KARAKTERISASI LARUTAN SUSPENDING AGENT (SA) YANG DIGUNAKAN UNTUK PRODUKSI PVC
AHMAD DUMARIS
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012 M /1433H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR ASLI KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Oktober 2012
AHMAD DUMARIS 105096003153
ABSTRAK
AHMAD DUMARIS. Karakterisasi Larutan Suspending Agent yang Digunakan Untuk Produksi PVC. Dibimbing oleh DR. MIRZAN T.
RAZZAK, M.Eng, APU dan DR. INDRATMOKO H. POERWANTO.
Telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi larutan Suspending Agent (SA) untuk digunakan pada produksi PVC. Terdapat tiga metode umum yang biasa digunakan dalam pembuatan PVC (Polyvinyl Chloride) dari VCM (Vinyl Chlor Monomer), yaitu metode polimerisasi suspensi, polimerisasi emulsi, dan polimerisasi bulk. Dalam penelitian ini, produksi PVC menggunakan metode polimerisasi suspensi, yaitu dengan pencampuran antara Suspending Agent, air, dan heptana. Heptana digunakan sebagai pengganti VCM karena memiliki karakterisitik yang hampir sama, yaitu mudah menguap. Ada tiga Suspending Agent yang digunakan, yaitu SA-B, SA-E, dan SA-F. Karakter masing-masing Suspending Agent dibandingkan satu sama lain untuk selanjutnya dipilih Suspending Agent yang paling stabil dan efisien untuk produksi PVC. Pengukuran dalam viskositas, tegangan permukaan, microwatcher, dan Rheologi. Viskositas diukur dengan metode Brookfield dan Capillar. Pada metode Brookfield, didapat nilai maksimal SA-B 2.502 Cps, SA-E 2.256 Cps, SA-F 1.674 Cps, campuran SA- B : SA-E 2.298 Cps, dan campuran SA-B : SA-F 2.112 Cps. Pada metode Capillar didapat nilai maksimal SA-B 2.421 Cps, SA-E 2.071Cps, SA-F 1.674 Cps, campuran SA-B : SA-E 1.9505 Cps, dan campuran SA-B : SA-F 1.8315 Cps.
Tegangan permukaan didapat SA-B 43.35 mN/m, SA-E 47 mN/m, SA-F 42.3 mN/m, campuran SA-B : SA-E 43.55 mN/m, dan campuran SA-B:SA-F 42.05 mN/m. Pengamatan microwatcher didapat untuk SA-B ukuran droplet 2 cm jarak berdekatan, SA-E 2.5 cm dengan droplet yang teratur, dan SA-F menghasilkan droplet 2.5 cm yang berpori. Pengamatan Rheologi menunjukkan masing-masing SA-B,SA-E, dan SA-F menghasilkan aliran fluida Non-Newtonian, karena aliran dipengaruhi oleh waktu dan nilai viskositas berubah. Untuk produksi PVC harus memenuhi kriteria tertentu, terutama kestabilan Suspending Agent, dan dari hasil semua pengukuran viskositas, tegangan permukaan, microwatcher dan Rheologi, dapat disimpulkan bahwa SA-E merupakan yang paling efisien untuk produksi PVC.
Kata kunci : PVC, Suspending Agent, Viskositas, Tegangan Permukaan, Microwatcher dan Rheologi.
ABSTRACT
AHMAD DUMARIS. Characterization of Suspending Agent used for PVC Production . Under guidance of DR. MIRZAN T RAZZAK, M.Eng, APU and DR. INDRATMOKO H. POERWANTO
There was the research about Characterization of Suspending Agent (SA) to be used for PVC (Polyvinyl Chloride) production. There are three methods used for PVC production from VCM (Vinyl Chlor Monomer), there are suspension polymerization, emulsion polymerization, and bulk polymerization. In this research PVC production used suspension polymerization, there is mixing formulated SA, with mix the SA formulation, water (H2O) and Heptane. Heptane was used to substituted VCM because its having the same characterizations, there are vaporize and flammable. In this research is used three Suspending Agent, there are SA-B, SA-E, and SA-F. All Suspending Agent were compared each other for choosen the most suitable Suspending Agent, and efficient for PVC production.. The parameter used are Viscosity, Surface Tension, Microwatcher, and Rheology. For viscosity analysis used two methods, there are Brookfield method and capillary method. Results in the Brookfield method was get the maximal point for SA-B is 2.502 Cps, SA-E is 2.256 Cps, SA-F is 1.674 Cps, SA- B : SA-E is 2.298 Cps, SA-B : SA-F is 2.112 Cps. And the result for Capillar method are for SA-B is 2.421 Cps, SA-E is 2.071 Cps, SA-F is 1.674 Cps, SA-B : SA-E is 1.9505 Cps, SA-B : SA-F is 1.8315 Cps. Surface Tension Meter for SA- B is 43.35 mN/m, SA-E is 47 mN/m, SA-F is 42.3 mN/m, SA-B : SA-E is 43.55 mN/m, SA-B : SA-F 42.05 mN/m. Microwatcher result for SA-B is particle size droplet 2 cm with the range is closer, SA-E droplet is 2.5 cm porous, SA-F is porous 2.5 cm smaller than SA-E. Measurement of Rheology show SA-B, SA-E, SA-F was result the Non-Newtonian fluida, because there is influenced by time and viscosity become different.. For PVC production must dependent of criteria for stable and efficiency Suspending Agent, and all the result from parameter Viscosity, Surface Tension, Microwatcher, and rheology were showed that SA-E was the most efficient and stable for PVC production.
Keywords : PVC, Suspending Agent, Viscosity, Surface Tension, Microwatcher, and Rheology.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan nikmat yang tiada henti kepada penulis, sehingga skripsi ini yang berjudul “Karakterisasi Larutan Suspending Agent yang Digunakan Untuk Produksi PVC” akhirnya dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman, yang telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan sampai zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kestabilan masing-masing SA yang akan digunakan untuk produksi PVC.
Sehingga didapat hasil yang paling efisien dan ringkas untuk produksi PVC.
Skrispsi ini disusun sebagai syarat untuk meraih gelar Strata 1 (S1) bidang kimia di Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengungkapkan dengan rasa hormat yang mendalam kepada :
1. Dosen Pembimbing I DR. Mirzan T. Razzak, M.Eng APU, atas kesempatan meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberikan arahan, serta mengkoreksi segala hal yang berhubungan dengan penulisan Skripsi.
viii
2. Pembimbing II di pabrik PT. Asahimas Chemical DR. Indratmoko H.
Poerwanto, dengan arahan dan penjelasan semua hal yang ada dipabrik dan juga telah membagikan ilmunya. Serta untuk segala hal tentang diskusi dan tanya jawab tentang Polimer-nya.
3. Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi, Drs. Dede Sukandar, M.Si., yang selalu memberikan arahan kepada penulis akan tujuan dari pendidikan yang ditempuh di Prodi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi 4. Penguji I Drs. Dede Sukandar, M.Si yang telah memberikan pengarahan
tentang penulisan ilmiah skripsi ini dengan benar.
5. Penguji II Isalmi Aziz, M.T yang telah memberikan masukan ilmu tentang industri serta koreksi yang berkaitan dengan skripsi ini.
6. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi., DR.Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi.
7. Seluruh Dosen Program studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang mendidik dan membagikan ilmunya baik itu didalam atau diluar perkuliahan.
8. Kedua Orang tuaku, Ayahanda A.Wudjud S.Pd dan Ibunda Ies Sulistiawati, S.Pd yang telah mengasuh, mendidik, membina, dan membiayai semua kebutuhan penulis selama menempuh pendidikan mulai dari masa kanak- kanak sampai dengan sekarang. Terutama kepada Bunda yang selalu menenangkan disaat penulis serba kesulitn, juga yang memberikan pengorbanan dan kasih sayang yang tiada henti.
ix
9. Kepada semua kakak beserta keluarga besar di Rangkasbitung. Terutama Mas Mulus, yang telah mengenalkan dunia usaha dan sumbangan materi selama penulis kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Rusman Z. Abidin, yang telah mengenalkan penulis kepada perusahaan PT.
Asahimas Chemical ini.
11. Komalul Khoer, S.T atas kesediaan waktunya mengajak keliling area pabrik,
serta arahan dan penjelasan selama aktivitas di lingkungan pabrik PT. Asahimas Chemical. Serta kesediaannya sebagai pembimbing lapangan
selama penulis melakukan penelitian.
12. Para Staff dan Operator di PT. Asahimas Chemical ( Pak Ahmadi, Pak Supri, Pak Nurjen, Pak Ade, Pak Ebeth, Pak Acin, Pak Johny).
Keramahtamahan dan sikap terbuka memberikan kenyamanan dan keasikan bagi penulis.
