i Kluster Penelitian : Penelitian Dasar Pengembangan Program Study (PDPS)
Pengusul:
1. Nama : Drs. Samun, M.Ag,
2. Nama : Nurissaidah Ulinnuha, M. Kom.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
Laporan Penelitian 2020
PENYUSUNAN TAKWIM AWAL BULAN HIJRIYAH PRODI ILMU FALAK UINSA BERDASARKAN FIQIH HISAB
RUKYAT DAN ASTRONOMICAL ALGORITHMS
ii
JURNAL BIMBINGAN PENULISAN LAPORAN PENELITIAN
Nama Peneliti : 1. Drs. Samun, M. Ag,
2. Nurissaidah Ulinnuha, M. Kom.
Judul Penelitian : Penyusunnan Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak Uinsa Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat Dan Astronomical Algorithms
No. Tanggal Materi Bimbingan Paraf
Pembimbing
Catatan Pembimbing :
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________
Surabaya, Oktober 2021 Reviewer/ Pembimbing,
Dr. Nur Lailatul Musyafa’ah, Lc., M.Ag.
NIP. 19790416200060420002
iii
LEMBAR PENILAIAN LAPORAN PENELITIAN
Nama Peneliti : 1. Drs. Samun, M. Ag,
2. Nurissaidah Ulinnuha, M. Kom.
Judul Penelitian : Penyusunnan Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak Uinsa Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat Dan Astronomical Algorithms
No. Aspek Penilaian Nilai
(Skala 0-4) 1. Kelengkapan Laporan :
Halaman Judul, Daftar Isi, Kata Pengantar, Izin Penelitian, Pedoman Transliterasi, Nota Bimbingan dan Ujian, Daftar Isi, Abstrak dua Bahasa (Bahasa Inonesia dengan Bahasa Arab atau Bahasa Indonesia dengan Bahasa Inggris), Isi, Daftar Pustaka, dan Lampiran Lain
2. Teknik Penulisan :
Penggunaan Transliterasi, Numbering, Penggunaan Huruf Kapital, Cetak Miring/Tebal, Penulisan Catatan Kaki, Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
3. Isi Laporan :
a. Abstrak Berisi Penjelasan Singkat Mengenai Focus Penelitian, Metode yang digunakan dan Hasil/Temuan Penelitian dilengkapi dengan Kata Kunci.
b. Isi Penelitian : Kesesuaian Rumusan Masalah, Landasan Teori/Kerangka Konseptual, Penyajian dan Analisis Data serta Kesimpulan.
c. Draft Artikel untuk Jurnal berisi: Abstrak Dan Kata Kunci, Permasalahan, Metodologi, Paparan Data, Analisis Dan Hasil Penelitian, Khusus Penelitian Lanjutan disertai Temuan Teori.
d. Dummi Buku (Bagi kluster yang mempersyaratkan) Rata-rata
Rekomendasi Reviewer/Pembimbing
1. Luaran penelitian sesuai dengan ketentuan Ya Tidak 2. Blokir 30 % dana penelitian dapat dibuka Ya Tidak
Surabaya, Oktober 2021 Reviewer/ Pembimbing,
Dr. Nur Lailatul Musyafa’ah, Lc., M.Ag.
NIP. 19790416200060420002 Konversi Nilai :
0,00 – 1,50 : Tidak Layak 1,51 – 2,50 : Cukup 2,51 – 3,50 : Baik
3,51 – 4,00 : Sangat Baik
iv NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING
LAPORAN HASIL PENELITIAN
Setelah diadakan pembimbingan dan pengujian terhadap laporan hasil penelitian:
1. N a m a : Drs. Samun, M. Ag, NIP. : 195908081990011001 Fakultas : Fakultas Syariah dan Hukum N a m a : Nurissaidah Ulinnuha, M. Kom.
NIP. : 199011022014031005
Fakultas : Fakultas Sains dan Teknologi
Kategori : Penelitian Dasar Pengembangan Program Study (PDPS)
Judul : Penyusunnan Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak Uinsa Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat Dan Astronomical Algorithms
Bahwa laporan hasil penelitian tersebut di atas sudah sesuai dengan ketentuan Petunjuk Teknis Program Bantuan Penelitian, Publikasi Ilmiah, dan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun Anggaran 2021.
Surabaya, Oktober 2021 Reviewer/ Pembimbing
Dr. Nur Lailatul Musyafa’ah, Lc., M.Ag.
NIP. 19790416200060420002
v
Abstrak
Penelitian ini berorientasi pada peyusunan sebuah takwim atau kalender hijriyah yang diterbitkan oleh prodi falak sebagai bentuk nyata dari misi prodi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, yaitu memuat tentang posisi – posisi hilal secara sains dan fiqih. Secara sains, perhitungan yang akan penulis gunakan yaitu perhitungan awal bulan dengan menggunakan metode atau model perhitungan yang ada dalam almanak Jean Meuss.
Berangkat dari tujuan tersebut, maka penelitian ini dilaksanakan dalam penelitian yang menggunakan metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu metode penelitian dan pengembangan (research and development / R & D)
Berdasarkan pembahasan dan uraian mulai dari Bab I hingga Bab IV diperoleh kesimpulan bahwa penyusunan Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak UINSA Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat Dan Astronomical Algorithms terdiri dari tiga tahapan yaitu input data, proses perhitungan posisi bulan dan matahari, dan tahapan ketiga yaitu luaran atau hasil.
Selaras dengan kesimpulan, penulis memberikan saran yaitu terkait dengan aplikasi yang telah disusun, aplikasi ini belum dilengkapi dengan keterangan kemungkinan bersama atau tidak awal bulan antara imkanur rukyat dengan wujudul hilal, maupun kriteria kriteria yang lain.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobil’alamin segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat berupa iman dan islam, dan atas rahmat hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini tepat waktu. Sholawat serta salam, penulis haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah menjadi penuntun kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang melalui Islam. Penelitian berjudul “Penyusunnan Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak Uinsa Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat dan Astronomical Algorithms” ini disusun untuk memenuhi salah satu dari tri dharma perguruan tinggi yaitu pengajaran, penelitian,dan pengabdian.
Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis memperoleh bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Untuk itu, tiada kata yang layak penulis sampaikan selain ucapan terima kasih, khususnya kepada:
1. Bapak Prof. Masdar Hilmy, MA, Ph,D. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
2. Bapak Dr. Phil. Khoirun Niam Selaku Kepala Penelitian dan penerbitan LP2M Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
3. Bapak Dr. Nul Lailatul Musyafa’ah, M.Ag. Selaku Pembimbing penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.
vii Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak mengandung kekurangan, baik secara teknik maupun jangkauan materi. Oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penelitian ini.
Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia pendidikan dan bias memberi sumbangan pemikiran bagi yang memerlukannya.
Surabaya, Oktober 2021 Penulis
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Berdasarkan SKB Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan no. 0543 b/U/1987. Tertanggal 22 Januari 1988
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
ا Alif - -
ب bā‘ B be
ت tā' t te
ث Śā ś es dengan titik di atas
ج Jim j je
ح Ha h ha dengan titik di bawah
خ Khā kh Ka - ha
د Dāl d de
ذ Żal ż zet dengan titik di atas
ر Ra r er
ز Zai z zet
س Sīn s es
ش Syīn sy Es - ye
ص Sād ş es dengan titik di bawah
ض Dād d de dengan titik di bawah
ط Tā’ ţ te dengan titik di bawah
ظ Zā' z zet dengan titik di bawah
ع ‘ain ‘ koma terbalik di atas
غ Gain g ge
ix
ف fā‘ f ef
ق Qāf q qi
ك Kāf k ka
ل Lām l el
م Mīm m em
ن Nūn n en
و Wau w we
ﻫ hā’ h h
ء Hamzah ' apostrof
ي yā' y ye
B. Vokal
1. Vokal Tunggal:
Tanda Vokal Nama Huruf Latin Nama
َ fathah A A
ِ kasrah I I
ِ dammah U U
2. Vokal Rangkap
Tanda Vokal Nama Huruf Latin Nama
ي َ fathah dan ya Ai A-i
و َ fathah dan wau Au A-u
Contoh: فيك : kaifa لوح : haula 3. Vokal Panjang (maddah):
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ا fathah dan alif ā a dengan garis di atas
ي fathah dan ya ā a dengan garis di atas
ي kasrah dan ya ī i dengan garis di atas
و dammah dan wau ū u dengan garis di atas
Contoh:
x
لاق : qāla ليق : qīla
ىمر : ramā لوقي : yaqūlu
C. Ta’ Marbūtah
a. Transliterasi Ta’ Marbūtah hidup adalah “t”.
b. Transliterasi Ta’ Marbūtah mati adalah “h”.
c. Jika Ta’ Marbūtah diikuti kata yang menggunakan kata sandang “ _” (“al-”), dan bacaannya terpisah, maka Ta’ Marbūtah tersebut ditransliterasikan dengan “h”.
