7 BAB II
TES URAIAN (ESSAY) PADA EVALUASI HASIL PEEMBELAJARAN MATEMATIKA
2.1 Deskripsi Teoritik
2.1.1 Pengertian Tes Uraian (Essay)
Tes bentuk uraian adalah bentuk tes yang pertanyanya memerlukan jawaban karangan atau kalimatnya panjang-panjang. Panjang pendeknya kalimat atau jawaban tes itu relatif, sesuai dengan kecakapan dan pengetahuan si pejawab. (Ngalim Purwanto, 2008: 35)
Tes bentuk essay (Arikunto, 2003: 162) adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata- kata. Oemar Hamalik (2001: 49) menyatakan bahwa:
Tes essay adalah salah satu bentuk tes yang terdiri dari satu atau beberapa pertanyaan essay, yakni pertanyaan yang menuntut jawaban tertentu oleh siswa secara individu berdasarkan pendapatnya sendiri. Setiap siswa memiliki kesempatan memberikan jawabannya sendiri yang berbeda dengan jawaban siswa lainnya.
Menurut Sukardi (2011: 35) essay atau uraian ialah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan yang jawabannya merupakan essay/uraian atau kalimat yang panjang. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2010: 118) tes esei mempunyai dua macam bentuk yaitu uraian bebas (free essay) dan uraian yang terbatas (limited essay). Tes uraian bebas (free essay) yaitu uraian terstruktur dimana siswa akan menjawab secara bebas tentang suatu masalah yang ditanyakan. Sedangkan uraian yang terbatas (limited essay) jawaban siswa dibatasi dan diarahkan kepada hal yang akan diminta dari pertanyaan tersebut.
Mulyadi (2010: 69) mendefinisikan tes uraian sebagai tes yang menuntut murid untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi. Sedangkan Rasyid dan Mansyur (2009:
188) mengartikan tes essay sebagai berikut:
Tes essay merupakan pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.
▸ Baca selengkapnya: apakah uraian sama dengan essay
(2)Pada sisi lain Sudijono (1996: 100) mengartikan tes uraian sebagai salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan berikut ini:
2.1.1.1. Tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang;
2.1.1.2. Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk memberkan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan sebagainya;
2.1.1.3. Jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai sepuluh butir.
2.1.1.4. Pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengan kata- kata: “Jelaskan ...”, “Terangkan ...”, “Mengapa ...”, atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.
Secara umum tes uraian adalah pertanyan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dan dalam literatur asing, tes uraian disebut juga dengan esay examination, merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua. Dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan jawabanya melalui bahasa tulisan. Dalam hal inilah kekuatan dan kelebihan tes esai dari alat penilai lainya.
Walaupun demikian, sejak tahun 1960 analisis bentuk tes ini banyak ditingalkan orang karena munculnya tes objektif. Bahkan sampai sat ini tes objektif sangat populer dan digunakan oleh hampir semua guru mulai dari tingkat SD sampai di perguruan tingi. Ada semacam kecenderungan dikalangan para pedidik dan guru untuk kembali mengunakan tes uraian sebagai alat penilaian hasil belajar, terutama di perguruan tingi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (Harun Rasyid dan Mansyur, 2009: 188-189)
2.1.1.1. Adanya gejala menurunya hasil belajar atau kualitas pendidikan di semua level pendidikan, mulai dari SD sampai dengan perguruan tingi yang salah satu diantaranya pengunan tes objektif;
2.1.1.2. Lemahnya para peserta didik dalam mengunakan bahasa tulisan sebagai akibat pengunan tes objektif yang berlebihan;
2.1.1.3. Kurangnya analisis para peserta didik karena terbiasa dengan objektif yang memungkinkan mereka main tebak jawaban manakala menghadapi kesulitan dalam menjawabnya.
Dari pengertian-pengertian tes uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tes uraian adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan yang dalam menjawabnya siswa dituntut untuk menjelaskan, menyusun, dan memadukan gagasan-gagasan secara tertulis berdasarkan pendapatnya sendiri serta harus membutuhkan kreativitas yang tinggi.
