pada cabang lainnya, atletik yang kerap kali dikatakan sebagai induk dari seluruh cabang olehraga telah pula mengalami perkembangan prestasi yang sangat luar biasa. Cabang olehraga atletik terdiri dari beberapa nomor lomba, namun secara garis besar ada empat kategori yaitu jalan, lari, lompat dan lempar. Tentunya dalam hal ini terdapat nomor lomba, salah satu diantaranya adalah nomor lari 200 meter. Prestasi lari 200 meter dapat diukur melalui catatan waktu yang mampu dicapai, dimana catatan waktu yang dicapai semakin singkat (rendah) berarti manusia telah memiliki kecepatan yang lebih baik pula. Didalam pelaksanaannya nomor lari 200 meter lebih berorientasi pada kecepatan waktu. Catatan kecepatan waktu yang diperoleh melambangkan kualitas lari 200 meter yang mampu ditampilkan seorang atlet. Oleh karena itu, peningkatan prestasi lari 200 meter harus berusaha menciptakan kecepatan sebaik mungkin melalui latihan secara teratur serta terarah untuk

47

(2)

mengembangkan kemampuan fisiologis yang perlu untuk meningkatkan kecepatan lari 200 meter. Salah satu kemampuan fisiologis yang perlu dikembangkan adalah penyediaan energi untuk aktivitas otot.

Dalam usaha meningkatkan kecepatan lari, diperlukan latihan-latihan yang kontinu. Adapun bentuk latihan yang dapat meningkatkan kecepatan lari 200 meter antara lain adalah latihan interval untuk dapat memilih metode latihan tersebut dengan tepat, maka harus ada peningkatan kekuatan otot tungkai yang merupakan dasar dari lari untuk mencapai prestasi. Dimana kekuatan otot merupakan faktor untu mendukung kecepatan lari 200 meter. Untuk dapat meningkatkan kecepatan lari 200 meter perlu usaha untuk memberikan suatu konsep latihan agar dapat mencapai hasil yang diinginkan seperti memberikan motivasi latihan, memberikan teknik lari untuk mendapatkan kecepatan (speed), dengan memberikan latihan interval siswa SMP dapat meningkatkan kecepatan lari 200 meter.

Lari 200 meter adalah suatu bentuk gerakan yang lazim ditampilkan dalam keadaan tertentu bahwa lari adalah suatu usaha untuk mempercepat langkah berjalan sehingga ada saat melayang. Dari usaha mempercepat langkah ini menyebabkan terjadinya lompatan-lompatan secara beruntun, berulang-ulang dan halus.

Latihan interval adalah metode latihan yang diselingi dengan dengan waktu istirahat antara kegiatan latihan. Jadi, latihan interval pada dasarnya adalah kegiatan latihan atau kerja dan diantaranya dengan interval yaitu istirahan antara setiap kegiatan kerja. Sehingga latihan interval selalu dikaitkan dengan alternatif latihan dengan periode istirahat selama satu session latihan.

Untuk latihan interval mempunyai perbedaan, baik itu mengenai urutan pelaksanaan, bentuk istirahat, dan pengembangan sistem energinya. Urutan pelaksanaan latihan interval dilakukan dari kecepatan maksimal, kemudian istirahat dengan hanya berlari-lari kecil atau berjalan. Istirahat dari latihan ini adalah istirahat aktif. Dalam latihan dibagi menjadi beberapa seri dan tiap seri ada istirahat dengan waktu 4-5 menit. Urutan

pelaksanaan pada latihan interval adalah lari dengan kecepatan maksimal, kemudian lari-lari kecil (jogging) dan jalan, yang diulang-ulang hingga lelah. Bentuk istirahat dari latihan ini adalah istirahat aktif. Dalam latihan dibagi menjadi beberapa seri dan tiap seri mempunyai waktu istirahat sekitar 3 menit. Latihan interval mengembangkan energi ATP-PC.

Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam artikel adalah bagaimana mengaplikasikan pendekatan latihan interval teratur dalam meningkatkan kemampuan kecepatan lari 200 meter pada siswa sekolah menengah pertama.

