• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROYEK OPERASI NASIONAL AGRARIA ( PRONA ) (Studi kasus pelaksanaan PRONA di Kelurahan Pulorejo, Mojokerto).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PROYEK OPERASI NASIONAL AGRARIA ( PRONA ) (Studi kasus pelaksanaan PRONA di Kelurahan Pulorejo, Mojokerto)."

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai per syar atan memper oleh Gelar Sar jana pada FISIP UPN: “VETERAN” J awa Timur

Disusun oleh :

AGNITYAS RACHMADIYAN NPM. 0741010016

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)

rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan

Skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI PELAKSANAAN PROYEK OPERASI

NASIONAL AGRARIA ( PRONA ). (Studi kasus pelaksanaan Prona di

Kelurahan Pulorejo, Mojokerto)

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kurikulum

Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs.

Hartono Hidayat, Msi sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan skripsi ini

diantaranya:

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak DR. Lukman Arif, M.Si, Kepala Program Studi Ilmu Administrasi

Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dra. Susi Hardjati, MAP, sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi

Negara, Fakulatas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional

(3)

data untuk melengkapi penulisan skripsi.

6. Kedua Orangtuaku mama papa dan adikku Dwimas dan Rana yang selalu

mendukung dan memberi semangat serta doa-nya selama ini.

7. Buat Mira, Lita, Nilam, Anggi, Bagus, Bela, Gita, Syamsi, Dinda, Erna,

semua angkatan 07’ dan temen kos ku yang selalu memberi semangat kepada

penulis, terima kasih atas semangat dan doanya.

8. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis

harapkan. Akhir kata semoga dengan Skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah

wawasan khususnya bagi penulis dan bagi fakultas pada umumnya serta para

pembaca.

Surabaya, Desember 2011

(4)

KATA PENGANTAR ... iii

2.2.2. Implementasi Kebijakan ... 28

2.2.2.1. Pengertian Kebijakan Publik ... 28

2.2.2.2. Model – model Kebijakan Publik ... 29

2.2.2.3. Faktor – faktor Pengaruh Kebijakan... 37

2.2.2.4. Sumber – Sumber Kebijakan ... 38

2.2.2.5. Keberhasilan dan Kegagalan implementasi Kebijakan ... 40

2.2.2.6. Prospek Untuk memperbaiki kebijakan ... 41

2.2.3. Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) ... 42

(5)

2.2.3.5. Biaya Pelaksanaan Prona ... 48

2.2.3.6. Prosedur PelaksanaanProna ... 49

2.2.3.7. Pelaksanaan Prona ... 50

2.2.5. Pendaftaran Tanah... 59

2.2.5.1. Dasar Pendaftaran Tanah... 59

2.2.5.2. Pengertian Pendaftaran Tanah ... 60

2.2.5.3. Azas Pendaftaran Tanah ... 61

2.2.5.4. Tujuan Pendaftaran Tanah ... 62

2.2.5.5. Obyek Pendaftarn Tanah ... 63

2.2.5.6. Penyelenggaraan Pelaksanaan Pendaftarn Tanah ... 63

2.2.5.7. Pelaksanaan Pendaftaran tanah ... 65

(6)

4.1.2. Kantor BPN Mojokerto ... 84

4.1.3. Visi, Misi BPN Kota Mojokerto ... 86

4.1.4. Struktur Organisasi ... 88

4.1.5. Tugas Pokok dan Fungsi ... 89

4.1.6. Karakteristik Pegawai BPN Kota Mojokerto ... 93

4.1.7 Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) ... 98

4.1.8 Pelaksanaan PRONA di Kelurahan Pulorejo ... 101

4.2. Hasil Penelitian ... 106

4.2.1 Prosedur ... 106

4.2.2 Persyaratan Administrasi ... 111

4.2.3 Biaya Pelaksanaan PRONA ... 115

4.3. Pembahasan ... 119

4.3.1. Prosedur ... 119

4.3.2 Persyaratan Administrasi ... 123

4.3.3 Biaya PelaksanaanPRONA ... 125

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 128

5.2. Saran ... 129

(7)

Tabel 1.3 Jumlah tanah yang sudah bersertifikat dan yang belum bersertifikat di Kelurahan Pulorejo ... 12

Tabel 4.1 Karakteristik Pegawai BPN Kota Mojokerto Berdasarkan jenis Kelamin ... 91

Tabel 4.2 Karakteristik Pegawai BPN Kota Mojokerto Berdasarkan Pendidikan ... 92

Tabel 4.3 Karakteristik Pegawai BPN Kota Mojokerto Berdasarkan Pangkat/ Golongan ... 93

Tabel 4.4 Karakteristik Pegawai BPN Kota Mojokerto Berdasarkan jenis pekerjaan ... 95

(8)

Gambar 3 Analisis Data ... 78

(9)

Lampiran 2 :Matriks Reduksi Data

Lampiran 3 : Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 4 : Dokumen Foto

Lampiran 5 : Pendaftaran Tanah Pertama Kali

Lampiran 6 : Keputusan Menteri Dalam Negeri No 189 Tahun 1981

Lampiran 7: PerKBPN RI No 1 Tahun 2010

(10)

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang menggambarkan secara mendalam obyek penelitian dari fakta – fakta yang ada. Berdasarkan fenomena tersebut permasalah yang di dapat adalah masalah biaya yang ditetapkan pihak Kelurahan untuk memenuhi kelengkapan berkas memberatkan masyarakat. Sehingga perumusan masalah dari masalah tersebut adalah : “Bagaimana implementasi PRONA di Kelurahan Pulorejo, Mojokerto”. Dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Implementasi PRONA di Kelurahan Pulorejo, Mojokerto.

Pelaksanaan PRONA diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No 189 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan PRONA, pelaksanaan PRONA merupakan pensertifikatan tanah secara masal dan diatur dalam Peraturan Pemerintah RI no 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pulorejo Mojokerto, karena tempat tersebut yang menjadi obyek pelaksanaan PRONA. Dengan fokus penelitian ini adalah : 1. Prosedur pelaksanaan PRONA, 2. Persyaratan administrasi pelaksanaan PRONA, 3. Biaya pelaksanaan PRONA.

Informan dan responden dalam penelitian ini adalah Kepala seksi pengaturan dan penataan pertaahan Kota Mojokerto selaku koordinator dan penanggung jawab dalam pelaksanaan PRONA, pelaksana kegiatan yaitu staf Kantor BPN dan staf Kantor Kelurahan Pulorejo serta masyarakat peserta PRONA.

(11)

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang dan

membangun, memiliki susunan perekonomian dan corak kehidupan rakyat

yang masih bersifat agraris. Fungsi tanah sebagai faktor produksi utama,

memegang peranan penting dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan

taraf kehidupan rakyat.

Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang

bersifat abadi, dan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

merupakan kesatuan tanah air dari seluruh rakyat indonesia.

Tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia,

karenanya perlu diatur dan dikelola secara nasional untuk menjaga

keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengaturan dan

pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan ketertiban

hukum, tetapi juga untuk menyelesaikan masalah, sengketa, dan konflik

pertanahan yang timbul.

Dengan begitu kebijakan nasional di bidang pertanahan perlu

disusun dengan memperhatikan apirasi dan peran serta masyarakat guna dapat

(12)

2.1. Penelitian Ter dahulu

1. Ayu Wulandari, 2003 Dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi

Kebijakan IMB di kota Surabaya”. Penelitian ini merupakan deskriptif

kualitatif focus penelitian adalah Implementasi kebijakan Perda No.7

Tahun 1992 tentang IMB kota Surabaya. Teknik pengumpulan datanya

adalah accidental sampling, sedangkan pengumpulan datanya adalah

menggunakan teknik berstruktur dan teknik wawancara mendalam(indepth

interview) yang diajukan kepada para calon pengurus IMB. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan di kota Surabaya sangat

berpengaruh kepada tatanan dan wajah kota mendatang. Sehungga perlu

adanya peningkatan kegiatan pemerintah daerah untuk mengatur dan

menata bangunan maka untuk mencapai maksud tersebut Pemerintah

Daerah Kotamadya Surabaya dengan persetujuan DPRD Kotamadya

Surabaya dituangkan dalam Perda Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya

No.7 Tahun 1992 tentang IMB.

