• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

6

2.1.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai suatu kelompok atau tim.

Isjoni (2007: 15) menyatakan bahwa Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang murid lebih bergairah dalam belajar. Pendapat tersebut serupa dengan Sanjaya (2011: 242) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara 4-6 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen).

Menurut Ibrahim (2000:6) unsur-unsur pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut

a) Peserta didik dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.

b) Peserta didik bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

c) Pesertas didik haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

d) Peserta didik harus membagi tugas dan tannggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

e) Peserta didik akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

f) Peserta didik berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

(2)

g) Peserta didik akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Kemudian David dan Roger Johnson (dalam Slavin, 2009:250), menjelaskan empat unsur yang dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Interaksi tatap muka: Para peserta didik bekerja dalam kelompok- kelompok yang beranggotakan empat sampai lima orang.

2. Interdepensi positif: Para peserta didik bekerja bersama untuk mencapai tujuan kelompok.

3. Tanggung jawab individual: Para peserta didik harus memerlihatkan bahwa mereka secara individual telah menguasai materinya.

4. Kemampuan-kemampuan interpersonal dan kelompok kecil: Para peserta didik diajari mengenai sarana-sarana yang efektif untuk bekerja sama dan mendiskusikan seberapa baik kelompok mereka bekerja dalam mencapai tujuan mereka.

a. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.

4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

(Ibrahim,dkk.,2000:7).

b. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu sebagai berikut.

1. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut.

(3)

Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

c. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

Slavin (Suradi, 2006: 6) mengemukakan keuntungan pembelajaran kooperatif antara lain:

1) Murid bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.

2) Murid aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil.

3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.

4) Interaksi antar murid seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

5) Interaksi antar murid juga membantu meningkatkan perkembangan kognitif yang non-konservatif menjadi konservatif (teori Piaget).

(4)

Menurut Sanjaya (2011: 249) keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran di antaranya:

1) Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

2) Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3) Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4) Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5) Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-menage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

6) Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.

7) Strategi pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).

8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.

(5)

d. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif

Slavin (2010: 21) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif ada beberapa model yaitu: (1) Student Achievement Divisions (STAD);

(2) Team Games Tournaments (TGT); (3) Jigsaw; (4) Cooperative Integrated Reading and Composition(CIRC); (5) Team Accelerated instruction (TAI); (6) Learning Together; (7) Group Investigation.

1. Student Teams Achievement Division (STAD), siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan empat orang yang bercampur tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku bangsa.

2. Team Games Tournaments (TGT), siswa mengikuti permainan dengan anggota tim lain untuk menambah angka ke nilai tim mereka.

3. Jigsaw, suatu model pembelajaran dimana siswa ditempatkan dalam tim- tim yang beranggotakan enam orang untuk mengerjakan bahan akademis yang telah dipecah menjadi bagian-bagian untuk masing-masing anggota.

4. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) adalah program komprehensif untuk mengajar membaca dan menulis di kelas-kelas atas sekolah dasar. Siswa bekerja dalam tim pembelajaran kooperatif yang beranggotakan empat orang.

5. Team Accelerated Instruction (TAI) menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran yang individual. Siswa memasuki sekuen individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian melanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka sendiri. Secara umum anggota kelompok bekerja pada unit pelajaran yang berbeda.

6. Learning Together, melibatkan siswa yang mengerjakan tugas kedalam kelompok heterogen yang beranggotakan empat atau lima orang.

Kelompok tersebut menyerahkan satu tugas yang sudah diselesaikan dan menerima pujian dan imbalan berdasarkan hasil kelompok. Metode ini menekankan kegiatan pembentukan tim sebelum siswa mulai bekerjasama dan diskusi teratur ke dalam kelompok tentang seberapa baik mereka bekerja sama.

(6)

7. Group Investigation metode pembelajaran kelompok dimana siswa bekerja ke dalam kelompok-kelompok kecil dengan menggunakan investigasi kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif, dan kemudian melakukan pemaparan kepada seluruh kelas tentang temuan mereka.