13. Afit Hendrawan dan Badrul Ulum. Dua orang sahabat yang paling sering menemani dan berbagi dikala susah dan senang.
14. Sang “Nyonya”, wanita yang setia menemani dan menghibur dengan cinta dan kasih sayangnya kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini.
15. Teman-teman penghuni kosan “Al-Amin” Kertamukti (Umam, Kutub, Ari, Reza, Rofik, Adit, Abdi, Syarif) atas kebersamaan selama tinggal dalam satu atap. Serta Ema Haji pemilik kos yang telah penulis anggap sebagai ibu angkat selama tinggal dikosan Al-Amin.
16. Rekan-rekan seperjuangan Kimia angkatan 2005 selama menempuh perkuliahan di Jurusan Kimia. Ada suka dan duka yang telah dilewatkan bersama ketika mengerjakan laporan praktikum dan tugas-tugas lainnya.
x
17. Adik-adik kimia angkatan 2006-2010 (Bayu P, Ikhsan, aris, irfan, fathur, syahad, thoha, irwan, andika, dkk) beserta adik-adik lainnya yang tak mungkin bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih telah banyak membantu dan menemani selama menempuh perkuliahan.
18. Rekan-rekan di Asosiasi komunitas Parmagiani Indonesia, IndoSpurs, Valencianista Indonesia, dan Bismania Community. Banyak pengalaman berharga didapat dari segala aktivitas didalamnya.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan teknologi khususnya di bidang polimer.
Amien.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, Oktober 2012
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
ABSTRAK ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Polimer ... 5
2.2. Polivinyl Chlorida ... 11
2.2.1. Karakteristik fisik PVC ... 15
2.2.2. Proses Produksi PVC ... 17
2.3. Suspending Agent ... 20
2.4. Interaksi Polimer dengan Cairan ... 25
2.5. Viskositas ... 27
2.6. Tegangan Permukaan Cairan ... 29
2.7. Pengukuran Tegangan Permukaan ... 31
2.8. Rheologi ... 32
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
3.1. Tempat dan Waktu ... 42
3.2. Alat dan Bahan ... 42
3.3. Prosedur Kerja ... 43
3.3.1. Pembuatan Larutan campuran Suspending Agent ... 43
xii
3.3.2. Pengukuran Viskositas Tunggal dan campuran ………43
3.3.3. Pengukuran Tegangan Permukaan ... 44
3.3.4. Pengukuran Microwatcher ... 45
3.3.5. Pengukuran Rheologi ... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48
4.1. Viskositas Tunggal ... 48
4.1.1. Viskositas SA-B, SA-E, dan SA-F dengan metode Brookfield ... 50
4.1.2. Viskositas SA-B, SA-E, dan SA-F dengan metode Capillar ... 52
4.2. Viskositas Campuran SA-B : SA-E dan SA-B : SA-F ... 54
4.3. Tegangan Permukaan ... 59
4.4. Tegangan Permukaan Campuran SA-B : SA-E dan SA-B : SA-F... 63
4.5. Microwatcher ... 65
4.6. Rheologi ... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78
5.1. Kesimpulan ... 78
5.2. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
LAMPIRAN ... 86
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Contoh Polimer Komoditi dan Penggunaannya ... 10
Tabel 2. Morfologi PVC ... 16
Tabel 3. Viskositas SA-B, SA-E, dan SA-F ... 49
Tabel 4. Viskositas Campuran SA-B : SA-E dan SA-B : SA-F... 54
Tabel 5. Tegangan Pemukaan SA-B, SA-E, dan SA-F ... 59
Tabel 6. Tegangan Permukaan Campuran SA-B : SA-E dan SA-B : SA-F ... 63
Tabel 7. Rheologi Suspending Agent SA-B, SA-E, dan SA-F 63 ... 74
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Polimier Linier (Rantai Lurus) ... 8
Gambar 2. Polimer Ikatan Silang ... 8
Gamabr 3. Struktur Kristal-Amorfus Polimer ... 9
Gambar 4. Bentuk Serbuk Putih PVC ... 12
Gambar 5. Struktur molekul PVC ... 18
Gambar 6. Mekanisme Perbandingan Porositas Suspending Agent ... 24
Gambar 7. Model Fluida Newtonian ... 35
Gambar 8. Model Fluida Shear Thinning ... 36
Gambar 9. Model Fluida Shear Thickening ... 37
Gambar 10. Model Fluida Plastik ... 37
Gambar 11. Model Fluida Thixotropy ... 38
Gambar 12. Model Fluida Rheopexy ... 39
Gambar 13. Skema prosedur Kerja ... 47
Gambar 14. Perbandingan viskositas SA-B, SA-E dan SA-F dengan metode Brookfiled ... 50
Gambar 15. Perbandingan viskositas SA-B, SA-E dan SA-F dengan Metode Capillar ... 52
Gambar 16. Perbandingan viskositas metode Brookfield dan metode Capillar Campuran SA-B : SA-E ... 56
Gambar 17. Perbandingan viskositas metode Brookfield dan metode Capillar Campuran SA-B : SA-F ... 57
Gambar 18. Perbandingan Tegangan Permukaan SA-B, SA-E, dan SA-F ... 61
Gambar 19. Hubungan antara Tegangan Permukaan dengan pengenceran Campuran SA-B : SA-E dan SA-B : SA-F ... 64
xv
Gambar 20. Hasil microwatcher SA-B ... 66
Gambar 21. Hasil microwatcher SA-F ... 68
Gambar 22. Hasil microwatcher SA-E ... 69
Gamabr 23. Hasil microwatcher SA-B: SA-F ... 71
Gambar 24. Hasil microwatcher SA-B : SA-E ... 72
Gambar 25. Hubungan shear rate SA-B, SA-E, dan SA-F ... 75
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Nilai Koreksi Faktor Viskositas Capillar ... 86 Lampiran 2. Instrumen Utama yang Digunakan ... 87 Lampiran 3. Bahan-Bahan dan Larutan Suspending Agent yang Digunakan .. 90
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ilmu kimia merupakan ilmu teoritis praktis yang secara langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Berbagai jenis kebutuhan masyarakat seperti obat-obatan, pangan, plastik, alat-alat rumah tangga, tekstil dan sebagainya diproduksi melalui proses kimia. Namun, pada umumnya masyarakat masih awam dalam mengenal kimia. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya perhatian masyarakat terhadap bahan-bahan kimia yang terkandung dalam barang-barang kebutuhan masyarakat terutama kebutuhan hidup sehari-hari yang oleh masyarakat dianggap bahwa kimia itu berbahaya.
Perkembangan zaman saat ini, menuntut manusia hidup dalam era serba modern dengan menggunakan barang-barang yang terbuat dari polimer. Suatu polimer adalah rantai molekul yang panjang yang terdiri dari sejumlah besar satuan-satuan struktur molekul yang sama atau berulang. Materi lain terbuat dari polietilena (CH2=CH2)n , polipropilena (CH2=CHCH3)n , dan polistirena (CH2=CHC6H5)n yang saat ini digunakan dalam berbagai aplikasi dan ada dimana- mana (Hosier, et.al, 2004). Plastik, serat, elastomer, bahan pelapis, bahan perekat, karet, protein, selulosa, yang semuanya itu merupakan bagian dari polimer.
Contoh- contoh dari sintesis polimer, antara lain serat- serat tekstil poliester dari nilon, serat poliamida berkekuatan tinggi untuk rompi tahan peluru yang ringan, plastik polietilen untuk botol susu, karet untuk ban mobil, dan masih banyak
2 contoh-contoh penggunaan polimer karena alasan-alasan sifat uniknya atau ekonomisnya (Malcolm, 2001).
Polimer merupakan substansi organik yang memiliki bobot molekul tinggi yang biasanya disintesis dari senyawa berbobot molekul lebih rendah melalui proses polimerisasi, dengan proses adisi atau poses kondensasi. Suatu polimer adisi memiliki atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya. Sedangkan polimer kondensasi mengandung atom-atom yang lebih sedikit karena terbentuk nya produk sampingan selama berlangsungnya proses polimerisasi (Malcolm, 2001). Di tengah tuntutan akan bahan atau material yang handal, material polimer harus terus dikembangkan agar dapat bersaing dengan material lain semacam logam dan kaca. Polimer memiliki kestabilan termal yang sangat tinggi terutama plastik-plastik teknik yang dirancang menggantikan logam (Rohaeti, 2009). Oleh karena itu, untuk mendapatkan material polimer yang handal seringkali suatu bahan baku (resin) dari material polimer harus ditambahkan zat tambahan (aditif) lain atau digabung dengan material polimer lain agar dapat menghasilkan material baru yang lebih efisien dalam aplikasi tertentu (Shenoy, 1999).