PEMBAHASAN Latihan Interval

Latihan interval merupakan salah satu metode latihan kondisi fisik untuk meningkatkan kemampuan lari cepat, yang menurut Mulyono B. (1993:8) didefinisikan sebagai berikut “suatu aktivitas yang dilakukan berulang-ulang dan setiap kali diselingi dengan aktivitas yang lebih ringan”. Sesuai dengan namanya bahwa latihan interval adalah suatu metode latihan yang diselingi interval-interval yang berupa masa istirahat, untuk artikel ini terfokus untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Sehingga latihannya berupa lari secepatnya-istirahat-lari-istirahat dan seterusnya dengan jarak dan tempo lari yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini istirahat dilakukan dengan jogging.

Latihan dilakukan dengan jarak-jarak pendek dengan intensitas pembenanan tinggi (60% sampai dengan 80%) dan istirahat pendek (45 detik sampai dengan 5 menit) (Harsono, 1998:158). Menurut Harsono (1998:157) ada beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam menyusun latihan interval : (1) Lamanya latihan, (2) Beban (intensitas) latihan, (3) Ulangan (repetition) melakukan latihan, dan (4) Masa Istirahat.

Dengan lamanya latihan dapat diterjemahkan dengan jarak lari yang ditempuh; beban latihan dengan waktu

(3)

(tempo) untuk jarak tersebut. Ulangan latihan adalah beberapa kali jarak tersebut harus dilakukan; sedangkan masa istirahat adalah masa istirahat diantara untuk tiap kali ulangan adalah 45 detik dan untuk setiap setnya adalah 3-5 menit. Seperti yang dikemukakan oleh Nosseck (1982:100), interval (disini penilaian antara dua pengulangan atau recovery) = 3 menit.

Analisis Lari 100 Meter

Atletik merupakan induk dari semua cabang olehraga. Adapun dalam beberapa perlombaan dalam atletik antara lain : lari, lompat, lempar dan jalan cepat.

Dalam cabang ini salah satu nomor yang bergengsi adalah nomor lari 100 meter.

Nomor lari 100 meter merupakan lari cepat (sprint) yang dapat diartikan sebagai lari dengan kecepatan penuh yang ditenpuh sepanjang 100 meter dan dilakukan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Aktivitas gerak lari 100 meter dibagi atas beberapa tahap, yaitu: start, berlari secepatnya, mempertahankan kecepatan dan mencapai garis finish. Karena itu, perlu menguasai tahap-tahap tersebut yang dapat menunjang kecepatan lari 100 meter. Start (pemberangkatan): Pada pelaksanaan lari 100 meter yang pertama harus dilakukan adalah sikap start, maka bagi seorang pelari cepat start merupakan kemampuan awal yang benar-benar harus dikuasai.

Kelebihan atau keterlambatan dalam melakukan start akan mengakibatkan kerugian besar bagi seorang pelari, oleh karena itu start harus dipertahankan, dipelajari serta dilatih dengan baik.

Dalam nomor lari sprint yaitu lari 100 meter maka start yang digunakan adalah start jongkok (bunch start), start menengah (mesium start) dan start panjang (long start) (Aip Syarifuddin, 1992:42).

Dari ketiga macam start tersebut, perbedaan terletak pada penempatan tungkai bagian dengan lutut, sedangkan penggunaan tergantung pada atlet itu sendiri. Untuk lebih jelasnya, letak posisi tungkai diantara jenis start digambarkan sebagai berikut: Penempatan posisi tungkai dari ketiga posisi start tersebut. Yang ditandai dengan aba-aba bersedia, siap, dan ya. Pada aba-aba bersedia, pelari

mengambil posisi start pada balok start yang telah tersedia. Kemudian memusatkan konsentrasi untuk aba-aba selanjutnya, posisi badan dimana kepala dan punggung terletak didalam satu garis. Pada aba-aba siap, pelari mengangkat badan ke depan guna memungkinkan gerakan selanjutnya (kedepan) dengan cepat pada aba-aba berikutnya. Pada aba-aba ya, pelari dengan cepat bereaksi meninggalkan balok start dengan jalan menolak tungkai depan dan tungkai belakang berperan sebagai tungkai ayun, dalam keadaan lurus keadaan pada saat tungkai ke belakang diangkat menjadi tungkai ayun lengan yang berlawanan diayunkan ke depan.