Tes uraian memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut (Mulyadi, 2010:
69-70):
2.1.1.1. Mudah disiapkan dan disusun.
2.1.1.2. Tidak memberi kesempatan untuk berspekulasi atau untung- untungan.
2.1.1.3. Mendorong murid untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus.
2.1.1.4. Memberi kesempatan kepada murid untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.
2.1.1.5. Dapat diketahui sejauh mana murid mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
Senada dengan itu Rasyid dan Mansyur (2009: 189) mengemukakan kelebihan tes uraian yaitu:
2.1.1.1. Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi;
2.1.1.2. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah- kaidah bahasa;
2.1.1.3. Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis, sistematis;
2.1.1.4. Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving);
2.1.1.5. Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tenpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa.
Di lain pihak kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam tes ini antara lain adalah (Rasyid dan Mansyur, 2009: 189-190):
2.1.1.1. Sampel tes sangat terbatas karena dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan;
2.1.1.2. Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya;
2.1.1.3. Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relatif besar.
Sedangkan Arikunto (2003: 163) menyebutkan kelemahan tes uraian adalah sebagai berikut:
2.1.1.1. Kadar Validitas dan reliabilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai;
2.1.1.2. Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas);
2.1.1.3. Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif;
2.1.1.4. Pemeriksaannya lebih sulit karena membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai;
2.1.1.5. Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
Ngalim Purwanto (2008: 64) mengemukakan tentang cara menskor tes subjektif sebagai berikut:
2.1.1.1. Nilai jawaban-jawaban soal essay dalam hubungannya dengan hasil belajar yang sedang diukur.
2.1.1.2. Untuk soal-soal essay yang jawabannya terbatas, berilah skor dengan point method; gunakan pedoman jawaban sebagai petunjuk.
2.1.1.3. Untuk soal-soal yang jawabannya terbuka, nilailah dengan rating method; gunakan kriteria tertentu sebagai pedoman penilaianya.
2.1.1.4. Evaluasilah semua jawaban siswa soal demi soal, dan bukan siswa demi siswa.
2.1.1.5. Evaluasilah jawaban-jawaban soal essay tanpa mengetahui identitas atau nama murid yang mengerjakan jawaban itu.
2.1.1.6. Bilamana mungkin, mintalah dua atau tiga orang guru lain yang mengetahui masalah itu untuk menilai tiap jawaban.
2.1.2 Pengertian Evaluasi
Secara teoritik menurut Kusnandar (2011: 383) evaluasi berasal dari bahas Inggris yaitu evaluation. Menurut Wand dan Gerald W. Brown dalam bukunya Essential of Education Evaluation dikatakan bahwa evaluation refer to the act or process to determining the value of something. Evaluasi merupakan suatu tindakan atau suatu proses untuk menetukan nilai dari sesuatu. Sedangkan
menurut Cross dalam Sukardi (2011: 1) evaluation is a process which determines the estent to which objectives have been achived. Evaluasi merupakan proses yang menetukan kondisi, dimana suatu tujuan telah dapat dicapai.
Evaluasi adalah proses pemberian makna atau ketetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses pengukuran atau dapat pula ditetapkan sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses/kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang lain. (Hamzah B. uno dan Satria Koni, 2014: 3)
Evaluasi adalah proses pendeskripsian, penafsiran, dan pengambilan keputusan tentang kemampuan peserta didik berdasarkan data yang dihimpun melalui proses asesmen untuk keperluan penilaian. Wiyono (2009) menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek menggunakan instrumen, hasilnya dibandingkan dengan suatu tolok ukur tertentu untuk memperoleh kesimpulan. Evaluasi merupakan proses mendeskripsikan, mengumpulkan, dan menyajikan informasi yang bermanfaat untuk mengambil keputusan. Di dalam evaluasi terdapat kegiatan pengukuran.
(Sa’dun Akbar, 2013: 88)
Evaluasi mencakup sejumlah teknik yang tidak bisa diabaikan oleh seorang guru. Evaluasi bukanlah sekumpulan teknik semata-mata, tetapi evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang mendasari keseluruhan kegiatan belajar mengajar yang baik. Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis dan sinambung, untuk mengetahui sampai sejauh mana efesiensi kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dan efektivitas pencapaian tujuan intruksional yang telah ditetapkan seorang guru mau tidak mau harus memahami berbagai teknik dalam melaksanakan evaluasi. (Erman, 2003: 1)
Menurut pendapat Marie Baehr dalam Faculty Guidebook, suatu panduan bagi dosen pengajar di Coe College, Cedar Rapids, Iowa, Amerika Serikat perbedaan asesmen dengan evaluasi yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Perbedaan antara Asesmen dengan Evaluasi
No Asesmen Evaluasi
1 Fokus kepada luaran yang diinginkan oleh siswa/mahasiswa (yang dinilai).
Fokus kepada luaran yang diinginkan oleh guru/dosen (evaluator).
