• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM AKAD NIKAH SECARA VIRTUAL DI MASA PANDEMI ( Studi Komparatif Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanafi )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUKUM AKAD NIKAH SECARA VIRTUAL DI MASA PANDEMI ( Studi Komparatif Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanafi )"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM AKAD NIKAH SECARA VIRTUAL DI MASA PANDEMI ( Studi Komparatif Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanafi )

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Strata Satu dalam Bidang Hukum Agama Islam (S.H)

Oleh:

Abdul Hamid Filjannah NIM : 16.15.00.03

PROGRAM STUDI AHWALUS SYAKHSIYYAH FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA (UNUSIA) JAKARTA

2021

(2)

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal skripsi dengan judul “Hukum Akad Nikah Secara Virtual di Masa Pandemi” yang disusun oleh Abdul Hamid Filjannah Nomor Induk Mahasiswa:

15.16.00.03 telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan ke seminar proposal.

Jakarta, 21 Oktober 2021 Pembimbing,

Hayaturrohman, M.Si

(3)

ii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Abdul Hamid Filjannah NIM : 16.15.00.03

Tempat/Tgl. Lahir : Pangkep, 12-02-1995

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Hukum Akad Nikah Secara Virtual di Masa Pandemi” adalah hasil karya asli penulis, bukan hasil plagiasi, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya atau atas petunjuk para pembimbing.

Jika di kemudian hari pernyataan ini terbukti tidak benar, maka sepenuhnya akan menjadi tanggungjawab penulis dan bersedia gelar akademiknya dibatalkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Jakarta, November 2021

Abdul Hamid Filjannah NIM: 16.05.00.03

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dari penulis panjatkan bagi Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “HUKUM AKAD NIKAH SECARA VIRTUAL DI MASA PANDEMI ( Studi Komparatif Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanafi )”. Skripsi ini disusun sebagai pesyaratan kelulusan program studi Strata 1 Ahwalus Syaksiyah Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Jakarta untuk mendapatkan gelar Sarjana.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari betul akan keterbatasan yang ada pada penulis, maka penulis yakin bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan bimbingan serta kritik konstruktif dari berbagai pihak untuk perbaikan selanjutnya.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. H. Juri Ardiantoro, P.hD, selaku Rektor UNUSIA Jakarta.

2. Dede Setiawan, M.M.Pd, selaku Dekan Fakultas Agama Islam UNUSIA Jakarta

3. Hayaturrahman, M.Si, selaku Kepala Program Studi Ahwalus Syaksiyah UNUSIA Jakarta sekaligus Pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan

(5)

iv

pengarahannya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Kepada Ibu tercinta, Ibu Bahrah yang selalu memberika kasih sayang, doa, moril dan materil sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih karena selalu memberikan dukungan dan memberikan bimbingan pada setiap langkah yang penulis jalani, dan untuk ayah yang sudah wafat sejak 2013 lalu.

Semoga beliau Bahagia melihat anaknya menyelesaikan satu Langkah dari berbagai Langkah hidup.

5. Keluarga tercinta Amrullah Azis, Mahdaniar, Mauliana, Erniati, Syamsul Bahri, Jumadi Azis, Sukmawati, Nurul Ramdhan yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

6. Seluruh teman-teman Fakultas Agama Islam UNUSIA Jakarta, Angkatan 2016.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada seluruh pembaca.

Jakarta, November 2021

Abdul Hamid Filjannah NIM: 16.15.00.03

(6)

v DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

PERNYATAAN ORISINILITAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Penelitian ... 10

C. Pertanyaan Penelitian ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Metodologi Penelitian ... 11

F. Penelitian Terdahulu ... 13

G. Manfaat Penelitian ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KAJIAN TEORI ... 16

A. Tinjauan Umum Tentang Pernikahan ... 16

1. Pengertian Perkawinan ... 16

2. Tujuan Perkawinan ... 20

3. Rukun dan Syarat Sahnya Perkawinan ... 24

4. Hukum Melakukan Perkawinan ... 29

5. Hikmah Perkawinan ... 31

B. Pengertian Secara Virtual ... 36

C. Mazhab Syafi’i ... 39

(7)

vi

1. Riwayat Hidup Imam Syafi’i ... 39

2. Metode Istinbat hukum Madzhab Syafi’I ... 40

D. Mazhab Hanafi ... 45

1. Riwayat Hidup Imam Hanafi ... 45

2. Metode Istinbat hukum Madzhab Hanafi ... 46

BAB III HASIL PENELITIAN ... 53

A. Deskripsi Ittihad al-majelis Menurut Persepsi kedua ulama Madzhab ... 53

1. Pendapat Ulama Madzhab Syafi’I tentang Ittihad al-majelis .... 57

2. Pendapat Ulama Madzhab Hanafi tentang Ittihad al-majelis ... 58

B. Analisis Hukum Nikah Secara Virtual menerut ke dua Madzhab ... 61

BAB IV PENUTUP ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAK ... 85

(8)

vii ABSTRAK

Nama: ABDUL HAMID FILJANNAH NIM: 16.15.00.03 Judul Skripsi:

HUKUM AKAD NIKAH SECARA VIRTUAL DI MASA PANDEMI ( Studi Komparatif Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanafi ). Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakshiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta, 2021.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran hukum nikah secara virtual di masa pandemi berdasarkan perspektif Islam. Karena semenjak terjadi nya wabah virus corona menjadikan hampir semua bentuk kegiatan dilaksanakan secara virtual tidak lepas dari pada pernikahan. Nikah secara virtual adalah sebuah fenomena dan isu yang saat ini sedang hangat dipermasahkan, ia adalah sebuah bentuk (produk) pernikahan yang kontemporal dan baru dalam perkembangan fikih munakahat yang masih menjadi perdebatan panjang mengenai keabsahannya dikalangan ulama sekarang.

Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), dengan menggunakan pendekatan hukum normatif, yang bersifat deskriptif-analitis dan reflektif. Melalui pendekatan ini, akhirnya dapat diketahui bahwa dalam hal menentukan hukum nikah online para ulama mazhab Syafi’I dan mazhab Hanafi mengalami silang pendapat yang sangat kompleks, hal ini terkait interpretasi dari masing-masing mereka tentang satu majelis (ittihad al-majelis) dalam suatu akad nikah yang berbeda-beda, yang akhirnya menghasilkan multi-tafsir yang beragam terhadap hukum nikah secara virtual.

Dari hasil penelitian bersangkutan permasalahan nikah online ini, penulis mendapatkan hasil: Pertama, interpretasi para ulama Syafi’iyah terkait persyaratan ittihād al-majelis adalah menyangkut keharusan kesinambungan waktu (zaman) antar a ijab dan kabul, selain itu juga golongan ini mengharuskan terpenuhinya persyaratan lain, yakni al-mu'ayyanah atau bertemunya kedua belah pihak seara berhadap-hadapan, yang dalam hal ini menyiratkan bahwa persyaratan ittihād al-majelis juga menyangkut kesatuan tempat (makan). Kedua, interpretasi para ulama Hanafiyah terkait ittihād al-majelis adalah menyangkut pada tataran keharusan kesinambungan waktu (zaman) antara ijab dan kabul, yang mengindikasikan bahwa bukan menyangkut kesatuan tempat (makan).

Kata Kunci : Akad, Nikah, Virtual, Pandemi

(9)

viii ABSTRACT

Name: ABDUL HAMID FILJANNAH NIM: 16.15.00.03 Thesis Title: VIRTUAL MARRIAGE CONTRACT LAWS IN THE PANDEMI (Comparative Study of the Shafi'i Mazhab and the Hanafi Mazhab). Family Law Study Program (Ahwal Al- Syakshiyah) Faculty of Islamic Religion, Indonesian Nahdlatul Ulama University (UNUSIA) Jakarta, 2021.

Since the outbreak of the corona virus, almost all forms of activity are carried out virtually, apart from weddings. Marriage is virtually a phenomenon and issue that is currently being hotly debated, it is a contemporary and new form (product) of marriage in the development of munakahat fiqh which is still a long debate about its legitimacy among current scholars. This study aims to obtain a virtual picture of marriage law based on an Islamic perspective.