2. Kukuh Aprianto, 2007 dalam penelitiannnya yang berjudul Komparasi

pelayanan pengurusan sertifikat tanah antara hak milik dengan hak guna

bangunan di kantor badan pertanahan nasional kabupaten Sidoarjo.

(13)

karena itu penelitian ini mengoperasikan 1 variabel dengan 2 sample,

yakni variabel pelayanan pengurusan sertifikat tanah dan sampelnya

adalah sertifikat ahak milik dengan sertifikat hak guna bangunan.

Indikatorvariabel pelayanan publik adalah sesuai dengan standart

pelayanan menurut SK MENPAN NO 63/kep/M.PAN/2003. Dalam

penelitian ini hipotesa yang diajukan adalah diduga terdapat perbedaan

pelayanan paengursan sertifikat tanah antara hak milik dengan hak guna

bangunan di kantor Badan Pertnahan Nasional Kabupaten Sidoarjo

terbukti kebenarannya. Sehingga diharapkan pihak kantor Badan

Pertanahan Kanbupaten Sidoarjo harus lebih bersifat transparasi di dalam

proses pengurusan sertifikat tanah terutama syarat – syarat pengurusan,

prosedur pengurusan serta biaya pengurusan sertifikat.

3. Fia Arin Setyoningsih, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas

pembangunan nasional “veteran” jawa timur. Dengan judul implementasi

kebijakana Perda No 25 tahun 2001 tentang IMB ( Ijin Mendirikan

Bangunan). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini

bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakana Perda No 25

tahun 2001 tentang Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), diharapkan agar

masyarakat dapat mengetahui dan mengerti akan kebijakaan peraturan

daerah karena dapat memperlancar masalah – masalah khususnya yang

berkaitan langsung dengan IMB. Fokus dalam penelitaian adalah

(14)

Dari ketiga penelitian terdahulu tersebut terdapat persamaan dan juga

perbedaan. Persamaan dari penelitian pertama adalah sama-sama

menggunakan metode deskriptif kualitatif, pengumpulan data sama-sama

dengan wawancara secara mendalam kepada sasaran. Penelitian kedua

sama-sama membahas tentang pengurusan sertifikat tanah. Pada penelitian ketiga

sama-sama membahas tentang Implementasi Kebijakan dari Pemerintah.

Perbedaan dari ketiga penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah

terletak pada sudut pandang peneliti, ruang lingkup yang menjadi obyek

peneliti serta pengguna metode penelitian antara penelitianpertama, kedua,

dan ketiga.

2.2. Landasan Teor i

Tujuan landasan teori ini adalah untuk memberikan suatu landasan

berfikir pada penulis dalam usahanya unuk mencari kebenaran yang berkaitan

dengan masalah yang akan dibahas, dimana hasilnya belum mampu dijadikan

sebagai pegangan dalam hubungannya dengan masalah yang dihadapi.

2.2.1. Kebijakan Publik

2.2.4.1.Penger tian Kebijakan Publik

Pada dasarnya terdapat banyak definisi mengenai apa yang

dimaksud dengan kebijakan publik dalam literatur ilmu politik. Misalnya

Thomas Dye dalam Analisis Kebijakan Publik (2005 :2) mendefinisikan

kebijakn publik mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut

(15)

publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan

oleh badan pemerintah.

Anderson dalam Islamy (2004:19) mendefinisikan kebijan publik

sebagai berikut : “publik policies are those policies developed by

gevermental bodies and official”. (kebijakan publik adalah kebijakan

yang dikembangkan oleh badan – badan dan pejabat – pejabat

pemerintah).

Dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah:

a. Bahwa kebijakan Negara itu harus mempunyai tujuan tertentu

atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan.

b. Bahwa kebijakan Negara itu berisi tindakan atau pola pejabat

pemerintah.

c. Bahwa kebijakan itu adalah apa yang benar – benar dilakukan

oleh pemerintah.

d. Bahwa kebijakan negara itu bersifat positif dalam arti merupakan

beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah

tertentu atau bersifat negatif.

e. Bahwa kebijakan pemerintah setidak- tidaknya dalam arti yang

positif atau selalu didasarkan pada peraturan perundang –

undangan dan bersifat memaksa.

Definisi yang dikemukakan oleh Anderson diatas menganggap

(16)

atau pemerintah. Sejalan dengan pemikian diatas, Dye dalam

Alisahbana (2004:2) mengemukakan juga bahwa kebijakan publik

adalah :

“whatever government choose to door not to do” ( segala sesuatu

atau apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak

dilakukan). Apabila pemerintah memilih untuk melakukan suatu

tindakan, maka tindakan tersebut harus memiliki tujuan dan kebijakan

publik tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan hanya

keinginan pejabat pemerintah saja.

Menurut Edi Suharto,PhD (2007 : 5) mengatakan kebijakan publik

adalah seperangkat tindakan pemerintah yang di desain untuk mencapai

hasil –hasil tertentu yang diharapkan oleh publik sebagai konstituen

pemerintah.

Ciri – ciri kebijakan publik menurut Wahab (2002:6) yaitu :

a. Merupakan rangkaian keputusan publik.

b. Melibatkan seorang aktor politik dan atau sekelompok lain.

c. Sebagai proses pemilihan tujuan dan sarana untuk mencapainya.

d. Berlangsung dalam situasi tertentu.

e. Ada dalam lingkup atau batas – batas kekuasaan para aktor.

Berdasarkan pengertian – pengertian di atas bahwa kebijakan

publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil

oleh seorang aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih

(17)

suatu pemerintah dengan lingkungannya dan apapun yang dipilih oleh

pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.

2.2.4.2.Sifat k ebijakan publik

Winarno (2002 : 19) sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat

dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci beberapa kategori

sebagai berikut :

A. Tuntutan – tuntutan kebijakan

Adalah tuntutan – tuntutan yang dibuat oleh aktor swasta atau

pemerintah, ditujukan kepada pejabat – pejabat pemerintah dalam

suatu sistem politik.

B. Keputusan kebijakan

Adalah keputusan – keputusan yang dibuat oleh pejabat

pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi

kepada tindakan – tindakan kebijakan publik.

C. Pernyataan –pernyataan kebijakan

Adalah pernyataan– pernyataan resmi atau artikulasi – artikulasi

(penjelasan) kebijakan publik.

D. Hasil – hasil kebijakan

Adalah manifestasi nyata dari kebijakan–kebijakan publik hal–hal

yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan–keputusan dan

pernyataan-pernyataan kebijakan.

(18)

Adalah akibat – akibatnya bagi masyarakat baik yang diinginkan

atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya

tindakan dari pemerintah.

2.2.4.3.Bentuk bentuk kebijakan publik

Bentuk – bentukkebijakan publik dapat dikelompokan menjadi tiga,

yaitu:

1. Kebijakan publik yang bersifat makro, umum atau mendasar.

Kebijakan ini berbentuk peraturan perundang – undangan yang

mencakup Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945, undang – undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang –

Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan

Daerah.

2. Kebijakan publik yang bersifat meso atau menengah atau penjelas

pelaksana.

Kebijakan ini dapat berbentuk Peraturan Menteri, Surat edaran menteri,

peraturan gubernur, peraturan bupati, dan walikota. Kebijakannya dapat

pula berupa surat keputusan bersama SKB antar menteri gubernur,

bupati atau walikota.