Contoh:
لافطلأا ةضور : raudah al-atfāl
ةرونملا ةنيدملا : al-Madīnah al-Munawwarah ةحلط : talhah
D. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydid)
Transliterasi syaddah atau tasydīd dilambangkan dengan huruf yang sama, baik ketika berada di awal atau di akhir kata.
Contoh:
ل ّزن : nazzala ّربلا : al-birru E. Kata Sandang “ لا “
Kata sandang “لا “ ditransliterasikan dengan “al” diikuti dengan tanda penghubung “-“ baik ketika bertemu dengan huruf qamariyah maupun huruf syamsiyah.
Contoh:
ملقلا : al-qalamu سمشلا : al-syamsu F. Huruf Kapital
Meskipun tulisan Arab tidak mengenal hurup kapital, tetapi dalam transliterasi huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan sebagainya seperti ketentuan EYD. Awal kata sandang pada nama diri tidak ditulis dengan huruf kapital, kecuali jika terletak pada permulaan kalimat.
Contoh:
الادمحمامو
لوسر : Wa mā Muhammadun illā rasūl
xi
Daftar Isi
JURNAL BIMBINGAN PENULISAN LAPORAN PENELITIAN ... ii
LEMBAR PENILAIAN LAPORAN PENELITIAN ... iii
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
Abstrak ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... viii
Daftar Isi ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Kajian Teoritis ... 5
1. Takwim Awal Bulan Hijriyah ... 5
2. Fiqih hisab rukyat ... 5
3. Astronomical Algorithms ... 7
F. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 8
G. Metodologi Penelitian ... 10
H. Sistematika Bahasan ... 12
BAB II TAQWIM AWAL BULAN ... 14
A. Perhitungan Taqwim Awal Bulan ... 14
B. Fiqih Awal Bulan ... 16
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
xii
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Sumber Data ... 30
C. Metode Pengumpulan Data ... 31
D. Metode Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL DAN ANALISIS TAQWIM AWAL BULAN ... 43
A. Perhitungan Posisi Bulan Dan Matahari Menggunakan Algoritma Meeus ... 43
B. Akurasi Data Toposentris Bulan Jean Meeus ... 64
C. Akurasi Data Toposentris Matahari Algoritma Jean Meeus ... 87
D. Hasil Takwim Awal Bulan Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak Uinsa Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat Dan Astronomical Algorithms ... 93
1. Ijtima’ awal bulan Jumadil Akhir 1443 H yang terjadi pada bulan Januari 2022 M. ... 94
2. Ijtima’ awal bulan Rojab 1443 H yang terjadi pada bulan Februari 2022 M. ... 95
3. Ijtima’ awal bulan Sya’ban 1443 H yang terjadi pada bulan Maret 2022 M. ... 96
4. Ijtima’ awal bulan Ramadhan1443 H yang terjadi pada bulan April 2022 M. ... 97
5. Ijtima’ awal bulan Syawal 1443 H yang terjadi pada bulan April 2022 M. ... 98
6. Ijtima’ awal bulan Dzulqo’dah 1443 H yang terjadi pada bulan Mei 2022 M. ... 99
7. Ijtima’ awal bulan Dzulhijjah 1443 H yang terjadi pada bulan Juni 2022 M. ... 100
8. Ijtima’ awal bulan Muhaarram 1444 H yang terjadi pada bulan Juli 2022 M. ... 101
9. Ijtima’ awal bulan Shofar 1444 H yang terjadi pada bulan Agustus 2022 M. ... 102
10. Ijtima’ awal bulan Rabiul Awal 1444 H yang terjadi pada bulan September 2022 M. ... 103
11. Ijtima’ awal bulan Rabiul Akhir 1444 H yang terjadi pada bulan Oktober 2022 M. ... 104
12. Ijtima’ awal bulan Jumadil Awal 1444 H yang terjadi pada bulan Nopember 2022 M. ... 105
13. Ijtima’ awal bulan Jumadil Akhir 1444 H yang terjadi pada bulan Desember 2022 M. ... 106
E. Penyajian Data Hasil Uji Coba ... 107
BAB IV PENUTUP ... 119
A. Kesimpulan ... 119
xiii
B. Saran ... 119
Daftar Pustaka ... 120
Lampiran Surat Ijin Penelitian ... 121
Lampiran Surat Keterangan Telah Penelitian ... 122
Lampiran Form Kelayakan Aplikasi ... 124
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prodi ilmu falak merupakan salah satu prodi yang ada di bawah naungan fakultas syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA). Prodi ini menetapkan salah satu misinya yaitu mengembangkan penelitian di bidang Ilmu Falak dan Hukum Islam yang relevan dengan kebutuhan masyarakat1. Misi terseut selaras dengan salah satu misi yang ditetapkan oleh universitas yaitu Mengembangkan riset ilmu-ilmu keislaman multidisipliner serta sains dan teknologi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat2.
Kembali ke misi prodi ilmu falak di atas, mengembangkan penelitian di bidang Ilmu Falak dan Hukum Islam yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Pada misi ini, memberikan arti bahwa prodi ilmu falak senantiasa berusaha untuk selalu melakukan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan bidang falak dan hukum Islam guna menjawab dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Selaras dengan ini, ilmu falak sendiri sebagaimana dituliskan oleh hambali bahwa ilmu falak dalam kajiannya senantiasa menitik beratkan pada masalah terkait dengan arah kiblat, waktu salat, awal bulan dan gerhana yang semuanya ini tidak bisa dilepaskan dengan masalah ibadah.
Berangkat dari empat fokus kajian dalam ilmu falak yang meliputi arah kiblat, waktu salat, awal bulan, dan gerhana tersebut, terdapat sebuah problema yang senantiasa muncul di masyarakat yaitu terkait dengan penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Setiap tahun umat Islam di indonesia dalam menghadapi masalah awal bulan
1 https://w3.uinsby.ac.id/courses/ilmu-falak/
2 https://w3.uinsby.ac.id/visi-dan-misi/
2 pada tiga bulan tersebut senantiasa dihadapkan pada masalah yang klasik namun aktual.
Klasik dikarenakan masalah ini terjadi sejak dulu, sedangkan aktual dikarenakan masalah ini selalu menjadi topic yang hangat dibicarakan menjelang awal dan akhir Ramadhan sebagai contoh terkait dengan awal ramadhan detik news menurunkan beritanya dengan judul Pemerintah Tetapkan 1 Ramadhan 1440 H Senin 6 Mei 20193. Sedangkan liputan 6 dengan judul Awal Ramadan 2019 Diprediksi Akan Seragam4.
Hampir sama dengan di atas, mukarram memberikan penjelasan bahwa bagi umat Islam, pembahasan tentang penentuan awal bulan Qamariah bukan saja merupakan hal yang penting, tetapi juga sekaligus merupakan masalah yang cukup pelik. Dikatakan penting karena sistem kalender yang harus dijadikan pedoman dalam beberapa pengamalan ajaran agama Islam adalah sistem kalender yang pengukurannya didasarkan pada peredaran Bulan (qamar), yang produknya disebut dengan kalender qamariah. Tidak sedikit ajaran agama Islam yang pelaksanaannya dikaitkan dengan tanggal, atau bulan qamariah, misalnya ibadah puasa wajib ditunaikan pada bulan Ramadan, ‘Idul Fitri pada tanggal satu Syawal, ‘Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah, penentuan masa ‘iddah, dan penentuan haul sebagai syarat jatuhnya kewajiban zakat. Semua ketentuan waktu ibadah tersebut didasarkan pada kalender. Sedangkan penyusunan kalender Qamariah diawali dengan penentuan tanggal satu atau permulaan bulan pada setiap bulannya.
Dikatakan pelik, karena penentuan awal bulan qamariah tidak hanya merupakan persoalan agama tetapi lebih dari itu, ia merupakan masalah multi dimensional. Di samping menyangkut masalah agama, ia juga merupakan masalah ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial, hukum, dan bahkan sudah masuk dalam ranah politik.