Berdasarkan karakteristik prosesnya, polimer dibagi menjadi Thermoplastik dan Thermoset. Polivinil Klorida (PVC) termasuk ke dalam jenis polimer thermoplastik yaitu polimer-polimer yang tidak berikat silang (linier atau bercabang) biasanya bisa larut dalam beberapa pelarut, dan dalam banyak hal, akan melebur atau mengalir (Malcolm, 2001). Proses ekstrusi dan injection moulding bisa membentuk PVC ke bentuk yang diinginkan. Karena sifatnya yang termoplastik, daur ulang secara fisik PVC dapat dilakukan relatif mudah dimana material bisa dibentuk kembali dibawah proses pemanasan.
3 Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kestabilan masing-masing Suspending Agent (SA) yang akan digunakan untuk produksi PVC. Sehingga didapat hasil yang paling efisien dan ringkas untuk produksi PVC. Suspending Agent berfungsi mendispersikan partikel tidak larut kedalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan pengendapan bisa diperkecil. Suspending Agent digunakan untuk menjaga kelarutan VCM (Vinyl Chlor Monomer) dan mengembangkan PVC dalam suspensi. Suspending Agent yang terdapat di PT. Asahimas ada tiga yang sering digunakan untuk proses produksi, antara lain SA-B, SA-E, dan SA-F. Penamaan Suspending Agent ini berdasarkan pengkodean dari sistem teknologi standar yang digunakan di PT.
Asahimas Chemical.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah : a) Proses produksi PVC mana yang lebih efisien dan berkualitas tinggi.
b) Bagaimana pengaruh pengenceran terhadap viskositas, tegangan permukaan, microwatcher, dan Rheologi masing-masing Suspending Agent tunggal dan Suspending Agent campuran.
c) Bagaimana sifat fluida masing-masing Suspending Agent yang dihasilkan.
4 1.3. Tujuan Penelitian
a) Mengetahui pengaruh pengenceran terhadap viskositas masing-masing Suspending Agent (SA).
b) Membandingkan nilai viskositas hasil pengukuran dengan metode Brookfield dengan metode Capillar.
c) Mengetahui nilai tegangan permukaan masing-masing Suspending Agent tunggal dan campuran.
d) Mengamati pengaruh faktor pengadukan terhadap droplet Suspending Agent yang dihasilkan.
e) Mengetahui jenis aliran fluida masing-masing Suspending Agent dilihat dari visksositasnya. Apakah termasuk jenis Fluida Newtonian atau Non- Newtonian.
1.4. Manfaat Penelitian
a) Memberikan informasi mengenai proses produksi PVC yang lebih efisien dan berkualitas tinggi dengan menggunakan Suspending Agent.
b) Dalam jangka panjang hasil riset dapat digunakan sebagai dasar penyusunan formulasi untuk produksi PVC yang lebih efisien dan berkualitas tinggi.
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Polimer
Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani Poly, yang berarti banyak, dan mer, yang berarti bagian (Malcolm, 2001). Makromolekul merupakan istilah yang sinonim dengan polimer. Polimer disintesis dari molekul-molekul sederhana yang disebut monomer (bagian tunggal). Istilah polimer seringkali dihubungkan dengan molekul besar (suatu makromolekul) yang strukturnya bergantung pada monomer- monomer yang dipakai dalam preparasinya (Bower, 2002). Salah satu contohnya adalah Polivinil Chloride (PVC). Senyawa vinil klorida yang memiliki rumus molekul C2H3Cl merupakan salah satu produk senyawa Petrokimia yang memiliki aplikasi secara komersil yang cukup luas di dunia seperti pelapisan, pengemasan, dan pakaian (Hosier, I. L.,et al, 2004).
Polimer terbentuk melalui suatu proses yang disebut polimerisasi.
Polimerisasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi (Cowd, 1982). Polimerisasi adisi merupakan polimerisasi yang disertai dengan pemutusan ikatan rangkap dan diikuti oleh adisi monomer.
Polimerisasi adisi terjadi khusus pada senyawa yang mempunyai ikatan rangkap dua (umumnya dikenal dengan polimerisasi vinil). Contoh polimerisasi adisi pada pembentukan 1,3- Butadiena :
CH2=CH-CH=CH2 → {CH2CH=CHCH2}. ………. Persamaan (1) Pada Polimerisasi kondensasi terjadi reaksi antara 2 molekul bergugus fungsi dua atau lebih dan menghasilkan satu molekul besar serta molekul kecil
6 misalnya air (H2O). Contoh polimerisasi kondensasi yaitu pada pembentukan Etilen glikol (Malcolm, 2001).
HOCH2CH2OH (–H2O) {OCH2CH2} ……….. Persamaan (2) Polimer merupakan agregat yang bersifat koloid, terdiri atas banyak molekul kecil. Sifat itu diperoleh karena berbagai gaya tarik yang mengikat komponen polimer menjadi satu. Polimer terdiri atas runtunan monomer yang diulang-ulang yang dirangkaikan oleh ikatan kovalen. Sifat-sifat fisik polimer umumnya ditentukan oleh massa molekul, kekuatan gaya intermolekul, struktur polimer, dan fleksibilitas molekul polimer (Riswiyanto,2009). Ikatan pada molekul polimer umumnya dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Ikatan ion, yaitu ikatan yang kuat dan terjadi diantara unsur-unsur yang mempunyai keelektronegatifan. Atom yang satu membentuk kation, dengan energi pengionan yang rendah dan atom yang kedua membentuk anion, dengan afinitas elektron yang tinggi. Contohnya pada pembentukan Na+ Cl- (Sukardjo, 2002).
2. Ikatan kovalen, merupakan ikatan yang cukup kuat yang terjadi jika kedua unsur mempunyai keelektronegatifan yang relatif sama. Dalam hal ini dua atom membagi satu atau lebih pasangan elektron. Contohnya pada molekul klor atau Cl-Cl (Sukardjo, 2002).
3. Ikatan Hidrogen, merupakan ikatan yang lemah mempunyai energi berkisar 2-5 kkal.
4. Ikatan hasil hasil interaksi dipol-dipol. Ikatan ini mempunyai energi kurang dari 1 kkal (ikatan terjadi antarmolekul).
7 Suatu molekul polimer umumnya mempunyai lebih dari 100 unit monomer, dimana bilangan ini biasanya disebut dengan derajat polimerisasi (DP) atau n. Suatu persamaan untuk menghubungkan DP dengan persen konversi monomer. Jika dianggap bahwa ada N0 molekul awal, dan N molekul (total) setelah periode reaksi tertentu, maka jumlah molekul yang bereaksi adalah No-N.
Konversi reaksi p, diberikan persamaan 3 berikut :
…………. Persamaan (3)
Dimana : N = Molekul Total N0 = Molekul awal
Jumlah rata-rata unit ulang (repeating unit) dari seluruh molekul yang ada, sama dengan N0/N. Dengan mensubstitusi ini ke persamaan 3 diatas, maka didapat persamaan 4 :
………….. .. Persamaan (4)
Dimana : = Derajat polimerisasi P = Konversi reaksi
Derajat polimerisasi dinyatakan sebagai jumlah total unit-unit struktur, termasuk gugus ujung, dan oleh karenanya berhubungan dengan panjang rantai dan berat molekul (Malcolm, 2001). Massa molekul polimer adalah massa molekul dari monomer dikalikan dengan derajat polimerisasinya. Polimerisasi umumnya dapat terbentuk antara 2 molekul yang masing-masing mempunyai 2 gugus fungsi, atau molekul yang mempunyai ikatan rangkap dua.
8 Gambar 1. Polimer Linier (rantai lurus)
Polimer (makromolekul) adalah molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana. Pengulangan kesatuan berulang itu lurus (seperti rantai), maka molekul-molekul polimer seringkali digambarkan sebagai molekul rantai atau untai polimer. Beberapa rantai lurus atau bercabang dapat bergabung melalui sambungan silang yang terjadi ke berbagai arah membentuk polimer ikatan silang (Cowd, 1982).
Gambar 2. Polimer ikatan silang
Dalam suatu polimer linier, setiap monomer (yang bukan satuan ujung) harus membentuk suatu ikatan pada masing-masing ujungnya. Susunan satuan secara lain menghasilkan polimer bercabang. Ikatan antara rantai polimer disebut ikatan silang atau penghubung-silang. Ikatan silang dapat terbentuk pada waktu proses pemolimeran awal atau oleh reaksi pembentukan rantai polimer yang terjadi kemudian. Dalam beberapa hal, gugus fungsi dari monomer membentuk ikatan silang dan dalam keadaan lain haruslah dibubuhkan molekul kecil tambahan untuk berperan dalam proses pembentukan ikatan silang (Cowd, 1982).