2 Diperlukan, diminta oleh siswa/mahasiswa.
Diperlukan, diminta oleh evaluator.
3 Berfokus kepada pertumbuhan. Berfokus kepada kualitas.
4 Tidak memiliki konsekuensi (low stakes).
Sering mengandung konsekuensi (high stakes).
5 Tidak pernah membandingkan kualitas.
Sering membangdingkan kualitas.
6 Memiliki standar kualitas yang dikembangkan oleh para
siswa/mahasiswa dengan bekerja sama dengan penilai.
Memiliki standar kualitas yang dikembangkan oleh evaluator
(Warsono dan Hariyanto, 2012: 267-268)
Nana Sudjana (2010: 113) mengemukakan bahwa secara umum alat evaluasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu tes dan non tes. Tes ada dua jenis yaitu tes yang sudah distandarisasikan artinya tes tersebut sudah mengalami validasi (ketepatan) dan reliabilitas (ketetapan). Misalnya penyusunan Tes Hasil Belajar (THB). Dan tes yang belum distandarisasikan yaitu tes yang dibuat oleh guru untuk tujuan tertentu, tes buatan guru mempertimbangkan validitas reliabilitas. Tes ini terdiri dari tiga bentuk yaitu tes lisan, tulisan dan tindakan.
Non tes merupakan alat evaluasi yang dapat digunakan untuk menilai aspek sikap, minat, perhatian, karakteristik dan sebagainya. Adapun macam- macam alat evaluasi non tes menurut Nana Sudjana (2010: 114-115) adalah sebagai berikut:
2.1.2.1. Observasi. Observasi yaitu pengamatan kepada tingkah laku suatu situasi tertentu.
2.1.2.2. Wawancara. Wawancara merupakan komunikasi langsung antara yang mewawancarai dengan yang diwawancarai.
2.1.2.3. Studi kasus. Studi kasus merupakan belajar untuk mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya.
2.1.2.4. Rating scale (skala penilaian). Penilaian yang dilakukan dengan mengunakan skala yang telah disusun dari ujung yang negative
kepada ujung yang positif, sehinga pada skala tersebut penilai tertingi memberikan tanda cek saja (V).
2.1.2.5. Check list. Hampir menyerupai skala penilaian, tetapi check list tidak perlu disusun dari ujung negatif ke ujung positif.
2.1.2.6. Inventory. Daftar pernyatan yang disertai alternatif jawaban diantara setuju, kurang setuju, atau tidak setuju.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tes ada yang sudah distandarisasikan dan tidak distandarisasikan. Tes yang tidak distandarisasikan adalah tes yang dibuat oleh guru dalam pencapaian hasil belajar. Tes ini dibedakan menjadi dua bentuk yaitu tes subjektif dan objektif.
2.1.2.1. Tes Subjektif.
Menurut Muhibbin Syah (2009: 208) tes subjektif merupakan alat pengukuran prestasi belajar yang jawabanya tidak dinilai dengan skor atau angka pasti, seperti yang digunakan pada evaluasi objektif.
Tes subjektif pada umunya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai merupakan sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.
2.1.2.2. Tes Objektif
Menurut Muhibbin Syah (2009: 203) tes objektif merupakan tes yang jawabannya dapar diberi skor nilai secara lugas (seadanya) menurut pedoman yang ditentukan sebelumnya. Tes objektif masih banyak digunakan oleh guru-guru di sekolah. Tes objektif merupakan tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Tes objektif dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tes bentuk uraian. Jumlah tes objektif biasanya diajukan jauh lebih banyak daripada tes uraian. Tes objektif juga banyak digunakan karena dapat mencakup luasnya bahan pelajaran dan mudahnya menilai jawaban. Soal-soal bentuk objektif ada beberapa bentuk, yaitu jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan dan pilihan ganda.
Menurut Nana Sudjana (2010: 111) fungsi evaluasi yang dilakukan terhadap proses belajar mengajar berfungsi sebagai berikut:
2.1.2.1 Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat
diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran yang seharusnya dikuasai oleh para siswa. Dengan perkataan lain dapat diketahui hasil belajar yang dicapai para siswa. Dengan melihat evaluasi dan akan tentu tercapai atau tidaknya hasil dari proses pembelajaran.
2.1.2.2 Untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilakukan oleh guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya dalam mengajar. Rendahnya hasil belajar yang dapat dicapai siswa tidak semata-mata disebabkan kemampuan siswa, tetapi dapat disebabkan kurang berhasilnya guru mengajar. Melalui penilaian atau evaluuasi berarti menilai kemampuan guru itu sendiri dan hasilnya dapat dijadikan bahan dalam memperbaiki usaha-usaha dengan tindakan mengajar berikutnya.
Dengan demikian, fungsi evaluasi merupakan suatu proses yang dilakukan oleh guru untuk mencapai proses belajar dan keefektifan pembelajaran. Fungsi penilaian atau evaluasi dalam proses belajar mengajar mempunyai manfaat yang ganda yaitu bagi siswa dan guru.
Menurut Muhibbin Syah (2009: 200) evaluasi belajar memiliki fungsi- fungsi sebagai berikut:
2.1.2.1. Fungsi administratif untuk penyusunan daftar nilai dan pengisisan buku laporan.
2.1.2.2. Fungsi promosi untuk menetapkan kenaikan atau kelulusan.
2.1.2.3. Fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dan untuk merencanakan program remedial teaching (pengajaran perbaikan).
2.1.2.4. Sebagai sumber data Bimbingan Penyuluhan (BP) yang dapat memasok data siswa tertentu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan.
2.1.2.5. Sebagai bahan pertimbangan pada masa yang akan datang yang meliputi pengembangan kurikulum, metode dan alat-alat untuk proses belajar mengajar.
Sedangkan dalam buku Hamzah B. uno dan Satria Koni (2014:11-12), Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa tujuan atau fungsi evaluasi ada beberapa hal, yaitu:
2.1.2.1 Penilaian berfungsi selektif
Penilaian mempunyai fungsi untuk mengadakan seleksi terhadap siswa, adapun tujuannya yaitu memilih siswa yang naik kelas atau naik tingkat, memilih siswa yang diterima di sekolah tertentu, memilih siswa yang berhak mendapat beasiswa, memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah.
2.1.2.2 Penilaian berfungsi diagnostik
Mengadakan penilaian, guru sebenarnya mendiagnosa kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya dengan tujuan agar memudahkan guru mengetahui cara mengatasi kelemahan tersebut.
2.1.2.3 Penilaian berfungsi sebagai penempatan
Kegiatan pembelajaran disekolah biasanya memerlukan strategi atau model pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang dilakukan adalah model pembelejaran kelompok. Menentukan dengan pasti dikelompok mana seorang siswa harus ditempatkan maka digunakan suatu penilaian.
2.1.2.4 Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Mengetahui sejauh mana program berhasil diterapkan adalah dengan menggunakan penilaian, keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu guru, metode mengajar, kurikulum, sarana dan sistem administrasi.
Dengan demikian fungsi evaluasi yaitu untuk memenuhi administrasi serta pengembangan proses belajar mengajar ke arah yang lebih baik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai oleh guru.
Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 10) tujuan evaluasi sebagai berikut:
2.1.2.1. Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu. Ketika tahun ajaran baru siswa menentukan kriteria untuk siswa yang diterima dan tidak.
2.1.2.2. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya. Evaluasi dapat digunakan untuk memilih siswa yang naik kelas atau siswa yang tidak naik kelas.
2.1.2.3. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa. Dengan memilih secara rinci seseorang yang dapat menerima beasiswa.
2.1.2.4. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan sebagainya. Dalam hal ini siswa yang sudah lama tidak naik kelas dan berhak diberhentikan dari sekolah.
Menurut Haris Mujiman (2006: 76) tujuan evaluasi untuk mengukur perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan setelah mengikuti pelatihan.
Dengan demikian, evaluasi bertujuan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya proses pembelajaran, memperoleh perkembangan siswa serta menjadikan bahan pertimbangan untuuk menentukan rencana pada kegiatan pembelajaran selanjutnya.
