• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Suspending Agent

Suspending Agent adalah bahan aditif yang berfungsi mendispersikan partikel tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan sedimentasi diperlambat. Suspending Agent berfungsi mendispersikan partikel tidak larut kedalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan pengendapan bisa diperkecil. Suspending Agent digunakan untuk menjaga kelarutan VCM (Vinyl Chlor Monomer) dan mengembangkan PVC dalam suspensi. Mekanisme kerja Suspending Agent adalah untuk memperbesar kekentalan (viskositas), tetapi kekentalan yang berlebihan akan mempersulit pengadukan (Mark. E, 2008)

Suspending Agent digunakan untuk meningkatkan viskositas dan memperlambat proses pengendapan. Pembuatan formulasi ini harus memilih Suspending Agent secara tunggal atau kombinasi dan pada konsentrasi yang tepat.

Beberapa jenis Suspending Agent diantaranya Polivinil Alkohol (PVA), Metil hidroksipropilselulosa (MHPC). Penggunaan Suspending Agent ini tergantung temperatur, ukuran dan tipe dari reaktor (Maier, 1987). Selain itu, beberapa substansi jenis lain bisa digunakan sebagai Suspending Agent, contohnya metil metakrilat, etil akrilat, stirene/akrinonotril, organopolisiloksana, serta Methocel

21 Cellulose ethers (Anonym, 1999). Proses polimerisasi emulsi PVC menggunakan beberapa Suspending Agent yang berbeda yang disebut juga sebagai emulsifier (Mark. E, 2008).

Masing-masing Suspending Agent mempunyai fungsi yang berbeda, dan kombinasi dari Suspending Agent mempengaruhi kestabilan dari proses polimerisasi dari ukuran partikel PVC. Menurut Xie, T.Y., et al (1991). Ada 2 jenis Suspending Agent yaitu Suspending Agent primer dan Suspending Agent sekunder.

a. Suspending Agent (SA) primer

Suspending Agent jenis ini mempunyai tingkat polimerisasi dan hidrolisis yang tinggi pada suhu berkisar 300C, larut dalam air, tetapi tidak pada temperatur ruang VCM. Suspending Agent primer berfungsi untuk memisahkan membran koloid pada permukaan diantara fase air dan VCM, dan bertindak sebagai stabilizer dari droplet VCM. Kestabilan membran koloid tergantung dari tingkat polimerisasi PVA. Tingkat polimerisasi yang tinggi menstabilkan PVA molekul.

Pada penelitian ini digunakan 3 jenis Suspending Agent primer, yaitu : B, SA-E, SA-F. Tingkat kestabilan dari semua jenis Suspending Agent tersebut adalah : SA-E > SA-B > SA-F.

SA-B merupakan yang paling populer dan sering digunakan untuk jangka waktu yang panjang. SA-B ini berfungsi untuk menstabilkan proses polimerisasi pada reaksi kecepatan yang tinggi, karena untuk menstabilkan membran koloid ini. Partikel PVC yang dihasilkan tidak terlalu berpori.

SA-E berfungsi sebagai pemisah membran koloid dari SA-E yang sangat stabil pada proses polimerisasi Bulk yang menghasilkan partikel PVC. Umumnya,

22 SA-E digunakan sebagai aditif dengan PVA untuk meningkatkan kepadatan proses polimerisasi Bulk.

SA-F merupakan jenis Suspending Agent yang baru yang ditemukan akhir-akhir ini. Membran koloid yang dibentuk sangat tidak stabil dikarenakan tingkat polimerisasi yang rendah. Biasanya SA-F digunakan dengan PVA pada tingkat polimerisasi yang tinggi seperti pada SA-B. Partikel PVC yang dihasilkan berpori.

b. Suspending Agent (SA) sekunder

Suspending Agent jenis ini merupakan PVA dengan tingkat polimerisasi dan hidrolisis yang rendah, larut dalam VCM, tetapi tidak larut dalam air pada temperatur ruang. Suspending Agent ini menyebar kedalam droplet VCM dan meningkatkan porositas dalam partikel PVC. Contoh Suspending Agent sekunder yaitu SA-G (selain SA-B, SA-E, SA-F). Biasanya Suspending Agent ini digunakan sebagai aditif dengan PVA lain untuk meningkatkan porositas.