The type of method used in this research is library research, using a normative legal approach, which is descriptive-analytical and reflective زThrough this approach, it can finally be seen that in terms of determining the law of online marriage, the scholars of the Shafi'i and Hanafi schools have very complex disagreements, this is related to their respective interpretations of one assembly (ittihad al-majelis) in a single assembly. different marriage contracts, which ultimately results in multiple interpretations of the virtual marriage law.

From the results of research regarding the problem of online marriage, the authors get the following results: First, the interpretation of the Syafi'iyah scholars regarding the requirements for ittihād al-majelis concerns the necessity of continuity of time (zaman) between consent and acceptance, besides that this group also requires the fulfillment of other requirements, namely al-mu'ayyanah or the meeting of the two sides face to face. -front, which in this case implies that the requirements for ittihād al-majelis also concern the unity of the place (makan).

Second, the interpretation of the Hanafiyah scholars regarding ittihād al-majelis is related to the level of the necessity of continuity of time (zaman) between ijab and kabul, which indicates that it is not related to the unity of the place (makan).

Key Word : Law, Merriage, Virtual, Pandemic

(10)

ix

ثحبلا صّخلم

يف ديمحلا دبع :مسلاا ةنجلا

مقر ليجستلا :

16.15.00.03 نيناوق :ةلاسرلا ناونع

مل ةنراقم ةسارد( ةحئاج يف يضارتفلاا جاوزلا دقع بهذ

و ةيعفاشلا بهذم

لا لاوحأ( ةرسلأا نوناق ةسارد جمانرب .)يفنحلا يصخش

، يملاسلإا نيدلا ةيلك )ة

ةيسينودنلإا ءاملعلا ةضهن ةعماج (UNUSIA)

، اتركاج 2021

.

نوروك سوريف يشفت ذنم تلافح ءانثتساب ، اًبيرقت اًبيرقت طاشنلا لاكشأ عيمج متت ، ا

، يلاحلا تقولا يف نخاس شاقن لحم ةيضقو ةرهاظ جاوزلا نوكي داكي .فافزلا ًلادج لازي لا يذلا ةاكانملا هقف روطت يف جاوزلل ديدجو رصاعم )جاتن( لكش وهو اردلا هذه فدهت .نييلاحلا ءاملعلا نيب هتيعرش لوح ًلايوط ىلع لوصحلا ىلإ ةس

يملاسإ روظنم نم جاوزلا نوناقل ةيضارتفا ةروص .

اذه يف مدختسملا جهنملا عون

يفصو ، يرايعم ينوناق جهنم مادختساب ، يبتكملا ثحبلا وه ثحبلا -

يليلحت

يساكعناو .

ربع جاوزلا نوناق ديدحتب قلعتي اميف هنأ ةظحلام ا ًريخأ نكمي ، جهنلا اذه للاخ نم تنرتنلإا ، ةياغلل ةدقعم تافلاخ مهيدل ةيفنحلاو ةيعفاشلا سرادملا ءاملع نإف ،

دحاو عامتجا يف ) .)سلاجملا داحتا( دحاو سلجمب ةصاخلا مهتاريسفتب اذه طبتريو جاوزلا نوناقل ةددعتم تاريسفت ىلإ ةياهنلا يف ىدأ امم ، ةفلتخم جاوز دوقع ، .يضارتفلاا ا ةلكشمب قلعتملا ثحبلا جئاتن نم ىلع نوفلؤملا لصح ، تنرتنلإا ربع جاوزل

ةيلاتلا جئاتنلا فسلا ءاملع ريسفت :ًلاوأ :

ئ ةرورضب قلعتي سلجملا داحتإ طورشل ةي

ا( نمزلا ةيرارمتسا نامزل

ةعومجملا هذه نأ ىلإ ةفاضإ ، لوبقلاو اضرلا نيب )

هجو نيبناجلا ءاقل وأ هنايعلا .ئيؤملا يهو ، ىرخأ طورش ءافيتسا ًاضيأ بلطتت ًا

هجول - اًضيأ قلعتت سلجملا داحتإ تابلطتم نأ ةلاحلا هذه يف ينعي امم ، يمامأ

( ناكملا ةدحوب ناكملا

) . ةجردب سلجملا داحتا يف ةيفنحلا ءاملع ريسفت طبتري :اًيناث

ةدحوب هطابترا مدع ىلع لدي امم ، لوباكو باجلإا نيب نمزلا ةيرارمتسا ةرورض لا( ناكملا ناكم

)

.

(11)

x

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Pada bulan desember 2019 lalu, dunia digemparkan oleh sebuah wabah yang sangat mematikan yaitu virus corona atau disebut covid-19 sampai saat ini.

Sehingga WHO (World Health Organization) menetapkan status darurat kesehatan yang disebut dengan Pandemic. Wabah itu pun masuk ke Indonesia pada bulan maret 2020. Pandemi ini merubah segala tatanan kehidupan mulai dari pendidikan, perekonomian, termasuk hukum-hukum yang berlaku, tak lepas dari pada hukum pernikahan itu. Dimana selama pandemic ini beberapa kebijakan diberlakukan yaitu PSBB (pembetasan Sosial Berskala Besar) dimana tidak boleh berkerumung lebih dari 5 orang. Sehingga pertemuan secara langsun diganti dengan virtual, sperti rapat virtual, belajar secara virtual agar semua kegiatan tetap berjalan.

Di masa pandemic ini masyarakat meanfaatkan teknologi untuk memudahkan urusannyauntuk kepentingan sehari-hari, mulai dari untuk berkomunikasi dengan yang lain dalam jarak yang jauh, dagang (muamalah) untuk memesan sesuatu, atau untuk membicarakan sesuatu yang penting, tidak perlu lagi menemui seseorang secara fisik, dikarenakan jarak serta tidak memungkin kan untuk bertemu, tetapi cukup melalui telephone dengan layanan virtual (fitur jaringan 4G bahkan sudah hampir 5G, yang memungkinkan dua ataupun lebih untuk berbicara satu sama lain sementara pada saat yang sama melihat bentuk muka masing-masing) Dalam dunia dagang atau keperluan pribadi.

(13)

2 Teknologi komunikasi khusunya pada Teleconference atau alat komunikasi merupakan sebuah media penghantar maksud seseorang dalam melakukan berbagai hal dalam kehidupan sehari-harinya yang sudah mendapatkan legitimasi di mata publik sebagai alat penghubung bukan inti perbuatannya tetapi sebagai medianya.

Didalam dunia perdagangan atau muamalah transaksi melalui telphone sudah menjadi hal yang biasa, dengan memanfaatkan teknologi yang ada di zaman moderen ini mempermudah manusia untuk bertransaksi satu sama lain tanpa harus bertemu secara langsung dikarenakan jarak dan waktu yang menghalangi.

Seiring perkembangan zaman manusia sedikit banyaknya telah menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, tak hanya dalam ber- muamalah (jual-beli), akan tetapi sudah ada yang melakukan pernikahan melalui telpon (teknologi), lalu bagaimana hukum ataupun pandangan masyarakat terhadap pernikahan yang dilangsungkan melalui media teknologi dengan cara virtual baik aplikasi zoom meeting, google met, whatssap, atau aplikasi lainya?

Tidak lepas dari pada melangsungkan nya akad pernikahan, Sehingga banyak kedua pasangan yang melangsunkan acara akad nikah secara virtual. Pembicaraan mengenai pernikahan selalu menarik perhatian, bukan karena di dalamnya ada pembahasan mengenai seksualitas, melainkan karena pernikahan merupakan sebuah hal yang sakral dalam ajaran agama. (Lestari, 2017:44)

Pernikahan berasal dari kata Nikah atau Zawaj berasal dari bahasa Arab (تجوز) yang mana dalam kamus Al-Munawir diartikan dengan nikah atau kawin (Munawir, 1984:1461), Sedangkan menurut istilah syarah berarti akad

(14)

3 pernikahan, secara terminologi nikah atau zawaj ialah:

1. Akad yang menggandung kebolehan memperoleh kenikmatan biologis dari seorang perempuan

2. Akad yang ditetapkan oleh Allah bagi seorang laki-laki atau perempuan yang masing-masing memiliki hak dan kewajibannya(Abbas, 2005:1) Agama Islam sangat mendorong untuk melangsungkan pernikahan, karna menikah adalah termasuk sunnah para nabi dan Rasul. Di dalam hadis Rasulullah berkata “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu

berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu. Dari dalil diatas ulama terbagi-bagi dalam menetapkan hukum nikah.