3. Kebijakn publik yang bersifata mikro.

Adalah kebijakan yang mengtur pelaksanaan atau implementasi dari

kebijakan di atasnya. Bentuk kebijakannya adalah peraturan yang

dikeluarkan oleh aparat publik di bawah mentri, gubernur, bupati dan

(19)

2.2.4.4.Tahap – tahap kebijakan publik

Winarno (2002 : 28) proses pebuatan kebijakan merupakan proses

yang komplek karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang

harus dikaji. Oleh karena itu kebijakan publik membagi proses – proses

penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tahap – tahap

kebijakan publik sebagai berikut :

1. Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah

pada agenda publik.sebelumnya masalah – masalah ini

berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda

kebijakan.

2. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian di

bahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah – masalah tadi di

definisikan untuk kemudian dicari masalah terbaik.

3. Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh

para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif

kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas

legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan

(20)

4. Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan - catatan

elit jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh sebab

itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif

pemecahan masalah harus di implementasikan

5. Tahap penilaian kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau

dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat

telah mampu memecahkan masalah

2.2.4.5.Tipe – tipe model kebijakan

Menurut Gaas dan Sisson dalam alisjahbana (2004:15),

menjelaskan model kebijakan (policy models) sebagai representasi

sederhana mengenai aspek – espek yang terpilih dari suatu kondisi

masalah yang disusun untuk tujuan tertentu. Model kebijakan dapat

digunakan tidak hanya untuk menerangkan, menjelaskan, dan

mempredikskan elemen–elemen suatu kondisi masalah melainkan juga

untuk memperbaikinya dengan merekomendasikan serangkaian tindakan

untuk memecahkan masalah – masalah tertentu. Tipe – tipe model

kebijakan antar lain :

1. Model deskriptif

Model – model kebijakan dapat dibandingkan dan dikontraskan

dari berbagai dimensi, yang paling penting diantaranya adalah

(21)

metodologis dan model. Dan kebijaksanaan yang dikenal saat

iniadalah model deskriptif dan model normatif. Tujuan model

deskriptif adalah menjelaskan sebab- sebab dan konsekuensi dari

pilihan – pilihan kebijakan. Model deskriptif digunakan untuk

memantau hasil – hasil dari aksi – aksi kebijakan.

2. Model normatif

Tujuan model normatif selain menjelaskan dan atau memprediksi

juga memberikan dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan

beberapa utilitas (nilai). Jenis model normatif yang membantu

menemtukan tingkat kapasitas pelayanan yang optimum (model

antri), waktu pelayanan yang optimum (model penggantian)

pengaturan volume dan waktu yang optimum (model inventaris)

dan keuntungan yang optimum pada investasi publik (model

biaya dan manfaat) masalah – masalah keputusan normatif

biasanya dalam bentuk mencari nilai nilai variabel yang

terkontrol (kebijakan) yang akan menghasilkan manfaat yang

terbesar (nilai) sebagai mana terukur dalam variabel keluaran.

3. Model verbal

Model – model normatif dan deskriptif dapat di ekspresikan di

dalam tiga bentuk utama yaitu : verbal, simbol dan prosedural.

Model verbal dapat di ekspresikan dalam bahasa sehari – sehari,

tidak menggunakan bahasa logika simbolis dan matematis, tetapi

(22)

menggunakan model verba, analis bersandar pada penilaian nalar

untuk memprediksi dan menawarkan rekomendasi. Penilaian

nalar menghasilkan argumen kebijakan. Model verbal secara

relatif mudah dikomunikasikan para ahli dan orang awam dengan

biaya yang murah.

4. Model simbolis

Model simbolis menggunakan simbol – simbol matematis untuk

menerangkan hubungan diantara variabel – variabel kunci yang

dipercaya mencari suatu masalah. Prediksi atau solusi yang

optimal diperoleh dari model – model simbolis dengan meminjam

metode – metode matematika, statistk,dan logika. Model simbolis

sulit dikomunikasikan diantara orang awam, termasuk pembuat

kebijakan, dan bahkan diantara para ahli pembuat model sering

terjadi kesalah pahaman tentang elemen – elemen dasar dari

model.

5. Model prosedural

Model prosedural menampilkan hubungan yang dinamis diantara

variabel – variabel yang menjadi ciri suatu masalah kebijakan.

Prediksi – prediksi dan solusi – solusi yang optimal diperoleh

dengan menstimulasi dan meneliti seperangkat hubungan yang

mungkin. Ada perbedaan utama antara model simbolis dan

prosedural, yakni bahwa model simbolis menggunakan data

(23)

kebijakandan hasil, sedangkan model prosedural mengasumsikan

(mensimulaksikan) hubungan diantara variabel – variabel

tersebut. Salah satu bentuk model prosedural yang paling

sederhana adalah pohon keputusan, yang dibuat dengan

memproyeksikan keputusan – keputusan kebijakan dan

konsekuensi - konsekuensinya yang mungkin pada masa

mendatang. Pohon keputusan berguna untuk membandingkan

perkiraan subyektif atas konsekuensi dari bermacam – macam

pilihan kebijakan.

2.2.2. Implementasi Kebijakan

2.2.2.1. Penger tian Implementasi Kebijakan

Webster dalam Wahab (2004 : 64 ) menyatakan bahwa

implementasi kebijakan adalah suatu proses melakukan kebijaksanaan.

Pressman dan Wildavsky dalam Tangkilisan (2003 : 17)

mengtakan bahwa Implementasi kebijakan diartikan sebagai interaksi

antara penyusunan tujuan dan sarana – sarana tindakan dalam mencapai

tujuan tersebut atau kemampuan untuk menghubungkan antara yang

diinginkan dengan cara untuk mencapainya.

Meter dan Horn dalam Winarno (2005 : 102) membatasi

implementasi kebijakan sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan oleh

individu – individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta

yang diarahkan untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan

(24)

Jadi dapat disimpulkan implementasi kebijakan adalah Proses

melaksanakan keputusan kebijakan yang telah dittapkan tujuannya.

2.2.2.2. Model- model Implementasi Kebijakan

Dalam implementasi kebijakan ada beberapa bentuk model

implementasi yang dikenal. Model ini berguna untuk menyederhanakan

sesuatu bentuk dan memudahkan dalam pelaksanaan kebijakan.

Hogwood dan Gunn dalam Wahab (2004 : 71) mengemukakan

model “Top Down Approach”. Menurut Hogwooddan Gunn untuk dapat

mengimplementasikan kebijakan secara sempurna (perfect

implementasion), ada 10 (sepuluh) persyaratan yaitu:

a) Untuk melaksanakan program tersedia waktu dan sumber – sumber

yang cukup memadai.

b) Perpaduan sumber- sumber yang diperlukan benar – benar tersedia.

c) Kebijaksanaan yang akan diiplementasikan disadari oleh suatu

hubungan kausalitas yang handal.

d) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit rantai

penghubungnya.

e) Hubungan saling ketergantungan harus kecil.

f) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

g) Tugas – tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.

h) Komunikasi dan koordinat yang sempurna.

i) Pihak – pihak yang memiliki kekuasaan dapat menuntut dan

(25)

j) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan /instansi pelaksana

tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius.

Sedangkan Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2004 :

81) menawarkan suatu model dasar dalam implementasi kebijakan

yang disebut A Frame Work For Implementasion Analysis

(Kerangka Analisis Implementasi). Dimana analisis implementasi

kebijaksanaan Negara mengidentasikan variabel – variabel

yangmempengaruhinya tercapainya tujuan – tujuan formal pada

keseluruhan proses implementasi.

Variabel – variabel tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kategori

besa,yaitu:

1) Mudah tidaknya masalah yang akan dikerjakan

dikendalikan.

2) Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstruktur

secara tepat proses implementasinya.

3) Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap

keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat yang

dalam keputusan kebijaksanaan tersebut.

Gambaran mengenai kerangka konseptual implementasi kebijaksanaan

(26)

Gambar 1

Var iabel – var iabel Implementasi Kebijaksanaan

Sumber :

Sumber : Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2004:82)

A. M udah/ t idaknya masalah dikendalikan • Kesukaran – kesukaran t eknis

• Keragaman perilaku kelompok sasaran

• Prosent ase kelompok sasaran dibanding jumlah penduduk

• Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan

B. Kemampuan kebijaksanaan unt uk menst rukt ur proses implement asi

• Kejelasan dan konsent rasi t ujuan • Digunakannya t eori kausal yang

memadai

• Ket epat an alokasi sumber dana • Ket erpaduan hirarki dalam dan

diant ara lembaga pelaksana • At uran - at uran keput usan dari

badan pelaksana

• Rekruit men pejabat pelaksana • Akses formal pihak luar

C. Variabel diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses implement asi

• Kondisi sosio-ekonomi dan t eknologi

• Dukungan publik

• Sikap dan sumber – sumberyang dimiliki kelompok – kelopok • Dukungan dari pejabat at asan • Komit men dan kemampuan

kepemimpinan pejabat - pejabat pelaksana

D. Tahap – t ahap dalam proses implement asi (variabel t ergant ung)

(27)

Variabel variabel yang mempengaruhi proses implementasi

kebijaksanaan tersebut dijelaskan sebagai berikut :

A. Mudah atau tidaknya masalah dikendalikan

Terlepas dari kenyataan bahwa banyak kesukarandalam implementasi

program, sebenarnya ada sejumlah masalah sosial yang jauh lebih mudah

untuk ditangani bila dinbandingkan dengan masalah lainnya. Kategori ini

terdiri dari :

1). Kesukaran- kesukaran teknis

Tercapai atau tidaknya tujuan program tergantung pada persyaratan

teknis,termasuk kemampuan mengembangkan indikator pengukur

prestasi kerja yang tidak mahal serta pemahaman mengenai prinsip

hubungan kausal yang mempengaruhi masalah.

2). Keragaman perilaku kelompok sasaran

Semakin beragam perilaku yang diatur atau semakin beragam

pelayanan yang diberikan,semakin sulit upaya membuat peraturan

yang tegas dan jelas, sehingga semakin besar kebebasan bertindak

yang harus diberikan kepada para pejabat dilapangan,pemberian

kebebasan bertindak kemungkinan akan menimbulkan perbedaan

yang cukup mendasar dalam tingkat keberhasilan pelaksanaan

program.

3). Prosentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran.

Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya

(28)

dukungan politik terhadap program sehingga akan lebih terbuka

peluang bagi pencapaian tujuan.

4).Tingkat ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki.

Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki, semakin

sukar memperoleh implementasi yang berhasil.

Suatu permasalahan sosial akan lebih dapat dikembalikan apabila:

1) Tersedia teori yang handal yang mampu menjelaskan hubungan

antara perubahan perilaku dan pemecahan masalah, persyaratan

tekhnologinya terpenuhi, dan tindakan/langkah yang dimaksud

untuk mengatasi masalah tersebut tidak mahal.

2) Variabel/perbedaan perilaku yang menyebabkan timbulnya

masalah relatif kecil

3) Kelompok sasaran tersebut merupakan sebagaian kecil dari

totalitas penduduk suatu wilayah.

4) Tingkat dan Ruang Lingkup perubahan perilaku yang diinginkan

sedang.

B. Kemampuan kebijaksanaan untuk menstruktur proses implementasi

Kebijaksanaan dapat menstruktur proses implementasi dengan

cara menjabarkan tujuan formal yang akan dicapainya, menseleksi lembaga

yang tepat untuk mengimplementasikannya, memberikan kewenangan dan

(29)

Kategori ini terdiri dari :

1) Kecenderungan dan kejelasan perjenjangan tujuan resmi yang akan

dicapai.

Semakin mampu peraturan memberi petunjuk yang cermat dan

disusun menurut kepetingannya maka semakin besar kemungkinan

output kebijaksanaan badan pelaksana dan pada gilirannya perilaku

kelompok sasaran akan sejalan petunjuk tersebut.

2) Keterandalan teori kausalitas yang digunakan

Setiap usaha pembaharuan setidaknya secara emplisit teori kausal

yang menjelaskan bagaimana tujuan pembaharuan itu dicapai.

Teorikausal yang baik mensyaratkan : Hubungan timabal balik antara

campur tangan pemerintah disatu pihak dan tercapainya tujuan

program dipahami dengan jelas, pejabat yang bertangggung jawab

mengimplementasikan mempunyai kewenangan yang cukup.

3) Ketepatan alokasi sumber – sumber dana

Dana merupakan faktor penentu dalam suatu program, tersedianya

dana juga diperlukan untuk mencapai tujuan.

4) Keterpaduan hirarki didalam lingkunagan dan diantara lembaga –

lembaga/instansi-instansi pelaksana

Tingkat kepaduan hirarki diantara badan pelaksana dipengaruhi oleh :

pihak yang akan membatalkan keputusan dalam usaha pencapaian

tujuan. Pengaruh dan wewenang pendukung pencapaian tujuan dalam

(30)

5) Aturan – aturan pembuatan keputusan-keputusan di badan – badan

pelaksana

Suatu kebijaksanaan dapat mempengaruhi implementasi dengan

menggariskan aturan – aturan pembuatan keputusan dari badan

pelaksana. Selain itu diatur bahwa suara mayoritas diperlukan untuk

mengambil tindakan – tindakan khusus apbila yang terlihat adalah

keanggotaanya beranekaragam.

6) Kesempatan para pejabat terhadap tujuan yang termasuk dalam

undang – undang/peraturan.

Upaya pencapaiann tujuan tidak akan membawa hasil kecuali kalau

para pejabat dalam badan pelaksana memiliki komitmen yang tinggi

terhadap upaya pencapaian tujuan.

7) Akses formal pihak – pihak luar

Implementasi juga dipengaruhi peluang untuk berpartisipasi bagi para

aktor diluar badan pelaksana. Kebijaksanaan selain mempengaruhi

implementasi melalui pilihan badan pelaksana yang tepat juga

mempengaruhi partisipasi dua kelompok diluar badan pelaksansa

yaitu : kelompok sasaran program dan atasan dari badan pelaksana.

C. Variabel diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses implementasi

Implementasi didorong oleh sekurang-kurangnya dua proses penting yaitu :

kebutuhan setiap programyang berusaha untuk mengubah perilaku, mengatasi

(31)

sejumlah besar orang, dan dampak perubahan keadaan sosial- ekonomi dan

teknologis pada pendukung tujuan kebijaksanaan. Kategori ini terdiri dari :

1)Kondisi – kondisi sosio ekonomi dan teknologi.

Pebedaan waktu dan perbedaan diantara wilayah hukum

pemerintahan dalam kondisi sosial ekonomi dan teknologi

berpengaruh pada pencapaian tujuan.

2)Dukungan politik.

Untuk keberhasilan implementasi diperlukan dukungan publik yakni

bisa melalui pendapat umum, opini masyarakat atas isu-isu yang

dianggap menonjol maupun pemungutan suara

3)Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat.

Dilema yang dihadapi oleh para penganjur program yang berusaha

untuk mengubah perilaku dari satu atau lebih kelompok sasaran ialah

bahwa derajat dukungan publik atas program tersebut berbeda – beda

dari waktu ke waktu.

4)Dukuangan dari badan/lembaga atasan yang berwenang.

Lembaga atasan dari badan pelaksana dapat memberikan dukungan

tehadap tujuan melalui jumlah dan arah pengawasan, penyediaan

suber – sumber keuangan, banyaknya tugas- tugas baru dan saling

bertentangan diantara tugas – tugas tersebut.