Pada polimerisasi suspensi, campuran monomer dalam air diaduk kuat dan droplet yang dihasilkan distabilkan dengan adanya Suspending Agent atau koloid yang terlindungi. PVA dan Polivinil asetat seringkali digunakan sebagai Suspending Agent sekunder dalam proses polimerisasi suspensi (Olaru, et al, 2010). Suspending Agent sekunder ini berfungsi untuk meningkatkan penyerapan plasticizer yang diperlukan untuk menstabilkan ukuran partikel dan mengendalikan kekentalan. Suspending Agent sekunder ini merupakan materi organofilik diantaranya turunan selulosa, sebagian hidrolisis Polivinilasetat dan kopolimernya ( Maier, 1987).

23 Ukuran partikel primer meningkat dan porositas menurun dengan meningkatnya konversi pada proses polimerisasi ini. Pada prosesnya, VCM yang tersuspensi, berfungsi sebagai droplet, pada larutan campuran air dengan Suspending Agent (Bao, et al, 2003). Pada gambar 6 ditunjukkan mekanisme perbandingan porositas Suspending Agent.

Pada mekanisme pembentukan porositas Suspending Agent primer, droplet VCM yang stabil ditandai dengan bentuk droplet yang rapat sekeliling kulit.

Partikel droplet ini bereaksi melekat satu sama lain dalam kulit. Sesaat kemudian droplet dalam kulit akan mengkerut. Droplet yang mengkerut ini menyebabkan porositas droplet menjadi rusak. Sedangkan pada pembentukan Suspending Agent sekunder, VCM yang tercampur PVA dropletnya menyebar lebih banyak dan merata. Membran lapisan berpori sehingga droplet mulai melekat membentuk partikel kecil di sekeliling kulit lapisan. Pada tahap ini struktur jaringan tahap awal terbentuk sempurna. Volume partikel yang mengkerut tidak terlalu banyak seperti pada Suspending Agent primer. Sehingga terbentuklah droplet VCM yang berpori.

24 Volume droplet

mengkerut

Suspending Agent Primer Suspending Agent Sekunder

↓ ↓

Gambar 6. Mekanisme pembentukan porositas Suspending Agent (Xie, T.Y et al., 1991)

Droplet VCM yang stabil

25 2.4. Interaksi Polimer dengan Cairan

Banyak sekali sifat bahan polimer yang bergantung pada massa molekulnya, misalnya kelarutan, ketercetakan, kekentalan, dan larutan serta lelehan. Faktor yang menentukan kelarutan polimer lebih banyak daripada faktor yang mempengaruhi kelarutan bahan bermassa molekul rendah. Beberapa polimer tidak mempunyai keadan jenuh. Polimer tersebut larut sempurna atau hanya menggembung oleh pelarut tertentu. Jika polimer itu larut, maka dengan menambahkan lebih banyak polimer, proses kelarutan mungkin menjadi lebih lambat atau bahkan dicegah oleh kekentalan larutan yang semakin tinggi, bukan karena tercapainya keadaan jenuh. Kelarutan polimer berkurang dengan bertambahnya massa molekul. Salah satu ciri polimer adalah menghasilkan larutan yang jauh lebih kental daripada pelarut murninya. Pengukuran viskositas larutan polimer dapat digunakan antara lain untuk menaksir massa molekul polimer (Cowd, 1982).

Viskositas adalah sebuah ukuran penolakan sebuah fluida terhadap perubahan bentuk di bawah tekanan shear. Biasanya diterima sebagai kekentalan, atau penolakan terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluida kepada aliran dan dapat dipikir sebagai sebuah cara untuk mengukur gesekan fluida. Peningkatan viskositas dapat mengurangi proses sedimentasi dan meningkatkan stabilitas fisik. Metode yang biasa digunakan untuk meningkatkan viskositas yaitu dengan menambahkan .