Meninggalkan balok start dan berlari secepatnya: waktu yang diperlukan oleh otot untuk melakukan suatu gerakan setelah adanya aba-aba adalah pada saat seorang pelari cepat telah meninggalkan balok start. Gerakan selanjutnya adalah tungkai tumpuan bergantian menjadi tungkai ayun dilakukan secara bergantian dan cepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan seorang pelari 100 meter dipengaruhi oleh kecepatan sewaktu meninggalkan balok start. Menurut Benny Huwae (1989:9) mengumumkan bahwa :

“waktu yang dipakai untuk meninggalkan balok start (termasuk waktu reaksi) adalah 0,244 detik (bunch start)”. Berdasarkan pendapat diatas maka penguasaan keterampilan pemakaian balok start sangatlah penting terhadap kecepatan seorang pelari. Disamping itu, kemampuan bawaan seorang atlet juga sangat berpengaruh untuk berkontraksi dan terjadinya koordinasi syaraf otot. Sehingga terjadi kerjasama antara sistem syaraf otot (syaraf motorik) dengan sistem syaraf pusat (CNF) untuk menganalisa sebanyak mungkin gerakan dan gesekan yang dapat menghambat kecepatan. Setelah meninggalkan balok start dimana seorang pelari cepat 100 meter dituntut mempercepat gerak larinya hingga semaksimal mungkin, dan dimana yang paling baik untuk berakselerasi adalah 6 detik.

Mempertahankan kecepatan: jarak waktu dimana seorang pelari cepat dapat melakukan aktivitas yaitu mempertahankan kualitas kecepatan gerak secara maksimum

(4)

hingga finish, sebagaimana yang dikemukakan oleh Soedarminto, (1992:163), bahwa : “pada gerak lari ada tiga tahap penting yang perlu mendapat perhatian ialah mula-mula pelatih harus melakukan awalan sedini mungkin kemudian mengubah kecepatan gerak dan akhirnya memelihara kecepatan gerak (Hukum Newton I). Oleh karena itu efisiensi gerak lari terletak pada pemeliharaan kecepatan gerak setelah mendapatkan kecepatan maksimal dapat tercapai”. Berdasarkan kecepatan diatas bahwa pemeliharaan kecepatan gerak berarti mempertahankan frekuensi dan panjang langkah harus diusahakan semaksimal mungkin. Kecepatan seorang pelari merupakan hasil kali antara panjang langkah dan frekuensi langkah perdetiknya.

Jadi seorang atlet yang berlari cepat harus dapat membuat panjang langkah dan frekuensi langkah yang sepantasnya. Untuk mencapai maksud tersebut, maka harus didukung oleh kemampuan fisik yaitu latihan yang tepat, teratur, dan terus- menerus.

Mencapai garis finish: cara yang tepat digunakan pada saat mencapai garis adalah dengan mencondongkan badan ke depan ataupun bahu ke depan sehingga memungkinkan sebagian besar massa badan melewati garis finish. Berdasarkan fase-fase tersebut dalam tuntutan lari cepat 100 meter merupakan fenomena dimana setiap fase membutuhkan penanganan dan praktek secara serius dan khusus. Lari 100 meter adalah salah satu nomor lomba lari jarak pendek atau lazim dikatakan sebagai sprint dalam olehraga atletik. Oleh karena jarak yang ditempuh cukup dekat pelaksanaan gerakan jelas membutuhkan kecepatan semaksima mungkin. Jadi inti dari prestasi lari jarak pendek 100 meter (sprint) adalah terletak pada kecepatan lari secepat – cepatnya. Oleh karena itu, faktor kecepatan tidak dapat dipisahkan dalam pembahasan prestasi lari cepat. Tudor O.

Bompa, (1983:17), mengatakan bahwa One the most important boimotor abilites required os sport is speed, or the capacity to travel move very quickly. Secara bebas diartikan bahwa salah satu kemampuan biometri yang sangat penting diperlukan dalam olahraga, adalah kecepatan atau

kapasitas untuk bergerak menempuh suatu jarak dengan sangat cepat. Seorang pelari cepat tidak hanya membutuhkan kecepatan, tetapi membutuhkan kekuatan serta power (daya ledak) dan unsur tersebut harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan khususnya lari cepat.