3 https://news.detik.com/berita/d-4536900/pemerintah-tetapkan-1-ramadhan-1440-h-senin-6-mei-2019
4 https://www.liputan6.com/ramadan/read/3955365/awal-ramadan-2019-diprediksi-akan-seragam
3 Selanjutnya, terlepas dari perbedaan awal bulan yang sering terjadi tersebut, fenomena yang klasik dan aktual tersebut jika direlasikan dengan misi prodi yang penulis sampaikan di awal tentang prodi ilmu falak akan melakukan penelitian di bidang Ilmu Falak dan Hukum Islam yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, maka ada beban moril prodi untuk melakukan sebuah penelitian terkait dengan perhitungan awal tersebut, bukan pada fokus penetapannya. Dipilihnya fokus perhitungan, dikarenakan awal bulan sangat terkait erat dengan perhitungan, sedangkan penetapan awal bulan, demi kebersamaan dan persatuan maka meneteri agama yang berhak untuk menetapkan dan mengikhbarkannya.
Selaras dengan itu, melalui hasil perhitungan awal bulan yang dihubungkan dengan kriteria-keriteria dalam penetapan awal bulan yang berkembang di Indonesia, maka dapat terpetakan kemungkinan terjadinya kebersamaan dan perbedaan dalam memulai dan mengakhiri Ramadhan serta awal dzulhijjah dalam setiap tahunnya. Selanjutnya jika sudah terpetakan potensinya, maka diharapkan ada edukasi dini dalam kehidupan masyarakat yang dilakukan oleh prodi falak dalam menyikapi segala potensi yang ada terkait dengan penetapan pemerintah.
Lebih lanjut, terkait dengan metode penentuan awal bulan Kamariah Terdapat beberapa bentuk pengklasifikasian, Susiknan Azhari membagi metode hisab yang digunakan pada tiga kategori:
1. Konvensional diwakili hisab kitab al-Qawā‟id al-Falākiyah (Abdul Fatah as-Sayyid at- Tūkhi al-Falāki, hisab kitab al-Khulāṣah al-Wāfiyah, Sullam an-Nayyirain, Almanak Falakiyah, Fathu ar-Rauf al-Mannan (Abu Hamdan Abdul Jalil ibn Abdul Hamid).
2. Metode Semi Modern yang diwakili oleh New Comb dan Jean Meuus.
4 3. Metode Modern yang menggunakan bantuan komputer yang diwakili oleh Mawaqiit dan
Indonesia Perpentual Calendar (E Panjaitan, Bosscha ITB).
Susiknan Azhari pada kesempatan lain menggunakan peristilahan aliran hisab;
lalu membaginya menjadi aliran Urfi dan Hakiki. Ini merupakan tawaran Susiknan untuk menengahi perbedaan pendapat seputar pembagian metode hisab yang berkembang di Indonesia. Selanjutnya Aliran Hakiki terbagi lagi menjadi:
1. Aliran Ijtimā‟ Semata yang dapat diklasifikasikan kepada: Ijtimā‟ Qabla al-Gurūb, Ijtimā‟ Qabla al-Fajr, Ijtimak dan Terbit Matahari, Ijtimā‟ dan Tengah Hari, dan Ijtimā‟
dan Tengah Malam
2. Aliran Posisi Hilāl di atas Ufuk yang terbagi kepada: Ijtimā‟ dan Ufuk Hakiki, Ijtimā‟
dab Ufuk Hissi, dan Ijtimā‟ dan Imānur Rukyah20
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang berorientasi pada peyusunan sebuah takwim atau kalender hijriyah yang diterbitkan oleh prodi falak sebagai bentuk nyata dari misi prodi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, yaitu memuat tentang posisi – posisi hilal secara sains dan fiqih.
Secara sains, perhitungan yang akan penulis gunakan yaitu perhitungan awal bulan dengan menggunakan metode atau model perhitungan yang ada dalam almanak Jean Meuss.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimanakah penyusunan Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak UINSA Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat Dan Astronomical Algorithms?
5 C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian yaitu tersusunnya Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak UINSA (Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat Dan Astronomical Algorithms
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai wujud nyata prodi ilmu falak dalam rangka mencapai salah satu misinya yaitu mengembangkan penelitian di bidang Ilmu Falak dan Hukum Islam yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
E. Kajian Teoritis
Kajian teoritis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1. Takwim Awal Bulan Hijriyah
Takwim Awal Bulan Hijriyah berarti kalender atau penanggalan awal bulan yang ada dalam tahun Hijriyah yang dimulai dari bulan muharram sampai dengan dzulhijjah, yang menggunakan acuan waktu bulan mengelilingi Bumi.
2. Fiqih hisab rukyat
Kajian fiqih hisab rukyat, mengelompokkan dua aliran besar dalam penetapan awal bulan yaitu
6 a. Berpegang pada ijtima’ atau konjungsi semata
Aliran ini menandai pergantian bulan sesuai dengan sains, yaitu telah terjadi ijtima’ atau konjungsi, tanpa memperhatikan rukyat. Aliran ini terbagi dalam tiga kelompok yaitu
1) Ijtima’ qoblal ghurub
Paham ini menetapkan tanggal 1 dalam kalender hijriyah dengan acuan ijtima’
terjadi sebelum ghurub atau matahari tenggelam. Dengan bahasa yang dipahami, paham ni memberikan penjelasan jika ijtima’ terjadi sebelum matahrai tenggelam, maka besuk sudah tanggal 1, namun jika ijtima’ terjadi setelah matahari tenggelam, maka besuk belum tanggal 1, melainkan masih tanggal 30. (istikmal).
2) Ijtima’ qoblal fajar
Paham ini memberikan penetapan,jika ijtima; terjadi sebelum terbit fajar maka besuk pagi setelah fajar sudah tanggal 1, namun jika ijtima’ terjadi setelah fajar maka saat itu masih tanggal 30.
3) Ijtima’ tengah malam
Paham ini, hampir sama dengan ketentuan yang ada dalam kalender masehi bahwa pergantian hari dan tanggal terjadi saat tengah malam yaitu pukul 00.00.
selaras dengan ini, Ijtima’ tengah malam memberikan ketetapan bahwa jika ijtima’ terkjadi sebelum pukul 00.00 maka besuk sudah tanggal 1, namun sebaliknya jika ijtima’ terjadi setelah pukul 00.00 maka saat itu masih tanggal 30, dan besuknya baru tanggal 1.
7 b. Berpegang pada posisi hilal di atas ufuk atau horizon
Aliran ini menandai pergantian bulan sesuai dengan sains, yaitu telah terjadi ijtima’
atau konjungsi dan ijtima’ atau konjungsi tersebut harus terjadi sebelum maghrib, karena paham ini memahami bahwa pergantian hari dalam kalender hijriyah yaitu saat matahari tenggelam. Selain itu, paham ini memperhatikan atau mempertimbangkan rukyat. Aliran ini terbagi dalam tiga kelompok yaitu
1) Ijtima’ dan ufuk hakiki
Paham ini memberikan pengertian bahwa awal bulan baru disyaratkan yaitu ijtima’ terjadi sebelum maghrib, dan posisi titik pusat bulan saat terbenamnya matahari harus berada di atas ufuk hakiki,
2) Ijtima’ dan ufuk hissi
Paham ini memberikan sayarat untuk terjadinya awal bulan yaitu telah terjadi ijtima’ sebelum maghrib, dan ketika maghrib titik pusak Bulan harus berada di atas ufuk hissi. Akibat dari pemahaman ini, maka untuk menghitung ketinggian hilal ada koreksi paralaks.
3) Ijtima’ dan imkanur rukyat
Paham ini menetapkan syarat untuk terjadinya sebuah tanggal baru atau bulan baru yaitu telah terjadi ijtima’ sebelum maghrib, selain itu paham ini juga memberikan syarat untuk kemungkinan bisa dilihat atau dirukyat.
3. Astronomical Algorithms
Astronomical algorithms adalah buku karya Jeen Meuus, seorang matematikawan yang lahir tahun 1928 di Belgia. Buku ini terdiri dari 56 bab, yang diantaranya memuat
8 tentang algoritma perhitungan posisi bulan, yang di dalamnya adalah new moon atau bulan baru.
F. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Kalender Islam lahir karena tuntutan fungsional untuk menetapkan durasi ibadah shaum Ramadhan dan ibadah Haji. Kapan mengawali dan kapan mengakhiri shaum Ramadhan? Kapan mengawali dan kapan mengakhiri prosesi Ibadah Haji, wukuf di Arafah, melempar Jumrah, tawaf Ifada? Cikal bakal penataan kalender Islam berupa siklus observasi hilal ke hilal berikutnya tanpa tahun seperti angka - angka tahun yang kita kenal sekarang misalnya tahun 1438 Hijriah.5
Untuk keperluan kegiatan social sehari-hari dan kenegaraan, di Indonesia digunakan sistem penanggalan masehi. Sistem penanggalan masehi merupakan sistem penanggalan Bulan. Dalam sistem penanggalan masehi, jumlah hari dalam satu tahun berjumlah 365 hari untuk tahun pendek (basit) dan 366 hari untuk tahun panjang (kabisat), dengan panjang tahun rata-rata 365,2425 hari. Sebagai perbandingan, panjang tahun tropis rata-rata adalah 365,2422 hari. Sistem penanggalan Masehi bukan merupakan sistem penanggalan yang sempurna 100% mendeskripsikan periode tropis Matahari, tapi dibuat mendekati atau diperbaiki menjadi lebih presisi dengan cara mengatur penetapan tahun kabisat dan tahun basit.6
Sistem penanggalan Islam yang resmi digunakan untuk kepentingan bernegara adalah takwim standar Indonesia (TSI). TSI disusun melalui musyawarah para ahli falak di Indonesia yang dibawah koordinasi kementerian Agama Republik Indonesia. TSI memuat
5 Raharto, dkk. 2018
6 Ibid
9 awal bulan setiap penanggalan Islam. Awal bulan ditentukan dengan menggunakan kriteria hilal imkan rukyat MABIMS. Kriteria Imkan rukyat MABIMS mensyaratkan posisi Bulan minimal 2 derajat, elongasi bulan dan Matahari 3 derajat, atau umur Bulan 8 jam. Ketiga syarat kriteria tersebut harus dipenuhi pada saat Matahari terbenam pada tanggal 29 setiap bulan Islam.7
Banyak cara penentuan awal bulan Islam yang digunakan beragam organisasi keagamaan yang masing-masing memiliki dasarnya sendiri. Banyaknya ragam tersebut terbagi kedalam dua kelompok besar hisab dan rukyat. Kelompok hisab memiliki ragam perbedaan, begitupun kelompok rukyat memiliki ragam kriteria minimal yang diadopsi.
Ragam cara dan metoda dapart menimbulkan perbedaan penentuan awal bulan Islam.
Sebagai pihak yang diperintahkan undang-undang sebagai petugas perukyat hilal, BMKG selalu menerbitkan panduan tentang pengamatan Hilal untuk setiap bulannya.
Panduan pengamatan hilal BMKG diterbitkan untuk satu tahun pada awal tahun. Panduan pengamatan hilal BMKG meliputi peta tinggi Bulan, peta elongasi, peta umur Bulan, dan peta Beda waktu terbenam Bulan dan Matahari. Seluruh peta parameter hilal tersebut berlaku untuk panduan di wilayah Indonesia. Saat ini panduan pengamatan hilal sudah tersedia dalam bentuk buku digital, berupa ebook peta ketinggian hilal8 dan almanac 20199.
Alamak lainnya yang terkenal dikalangan para ahli falak dan astronom adalah astronomical almanac. Almanak ini dikeluarkan oleh US Naval Observatory di Amerika.
Data-data yang terdapat didalam almanac tersebut adalah data posisi Bulan dan Matahari beserta sepanjang tahun, data fenomena langit serta cara perhitungan singkat untuk
7 Takwim Standar Indonesia 2019, Kemenag RI
8 https://www.bmkg.go.id/tanda-waktu/?p=ebook-peta-ketinggian-hilal
9 https://www.bmkg.go.id/tanda-waktu/?p=ebook-almanak
10 mengetahui posisi Bulan dan Matahari setiap saat.10 Dikalangan para ahli falak, data pada almanac ini biasanya disebut data ephemeris.
Untuk membuat peta parameter hilal saat Matahari terbenam diperlukan algoritma perhitungan posisi Bulan dan Matahari yang akurat. Perhitungan posisi yang akurat diperlukan untuk memperkecil kesalah perhitungan seluruh parameter hilal. Akurasi yang tinggi dari perhitungan posisi Bulan dan Matahari akan memudahkan pengamat dalam menempatkan pandangan dan alat bantu untuk melihat hilal. Akurasi perhitungan posisi Bulan dana Matahari juga menjadi acuan awal apakah hilal dapat diamati dengan mata telanjang, theodolite, ataupun teleskop dengan bantuan kamera.
Perhitungan posisi bulan dan Matahari juga dapat dijadikan acuan awal untuk memperkirakan kapan awal bulan Islam terjadi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membandingkan posisi Bulan dan Matahari tersebut dengan kriteria kenampakan hilal.
Kriteria kenampakan hilal meruapakan batas minimal hilal dapat terlihat dari hasil dokumentasi pengamatan-pengamatan sebelum.
G. Metodologi Penelitian
Guna menjawab rumusan masalah dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu metode penelitian dan pengembangan (research and development / R & D). Selaras dengan metode tersebut, maka tahap – tahap penelitian yang akan dilakukan yaitu
10 Astronomical Almanac 2020, US Naval Observatory
11 1. Tahap studi pendahuluan
Pada tahap ini penulis akan melakukan beberapa kegiatan penelitian dengan menerapkan pendekatan dikriptif kualitatatif. Adapun kegiatan pada tahap ini, yang penulis rencanakan yaitu
a. Study literatur
Study literatur yang akan dilakukan yaitu penulis pertama akan mengkaji literatur – literatur terkait dengan fiqih hisab rukyat, hal ini sesuai dengan keilmuannya yaitu fiqih, sedangkan penulis kedua akan mengkaji literatur literatur terkait dengan almanak meuss, dan hal ini sesuai dengan latar belakang penulis kedua yaitu astronomi.
b. Diskripsi model takwim
Setelah tahap literatur selesai, dilanjutkan dengan tahap Diskripsi model Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak Uinsa(Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat Dan Almanak Meuss). Inti dari tahap ini, yaitu penulis secara beersama- sama akan melakukan sebuah diskusi terkait dengan hasil kajian literur yang diperoleh penulis pertama maupun kedua, guna mendapatkan diksripsi takwim ideal yang dikeluarkan oleh prodi Ilmu Falak UINSA.
2. Tahap penyusunan Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak Uinsa(Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat Dan Almanak Meuss)
Pendekatan yang digunakan pada kegiatan ini ada dua yaitu deskriptif dan eksperimen, guna mempermudah untuk memahami dua pendekatan yang digunakan pada tahap ini, maka penulis akan menjabarkan kegiatan yang ada pada tahap ini yaitu
12 a. penyusunan Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak Uinsa(Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat Dan Almanak Meuss), pada tahap ini maka pendekatan yang digunakan oleh penulis yaitu deskriptif.
b. Setelah Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak UINSA(Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat Dan Almanak Meuss), tersusun, maka dilanjutkan dengan tahap uji coba terbatas, pada tahap ini pendekatan yang akan dilakukan yaitu eksperimen.
Uji coba terbatas yang akan penulis lakukan yaitu dengan cara dua hal yaitu melalui hisab dan rukyat di lapan watu kosek pasuruan.
c. Tahap evalusi
Setelah dilakukan uji coba terbatas, tentu memungkinkan untuk ditemukannya kekuarangan-kekurangan pada takwim yang disusun, sehingga mengharuskan untuk dilakukan sebuah evaluasi. Tahap evaluasi ini, maka pendekatan yang digunakan yaitu deskriptif.
3. Tahap validasi atau evaluasi akhir
Setelah tahap evaluasi, maka dilanjutkan untuk tahap validasi dan evaluasi akhir.
Adapun metode yang digunakan pada tahap ini yaitu eksperimen.
H. Sistematika Bahasan
Penelitian ini akan membahas tentang definisi dan urgensi takwim ditengah keberagaman metode tuntutan kepastian penanggalan. Pembahasan landasan fiqh takwim diperlukan untuk memperkuat pijakan bagi kepastian hukum agama. Penyusunan takwim merupakan tahapan utama yang memberikan prediksi penanggalan Islam dan parameter posisi hilal sebagai panduan bagi pengamat di wilayah Indonesia. Tahapan sosialisasi dan
13 implementasi merupakan tahap akhir untuk meberikan data tenatang takwim yang dibuat, sekaligus untuk menampung aspirasi guna perbaikan atas takwim yang sudah disusun.
14
BAB II TAQWIM AWAL BULAN
A. Perhitungan Taqwim Awal Bulan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takwim memiliki arti penanggalan. Terdapat pula istilah tahun takwim yang memiliki arti tahun berdasarkan kalender (berawal dari 1 Januari dan berakhir pada 31 Desember)11. Takwim bersesuaian dengan istilah penanggalan, kalender, alamak, dan tarikh. Semua istilah tersebut menggambarkan system penjejak waktu dalam satu tahun.
Takwim yang biasa dijadikan acuan untuk kegiatan keagamaan di Indonesia adalah takwim standar Indonesia. Takwim standar Indonesia dikeluarkan setiap tahun oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama Republik Indonesia. Takwim standar Indonesia tahun 202012, dan 202113 diperlihatkan seperti pada Gambar 1.