Viskositas polimer dalam pelarut sangat dipengaruhi berat molekul (distribusi berat molekul) polimer (Nichetti, 1998). Viskositas larutan polimer cenderung berkurang dengan turunnya konsentrasi dan dengan naiknya suhu. Pada

26 saat larutan diencerkan, rantai menjadi terpisah lebih berjauhan, dan tolak- menolak antar muatan pada rantai yang sama dapat menyebabkan rantai memanjang sehingga kekentalan naik. Gejala ini disebut sifat polielektrolit, yakni kekentalan larutan polimer berkurang pada saat larutan mulai diencerkan, tetapi pada pengenceran lebih lanjut kekentalan justru meningkat lagi (Cowd, 1982).

Indeks kekentalan atau indeks viskositas adalah perubahan nilai viskositas akibat adanya perubahan temperatur. Perubahan ini timbul akibat adanya perubahan ikatan molekul yang menyusun fluida tersebut. Akibatnya, apabila sebuah fluida, misalnya minyak pelumas, dikenakan sebuah temperatur yang berbeda, maka kekentalannya akan berubah. Perubahan tersebut tergantung dari sifat fisika maupun kimia fluida tersebut. Ada fluida yang jika terkena temperatur tinggi akan semakin mengental dan ada pula yang semakin encer (Cowd, 1982).

Distribusi bobot molekul sendiri dipengaruhi oleh suhu reaksi. Kontrol suhu yang kurang baik sepanjang reaksi merupakan salah satu faktor yang mungkin terjadi pada kasus ini. Gaya tarik menarik antarmolekul yang besar dalam cairan menghasilkan viskositas yang tinggi. Koefisien viskositas didefinisikan sebagai hambatan pada aliran cairan. Viskositas cairan yang partikelnya besar dan berbentuk tak teratur lebih tinggi daripada yang partikelnya kecil dan bentuknya teratur. Semakin tinggi suhu cairan, semakin kecil viskositasnya (Malcolm, 2001).

Viskositas dipengaruhi oleh temperatur, tekanan, kohesi dan laju perpindahan momentum molekularnya. Viskositas zat cair cenderung menurun seiring bertambahnya kenaikan temperatur. Hal ini disebabkan gaya–gaya kohesi pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin

27 bertambahnya temperatur pada zat cair yang menyebabkan penurunan viskositas dari zat cair tersebut.

Tegangan permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan gaya antarmolekul dalam cairan dan didefinisikan sebagai hambatan peningkatan luas permukaan cairan. Awalnya tegangan permukaan didefinisikan pada antarpermukaan cairan dan gas. Namun, tegangan yang mirip juga ada pada antarpermukaan cairan-cairan, atau padatan dan gas. Tegangan semacam ini secara umum disebut dengan tegangan permukaan (Bhattacharya, 2003).

2.5. Viskositas

Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun.

Perbandingan antara viskositas larutan polimer terhadap viskositas pelarut murni dapat dipakai untuk menentukan massa molekul nisbi polimer. Metode viskositas mempunyai kelebihan daripada metode lain, yakni lebih cepat dan lebih mudah, alatnya murah, serta perhitungan hasilnya lebih sederhana. Metode yang biasa dipakai untuk mengukur viskositas pelarut dan larutan polimer adalah penggunaan Viscometer Ostwald atau Viscometer Ubbelohde (Cowd, 1982).

Pada dasarnya yang dipakai pengukuran waktu yang diperlukan pelarut atau larutan polimer untuk mengalir diantara 2 tanda, yaitu x dan y. Dalam Viscometer Ostwald, volume cairan harus dibuat tetap karena ketika cairan mengalir kebawah melalui pipa kapiler A, ia harus mendorong cairan naik ke B.