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Dalam perkembangannya, pembelajaran kooperatif terdiri atas beberapa tipe, salah satu diantaranya adalah tipe TGT. Model TGT ini dikembangkan oleh Slavin dan rekan-rekannya, penerapan TGT mirip dengan STAD dalam hal komposisi kelompok, format instruksional, dan lembar kerjanya. Bedanya, jika STAD fokus pada komposisi kelompok berdasarkan kemampuan, ras etnik, dan gender, maka TGT umumnya fokus hanya pada level kemampuan saja. Selain itu, jika dalam STAD yang digunakan adalah kuis, maka dalam TGT istilah tersebut biasanya berganti menjadi game akademik. (Huda, 2011: 117)

Menurut Saco (2006), dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota tim lain untuk memperoleh skor tinggi untuk tim mereka masing-masing.

Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis menggunakan kartu bernomor yang terkait dengan materi pelajaran.

Permaianan dalam pembelajaran tipe TGT dapat berupa pertanyaan- pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap murid anggota kelompok akan mengambil sebuah kartu yang telah diberi nomor dan menjawab pertanyaan yang ada pada kartu tersebut sehingga memberikan kontribusi untuk pengumpulan kelompoknya.

Turnamen harus memungkinkan semua murid dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya.

Aturannya dapat berupa, soal yang sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak memiliki kemungkinan memberi skor pada kelompoknya. Namun semua soal nantinya apakah yang mudah atau sulit harus diketahui oleh seluruh anggota kelompok.

(7)

Menurut Rusman, (2012: 224) TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya.

a. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TGT

Dalam pembelajaaran kooperatif tipe TGT terdapat langkah-langkah kegiatan yang dikemukakan oleh Slavin (2010: 163-167), diantaranya:

1) Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam pembelajaran yang biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah atau dengan ceramah yang dipimpin guru. Pada penyampaian materi ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan karena akam membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok. Pada kegiatan game, guru memantau perkembangan siswa sekaligus menyiapkan materi yang akan digunakan sebagai perangkat dalam pembelajaran.

2) Kegiatan Kelompok (Teams)

Jumlah anggota kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras ataupun etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game. Pada tahap ini setiap anggota kelompok mempelajari bahan ajar dan latihan soal yang diberikan oleh guru. Ada beraneka ragam kegiatan yang terdapat di dalam kelompok diantarnya diskusi kelompok hingga diskusi antar kelompok, saling membandingkan jawaban tugas yang diberikan, memeriksa serta mengoreksi sesama anggota kelompok.

(8)

Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam kegiatan setiap kelompok.

3) Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Game dapat terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba jawaban pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan akan mendapat skor. Skor ini yang akan digunakan untuk mendapatkan reward.

4) Tournament

Tournament adalah suatu struktur dari sebuah game yang berlangsung.

Turnamen berlangsung setelah dilakukan pembelajaran sehingga pada saat turnamen siswa sudah siap untuk saling bersaing secara positif. Pada kegiatan ini meliputi kegiatan pembagian kelompok yang dilanjutkan dengan pemilihan wakil-wakil kelompok yang akan ditempatkan pada meja turnamen yang telah disiapkan. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan kelompok dimana peraturan yang diterapkan sama halnya dengan peratuaran pada kegiatan kelompok yang telah disebutkan di depan, namun yang membedakan adalah siswa di dalam kegiatan turnamen ini diharuskan untuk bekerja secara individu dalam mewakili kelompoknya guna mendapat point.

5) Penghargaan Kelompok (Rekognisi Tim)

Setelah mengikuti game dan turnamen, setiap kelompok akan memperoleh poin. Rata-rata poin kelompok yang diperoleh dari game dan turnamen akan digunakan sebagai penentu penghargaan kelompok. Jenis penghargaan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Penghargaan kelompok dapat berupa hadiah, sertifikat, dan sebagainya.