9 Pada umumnya bahan polimer bersifat semi-kristalin, yang berarti memiliki bagian amorf maupun kristalin (Rohaeti, 2009). Keadaan amorfus adalah karakteristik dari polimer-polimer dalam keadaan padat yang oleh alasan struktur, tidak memperlihatkan kecenderungan terhadap kekristalin. Sedangkan kristalin berarti dalam rantai-rantai polimer tersusun secara teratur. Dengan melihat karakterisitk dari keadaan amorfus dan kristalin (atau semikristal), dan melihat berbagai bentuk struktur yang menimbulkannya, dan komposisi kimianya (Malcolm, 2001).
Gambar 3. Struktur kristal-amorfus polimer.
Pada gambar 3, A mewakili daerah berkristalin dan B mewakili daerah amorfus. Daerah berkristal dapat terbentuk jika rantai-rantai mampu saling mendekati sampai jarak sedemikian dekat sehingga menyebabkan gaya tarik antar rantai bekerja. Diantara daerah-daerah teratur terdapat daerah amorfus yang didalamnya rantai-rantai polimer berada dalam keadaan tidak teratur. Berbagai faktor menentukan apakah gaya antar rantai timbul atau tidak, tetapi secara mudah dapat dilihat bahwa rantai-rantai lurus dapat saling mendekati dengan jarak yang lebih pendek daripada rantai-rantai bercabang dalam polimer yang sama (Cowd, 1982).
10 Polimer sangat banyak manfaatnya, karena harganya ekonomis, efisien, dan aman digunakan. Polimer saat ini banyak diproduksi dalam skala industri karena peluang pasar yang terbuka. Atom Carbon membentuk rantai stabil dengan panjang yang dapat dikatakan tidak terbatas. Rantai ini merupakan tulang punggung dari molekul-molekul yang luar biasa besar yang mungkin mengandung ribuan bahkan jutaan atom. Senyawa ini dinamakan polimer, yang terbentuk dengan menghubungkan banyak sekali satuan monomer (monomer unit) kecil yang terpisah-pisah menjadi bentuk untaian atau jaringan (Suminar, 2003).
Produk polimer yang diproduksi secara komersial banyak digunakan karena harganya yang murah dan mudah dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Diantaranya Polietilena (PE), Polipropilena (PP), Polivinil Klorida (PVC), dan Polistirena (PS). PVC merupakan yang paling banyak dipakai karena paling ekonomis dan efisien (Daan., et al, 2007). Contoh polimer komoditi dan penggunaannya dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
Tabel 1. Contoh polimer komoditi dan penggunaannya
Tipe Singkatan Kegunaan
Polietilena massa jenis rendah
Polietilena massa jenis tinggi Polipropilena
Poli (vinil klorida) Polistirena
LDPE
HDPE PP PVC PS
Lapisan pengemas, barang mainan, perabotan, bahan pelapis, botol.
Drum, film, isolasi kawat dan kabel, lembaran.
Bagian mobil, perkakas, anyaman, karet, film.
Pipa, bahan bangunan, isolasi kawat dan kabel.
Bahan pengemas, isolasi busa, mainan, perabotan rumah.
Sumber : Malcolm, 2001
11 2.2. Polivinyl Chlorida (PVC)
Salah satu contoh produk polimer yaitu Polivinyl Chloride (PVC).
Polivinyl Chloride merupakan salah satu bagian dari polimer. PVC termasuk kedalam jenis polimer termoplastik yaitu suatu substansi yang kehilangan bentuk ketika dipanaskan dan menjadi rigid kembali ketika didinginkan. Dari beberapa tipe PE dan PVC yang ada, PVC termasuk termoplastik yang paling banyak digunakan (Tomas, et al, 2007). Proses ekstrusi dan injection moulding bisa membentuk PVC ke bentuk yang diinginkan. Karena sifatnya yang termoplastik, daur ulang secara fisik PVC dapat dilakukan relatif mudah dimana material bisa dibentuk kembali dibawah proses pemanasan. PVC dalam keadaan murni merupakan bahan yang bersifat kaku (Desnelli, 2010) . PVC merupakan polimer keras tetapi dapat dilunakan dengan pemlastis (plasticizer), biasanya golongan ester dengan bobot molekul rendah yang bertindak sebagai pelumas diantara rantai-rantai polimer (Hart, H., et al. 2003). Plasticizer ditambahkan kedalam polimer untuk memperbaiki fleksibilitas, dan prosesbilitas (Desnelli, 2010).
Polimer polivinil klorida (PVC) yang juga dikenal dengan resin vinyl, didapatkan dari polimerisasi senyawa vinil klorida pada suatu reaksi polimerisasi adisi radikal bebas. Sintesis PVC dapat dibuat oleh polimerisasi radikal dari VCM (Vinyl Chloride Monomer), yang dibawa oleh beberapa reaktor autoklaf (Torre, 2007).
12 Gambar 4. Bentuk serbuk putih PVC
PVC memiliki sifat keras dan kaku, mudah terdegradasi akibat panas dan cahaya, mudah disintesis, berbentuk serbuk putih sehingga lebih mudah diolah dan mudah larut pada suhu kamar. Struktur PVC terdiri dari 3 macam, yaitu isotaktik, sindiotaktik, dan ataktik (Cowd, 1982). Isotaktik terjadi ketika susunan monomernya mempunyai konfigurasi yang sama. Sindiotaktik ketika susunan monomernya berselang-seling dan konfigurasi yang sama. Sedangkan ataktik ketika susunan monomernya sama sekali acak (Malcolm, 2001).
Kegunaan dan produk PVC amat beragam. James W.E., et al (1996) menjelaskan secara garis besar bahwa pembagian PVC menjadi dua yaitu unplasticised PVC (uPVC atau PVC-U) yang bersifat rigid dan plasticised PVC yang bersifat fleksibel. PVC rigid diproses melalui tahapan dengan temperatur yang relatif rendah (Kim B.C., et al. 1986). PVC sangat luas penggunaannya dalam pasar di dunia. PVC rigid itu keras dan kaku. Salah satu penggunaan uPVC yang paling besar adalah untuk frame jendela. Material ini mudah untuk dilas dan
13 ditempelkan, bahkan dengan formulasi tertentu aman untuk digunakan pada aplikasi kemasan makanan. Aplikasi uPVC termasuk untuk:
a) Bangunan / konstruksi: frame jendela, pipa air, lantai, frame pintu, lembaran atap, genteng.
b) Electrical engineering: pipa insulasi, rumah telepon, rumah stop kontak.
c) Mechanical engineering: pipa bertekanan, rumah thermostat, pipa sambungan, ventilasi.
d) Packaging: casing pulpen, botol oli dan makanan, kotak cream, dll.
PVC yang diberi plasticizer lebih fleksibel. Sifat mekanik dari PVC jenis ini bergantung pada tipe dan kuantitas plasticizer yang ditambahkan. Aplikasi PVC fleksibel meliputi:
a) Electrical engineering: insulasi kabel dan kawat, soket, kepala kabel.
b) Mechanical engineering: pipa, komponen mobil dan komputer.
c) Bangunan/konstruksi: cover lantai, perekat jendela dan pintu.
d) Medis: tas penyimpan darah.
e) Lain-lain: selang, mainan anak-anak, masker penyelam, sepatu boot, jas hujan, sabuk pengaman, jok sepeda, kemasan makanan, sepatu, cover dinding, dll.
Ketika diproduksi, PVC bersifat amorf. Sifat ini tergantung pada nilai rata- rata derajat polimerisasi (panjang rantai molekul polimer). Pada temperatur diatas 1900C, butiran PVC terpecah menjadi tetesan. Proses ini yang disebut proses plastisasi. Perbedaan proses produksi polimer berkembang menjadi polimer emulsi (PVC-E), polimer suspensi (PVC-S), dan polimer massa (PVC- M) (Daan, et al, 2007)
14 Plastik, serat, elastromer, bahan pelapis, bahan perekat, karet, protein, selulosa, semuanya merupakan bagian dari kimia polimer. Ada 3 klasifikasi utama dari industri polimer, yaitu plastik, serat dan karet. Perbedaan dan kegunaan produk akhir dari ketiga polimer ini didasarkan pada tingkat yang besar dari sifat mekanik khusus polimer yang disebut modulus atau mempunyai arti kekakuan (stiffness). Serat mempunyai modulus tertinggi, sedangkan karet terendah. Pada saat ini, plastik ditakdirkan menggantikan logam-logam. Ada alasan-alasan ekonomis yang bisa diterima dalam kecenderungan tersebut. Plastik lebih ringan dan umumnya lebih tahan terhadap korosi. Seperti logam, plastik pun bisa dipadu untuk memperbaiki sifat-sifat fisiknya, dan dalam kaitan khusus dengan adanya kenaikan harga energi, plastik bisa diproduksi dan diproses dengan masukan energi yang lebih rendah daripada logam dan kaca (Malcolm,2001).