Akibatnya, jika volume cairan berbeda pada beberapa percobaan, maka massa cairan yang didorong akan naik pada tabung B akan berubah pula, sehingga

28 menghasilkan waktu alir yang tak taat asas. Sedangkan pada Viskometer Ubbelohde, pengukuran tak bergantung pada volume cairan yang dipakai, karena viskometer ini dirancang untuk bekerja dengan cairan mengalir melalui kapiler tanpa cairan dibawahnya. Waktu alir diukur untuk pelarut dan untuk larutan polimer pada berbagai kepekatan. Viskometer Ubbelohde mempunyai keunggulan, yakni untuk mencapai berbagai konsentrasi, larutan polimer dapat diencerkan dalam viskometer dengan menambahkan sejumlah terukur pelarut, karena volume cairan yang dipakai tidak penting (Riswiyanto, 2009).

Teori dasar viskositas larutan polimer dapat digunakan untuk mengukur massa molekul. Jika viskositas larutan polimer adalah η, dan viskositas pelarut murni adalah η0, maka viskositas jenis (ηsp) larutan polimer menjadi :

ηsp = η-η00 ………. Persamaan (5) Persamaan 5 ini menggambarkan peningkatan viskositas yang disebabkan oleh polimer. Karena massa jenis berbagai larutan hampir sama dengan massa jenis pelarut, maka dapat dikatakan viskositas setiap larutan hasil pengenceran berbanding lurus dengan waktu alirnya. Sehingga persamaannya menjadi:

ηsp = t2-t1/t1 ………. Persamaan (6) Pada persamaan 6, t2 adalah waktu alir larutan, sedangkan t1 adalah waktu alir untuk pelarut. Viskositas cairan juga dapat ditentukan berdasarkan hukum Stokes. Benda yang bergerak dalam fluida kental mengalami gaya gesek berdasarkan jatuhnya benda melalui medium zat cair itu.

29 2.6. Tegangan Permukaan Cairan

Cairan cenderung mengambil bentuk yang meminimalkan luas permukaannya, karena dengan demikian jumlah maksimum molekul ada pada bagian terbesar dan dikelilingi oleh jumlah gaya tarik molekul- molekul dalam cairan sama ke segala arah, tetapi molekul- molekul pada permukaan cairan lebih tertarik kedalam cairan. Ini disebabkan karena jumlah molekul dalam fase uap lebih kecil daripada fase cair. Akibatnya zat cair selalu berusaha mendapatkan luas permukaan terkecil. Karena itu tetesan- tetesan cairan dan gelembung- gelembung gas berbentuk bulat, karena bentuk ini mempunyai luas permukaan terkecil (Cowd, 1982).

Tegangan permukaan merupakan sifat dari cairan terhadap udara sehingga membuatnya bertindak seolah-olah dilapisi oleh selaput tipis. Molekul didalam cairan saling berinteraksi satu sama lain dengan molekul-molekul lain dari segala sisi, sedangkan molekul disepanjang permukaan hanya dipengaruhi oleh molekul yang berada dibawahnya. Interaksi molekul dalam zat cair diseimbangkan oleh gaya tarik yang sama ke segala arah. Tegangan permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan gaya antarmolekul dalam cairan dan didefinisikan sebagai hambatan peningkatan luas permukaan cairan. Awalnya tegangan permukaan didefinisikan pada antarpemukaan cairan dan gas. Namun, tegangan yang mirip juga ada pada antarpermukaan cairan-cairan, atau padatan dan gas.

Tarikan antarmolekul dalam dua fasa dan tegangan permukaan antara dua jenis partikel ini akan menurun bila temperatur menurun.

Tegangan permukaan juga bergantung pada struktur zat yang terlibat.

Molekul dalam cairan ditarik oleh molekul di sekitarnya secara homogen ke

30 segala arah. Namun, molekul di permukaan hanya ditarik ke dalam oleh molekul yang di dalam dan dengan demikian luas permukaan cenderung berkurang. Inilah asal mula teori tegangan permukaan. Adanya gaya-gaya kearah dalam yang menyebabkan adanya kecenderungan untuk mengerut, juga menyebabkan permukaan cairan seakan- akan berada dalam keadaan tegang. Tegangan ini disebut tegangan permukaan, yang didefinisikan sebagai gaya dalam dyne yang bekerja sepanjang 1 cm pada permukaan zat cair. Satuan tegangan permukaan = dyne/ cm, jadi sama dengan satuan tenaga permukaan (Mazandarani, et al, 2007) .