Menurut Cross dalam Sukardi (2011: 4-5) yang mengatakan bahwa a principle is a statement that holds in most, if noot all cases. Prinsip bagi seorang guru mempunyai arti penting, karena dengan memahami prinsip-prinsip evaluasi dapat menjadi petunjuk atau keyakinan bagi dirinya atau guru lain guna merealisasi evaluasi dengan cara yang benar. Adapun prinsip-prinsip evaluasi sebagai berikut:
2.1.2.1. Evaluasi harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah ditentukan.
2.1.2.2. Evaluasi sebaiknya dilaksanakan secara komprehensif.
2.1.2.3. Evaluasi diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan peserta didik.
2.1.2.4. Evaluasi dilaksanakan dalam proses kontinu.
2.1.2.5. Evaluasi harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.
Sedangkan menurut Slameto (2003: 16) evaluasi harus mempunyai tujuh prinsip evaluasi yaitu 1) terpadu, 2) menganut cara belajar siswa aktif, 3) kontinuitas, 4) koherensi dengan tujuan, 5) menyeluruh, 6) membedakan (deskriminasi) dan 7) paedagogis.
2.1.3 Hasil Pembelajaran Matematika
Hasil belajar berasal dari dua kata yaitu hasil dan belajar, masing masing mempunyai pengertian sendiri-sendiri dan terpisah kemudian diperoleh satu makna yang utuh. Pengertiian hasil (Anonim, 2007: 349) adalah sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan dan sebagainya) oleh usaha, sedangkan belajar (Anonim, 2007: 108) adalah berusaha supaya mendapat suatu kepandaian.
Inti dari kegiatan kependidikan adalah belajar. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraannya setiap jenis jenjang pendidikan. Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. (Muhibbin Syah: 2009: 63)
Definisi belajar menurut Hamalik (2001: 28) adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Menurut Skinner dalam Muhibbin Syah (2009: 90) belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Sedangkan menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan sebagai akibat dari latihan atau pengalaman.
Hasil belajar merupakan tingkatan atau besarnya perubahan tingkah laku yang dapat dicapai dari suatu penguasaan pengetahuan, kecakapan, dan kebiasaan. Nasution menjelaskan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi juga untuk membentuk kecakapan, penghargaan dalam diri pribadi yang belajar. Hasil belajar nampak pada perubahan-perubahan tingkah laku, yang secara teknis dinyatakan dalam suatu pernyataan verbal melalui tujuan instruksional. (Nasution, 1994:7-8).
Sistem pendidikan nasional merumuskan tujuan pendidikan baik tujuan kulikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Adapun penjelasan ketiga ranah tersebut adalah sebagai berikut: (Sudjana, 2010:22)
2.1.3.1 Ranah kognitif berkenan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi analisis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama
disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2.1.3.2 Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lim aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilain, organisasi, dan internalisasi.
2.1.3.3 Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar kemampuan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan reflaks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual keharmonisan dan ketetapan, gerak dan keterampilan kompleks, dan gerak ekspresif dan interpretative.
Pengertian hasil belajar menurut Gagne dalam Surya (2004: 42) merupakan keluaran dari pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia yang terdiri atas:
2.1.3.1. Informasi verbal adalah hasil pembelajaran yang berupa informasi yang dinyatakan dalam bentuk verbal (kata-kata atau kalimat) baik secara tertulis ataupun lisan.
2.1.3.2. Kecakapan intelektual adalah kecakapan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungan dengan menggunakan simbol-simbol.
Kecakapan intelektual ini mencakup kecakapan dalam membedakan, konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum- hukum.
2.1.3.3. Strategi kognitif adalah kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dalam mengelola keseluruhan aktivitasnya. Dalam proses pembelajaran, strategi kognitif ini kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif.
2.1.3.4. Sikap adalah hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih berbagai tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap dapat diartikan sebagai keadaan didalam diri individu yang akan memberi arah kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu objek atau rangsangan.
2.1.3.5. Kecakapan motorik adalah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk aspek kognitif menurut Bloom sebagaimana dikutip oleh Purwanto (2008: 84) meliputi:
2.1.3.1 Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan.
Yang dimaksud dengan tipe hasil belajar pengetahuan hafalan adalah tingkat kemampuan yang hanya meminta siswa utnuk mengenal atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah tanpa harus mengerti, atau dapat menilai, atau dapat menggunakannya. Dalam hal
inii siswa hanya dituntut untuk menyebutkan kembali atau menghafal saja.
2.1.3.2 Tipe hasil belajar pemahaman atau komperensi
Yang dimaksud dengan tipe hasil belajar pemahaman atau komperehensi adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini siswa tidak hanya hafal secara verbalistis, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang dipertanyakan.
2.1.3.3 Tipe hasil belajar aplikasi dan penerapan.
Dalam tingkat aplikasi, siswa dituntut kemampuannya untuk menerapkan atau menggunakan apa yang telah diketahuinya dalam suatu situasi yang baru baginya. Dengan kata lain, aplikasi adalah penggunaan abstrakssi pada situasi konkret atau situasi khusus.