Adapun hukum nikah dalam pernikahan ada 5 ialah:

a. wajib untuk orang yang mampu menikah

b. haram untuk orang yang tidak mampu menafkahi lahir dan batin istrinya.

c. sunnah untuk orang yang terdesak karena nafsunya dan mampu menikah, tetapi bisa menahan nafsu pada dirinya.

d. makruh untuk orang yang syahwatnya lemah dan tidak mampu memberi nafkah.

e. mubah untuk orang yang tidak mendesak menikah dengan alasan yang mewajibkannya.

(15)

4 Berdasarkan pendapat diatas, ada sebagaian orang yang harus dipercepat dalam pernikahan, ditakutkan memberikan dampak negatif jika tidak dilangsungkannya pernikahan itu.

Diantara orang yang wajib untuk disegarakan menikah, ialah takala kedua insan yang sudah saling mencintai, dan sanggup untuk menikah. Dalam kitab Bidayatul Mujathid wanita disegerakan untuk menikah dikarnakan tidak adanya yang menafkahi dan khawatirkan tidak akan dapat menjaga dirinya. Tujuan perkawinan dalam Islam adalah dapat memenuhi hajat tabiat kemanusiaan hubungan antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang tentram (sakinah), penuh rahmah dan cinta kasih (mawaddah). Supaya dapat melahirkan keturunan yang solih dan solihah. Dan juga untuk mewujudkan rumah tangga yang damai dan bahagia.

Hikmah perkawinan yaitu:

1. Melaksanakan pernikahan ialah suatu ibadah kepada Allah.

2. Dapat menjuhkan dari perbuatan maksiat.

3. Memperoleh keturunan yang jelas dan sah dalam perkawinan.

Dapat mempergauli antara suami dan istri menjadi halal, terhormat, dan memperluas silaturrahim.

Pernikahan telah sah apabila rukun dan syaratnya terpenuhi. Adapun yang termasuk dalam rukun pernikahan, antara lain adalah:

1. nikah dilakukan oleh mempelai laki-laki dan wanita.

(16)

5 2. Adanya (shighat), yaitu perkataan dari pihak wali wanita atau wakilnya

(Ijab) dan diterima oleh pihak laki atau wakilnya (kabul), 3. Adanya wali dari calon istri, dan

4. Adanya dua orang saksi.

Apabila ada salah satu dari syarat yang tidak dipenuhi, maka pernikahan dianggap tidak sah. Oleh karena itu, diharamkan bagi keduanya berkumpul (berhubungan badan). Sebaliknya, jika semua rukun dan syarat terpenuhi, maka pernikahannya sah.

Perkawinan dianggap sah jika terjadi akad antara wali mempelai wanita sebagai calon istri yaitu ijab (serah) dengan seorang laki-laki sebagai calon suami yaitu kobul (terima) yang dilaksanakan didepan dua orang saksi yang memenuhi syarat (Adikusuma, 2017:10)

Ijab diucapkan oleh wali, qabul diucapkan oleh calon mempelai laki- laki apabila ijab dan qabul itu dapat didengar dan dapat dilihat oleh saksi (terutama) dan orang yang hadir dalam majelis pernikahan itu, telah dipandang memenuhi syarat.

Berarti pernikahan dipandang sah. Demikian pendapat ulama fikih. Namun mereka berbeda pendapat dalam mengartikan istilah “satu majelis”. Apakah diartikan secara fisik, sehingga dua orang yang berakad, harus berada dalam satu ruangan yang tidak dibatasi oleh pembatas. Pengertian lain adalah non fisik, sehingga ijab harus diucapkan dalam satu upacara yang tidak dibatasi oleh kegiatan-kegiatan yang menghilangkan arti “satu majelis”. Dengan demikian ijab harus bersambung

(17)

6 dan tidak boleh diselingi oleh kegiatan yang lain yang tidak ada hubungannya dengan akad nikah itu(Mghniyah, 2011:339).

Imam Syafi lebih cenderung memandangnya dalam arti fisik. Dengan demikian wali dan calon mempelai laki-laki, harus berada dalam satu ruangan, sehingga mereka dapat saling memandang. Hal ini dimaksudkan, agar kedua belah pihak (wali dan calon suami), saling mendengar dan memahami secara jelas ijab dan Kabul yang mereka ucapkan (Hasan, 1995 :306)

Akad nikah yang berlangsung dalam satu ruangan erat kaitannya dengan dua orang saksi yang menjadi salah satu rukun nikah. Kedua saksi itu harus tahu betul, apa yang didengar dan dilihatnya dalam majlis akad nikah itu, demikian penegasan Imam Syafi‟i. Menurut beliau, kesaksian orang buta tidak dapat diterima karena tidak dapat melihat. Hal ini berarti, bahwa akad nikah secara dipandang tidak sah, karena tidak memenuhi ketentuan-ketentuan diatas.

Imam Ahmad bin Hambali menginterprestasikan “satu majelis” dalam arti non fisik (tidak mesti dalam satu ruangan) ijab dan Kabul dapat diucapkan dalam satu waktu atau satu upacara secara langsung dan tidak boleh diselingi oleh kegiatan lain.

Berdasarkan penjelasan di atas (pendapat Imam Hambali). Dianggap sah asal saja diberi pengeras suara, karena mendengar ijab merupakan satu keharusan (Hasan, 1995 :307)

Untuk dapat menentukan status hukum suatu perbuatan hukum, menurut syari‟at Islam harus diketahui terlebih dahulu sumber hukum Islam yang paling sahih. Dengan memahami sumber hukum aslinya, akan lebih mudah untuk beristinbath hukum dalam berbagai persoalan. Berdasarkan ketetapan yang

(18)

7 paling kuat, dan diakui jumhur ulama, sumber hukum dalam Islam hanyalah al- Qur’an dan hadits nabi, baru kemudian ijma para sahabat, atsarnya, lalu pendapat perseorangan antara mereka. Ijma ulama bukanlah sumber hukum, namun merupakan pedoman atau yurisprudensi hukum Islam, sedangkan Qiyas merupakan suatu cara berijitihad (menggali sumber hukum), jadi Qiyas bukan sumber hukum, tetapi alat untuk menggali hukum Islam.

Salah satu rukun perkawinan adalah Ijab-kabul yang harus diucap pada satu pertemuan (majelis) yang dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Karena dalam hukum Islam ditegaskan bahwa “perkawinan dinyatakan termasuk bentuk ibadah muqayyah yang keabsahannya terletak pada syarat dan rukunnya. Oleh karena itu, tidak dianggap sah kalau syarat dan rukunnya ada yang tidak terpenuhi. Rukun-rukun atau unsure-unsur esensialnya adalah ijab dan kabul.

Dalam aturan yang sebenarnya urusan perkawinan di Indonesia diatur oleh undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 serta diatur ketentuannya dalam Kompilasi Hukum Islam. Hukum mengenai perkawinan dan urusan keluarga tersebut diharapkan dapat menjadi pijakan hukum bagi rakyat Indonesia yang akan melaksanakan perkawinan, namun dalam praktek pelaksanaan perkawinan yang berlaku di masyarakat tidak ada aturan yang tertuang secara khusus untuk mengatur hal-hal tersebut. Oleh karena itu muncul hal-hal baru nbbnyang bersifat ijtihad.

Para ulama berbeda pendapat dalam merumuskan “hukum nikah secara virtual”. Perbedaan tersebut disebabkan lebih kepada pemahaman tentang maksud ittihad al-majlis.