Tegangan permukaan cairan dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain dengan : (1).Tensiometer yaitu dengan prinsip Bubble pressure, yaitu metode dengan mengukur tegangan maksimal dari tiap gelembung. (2) Metode drop weight yaitu pengukuran tegangan permukaan cairan-udara dan tegangan antarpermukaan cair-cair, yaitu dengan mengukur berat per tetesan yang jatuh.

(3) Metode capilllary rise yaitu apabila cairan membasahi bejana, maka cairan permukaan akan berbentuk cekung, dimana tekanan dalam cairan lebih kecil daripada tekanan pada fasa gas. Metode Tensiometer (cara du Nuoy), suatu cincin Pt dimasukkan dalam cairan yang diselidiki dan gaya yang diperlukan untuk memisahkan cincin dari permukaan cairan diukur. Metode ini baik digunakan karena lebih akurat dan cepat dalam pengukuran tegangan permukaan. Tegangan permukaan semua zat cair turun bila temperatur naik dan menjadi nol pada temperatur kritis.

31 2.7. Pengukuran Tegangan Permukaan

Ketika dua larutan berbeda dicampurkan maka salah satu kemungkinan yang dapat terjadi adalah terbentuknya dua lapisan dikarenakan kedua larutan tidak bercampur. Diantara dua lapisan yang tidak bercampur tersebut terbentuk suatu interaksi yang menyebabkan terjadinya tegangan antar permukaan.

Konsep dan pengukuran tegangan permukaan didapat dari teori polimer larutan (Roe, 1966). Menurut Bhattacharya, et al (2003) ada beberapa aspek yang perlu ditinjau dalam pengujian dengan tegangan permukaan ini, antara lain:

konsentrasi dan sifat kimia senyawa polimer dengan berat molekul berbeda, temperatur, dan efek dari penambahan senyawa PVA dengan berat molekul berbeda. Analit yang biasanya digunakan adalah Polivinil Alkohol (PVA), karena karakter senyawanya yang bisa dipakai dalam banyak aplikasi (Bhattacharya, et al, 2003).

Tegangan permukaan merupakan karakteristik spesifik suatu cairan yang bergantung pada berbagai faktor. Diantara faktornya adalah suhu, tekanan, massa jenis, dan konsentrasi zat terlarut (Gaines, 1969). Oleh karena itu, pengkondisisan instrument Surface Tension Meter sangat menentukan nilai tegangan permukaan analit.

Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur tegangan permukaan suatu cairan adalah metode plat wilhelmy yang didasarkan pada gaya yang diperlukan untuk menarik plat tipis dari permukaan cairan. Plat yang terbuat dari platina ataupun gelas yang digantung pada salah satu lengan neraca dan dimasukkan kedalam cairan yang akan diselidiki. Ketika bagian bawah plat yang

32 terorientasi vertikal melakukan kontak dengan permukaan cairan, cairan yang membasahi permukaan plat akan cenderung naik dan membentuk miniskus.

Pengukuran tegangan permukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan droplet yang dihasilkan. SA dibutuhkan dalam eksperimen untuk penentuan ukuran droplet. Jika tidak ditambahkan SA tersebut, tidak ada gelembung yang dapat terbentuk. Gelembung merupakan daerah dimana uap atau mungkin juga udara terperangkap dalam lapisan tipis. SA juga ditambahkan untuk menurunkan tegangan permukaan dari air sehingga campuran pelarut organik dan air dapat bercampur.