5)Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana.

Variabel yang berpengaruh langsung terhadap output kebijakan

(32)

terhadap upaya mewujudkan tujuan kebijakan, yang terdiri dari dua

komponen yaitu arah dan ranking tujuan tersebut dalam skala

prioritas pejabat tersebut dan kemampuan pejabat dalam mewujudkan

prioritas- prioritas tersebut.

2.2.2.3. Faktor – faktor yang mempengar uhi implementasi kebijakan

Islamy (2007 : 107) menjelaskan bahwa suatu kebijaksanaan negara

akan menjadi efektif bila dilaksanakandan mempunyai dampak positif bagi

anggota – anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan

manusia yang menjadi anggota masyarakat itu bersesuaian dengan apa

yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Dengan demikian apabila

mereka tidak bertindak atau berbuat sesuai dengan keinginan

pemerintah/negara itu,maka kebijaksanaan negara menjadi efektif

Secara jujur kita akan mengatakan bahwa kebijaksanaan negara

apapun sebenarnya mendukung resiko untuk gagal. Hogwood dan Gunn

dalam Wahab (2004: 61) telah membagi pengertian kegagalan

kebijaksanaan (policy failure) dalam dua kategori besa yaitu Non

Implementation ( tidak implementasi ) dan Unseccesful Implementation (

implementasi tidak berhasil)

Tidak terimplementasi mengandung arti bahwa suatu kebijaksanaan

tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak- pihak

yang terlibat didalam pelaksanaannya tidak mau bekerjasama atau mereka

telah bekerja tidak efisien, bekerja setengah hati, atau karena mereka tidak

(33)

Implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi manakala suatu

kebijaksanaan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun

mengingat kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan (semisal tiba –

tiba terjadi peristiwa pergantian kekuasan, bencana alam dansebagainya),

kebijaksanaan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau

hasil akhir yang dikehendaki.

2.2.2.4. Sumber - sumber implementa si kebijakan

Winarno ( 2002 : 132 ) perintah perintah implementasian mungkin

diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana

kekurangan sumber – sumber yang diperlukan umtuk melaksanakan

kebijakan – kebijakan maka implementasi ini cenderung tidak efektif.

Dengan demikian sumber – sumber dapat merupakan faktor yang penting

dalam melaksakan kebijakan publik. Sumber – sumber yang penting

meliputi :

a)Staf

Sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan adalah

staf. Ada satu hal yang harus diingat adalah bahwa jumlah tidak

selalu mempunyai efek positif bagi implementasi kebijakan. Hal ini

berarti bahwa jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis

mendorong implementasi yang berhasil. Hal ini disebabkan oleh

kurangnya kecakapan yang dimiliki oleh para pegawai pemerintah

atau staf, namun di sisi yang lain kekurngan staf juga akan

(34)

kebijakan pegawai pemerintah atau staf, namun di sisi yang lain

kekurngan staf juga akan menimbulkan persoalan yang pelik

menyangut implementasi kebijakan ang efektif.

b)Informasi

Informasi merupakan sumber penting yang kedua dalam

implementasi kebijakan. Informasi mengenai program – program

adalah penting terutama bagi kebijakan- kebijakan yang melibatkan

persoalan – persoalan teknis.

c)Wewenang

Sumber lain yang penting dalam pelaksanaan adalah wewenang.

Wewenang ini akan berbeda – beda dari satu program ke program

yang lain, serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda.

d)Fasilitas – fasilitas

Fasilitas fisik mungkin pula merupakan sumber – sumber yang

penting dalam implementasi. Seorang pelaksana mungkin

mempunyaialatyang memadai, mungkinmemahami apa yang harus

dilakukan,dan mungkin mempunyai wewenang untuk melakukan

tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor untuk melakukan

koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan maka besar

(35)

2.2.2.5. Keber hasilan dan kegagalan Implementa si Kebijakan

Keberhasilan dan kegagalan implementasi dapat dilihat dari

terjadinya kesesuaian antara pelaksanaan dengan disiplin, tujuandan

sasaran itu sendiri.

a) Keberhasilan implementasi kebijakan

Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003 : 21) menyatakan

keberhasilan implementasi kebijakan program dapat ditinjau dari tiga

faktor:

1. Perspektif kepatuhan yang mengukur implementasi kebutuhan

aparatur pelaksana.

2. Keberhasilan implementasidiukur dari kelancaran rutinitas dan

tiadanya persoalan.

3. Implementasi yang berhasil mengarah pada kinerja yang

memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima manfaat

yang diharapkan.

b) Kegagalan implementasi kebijakan

Peters dalam Tangkilisan (2003 : 22) mengatakan implementasi

kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor, yaitu:

1. Informasi

Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya

gambaran yang kurang tepat baik kepada obyek kebijakan

maupun kepada para pelaksana dari kebjakan yang akan

(36)

2. Isi kebijakan

Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi

atau kebijakan atau ketidaktepatan dan ketidaktegasan intern

maupun ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukan adanya

kekurangan yang sangat berarti atau adanya kekurangan yang

menyangkut sumber daya pembantu.

3. Dukungan

Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila

pelaksananya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.

4. Pembagian Potensi

Hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para aktor

implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam

kaitannya dengan diferensiasi tugas dan wewenang.

2.2.2.6. Pr ospek untuk memper baiki Implementasi

Pelaksanaan kebijakan selama ini telah diidentifikasi bahwa

banyak masalah yang timbul. Proses pelaksanaan kebijakan merupakan

proses yang rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut disebabkan banyak

faktor, baik menyangkut karakteristik program kebijakan yang di jalankan

maupun oleh aktor yang terlihat dalam implementasi kebijakan. ( Winarno,

2002 : 161)

Kebijakan apapun sebenarnya mengandung resiko untuk gagal.

Hogwood dan Gunn dalam Wahab (2004 : 61) membagi pengertian

(37)

(tidak terimplementasi) danunsuccesfull implementation (implementasi

yang tidak berhasil)

Islamy (2003: 108) menjelaskan bahwa kebijakan akan menjadi

efektif bila dilaksanakan dan berdampak positif bagi anggota masyarakat.

Selain itu untuk mencapai efektifitas pelaksanaan kebijaksanaan proses

komunikasi harus baik yaitu menyebarluaskan kebijaksanaan kepada

anggota masyarakat.

2.2.3. Pr oyek Oper asi Nasional Agr ar ia (PRONA)

2.2.4.1. Pr oyek Oper asi Nasional Agr ar ia (PRONA)

Pelaksnaana prona dilakukan secara terpadu dan

diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat golongan ekonomi

lemah yang berada di wilayah desa. Kebijakan ini dimaksudkan agara

masyarakat golongan ekonomi lemah dapat memiliki sertifikat hak

milik atas tanah dengan biaya yang lebih murah. Tujuan pelaksanaan

program ini adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum

kepada para pemegang hak atas tanah.

Pelaksanaan Prona merupakan suatu usaha untuk memberikan

rangsangan dan partisipasi kepada pemegang hak atas tanah agar mau

melakukan sertifikat atas tanahnya dan berusaha membantu

menyelesaikan sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis dengan

(38)

Tujuan pelaksanaan Prona sesuai dengan tujuan Catur Tertib

Pertanahan,yaitu :

1. Tertib hukum pertanahan

Bertujuan agar setiap tanah mempunyai sertifikat,

sehingga tanah tersebut mempunyai kepastian hukum maupun

hak yang kuat. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa

peraturan hukum pertanahan sudah dilaksanakan dengan baik.

Dengan adanya sertifikat tanah, diharapkan sengketa – sengketa

pertnahan dapat terhindari.

2. Tertib administrasi Pertanahan

Adalah bertujuan untuk peningkatan mutu Kantor

Pertanahan kepada masyarakat dengan cara yang cepat, mudah

dan biaya murah bagi pemohon hak atas tanah.