(9)

Secara singkat skenario dalam model pembelajaran TGT ini adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaiakan tujuan yang ingin dicapai dan menyampaiakan materi yang akan dibahas pada hari itu. Kemudian membuat kelompok siswa heterogen 4-5 orang, kemudian berikan informasi pokok materi dan mekanisme kegiatan.

2. Menyiapkan meja turnamen atau lomba secukupnya, misal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja pertama diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja kesepuluh ditempati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok.

3. Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen atau lomba, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen atau lomba untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja turnamen atau lomba sesuai dengan skor yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good dan medium.

4. Begitu juga untuk turnamen atau lomba ketiga-keempat, dan seterusnya. Dan dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen atau lomba sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen atau lomba yang sama, begitu pula untuk meja turnamen atau lomba yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.

5. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.

b. Kelebihan Model Kooperatif tipe TGT

1) Model TGT tidak hanya membuat siswa yang cerdas (berkemampuan akademis tinggi) lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi siswa

(10)

yang berkemampuan akademi lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan yang penting dalam kelompoknya.

2) Dengan model pembelajaran ini, akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai sesama anggota kelompoknya.

3) Dalam model pembelajaran ini, membuat siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Karena dalam pembelajaran ini, guru menjanjikan sebuah penghargaan pada siswa atau kelompok terbaik.

4) Dalam pembelajaran siswa ini membuat siswa menjadi lebih senang dalam mengikuti pelajaran karena ada kegiatan permainan berupa turnamen dalam model ini.

2.1.3 Hasil Belajar

Menurut Purwanto (2013: 43) bahwa belajar adalah proses untuk membuat perubahan dalam diri siswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar sering juga diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Secara konseptual Fontana (Winataputra, 2008: 1.8) mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Seperti Fontana, Gagne juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan.

Pengertian belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 7) merupakan suatu proses yang terjadi pada siswa dengan adanya kesadaran pada siswa dengan memperoleh sesuatu melalui lingkungan sekitar. Dengan demikian siswa merupakan bagian penting dalam proses belajar. Melalui belajar siswa dapat memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar, baik belajar mengenai gejala alam, hewan, tumbuhan maupun benda-benda yang ada disekitar.

Slameto (2010: 2) menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeroleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sudjana (2009:28) menambahkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri

(11)

seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan pada diri seseorang yang relatif permanen yang ditunjukan dalam berbagai bentuk perilaku seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkahlaku, keterampilan, kecakapan dan kemampuan, daya reaksi, daya penerimaan, dan lain-lain yang ada pada individu akibat interaksi dengan lingkungan.

Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Winkel (Purwanto, 2013: 45) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Hal tersebut senada dengan pendapat Hamalik (2006:30) bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti.

Menurut Rusman (2012: 123) menyatakan bahwa hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar tidak hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga penguasaan kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat bakat, penyesuaian sosial, macam-macam keterampilan, cita-cita, keinginan dan harapan.

Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Slameto, 2003:16).

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau

(12)

bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

Teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perincian menurut Rusman (2012: 125) adalah sebagai berikut :

1. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berpikir.

2. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap, kemampuan dan penguasaan segi-segi emosional, yaitu perasaan, sikap, dan nilai.

3. Ranah Psikomotor

Berkenaan dengan suatu keterampilan-keterampilan atau gerakan-gerakan fisik.

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri. Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark pada tahun 1981 bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh

(13)

lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2006 : 39).

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif (Djamarah, 2011:1).

Dari beberapa pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan.

Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.

2.1.4 Pembelajaran Matematika

Matematika, menurut Ruseffendi (Heruman, 2012: 1) adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak terdefisinikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Menurut Karso (2008: 1.39) dikatakan bahwa matematika itu merupakan ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan di antara hal-hal itu.

Di bawah ini disajikan beberapa definisi atau pengertian tentang matematika. (Soedjadi, 1999/2000: 11).

(14)

a. Matematika adalah cabangg ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.

f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Hakikat matematika menurut Soedjadi (2000), yaitu memiliki objek tujuan yang abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Dari definisi yang saling berbeda itu, dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum.