2.8. Rheologi

Rheologi berasal dari bahas Yunani yaitu Rheo dan logos. Rheo berarti mengalir, dan logos berarti ilmu. Sehingga Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fluida dan deformasi zat padat. Pada singkatnya Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat dari suatu fluida atau bahan bergerak baik itu bersifat cair atau gas. Rheologi berfungsi untuk mengenali sifat-sifat fluida ketika fluida tersebut bergerak dalam suatu aliran tertentu. Sebagai contoh adalah ketika ada aliran air yang mengalir dalam suatu pipa maka bagaimana sifat pergerakan air dalam pipa itu dipelajari dalam Rheologi. Dahulu Rheologi dikenal sebagai mekanika fluida namun sekarang lebih dikhususkan tidak hanya pada mekanisme pergerakan pada fluida tersebut namun juga mengenali sifat-sifat fluida ketika bergerak dalam suatu alat atau media tertentu (Steffe, 1996).

Fungsi utama Rheologi ini dalam kehidupan sehari-hari antara lain adalah pada produksi suatu material yang berbentuk cair atau gas. Contohnya adalah

33 bagaimana pola pergerakan gas pada tabung LPG, supaya tidak bocor apabila digunakan untuk keperluan memasak di rumah tangga. Peran Rheologi disini adalah bagaimana mengatur aliran gas ketika mengalir ke dalam pipa supaya hanya terbakar pada area tertentu dari kompor dan tidak membakar diluar area sumbu kompor. Tentu dibutuhkan ukuran pipa serta sumbu kompor yang sesuai dengan tekanan serta sifat aliran gas alam tersebut. Perhitungan tekanan serta ukuran pipa tersebut dilakukan melalui aplikasi Rheologi.

Rheologi erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas merupakan suatu tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas, semakin besar tahanannya untuk mengalir. Viskositas dinyatakan dalam symbol ή.

Penggolongan bahan menurut tipe aliran dari deformasi ada 2, yaitu system Newtonian dan sistem Non Newtonian. Digunakan istilah Shear Rate (D) dv/dr untuk menyatakan perbedaan kecepatan (dv) antara 2 bidang cairan yang dipisahkan oleh jarak yang sangat kecil (dr). Shear stress (F’/A), untuk menyatakan gaya persatuan luas yang diperlukan untuk menyebabkan aliran (Honey , et al, 2000).

F’/A = ή dv/dr ή = F’/A = F

dimana :

F’/A = Shear Stress (N/m2) ή = Yield Stress (N/m2) dv/dr = Shear rate (1/s)

Viskositas (ή) merupakan perbandingan antara Shearing Stress (F'/A) dan Shear rate (dv/dr). Rumusan ini disebut juga dengan Herschel-Bulkley atau

34 Bingham model. Hubungan antara shear rate dan viskositas sangat sensitif terhadap proses polimerisasi (Nichetti, et al, 1998). Satuan viskositas adalah poise atau dyne detik cm-2. Berdasarkan grafik sifat aliran fluida non-newtonian terbagi atas dua kelompok yaitu fluida yang sifat alirannya tidak dipengaruhi oleh waktu.

yaitu : fluida plastik, fluida pseudoplastik, dan fluida dilatan. Fluida yang sifat alirannya dipengeruhi oleh waktu :fluida tiksotropik, fluida rheopeksi, dan fluida viskoelastis (Jiang, et al, 2003).

Aliran fluida ada 2 yaitu aliran fluida Newtonian yang merupakan aliran yang gayanya sebanding dengan alirannya. Dan yang kedua aliran fluida Non-newtonian yang terbagi menjadi 3 yaitu : shear thinning, shear thickening, dan plasticity (Sayhan,2010). Aliran fluida Non-Newtonian biasanya menunjukkan nilai viskositas yang menurun ketika kecepatan aliran meningkat (Brown, et al, 2009). Banyak materi dari fluida Non-newtonian memperlihatkan ciri pseudoplastik (Shear-thinning atau thickening), keadaan dimana viskositas menurun dengan meningkatnya shear rate atau viskoplastik (yield stess) (Sayhan, 2010). Shear thinning relatif mengarah pada fluida Newtonian untuk semua nilai bobot molekul K-values (Mitsoulis, 2007).