Unsur-unsur fisik yang dapat mempengaruhi lari sprint: kekuatan (strength). Kekuatan otot merupakan komponen fisik yang harus dimiliki oleh setiap atlet, guna mendukung fisik yang lainnya dan merupakan daya penggerak dan sekaligus pencegahan cedera. Seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Sajoto, (1998:59), bahwa: “Kekuatan atau strength adalah komponen fisik yang menyangkut masalah kemampuan seorang atlet pada saat menggunakan otot-ototnya menerima beban dalam waktu kerja tertentu”.

Pandangan Pete R., yang diterjemahkan oleh Kasiyo Dwijiwinoto, (1993:181), mengatakan : “Kekuatan adalah tenaga yang dipakai untuk mengubah keadaan gerak atau bentuk dari suatu benda”. Lain halnya dengan Fox, (1993:160), yang mengatakan bahwa : “Muscular strength be defined as the force or pension a muscle or, more correctly, a muscle group can exert againts a resistance in one maximal effort:. Secara bebas diartikan bahwa :

“Kekuatan otot sebagai force atau ketegangan otot yang dapat digunakan untuk menahan beban pada suatu usaha yang maksimal”. Menurut Harsono, (1988:178), yang mengemukakan bahwa untuk mengembangkan kekuatan, latihan yang cocok adalah latihan tahanan (resistance exercise).” Dimana kita harus mengangkat, mendorong atau menarik beban. Beban bisa berupa beban anggota tubuh sendiri, ataupun beban dari luar (external exercise). Program latihan harus dilakukan dengan baik dan teratur agar atlet mengeluarkan tenaga semaksimal mungkin untuk menahan beban tersebut, demikian pula dengan beban tersebut haruslah sedikit demi sedikit bertambah berat agar peningkatan dalam otot dapat secara bertahap, dan juga otot dapat menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan beban awal.

Kecepatan (speed) merupakan komponen fisik yang sangat dibutuhkan dalam berbagai cabang olahraga.

(5)

Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dalam lari sprint ditentukan oleh gerakan yang berturut-turut pada kaki atau lengan dengan cepat.

Kecepatan yang dimaksud dapat dikatakan bahwa dalam lari cepat 100 meter adalah kecepatan gerak tungkai dan lengan secara berturut-turut menempuh jarak 100 meter dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Kecepatan tergantung tungkai dari beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu: strength, waktu reaksi (reaction time) dan fleksibilitas. Jadi apabila hendak berlatih untuk mengembangkan kecepatan, maka atlet harus pula dilatih kekuatan, fleksibilitas dan kecepatan reaksinya.

Harsono (1998:216) bahwa yang dimaksud dengan kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Menurut J.

Nossek, (1982:58), bahwa: “Speed action are performed against different resistance (body weight, weight of implements, water etc). With the effect that strength impression also becomes a decisive factor.

As speed movements are executive in the time given and the strength impression.”

Secara bebas diartikan bahwa aksi kecepatan adalah tindakan yang selalu melawan tahanan (berat badan, berat alat dan lain-lain). Dengan efek bahwa pengaruh kekuatan juga menjadi faktor yang kuat. Karena gerakan-gerakan kecepatan dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin, kecepatan secara langsung bergantung pada waktu yang ada dan pengaruh kekuatan.

Dengan demikian kecepatan itu dipengaruhi oleh waktu reaksi. Yang memungkinkan seseorang memulai suatu jawaban kinetis secepat mungkin setelah mendengar aba-aba. Sampai gerak pertama dilakukan maupun yang dipakai untuk menempuh jarak sampai di finish. Menurut Tudor O. Bompa, (1994:310), bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan yaitu: Heredity (keturunan), reaction time (waktu reaksi), Ability to overcome external resistance (kemampuan

untuk mengatasi ketahanan), technique (tekhnik), Concentration and Will Power (konsentrasi dan Semangat), muscle elasticity (elastisitas otot). Dalam berbagai cabang olehraga kecepatan sangat perlu terutama pada cabang olahraga atletik nomor jarak pendek, khususnya pada lari 100 meter. Untuk meningkatkan kecepatan dipengaruhi metode-metode latihan kecepatan antara lain, menurut Tudor O.