Takwim standar Indonesia menampilkan penanggalan Hijirah, penanggalan Masehi, data waktu terbenam Bulan dan Matahari, data azimuth Bulan dan Matahari saat Matahari terbenam, data tinggi Bulan saat Matahari terbenam, dan peta ketinggian hilal saat Matahari terbenam. Data-data tentang bulan dan Matahari dihitung saat hari pelaksanaan hilal pada tanggal ke 29 setiap penanggalan Hijriah. Data ditampilkan untuk setiap ibukota provinsi di seluruh Indonesia. Takwim tersebut ditampilkan setiap lembar untuk setiap bulan Masehi layaknya kalender dinding yang biasa ada di setiap rumah.
11 Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Definisi Takwim,” accessed August 8, 2021, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/takwim.
12 Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, “Takwim Standar Indonesia Tahun 2020,” 2020.
13 Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, “Takwim Standar Indonesia Tahun 2021,” 2021.
15
(kiri) (kanan)
Gambar 1.1 Takwim standar Indonesia tahun 2020 (kanan) dan 2021 (kiri)
Takwim standar Indonesia memuat hari libur nasional sepanjang tahun, khususnya yang berkaitan dengan hari libur keagamaan umat islam. Terdapat enam hari libur dari tahun Hijriah setiap tahunnya, antara lain tahun baru Hijriah, Maulid Nabi Muhammad SAW., Isra' Mi'raj, hari raya Idul Fitri, dan hari raya Idul Adha14.
14 Novi Sopwan et al., “Sistem Kalendar Dan Hari Libur Nasional Indonesia,” Prosiding Simposium Nasional Inovasi Dan Pembelajaran Sains 2018 1 (2019): 189–99.
16 Secara umum kalender atau penanggalan merupakan sebuah sistem penjejak waktu dalam jangka panjang. Kalender tidak hanya untuk perencanaan kerja tapi juga membantu mengingat atau merekonstruksi berbagai makna dan peristiwa spiritualitas, makna dan peristiwa fenomena alam, makna dan peristiwa sosial, makna dan peristiwa dalam kehidupan individu manusia, dsb. Rentetan makna dan peristiwa akan tercatat pada tanggal dalam kalender15.
Acuan umum kalender adalah fenomena yang berulang dan berlangsung dalam jangka waktu yang amat panjang. Fenomena alam tersebut mudah dikenali dan diamati dengan mata bugil manusia. Oleh karena itu dipergunakan (1) siklus gerak harian benda langit, terbit dan terbenam benda langit (2) siklus berulangnya fasa bulan, (3) siklus tahunan Matahari.
B. Fiqih Awal Bulan
Bagi umat Islam, pembahasan tentang penentuan awal bulan Qamariah bukan saja merupakan hal yang penting, tetapi juga sekaligus merupakan masalah yang cukup pelik.
Dikatakan penting karena sistem kalender yang harus dijadikan pedoman dalam beberapa pengamalan ajaran agama Islam adalah sistem kalender yang pengukurannya didasarkan pada peredaran Bulan (qamar), yang produknya disebut dengan kalender qamariah. Tidak sedikit ajaran agama Islam yang pelaksanaannya dikaitkan dengan tanggal, atau bulan qamariah, misalnya ibadah puasa wajib ditunaikan pada bulan Ramadan, ‘Idul Fitri pada tanggal satu Syawal, ‘Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah, penentuan masa ‘iddah, dan penentuan haul sebagai syarat jatuhnya kewajiban zakat. Semua ketentuan waktu ibadah
15 Moedji Raharto and Novi Sopwan, “Mengenal Fenomena Langit Melalui Kalender,” in Seminar Nasional Pendidikan IPA 2017, vol. 2, 2018.
17 tersebut didasarkan pada kalender. Sedangkan penyusunan kalender Qamariah diawali dengan penentuan tanggal satu atau permulaan bulan pada setiap bulannya.
Dikatakan pelik, karena penentuan awal bulan qamariah tidak hanya merupakan persoalan agama tetapi lebih dari itu, ia merupakan masalah multi dimensional. Di samping menyangkut masalah agama, ia juga merupakan masalah ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial, hukum, dan bahkan sudah masuk dalam ranah politik.
Dalam banyak hal, termasuk di dalamnya ketetapan waktu pelaksanaan ibadah ketentuan syari’at Islam jelas dan tegas tanpa memberikan keleluasaan untuk masuknya interpretasi, tetapi dalam banyak hal pula, terkait dengan masalah yang sama, ketentuan syari’at Islam memberikan peluang besar untuk interpretasi sehingga melahirkan multi tafsir. Di sisi lain, terkait dengan masalah yang sama, tidak ditemukan ketentuan syari’at Islam yang eksplisit.
Pengukuran bulan qamariah didasarkan pada peredaran Bulan, sebuah benda langit yang menjadi obyek kajian ilmu pengetahuan khususnya Astronomi atau Ilmu Falak.
Oleh karena itu, ilmu pengetahuan sekaligus teknologinya tidak dapat diabaikan, bahkan mutlak harus menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan awal bulan qamariah. Dampak yang ditimbulkan oleh penentuan awal bulan qamariah tidak hanya bersifat individual, tetapi justru lebih bersifat, dan lebih dominan, sosial. Dimensi sosial dalam pengamalan agama yang waktunya mengacu pada bulan qamariah lebih menonjol. Ketika dimensi sosial lebih dominan kecenderungan munculnya perbedaan bahkan konfik lebih besar sehingga memerlukan regulasi-regulasi yang dapat dan cukup kuat untuk mengatur hubungan antara individual dan kelompok dalam masyarakat. Peraturan semata-mata belum cukup, karena peraturan baru efektif jika peraturan itu memiliki legitimasi yang kuat dari masyarakat dan
18 dapat menjamin rasa keadilan bagi masyarakat. Karenanya, pertanyaannya bukan hanya apa isi aturan tersebut, tetapi juga dari mana peraturan itu lahir atau bersumber dan untuk apa peraturan itu dilahirkan. Jadi masalah sosial, hukum, dan politik menjadi bagian tak terpisahkan dari masalah penentuan awal bulan qamariah.
Perbedaan hari dalam memulai puasa Ramadan, ‘Idul Fitri, dan ‘Idul Adha, sudah beberapa kali terjadi. Umat Islam di tanah air menunaikan ibadah puasa, salat ‘Id, pada hari yang berbeda karena keyakinan mereka tentang masuknya tanggal satu bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, atau dengan perkataan lain, awal bulan qamariah berbeda. Sementara itu mereka pun secara umum tidak menginginkan perbedaan itu terjadi sehingga sering muncul pikiran dan pengandaian yang bisa jadi tidak perlu. Misalnya, perbedaan hari dalam menunaikan ibadah tersebut disebabkan karena didasarkan pada bulan atau kelender qamariah, padahal dalam menetapkan tanggal satu bulan qamariah seringkali terjadi perbedaan. Seandainya didasarkan pada bulan atau kalender syamsiah (masehi) perbedaan tersebut niscaya tidak akan terjadi karena kalender syamsiah tidak pernah berbeda. Pikiran dan spekulasi lain juga muncul, perbedaan hari dalam menunaikan ibadah tersebut disebabkan karena sifat ibadahnya itu sendiri. Seandainya tidak menyangkut ibadah maka tidak ada perbedaan atau sekurang-kurangnya tidak muncul ketegangan atau konflik di kalangan umat Islam. Hal ini terbukti ketika perbedaan tanggal tersebut terjadi pada bulan yang tidak terkait langsung dengan ibadah ternyata tidak menimbulkan masalah. Pemikiran yang terakhir ini lebih realistik dibanding dengan yang pertama, karena ketentuan waktu ibadah tersebut tidak dapat diacu kepada bulan atau kalender selain kalender qamariah.
Mengapa bulan atau kelender qamariah?
19 Al-Qur’an dan hadis Nabi saw. dengan jelas menunjukkan bahwa satu tahun itu ada dua belas bulan, empat bulan di antaranya adalah bulan haram.
Firman Allah SWT:
ن إ ة د ع رو هُّشلا دْن ع الل ا نْثا ر ش ع ا ًرْه ش با ت كي ف
الل م ْو ي ق ل خ تا وا م سلا ض ْر لأْا و
ا هْن م ة ع ب ْر أ م ر ح : ةبوتلا(
36 )
Dimaksud dengan empat bulan haram dalam ayat tersebut dijelaskan dalam sabda Nabi saw.