Plastik dibagi menjadi 2 klasifikasi utama berdasarkan pertimbangan- pertimbangan ekonomis dan kegunaannya, yaitu plastik komoditi dan plastik teknik. Plastik komoditi dicirikan oleh volumenya yang tinggi dan harga yang murah. Plastik ini bisa diperbandingkan dengan baja dan aluminium dalam industri logam. Plastik ini sering dipakai dalam bentuk barang yang bersifat pakai buang seperti lapisan pengemas. Sedangkan plastik teknik lebih mahal harganya dan volumenya lebih rendah, tetapi memiliki sifat mekanik yang unggul dan daya tahan yang lebih baik. Plastik teknik ini bersaing dengan logam, keramik, dan gelas dalam berbagai aplikasi (Malcolm,2001).
Salah satu jenis plastik komoditi yaitu Polivinyl Chlorida (PVC). Sifat PVC adalah keras, kaku, dan sedikit rapuh, dapat melunak pada pemanasan 800C tanpa titik lebur yang tajam. Jika suhu diturunkan, maka PVC akan menjadi rapuh
15 dan jika massanya dinaikkan maka sifat liatnya semakin besar. PVC murni sangat stabil terhadap minyak tumbuhan, minyak mineral, alkohol, dan senyawa anorganik. Bahan yang bersifat basa kuat dan bersifat mengoksidasi dapat mempengaruhi PVC (Cowd, 1982).
Penambahan processing aids kedalam campuran PVC dapat meningkatkan karakter dan sifat mekanik (Sombatsompop, et al, 2003). Faktor suhu mempengaruhi penentuan pembentukan suhu transisi gelas dan penurunan temperatur seperti proses pendinginan. Suhu transisi gelas terjadi ketika polimer melepaskan sifat-sifat gelasnya dan mengambil sifat-sifat yang umumnya lebih condong kepada karet. Suhu pada saat berlangsungnya batas perubahan itulah yang disebut suhu transisi gelas (Malcolm, 2001). Selain itu, faktor tegangan permukaan dan kecepatan aliran juga ikut mempengaruhi proses PVC.
2.2.1. Karakteristik Fisik PVC
PVC memiliki beberapa karakteristik dalam morfologi (bentuk) sebagai sebuah polimer. Morfologi yang terbentuk selama polimerisasi akan mempengaruhi kemampuan prosesnya (processability) dan properti fisik yang dihasilkan. Pada tabel 2 dijelaskan mengenai beberapa bentuk dari PVC:
16 Tabel 2. Morfologi PVC
Bentuk PVC Ukuran Deskripsi
Droplet
Membran
Grains
Skins
Partikel utama (primary particles)
Aglomerasi dari partikel
utama Domains
Microdomains.
Secondary Criystallinity.
30 -150 µm (diameter) 0,01 – 0,02 µm
(ketebalan)
grains 100 – 200 µm (diameter)
0,5 – 5 µm (ketebalan)
1 µm (diameter)
3 – 10 µm (diameter) 0,1 µm (diameter)
0,01 µm (spacing).
0,01 µm (spacing).
Terjadi karena adanya pendispersian monomer selama polimerisasi suspensi.
Membran pada lapisan monomer air dalam suspensi PVC (biasanya pada Poly Vinyl Alkohol).
Sesudah polimerisasi, free-flowing powder biasanya membuat droplet menjadi teraglomerasi pada polimerisasi massa.
Adanya shell pada grains akan membuat PVC yang terdeposit dalam membran selama proses polimerisasi suspensi.
Terbentuk sebagai tempat polimerisasi tunggal pada kedua suspensi dan polimerisasi massa oleh pengendapan polimer dari monomernya yang menjadikan lebih dari milyaran jumlah molekul.
Terbentuk selama polimerisasi dari penggabungan partikel utama.
Terbentuk pada kondisi tertentu yaitu pada temperatur cair yang tinggi (205 0C) dan pada temperatur kerja mekanis yang rendah (140 – 150 0C).
Spacing yang terkristalisasi.
Kristalinitas yang terbentuk dari amorphous melt dan berfungsi untuk penggabungan menjadi gelatin.
Dari uraian pada tabel 2, dapat diketahui bahwa PVC memiliki struktur yang dibangun di atas struktur lainnya yang akhirnya membentuk sebuah molekul raksasa yang disebut polimer. Lapisan yang saling terbentuk akan mempengaruhi performa dan semuanya saling berhubungan. Pada saat keadaan amorfus adalah karakteristik dari polimer-polimer dalam keadaan padat tidak memperlihatkan
17 kecenderungan terhadap kekristalan (Malcolm, 2001). Bahan baku PVC terdiri dari formulasi polymer blends atau paduan polimer yang akan tergantung pada parameter seperti jenis resin, ukuran partikel, porositas, plasticizer (pemplastis), temperatur viskositas, filler (bahan pengisi), stabilizer (penstabil), lubricant (pelumas), dan sebagainya (Schramn, 2000). Untuk menguji PVC yang dihasilkan dapat melalui uji mekanik dan uji thermal, diantaranya tensile testing, impact tester, hardness testing, SEM, heat deflection temperature, dan sebagainya (Sombatsompop, et al, 2001).
2.2.2. Proses Produksi PVC
Terdapat tiga metode umum yang biasa digunakan dalam pembuatan PVC dari VCM, yaitu polimerisasi suspensi, polimerisasi emulsi, dan polimerisasi bulk.
Lebih dari 75% PVC di dunia diproduksi dengan menggunakan proses suspensi (S-PVC). Metode suspensi merupakan proses yang sangat penting dalam produksi polimer Vinil seperti PVC, PS, dan PMMA (Polimetil Metakrilat) (Khan, et al, 1998). Proses suspensi ini terjadi dari VCM yang didispersikan dengan media air.
Proses polimerisasi ini merupakan proses yang kompleks dengan formulasi yang rumit karena menggunakan atau membran koloid (Olaru, et al, 2010).
Produk yang terbentuk bersifat porous dengan diameter butir antara 100- 250 mm. Sedangkan sekitar 15% produksi PVC di dunia menggunakan polimerisasi emulsi dan polimerisasi kopolimer, dimana produknya dalam bentuk dispersi lateks encer dari PVC dengan diameter partikel 0,1-2 mm, sedangkan yang menggunakan teknologi polimerisasi bulk adalah sekitar 10% dimana produknya didapat dengan cara mengeliminasi molekul air (Xie, T.Y et al., 1991).
18 PVC memiliki struktur molekul yang mirip dengan PE. Perbedaan antara kedua polimer tersebut adalah pada PVC salah satu atom H yang berikatan dengan atom C digantikan oleh atom Cl. Seperti ditunjukkan pada gambar 5 berikut :
Gambar 5. Struktur molekul PVC
Proses polimerisasi PVC (resin PVC) merupakan PVC murni yang belum ditambahkan aditif sama sekali. Resin PVC tidaklah stabil terhadap panas, tekanan, dan cahaya. Berbeda ukuran resin PVC dan berbagai macam plasticizers yang digunakan untuk mengendalikan proses pembentukan plastik ini (Nakajima, 1991). Plasticizer ditambahkan kedalam polimer untuk memperbaiki fleksibilitas, dan prosesbilitas (Desnelli, 2010). Resin PVC yang baik ditentukan oleh porositas. Penentuan porositas dari VCM (Vinyl Chlor Monomer) dilihat dari pertumbuhan dan stabilitas droplet yang dihasilkan (Anonym, 1999).
Dalam pembuatan PVC melalui polimerisasi suspensi, monomer dari vinil klorida dan monomer lainnya digabung dengan dan aditif lainnya seperti plasticizers, stabilizers, lubricant, fillers, anti oksidan, blowing agent, pigmen, dan sebagainya (Maier,1987). Pada polimerisasi suspensi, VCM dicampur dalam air, membentuk droplet kecil. Polimerisasi secara suspensi menghasilkan perbedaan bobot molekul berbeda (K-Value), ukuran butiran PVC, ukuran partikel, dan porositas. K-Value menunjukkan konstanta panjang rantai, yaitu
19 korelasi antara viskositas dengan rata-rata derajat polimerisasi. K-Value banyak digunakan sebagai standar pada produksi PVC. Bentuk dan ukuran partikel sebagian dipengaruhi oleh kondisi polimerisasi, diantaranya temperatur, ukuran reaktor, kondisi pengadukan, sistem pendingin, dan sebagainya. Untuk pengaruh paling dominan adalah (Anonym, 1999). Sedangkan menurut Torre (2007), pengadukan merupakan faktor yang paling mempengaruhi produksi ukuran droplet dan partikel PVC.