Pada gambar 7, ditunjukkan model fluida Newtonian yang mempunyai temperatur dan tekanan yang konstan. Viskositas tidak berpengaruh terhadap shear rate, dengan kata lain nilai viskositas tidak berubah terhadap shear rate dan nilai viskositas akan sama pada keadaan shear rate berbeda. Sifat fluida Newtonian lebih cenderung kepada cairan non-polar seperti hidrokarbon atau air (Sayhan, 2010).

Shear rate

35

(a) (b)

Gambar 7. Model fluida Newtonian

Pada gambar 7, dapat dilihat fluida Newtonian terjadi ketika pada temperatur konstan, viskositas tidak dipengaruhi kecepatan fluida (shear rate).

Aliran ini terdapat pada larutan non-polar seperti hidrokarbon, oli, atau air. Fluida Newtonian mempunyai hubungan lurus terhadap shear stress dan shear rate (Sayhan, 2010). Dari gambar 7a, terlihat garis linear yang menandakan bahwa kecepatan aliran dipengaruhi oleh waktu. Semakin besar nilai shear rate (γ), maka nilai shear stress (π) semakin tinggi. Sedangkan pada gambar 7b, dapat dilihat fungsi konstan, yaitu berapapun nilai shear rate (γ), maka nilai viskositas (η) tetap konstan.

Dalam jurnalnya Al Khatib (2006) menjelaskan bahwa viskoplastik mempunyai yield stress. Rheologi dari koloid suspensi terdiri dari partikel mikro yang menyebar dalam fluida Newtonian (Bergenholtz, et al, 2002). Shear thinning dan shear thickening merupakan standar baku pengukuran Rheologi dalam pengukuran viskositas sebuah fluida yang berhubungan dengan shear rate. Seperti ditunjukkan pada gambar 8 berikut:

Shear rate

Viskositas

Shear rate

Viskositas

36

(a) (b)

Gambar 8. Model fluida Shear thinning

Pada gambar 8, ditunjukkan model shear thinning. Fluida shear thinning sering juga disebut pseudoplastik. Pada gambar 8a, nilai viskositas meningkat seiring dengan meningkatnya nilai shear rate (γ). Sedangkan gambar 8b menunujukkan grafik yang menurun, artinya nilai viskositas yang menurun dengan meningkatnya nilai shear rate (γ), artinya semakin lama waktu alir, maka viskositas semakin turun. Semakin besar nilai shear rate (γ), maka nilai viskositas (η) semakin kecil. Kecepatan rotasi pengadukan pada larutan menghancurkan struktur pada molekul sehingga viskositas menurun (Sayhan, 2010). Contoh aplikasi pada cat, emulsi, dan larutan dispersi lainnya.

Fluida Non-Newtonian lainnya, shear thickening atau sering disebut sebagai dilatan yang mempunyai karakter viskositas (η) meningkat seiring dengan meningkatnya shear rate (γ). Shear thickening diperlukan untuk pertimbangan dalam produksi aplikasi industri diantaranya penggilingan, pelapisan, penyemprotan, dan pengadukan dari fluida ini. Shear thickening ditemukan pada fluida yang terkonsentrasi dalam suspensi non-agregat. Ukuran partikel juga mempengaruhi nilai shear thickening dan shear rate ini (Ramirez, 2004).

Shear rate Shear rate

Viskositas Viskositas

37 Gambar 9. Model fluida Shear thickening

Pada gambar 9, dijelaskan fluida jenis shear thickening atau dilatan, dapat dilihat dari karakterisasi dengan meningkatnya viskositas (η) dan meningkatnya shear rate (γ). Aliran ini biasanya terdapat pada padatan, seperti tanah lempung, campuran pasir dan air. Dalam larutan suspensi, nilai shear thickening dan shear

Pada gambar 9, dijelaskan fluida jenis shear thickening atau dilatan, dapat dilihat dari karakterisasi dengan meningkatnya viskositas (η) dan meningkatnya shear rate (γ). Aliran ini biasanya terdapat pada padatan, seperti tanah lempung, campuran pasir dan air. Dalam larutan suspensi, nilai shear thickening dan shear

Dokumen terkait