• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah.

Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny et al, 2010)

The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 dan World Health Organization-International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 telah memperbaharui klasifikasi, definisi, serta stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang.

Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003

Tabel 2.2. Defenisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari WHO-ISH 1999 Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Normal-Tinggi 130-139 85-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Derajat 1 Derajat 2

140-159

≥ 160

atau atau

90-99

≥ 100

(2)

(ringan)

Subgrup: borderline

140-149 90-94

Hipertensi Derajat 2 (sedang)

160-169 100-109

Hipertensi Derajat 3 (berat)

Isolated Systolic Hypertension

Subgrup : borderline

≥ 180

≥140 140-149

≥ 110

< 90

< 90

2.2. Penyebab Hipertensi

Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial), yang memungkinkan umur panjang, kecuali apabila infark miokardium, kecelakaan serebrovaskular, atau penyulit lainnya. Selain itu terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang disebut dengan hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh gangguan organ lainya. Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan hipertensi yaitu, glomerulonefritis akut, penyakit ginjal kronis, penyakit polikistik, stenosis arteria renalis, vaskulitis ginjal, dan tumor penghasil renin. Gangguan pada sistem endokrin juga dapat menyebabkan hipertensi, dintaranya seperti hiperfungsi adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen, makanan yang mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase), feokromositoma, akromegali, hipotiroidisme, dan akibat kehamilan. Gangguan pada sistem kardiovaskular seperti koarktasio aorta, poliarteritis nodosa, peningkatan volume intravaskular, peningkatan curah jantung, dan rigiditas aorta juga dapat menyebabkan hipertensi, begitu pula dengan gangguan neurologik seperti psikogenik, peningkatan intrakranium, apnea tidur, dan stres akut (Cohen, 2008).

(3)

2.3. Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko seperti diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis, sistem saraf simpatis (tonus simpatis dan variasi diurnal), keseimbangan modulator vasodilatasi dan vasokontriksi, serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan aldosteron.

Pasien prehipertensi beresiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi; mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular daripada yang tekanan darahnya lebih rendah.

Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg yang merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah diastolik. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko lainnya, serta individu berumur 55 tahun memiliki 90%

risiko untuk mengalami hipertensi (Yogiantoro, 2006).

2.4. Mekanisme Hipertensi

Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik yang mempengaruhi dua variabel hemodinamik: curah jantung dan resistansi perifer. Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume darah sangat bergantung pada homeostasis natrium. Resistansi perifer total terutama ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara pengaruh vasokontriksi humoral (termasuk angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator (termasuk kinin, prostaglandin, dan

(4)

oksida nitrat). Resistensi pembuluh juga memperlihatkan autoregulasi; peningkatan aliran darah memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Faktor lokal lain seperti pH dan hipoksia, serta interaksi saraf (sistem adrenergik α- dan β-), mungkin penting. Ginjal berperan penting dalam pengendalian tekanan darah, melalui sistem renin-angiotensin, ginjal mempengaruhi resistensi perifer dan homeostasis natrium. Angiontensin II meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resitensi perifer (efek langsung pada sel otot polos vaskular) dan volume darah (stimulasi sekresi aldosteron, peningkatan reabsorbsi natrium dalam tubulus distal). Ginjal juga mengasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi yang mungkin melawan efek vasopresor angiotensin. Bila volime darah berkurang, laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate) turun sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus proksimal sehingga natrium ditahan dan volume darah meningkat (Kumar, et al, 2007).

Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial). Beberapa faktor diduga berperan dalam defek primer pada hipertensi esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetik maupun lingkungan. Penurunan ekskresi natrium pada tekanan arteri normal mungkin merupakan peristiwa awal dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium kemudian dapat menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan darah yang lebih banyak natrium untuk mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan. Oleh karena itu, ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap steady state (“penyetelan ulang natriuresis tekanan”). Namun, hal ini menyebabkan peningkatan stabil tekanan darah. Hipotesis alternatif menyarankan bahwa pengaruh vasokonstriktif (faktor yang memicu perubahan struktural langsung di dinding pembuluh sehingga resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasikonstriktif yang kronis atau berulang dapat menyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi. Faktor lingkungan mungkin memodifikasi ekspresi gen pada

(5)

peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktifitas fisik berkurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi (Kumar, et al, 2007).