Adapun maksud dari cepat, mudah dan biaya murah,

adalah :

a) Cepat, bahwa pelaksnaannya sudah diprogramkan dan harus

cepat selesai tepat waktunya, sesuai jadwal waktu yang telah

ditetapkan.

b) Mudah, dimana petugas pelaksana aktif di lokasi yang telah

di tentukan, sehingga pemohon tidak harus datang ke Kantor

Pertanahan setempat. Proses permohonan hak atas tanah itu

(39)

c) Murah. Dimana biaya yang dibebankan kepad pemohon hak

atas tanah relatif murah dan dapat juga di jangkau oleh

masyaraakat.

Dengan adanya Prona yang dilaksanakan denan biaya yang

murah, cepat dan mudah tersebut, diharapkan membawa

manfaat bagi masyaraakat, khususnya masyarakat golongan

ekonomi lemah.

3. Tertib penggunaan tanah

Bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat

akan arti pentingnya penggunaan tanah secara berencana,

sehingga dapat di peroleh pemanfaatan tanah secara optimal,

berkesinambungan antara berbagai keperluan dan bersifat

selamanya.

4. Tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup

Dewasa ini banyak terjadi orang atau badan hukum yang

menguasai tanah tanpa berusaha untuk mencegah terjadinya

kerusakan. Padahal dalam pasal 15 peraturan dasar Pokok –

Pokok Agraria (UUPA) sudah dinyatakan secara tegas bahwa

memelihara kesuburan, mencegah kerusakan merupakan

kewajiban setiap orang atau badan hukum, instansi yang

mempunyai hubungan dengan tanah itu, serta memperhatikan

(40)

Hal ini mempunyai tujuan untuk mencegah agar terjadinya

kerusakan tanah dan lingkungan hidup

2.2.4.2. Latar Belakang Pelaksanaan Pr ona

Dalam petunjuk pelaksanaan Prona, dijelaskan tujuan Prona

adalah sebagai berikut :

1. Memberikan rangsangan kepada masyarakat khususnya pemegang

hak atas tanah, untuk bersedia membuatkan sertifikat atas hak yang

dimilikinya tersebut.

2. Menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam bidang

pertanahan.

3. Membantu pemerintah dalam hal menciptakan suatu suasana

kehidupan masyarakat yang aman dan tenteram.

4. Menumbuhkan partisipasi masyarakat, khususnya pemilik tanah

dalam menciptakan stabilitas politik serta pembangunan di bidang

ekonomi.

5. Menumbuhkan rasa kebersamaan dalam menyelesaikan sengketa

pertanahan.

6. Memberikan kepastian hukum pada pemegang hak atas tanah.

7. Membiasakan masyarakat pemegang hak atas tanah untuk memiliki

alat bukti yang otentik atas tanahnya trsebut.

Proses untuk mendapatkan sertifikat tersebut tidak akan

(41)

2.2.4.3. Syar at Pelaksanaan Prona

Lokasi pelaksanaan PRONA di setiap wilayah mempunyai

ketentuan yang berbeda-beda hal ini disebabkan karena setiap daerah

atau wilayah mempunyai perbedaan faktor pendukung. Di bawah ini

akan disebutkan syarat-syarat pelaksanaan PRONA, dimana syarat ini

tidak harus dipenuhi semua melainkan boleh salah satunya yaitu :

a) Subyek peserta prona harus pemilik /pihak yang menguasai tanah

perseorangan dari golongan ekonomi lemah. Kriteria ini

ditentukan oleh panitia yang didalamnya termasuk Camat dan

Kepala Desa / Lurah setempat.

b) Tanah yang dapat menjadi subyek Prona adalah tanah pertanian

yang tidak lebih dari 2 (dua) hektar.

c) Untuk tanah non pertanian, luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 (dua

ribu meter persegi).

d) Letak bidang tanah yang belum terdaftar tersebut tidak

berpencar-pencar dalam arti mengelompok.

e) Persentase tinggi tanah yang dicakup oleh peta dasar, berbentuk

peta foto atau peta garis.

2.2.4.4. Sasaran Pelaksanaan Prona

Sasaran Pelaksanaan Prona adalah pelaksanaan sertifikat tanah

bagi masyarakat golongan ekonomi lemah sampai menengah yang

(42)

miskin kota, pertanian subur atau berkembang atau daerah

pengembangan ekonomi rakyat.

Dalam pelaksanaan PRONA semua warga negara Indonesia /

pemegang hak atas tanah berhak untuk menjadi peserta Prona, namun

tidak semua warga negara Indonesia akan menjadi peserta Prona.

Maka dari itu dalam menentukan peserta Prona secara teknis diadakan

penggolongan. Penggolongan ini dimaksudkan untuk melindungi

golongan ekonomi pada tiga golongan yaitu :

a) Golongan ekonomi lemah

Hal ini dimaksudkan karena melalui pensertifikatan tanah ini

dapat memberikan keringanan karena tanpa dipungut

pembayaran kepada kas Negara.

b) Golongan menengah

Dengan berlakunya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor

266 Tahun 1981 Tentang Beberapa Pungutan Biaya Dalam

Rangka Pemberian Sertifikat Hak Atas Tanah, maka golongan

menengah dimasukkan menjadi obyek Prona.

c) Badan Hukum Keagamaan, Badan Hukum Sosial dan Lembaga

Pendidikan.

Sasaran dari pelaksanaan Prona :

a. Subyek Prona adalah pemilik tanah perseorangan yang

termasuk golongan ekonomi lemah dan masih mampu

(43)

b. Obyek Prona adalah pendaftaran tanah pertama kali

terhadap bidang – bidang tanah yang belum teradftar.

c. Obyek Prona adalah tanah pertanian yang luasnya

kurang dari 2 ha, atau tanah non pertanian yang luasnya

kurang dari 2000 m².

Dengan demikian sasaran Prona yang utama adalah masyarakat

yang tergolong ekonomi lemah yang mempunyai hakmilik atas tanah.

2.2.4.5. Biaya Pelaksanaan Prona

Biaya yang terkait dengan Prona terdiri dari proses penetapan

hak / penerbitan sertifikat, pembayaran Bea Perolehan Hak Atas

Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan Atas

Penghasilan dari Pengalihan Tanah dan/ atau Bangunan (Pph), sebagai

berikut :

a) Penetapan Hak/ Penerbitan Sertifikat

Peserta Prona tidak dibebani kewajiban pembayaran semua

biaya pelayanan pertanahan sebagaimana yang dimaksud dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Tarif Pelayanan

Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional. Biaya tersebut

seluruhnya dibebankan pada pemerintah melalui APBN sesuai dengan

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran BPN-RI Tahun 2007 pada Kantor

(44)

b) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan BPHTB

sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang

BPHTB jo. No. 20 Tahun 2000. Sedangkan objek pajak yang tidak

kena BPHTB adalah obyek yang diperoleh dari orang pribadi karena

konversi / pengakuan hak, orang pribadi karena perbuatan hukum

dengan tidak adanya perubahan nama, karena wakaf, orang pribadi

untuk dipergunakan bagi kepentingan ibadah dan orang pribadi karena

pemberian hak atas tanah negara yang Nilai Perolehan Obyek Pajak

Tidak Kena Pajak (NJOP) yang ditetapkan secara regional paling

banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) atau karena waris

atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam

hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat

ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat

termasuk suami / istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

(NJOP) ditetapkan secara regional paling banyak Rp.300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21

Tahun 1997 jo. No.20 Tahun 2000.