Pendapat pertama membolehkan ulama Hanafiyah, sudah dijelaskan di atas bahwa pokok permasalahan dalam merumuskan status hukum akad nikah secara virtual adalah terletak pada pemahaman tentang ittihad al-majlis disamping juga syarat yang harus dipenuhi oleh saksi. Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa

(19)

8 ittihad al-majlis merupakan serangkai antara Ijab dan kabul yang dilaksanakan dalam satu waktu bukan satu tempat. Hal ini memberikan pemahaman bahwa tuntutan ittihad al-majlis adalah kesinambungan waktu antara Ijab dan Qabul, bukan berdasarkan dua orang yang melakukan Ijab dan Qabul di dalam satu tempat secara fisik. Bisa saja tempat keduanya berjauhan, tetapi apabila ada alat komunikasi yang memungkinkan keduanya melakukan proses pernikahan dalam satu waktu yang bersamaan, maka hal itu dinamakan satu majelis, sehingga

“nikah secara virtual” yang dilaksanakan di dua tempat atau lebih yang berbeda dianggap sah asalkan syarat dan rukun yang lainnya terpenuhi.

Sehingga di masa pandemi ini digunakanlah perkembangan telekomunikasi sebagai media untuk melakukan perikatan perkawinan untuk pencegahan virus corona. Persoalannya adalah, hukum Islam dan hokum positif belum mengatur secara spesifik tentang kaidah atau hukum perkawinan melalui teknologi telekomunikasi, sementara masalah perubahan zaman dan teknologi lebih cepat dan pesat jika dibandingkan dengan perkembangan substansi hukum. Oleh karena itu diperlukan pembaharuan hukum melalui reformasi hukum, atau penafsiran guna memberikan manfaat atau kemashlahatan sosial bagi masyarakat. Reformasi hukum ini dilakukan guna mengisi kekosongan hukum khususnya terkait dengan perkembangan pernikahan secara virtual. Sehingga persoalan pernikahan secara virtual perlu mendapatkan perhatian secara serius dan perlu kajian lebih mendalam.

Walaupun kasus pernikahan lewat via telepon telah dilegalkan melalui Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1751/P/1989, namun praktek ini masih menimbulkan kontroversi di kalangan ulama (Wibisana, 2016:185).

(20)

9 Akad nikah melalui media komunikasi Teleconference (yaitu pernikahan yang menggunakan media komunikasi) merupakan salah satu bentuk akomodasi kepentingan masyarakat dalam konteks fiqih sebagai wujud dari kepekaan syariat Islam dalam menghadapi tantangan dan perkembangan zaman. Dan selama nilai kemanfaatan dan kemaslahatan tercapai dalam hal ini dengan tidak menafikan unsur kemudharatan yang mungkin terjadi, maka hal akad nikah semacam ini merupakan suatu alternatif pilihan efektif dan efesien (dengan tidak meninggalkan syariat Islam) bagi masyarakat modern (Nuroniyah, 2017:132).

Pertemuan secara virtual merupakan hal yang sudah lumrah (biasa) di masa pandemi ini. Namun bila hal itu dimanfaatkan untuk akad nikah (munakahat) masih terasa aneh. Karena pelaksanaan akad nikah itu dipandang sebagai hal yang sakral, dan tidak diinginkan asal sekedar sudah terlaksana. Nikah secara virtual adalah akad nikah yang dilangsungkan melalui aplikasi zoom atau google meet ataupun aplikasi lainnya. wali mengucapkan ijabnya di suatu tempat dan suami mengucapkan qabulnya dari tempat lain yang jaraknya berjauhan. Ucapan ijab dari wali dapat didengar dan dilihat dengan jelas oleh calon suami, begitu pula sebaliknya, ucapan qabul calon suami dapat didengar dan dilihat dengan jelas oleh wali pihak perempuan

Sehingga di masa pandemi ini banyak ulama yang mengikuti pendapat bahwa satu majelis tidak harus berada dalam satu ruangan dikarnakan dalam keadaan darurat.

(21)

10 Hal itulah yang melatar belakangi penulis menyusun skripsi ini, diharapkan agar dapat memberikan pemahaman dasar tentang “hukum akad nikah secara virtual dimasa pandemi”

B. Rumusan Penelitian

1. Banyak masyrakat memanfaatkan teknologi untuk melangsungkan berbagai akad.

2. Adanya masyrakat melangsunkan akad nikah secara virtual di masa pandemi.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan penelitian yang diuraikan diatas, maka penulis mengajukan pertanyaan penelitian, yaitu :

1. Bagaimana hukum akad nikah secara virtual di masa pandemic menurut imam Syafi’I dan imam Hanafi?

2. Bagaimana proses akad nikah secara virtual di masa pandemi?

D. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, diantaranya:

1. Untuk dapat mengetahui analisis hukum Islam terhadap akad nikah secara virtual di masa pandemic menurut imam Syafi’I dan imam Hanafi

2. Untuk mengetahui proses akad nikah secara virtual di masa pandemi

(22)

11 E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian pustaka (library research) (Mardelis, 2008:28), yaitu sumber penelitian yang sumber datanya diperoleh dari pustaka, buku-buku atau karya-karya tulis yang relevan dengan pokok masalah yang diteliti. Sumber tersebut diambil dari berbagai karya yang membicarakan tentang masalah akad nikah melalui media massa, telekonferensi dan yang sejenis dengan nya dan beberapa literature tentang akad nikah secara virtual di masa pandemi.

2. Pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan teologi normative (Hukum Islam). Pendekatan Teologi Normative adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam suatu penelitian dimana masalah yang akan dibahas sesuai dalam norma- norma atau kaedah-kaedah yang ada, dalam hal ini mengkomparasikan pendapat Madzhab Syafi’I dan Madzhab Hanafi.

3. Sumber Data

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu data-data yang diperoleh dari sumber kitab-kitab fiqhi yang membahas masalah akad pernikahan seperti kitab Fiqhi Sunnah karangan Sayyid Sabiq, dan Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu yang dikarang oleh Syech Wahbah Zuhaili.

2. Sumber Data Sekunder

(23)

12 Sumber data sekunder diperoleh dari literatur-literatur bacaan antara lain dari kitab-kitab, buku bacaan, naskah sejarah, sumber bacaan media massa maupun sumber bacaan lainnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Identifikasi data adalah pengenalan dan pengelompokkan data sesuai dengan judul skripsi yang memiliki hubungan yang relevan.

Data yang diambil adalah data yang berhubungan dengan pokok masalah penelitian yaitu

b. Reduksi data adalah kegiatan memilih dan memilah data yang relevan dengan pembahasan agar pembuatan dan penulisan skripsi menjadi efektif dan mudah untuk dipahami oleh para pembaca serta tidak berputar-putar dalam membahas suatu masalah. Dalam proses ini kutipan yang memang jelas akan dipertahankan sesuai aslinya namun bila kurang jelas atau justru menimbulkan pengertian lain, maka data tersebut akan diseliminasi dan digantikan dengan rujukan lain yang lebih sesuai dengan pembahasan.

c. Editing data yaitu proses pemeriksaan data hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dan keabsahan data yang akan dideskripsikan dalam menemukan jawaban pokok permasalahan. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan data yang berkualitas sesuai dengan yang didapatkan dari sumber bacaan.

(24)

13 5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data bertujuan untuk menguraikan dan memecahkan masalah berdasarkan data yang diperoleh. Analisis yang digunakan yaitu analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menentukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan menemukan apa yang dapat diceritakan kembali dengan kata-kata yang berasal dari literatur bacaan.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Mufliha Buhanuddin, mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang melakukan penelitian tentang Akad Nikah Melalui Video Call Dalam Tinjauan Undang-Undang Perkawinan Dan Hukum Islam di Indonesia” tahun 2017. Dalam skripsi ini membahas akad nikah melalui video call dalam tinjauan hukum perkawinan Islam harus memenuhi hukum dan syarat perakwinan dalam keabsahannya. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 27 sampai 29 antara lain tidak berselang waktu, kemudian wali nikah perempuan mengucapkan ijab kemudian pihak mempelai laki-laki mengucapkan qabulnya. Dalam hal ini maka akad nikah boleh dilaksankan meskipun tidak dalam satu majelis.

Penelitian yang dilakukan oleh Safira Rahmah mahasiswi Institut Agama Islam Negeri Bengkulu yang melakukan penelitian tentang “Pernikahan Via Live Streaming Dalam Perspektif Hukum Islam” tahun 2020. Dalam Skripsi ini

(25)

14 membahas akad nikah yang dilakukan secara live streaming, dimana KUA hanya menonton video live streaming yang dilangsungkan oleh kedua mempelai dan mencatatkannya di buku pernikahan.