Bompa, (1994:315), dalam bukunya

“Theory and Methodology of triming”

bahwa : Repetition (ulangan), The alternative method (metode alternatif), The handicap method (metode hambatan / rintangan), Relays and games (permainan dan lari bergantian). Metode tersebut diatas dapat meningkatkan kecepatan khususnya pada lari 100 meter (sprint), tetapi juga ditentukan oleh banyaknya serabut otot putih (fast twish white fibers ) yang dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot lebih cepat. Untuk meningkatkan kualitas otot ini, maka latihan harus dilakukan secara anaerobic yaitu latihan dengan pengerahan tenaga yang besar dan intensitas yang tinggi.

Power (daya peledak). Power adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimal. Yang dikerahkan dalam waktu yang sesingkat- singkatnya. Namun para ahli mendefinisikan cukup bervariasi tetapi pada umumnya mempunyai tujuan yang sama seperti dikemukakan oleh Willmore yang dikutip oleh Harsono, (1983:176), sebagai berikut: ”power adalah product of force and velocity, maksudnya bahwa power adalah hasil adalah kekuatan dan kecepatan”. Sedangkan Harre D. (1982:59), mengemukakan bahwa power adalah “the ability and athlete to evercome resistance by a high speed of contrction”. Yang diterjemahkan secara bebas, yaitu power merupakan kemampuan olahragawan untuk mengatasi tekanan beban dengan suatu kecepatan kontraksi tinggi. Power merupakan kombinasi antara kekuatan dan kecepatan, maka dalam proses pengembangannya dilakukan dengan melatih unsur kekuatan dan kecepatan.

Menurut Jansen, (1983:298), bahwa:

muscular power is combination of speed and strength it is the ability to apply force

(6)

rapid rate. Power is type-call demonst rated in projecting the body object the momentum necessary to carty it desire distance”. Secara bebas diartikan bahwa power adalah kombinasi dari kekuatan dan kecepatan. Power adalah suatu kemampuan untuk menerapkan force dalam suatu waktu singkat dimana otot memberikan momentum sebaik mungkin pada tubuh untuk membawa ke jarak yang di inginkan.

Dengan berbagai teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa kedua komponen tersebut yaitu kekuatan dan kecepatan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Karena pengembngan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan dan dapat dilakukan bersama – sama. Sehingga dikatakan bahwa kekuatan dan kecepatan dapat menunjukkan taraf tingkat power pada tiap atlet.

Daya tahan. Daya tahan diartikan sebagai kemampuan melakukan gerakan dalam suatu kurun waktu. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Harsono (1993:3), bahwa: Daya tahan adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk berlatih dalam waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan latihan tersebut. Dari pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian daya tahan adalah batas kemampuan kerja seseorang pada waktu melakukan kegiatan.

Jadi seseorang dapat dianggap memiliki daya tahan yang baik apabila orang itu tidak mudah lelah dalam suatu aktivitas kerja / kegiatan. Ozolin (1971:273-238), dikutip oleh Yance Tlalessy (1990:6) mengklasifikasikan daya tahan menjadi dua macam, yaitu : (1) Daya tahan umum (General endurance) kemampuan untuk melakukan aktivitas yang turut melibatkan berbagai kelompok otot, sistem syaraf dan pernafasan. (2) Daya tahan khusus (spisific endurance), menyangkut kharakteristik cabang olahraga tertentu. Kemudian berdasarkan lokasi sistem energi, Yance Tlalessy (1990:7), membagi daya tahan sebagai berikut : Klasifikasi berdasarkan lokasi: Daya tahan otot (muscular endurance), Daya tahan jantung dan paru – paru (cardiospiratory endurance).

Klasifikasi berdasarkan sistem energi:

Daya tahan anaerobic: kemampuan untuk memelihara kontraksi otot yang kuat dengan mengandalkan energi dari sistem anaerobic. Menurut Fox, daya tahan anaerobic adalah kemampuan untuk melakukan ulangan kontraksi : isotenik, isokinetik, eksentrik, melawan beban atau menyokong suatu kontraksi otot pada suatu periode tertentu. Daya tahan aerobic:

menurut David Lamb (1978), yaitu daya tahan cardiovasculer atau daya tahan cardiorespiratory junction.