Beberapa karakteristik itu adalah :

a) Memiliki objek kajian yang abstrak b) Bertumpu pada kesepakatan

c) Berpola pikir deduktif

d) Memiliki simbol yang kosong dari arti e) Memperhatikan semesta pembicaraan f) Konsisten dalam sistemnya.

a. Tahapan pembelajaran matematika

Menurut J. Bruner dalam Muslich (2007: 222) bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya ". Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan tersebut dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya. Menurut Muslich (2007: 222) bahwa "proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh jika pengetahuan tersebut khususnya matematika dipelajari dalam tahap enaktif, ikon, dan tingkat simbolik".

(15)

1) Tahap enaktif

Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata.

2) Tingkat ikon

Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresetasikan (dibuat) dalam bentuk bayangan visual, gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif.

3) Tahap simbolik

Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk simbol abstrak, baik simbol verbal (misalkan huruf, kata atau kalimat), lambang matematika, maupun lambang abstrak lainnya.

Suatu proses pembelajaran akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama dirasa cukup, murid beralih ke tingkat yang belajar yang kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representatif ikon. Selanjutnya kegiatan belajar tersebut dilanjutkan pada tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus simbolis.

Dalam pembelajaran matematika salah satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (teams games tournaments) karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat memberikan murid kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri. Selain itu, model TGT menumbuhkan dinamikia kelompok belajar secara kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskusi nyaman dan menyenangkan seperti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah, lembut, dan santun serta bernuansa 'belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar’.

b. Tujuan Pembelajaran Matematika

Tujuan pembelajaran matematika di SD dapat dilihat di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006 SD. Mata pelajaran matematika bertujuan agar

(16)

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut, (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta memberikan tekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika juga memuat tujuan khusus matematika SD yaitu: (1) menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, (2) menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut, (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

Menurut Heruman (2012: 2), tujuan akhir pembelajaran matematika di SD ini yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.

c. Ruang Lingkup Mata Pelajaran matematika

Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan, (2) geomteri, (3) pengolahan data Depdiknas, 2006. Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan perbandingan kuantitas suatu objek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.

(17)

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

a) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pebria Dheni Purnasari, Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Melalui Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Pokok Bahasan Pecahan pada Siswa Kelas IV DN Negeri 3 Karangrejo Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo Tahun Pelajaran 2011/2012.” Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika dengan diterapkannya penggunaan model cooperative learning tipe Teams Game Tournament (TGT) pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada mata pelajaran matematika dapat meningkatan prestasi belajar siswa dari siklus I dengan persentase sebesar 28,40% dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 11 siswa dari 12 siswa. Hal ini menunjukan adanya ketuntasan yang baik karena pada pra siklus jumlah siswa yang tidak tuntas sebanyak 5 siswa dengan persentase 42 % kemudian pembelajaran pada siklus II juga memberikan hasil yang baik, yakni dengan tingkat kelulusan sebesar 100% dengan jumlah keseluruhan siswa mengalami ketuntasan hasil belajar pada pokok bahasan pecahan. Bila dibandingkan dengan kondisi pra siklus hingga siklus II, maka terjadi peningkatan sebesar 42 %. Hal tersebut membuktikan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo pada pokok bahasan pecahan.

b) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kukuh Effendi, Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul “Pendekatan Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Kompetensi Dasar Menentukan Sifat-Sifat Bangun Ruang Sederhana) pada Pembelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri 02 Tlogosih Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.” Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar

(18)

siswa mata pelajaran Matematika melalui model cooperative tipe TGT di SD Negeri 02 Tlogosih Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak semester II 2011 / 2012. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar matematika dari tiap siklus pada materi bangun ruang. Peningkatan hasil belajar siswa tersebut terjadi secara bertahap, dimana pada siklus I peningkatan hasil belajar siswa sebesar 45,8%. Kemudian setelah dilaksanakan siklus II peningkatan hasil belajar siswa mencapai 95.8 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan cooperative tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelas IV SD Negeri Tlogosih Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak semester II 2011 / 2012.

c) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arifah Nur Triyani, Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-GamesTournament (TGT) Sebagai Upaya Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Peluang dan Statistika di SMP Negeri 4 Depok Yogyakarta Kelas IX C.” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dapat meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa kelas IX C SMP Negeri 4 Depok Yogyakarta pada pokok bahasan Statistika dan Peluang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keaktifan belajar matematika siswa setelah dilakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) menunjukkan bahwa rata-rata seluruh aspek keaktifan belajar matematika siswa kelas IX C SMP Negeri 4 Depok Yogyakarta pada pokok bahasan Peluang dan Statistika mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil rata-rata persentase lembar observasi keaktifan belajar siswa untuk tiap siklus, yaitu pada siklus I keaktifan siswa sebesar 61,17% untuk siklus II sebesar 71,11%. Selain itu hasil dari angket respon siswa terhadap pembelajaran juga meningkat yaitu sebesar 63% pada siklus I dan sebesar 70,11% pada siklus II.

(19)

2.3 Kerangka Pikir

Dalam proses pembelajaran khususnya bidang studi matematika, sangat memungkinkan ada materi tertentu yang harus disampaikan dengan menggunakan model pembelajaran kelompok, individu dan klasik. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengintegrasikan pembelajaran kelompok, individual, dan klasikas sekaligus adalah model pembelajara kooperatif tipe TGT ( Teams Games Tournaments). Kelompok belajar kooperatif adalah kelompok belajar yang terdiri dari siswa dengan kemampuan akademis yang bervariasi untuk saling membantu sama lain. Pembelajaran matematika akan lebih baik jika dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif, karena di samping keuntungan akademis yang dapat diperoleh siswa berupa kemampuan memahami konsep, keterampilan dan pemecahan masalah matematika juga dapat mendorong munculnya refleksi yang mengarah pada konsep-konsep yang aktif, juga siswa mendapat pembelajaran yang bersifat sosial.

Oleh karena itu, penggunaan model pembelajaran TGT dapat membantu guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran tipe TGT merupakan model pembelajaran yang memadukan prinsip ketergantungan positif, tanggung jawab tunggal, interaksi tatap muka dan komunikasi. Pembelajaran kooperatif tipe TGT mengharuskan murid memainkan permainan dalam bentuk turnamen, setiap murid mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu.

Berdasarkan ciri dan prinsip pembelajaran efektif maka model pembelajaran tipe TGT dapat mewujudkan perihal pembelajaran, karena memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk memecahkan masalah belajar dengan strategi dan kemampuan masing-masing dan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002:62).

(20)

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir sebelumnya maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Model kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 4 Semester II SD Negeri Noborejo 01 Tahun Pelajaran 2012/2013 pada materi Lambang Bilangan Romawi dengan indikator kinerja 80% siswa tuntas dengan KKM ≥ 68.”

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan desa, dari 1945 sampai 2005 memberikan posisi eksistensi Desa Pakraman, mengalami pasang surut, hal

XVI/MPR-RI/ 1998 Tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat

Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu dan makhluk sosial, Manusia merupakan bagian dari seluruh anggota masyarakat organis,

[r]

Kendali nirkabel sebagai pemicu gerak berupa remote control infra merah keluaran NEC dengan penerima komponen infrared receiver module (IRM).Hasil penelitian menunjukkan

2016 nomor : 12/ PSPOR.ASC.U/V/2016 tanggal 31 Mei 2016, dengan ini POKJA ULP mengumumkan pemenang seleksi Umum untuk Kegiatan Pembangunan sarana dan prasarana olah raga

Manakala sekiranya hukuman cambuk itu bagi kesalahan yang dilakukan oleh banduan ketika berada di bawah penjagaan penjara maka prosedur bagi pelaksanaan hukuman cambuk

Berdasarkan rumusan masalah hasil penelitian dan pembahasan, simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan