BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Vertigo merupakan adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar (Akbar, 2013). Vertigo sendiri berasal dari
istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo
bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam
bahkan berhari-hari. Menurut Koelliker et al. (2001) dalam Zapala (2006), vertigo
menempati urutan ketiga tersering yang dikeluhkan pasien. Vertigo mengenai semua
golongan umur, insidensi 25% pada pasien usia lebih dari 25 tahun, dan 40% pada
pasien usia lebih dari 40 tahun, dan dilaporkan sekitar 30% pada populasi berusia
lebih dari 65 tahun (Kesser dan Gleason, 2011).
Vertigo terbagi atas 4 jenis, yaitu: vertigo sentral, vertigo perifer, vertigo
non-vestibuler, dan vertigo vestibuler. Pada vertigo tipe sentral, angka terbanyak kejadian
vertigo disebabkan oleh adanya lesi vaskuler, kemudian diikuti tumor, migrant
vertigoneus, dan infeksi intrakranial. Sementara pada tipe perifer penyebab terbanyak
adalah BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo) (83%), menierre disease
(7,6%), paska trauma (7,6%) dan sisanya neuritis vestibularis. Menurut Delaney
(2003) dalam Zapala (2006), penelitian vertigo dari 12 klinik rawat jalan
menunjukkan 50% pasien mengalami vestibulopati perifer seperti BPPV, vestibuler
neuritis, atau penyakit Meniere, dan penyakit serebrovaskuler mencapai 19%.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri adalah gangguan vestibuler yang
paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan
keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi
tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat. Pasien dengan BPPV sering
sewaktu merubah posisi kepala terhadap gravitasi, dengan periode vertigo yang
episodik dan berlangsung selama satu menit atau kurang (Edward dan Roza, 2014).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan gangguan vestibular dimana
17-20% pasien mengeluh vertigo. Pada populasi umum, prevalensi BPPV yaitu
antara 11 sampai 64 per 100.000 (prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang
ke rumah sakit dan klinik di United State dengan keluhan pusing didapatkan
prevalensi 17%-42% pasien didiagnosis BPPV. Dari segi onset BPPV biasanya
diderita pada usia 50-70 tahun. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan
dengan laki-laki yaitu 2,2 : 1,5 (Purnamasari, 2013).
Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis semisirkularis posterior dengan angka
resolusi lebih dari 95% setelah terapi reposisi kanalith. Beberapa tahun terakhir,
terdapat peningkatan laporan insiden BPPV kanalis horizontal, namun dengan angka
kesuksesan terapi yang masih rendah (<75%). Hal ini disebabkan kesalahan dalam
penentuan letak lesi dan tipe BPPV kanalis horizontal. Sekitar 50% penyebab BPPV
adalah idiopatik, trauma kepala (17%) diikuti dengan neuritis vestibularis (15%),
migren, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari posisi tidur
yang lama pada pasien post operasi atau bed rest yang lama.
Pada sebuah klinik vertigo di London, Inggris ditemukan sebanyak 17% kasus
BPPV dari semua keluhan vertigo. Diperkirakan angka kejadian BPPV kanalis
horizontal hanya sebanyak 3%-12% pertahunnya dengan kasus terbanyak tipe
kanalolitiasis (75%) (Hain, 2009). (Cakir et al., 2006) dalam (Edward dan Roza,
2014), melaporkan angka kejadian BPPV kanalis horizontal sebanyak 13,6% dari
seluruh kasus BPPV yang ditelitinya dari bulan November 2001 sampai Desember
2004.
Menurut (Sunami et al., 2005) dalam (Wada et al., 2008) terdapat korelasi yang
signifikan antara rekurensi BPPV dengan penyakit yang berhubungan dengan gaya
signifikan antara lama kesembuhan BPPV dengan riwayat hipertensi dan
hiperlipidemi.
Hipertensi sendiri masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hipertensi
merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer, dimana
merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%,
sesuai dengan data Riskesdas 2013. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan
sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan struktur penduduk, saat masyarakat telah
mengadopsi gaya hidup tidak sehat, misalnya merokok, kurang aktivitas fisik,
makanan tinggi lemak dan kalori, serta konsumsi alkohol sebagai faktor resiko.
Hipertensi sendiri adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah,
dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari
90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer yang telah dikalibrasi
dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat
nyaman, posisi duduk punggung tegak datau terlentang paling sedikit selama lima
menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau minum kopi (Anggraini et al.,
2009).
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi
esensial atau hipertensi primer. Hipertensi esensial merupakan 95% dari seluruh
kasus hipertensi. Sisanya adalah hipertensi sekunder, yaitu tekanan darah tinggi yang
penyebabnya dapat diklasifikasikan, diantaranya adalah kelainan organik seperti
penyakit ginjal, kelainan pada korteks adrenal, pemakaian obat-obatan sejenis
kortikosteroid, dan lain-lain. Menurut The Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro M,
2006) dalam (Rahajeng dan Tuminah, 2009).
Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila
serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Menurut WHO dan The
International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita
hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh
dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat.
Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang
tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15
milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi
saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. Di Indonesia sendiri, masalah hipertensi
cenderung meningkat. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%,
tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8%
dan Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan
angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8%. Sedangkan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk
menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004 (Rahajeng dan
Tuminah, 2009).
Gangguan sistem vestibuler mempengaruhi dan berhubungan dengan kualitas
hidup. Pasien vertigo bisa menghindari kegiatan fisik dan stress psikologi dan
menarik diri dari aktifitas sosial, hal tersebut berhubungan dengan depresi yang
mempengaruhi pengendalian diri (Strosser et al., 2000). Begitu juga dengan
hipertensi dimana pada umumnya penderita memiliki keluhan pusing, mudah marah,
sukar tidur, sesak nafas, mudah lelah dan keluhan lainnya. Adanya kelemahan atau
keterbatasan kemampuan dan keluhan lain akibat hipertensi tersebut, penderita akan
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya baik kebutuhan fisiologis, rasa
aman dan nyaman.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang karakteristik BPPV pada pasien yang datang ke RSUP Haji Adam Malik
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik BPPV pada pasien yang datang ke RSUP Haji Adam
Malik Medan tahun 2011 – 2015?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik
pasien BPPV di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui distribusi frekuensi penderita BPPV berdasarkan umur,
jenis kelamin, pekerjaan, suku, agama.
2. Mengetahui distribusi frekuensi penderita BPPV akibat faktor risiko
seperti tekanan darah, dan menurut gejala klinis.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti
1.4.1.1. Sebagai tambahan wawasan serta kesempatan penerapan ilmu yang
telah diperoleh selama mengikuti pendidikan di FK USU.
1.4.1.2. Sebagai pemenuhan tugas akhir pendidikan di FK USU.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi untuk studi atau penelitian lebih lanjut. 1.4.3. Bagi Masyarakat
Dapat menjadi sumber informasi dan kelak dapat dipergunakan dalam hal