Anstraksi tersebut dapat berupa ide, teori atau petunjuk teknis.
2.1.3.4 Tipe hasil belajar analisis.
Tipe hasil belajar analisis adalah kemampuan siswa untuk menganalisis atau menguraikan suatu integrasi atau suatu situasi tertentu ke dalam komponen-komponen atau unsur pembentuknya.
Pada tingkat analisis, siswa diharapkan dapat memahami dan sekaligus mamilah-milahnya menjadi bagian-bagian.
2.1.3.5 Tipe hasil belajar sintesis
Yang dimaksud dengan tipe hasil belajar sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam suatu bentuk yang menyeluruh. Dengan kemampuan sintesis seseorang dituntut untuk menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu atau menemukan abstraksinya yang berupa integritas.
2.1.3.6 Tipe hasil belajar evaluasi
Dengan kemampuan evaluasi, responden diminta untuk membuat suatu penilaian tentang suatu pernyataan, konsep, situasi dan sebagainya berdasarkan kriteria tertentu. Kegiatan penilaian dapat dilihat dari segi tujuannya, gagasannya, cara bekerjanya, cara pemecahannya, metodenya, materinya dan lainnya.
Tipe hasil belajar afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalan berbagai tingkah laku seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman serta kebiasaan belajar. Hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak seseorang. (Sudjana, 2010: 54)
Dari ketiga tipe hasil belajar tersebut, tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotorik karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Berdasarkan dari beberapa pengertian hasil belajar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh melalui kegiatan belajar yang berupa kecakapan informasi verbal kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap dan kecakapan motorik.
Hasil belajar menurut Sudjana (2010: 40) dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:
2.1.3.1 Faktor dari dalam diri siswa
Faktor yang datang dari siswa terutama kemampuan yang dimilikinya.
Faktor kemampuan siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai. Selain kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti: motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, faktor fisik dan psikis.
2.1.3.2 Faktor dari luar atau faktor lingkungan
Faktor dari luar yang mempengaruhi hasil belajar adalah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.
Sedangkan menurut Ahmadi dan Supriyono (1991:130-131) secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni:
2.1.3.1 Faktor stimulasi belajar, yaitu segala hal yang di luar individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Beberapa hal yang
berhubungan dengan faktor tersebut adalah; 1) panjangnya bahan pelajaran, 2) kesulitan bahan pelajaran, 3) berartinya bahan pelajaran, 4) berat ringannya tugas, dan 5) sarana lingkungan eksternal;
2.1.3.2 Faktor metode belajar, yang menyangkut hal-hal; 1) kegiatan berlatih dan praktek, 2) overlearning dan drill, 3) resitasi selama belajar, 4) pengenalan terhadap hasil-hasil belajar, 5) belajar dengan keseluruhan dan bagian-bagian, 6) penggunaan indera, 7) bimbingan dalam belajar, dan 8) kondisi-kondisi insentif; dan
2.1.3.3 Faktor individual, yang meliputi; 1) kematangan usia, 2) kronologis, 3) perbedaan jenis kelamin, 4) pengalaman sebelumnya, 5) kapasitas mental, 6) kondisi kesehatan jasmani dan rohani, serta 7) motivasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah suatu keberhasilan yang dicapai oleh siswa, baik pengetahuan, sikap maupun perilaku setelah mempelajari materi pembelajaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia matematika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang bilangan,hubungan antar bilangan dengan prosedur operasinal yang digunakan dalam penyelesaian mengenai bilangan. (Anonim, 2007:632) Bilangan-bilangan dalam matematika banyak macamnya, diantaranya bilangan rasional, bilangan bulat, bilangan cacah, bilangan asli, bilangan genap, bilangan ganjil, dan lain-lain. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya.
(Anonim, 2007: 633)
Hakikatnya belajar matematika adalah belajar konsep, struktur konsep, dan mancari hubungan antar konsep dan strukturnya. Selain mempelajari bilangan, matematika juga mempelajari ilmu tentang logika yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri. (Suherman, 2003: 29)
Abraham S Lunchins dan Edith N Luchins dalam Erman Suherman mengatakan bahwa: “Matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang
menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika.
(Suherman, 2003: 30)
Berdasarkan Elea Tinggih (dalam Suherman, 2003: 31) matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperiment disamping penalaran.