لا ن إ نا م ز الل ق ل خ م ْو ي ه ت ئْي ه ك را د تْسا د ق لأْا و تا و م سلا
ًرْه ش ر ش ع ا نْثا ة ن سلا ض ْر ل ث م ر ح ة ع ب ْر أ ا هْن م ا
ي لا و ت م ث و ذ تا
ش و ى دا م ج نْي ب ي ذ لا ر ض م ب ج ر و م ر ح مْلا و ة ج حْلا و ذ و ة دْع قْلا نا بْع
Dua belas bulan yang dimaksud oleh al-Qur’an tersebut enam di antaranya bernama Zulkaidah, Zulhijah, Muharram, Rajab, Jumadal Akhir, dan Sya’ban. Dengan demikian yang dimaksud adalah jelas bulan qamariah bukan yang lainnya. Enam bulan lagi yang tidak disebut dalam hadis Nabi saw. Tersebut adalah Shafar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadal Ula, Ramadan, dan Syawal. Nama-nama bulan ini menunjukkan bahwa kalender yang harus dijadikan acuan dalam pengamalan ajaran Islam adalah sistem kalender qamariah, atau dikenal pula dengan kalender Hijriyah.
Pengetahuan mengenai konsep bulan baru qamariah dan mengenai kriteria kapan awal bulan qamariah itu dimulai, dua hal yang penting untuk diketahui, sebab tanpa mengetahui konsep tentang bulan baru dan kapan awal bulan itu dimulai tidak akan pernah
20 mengetahui parameter yang dijadikan rujukan untuk menyatakan bahwa bulan sudah berganti dan selanjutnya tidak akan pernah mengetahui tanggal-tanggal berikutnya. Dalam hal ini menjadi penting untuk menentukan petanda yang menunjukkan bahwa bulan baru sudah mulai masuk atau belum. Dalam hal ini pula kaum muslimin mulai berbeda pendapat.
Bahkan bukan hanya dalam hal petanda bulan baru tetapi juga mengenai cara untuk mengetahuinya. Mengenai yang terakhir ini, sebagian orang berpendapat harus dengan melihat Bulan (hilal) secara visual (rukyat), sementara yang lain berpendapat tidak harus dengan melihatnya tetapi bisa juga dengan menghitungnya (hisab). Di seputar rukyat dan hisab inilah yang banyak mendominasi diskusi dan pembahasan tentang penentuan awal bulan qamariah. Masalah ini sesungguhnya hanya bagian saja dari permasalahan penentuan awal bulan qamariah yang cukup kompleks itu. Rukyat atau hisab lebih merupakan problem di seputar cara atau metode mengetahui awal bulan qamariah. Di balik itu ada persoalan penting, antara lain mengenai konsep bulan baru qamariah.
Rukyat maupun hisab hakekatnya adalah cara atau metode untuk mengetahui kapan pergantian bulan, dari bulan lama (yang sedang berlangsung) ke bulan baru berikutnya (bulan yang akan datang), itu terjadi. Rukyat maupun hisab semata-mata tidak dapat menjawab pertanyaan “kapan bulan qamariah itu berganti” sepanjang masalah konsep bulan baru itu belum dijawab. Itulah sebabnya, maka termasuk hal yang mendasar untuk mengetahui konsep bulan baru qamariah tersebut.
Membangun konsep tentang bulan baru qamariah harus berhati-hati karena bukan hanya menyangkut kehidupan kemasyarakatan, akan tetapi, bahkan yang lebih penting lagi adalah menyangkut masalah pengamalan ajaran agama. Kesalahan dalam merumuskan konsep bulan baru qamariah akan berakibat pada kesalahan dalam menunaikan ajaran
21 agama, misalnya ibadah puasa Ramadan. Oleh karena itu merumuskan konsep bulan baru ini harus bertumpu kepada sumber-sumber Islam, al-Qur’an dan as-Sunnah. Kedua sumber ini kemudian didekati dan dipahami melalui disiplin astronomi, agar dapat dipahami oleh akal pikiran dan dapat dibuktikan secara empirik.
Petunjuk syar’i tentang awal bulan qamariah bersifat umum, fleksibel dan multitafsir. Beberapa ayat al-Qur’an terlihat banyak memberikan keleluasaan bagi kaum muslimin untuk menentukan kriteria awal bulan qamariah yang dipilih, sesuai dengan hasil pemahaman masing-masing terhadap ayat-ayat tersebut. Al-Qur’an tidak membelenggu kaum muslimin untuk hanya menggunakan satu kriteria saja dalam penetapan awal bulan ini. Keluasan dan keluwesan petunjuk yang terkandung dalam al-Qur’an itu, di satu sisi memberikan kemudahan tetapi di sisi lain menimbulkan masalah karena membuka peluang besar untuk berbeda pendapat. Padahal perbedaan pendapat itu tidak jarang menimbulkan ketegangan dan keresahan di tengah-tengah masyarakat. Perbedaan pendapat itu bukan hanya dalam tingkat memberikan interpretasi tekstual terhadap ayat-ayat al-Qur’an tersebut, melainkan juga terhadap nilai-nilai otoritatif dari ayat-ayat itu untuk digunakan dalam penentuan kriteria awal bulan qamariah dan penetapannya.
Bulan baru adalah -hilal ini diturunkan melalui pemahaman terhadap ayat-ayat al- Qur’an:
ي ه ْل ق ة ل ه لأْا ن ع ك نو ل أْس ي و م
تي قا ّج حْلا و سا نل ل
Ayat di atas mengindikasikan bahwa perubahan bentuk semu Bulan (fase-fase Bulan) merupakan petanda perubahan waktu. Hal ini dapat dimengerti karena hilal
22 merupakan salah satu bentuk semu Bulan di antara fase-fase yang dialaminya selama dalam peredarannya mengelilingi bumi, dan bersama-sama dengan bumi mengelilingi matahari.
Penyebutan al-ahillah (hilal) dalam ayat tersebut bersifat umum, mutlak dan fleksibel, sehingga dapat diterjemahkan dalam berbagai pengertian. Salah satu pengertian menyatakan bahwa hilal adalah bentuk semu Bulan yang paling kecil yang menghadap ke bumi. Artinya, permukaan Bulan yang terkena sinar matahari yang menghadap ke bumi dalam keadaan paling kecil. Pengertian lain menyatakan bahwa hilal itu dinyatakan telah ada apabila matahari lebih dulu terbenam daripada Bulan, berapapun lamanya Bulan itu tertinggal dan berapapun besarnya Bulan yang masih berada diatas ufuk ketika matahari terbenam. Inilah yang kemudian dikenal dengan wujudul-hilal. Di samping itu ada juga yang mengartikannya dengan miladul-hilal yakni pada saat matahari terbenam Bulan secara utuh berada diatas ufuk. Bahkan diartikan pula imkanur-rukyat, artinya hilal itu memungkinkan dapat dilihat dari permukaan bumi. Bahkan dikatakan pula bahwa hilal itu ada apabila benar-benar terlihat.
Perubahan bentuk semu Bulan ditunjukkan oleh firman Allah SWT :
ض سْم شلا ل ع ج ي ذ لا و ه س حْلا و ني ن ّسلا د د ع او م لْع ت ل ل زا ن م ه ر د ق و ا ًرو ن ر م قْلا و ًءا ي
با
Allah SWT, menurut ayat tersebut, telah menentukan manzilah-manzilah bagi Bulan itu. Manzilah-manzilah (konstelasi-konstelasi) Bulan tidak lain kecuali posisi-posisi Bulan pada saat-saat tertentu terhadap matahari dan bumi. Manzilah itu jumlahnya ada 28 yang senantiasa ditempati oleh Bulan tiap-tiap hari dalam peredarannya mengelilingi bumi.
23 Sedangkan untuk satu atau dua hari Bulan tidak memancarkan sinarnya ke bumi. Keadaan ini disebut muhaq atau disebut bulan mati.
Perubahan posisi Bulan terhadap bumi dan matahari menyebabkan adanya perubahan bentuk semu Bulan. Perubahan bentuk semu Bulan itu dapat dijadikan dasar untuk menentukan mengelompokkan waktu kedalam satuan hari/tanggal, bulan, tahun dan seterusnya. Perubahan posisi bulan yang relatif konstan itu, sekaligus dapat dipastikan perhitungannya.
Bentuk semu Bulan yang selalu berubah-ubah itu merupakan siklus yang selalu terjadi berulang-ulang. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:
ج ْر عْلا ك دا ع ى ت ح ل زا ن م ها ن ْر د ق ر م قْلا و مي د قْلا نو
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa satu siklus peredaran Bulan melalui manzilah- manzilahnya adalah mulai dari keadaan sebagai “bentuk tandan tua” (urjunil-qadim) hingga kembali lagi ke keadaan serupa itu. Ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa dimulainya bulan baru qamariah itu apabila Bulan telah kembali kepada bentuknya yang paling kecil.