Pada polimerisasi emulsi, Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat-sifatnya. Pada umumnya ukuran partikel polimer emulsi berkisar antara 100- 250 nm. Ukuran partikel sangat menentukan sifat polimer emulsi seperti sifat aliran dan kestabilan polimer (Budianto, et al, 2008).
Pengukuran bobot molekul juga merupakan salah satu cara dasar pengukuran dalam polimer (Wagner, 1985).
Pada polimerisasi bulk, merupakan cara yang paling sederhana dan langsung untuk mengubah monomer menjadi polimer. Biasanya umpan untuk proses ini terdiri dari monomer, sejenis inisiator yang larut dalam monomer, dan suatu agen pemindah rantai (Chain transfer agent). Polimerisasi curah pada umumnya digunakan untuk memperoleh benda-benda dengan bentuk yang diinginkan dengan cetakan.
Polimer-polimer telah diklasifikasi menjadi dua kelompok utama, polimer adisi dan polimer kondensasi. Penggolongan ini didasarkan pada unit berulang dari suatu polimer yang mengandung atom- atom sama seperti monomer. Suatu polimer adisi memiliki atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya, sedangkan polimer kondensasi mengandung atom- atom yang lebih sedikit karena
20 terbentuknya produk sampingan selama berlangsungnya proses polimerisasi.
Tujuan dari proses polimerisasi adalah untuk menghasilkan resin dengan cara aman dan efisien, sehingga dapat ditangani dan diproses dengan mudah yang kemudian akan membentuk produk akhir dengan sifat-sifat yang diinginkan (Malcolm, 2001).
2.3. Suspending Agent
Suspending Agent adalah bahan aditif yang berfungsi mendispersikan partikel tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan sedimentasi diperlambat. Suspending Agent berfungsi mendispersikan partikel tidak larut kedalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan pengendapan bisa diperkecil. Suspending Agent digunakan untuk menjaga kelarutan VCM (Vinyl Chlor Monomer) dan mengembangkan PVC dalam suspensi. Mekanisme kerja Suspending Agent adalah untuk memperbesar kekentalan (viskositas), tetapi kekentalan yang berlebihan akan mempersulit pengadukan (Mark. E, 2008)
Suspending Agent digunakan untuk meningkatkan viskositas dan memperlambat proses pengendapan. Pembuatan formulasi ini harus memilih Suspending Agent secara tunggal atau kombinasi dan pada konsentrasi yang tepat.
Beberapa jenis Suspending Agent diantaranya Polivinil Alkohol (PVA), Metil hidroksipropilselulosa (MHPC). Penggunaan Suspending Agent ini tergantung temperatur, ukuran dan tipe dari reaktor (Maier, 1987). Selain itu, beberapa substansi jenis lain bisa digunakan sebagai Suspending Agent, contohnya metil metakrilat, etil akrilat, stirene/akrinonotril, organopolisiloksana, serta Methocel
21 Cellulose ethers (Anonym, 1999). Proses polimerisasi emulsi PVC menggunakan beberapa Suspending Agent yang berbeda yang disebut juga sebagai emulsifier (Mark. E, 2008).
Masing-masing Suspending Agent mempunyai fungsi yang berbeda, dan kombinasi dari Suspending Agent mempengaruhi kestabilan dari proses polimerisasi dari ukuran partikel PVC. Menurut Xie, T.Y., et al (1991). Ada 2 jenis Suspending Agent yaitu Suspending Agent primer dan Suspending Agent sekunder.
a. Suspending Agent (SA) primer
Suspending Agent jenis ini mempunyai tingkat polimerisasi dan hidrolisis yang tinggi pada suhu berkisar 300C, larut dalam air, tetapi tidak pada temperatur ruang VCM. Suspending Agent primer berfungsi untuk memisahkan membran koloid pada permukaan diantara fase air dan VCM, dan bertindak sebagai stabilizer dari droplet VCM. Kestabilan membran koloid tergantung dari tingkat polimerisasi PVA. Tingkat polimerisasi yang tinggi menstabilkan PVA molekul.
Pada penelitian ini digunakan 3 jenis Suspending Agent primer, yaitu : SA-B, SA- E, SA-F. Tingkat kestabilan dari semua jenis Suspending Agent tersebut adalah : SA-E > SA-B > SA-F.
SA-B merupakan yang paling populer dan sering digunakan untuk jangka waktu yang panjang. SA-B ini berfungsi untuk menstabilkan proses polimerisasi pada reaksi kecepatan yang tinggi, karena untuk menstabilkan membran koloid ini. Partikel PVC yang dihasilkan tidak terlalu berpori.
SA-E berfungsi sebagai pemisah membran koloid dari SA-E yang sangat stabil pada proses polimerisasi Bulk yang menghasilkan partikel PVC. Umumnya,
22 SA-E digunakan sebagai aditif dengan PVA untuk meningkatkan kepadatan proses polimerisasi Bulk.
SA-F merupakan jenis Suspending Agent yang baru yang ditemukan akhir- akhir ini. Membran koloid yang dibentuk sangat tidak stabil dikarenakan tingkat polimerisasi yang rendah. Biasanya SA-F digunakan dengan PVA pada tingkat polimerisasi yang tinggi seperti pada SA-B. Partikel PVC yang dihasilkan berpori.
b. Suspending Agent (SA) sekunder
Suspending Agent jenis ini merupakan PVA dengan tingkat polimerisasi dan hidrolisis yang rendah, larut dalam VCM, tetapi tidak larut dalam air pada temperatur ruang. Suspending Agent ini menyebar kedalam droplet VCM dan meningkatkan porositas dalam partikel PVC. Contoh Suspending Agent sekunder yaitu SA-G (selain SA-B, SA-E, SA-F). Biasanya Suspending Agent ini digunakan sebagai aditif dengan PVA lain untuk meningkatkan porositas.
Pada polimerisasi suspensi, campuran monomer dalam air diaduk kuat dan droplet yang dihasilkan distabilkan dengan adanya Suspending Agent atau koloid yang terlindungi. PVA dan Polivinil asetat seringkali digunakan sebagai Suspending Agent sekunder dalam proses polimerisasi suspensi (Olaru, et al, 2010). Suspending Agent sekunder ini berfungsi untuk meningkatkan penyerapan plasticizer yang diperlukan untuk menstabilkan ukuran partikel dan mengendalikan kekentalan. Suspending Agent sekunder ini merupakan materi organofilik diantaranya turunan selulosa, sebagian hidrolisis Polivinilasetat dan kopolimernya ( Maier, 1987).
23 Ukuran partikel primer meningkat dan porositas menurun dengan meningkatnya konversi pada proses polimerisasi ini. Pada prosesnya, VCM yang tersuspensi, berfungsi sebagai droplet, pada larutan campuran air dengan Suspending Agent (Bao, et al, 2003). Pada gambar 6 ditunjukkan mekanisme perbandingan porositas Suspending Agent.
Pada mekanisme pembentukan porositas Suspending Agent primer, droplet VCM yang stabil ditandai dengan bentuk droplet yang rapat sekeliling kulit.
Partikel droplet ini bereaksi melekat satu sama lain dalam kulit. Sesaat kemudian droplet dalam kulit akan mengkerut. Droplet yang mengkerut ini menyebabkan porositas droplet menjadi rusak. Sedangkan pada pembentukan Suspending Agent sekunder, VCM yang tercampur PVA dropletnya menyebar lebih banyak dan merata. Membran lapisan berpori sehingga droplet mulai melekat membentuk partikel kecil di sekeliling kulit lapisan. Pada tahap ini struktur jaringan tahap awal terbentuk sempurna. Volume partikel yang mengkerut tidak terlalu banyak seperti pada Suspending Agent primer. Sehingga terbentuklah droplet VCM yang berpori.
24 Volume droplet
mengkerut
Suspending Agent Primer Suspending Agent Sekunder
↓ ↓
↓ ↓
↓ ↓
↓ ↓
Porositas droplet rusak Droplet berpori
Gambar 6. Mekanisme pembentukan porositas Suspending Agent (Xie, T.Y et al., 1991)
Droplet VCM yang stabil
Bentuk droplet yang rapat sekeliling kulit
Partikel droplet yang terbentuk melekat satu sama lain
Larutan dari PVA ke VCM
Penyebaran droplet lebih banyak dan rata
Membran lapisan membrane berpori
Droplet mulai melekat membentuk partikel kecil
Struktur jaringan tahap awal terbentuk sempurna
Volume partikel yang mengkerut tidak terlalu banyak.