2.2.4.6. Pr osedur Pelak sanaan Prona

Prona dilaksanakan melalui dua pendekatan prosedur

pensertifikatan tanah pertama kali, yaitu :

a) Prosedur pendaftaran tanah secara sporadik, apabila letak

(45)

b) Prosedur pendaftaran tanah secara sistematik, apabila letak

tanah obyek Prona mengelompok minimal (minimal 10

(sepuluh) bidang tanah untuk lokasi tanah di luar pulau jawa

atau 25 bidang tanah untuk lokasi Prona di Pulau Jawa)

dalam lokasi yang ditetapkan.

Adapun proses penerbitan sertifikatnya dilakukan melalui :

1) Bagi tanah milik adat yang bukti penguasaan atau pemilikan

tanahnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala

Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997, pendaftaran

tanahnya dilakukan melalui proses konversi atau pengakuan

hak.

2) Bagi tanah negara penetapan hak atas tanahnya dilakukan

melaui proses pemberian hak atas tanah.

3) Bagi tanah diterbitkan sertifikat tanah wakaf atas nama

nadzir.

2.2.4.7. Pelaksanaan Pr ona

Kegiatan dalam pelaksanaan Prona antara lain :

a) Penyuluhan

Penyuluhan diselenggarakan di wilayah yang menjadi obyek

Prona. Penyuluhan ini dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan

(46)

kecamatan maupun aparat desa/ kelurahan serta mengikutsertakan

tokoh masyarakat wilayah yang bersangkutan.

Menurut Pasal 56 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, hal- hal yang

disampaikan dalam penyuluhan tersebut meliputi kewajiban dan

tangung jawab pemegang hak atas tanah atau kuasanya yaitu :

a) Memasang tanda-tanda batas pada bidang tanah dengan

ketentuan yang berlaku.

b) Berada di lokasi saat panitia Prona melakukan

pengumpulan data yuridis dan data fisik.

c) Menunjukkan tanda-tanda batas atau menetapkan

batas-batas bidang tanag kepada panitia Prona.

d) Menunjukkan bukti pemilikan atau penguasaan atas

tanahnya.

e) Memenuhi persyaratan yang ditentukan bagi pemegang hak

atau kuasanya selaku pihak yang berkepentingan.

Para pemegang hak atau kuasanya atau pihak lain yang

berkepentingan akan diberitahukan :

a) Arti pentingnya dan kegunaan sertifikat sebagai tanda bukti

hak.

(47)

c) Cara permohonan pengukuran atau pengajuan permohonan

sertifikat tanah baik melalui Prona maupun melalui

permohonan secara rutin

d) Akibat hukum yang terjadi apabila kewajiban dan tanggung

jawab dimaksud dalam ayat (3) tidak dipenuhi.

e) Hak-hak dari para pemegang hak untuk mengajukan keberatan

atas hasil pelaksanaan Prona yang diumumkan selama jangka

waktu pengumuman.

b) Pengumpulan data

Kegiatan pengumpulan data meliputi :

1) Penelitian luas tanah, inventarisasi subyek, identifikasi

calon subyek hak.

2) Penelitian status tanah, ha ini dimaksudkan untuk

menentukan apakah tanah yang dimohonkan itu termasuk

kegiatan landreform, pemberian hak atau penegasan hak.

3) Penelitian berkas permohonan yang meliputi identifikasi

nama, alamat, pekerjaan pemohon.

4) Penelitian alat bukti pemilikan tanah yang wajib disertakan

oleh pemegang hak atas tanah kepada panitia Prona.

c) Penetapan biaya pemberian hak dan pendaftaran tanah Biaya yang

dikenakan meliputi :

1) Biaya untuk keperluan administrasi pendaftaran tanah.

(48)

pemetaan.

d) Penunjukan batas, pemasangan tanda batas dan penetapan batas pada

tanah.

Penunjukan batas dilakukan oleh pemegang hak atas tanah atau

kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan yang dibuktikan

secara tertulis sesuai batas bidang tanah yang dikuasainya.

Pemasangan tanda batas dikakukan pada setiap sudut batas atau

garis batas yang tidak jelas. Tanda batas dipasang berdasarkan

kesepakatan pemegang hak atas tanah atau kuasanya atau pihak

lain yang berkepentingan. Sedangkan untuk tanah negara,

pemasangan tanda batasnya dilakukan oleh Satgas Pengukuran dan

Pemetaan dengan memeperhatikan garis sempadan jalan, hal ini

berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 2 Tahun 1996.

e) Pengukuran dan pemetaan bidang tanah.

Pengukuran dan pemetaan bidang tanah dapat dilakukan dengan

cara teristis dan atau fotogrameti. Hasil pengukuran batas bidang

tanah yang dilaksanakan secara teristris dituangkan pada lembar

gambar ukur.

f) Pemeriksaan tanah oleh panitia Prona.

Kegiatan ini dilaksanakan untuk mendapatkan kelengkapan atas

berkas yang telah diterima dari pemohon, dengan demikian data

(49)

g) Pembuktian hak melalui pengumuman dan pengesahan

Para pihak yang berkepentingan diberi kesempatan untuk

mengajukan keberatan mengenai data fisik dan data yuridis yaitu

berupa lembar peta bidang-badang tanah dan daftar isian yang

berisi identitas pemohon yang telah dikumpulkan oleh Panitia

Prona dengan jangka waktu selama 30 (tiga puluh) hari di Kantor

Pertanahan, Kantor Desa/Kelurahan. Apabila setelah jangka waktu

tersebut tidak ada yang mengajukan keberatan, maka lembar peta

bidang tanah tersebut dan daftar isian yang bersangkutan disahkan

oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

h) Pemberian hak

Penetapan pemberian hak dilakukan oleh Kepala Kantor

Pertanahan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan

Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian

Hak Atas Tanah Negara. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa :

pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak

lebih dari 2 HA m2 (dua hektar), pemberian hak milik atas tanah

non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 (dua ribu

meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas hak guna usaha,

pemberian hak milik tersebut dilaksanakan salah satunya dalam

(50)

i) Pembukuan dan penertiban sertifikat hak atas tanah.

Pembukuan hak-hak atas tanah dilakukan oleh Panitia Prona

sedangkan penandatanganan sertifikat dilakukan oleh Kepala

Kantor Pertanahan, apabila berhalangan hadir dalam rangka

melayani pendaftaran tanah secara massal maka dapat dilimpahkan

kepada Kepala Seksi yang ditunjuk.

2.2.4. Ser tifikat Tanah.

2.2.4.1. Penger tian Ser tifikat

Menurut “Chomzah” dalam bukunya yang berjudul Hukum

Pertanahan (2002 :123) sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang terdiri

dari salinan buku tanah dan surat ukur, diberikan sampul jilid dijadikan

satu, yang bentuknya ditetapkanoleh Menteri Negara Agraria / Kepala

Badan Pertanahan Nasional.

Berdasarkan P.P 24 tahun 1997 pasal 32 sertifikat adalah surat

tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai

data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik

dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan

buku tanah hak yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Saleh ( 1982) sertifikat adalah salinan buku

tanah dan surat ukurnya setelah dijilid menjadi satu bersama – sama

(51)

Mentri dan menurut pasal 19 UUPA sertifikat adalah surat tanda bukti hak

yang mempunyai kekuatan hukum yang kuat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sertifikat adalah suatu surat tanda

bukti baik berupa data fisik maupun data yuridis yang memiliki

kekuatan hukum / bukti yang kuat bagi masyarakat bagi masyarakat

terdiri dari surat ukur, gambar situasi yang dijilid dan mempunyai

fungsi dan kekuatan yang diatur dalam peraturan perundang – undangan

2.2.4.2. Fungsi Ser tifikat

Menurut Parangin (1992) fungsi utama sertifikat adalah sebagai

alat bukti hak atas tanah. Selain itu fungsi sertifikat tanah yang diberikan

itu akan memberikan arti dan peranan bagi pemegang hak yang

bersangkutan, yang dapat berfungsi sebagai alat bukti apabila ada

persengketaan terhadap tanah yang bersangkutan ataupun dapat pula

berfungsi sebagai jaminan perlunasan suatu hutang pada bank pemerintah

atau swasta.