Prinsip-prinsip latihan. Agar kecepatan dapat meningkat, latihan harus berpedoman pada teori serta prinsip yang benar. Jika latihan yang kita lakukan tidak sistematis, maka peningkatan kecepatan sulit dicapai. Karena latiha (training) itu dapat diartikan sebagai proses berlatih yang sistematis dan dilakukan secara berulang- ulang, dan kian hari beban latihannya kian bertambah, Harsono (1988:90). Prinsip- prinsip latihan yang dikemukakan oleh Fox, (1984) yang diterjemahkan oleh Muhammad Sajoto(1988:115), mengatakan program latihan beban hendaknya berpedoman pada empat prinsip yang cukup mendasar yaitu: (a) Prinsip penambahan beban berlebih (overload), prinsip beban berlebih atau overload adalah prinsip latihan yang membebankan latihan yang semakin berat. Atlet harus selalu berusaha untuk berlatih dengan beban yang lebih berat daripada yang mampu dilakukannya saat itu agar kelompok otot akan berkembang kekuatannya secara efektif dan dapat merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh, yang mendotong meningkatnya kekuatan otot. (b) Prinsip peningkatan beban secara progresif, bila otot yang menerima beban berlebih (overload), kekuatan akan bertambah, dan program latihan berikutnya yang dilakukan dengan beban tetap atau sama, maka tidak lagi dapat menambah kekuatan. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan beban. Penambahan beban dilakukan bila otot yang dilatih belum merasakan letih pada suatu set. Dengan revisi yang ditentukan. (c) Prinsip urutan pengaturan suatu latihan, dalam melakukan beban latihan, hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga kelompok otot besar mendapat giliran latihan terlebih dahulu sebelum

(7)

latihan kelompok kecil. Hal ini perlu agar kelompok otot kecil tidak mengalami terlebih dahulu didalam melakukan latihan.

Pengaturan latihan hendaknya diprogram sedemikian rupa sehingga tidak terjadi dua bagian otot dalam tubuh yang sama.mendapat dua giliran latihan secara berurutan. (d) prinsip kekhususan program latihan dalam aktivitas berbagai cabang olehraga walaupun ada otot yang sama geraknya namun dalam gerak motorik yang spesifik memerlukan hubungan penerapan kekuatan dengan kecepatan yang berbeda kekhususannya.demikian pula dengan sistem energi utama (predomonant energy system). Misalnya pelari cepat berbeda dengan pelari jarak jauh atau maraton.

Waaupun pola gerak dan kelompok- kelompok otot terlihat adalah sama. Jadi setiap latihan hendaknya diprogramkan yang menuju nomor cabang olahraga yang bersangkutan yang hendak dilatih.

Analisis perubahan kemampuan kecepatan lari dengan latihan interval teratur. Latihan interval merupakan salah satu metode latihan kondisi fisi untuk meningkatkan kemampuan lari cepat.

Latihan interval adalah suatu metode latihan yang diselingi interval-interval yang berupa masa instirahat, pada penelitian ini adalah khusus untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Jadi latihannya adalah dengan lari secepatnya-istirahat-lari- istirahat dan seterusnya dengan jarak dan tempo lari yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini, istirahat diakukan dengan jogging. Latihan dilakukan dengan jarak-jarak pendek dengan intensitas pembebanan tinggi (60%- -80%) dan istirahat pendek (45 detik-5 menit). Dengan melakukan latihan yang berdasarkan pada prinsip tersebut diatas, hasil pengamatan menunjukkan bahwa pencapaian siswa mengenai kecepatan lari selalu bertambah satu detik dari kecepatan awal yang dicapai. Misalnya waktu yang tidak memuaskan dicapai siswa ketika berlari untuk jarak 100 meter, yaitu 18 detik, kebanyakan mampu mencapai 13-14 detik. Dengan latihan interval teratur memberikan perubahan, hal ini ditunjukkan ketika siswa mampu mencapai rata-rata waktu pencapaian 12-13 detik. Sedangkan untuk jarak 200 meter, kebanyakan siswa

mencapai waktu 29-30 detik. Dengan latihan interval teratur siswa dapat mencapai waktu hingga 27 detik, bahkan ada yang mencapai 25 detik untuk menempuh jarak tersebut untuk siswa tingkat sekolah menengah pertamah.

Kesimpulan

Latihan interval merupakan salah satu metode latihan kondisi fisik untuk meningkatkan kemampuan lari cepat.