25 2.4. Interaksi Polimer dengan Cairan
Banyak sekali sifat bahan polimer yang bergantung pada massa molekulnya, misalnya kelarutan, ketercetakan, kekentalan, dan larutan serta lelehan. Faktor yang menentukan kelarutan polimer lebih banyak daripada faktor yang mempengaruhi kelarutan bahan bermassa molekul rendah. Beberapa polimer tidak mempunyai keadan jenuh. Polimer tersebut larut sempurna atau hanya menggembung oleh pelarut tertentu. Jika polimer itu larut, maka dengan menambahkan lebih banyak polimer, proses kelarutan mungkin menjadi lebih lambat atau bahkan dicegah oleh kekentalan larutan yang semakin tinggi, bukan karena tercapainya keadaan jenuh. Kelarutan polimer berkurang dengan bertambahnya massa molekul. Salah satu ciri polimer adalah menghasilkan larutan yang jauh lebih kental daripada pelarut murninya. Pengukuran viskositas larutan polimer dapat digunakan antara lain untuk menaksir massa molekul polimer (Cowd, 1982).
Viskositas adalah sebuah ukuran penolakan sebuah fluida terhadap perubahan bentuk di bawah tekanan shear. Biasanya diterima sebagai kekentalan, atau penolakan terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluida kepada aliran dan dapat dipikir sebagai sebuah cara untuk mengukur gesekan fluida. Peningkatan viskositas dapat mengurangi proses sedimentasi dan meningkatkan stabilitas fisik. Metode yang biasa digunakan untuk meningkatkan viskositas yaitu dengan menambahkan .
Viskositas polimer dalam pelarut sangat dipengaruhi berat molekul (distribusi berat molekul) polimer (Nichetti, 1998). Viskositas larutan polimer cenderung berkurang dengan turunnya konsentrasi dan dengan naiknya suhu. Pada
26 saat larutan diencerkan, rantai menjadi terpisah lebih berjauhan, dan tolak- menolak antar muatan pada rantai yang sama dapat menyebabkan rantai memanjang sehingga kekentalan naik. Gejala ini disebut sifat polielektrolit, yakni kekentalan larutan polimer berkurang pada saat larutan mulai diencerkan, tetapi pada pengenceran lebih lanjut kekentalan justru meningkat lagi (Cowd, 1982).
Indeks kekentalan atau indeks viskositas adalah perubahan nilai viskositas akibat adanya perubahan temperatur. Perubahan ini timbul akibat adanya perubahan ikatan molekul yang menyusun fluida tersebut. Akibatnya, apabila sebuah fluida, misalnya minyak pelumas, dikenakan sebuah temperatur yang berbeda, maka kekentalannya akan berubah. Perubahan tersebut tergantung dari sifat fisika maupun kimia fluida tersebut. Ada fluida yang jika terkena temperatur tinggi akan semakin mengental dan ada pula yang semakin encer (Cowd, 1982).
Distribusi bobot molekul sendiri dipengaruhi oleh suhu reaksi. Kontrol suhu yang kurang baik sepanjang reaksi merupakan salah satu faktor yang mungkin terjadi pada kasus ini. Gaya tarik menarik antarmolekul yang besar dalam cairan menghasilkan viskositas yang tinggi. Koefisien viskositas didefinisikan sebagai hambatan pada aliran cairan. Viskositas cairan yang partikelnya besar dan berbentuk tak teratur lebih tinggi daripada yang partikelnya kecil dan bentuknya teratur. Semakin tinggi suhu cairan, semakin kecil viskositasnya (Malcolm, 2001).
Viskositas dipengaruhi oleh temperatur, tekanan, kohesi dan laju perpindahan momentum molekularnya. Viskositas zat cair cenderung menurun seiring bertambahnya kenaikan temperatur. Hal ini disebabkan gaya–gaya kohesi pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin
27 bertambahnya temperatur pada zat cair yang menyebabkan penurunan viskositas dari zat cair tersebut.
Tegangan permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan gaya antarmolekul dalam cairan dan didefinisikan sebagai hambatan peningkatan luas permukaan cairan. Awalnya tegangan permukaan didefinisikan pada antarpermukaan cairan dan gas. Namun, tegangan yang mirip juga ada pada antarpermukaan cairan-cairan, atau padatan dan gas. Tegangan semacam ini secara umum disebut dengan tegangan permukaan (Bhattacharya, 2003).
2.5. Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun.
Perbandingan antara viskositas larutan polimer terhadap viskositas pelarut murni dapat dipakai untuk menentukan massa molekul nisbi polimer. Metode viskositas mempunyai kelebihan daripada metode lain, yakni lebih cepat dan lebih mudah, alatnya murah, serta perhitungan hasilnya lebih sederhana. Metode yang biasa dipakai untuk mengukur viskositas pelarut dan larutan polimer adalah penggunaan Viscometer Ostwald atau Viscometer Ubbelohde (Cowd, 1982).
Pada dasarnya yang dipakai pengukuran waktu yang diperlukan pelarut atau larutan polimer untuk mengalir diantara 2 tanda, yaitu x dan y. Dalam Viscometer Ostwald, volume cairan harus dibuat tetap karena ketika cairan mengalir kebawah melalui pipa kapiler A, ia harus mendorong cairan naik ke B.
Akibatnya, jika volume cairan berbeda pada beberapa percobaan, maka massa cairan yang didorong akan naik pada tabung B akan berubah pula, sehingga
28 menghasilkan waktu alir yang tak taat asas. Sedangkan pada Viskometer Ubbelohde, pengukuran tak bergantung pada volume cairan yang dipakai, karena viskometer ini dirancang untuk bekerja dengan cairan mengalir melalui kapiler tanpa cairan dibawahnya. Waktu alir diukur untuk pelarut dan untuk larutan polimer pada berbagai kepekatan. Viskometer Ubbelohde mempunyai keunggulan, yakni untuk mencapai berbagai konsentrasi, larutan polimer dapat diencerkan dalam viskometer dengan menambahkan sejumlah terukur pelarut, karena volume cairan yang dipakai tidak penting (Riswiyanto, 2009).
Teori dasar viskositas larutan polimer dapat digunakan untuk mengukur massa molekul. Jika viskositas larutan polimer adalah η, dan viskositas pelarut murni adalah η0, maka viskositas jenis (ηsp) larutan polimer menjadi :
ηsp = η-η0/η0 ………. Persamaan (5) Persamaan 5 ini menggambarkan peningkatan viskositas yang disebabkan oleh polimer. Karena massa jenis berbagai larutan hampir sama dengan massa jenis pelarut, maka dapat dikatakan viskositas setiap larutan hasil pengenceran berbanding lurus dengan waktu alirnya. Sehingga persamaannya menjadi:
ηsp = t2-t1/t1 ………. Persamaan (6) Pada persamaan 6, t2 adalah waktu alir larutan, sedangkan t1 adalah waktu alir untuk pelarut. Viskositas cairan juga dapat ditentukan berdasarkan hukum Stokes. Benda yang bergerak dalam fluida kental mengalami gaya gesek berdasarkan jatuhnya benda melalui medium zat cair itu.
29 2.6. Tegangan Permukaan Cairan
Cairan cenderung mengambil bentuk yang meminimalkan luas permukaannya, karena dengan demikian jumlah maksimum molekul ada pada bagian terbesar dan dikelilingi oleh jumlah gaya tarik molekul- molekul dalam cairan sama ke segala arah, tetapi molekul- molekul pada permukaan cairan lebih tertarik kedalam cairan. Ini disebabkan karena jumlah molekul dalam fase uap lebih kecil daripada fase cair. Akibatnya zat cair selalu berusaha mendapatkan luas permukaan terkecil. Karena itu tetesan- tetesan cairan dan gelembung- gelembung gas berbentuk bulat, karena bentuk ini mempunyai luas permukaan terkecil (Cowd, 1982).
Tegangan permukaan merupakan sifat dari cairan terhadap udara sehingga membuatnya bertindak seolah-olah dilapisi oleh selaput tipis. Molekul didalam cairan saling berinteraksi satu sama lain dengan molekul-molekul lain dari segala sisi, sedangkan molekul disepanjang permukaan hanya dipengaruhi oleh molekul yang berada dibawahnya. Interaksi molekul dalam zat cair diseimbangkan oleh gaya tarik yang sama ke segala arah. Tegangan permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan gaya antarmolekul dalam cairan dan didefinisikan sebagai hambatan peningkatan luas permukaan cairan. Awalnya tegangan permukaan didefinisikan pada antarpemukaan cairan dan gas. Namun, tegangan yang mirip juga ada pada antarpermukaan cairan-cairan, atau padatan dan gas.
Tarikan antarmolekul dalam dua fasa dan tegangan permukaan antara dua jenis partikel ini akan menurun bila temperatur menurun.
Tegangan permukaan juga bergantung pada struktur zat yang terlibat.