2.5. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung yang bisa mengenai jantung, otak, ginjal, arteri perifer, dan mata. Beberapa penelitian mengatakan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membukt ikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β) (Yogiantoro, 2006).

Tabel 2.3. Faktor Risiko Kardiovaskular

Dapat Dimodifikasi Tidak dapat Dimodifikasi Hipertensi

Merokok

Obesitas (BMI ≥ 30) Physical Inactivity Dislipidemia Diabetes mellitus

Mikroalbuminemia atau GFR < 60 ml/min

Umur (pria > 55 tahun, wanita > 65 tahun)

Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular prematur (pria < 55 tahun, wanita < 65 tahun)

Sumber : Yogiantoro, 2006.

2.6. Diagnosis Hipertensi

(6)

Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan, yaitu untuk menilai gaya hidup dan faktor risiko kardiovaskular lainnya atau bersamaan gangguan yang mungkin mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan, untuk mengetahui penyebab tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).

Pemeriksaan pada hipertensi menurut PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) (2003), terdiri atas:

1. Riwayat penyakit

a. Lama dan klasifikasi hipertensi b. Pola hidup

c. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular (Tabel 2.3) d. Riwayat penyakit kardiovaskular

e. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi f. Target organ yang rusak

g. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan 2. Pemeriksaan fisik

a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral c. Tinggi badan dan berat badan

d. Pemeriksaan funduskopi

e. Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstemitas f. Refleks saraf

3. Pemeriksaan laboratorium a. Urinalisa

b. Darah : platelet, fibrinogen

c. Biokimia : pot assium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat 4. Pemeriksaan tambahan

a. Foto rontgen dada

(7)

b. EKG 12 lead c. Mikroalbuminuria d. Ekokardiografi

Tekanan darah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang akurat adalah awal yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua kali dan ambil rata- ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2 pembacaan per kunjungan diperoleh dari masing-masing 3 kali pertemuan selama 2 sampai 4 minggu diperoleh tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau 90 mmHg untuk diastolik.

Menurut JNC 7, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau kurang.

Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 samapi 139/89 mmHg. Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 sampai 159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 sampai 99 mmHg. Serta hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 100 mmHg (Cohen, 2008).

2.7. Penatalaksanaan Hipertensi 2.7.1. Target Tekanan Darah

Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association (AHA) merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria (Cohen, 2008).

(8)

2.7.2. Algoritme Penanganan Hipertensi

Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7 (2003), dijelaskan pada skema dibawah ini:

Modifikasi Gaya Hidup

Tak mencapai sasaran TD (<140/90 mmHg atau <130/80 mmHg pada penderita DM atau penyakit ginjal kronik

Pilihan obat untuk terapi permulaan

Hipertensi tanpa Indikasi Khusus Hipertensi Indikasi Khusus

Hipertensi derajat 1 (TD sistolik 140-159

mmHg atau TD diastolik 90-99 mmHg)

Umumnya diberikan diuretik gol.

Thiazide.Bisa dipertimbangkan pemberian penghambat EKA, ARB, penyekat β,

antagonis Ca atau kombinasi

Hipertensi derajat 2 (TD sistolik ≥ 160

mmHg atau TD diastolik ≥ 100 mmHg)

Umumnya diberikan kombinasi 2 macam obat (biasanya diuretik

gol. Thiazide dan penghambat EKA, atau

ARB atau penyekat β, atau antogonis Ca

Obat-obatan untuk indikasi khusus.

Obat anti hiipertensi lainnya (diuretik, penghambat EKA,

ARB, penyekat β, antagonis Ca) sesuai

yang diperlukan

Sasaran Tekanan Darah tak Tercapai

Optimalkan dosis atau penambahan jenis obat sampai target tekanan darah tercapai. Pertimbangkan konsultasi dengan spesialis hipertensi

(9)

Skema 2.1. (Sumber : National Institutes of Health, 2003)

2.7.3. Modifikasi Gaya Hidup

Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat secara keseluruhan (Kotchen, 2008).

Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah. Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik.

Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi ~ 14 g etanol) berhubungan

(10)

dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah (Kotchen, 2008).