Latihan inteval adalah satu metode latihan yang diselingi interval-interval yang berupa masa istirahat,pada penelitia ini adalah khusus untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Jadi latihanya adalah dengan lari secepatnya-istirahat-lari-istirahat dan seterusnya dengan jarak dan tempo lari yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini, istirahat dilakukan dengan jogging.

Latihan dilakukan dengan jarak-jarak pendek dengan intensitas pembebanan tinggi (60%-80%) dan istirahat pendek (45 detik-5 menit). Dengan melakukan latihan yang berdasarkan pada prinsip tersebut diatas, hasil pengamatan menunjukkan bahwa pencapaian siswa mengenai kecepatan lari selalu bertambah 1 detik dari kecepatan awal yang dicapai. Misalnya waktu yang tidak memuaskan dicapai siswa ketika berlari untuk jarak 100 meter, yaitu 18 detik, kebanyakan mampu mencapai 13- 14 detik. Dengan latihan interval teratur memberikan perubahan, hal ini ditunjukkan ketika siswa mampu mencapai rata-rata waktu pencapaian 12-13 detik. Sedangkan untuk jarak 200meter kebanyakan siswa mencapai waktu hingga 27 detik, bahkan ada yang mencapai 25 detik untuk menempuh jarak tersebut untuk siswa tingkat sekolah menengah pertama.

DAFTAR PUSTAKA

Annarino, A.A.1976. Developmental Arikunto, Suharsini, 1992.

Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktis Jakarta:

Dirjen Dikti.

Bompa, 1983. Theory and Methodology of Training. Kendall Hunt Publishing Company Doboque Loa.

Conditioning For Woman and Man Second

(8)

Edition. St. Louis. The CV. Mosby Company.

Dwijoyowinoto, Kasio, 1993. Dasar-Dasar Ilmiah Kepelatihan. IKIP Semarang

Fox, E. L. Bowers R.W.Foss. M.L. 1998.

The Phisiological Basis Of Phisical Education and Atletis. New York:

Saunders College Publishing.

Hadi, Sutrisno, 1989. Statistik Jilid II.

Yogyakarta. Andi Ofset

Hare. 1982. Principle of Sport Training Introduction to Theory and Methode of Training Sport. Verlag.

Berlin.

Harsono. 1988, Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching, CV.

Tambak Kusuma. Jakarta.

Intan Rush, 1988. Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Metode, Depdikbud. Dirjen Dikti PPLPTK Jakarta.

Nurhasan, 2001. Tes dan Pengukuran dalam Pendidikan Jasmani Prinsip-prinsip dan Penerapannya.

Dirjen Olahraga, Diknas, Jakarta.

Nossek, 1982. General Teory of Training.

Logo Span Africant Press Ltd.

Soekarnan. 1987. Dasar-Dasar Olahraga untuk Pembina, Pelatih dan Atletik.

Media Surya Grafindo. Jakarta Syarifuddin, Aip. 1992. Atletik, Depdikbud

Dirjen Dikti. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Mereka berdosa karena memberikan ramalan yang tidak terwujud dan yang bertentangan dengan wahyu Allah (lih.!. Sebaliknya,

Kemampuan pengelola perpustakaan yang memiliki dua pekerjaan dalam rangka membantu pemustaka ketika mengalami kesulitan dalam melakukan penelusuran informasi atau

Dalam proses membuat dan membangun sistem pendukung keputusan untuk menentukan penerima reward di agen tiket online maka menggunakan metode Simple Additive

Kenaikan Ib dimana komponen pendukungnya yaitu Indeks Konsumsi Rumah Tangga mengalami kenaikan sebesar 0,69 persen, sedangkan Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang

Tujuan dari proses rasterisasi atau sering disebut scan conversion adalah memberikan warna yang benar kepada piksel untuk dirender dengan menggunakan

Hasil Penelitian: Hasil penelitian kecelakaan lalu lintas tahun 2008 menunjukkan bahwa lebih banyak korban pada kelompok umur 15-49 tahun (77,1%), berjenis kelamin pria

Mahasiswa yang bekerja dengan adanya aktivitas pekerjaan membuat mahasiswa lupa akan tugas utamanya yakitu belajar, hal ini disebabkan mahasiswa merasa sudah

Setelah mempelajari arsip menurut kata, asal usul dari beberapa sumber diatas, maka dapat disimpulkan bahwa arsip adalah kumpulan data/warkat/surat/naskah berupa