Dari definisi diatas secara singkat penulis dapat menyimpulkan bahwa matematika dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang diberi simbol-simbol yang tersusun secara hierarkis.
Dapat disimpulkan pula bahwa hasil belajar matematika dari beberapa definisi hasil belajar dan definisi matematika di atas yaitu kemampuan yang diperoleh individu melalui kegiatan belajar yang berupa kecakapan informasi verbal, kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap dan kecakapan motorik untuk memecahkan masalah yang berupa simbol dan perhitungan kuantitas, bentuk ataupun ruang.
2.2 Tinjauan Hasil Penelitian Yang Relevan
Untuk menghindari duplikasi dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdahulu yang ada kaitannya dengan masalah penelitian yang akan dilakukan, maka peneliti mencoba menelusuri beberapa penelitian yang sudah dilaksanakan oleh mahasiswa di Perguruan Tinggi. Dari hasil penelusuran tersebut ditemukan tiga buah hasil penelitian yang ada kemiripan dengan masalah penelitian yang akan diteliti, yakni:
2.2.1 Pengaruh Tes Uraian (Essay) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Pada pokok Bahasan Garis Singgung Lingkaran. Diteliti oleh Lusi Luthfiati Ramdliyani, mahasiswi jurusan matematika IAIN Syekh Nurjati tahun 2012.
Penelitian ini berkesimpulan bahwa skor rata-rata tes uraian sebesar 19,27 sedangkan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis sebesar 11.
Setelah dilakukan uji hipotesis dengan α = 0,05, diketahui bahwa ada pengaruh tes uraian terhadap kemampuan berpikir kritis matematis dengan koefesien
determinasi sebesar 47,6%, sedangkan sisanya sebesar 52,4% ditentukan oleh faktor lain. (Lusi, Skripsi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2012)
2.2.2 Perbandingan Hasil belajar Matematika Antara Yang Menggunakan Tes Jawaban Singkat Dengan Tes Uraian Terstruktur di SMP Sindangjawa Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon. Diteliti Iin Sakinah, mahasiswa jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon tahun 2010. Hasil penelitian ini adalah berdasarkan pengujian hipotesis dengan uji t pada taraf signifikansi 5% atau 0,05 untuk uji satu pihak dengan derajat kebebasan (dk) = (Nx + Ny – 2) = (30 + 30 – 2) = 58 didapat thitung adalah 2,03 dan ttabel adalah 1,68, karena thitung >
ttabel atau 2,03 > 1,68, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang menggunakan tes jawaban singkat dengan siswa yang menggunakan tes uraian terstruktur. Dalam hal ini, hasil belajar matematika siswa yang menggunakan tes uraian terstruktur lebih baik daripada siswa yang menggunakan tes jawaban singkat. (Iin, Skripsi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2010)
2.2.3 Perbandingan Hasil belajar Matematika Antara Siswa Yang Menggunakan Tes Pilihan ganda Tipe Analisis Kasus dengan Tes Uraian Terbatas di SMP Negeri 4 Palimanan. Diteliti oleh Desi Tresna Ernawati, mahasiswa jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon tahun 2012. Hasil dari penelitian ini adalah data menunjukkan bahwa pada kelompok I pada tes awal (pre-test) sebesar 24,70 sedangkan pada tes akhir (post-test) nilai rata-rata sebesar 51,45 dengan n-gain 0,36. Sedangkan hasil belajar siswa pada kelompok II bahwa pada tes awal (pre-test) sebesar 29,65, sedangkan pada tes akhir (post-test) nilai rata-rata sebesar 61,11 dengan n-gain 0,45. N-gain dari hasil belajar pada kelompok I dan kelompok II dikategorikan sedang. Adapun hasil uji hipotesis dengan uji t pada taraf signifikan 5%, derajat kebebasan (df) N1 + N2 – 2 atau 78 – 2 = 76 maka ttabel sebesar 1,992 dengan thitung pada Uji Independent Sample T-test sebesar -2,096, jadi thitung ≤ ttabel (-2,096 ≤ 1,992) maka H0 ditolak. Dalam hal ini, hasil belajar matematika siswa yang menggunakan tes uraian terbatas lebih baik daripada yang menggunakan tes pilihan ganda tipe analisis kasus.. (Desi, Skripsi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2012)
Dari hasil penelitian di atas terdapat kaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Akan tetapi secara khusus, tidak satupun dari hasil penelitian tersebut yang sama persis dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.