Tabel 2.4. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi Modifikasi Rekomendasi Penurunan potensial

TD sistolik Diet natrium Membatasi diet natrium tidak

lebih dari 2400 mg/hari atau 100 meq/hari

2-8 mmHg

Penurunan Berat Badan

Menjaga berat badan normal;

BMI = 18,5-24,9 kg/

5-20 mmHg per 10 kg penururnan berat badan

Olahraga aerobik Olahraga aerobik secara teratur, bertujuan untuk melakukan aerobik 30 menit

Latihan sehari-hari dalam seminggu. Disarankan pasien berjalan-jalan 1 mil per hari di atas tingkat aktivitas saat ini

4-9 mmHg

Diet DASH Diet yang kaya akan buah- buahan, sayuran, dan mengurangi jumlah lemak jenuh dan total

4-14 mmHg

Membatasi konsumsi alkohol

Pria ≤2 minum per hari, wanita

≤1 minum per hari

2-4 mmHg

(11)

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).

2.7.4. Terapi Farmakologi

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 adalah:

a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist b. Beta Blocker (BB)

c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB) d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau A receptor antagonist/blocker (ARB) Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi.

Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah (Yogiantoro, 2006).

(12)

Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:

a. CCB dan BB

b. CCB dan ACEI atau ARB c. CCB dan diuretika

d. AB dan BB

e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Tabel 2.5. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi Menurut ESH (European Society of Hypertension) (2003).

Kelas Obat Indikasi Kontraindikasi

Mutlak Tidak Mutlak Diuretika

(Thiazide)

Gagal jantung kongestif, usia lanjut, isolated systolic hypertension, ras Afrika

gout Kehamilan

Diuretika (Loop) Insufisiensi ginjal, gagal jantung kongestif

Diuretika (anti aldosteron)

Gagal jantung kongestif, pasca infark miokardium

Gagal ginjal, hiperkalemia

Penyekat β Angina pektoris, pasca infark miokardium, gagal

jantung kongestif, kehamilan, takiaritmia

Asma, penyakit paru obstruktif menahun, A-V block (derajat 2 atau 3)

Penyakit

pembuluh darah perifer,

intoleransi

gluko sa, atlit atau pasien yang aktif secara fisik Calcium

Antagonist

Usia lanjut, isolated systolic hypertension, angina

Takiaritmia,

gagal jantung

(13)

(dihydropiridine) pektoris, penyakit pembuluh darah perifer,

aterosklerosis karotis, kehamilan

kongestif

Calcium Antigonist (verapamil, diltiazem)

Angina pektoris, aterosklerotis karotis, takikardia supraventrikuler

A-V block (derajat 2 atau 3), gagal jantung kongestif

Pengahambat ACE

Gagal jantung kongestif, disfungsi ventrikel kiri, pasca infark miokardium, non-diabetik nefropati

Kehamilan, hiperkalemia, stenosis arteri renalis bilateral Angiotensin II

receptor antagonist (AT1-blocker)

Nefropati DM tipe 2, mikroalbuminuria diabetik, proteinuria, hipertropi ventrikel kiri, batuk karena ACEI

Kehamilan, hiperkalemia, stenosis arteri renalis bilateral

Α-Blocker Hiperplasia prostat (BPH), hiperlipidemia

Hipotensi ortostatis

Gagal jantung kongestif

Tabel 2.6. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7 Klasifikasi

Tekanan Darah

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

Perbaikan Pola Hidup

Terapi Obat Awal Tanpa Indikasi

yang Memaksa

Dengan Indikasi yang

Memaksa Normal < 120 Dan < 80 Dianjurkan

ya

Prehipertensi 120-139 Atau 80- ya Tidak indikasi Obat-obatan

(14)

89 obat untuk indikasi yang memaksa Hipertensi

derajat 1

140-159 Atau 90- 99

ya Diuretika jenis Thiazide untuk sebagian besar kasus dapat dipertimbangka n ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi

Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa obat

antihipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB) sesuai

kebutuhan Hipertensi

derajat 2

≥ 160 Atau 100

ya Kombinasi 2

obat untuk sebagian besar kasus umumnya diuretika jenis Thiazide dan ACEI atau ARB atau BB atau CCB