Dan bentuk yang paling kecil itu dicapai oleh Bulan di sekitar saat ijtimak (konjungsi), yakni saat dimana antara matahari dan Bulan mempunyai bujur langit yang sama.
Bagaimana ijtimak matahari dan Bulan bisa terjadi secara berulang-ulang? Firman Allah SWT berikut ini menjelaskannya.
ك رْد ت ْن أ ا ه ل ي غ بْن ي سْم شلا لا ر م قْلا
24 Ayat ini menguatkan temuan ilmu falak yang menyimpulkan bahwa peredaran Bulan mengelilingi bumi dalam setiap bulan dan peredaran semu tahunan matahari arahnya sama yaitu sama-sama dari arah Barat ke Timur. Dari ayat itu dapat diketahui dengan jelas bahwa peredaran Bulan lebih cepat dari peredaran semu tahunan matahari. Oleh karena peredaran keduanya itu berlaku memutar, tidak lurus, maka dalam peredarannya itu matahari selalu terkejar oleh Bulan. Sebaliknya tidak ada kemungkinan bagi matahari untuk mengejar Bulan, apalagi mendahuluinya.
Apabila dihubungkan dengan bunyi ayat 39 diatas, bagian awal ayat 40 itu menunjukkan lebih jelas bahwa bulan baru qamariah ditandai dengan didahuluinya matahari yang bergerak lambat oleh Bulan yang bergerak jauh lebih cepat. Atau, oleh karena peredaran keduanya itu berlaku menurut arah dari Barat ke Timur, maka dapat pula dikatakan bahwa bulan baru qamariah dimulai bila Bulan berkedudukan di sebelah Timur matahari. Kedudukan Bulan seperti itu dicapai saat setelah Bulan mengejar matahari.
Dengan perkataan lain saat setelah terjadi ijtimak antara Bulan dan matahari.
Bentuk-bentuk semu Bulan sebagaimana diutarakan diatas ditandai dengan dua unsur. Pertama, bagian permukaan Bulan yang tampak dari bumi disinari matahari. Kedua, kedudukannya dilangit. Unsur pertama adalah persoalan pengaruh penyinaran matahari terhadap Bulan, sedangkan yang kedua persoalan posisi Bulan terhadap matahari. “Bulan baru” terlihat sebagai sabit tipis dan terbenam setelah matahari terbenam. “Bulan purnama”
kelihatan bulat penuh dan terbit diwaktu matahari terbenam. “Bulan tua” kelihatan seperti bentuk sabit tipis lagi, tetapi terbit pada dini hari mendahului matahari, atau menjelang terbit matahari. Kedua unsur yang menandai atau mensifati adanya bulan baru itu secara astronomis telah dijelaskan dengan sempurna dalam dua ayat di atas, yakni ayat 39 dan 40
25 surat Yasin. Ayat 39 melukiskan pengaruh penyinaran matahari terhadap bulan baru (urjunil-qadim), sedangkan awal ayat 40 menjelaskan kedudukan Bulan dan posisinya terhadap matahari (mendahului matahari).
Namun demikian, tidak berarti bahwa penetapan ijtimak (Bulan mendahuli matahari, bentuk Bulan yang paling kecil) sebagai kriteria masuknya bulan baru qamariah tidak menyisakan persoalan, karena bentuk Bulan pada saat ijtimak itu sangat sulit bahkan tidak dapat diamati dari bumi. Di samping itu, pembatas yang menandakan bahwa Bulan berada di sebelah timur matahari atau matahari baru saja terkejar oleh Bulan tidak jelas, karena di ruang angkasa tidak ada Timur dan Barat. Timur, Barat, Utara, dan Selatan khusus hanya terdapat di bumi. Kalau kita mengatakan, bahwa Bulan dan matahari bergerak menurut arah dari Barat ke Timur, adalah semata-mata berdasarkan ketentuan dalam ilmu astronomi yang menyatakan bahwa gerak arah dari Barat ke Timur adalah gerak yang kalau dilihat dari kutub Utara berlaku menurut arah yang berlawanan dengan arah perputaran jarum jam.
Dalam ilmu falak kedudukan Bulan terhadap matahari adakalanya ditentukan dengan menggunakan lingkaran-lingkaran bujur langit yang tegaklurus pada ekliptika sebagai garis patokan. Tetapi lingkaran-lingkaran itu bukan satu-satunya patokan yang tersedia. Lingkaran-lingkaran lainnya, misalnya, lingkaran-lingkaran waktu yang tegaklurus pada ekuator langit, atau bahkan lingkaran-lingkaran bujur Bulan yang tegaklurus pada lingkaran orbit Bulan.
Lingkaran-lingkaran tersebut adalah lingkaran-lingkaran khayal yang tidak dapat dilihat dengan mata, tetapi sengaja diciptakan oleh ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tertentu.
26 Lanjutan ayat 40 surat Yasin.
را ه نلا ق با س لْي للا لا و
Memberikan petunjuk dan bimbingan tentang garis patokan yang harus dipedomani dalam menentukan lahirnya atau masuknya bulan baru qamariah. Rupanya yang dimaksud oleh ayat itu adalah situasi senja hari tatkala matahari terbenam karena pada situasi seperti itu terjadi pergantian siang kepada malam. Perpindahan siang kepada malam itu ditentukan oleh terbenamnya matahari. Sedang terbenamnya matahari adalah terhadap ufuk atau horizon. Oleh karena itu, berdasarkan ayat ini ada unsur baru yang harus diperhatikan yaitu “garis ufuk”. Ufuk inilah rupanya yang harus dijadikan patokan dalam menentukan apakah Bulan sudah berada di sebelah timur matahari atau sebaliknya ia masih berada di sebelah baratnya.
Menetapkan garis ufuk sebagai petunjuk Timur dan Barat mempunyai segi-segi yang cukup menarik: Pertama, garis ufuk adalah garis yang nyata, dengan kedudukan dan sifat-sifat yang jelas, sehingga tidak ada keragu-raguan dalam mendefinisikannya. Kedua, ufuk merupakan persoalan bumi, sedangkan perjalanan Bulan dan matahari adalah persoalan ruang angkasa, persoalan langit. Dengan menggunakan ufuk sebagai patokan, berarti telah memasukkan unsur keduniaan ke dalam persoalan langit, sehingga dapat menjadi lebih menarik bagi manusia. Ketiga, ufuk bukan hanya persoalan dunia, tetapi juga terikat kepada suatu tempat tertentu di permukaan bumi.
Cara menentukannya tidak sulit, yaitu dengan menempatkan matahari pada posisi terbenam, lalu ditentukan posisi Bulan. Bila Bulan berkedudukan di atas ufuk itu berarti
27 menunjukkan bahwa Bulan sudah berada di sebelah timur matahari. Dengan perkataan lain, Bulan belum terbenam ketika matahari terbenam. Situasi demikian menunjukkan bahwa bulan baru qamariah sudah mulai.
Berdasarkan keseluruhan uraian di atas akhirnya dapat disimpulkan. Pertama, untuk menghisab jatuhnya tanggal satu bulan baru qamariah yang harus dilakukan adalah menempatkan matahari pada posisi terbenam, lalu ditentukan posisi Bulan, apakah sudah berkedudukan di atas ufuk atau masih di bawahnya. Apabila sudah berkedudukan di atas ufuk, berarti sudah berada di sebelah Timur garis ufuk dan sekaligus di sebelah Timur Matahari. Dalam hisab awal bulan qamariah yang harus dilakukan yaitu menentukan tinggi Bulan di atas ufuk mar’i, Bulan sudah berkedudukan di sebelah timur matahari ataukah belum. Hal ini untuk memenuhi syarat “syahida” dalam firman Allah swt.
رْه ش نا ض م ر ي ذ لا ل زن أ هي ف نآ ْر قْلا ىًد ه سا نل ل تا ن ّي ب و ْن م ى د هْلا نا ق ْر فْلا و ْن م ف
د ه ش ْم كْن م رْه شلا ْل ف ي ص هْم
Ada empat cara atau metode untuk mengetahui datang dan berakhirnya bulan Ramadan, yang sekaligus merupakan sumber pengetahuan seseorang tentang datang dan berakhirnya bulan Ramadan. Keempat cara tersebut adalah: pertama, terlihatnya hilal (rukyat), kedua, kesaksian orang yang adil, ketiga, menyempurnakan bulan Syakban tiga puluh hari (istikmal) apabila cuaca berawan atau mendung, atau keempat, hisab. Jika seseorang melihat langsung hilal, atau menerima kesaksian orang yang adil tentang terlihatnya hilal, atau setelah menyempurnakan umur bulan Syakban tiga puluh hari karena tidak dapat melihat hilal, atau berdasarkan hisab, maka orang tersebut telah dianggap menyaksikan atau mengetahui masuknya bulan Ramadan. Dengan terpenuhinya salah satu
28 saja, apalagi kalau lebih dari satu, dari empat alternatif tersebut maka bulan Ramadan dinyatakan telah datang atau telah berakhir.