Walaupun fungsi utama sertifikat adalah sebagai alat bukti, tetapi

sertifikat bukan satu – satunya alat bukti hak atas tanah seseorang, masih

mungkin dibuktikan dengan bukti lain. Alat bukti lainitu misalnya sanksi –

sanksi, akta jual beli, surat keputusan pemberian hak. Yang membedakan

dengan sertifikat adalah bahwa sertifikat ditegaskan oleh peraturan

perundang –undangan sebagai alat bukti yang kuat. Kuat dalam hal ini

berarti selama tidak ada alat bukti lain yang membutuhkan ketidak

(52)

benar dengan tidak perlu bukti tambahan. Sedangkan alat bukti lain itu

hanya dianggap sebagai alat bukti permulaan, harus dikuatkan oleh alat

bukti.

2.2.4.3. Pengeluar an Ser tifikat

Menurut Parangin (1992) bahwa permintaan sertifikat itu mungkin :

1. Atas kemauan sendiri

Seseorang mengajukan permohonan pengeluaran sertifikat dengan

alasan antara lain :

a. Sadar akan kegunaan sertifikat

b. Hendak mengamankan atau memperkuat pembuktian hak atas

tanah.

2. Diwajibkan oleh peraturan

Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah

mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah untuk mendaftarkan

haknya (sertifikat) apabila terjadi atau akan dilakukan peristiwa

tertentu. Sebelum sertifikat hak atas tanah dikeluarkan harus ada

kepastian terlebih dahulu tentang apa – apa yang dibutuhkan oleh

sertifikat itu nantinya dengan perkataan lain, untuk pengeluaran

sertifikat hak atas tanah harus dipastikan terlebih dahulu mengenai :

a. Status hukum tanahnya, status tanah sampai berlakunya

UUPA.

b. Siapa pemegang hak telah memenuhi syarat yang ditentukan

(53)

c. Ada atau tidak pihak lain.

d. Keadaan fisik tanah, berapa luas, panjang, bentuk danbatas –

batas tanah.

2.2.4.4. Pener bitan Ser tifikat

Berdasarkan undang – undang no 24 tahun 1997. Bagian ke empat pasal

31, mengatakan :

1) Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang

bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang

telah di daftar dalam buku tanah.

2) Jika dalam buku tanah terdapat catatan yang menyangkut data

yuridis atau catatan yang menyangkut data fisik maka

penerbitan sertifikat ditangguhkan sampai catatan yang

bersangkutan di hapus.

3) Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya

tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai

pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya.

4) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun

kepunyaan bersama beberapa orang atau badan hukum di

terbitkan satu sertifikat, yang diterima kepada salah satu

pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis para pemegang

hak bersama yang lain.

5) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun

(54)

pemegang hak bersama untuk di berikan kepada tiap pemegang

hak bersama yang bersangkutan, untuk memuat nama serta

besarnya bagian masing – masing dari hak bersama tersebut.

6) Bentuk, isi, cara pengisian dan penandatanganan sertifikat

ditetapkan oleh menteri.

2.2.5. Pendaftar an Tanah

2.2.5.1. Dasar Hukum Pelaksanaan Pr ona

Dasar hukum dari pendaftaran tanah di Indonesia antara lain yaitu

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok

Agraria sebagai landasan bagi pembaharuan hukum agraria untuk

terwujudnya jaminan kepastian hukum bagi masyarakat. Adanya

jaminan kepastian hukum ini tercantum dalam ketentuan Pasal 19 ayat

(1) Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi, “Untuk menjamin

kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di

seluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur

dengan Peraturan Pemerintah”.

Pendaftaran tanah wajib dilakukan bagi pemegang hak atas tanah.

Pasal 23 ayat (1) menjelaskan bahwa hak milik demikian pula setiap

peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus

didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal

19 Pendaftaran tanah untuk hak-hak itu ditujukan kepada pemegang hak

agar menjadikan kepastian hukum bagi mereka, oleh karena

(55)

demikian pendaftaran pertama kali ataupun pendaftaran karena

konversi, ataupun pembebasannya akan banyak menimbulkan

komplikasi hukum jika tidak didaftarkan padahal pendaftaran

merupakan alat bukti yang kuat bagi pemegang haknya ( A.P.

Parlindungan, 1999:17 ).

Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan

Nasional seperti diatur dalam ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, Pasal

Pasal tersebut mengatur tentang dasar hukum pendaftaran tanah dan

pendaftaran hak-hak atas tanah. Sedangkan ketentuan selanjutnya diatur

melalui Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun

1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan dari PP No. 24 Tahun 1997.

Adapun peraturan yang lainnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2.2.5.2. Penger tian Pendaftar an Tanah

Pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda

kadaster) yaitu istilah untuk suatu rekord atau rekaman, menunjukkan

kepada luas, nilai, kepemilikan terhadap suatu bidang tanah dan untuk

kepentingan perpajakan ( AP Parlindungan, 1999 :18 ). Menurut Pasal 1

ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang dimaksud

dengan pendaftaran tanah adalah “rangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh pemerintah secara terus- menerus, berkesinambungan dan teratur,

(56)

pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta daftar

mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun

termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah

yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta

hak-hak tertentu yang membebaninya”.

Pengertian pendaftaran tanah menurut Budi Harsono adalah suatu

rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah secara

terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data

tertentu yang ada di wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan

penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan

jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, termasuk penerbitan

tanda bukti pemeliharaannya (Boedi Harsono, 2005 :72).

2.2.5.3. Azas Pendaftar an Tanah

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Tentang Pendaftaran Tanah, bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan

berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.

a) Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksud agar ketentuan–

ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat

dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para

pemegang hak atas tanah.

b) Asas aman dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran

(57)

hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai

dengan tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

c) Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak

yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan

dan kemampuan golongan ekonomi lemah.

d) Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam

pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya.

Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir.

e) Asas terbuka dimana masyarakat dapat memperoleh informasi

kepada pihak pihak yang berkepentingan sebelum melakukan

perbuatan hukum terhadap bidang-bidang tanah yang sudah

terdaftar

2.2.5.4. Tujuan Pendaftar an Tanah

Menurut Pasal 3 PP No.24 Tahun 1997 adalah :

1) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum

kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah

susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat

membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

2) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat

memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan

hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun

Gambar

Gambar 1
Keputusan Menteri Dalam  Negeri No 189 Tahun 1981 Gambar 1.1 tentang pelaksanaan Prona
Gambar 2 Analisis Data
Tabel 4.1
+6

Referensi

Dokumen terkait

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan : (1) bagaimana implementasi kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Margasari Kecamatan Buah Batu

Penelitian ini berjudul “Optimalisasi Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (Studi di Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar) ” bertujuan untuk mengetahui

Menimbang bahwa dengan telah terpenuhinya seluruh unsur-unsur ketentuan dalam pasal 351 ayat (2) KUHidana dalam dakwaan lebih lagi lebih subsidair lagi, maka

Prinsip kerja dari blok diagram diatas adalah ketika tombol pada stick kendali ditekan, stick kendali akan memberikan inputan dengan logika tertentu pada

keuangan historis juga berlaku bagi Akuntan Publik yang merupakan Pihak Terasosiasi (akuntan publik yang tidak menandatangani laporan auditor independen namun terlibat langsung

[r]

Hasil dari penelitian ini adalah sistem dapat mengenali ukuran kendaraan yang lewat, sehingga mempermudah bagi pengguna untuk menghindari kemacetan khususnya dan

frekuensi, frekuensi sudut, periode, dan sudut tempuh yang terdapat pada gerak melingkar dengan laju konstan?. Setelah belajar menggunakan metode discovery learning siswa