Penelitian yang dilakukan oleh Fithrotul Yusro mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel yang melakukan penelitian tentang ”Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Nikah Pada Masa Covid 19 di KUA Kecamatan Dlanggu Kabupaten Mojokerto” tahun 2020. Dalam Skripsi ini membahas bagaimana bentuk ijab qobul di KUA tersebut, seperti dibatasinya tamu undangan serta mempelai laki-laki dan wali mempelai wanita tidak boleh berjabat tangan ketikan melangsungkan ijab qobul.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis memiliki perbedaan terhadap penelitian yang dilakukan terdahulu. Dimana penulis lebih menitip beratkan di masalah illat (alasan) kenapa dilangsunkannya pernikahan secara virtual bukan hanya sekedar jarak. Dan yang hadir dalam acara akad nikah dalam seperti mempelai laki-laki, wali mempelai wanita, saksi laki-laki, saksi perempuan dan pegawai pencatat buku nikah serta para tamu undangan semuanya hadir secara virtul ditempat yang berbeda-beda menggunakan aplikasi zoom ataupun aplikasi lain.

G. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Secara teoritis penulis skripsi ini diharapkan dapat berguna untuk perkembangan wacana hukum Islam khususnya berkaitan dengan pokok masalah penelitian yaitu akad nikah secara virtual menurut hukum Islam

(26)

15 di Indonesia. dan dapat memberikan manfaat tentang wacana baru dalam kajian hukum keluarga Islam.

b. Manfaat praktis

Dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang penjelasan mengenai akad nikah secara virtual di masa pandemi dan kedudukan hukumnya menurut hukum perkawinan Islam.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan agar dapat diuraikan secara tepat, serta mendapatkan kesimpulan yang benar maka skripsi ini disusun dalam sistematika yang terdiri dari lima Bab yaitu :

Bab I : pendahuluan yang berisi : latar belakang pemelitian, rumusan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II :landasan teori tentang pernikahan yang meliputi : pengertian pernikahan, rukun dan syarat pernikahan, dasar hukum pernikahan, tujuan pernikahan, dan hikmah pernikahan, Virtual, Imam Syafi’I dan Imam Hanafi.

Bab III : Deskripsi hukum nikah secara virtual dan ittihad al-majelis menurut ulama madzhab serta analisis hukum nikah secara virtual menurut madzhab Syafi’I dan Madzah Hanafi.

Bab IV: penutup yaitu kesimpulan dan saran.

(27)

16 BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan

Secara etimologi pernikahan berarti persetubuhan. Ada pula yang menggartikannya perjanjian‟ (al-„Aqdu). Secara terminologi pernikahan menurut Abu Hanifah adalah Aqad yang dikukuhkan untuk memperoleh kenikmatan dari seorang wanita , yang dilakukan dengan sengaja. Pengukuhan disini maksudnyaadalah suatu pengukuhan yang sesuai dengan ketetapan pembuat syariah, bukan sekedar pengukuhan yang dilakukan oleh dua orang yang saling membuat „aqad (perjanjian) yang bertujuan hanya sekedar mendapatkan kenikmatan semata.

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata kawin yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga pernikahan yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan di gunakan dalam arti bersetubuh (wathi). Kata nikah sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti nikah.

Para ulama berbeda pendapat tentang makna nikah, pada hal ini mereka terbagi tiga golongan. Pertama, ulama Hanafiyah berpendapat tentang makna nikah secara hakiki adalah bersetubuh, sedangkan secara majazi bermakna akad.

Pendapat ini didasarkan atas pemahaman mereka terhadap QS-Al Nisa/4:22

(28)

17

ءاَس َو ًاتْقَم َو ًةَش ِحاَف َناَك ُهَّنِإ َفَلَس ْدَق اَم َّلاِإ ءاَسِ نلا َنِ م مُكُؤاَبآ َحَكَن اَم ْاوُحِكنَت َلا َو ًلايِبَس

Terjemahnya:

Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).

Ayat di atas mengandung larangan bagi seorang anak untuk menikahi wanita yang telah dinikahi oleh ayahnya. Kata nikah dalam ayat tersebut menurut ulama Hanafiyah harus diartikan wata bukan aqad. Tampaknya, Hazairin sependapat dengan golongan ini. Menurutnya, inti suatu perkawinan adalah hubungan seksual, tidak ada perkawinan jika tidak ada hubungan seksual. Beliau mengambil tamsil bahwa apabila perkawinan tidak ada, hubungan seksual antara suami istri, maka tidak perlu ada tenggang waktu menunggu (masa iddah) untuk menikah kembali bekas istri dengan laki-laki lain. (Jamil 1997: 17)

Kedua, ulama Syafi‟iyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa makna nikah secara hakiki adalah akad, sedangkan secara majazi wala‟. Pendapat ulama ini didasarkan atas pemahaman terhadap QS. Al- Baqarah/2:230

َحاَنُج َلاَف اَهَقَّلَط نِإَف ُه َرْيَغ ًاج ْو َز َحِكنَت َىَّتَح ُدْعَب نِم ُهَل ُّل ِحَت َلاَف اَهَقَّلَط نِإَف َنوُمَلْعَي ٍم ْوَقِل اَهُنِ يَبُي ِ اللّ ُدوُدُح َكْلِت َو ِ اللّ َدوُدُح اَميِقُي نَأ اَّنَظ نِإ اَعَجا َرَتَي نَأ اَمِهْيَلَع

-

Terjemahnya:

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami

(29)

18 pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui.

Ayat diatas menggandung larangan bagi suami berkumpul dengan istri yang di talak tiga sampai ia menikah dengan laki-laki lain. Kata nikah dalam ayat tersebut menurut ulama golongan ini harus diartikan aqad bukan wata dengan alasan bahwa yang terkena qarinah dalam ayat tersebut adalah wanita, sebab wanita bukanlah pelaku dalam wata (Jamil 1997: 17)

Perbedaan pendapat antara para ulama tentang makna nikah tersebut, membawa implikasi hukum yang berbeda. Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya (hakikat) dan arti kiasan (majaz) arti sebenarnya dari nikah adalah dham yang berarti menghimpit, menindih, atau berkumpul. Sedang arti kiasannya adalah watha yang berarti setubuh atau aqad yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan. Adapun yang menafsirkan nikah ialah menggabungkan dan menjalin, dan menurut istilah syari‟at, nikah artinya pernikahan (perkawinan). Terkadang dalam hukum syari‟at kata nikah digunakan untuk menunjukkan hubungan intim itu sendiri.

Di dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 yang di dalam pasal 1 sijelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. (Soimin 2010 : 4)

(30)

19 Sedangkan menurut Anwar Harjono Dalam Hukum Perkawinan Indonesia menyatakan bahwa perkawinan ialah suatu perjanjian suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga bahagia.( Samin dan Aroeng 2010: 3) dan yang menjadi inti pokok pernikahan itu adalah perjanjian yaitu serah terima antara orang tua calon mempelai wanita dan calon mempelai pria.

Penyerahan dan penerimaan tanggung jawab dalam arti yang luas, telah terjadi pada saat „aqad nikah itu, samping penghalalan bercampur keduanya sebagai suami-istri.