2.8. Upaya Peningkatan Kontrol Hipertensi

Model perilaku menyarankan bahwa terapi yang diterapikan oleh dokter dapat mengontrol tekanan darah pasien hanya bila pasien tersebut memiliki motivasi untuk menjalani pengobatan dan menjalankan modifikasi gaya hidup yang baik. Motivasi timbul ketika pasien mendapatkan pengalaman yang positif, percaya kepada dokternya. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hasil pengobatan; empati dapat membangun kepercayaan dan merupakan motivator yang potensial (National

(15)

Hubungan dokter-pasien adalah berdasarkan kepercayaan, menghormati, dan pengetahuan holistik pasien berkorelasi dengan hasil positif dari perawatan, seperti kepatuhan, kepuasan, dan status kesehatan. Pasien sering mengevaluasi kompetensi dokter berdasarkan keterampilan layanan pasien mereka, bukan keterampilan klinis mereka. Layanan pasien adalah termasuk kemudahan akses, waktu tunggu yang minimal, dan tanggapan yang positif dari staf pekerja, semua mempengaruhi kepuasan penyedia dan kepatuhan pasien. Dokter adalah model peran dan harus melatih staf dengan meningkatkan positif interaktif, dan lingkungan empati. Hal Ini akan meningkatkan kenyamanan pasien dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam perawatan mereka sendiri (National Institutes of Health, 2003).

Menurut Boulware (2001), Intervensi perilaku pada pasien, seperti konseling, terbukti efektif meningkatkan kontrol tekanan darah. Edukasi pasien terhadap hipertensi, diantaranya adalah:

a. Menilai pemahaman pasien dan penerimaan atas diagnosa hipertensi b. Diskusikan keluhan pasien dan mengklarifikasi ketidakpahaman pasien

c. Beritahu pasien tentang pembacaan tekanan darah dan memberikan salinan tertulis

d. Dokter dan pasien sepakat mengenai target tekanan darah yang akan dicapai e. Menginformasikan pasien tentang pengobatan yang direkomendasikan, dan

memberikan informasi tertulis yang spesifik tentang peran gaya hidup termasuk diet, aktivitas fisik, suplemen makanan, dan konsumsi alkohol, penggunaan brosur standar bila tersedia

f. Menunjukkan keprihatinan dan memberikan kesempatan bagi pasien kesempatan perilaku tertentu untuk melaksanakan rekomendasi perawatan

g. Menekankan:

1. Perlunya melanjutkan pengobatan 2. Kontrol tidak berarti menyembuhkan

(16)

3. Tekanan darah yang meninggi tidak dapat dikatakan melalui “perasaan atau gejala”; tekanan darah harus diukur

Menurut Yogiantoro (2003), strategi untuk meningkatkan kepatuhan kepada pengobatan adalah:

a. Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan pasien b. Dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya kepercayaan pasien

serta sikap pasien terhadap pengobatan

c. Pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih harus dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya mengikuti rencana tersebut

Gambar

Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003
Tabel 2.3. Faktor Risiko Kardiovaskular
Tabel 2.4. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi  Modifikasi  Rekomendasi  Penurunan potensial
Tabel 2.5. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi  Menurut ESH (European Society of Hypertension) (2003)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hipertensi sendiri adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah,. dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik

Korelasi RLPTB terhadap Risiko Penyakit Kardiovaskular Rasio Lingkar Pinggang Tinggi Badan Variabel Framingham Risk Score Glukosa Darah Puasa Tekanan Darah Sistolik Tekanan

Bila tekanan darah penderita hipertensi berbeda dengan klasifikasi sebagai contoh TDS 170 mmHg sedangkan TDD 90 mmHg maka derajat hipertensi ditentukan dari tekanan sistolik

Hipertensi merupakan suatu tekanan darah abnormal di dalam arteri. Berdasarkan JNC VII, hipertensi tingkat 1 didapatkan jika tekanan darah sistolik ≥140 dan atau

Hipertensi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan

Di dalam tubuh manusia, tekanan darah terbagi menjadi dua bagian, yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan yang terjadi bila

Gejala yang timbul adalah peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih pada awal kehamilan, tidak terdapat proteinuria, tekanan darah kembali normal kurang dari 12 minggu

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90