Alternatif pertama dan kedua hakekatnya sama yaitu terlihatnya hilal. Perbedaan keduanya terletak pada langsung atau tidaknya pengetahuan tentang datangnya bulan Ramadan itu diperoleh dari sumber pertamanya. Pada yang pertama pengetahuan itu diperoleh secara langsung dari sumber pertamanya, sedangkan pada yang kedua pengetahuan itu tidak langsung dari sumber pertamanya akan tetapi dari sumber kedua dan seterusnya. Dengan demikian, yang pertama dan yang kedua hakekatnya sama yaitu bahwa pengetahuan tentang datang dan berakhirnya bulan Ramadan diperoleh dengan terlihatnya hilal. Alternatif ketiga sesungguhnya merupakan pengganti atau lebih tepat sebagai jalan keluar dari alternatif pertama, karena gagal memperoleh pengetahuan tentang datangnya dan berakhirnya bulan Ramadan melalui sumber yang pertama. Dari sisi ini ia termasuk pada jenis sumber yang pertama, akan tetapi dari sisi substansinya adalah hisab, karena jelas berupa perhitungan, yaitu menghitung umur bulan yang sedang berlangsung 30 hari.
Alternatif keempat adalah hisab. Hisab ini sebagai sumber pengetahuan tentang datang dan berakhirnya bulan Ramadan berbeda dengan yang sebelumnya, dan bukan merupakan jalan keluar dari yang sebelumnya melainkan berdiri sendiri. Oleh karena itu, pada dasarnya cara atau metode untuk mengetahui datang dan berakhirnya bulan Ramadan itu ada dua, yaitu pertama, terlihatnya hilal (rukyat) dan kedua, hisab. Keduanya diberlakukan baik untuk bulan Ramadan maupun bulan-bulan lainnya dalam tahun qamariah.
Rukyat dan hisab sebagai metode untuk mengetahui datang dan berakhirnya bulan Ramadan dikukuhkan lagi dengan pernyataan “berpuasa dan ‘Idul Fitri itu dengan rukyat dan tidak berhalangan dengan hisab”. Pernyataan yang merupakan hasil keputusan
29 Musawarah Tarjih tahun 1932 ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya pengetahuan tentang datangnya bulan Ramadan dan Syawal itu diperoleh melalui rukyat. Akan tetapi rukyat bukan satu-satunya , sebab bisa juga melalui hisab. Rukyat dan hisab masing-masing dapat berdiri sendiri sebagai metode untuk mengetahui datangnya bulan Ramadan dan Syawal.
Rukyat hilal artinya melihat hilal pada saat terbenam Matahari. Sedangkan yang dimaksud dengan hisab adalah perhitungan mengenai posisi hilal. Persoalannya sekarang adalah apa yang dimaksud dengan hilal itu. Secara astronomis, hilal (crescent) itu adalah penampakan Bulan yang paling kecil yang menghadap ke bumi. Keadaan ini dicapai beberapa saat setelah ijtimak, karena pada saat itu sudut pandang Matahari dan Bulan paling kecil. Bagi Muhammadiyah, dengan demikian, pertanda datangnya bulan baru atau awal bulan qamariah itu adalah wujudnya hilal atau adanya hilal, dan wujudnya hilal itu dapat diketahui baik melalui rukyat maupun hisab, atau melalui keduanya sekaligus. Kesimpulan ini diperoleh dari pernyataan yang berbunyi “apabila ahli hisab menetapkan bahwa bulan belum wujud atau sudah wujud tetapi tidak mungkin dilihat” Pernyataan ini juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hisab atau perhitungan posisi hilal itu adalah perhitungan tentang wujudnya hilal. Adapun yang dimaksud dengan hilal sudah wujud, sebagaimana dijelaskan di muka, adalah apabila Matahari terbenam lebih dahulu daripada terbenamnya Bulan. Dengan demikian yang menandai awal bulan itu adalah wujudnya hilal yakni pada saat terbenam Matahari setelah terjadi ijtimak hilal belum terbenam. Keadaan demikian dapat diketahui baik melalui rukyat maupun hisab. Rukyat dan hisab merupakan sarana untuk mengetahui wujud atau tidaknya hilal. Sebagai sarana untuk mengetahui wujud atau tidaknya hilal kedudukannya sama.
30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan atau dalam istilah Bahasa Inggris disebut Research and Development (R dan D). Metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut16. Metode penelitian dan pengembangan ini bersifat longitudinal.
Dimulai dengan melakukan penelitian (research) untuk mendapatkan informasi dan pengembangan (development) untuk menghasilkan produk baru. Produk baru yang dihasilkan dapat berupa perangkat keras (hardware) seperti buku dan dapat berupa perangkat lunak (software) seperti program komputer. Pada penelitian ini produk yang dihasilkan berupa software perhitungan almanac.
B. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder:
1. Sumber data primer
Data primer adalah data yang diambil dari sumber pertama secara langsung. Data primer pada penelitian ini berupa Takwim Awal Bulan Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat dan Astronomical Algorithms.
2. Sumber data sekunder
16Sudaryono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2016), 15.
31 Data sekunder adalah data-data yang sudah ada untuk membantu atau menunjang keberhasilan dari penelitian. Data-data tambahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku yang relevan dengan Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak UINSA Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat dan Astronomical Algorithms.
C. Metode Pengumpulan Data
Dokumentasi merupakan sarana yang digunakan untuk membantu Peneliti dalam pengumpulan informasi penting dan data melalui proses membaca tulisan-tulisan dan dokumen - dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Selaras dengan itu, metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dokumentasi (Documentation). Untuk mendapatkan hasil yang akurat Peneliti mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian seperti buku-buku, skripsi, tesis, jurnal, koran, majalah, website, dan lain sebagainya.
Pada penelitian ini Peneliti mempelajari dan memahami secara detail teknik Penyusunnan Takwim Awal Bulan Hijriyah Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat dan Astronomical Algorithms yang ada dalam buku buku falak maupun astronomi.
D. Metode Analisis Data
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan atau Research and Development (R&D). Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2011) Research and Development (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Menurut Sujadi (Sujadi, 2002) penelitian dan pengembangan atau Research and Development adalah satu proses atau langkah-langkah
32 untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang sudah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan.
Jenis pengembangan yang dibuat ini adalah pengembangan yang tidak dimaksudkan untuk menguji teori akan tetapi merupakan pengembangan yang berorientasi untuk menghasilkan atau mengembangkan dan memvalidasi sebuah produk, sebagaimana yang dikemukakan oleh Borg & Gall (Borg & Gall, 1989), bahwa pengembangan produk merupakan suatu proses untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian dan pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk yang diawali dengan analisis kebutuhan dengan dilanjutkan pengembangan produk, kemudian produk dievaluasi, revisi, dan di uji cobakan. Pada penelitian pengembangan ini, peneliti akan mengembangkan aplikasi Penyusunan Takwim Awal Bulan Hijriyah yang kemudian divalidasi berdasarkan langkah-langkah pengembangan, sehingga produk yang dikembangkan layak dimanfaatkan dalam lingkungan kampus.
Model pengembangan Sugiyono (Sugiyono, 2011) yang dijelaskan melalui bagan pada Gambar 3.1.
33 Gambar 3.1. Langkah-langkah penggunaan metode R&D
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian pengembangan ini meliputi beberapa tahap seperti yang dikemukakan Sugiyono17, yaitu:
1. Potensi dan masalah. Research and Development (RnD) dapat berawal dari adanya potensi dan masalah. Data potensi dan masalah tidak harus dicari sendiri, melainkan dapat berdasarkan laporan penelitian orang lain atau dokumentasi laporan kegiatan dari perorangan. Langkah awal ini dimulai dengan analisis masalah terkait dengan Langkah Langkah yang akan dilalui dalam Penyusunan Takwim Awal Bulan Hijriyah Prodi Ilmu Falak UINSA Berdasarkan Fiqih Hisab Rukyat dan Astronomical Algorithms.
2. Pengumpulan data. Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukkan secara faktual, selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan. Dalam penelitian ini data-data dikumpulkan untuk menemukan Langkah
17 .Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2017)