(Hasan 1995: 2)

Pernikahan dalam Islam merupakan sebuah fitrah setiap manusia agar bisa memikul amanat dan tanggung jawab yang paling besar terhadap diri dan orang yang paling berhak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan. Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial tersebut adalah memelihara kelangsungan hidup manusia, memelihara keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang bisa membahayakan kehidupan manusia, serta mampu menjaga ketentraman jiwa. (Hamid 2012 : 79)

Islam menganjurkan ummatnya untuk menikah, dan anjuran ini diungkapkan dalam beberapa redaksi yang berbeda. Misalnya, Islam menyatakan bahwa menikah adalah petunjuk para Nabi dan Rasul, sementara mereka teladan yang wajib kita ikuti ( Husain 2008: 20)

Definisi perkawinan dalam fikih memberikan kesan bahwa perempuan ditempatkan sebagai objek kenikmatan bagi sang laki-laki. Yang dilihat pada diri wanita adalah aspek biologisnya saja. Terlihat dalam kata al-istimna‟ yang

(31)

20 semuanya berkonotasi seks. Bahkan mahar yang semula pemberian ikhlas sebagai tanda cinta seorang laki-laki berhubungan seksual dengan wanita. Implikasi yang lebih jauh akhirnya perempuan menjadi pihak yang dikuasai oleh laki-laki seperti yang tercermin dalam berbagai persitiwa-peristiwa perkawinan. (Manan 2006 :153) Dan bermacam-macam pengertian perkawinan di atas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa pengertian perkawinan pada umumnya adalah sama yaitu perkawinan (nikah) suatu perjanjian dalam masyarakat antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera berdasarkan peraturan yang berlaku bagi masyarakat di suatu negara maupun secara keagamaan.

Di dalam agama Islam juga mengharuskan adanya persetujuan bersama sepenuhnya antara kedua belah pihak tentang kelangsungan perkawinan. Jadi dengan demikian ketentuan tentang persetujuan, harus ada lebih dulu sehingga apabila seorang laki-laki dan perempuan telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan itu berarti mereka telah taat pada ketentuan yang berlaku.

2. Tujuan Perkawinan

Perkawinan merupakan salah satu sunnahtullah yang umumnya berlaku pada makhluk Allah, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Manusia sesuai dengan fitrahnya mempunyai kebutuhan-kebutuhan jasmani, diantaranya kebutuhan seksual. Kebutuhan tersebut merupakan dorongan yang sulit dibendung dan selalu menimbulkan kerisauan. Oleh karena itu, agama mensyariatkan dijalinnya hubungan antara pria dan wanita, serta mengarah hubungan itu dalam sebuah lembaga perkawinan.

(32)

21 Berdasarkan hal tersebut, sepintas boleh jadi ada yang berkata bahwa

“pemenuhan kebutuhan seksual merupakan tujuan utama perkawinan dan dengan demikian fungsi utamanya reproduksi”. Dalam pandangan Islam, seks bukanlah sesuatu yang kotor atau najis, tetapi bersih dan harus selalu bersih. Itulah sebabnya Allah memerintahkannya secara tersirat melalui law of sex, bahkan secara tersurat dalam firman-firmannya. Karena seks tersebut sesuatu yang bersih, maka dalam penyalurannya harus pula dilakukan dalam suasana suci bersih dan dalam sebuah ikatan suci pula. Penyaluran kebutuhan tersebut dalam bingkai yang diisyaratkan akan merubah kerisauan-kerisauan sebelumnya menjadi ketentraman atau Sakinah (Jamil, 1997: 42)

Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.

Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga

Tujuan perkawinan dapat dikembangkan menjadi lima yaitu:

1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan yang di akui oleh dirinya sendiri, masyarakat dan Negara. Naluri manusia mempunyai kecenderungan untuk mempunyai keturunan yang sah keabsahan anak keturunan kebenaran keyakinan agama Islam memberi jalan untuk itu.

agama memberi jalan hidup manusia agar hidup bahagia di dunia dan akhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat dicapai dengan hidup berbakti kepada Tuhan secara sendiri-sendiri, berkeluarga dan bermasyarakat.

(33)

22 Kehidupan keluarga bahagia, umumnya antara lain ditentukan oleh kehadiran anak-anak. Anak merupakan buah hati dan belahan jiwa.

(Ghazaly 2003 :25)

2. Penyaluran syahwat dan penumpahan kasih sayang berdasarkan tanggung jawab. Sudah menjadi kodrat iradah Allah, manusia diciptakan berjodoh- jodoh dan diciptakan oleh Allah mempunyai keinginan untuk berhubungan antara pria dan wanita. (Ghazaly 2003 :27) Disamping perkawinan untuk pengaturan naluri seksual juga untuk menyalurkan cinta dan kasih sayang di kalangan pria dan wanita secara harmonis dan bertanggungjawab. Penyaluran cinta dan kasih saying yang di luar perkawinan tidak akan menghasilkan keharmonisan dan tanggung jawab yang layak, karena didasarkan kebebasan yang tidak terikat oleh satu norma. Satu-satunya norma ialah yang ada pada dirinya masing-masing, sedangkan masing-masing orang mempunyai kebebasan. Perkawinan mengikat adanya kebebasan menumpahkan cinta dan kasih sayang secara harmonis dan bertanggung jawab melaksanakan kewajiban (Ghazaly, 2003 :28)

3. Memelihara diri dari kerusakan. Ketenangan hidup dan cinta serta kasih saying keluarga dapat ditunjukkan melalui perkawinan orang-orang yang tidak melakukan penyalurannya dengan perkawinan akan mengalami ketidakwajaran dan dapat menimbulkan kerusakan, entah kerusakan dirinya sendiri ataupun orang lain bahkan masyarakat, karena manusia mempunyai nafsu, sedangkan nafsu itu condong untuk mengajak kepada

(34)

23 perbuatan yang tidak baik. Dorongan nafsu yang utama ialah nafsu seksual, karenanya perlu lah menyalurkannya dengan baik, yakni perkawinan. Perkawinan dapat mengurangi dorongan yang kuat atau dapat mengembalikan gejolak nafsu seksual.

4. Menimbulkan kesungguhan bertanggung jawab dan mencari harta yang halal. Hidup sehari-hari menunjukkan bahwa orang-orang yang belum berkeluarga tindakannya masih sering dipengaruhi oleh emosinya sehingga kurang mantap dan kurang bertanggung jawab. Kita lihat sopir yang sudah berkeluarga dalam cara mengendalikan kendaraannya lebih tertib, para pekerja yang sudah berkeluarga lebih rajin disbanding dengan para pekerja bujangan. Demikian pula dalam menggunakan hartanya, orang-orang yang telah berkeluarga lebih efektif dan hemat, karena mengingat kebutuhan keluarga dirumah. Jarang pemuda-pemudi yang belum berkeluarga memikirkan hari kedepannya, mereka berpikir untuk hari ini, barulah setelah mereka kawin, memikirkan bagaimana caranya mendapatkan bekal untuk memenuhi kebutuhan keluargannya.

5. Membangun rumah tangga dalam rangka membentuk masyarakat sejahtera berdasarkan cinta dan kasih sayang. Suatu kenyataan bahwa manusia di dunia tidaklah berdiri sendiri melainkan bermasyarakat yang terdiri dari unit-unit yang terkecil yaitu keluarga yang terbentuk melalui perkawinan. Dalam hidupnya manusia memerlukan ketenangan dan ketentraman hidup. Ketenangan dan ketentraman untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan masyarakat dapat dicapai dengan adanya

(35)

24 ketenangan dan ketentraman anggota keluarga dalam keluarga. Keluarga merupakan bagian masyarakat menjadi faktor yang terpenting dalam penentuan ketenangan dan ketentraman masyarakat (Ghazaly 2003 :31) Tujuan perkawinan dalam Undang-undang perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka dalam hal ini Undang-undang telah meletakkan agar dalam pengaturan Hukum Keluarga di Indonesia bahwa perkawinan bukan semata-mata pemenuhan kebutuhan jasmani seorang pria dan wanita, namun perkawinan merupakan suatu ikatan yang sangat erat hubungannya dengan agama dan kerohaniaan.

3. Rukun dan Syarat Sahnya Perkawinan

Menurut syariat Islam, sahnya suatu perbuatan hukum harus memenuhi dua unsure yaitu rukun dan syarat. Rukun adalah unsure pokok, sedangkan syarat merupakan pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. Perkawinan sebagai suatu perbuatan hukum tentunya harus memenuhi rukun dan syarat sahnya perkawinan (Jamil 1997: 30) Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan terdiri atas:

a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.

b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya;

c. Adanya dua orang saksi. Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila ada dua orang saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut;

(36)

25 d. Sighat akad nikah, yaitu ijab Kabul yang diucap oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.

Mengenai jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:

1) Wali dari pihak perempuan;

2) Mahar (maskawin);

3) Calon pengantin laki-laki;

4) Calon pengantin perempuan, dan 5) Sighat akad nikah.