2.2.1 Penelitian Lusi Luthfiati Ramdliyani, ada kesamaan yaitu pada variabel bebasnya yakni tentang tes uraian (essay), sedangkan variabel terikatnya berbeda yaitu tentang kemampuan berpikir kritis matematika.
2.2.2 Penelitian Iin Sakinah ada kesamaan yaitu pada salah satu variabel bebasnya yakni tentang tes uraian (essay), dan variabel terikatnya berbeda tentang hasil belajar matematika.
2.2.3 Desi Tresna Ernawati melakukan penelitian tentang Perbandingan Hasil belajar Matematika Antara Siswa Yang Menggunakan Tes Pilihan ganda Tipe Analisis Kasus dengan Tes Uraian Terbatas ada kesamaan yaitu pada salah satu variabel bebasnya yakni tes uraian sedangkan variabel terikatnya berbeda yaitu hasil belajar matematika.
Akan tetapi secara khusus tidak satupun dari hasil penelitian tersebut sama persis dengan penelitian yang akaan dilakukan oleh penulis. Sehingga penelitian dengan judul “Pengembangan Tes Uraian (Essay) Pada Evaluasi Hasil Pembelajaran Matematika”, layak untuk dilakukan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Pada hakikatnya waktu untuk belajar itu adalah sepanjang masa, dan belajar itu merupakan suatu proses yang dilakukan setiap individu untuk memperoleh suatu perubahan kearah yang positif. Belajar identik dilakukan oleh siswa baik siswa sekolah dasar sampai mahasiswa. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah mata pelajaran matematika.
Matematika dapat dipelajari dalam pendidikan formal maupun non formal mengingat pentingnya aplikasi matematika dalam kehidupan.
Keberhasilan proses pembelajaran matematika dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk mengetahui hasil belajar siswa, guru melakukan evaluasi. Kebanyakan evaluasi yang dilakukan oleh tiap satuan pendidikan yaiu menggunakan teknik tes, tes yang dilakukan hanya terfokus pada skor akhir dan hanya mampu mengukur hasil belajar pada ranah kognitif.
Suatu gagasan yang baik apabila evaluasi dijadikan media untuk merefleksi (bercermin) pada pengalaman yang telah peserta didik miliki dan kegiatan yang telah mereka rasakan, karena dapat meningkatkan hasil belajar terutama pada mata pelajaran matematika. Salah satunya yaitu dengan mengembangkan tes uraian. Dengan mengmbangkan tes uraian dapat membuat siswa lebih mengasah daya pikirnya, dikarenakan untuk menjawab soal tes uraian siswa tidak hanya menjawab secara singkat tetapi buth analisis dan tahapan-tahapan tertentu dengan menjawabnya. Tes uraian ini disertai dengan format penilaiannya yang disesuaikan dengan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran oleh sebab itu perlu dikembangkan tes uraian pada evaluasi hasil pembelajaran matematika.
Pada mata pelajaran matematika siswa memerlukan pengalaman belajar yang mengarahkan pada pemahaman, tidak cukup dengan mengerti saja. Matematika merupakan mata pelajaran yang berupa hal-hal tentang perhitungan, hal-hal yang dapat diukur, dan diaplikasikan perhitungannya pada kehidupan nyata. Oleh sebab itu perlu dikembangkan instrumen tes yang berupa tes uraian sehingga terwujud hasil belajar yang optimal.
Bagan 2.1
Alur Pengembangan Tes Uraian (Essay) Mata Pelajaran Matematika
Tes Uraian Format Penilaian
Pengembangan Instrumen Tes
Evaluasi Hasil Belajar Matematika
2.4 Model Hipotetik
Berdasarkan kajian teori tes uraian (essay) dan pengamatan di lapangan, diajukan model hipotetik berupa tes uraian pada evaluasi hasil pembelajaran seperti ditunjukkan pada bagan berikut:
Bagan 2.2
Model Hipotetik Tes Uraian (Essay) Pada Evaluasi Hasil Pembelajaran Matematika Tes Uraian Pada Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi Implementasi
Rencana isi
RENCANA ISI 1. Tujuan 2. Materi 3. Metode 4. Evaluasi
IMPLEMENTASI 1. Prinsip Tes
a. Berupa tes uraian b. Fokus individu
EVALUASI Tes Akhir Komponen tes
Isi Tes
Sasaran Hasil Belajar Siswa