Molekul dalam cairan ditarik oleh molekul di sekitarnya secara homogen ke
30 segala arah. Namun, molekul di permukaan hanya ditarik ke dalam oleh molekul yang di dalam dan dengan demikian luas permukaan cenderung berkurang. Inilah asal mula teori tegangan permukaan. Adanya gaya-gaya kearah dalam yang menyebabkan adanya kecenderungan untuk mengerut, juga menyebabkan permukaan cairan seakan- akan berada dalam keadaan tegang. Tegangan ini disebut tegangan permukaan, yang didefinisikan sebagai gaya dalam dyne yang bekerja sepanjang 1 cm pada permukaan zat cair. Satuan tegangan permukaan = dyne/ cm, jadi sama dengan satuan tenaga permukaan (Mazandarani, et al, 2007) .
Tegangan permukaan cairan dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain dengan : (1).Tensiometer yaitu dengan prinsip Bubble pressure, yaitu metode dengan mengukur tegangan maksimal dari tiap gelembung. (2) Metode drop weight yaitu pengukuran tegangan permukaan cairan-udara dan tegangan antarpermukaan cair-cair, yaitu dengan mengukur berat per tetesan yang jatuh.
(3) Metode capilllary rise yaitu apabila cairan membasahi bejana, maka cairan permukaan akan berbentuk cekung, dimana tekanan dalam cairan lebih kecil daripada tekanan pada fasa gas. Metode Tensiometer (cara du Nuoy), suatu cincin Pt dimasukkan dalam cairan yang diselidiki dan gaya yang diperlukan untuk memisahkan cincin dari permukaan cairan diukur. Metode ini baik digunakan karena lebih akurat dan cepat dalam pengukuran tegangan permukaan. Tegangan permukaan semua zat cair turun bila temperatur naik dan menjadi nol pada temperatur kritis.
31 2.7. Pengukuran Tegangan Permukaan
Ketika dua larutan berbeda dicampurkan maka salah satu kemungkinan yang dapat terjadi adalah terbentuknya dua lapisan dikarenakan kedua larutan tidak bercampur. Diantara dua lapisan yang tidak bercampur tersebut terbentuk suatu interaksi yang menyebabkan terjadinya tegangan antar permukaan.
Konsep dan pengukuran tegangan permukaan didapat dari teori polimer larutan (Roe, 1966). Menurut Bhattacharya, et al (2003) ada beberapa aspek yang perlu ditinjau dalam pengujian dengan tegangan permukaan ini, antara lain:
konsentrasi dan sifat kimia senyawa polimer dengan berat molekul berbeda, temperatur, dan efek dari penambahan senyawa PVA dengan berat molekul berbeda. Analit yang biasanya digunakan adalah Polivinil Alkohol (PVA), karena karakter senyawanya yang bisa dipakai dalam banyak aplikasi (Bhattacharya, et al, 2003).
Tegangan permukaan merupakan karakteristik spesifik suatu cairan yang bergantung pada berbagai faktor. Diantara faktornya adalah suhu, tekanan, massa jenis, dan konsentrasi zat terlarut (Gaines, 1969). Oleh karena itu, pengkondisisan instrument Surface Tension Meter sangat menentukan nilai tegangan permukaan analit.
Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur tegangan permukaan suatu cairan adalah metode plat wilhelmy yang didasarkan pada gaya yang diperlukan untuk menarik plat tipis dari permukaan cairan. Plat yang terbuat dari platina ataupun gelas yang digantung pada salah satu lengan neraca dan dimasukkan kedalam cairan yang akan diselidiki. Ketika bagian bawah plat yang
32 terorientasi vertikal melakukan kontak dengan permukaan cairan, cairan yang membasahi permukaan plat akan cenderung naik dan membentuk miniskus.
Pengukuran tegangan permukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan droplet yang dihasilkan. SA dibutuhkan dalam eksperimen untuk penentuan ukuran droplet. Jika tidak ditambahkan SA tersebut, tidak ada gelembung yang dapat terbentuk. Gelembung merupakan daerah dimana uap atau mungkin juga udara terperangkap dalam lapisan tipis. SA juga ditambahkan untuk menurunkan tegangan permukaan dari air sehingga campuran pelarut organik dan air dapat bercampur.
2.8. Rheologi
Rheologi berasal dari bahas Yunani yaitu Rheo dan logos. Rheo berarti mengalir, dan logos berarti ilmu. Sehingga Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fluida dan deformasi zat padat. Pada singkatnya Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat dari suatu fluida atau bahan bergerak baik itu bersifat cair atau gas. Rheologi berfungsi untuk mengenali sifat-sifat fluida ketika fluida tersebut bergerak dalam suatu aliran tertentu. Sebagai contoh adalah ketika ada aliran air yang mengalir dalam suatu pipa maka bagaimana sifat pergerakan air dalam pipa itu dipelajari dalam Rheologi. Dahulu Rheologi dikenal sebagai mekanika fluida namun sekarang lebih dikhususkan tidak hanya pada mekanisme pergerakan pada fluida tersebut namun juga mengenali sifat-sifat fluida ketika bergerak dalam suatu alat atau media tertentu (Steffe, 1996).
Fungsi utama Rheologi ini dalam kehidupan sehari-hari antara lain adalah pada produksi suatu material yang berbentuk cair atau gas. Contohnya adalah
33 bagaimana pola pergerakan gas pada tabung LPG, supaya tidak bocor apabila digunakan untuk keperluan memasak di rumah tangga. Peran Rheologi disini adalah bagaimana mengatur aliran gas ketika mengalir ke dalam pipa supaya hanya terbakar pada area tertentu dari kompor dan tidak membakar diluar area sumbu kompor. Tentu dibutuhkan ukuran pipa serta sumbu kompor yang sesuai dengan tekanan serta sifat aliran gas alam tersebut. Perhitungan tekanan serta ukuran pipa tersebut dilakukan melalui aplikasi Rheologi.
Rheologi erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas merupakan suatu tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas, semakin besar tahanannya untuk mengalir. Viskositas dinyatakan dalam symbol ή.
Penggolongan bahan menurut tipe aliran dari deformasi ada 2, yaitu system Newtonian dan sistem Non Newtonian. Digunakan istilah Shear Rate (D) dv/dr untuk menyatakan perbedaan kecepatan (dv) antara 2 bidang cairan yang dipisahkan oleh jarak yang sangat kecil (dr). Shear stress (F’/A), untuk menyatakan gaya persatuan luas yang diperlukan untuk menyebabkan aliran (Honey , et al, 2000).
F’/A = ή dv/dr ή = F’/A = F
dimana :
F’/A = Shear Stress (N/m2) ή = Yield Stress (N/m2) dv/dr = Shear rate (1/s)
Viskositas (ή) merupakan perbandingan antara Shearing Stress (F'/A) dan Shear rate (dv/dr). Rumusan ini disebut juga dengan Herschel-Bulkley atau
34 Bingham model. Hubungan antara shear rate dan viskositas sangat sensitif terhadap proses polimerisasi (Nichetti, et al, 1998). Satuan viskositas adalah poise atau dyne detik cm-2. Berdasarkan grafik sifat aliran fluida non-newtonian terbagi atas dua kelompok yaitu fluida yang sifat alirannya tidak dipengaruhi oleh waktu.
yaitu : fluida plastik, fluida pseudoplastik, dan fluida dilatan. Fluida yang sifat alirannya dipengeruhi oleh waktu :fluida tiksotropik, fluida rheopeksi, dan fluida viskoelastis (Jiang, et al, 2003).
Aliran fluida ada 2 yaitu aliran fluida Newtonian yang merupakan aliran yang gayanya sebanding dengan alirannya. Dan yang kedua aliran fluida Non- newtonian yang terbagi menjadi 3 yaitu : shear thinning, shear thickening, dan plasticity (Sayhan,2010). Aliran fluida Non-Newtonian biasanya menunjukkan nilai viskositas yang menurun ketika kecepatan aliran meningkat (Brown, et al, 2009). Banyak materi dari fluida Non-newtonian memperlihatkan ciri pseudoplastik (Shear-thinning atau thickening), keadaan dimana viskositas menurun dengan meningkatnya shear rate atau viskoplastik (yield stess) (Sayhan, 2010). Shear thinning relatif mengarah pada fluida Newtonian untuk semua nilai bobot molekul K-values (Mitsoulis, 2007).
Pada gambar 7, ditunjukkan model fluida Newtonian yang mempunyai temperatur dan tekanan yang konstan. Viskositas tidak berpengaruh terhadap shear rate, dengan kata lain nilai viskositas tidak berubah terhadap shear rate dan nilai viskositas akan sama pada keadaan shear rate berbeda. Sifat fluida Newtonian lebih cenderung kepada cairan non-polar seperti hidrokarbon atau air (Sayhan, 2010).
Shear rate