Imam Syafi‟I berkata bahwa rukun nikah itu ada lima maca, yaitu:

1) Calon pengantin laki-laki;

2) Calon pengantin perempuan;

3) Wali;

4) Dua orang saksi, dan 5) Sighat akad nikah.

Menurut Ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja (akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki- laki). Sedangkan menurut golongan yang lain rukun nikah itu ada tiga, yaitu:

1) Sighat (ijab dan qabul);

2) Calon pengantin laki-laki;

3) Wali dari pihak calon pengantin perempuan;

(37)

26 Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah ada empat, karena calon pengantin perempuan digabung menjadi satu rukun, seperti terjadi dibawah ini.

a. Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan, yakni mempelai laki-laki dan mempelai perempuan;

b. Adanya wali;

c. Adanya dua orang saksi;

d. Dilakukan dengan sighat tertentu (Maloko 2012: 23)

Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan.

Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban suami istri.

Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada dua:

1. Calon mempelai perempuan halal dikawini oleh laki-laki yang ingin menjadikannya isteri. Jadi, perempuan itu bukan merupakan orang yang haram dinikahi, baik karena haram dinikahi untuk sementara maupun untuk selamanya.

2. Akad nikahnya dihadiri para saksi. Secara rinci, masing-masing rukun diatas akan dijelaskan syarat-syaratnya sebagai berikut:

a. Syarat-syarat kedua mempelai.

1) Syarat-syarat pengantin pria.

a) Calon suami beragam Islam.

b) Terang (jelas) bahwa calon suami betul laki-laki.

(38)

27 c) Orangnya diketahui.

d) Calon mempelai laki-laki tahu kenal pada calon istri serta tahu betul calon istrinya halal baginya.

e) Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu

f) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri g) Tidak mempunyai istri empat

h) Tidak sedang melakukan ihram 2) Syarat-syarat calon pengantin perempuan:

a) Beragama Islam atau ahli kitab b) Terang bahwa ia wanita, bukan banci c) Wanita itu tentu orangnya

d) Halal bagi calon suami

e) Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam „iddah

f) Tidak dipaksa

g) Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.

3) Syarat-syarat Ijab Qabul

Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan kabul dengan lisan.

Inilah yang dinamakan akad nikah (ikatan atau perjanjian perkawinan). Bagi orang bisu seperkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa

(39)

28 dipahami. Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau walinya, sedangkan qabul oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.

1. Syarat-syarat wali

Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya. Wali hendaknya seorang laki-laki, muslim, baik, sehat dan adil (tidak fasik).

2. Syarat-syarat saksi

Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim, balik, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akad maksud akad nikah. Tetapi menurut Hanafi dan Hambali, boleh juga saksi itu satu orang lelaki dan dua orang perempuan.

Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi itu sebagai berikut:

a. Berakal, bukan orang gila;

b. Baligh, bukan anak-anak;

c. Merdeka, bukan budak;

d. Islam;

e. Kedua orang saksi itu mendengar.

Mengenai persyaratan bagi orang yang menjadi saksi, perlu diungkapkan bahwa kehadirannya saksi dalam akad nikah merupakan salah satu syarat sahnya akad nikah. Oleh karena itu, setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi (pasal 24 KHI). Jadi, setiap pelaksanaan akad nikah wajib dihadiri oleh dua orang saksi, tanpa

(40)

29 kehadiran saksi dalam pelaksanaan akad nikah, akibat hukumnya adalah perkawinan dimaksud ridak sah (Ali 2006:20)

4. Hukum Melakukan Perkawinan

Terkait Hukum melakukan perkawinan, Ibnu Rusyd menjelaskan, segolongan fukaha‟, yakni jumhur (mayorita ulama) berpendapat bahwa nikah itu hukumnya wajib untuk sebahagian orang, sunnah untuk sebahagiaan lainnya dan mubah untuk segolongan orang lain. Demikian itu menurut mereka ditinjau berdasarkan kekhawatiran (kesusahan) dirinya (Maloko 2012: 16)

Terlepas dari pendapat oara ulama diatas, Islam sangat menganjurkan kaum muslimin yang mampu agar melangsungkan perkawinan. Dan hukum melakukan perkawinan ini bisa berbeda sesuai dengan kondisi yang akan melakukan perkawinan tersebut dan tujuan melakukannya. Hukum melakukan perkawinan tersebut bisa wajib, sunnah, haram, mubah, atau makruh.

1. Pernikahan Yang Hukumnya Wajib.

Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin maka hukum melakukan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan perkawinan, sedang menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan perkawinan itupun wajib.

2. Pernikahan Yang Hukumnya Sunnah.

Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk

(41)

30 melangsungkan pernikahan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan pernikahan bagi orang tersebut adalah sunnah. Alasan menetapkan hukum sunat itu ialah dari anjuran al-Quran seperti tersebut dalam surah QS. An-Nur/32

ءا َرَقُف اوُنوُكَي نِإ ْمُكِئاَمِإ َو ْمُكِداَبِع ْنِم َني ِحِلاَّصلا َو ْمُكنِم ىَماَيَ ْلأا اوُحِكنَأ َو َُّاللّ َو ِهِلْضَف نِم ُ َّاللّ ُمِهِنْغُي ٌميِلَع ٌعِسا َو

-

٣٢ -

dan hadist nabi yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas‟ud yang dikemukakan dalam menerangkan sikap agama Islam terhadap pernikahan. Baik ayat al-Quran maupun al-sunnah tersebut berbentuk perintah tetapi berdasarkan qarinah-qarinah yang ada, perintah nabi tidak memfaedahkan hukum wajib, tetapi hukum sunnah saja.

3. Pernikahan Yang Hukumnya Haram

Bagi orang yang mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan pernikahan akan terlantarkan dirinya dan isterinya, maka hukum melakukan pernikahan bagi orang tersebut haram. Termasuk hukumnya haram bila seseorang kawin dengan maksud untuk menelantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini itu tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat kawin dengan orang lain (Maloko 2012: 20)

4. Pernikahan Yang Hukumnya Makruh

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan

(42)

31 perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya untuk kawin. Hanya saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami isteri dengan baik (Ghazaly 2003 : 21) 5. Pernikahan Yang Hukumnya Mubah.

Bagi orang yang memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan isterinya. Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan penghambatnya untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan perkawinan, seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat (Maloko 2012: 21)

5. Hikmah Perkawinan

Menurut Ali Ahmad al-jurjawi hikmah-hikmah perkawinan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu banyak, maka proses memakmurkan bumi berjalan dengan mudah, karena suatu perbuatan yang harus dikerjakan bersama-sama akan sulit jika dilakukan secara individual. Dengan demikian keberlangsungan keturunan dan jumlahnya harus terus dilestarikan sampai benar-benar makmur.

(43)

32 2. Keadaan hidup manusia tidak akan tenteram kecuali jika keadaan rumah tangganya teratur. Ketertiban tersebut tidak mungkin terjadi kecuali harus ada perempuan yang mengatur rumah tangga itu. dengan alasan itulah maka nikah

diisyaratkan, sehingga keadaan kaum laki-laki menjadi tenteram dan dunia semakin makmur.

3. Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu berfungsi memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat dengan berbagai macam pekerjaan.

4. Sesuai dengan tabiatnya, manusia cenderung mengasihi. Adanya isteri yang bisa menghilangkan kesedihan dan ketakutan. Istri berfungsi dalam suka dan penolong dalam mengatur kehidupan . istri berfungsi untuk mengatur rumah tangga yang merupakan sending penting bagi kesejahteraan.

5. Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghirah (kecemburuan) untuk menjaga kehormatan dan kemuliaannya. Pernikahan akan menjaga pandangan yang penuh syahwat terhadap apa yang tidak dihalalkan untuknya. Apabila keutamaan dilanggar, maka akan datang bahaya dari dua sisi, yaitu melakukan hinaan dan timbulnya permusuhan dikalangan pelakunya dengan melakukan perzinahan dan kepasikan. Adanya tindakan seperti itu, tanpa diragukan lagi, akan merusak peraturan alam.

6. Perkawinan akan melahirkan keturunan serta menjaganya. Di dalamnya terdapat faedah yang banyak, antara lain memelihara hak-hak dalam

(44)

33 warisan, seorang laki-laki yang tidak mempunyai isteri tidak mungkin mendapatkan anak, tidak pula mengetahui pokok-pokok serta cabangnya siantara sesame manusia. Hal ini dikehendaki agama dan manusia;

7. Berbuat baik yang banyak lebih baik dari pada berbuat baik sedikit.

Pernikahan pada umumnya akan menghasilkan keturunan yang banyak;

8. Manusia itu jika telah mati terputuslah semua amal perbuatannya yang mendatangkan rahmat dan pahala kepadanya. Namun apabila masihmeninggalkan anak dan isteri, mereka akan mendoakan dengan kebaikan hingga mereka akan mendoakan dengan kebaikan hingga amalanya tidak terputus dan pahalanya pun tidak ditolak. Anak shaleh merupakan amalan yang tetap yang masih tertinggal meskipun ia telah mati (Ghazaly 2003 : 65-68)

9. Selanjutnya naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling lengkap melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah, cinta dan saying yang merupakan sifat- sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang;

10. Menyadari tanggung jawab beristeri dan menanggung anak-anak akan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja karena dorongan tanggung jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak bekerja dan mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan memperbanyak produksi. Juga dapat mendorong

(45)

34 usaha mengeksploitasi kekayaan alam yang dikaruniai Allah untuk kepentingan hidup manusia;

11. Pembagian tugas dimana yang satu mengurus dan mengatur rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja diluar, sesuai dengan batas-batas tanggung jawab antara suami isteri dalam menanggung tugas-tugasnya.

Perempuan bertugas mengatur menguasai rumah tangga, memelihara dan mendidik anak-anak dan menyiapkan suasana yang sehat bagi suaminya untuk istirahat guna melepaskan dan memperoleh kesegaran Kembali (Maloko 2012: 36) sebagaimana di ketahui publik, pernikahan bukan sekedar memenuhi hasrat biologis, melainkan nikah juga merupakan ibadah yang telah di tetapkan oleh Allah. karena itu hikmah perkawinan bagi seorang muslim dan masyarakat pada umumnya sangat besar dan banyak manfaatnya.

Selain hikmah-hikmah di atas, Sayyid Sabiq, menyebutkan pula hikmah- hikmah yang lain, yaitu:

1. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat, yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Jika jalan keluar tidak dapat memuaskannya, maka banyaklah manusia yang mengalami kegoncangan, kacau dan menerobos jalan yang jahat. Kawin merupakan jalan alami dan biologis yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks ini. Dengan kawin, badan jadi segar, jiwa jadi tenng, mata terpelihara dari melihat yang haram perasaan tenang menikmati barang yang halal.

(46)

35 2. Kawin merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi

mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan.

3. Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaanperasaan ramah, cinta dan saying yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang (Ghazaly 2003 : 69-71)

4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak akan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja karena dorongan tanggung jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak bekerja dan mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan memperbesar produksi.

5. Adanya pembagian tugas, dimana yang satu mengurusi dan mengatur rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai dengan batas- batas tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-tugasnya.

6. Dengan perkawinan, diantaranya dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan cinta antara keluarga, dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang oleh Islam direstui, ditopang dan ditunjang. Karena masyarakat yang saling menunjang lagi saling menyayangi akan terbentuk masyarakat yang kuat dan bahagia. (Ghazaly 2003 : 69-72)

(47)

36 Secara singkat penulis dapat menyimpulkan bahwa hikmah perkawinan ialah menyalurkan naluri seks, jalan mendapatkan keturunan yang sah, penyaluran naluri kebapaan dan keibuan, dorongan untuk bekerja keras, pengaturan hak dan kewajiban dalam rumah tangga dan dari pihak suami dan keluarga dari pihak istri.

B. Pengertian Secara Virtual

Kamu Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan kata virtual atau vir.tu.al adalah sebagai berikut:

- (secara) nyata: demokrasi dalam arti

- mirip atau sangat mirip dengan sesuatu yang dijelaskan: monopoli —

- tampil atau hadir dengan menggunakan perangkat lunak komputer, misalnya di internet: perpustakaan – (http://kbbi.web.id)

Dari penjelasan KBBI diatas, belum terlalu menggabarkan makna akad nikah secara virtual tapi yang perlu kita garis bawahi adalah kata secara, yang artinya mirip, atau sangat mirip. Bahkan akhir-akhir ini kata virtual sering digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang berhubungan dengan internet.

Penjelasan diatas juga sejalan dengan arti kata Virtual Reality yang saat ini kita kenal sebagai sebuah teknologi yang memungkinkan kita mendapatkan pengalaman yang seolah-olah nyata namun nyatanya itu hanya didunia maya.

Kata Virtual reality adalah gabungan kata yang berasal dari bahasa Inggris yakni Virtual (dekat) dan Reality (nyata). Yang kalo kita artikan, teknologi yang mendekatkan dengan kenyataan.

(48)

37 Merujuk dari beberapa hal diatas, jadi istilah kata virtual bisa kita artikan sebagai aktivitas yang dilakukan mirip dengan versi aslinya (bahkan experience pengguna) yang dalam prakteknya biasanya dibantu dengan sebuah teknologi seperti internet dan komputer. Sehingga pertemuan secara virtual bisa diartikan sebuah pertemuan atau berkumpulkannya beberapa orang untuk memutuskan sesuatu yang difasilitasi oleh teknologi internet seperti teleconference. Pertemuan secara virtual sendiri sering digunakan ketika kita tidak memungkinkan untuk melakukan pertemuan secara langsung, entah karena lokasinya yang tidak memungkinkan sampai dengan keadaan, seperti saat pandemi covid seperti sekarang ini.

Bentuk-bentuk komunikasi virtual pada abad ini sangat digandrungi setiap orang dan dapat ditemukan dimana saja serta kapan saja. Salah satu bentuk komunikasi virtual adalah pada penggunaan internet. Internet adalah media komunikasi yang cukup efektif dan efisien dengan menyediakan layanan fasilitas seperti web, chatting (mIRC chat), dan Email, friendster, facebook dan twitter, aplikasi zoom, googlemet, google classroom. Begitu banyak fasilitas yang ditawarkan dalam dunia maya untuk melakukan komunikasi, dan keberadaannya semakin membuat manusia tergantung. Ketergantungan tersebut dapat kita lihat pada maraknya penjualan ponsel dengan harga murah dan tawaran kelengkapan facilitas untuk mengakses internet. Komunikasi virtual membuat manusia menyukai pola komunikasi yang menggunakan media daripada pola komunikai tradisional yaitu tatap muka. Apalagi dimasa pandemic ini, dimana sangat tidak memunginkan untuk saling tatap muka, sehingga pertemuan

Referensi

Dokumen terkait

Amati para konsumen Anda dan undang konsumen yang memiliki potensi sukses untuk datang ke Sophie Solution Training dan selalu tunjukkan katalog terbaru Sophie Paris dan

Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif. Data tersebut diperoleh dari sumber primer dan sumber sekunder. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari hasil

10 Karakteristik petani sampel di desa Percut Sei Tuan 29 11 Karakteristik pedagang sampel di desa Percut Sei Tuan 30 12 Karakteristik nelayan sampel di desa Percut Sei Tuan 31

Mengingat bahwa dalam pembatalan perkawinan dapat membawa akibat yang jauh lebih baik terhadap suami istri maupun terhadap keluarganya, maka untuk memungkinkan

Dari paparan di atas maka diketahui bahwa pembunuh dalam pembunuhan karena udzur mendapat penilaian yang berbeda dari mazhab Hanafi dan mazhab Syafi‟i mengenai

File transaksi atau input file digunakan untuk merekam data hasil transaksi yang terjadi.. 

Saat ini banyak tayangan atau program news feature yang mengangkat orang-orang yang menderita penyakit yang parah, kemiskinan, kalangan orang- orang yang

Mahasiswa belajar mengenai wawasan seni dan Pendidikan seni untuk anak usia dini, kemampuan dasar dan karakteristik music tari dan seni rupa untuk anak usia dini wawasan seni